HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK MAHASISWA PROFESI PSPDG UMY TERHADAP KETERAMPILAN KOMUNIKASI DENGAN PASIEN DI RSGM UMY

(1)

KOMUNIKASI DENGAN PASIEN DI RSGM UMY

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh: ULYA ALFRISTA SARI

20120340029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

KOMUNIKASI DENGAN PASIEN DI RSGM UMY

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh: ULYA ALFRISTA SARI

20120340029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

iii Nama : Ulya Alfrista Sari NIM : 20120340029

Program Studi : Pendidikan Dokter Gigi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 24 Maret 2016 Yang membuat pernyataan,


(4)

iv

Bapak Sudiyo S.Ag., M.Pd. dan Ibu Martini S.Pd. yang selalu memberikan doa restu, motivasi, semangat dan cinta yang tiada henti.

Kakak-kakakku Ridwan Prihatmanto S.Pd. dan Ulfa Hepy Luthfia S.Pd., M.Pd. yang selalu memberikan arahan dan dukungan.

Saudara dan teman-teman yang selalu memberikan semangat, nasehat dan kasih sayang selama ini.


(5)

v

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Komunikasi Terapeutik Mahasiswa Profesi PSPDG UMY Terhadap

Keterampilan Komunikasi Dengan Pasien di RSGM UMY” untuk memenuhi

salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Kedokteran Gigi. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan, tetapi penulis berharap Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. dr. Ardi Pramono, Sp. An., M. Kes. selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. drg. Hastoro Pintadi, Sp. Pros. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. drg. Novitasari Ratna Astuti, M.P.H. selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas waktu, ilmu, saran, inspirasi, semangat dan doa yang diberikan selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

4. drg. Sri Utami, M.P.H. selaku dosen penguji. Terima kasih atas waktu, saran dan masukannya.

5. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan ilmu dan pengarahan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Seluruh kakak Co-ass RSGM UMY yang telah berkenan menjadi responden dan membantu penelitian ini.

7. Bapak Sudiyo S.Ag., M.Pd. dan Ibu Martini S.Pd. yang selalu memberikan doa restu, motivasi, semangat dan cinta yang tiada henti.


(6)

vi

Ainun Nisak dan Aditya Herwanto yang bersedia menjadi innumerator dalam penelitian ini.

10.Gufa Bagus Pamungkas, Cynintia Rahmadhania Rosaef dan Muhammad Vicky Syahrial yang telah berbagi ilmu dan membantu proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

11.Sahabat-sabahat Osce Holic yang selalu mendukung dan mendoakan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

12.Teman-teman satu bimbingan Muhammad Rakhim dan Rahmad Umar yang selalu berbagi ilmu dan kerja sama yang baik.

13.Dicky Pratama Devriyanta yang selalu memberikan semangat dan menjadi tempat berbagi suka duka selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

14.Keluarga besar KG 2012 yang saling memberikan semangat dan dukungannya.

Yogyakarta, 24 Maret 2016


(7)

vii

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Keaslian Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka ... 7

1. Keterampilan Komunikasi ... 7

2. Komunikasi Terapeutik ... 12

3. Tingkat Pengetahuan Komunikasi Terapeutik ... 18

4. Mahasiswa Profesi PSPDG UMY ... 23

5. RSGM UMY ... 23

B. Landasan Teori ... 25

C. Kerangka Konsep ... 26

D. Hipotesis ... 27

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian ... 28

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 28

C. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 30

D. Lokasi dan Waktu Penelitan... 30

E. Variabel Penelitian ... 30

F. Definisi Operasional... 31

G. Instrumen Penelitian... 32

H. Jalannya Penelitian ... 33

I. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 34

J. Analisis data ... 35

K. Alur Penelitian ... 36


(8)

viii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 45 B. Saran ... 45 DAFTAR PUSTAKA ... 46 LAMPIRAN


(9)

ix

Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov ... 40 Tabel 4. Hasil Analisis Spearman ... 40


(10)

x

Gambar 3. Tingkat Pengetahuan Komunikasi Mahasiswa Profesi PSPDG UMY ... 39 Gambar 4. Keterampilan Komunikasi Mahasiswa Profesi PSPDG UMY ... 39


(11)

(12)

xi

membangun hubungan terapeutik antara dokter dengan pasien sehingga pelayanan medis dapat lebih optimal. PSPDG UMY memberikan teori dan ilmu keterampilan komunikasi terapeutik sejak program pendidikan S1. Teori dan keterampilan ini diterapkan dengan pasien saat program pendidikan profesi di RSGM UMY.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG UMY terhadap keterampilan komunikasi dengan pasien di RSGM UMY.

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional. Penelitian dilakukan di RSGM UMY dengan jumlah sampel 105 mahasiswa profesi yang didapatkan dengan metode simple random sampling. Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner dan checklist.

Hasil penelitian: Hasil analisis Spearman menunjukkan hasil nilai p 0,000 dengan koofisien korelasi 0,574 yang berarti terdapat hubungan tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG UMY terhadap keterampilan komunikasi dengan pasien di RSGM UMY.

Kesimpulan: Terdapat hubungan tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG UMY terhadap keterampilan komunikasi dengan pasien di RSGM UMY.

Kata kunci: Pengetahuan komunikasi terapeutik, keterampilan komunikasi terapeutik, mahasiswa profesi kedokteran gigi.


(13)

xii

succeed communication is able to build a therapeutic relationship between the patient and doctor so that the health care procedure can be done more optimally. PSPDG UMY provides therapeutic communication skills and theory since undergraduate program. This communication skill and theory is applied in dental profession program to communicate directly with patient in RSGM UMY.

Aim: The objective of this study is to assess the relationship between knowledge level of therapeutic communication of dental profession students School of Dentistry UMY towards communication skills with patients in RSGM UMY.

Method: This study is an analytic observational study with cross sectional design and conducted at RSGM UMY involving 105 samples selected by simple random sampling method. The instrument for this study are questioner and checklist. Result: The result of Spearman analysis showed p value 0.000 and correlation coefficient 0,574. There is a relation between knowledge level of therapeutic communication of dental profession students of School Dentistry UMY and the communication skills with patients in RSGM UMY.

Conclusion: There is relationship between knowledge level of therapeutic communication of dental profession students School of Dentistry UMY and the communication skills with patients at RSGM UMY.

Keyword: knowledge level of therapeutic communication, the therapeutic communication skills, dental profession student.


(14)

1 A. Latar Belakang

Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangat diperlukan untuk menjalin hubungan antar individu. Kerjasama dan koordinasi akan tercapai dengan baik ketika komunikasi antar individu tersebut dibangun dengan baik pula. Setiap komunikasi memiliki tujuan masing-masing, baik dari yang menyampaikan informasi maupun yang menerima informasi. Proses penyampaian informasi dikatakan berhasil jika individu lain memberikan respon baik secara verbal maupun non verbal (Priyanto, 2009). Seorang tenaga kesehatan harus memiliki keterampilan komunikasi terapeutik yang baik dengan pasien maupun dengan sesama tenaga kesehatan agar dalam proses pemeliharaan kesehatan memperoleh hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Seperti yang tertuang pada Surat Al-Maidah (52) : 32 yang artinya :

“Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya” (Munandar dan Pratomo, 2012).

Menurut Konsil Kedokteran Indoesia (KKI) tentang praktik kedokteran, paragraf 2 pasal 45, komunikasi antara dokter dengan pasien merupakan hal yang wajib dilakukan. Kewajiban ini dikaitkan dengan upaya yang dilakukan dokter dalam melakukan pelayanan medis.


(15)

Keberhasilan upaya tersebut tergantung dari penggalian informasi mengenai riwayat penyakit pasien dan penyampaian informasi mengenai perawatan yang akan dilakukan oleh dokter (Wasisto dan Sudjana, 2006). Soelarso, dkk. (2005) mengatakan bahwa komunikasi sangat berpengaruh terhadap kesuksesan diagnosis, rencana perawatan, proses perawatan dan pasca perawatan.

Menurut penelitian Katz (1999) cit Rezaei dan Askari (2014) 60% – 70% diagnosa dan rencana perawatan medis adalah berdasarkan informasi dari hasil anamnesis atau wawancara medis. Komunikasi terapeutik yang efektif membantu membangun kepercayaan dan hubungan terapeutik yang baik antara tenaga medis dan pasien (Ellis dkk., 2000). Komunikasi terapeutik antara dokter gigi dengan penderita dikatakan berhasil jika mampu membangun hubungan terapeutik sehingga proses layanan medis gigi dan mulut akan lebih optimal.

Rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit yang telah terakreditasi dalam pelayanan medis, sehingga dapat digunakan untuk pendidikan dokter maupun penelitian. Rumah sakit pendidikan ini merupakan upaya untuk meningkakan kompetensi dokter (Emilia, 2008). Menurut Epstein dan Hundert (2002) cit. Emilia (2008) salah satu poin kompetensi adalah kebiasaan dan kebijaksanaan dalam berkomunikasi.

Program Studi Pendidikan Dokter Gigi (PSPDG) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) memiliki Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) sebagai tempat praktik mahasiswa PSPDG yang melanjutkan


(16)

pendidikan profesi. Menurut survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan April 2015, mahasiswa profesi PSPDG terdiri dari angkatan tahun 2005 (8 mahasiswa), 2006 (13 mahasiswa), 2007 (38 mahasiswa) , 2008 (60 mahasiswa), 2009 (91 mahasiswa) dan 2010 (92 mahasiswa), sehingga total keseluruhan mahasiswa profesi PSPDG berjumlah 302 orang.

Pengetahuan mengenai keterampilan komunikasi telah diajarkan kepada mahasiswa PSPDG UMY sejak masa pendidikan strata satu (S1). Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menjadikan keterampilan komunikasi sebagai salah satu hal yang harus dikuasai oleh mahasiswa sejak tahun pertama, pengetahuan tersebut diaplikasikan mahasiswa UMY ketika menghadapi pasien yakni ketika menjalani pendidikan profesi di RSGM UMY. Kemampuan tersebut terus digunakan oleh mahasiswa hingga menyelesaikan pendidikan dokter gigi.

Keterampilan komunikasi sebaiknya didasari oleh pengetahuan komunikasi yang mumpuni. Perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Diana, dkk. (2006) mengungkapkan berhasil tidaknya komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kurangnya pengetahuan dan kemampuan tenaga medis dalam menerapkan komunikasi.

Diana, dkk. (2006) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara pengetahuan komunikasi terapeutik perawat Rumah Sakit Elisabeth terhadap kemampuan melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien. Perawat yang memiliki pengetahuan komunikasi


(17)

terapeutik yang baik, maka keterampilan perawat menerapkan komunikasi terapeutik juga semakin baik. Abdad (2012) mengungkapkan bahwa pengetahuan komunikasi terapeutik yang baik merupakan modal dasar untuk meningkatkan pelayanan seorang tenaga medis kepada pasien.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mengetahui hubungan tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG UMY terhadap keterampilan komunikasi dengan pasien di RSGM UMY.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah: apakah terdapat hubungan tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG UMY terhadap keterampilan komunikasi mahasiswa profesi dengan pasien di RSGM UMY?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum:

Tujuan umum pada penelitian ini adalah mengetahui hubungan tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG UMY terhadap keterampilan komunikasi dengan pasien di RSGM UMY. 2. Tujuan Khusus:

Tujuan khusus pada penelitian ini adalah:

a. Mengetahui tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG UMY di RSGM UMY.

b. Mengetahui keterampilan komunikasi mahasiswa profesi PSPDG UMY dengan pasien di RSGM UMY.


(18)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Mahasiswa Profesi PSPDG

Menambah pengetahuan dan pemahaman keterampilan komunikasi terapeutik yang baik dengan pasien.

2. Bagi RSGM UMY

Sebagai bahan evaluasi pengetahuan dan keterampilan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG.

3. Bagi peneliti

Menambah wawasan pengetahuan dan keterampilan komunikasi yang baik antara calon dokter gigi dengan pasien.

E. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian yang serupa pernah dilakukan, antara lain adalah:

1. Diana, dkk. (2006), dengan judul “Hubungan Pengetahuan Komunikasi Terapeutik Terhadap Kemampuan Komunikasi Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Elisabeth Purwokerto”. Perbedaan penelitiannya dengan penelitian ini adalah pada variabel, sampel, dan lokasi penelitian. Variabel independen dalam penelitiannya adalah pengetahuan komunikasi terapeutik perawat dan variabel dependen adalah kemampuan komunikasi terapeutik perawat, sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi dan variabel dependen adalah keterampilan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitiannya adalah total sampling dengan jumlah


(19)

sampel 23 orang, sedangkan penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling. Lokasi penelitiannya dilakukan di Rumah Sakit Elisabeth Purwokerto, sedangkan penelitian ini dilakukan di RSGM UMY.

2. Abdad (2012) dengan judul “Tingkat Pengetahuan Perawat tentang

Komunikasi Terapeutik di Unit Rawat Inap Umum Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor”. Perbedaan penelitiannya dengan penelitian ini adalah variabel, sampel dan lokasi penelitian. Variabel yang diteliti dalam penelitiannya adalah pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik, usia, jenis kelamin, masa kerja, tingkat pendidikan, dan pengalaman mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah sampelnya 125 orang perawat. Lokasi penelitiannya dilakukan di Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor.

3. Shintana dan Siregar (2012) dengan judul “Pengetahuan Perawat Tentang

Komunikasi Terapeutik Dengan Perilaku Perawat”. Perbedaan penelitiannya dengan penelitian ini adalah variabel, sampel dan lokasi penelitian. Variabel independen dalam penelitiannya adalah tingkat pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik dan variabel dependennya adalah perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien. Teknik pengambilan sampel untuk perawat dengan simple random sampling, sedangkan pasien dengan accidental sampling. Lokasi penelitiannya dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.


(20)

7

A. Telaah Pustaka

1. Keterampilan Komunikasi

Keterampilan komunikasi adalah keterampilan yang diperlukan dalam berbicara, mendengar dan mengatasi hambatan komunikasi verbal, memahami komunikasi non verbal (Santrock, 2007 cit. Dalimunthe, 2008). Keterampilan komunikasi merupakan aplikasi pengetahuan dalam teknik komunikasi verbal, non verbal dan melalui media komunikasi secara efektif untuk mempertahankan keaktifan dalam bertanya, kolaborasi dan interaksi (Eggen, 2004 cit. Dalimunthe, 2008).

Komunikasi adalah suatu proses perkukaran ide, perasaan, dan pikiran antara dua orang atau lebih yang bertujuan untuk terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku (Damaiyanti, 2008). Menurut Potter dan Perry (2009) terdapat 6 komponen dalam komunikasi, yaitu:

a. Komunikator, adalah pemberi informasi atau sumber informasi.

b. Komunikan, penerima informasi atau yang memberi respon terhadap stimulus yang disampaikan oleh komunikator.

c. Pesan, adalah gagasan atau pendapat, fakta, informasi atau stimulus yang disampaikan.

d. Media komunikasi, adalah saluran yang dipakai untuk menyampaikan pesan.


(21)

e. Kegiatan “encoding”, adalah perumusan pesan oleh komunikator sebelum disampaikan kepada komunikan.

f. Kegiatan “decoding”, adalah penafsiran pesan oleh komunikan pada saat menerima pesan.

Macam-macam konteks dalam komunikasi kesehatan menurut Liliweri, 2006 adalah:

a. Komunikasi antarpribadi

Komunikasi yang berlangsung antarpribadi atau disebut juga interpersonal communication adalah komunikasi yang dilakukan dua atau tiga orang dengan jarak yang sangat dekat, bertatap muka atau dengan media dengan sifat umpan balik yang berlangsung cepat, pesan bersifat khusus dan mempunyai tujuan yang tidak berstruktur.

b. Komunikasi kelompok

Komunikasi kelompok kecil apabila jumlah orang yang terlibat adalah 4-20 orang, kelompok besar apabila jumlah orang yang terlibat berjumlah 20-50 orang. Komunikasi ini bersifat umpan balik yang berlangsung cepat, pesan bersifat khusus dan mempunyai tujuan yang tidak berstruktur.

c. Komunikasi organisasi

Komunikasi organisasi dalam kesehatan berlangsung pada Puskesmas, Klinik, Rumah Sakit, maupun organisasi profesi seperti pada organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI).


(22)

d. Komunikasi publik

Aktifitas komunikasi publik berlangsung pada pemberian informasi kesehatan saat kegiatan loka karya, seminar, symposium dan lain-lain.

e. Komunikasi massa

Komunikasi massa adalah menyampaikan pesan atau informasi dengan menggunakan jasa sebuah media massa, misalnya surat kabar, majalah, leaflet, dan lain-lain.

Bentuk-bentuk komunikasi menurut Potter dan Perry (1993) cit. Christina, dkk. (2003) adalah:

a. Komunikasi verbal.

Komunikasi verbal mempunyai berbagai karakteristik diantaranya sebagai berikut:

1) Jelas dan ringkas.

Kalimat yang digunakan efektif, sederhana, pendek, dan langsung, semakin sedikit kata-kata yang digunakan, semakin kecil pula kemungkinan terjadi kerancuan dalam komunikasi.

2) Perbendaharaan kata.

Kata yang digunakan mudah dimengerti. Komunikasi tidak berhasil jika penerima pesan tidak mampu menerjemahkan kata yang disampaikan oleh komunikator.


(23)

3) Arti denotatif dan konotatif.

Kata yang digunakan tidak mempunyai banyak tafsir, terutama saat menjelaskan tujuan terapi dan kondisi klien.

4) Intonasi.

Nada suara berdampak terhadap arti pesan yang disampaikan. 5) Kecepatan bicara.

Kecepataan bicara dan tempo mempengaruhi komunikasi. Jeda yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan merupakan tanda komunikator sedang menyembunyikan sesuatu. 6) Humor.

Humor dapat digunakan sebagai sarana mengurangi ketegangan, namun penggunaan humor disaat yang tidak tepat justru tidak berdampak baik, misalnya untuk menutupi rasa takut.

b. Komunikasi non verbal.

Komunikasi non verbal memiliki beberapa karakteristik, yaitu: 1) Penampilan Fisik.

Penampilan fisik mempunyai kontribusi 84% sebagai kesan yang timbul selama 20 detik sampai 4 menit pertama.

2) Sikap tubuh dan cara berjalan.

Sikap tubuh dan cara berjalan pada beberapa orang menunjukan perasaan (mood) dan kesehatan.


(24)

3) Ekspresi wajah.

Ekspresi wajah dapat berupa rasa terkejut, takut, marah, jijik, bahagia, dan sedih. Kontak mata berperan dalam memberikan kesan menghargai dan dapat dipercaya oleh lawan bicaranya. 4) Sentuhan.

Sentuhan merupakan salah satu wujud rasa kasih sayang, dukungan emosional dan perhatian namun, sentuhan disini tetap harus memperhatikan norma sosial dan tidak berlebihan.

Fungsi komunikasi menurut Liliweri (2006) adalah:

a. Informasi, yaitu menyampaikan pesan atau menyebarluaskan pesan kepada orang lain.

b. Pendidikan, yaitu menyampaikan informasi yang bersifat mendidik sehingga diharapkan para penerima informasi dapat menambah pengetahuannya.

c. Instruksi, yaitu menyampaikan pesan yang bersifat mewajibkan atau melarang seseorang sesuai dengan perintah pemberi pesan.

d. Persuasi, yaitu menyebarkan informasi yang bersifat mempengaruhi sikap penerima pesan sesuai kehendak pengirim pesan.

e. Menghibur, yaitu mengirim pesan yang mengandung unsur humor sehingga penerima pesan merasa terhibur dan menikmati pesan yang disampaikan.


(25)

2. Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan dalam rangka membantu proses penyembuhan atau pemulihan kesehatan pasien yang dilakukan secara professional oleh tenaga medis (Damaiyanti, 2008). Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung dengan sendirinya tetapi harus direncanakan, dipertimbangkan dan dilaksanakan secara professional. Menurut Mundakir (2006) dasar dari komunikasi terapeutik adalah adanya saling kebutuhan antara dokter dan pasien, dokter membantu pasien dan pasien menerima bantuan dokter. Menurut Liliweri (2006) tujuan dari komunikasi terapeutik adalah untuk mempengaruhi atau mengubah sikap dan perilaku dari pasien.

Fase-fase hubungan terapeutik menurut Mundakir (2006) adalah sebagai berikut:

a. Fase pra-interaksi

1) Mengumpulkan data tentang pasien

2) Mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri 3) Menganalisa kekuatan professional diri dan keterbatasan

4) Membuat rencana pertemuan dengan pasien (kegiatan, waktu, tempat)

b. Fase orientasi

1) Memberikan salam dan tersenyum pada pasien 2) Memperkenalkan diri dan menanyakan nama pasien


(26)

3) Melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif) pada pertemuan berikutnya

4) Menentukan mengapa pasien mencari pertolongan

5) Menyediakan kepercayaan, penerimaan dan komunikasi terbuka 6) Membuat kontrak timbal balik

7) Mengeksplorasi perasaan, pikiran dan tindakan pasien 8) Mengidentifikasi masalah pasien

9) Mendefinisikan tujuan dengan pasien

10) Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan 11) Menjelaskan kerahasiaan

c. Fase kerja

1) Memberi kesempatan pasien untuk bertanya

2) Menanyakan keluhan utama/keluhan yang berkaitan dengan kelancaran kegiatan

3) Memulai kegiatan dengan cara yang baik 4) Melakukan kegiatan sesuai rencana d. Fase terminasi

1) Menciptakan realitas perpisahan

2) Menyimpulkan hasil kegiatan: evaluasi hasil dan proses

3) Saling eksplorasi perasaan penolakan, kehilangan, sedih, marah dan perilaku lain

4) Memberi reinforcement positif


(27)

6) Melakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya (waktu, tempat, topik)

7) Mengakhiri kegiatan dengan baik

Menurut Stuart dan Sundeen (1995) teknik komunikasi terapeutik terdiri dari:

a. Mendengarkan (Listening)

Mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan menunjukan bahwa yang dikatakan oleh orang tersebut adalah penting dan klien atau pasien tersebut akan merasa penting. Mendengarkan juga akan menunjukan sikap ketertarikan dokter terhadap pasien. b. Pertanyaan terbuka (Broad opening)

Dokter mengajukan pertanyaan yang mendorong pasien untuk menceritakan lebih jauh mengenai perasaan dan pikirannya.

c. Mengulang (Restating)

Teknik mengulang pokok pembicaraan untuk menguatkan ungkapan pasien dan sebagai respon dari dokter.

d. Penerimaan (Acceptance)

Sikap menerima dapat ditunjukan dengan mendengar dan tidak menunjukan sikap negatif seperti memutar mata ke atas, menggelengkan kepala, mengerutkan dahi atau memandang dengan muka masam.


(28)

e. Klarifikasi

Teknik yang dilakukan dokter apabila merasa ragu, tidak jelas atau kurang paham terhadap informasi yang disampaikan oleh pasien. f. Refleksi

Berupa refleksi isi dengan cara memvalidasi informasi, refleksi perasaan dengan cara memberi respon terhadap isi pembicaraan.

g. Asertif

Kemampuan menyakinkan dan nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan diri sendiri dengan tetap menghargai hak orang lain. h. Memfokuskan

Teknik memilih topik pembicaraan yang penting dan mengarah agar tercapai sebuah tujuan yang spesifik dan jelas.

i. Membagi presepsi

Teknik komunikasi dengan cara meminta pendapat pasien mengenai hal-hal yang dipikirkan dan dirasakan.

j. Identifikasi “tema”

Teknik mencari latar belakang masalah pasien yang berguna untuk meningkatkan pemahaman dokter mengenai permasalahan pasien.

k. Diam

Teknik diam dilakukan dengan tujuan mengorganisir pemikiran, memproses informasi, dan bersedia menunggu respon. Diam tidak


(29)

dilakukan dalam waktu yang lama karena akan mengakibatkan pasien menjadi khawatir.

l. Informing

Tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan informasi lebih lanjut. Kurangnya memberikan informasi akan mengakibatkan pasien tidak percaya.

m. Humor

Teknik yang bertujuan untuk membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stress.

n. Saran

Teknik yang bertujuan untuk memberi alternatif ide dalam menyelesaikan masalah. Teknik ini tepat dilakukan saat fase kerja dan tidak tepat jika dilakukan saat fase awal.

Menurut Enjang (2009) dalam berkomunikasi terdapat dua tingkatan yaitu isi dan hubungan. Tingkat isi adalah makna yang terkandung jelas pada pesan verbal, sedangkan tingkat hubungan adalah disampaikan melaui pesan non verbal. Kualitas proses komunikasi terapeutik antara dokter gigi dengan penderitanya merupakan salah satu instumen penting agar proses maupun hasil layanan medik gigi dan mulut menjadi optimal. Menurut Beemsterboer (2005), pasien mengharapkan segala informasi yang diterima dokter dari komunikasi akan disimpan secara pribadi oleh dokter.


(30)

Kompetensi dan subkompetensi komunikasi terapeutik dokter dengan pasien menurut Rider, dkk., (2006) adalah:

a. Membangun suatu hubungan (Builds a relationship) 1) Menunjukan simpati dan memberi salam pada pasien.

2) Menunjukan kepedulian selama komunikasi dengan menggunakan kata-kata yang tepat.

3) Melakukan kontak mata, menggunakan intonasi dan sikap yang menunjukan kepedulian dan perhatian.

4) Merespon dengan baik pernyataan pasien. b. Membuka diskusi (Opens the discussion)

1) Menghargai pasien ketika menyampaikan keluhan. 2) Menanyakan sesuatu sebagai wujud rasa perhatian. c. Mengumpulkan informasi (Gathers information)

1) Menggunakan pertanyaan terbuka untuk memulai komunikasi. 2) Menjelaskan dengan detail dan spesifik.

3) Memberikan kesempatan pasien melakukan koreksi atau menambah informasi dan meringkasnya.

d. Memahami perspektif pasien (Understands the patient’s perspective) 1) Menanyakan riwayat hidup, keadaan orang lain yang mungkin

berpengaruh pada kesehatannya.

2) Menciptakan kepercayaan pasien, harapan, dan perhatian tentang perawatan dan penyakit yang dialaminya.


(31)

e. Memberikan informasi (Shares information)

1) Menilai pemahaman masalah pasien dan informasi lain.

2) Menjelaskan dengan menggunakan kata-kata yang mudah dipahami pasien dan tidak menggunakan istilah medis.

3) Menanyakan kepada pasien jika pasien kurang jelas dan belum mengerti.

f. Jangkauan persetujuan (if new or changed plan)

1) Melihat kemungkinan saling pengertian dari diagnostik dan rencana perawatan.

2) Menanyakan tentang kesanggupan pasien untuk mengikuti diagnostik dan rencara perawatan.

3) Mengidentifikasi sumber daya tambahan yang tepat. g. Penutup (Provides closure)

1) Menanyakan pasien jika ada pertanyaan atau masalah lain. 2) Meringkas seluruh pembicaraan.

3) Menjelaskan kelanjutan perawatan atau pengaturan kontak. 4) Menutup wawancara dan mengucapkan salam.

3. Tingkat Pengetahuan Komunikasi Terapeutik

Pengetahuan komunikasi merupakan wawasan atau sesuatu yang diketahui seseorang berkaitan dengan aspek mengingat, memahami dan menerapkan berbagai berbagai konsep, proses, jaringan, hambatan dan efektivitas dalam berkomunikasi (Asikin, 2013). Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang


(32)

tersebut mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca indra manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan dipengaruhi oleh mata dan telinga.

Pengetahuan yang cukup dalam domain kognitif menurut Notoatmodjo (2003) mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya dan mampu mengingat kembali (recall) suatu materi tersebut, oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehention)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dimana dapat menginterpretasikan secara benar.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi yang sebenarnya.


(33)

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis adalah kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan yang baru, atau dapat menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada. f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan sutau kriteria yang telah ada.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Budiman dan Riyanto (2013) adalah:

a. Pendidikan

Seseorang yang berpendidikan tinggi cenderung untuk mendapatkan lebih banyak informasi, sehingga tingkat pengetahuannya juga bertambah. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.

b. Informasi atau media massa

Informasi dapat didefinisikan sebagai transfer pengetahuan, semakin banyak mendapat informasi maka pengetahuan semakin meningkat.


(34)

c. Sosial, budaya dan ekonomi, kebiasaan dan tradisi

Sosial budaya seseorang tanpa melalui penalaran apakan kegiatan yang dilakukan baik atau buruk. Status ekonomi mempengaruhi fasilitas penunjang untuk mendapat informasi dan melakukan kegiatan tertentu.

d. Lingkungan

Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang ada dalam lingkungan tersebut.

e. Pengalaman

Suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh didalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.

f. Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik.

Cole dan Bird (2000) mangungkapkan terdapat berbagai macam cara untuk mempelajari praktek komunikasi medis, yaitu:

a. Readings

Membaca referensi adalah cara agar dapat meningkatkan pengetahuan tentang konsep dasar dalam berkomunikasi, kemudian dapat dijadikan dasar dalam praktek komunikasi.


(35)

b. Lecture

Pengetahuan dapat dari orang yang ahli dalam bidangnya. c. Demonstration

Melihat videotapes merupakan salah satu cara untuk mengetahui wawancara medis efektif dari dokter dan pasien asli.

d. Practice

Praktek wawancara dapat dilakukan dengan pasien standar maupun pasien asli untuk melatih keterampilan agar terbiasa.

e. Observation and feedback

Praktek melakukan wawancara sebaiknya didampingi oleh orang lain agar dapat melihat dan memberikan penilaian dalam bentuk nilai positif dan negatif sebagai bahan evaluasi.

f. Repetitive practice

Proses pembelajaran tidak hanya perlu satu atau dua kali, namun berkali-kali supaya keterampilan wawancara semakin baik.

g. Standarized patient

Pelatihan ini dilakukan pada mahasiswa kedoteran saat melakukan ujian keterampilan. Pelatihan dengan pasien standar ini adalah pasien telah diberi skenario yang didalamnya mengandung kasus dan mahasiswa dipacu untuk memecahkan kasus tersebut dengan wawancara medis.


(36)

h. Small groups

Grup diskusi terdiri dari enam orang danada satu orang instruktur yang berperan sebagai pembimbing. Peserta melakukan diskusi dan berlatih memahami satu sama lain.

4. Mahasiswa Profesi PSPDG UMY

Mahasiswa profesi adalah mahasiswa Sarjana Kedoktean Gigi (S.KG) yang menempuh pendidikan profesi selama 3 semester atau 1,5 tahun di sebuah rumah sakit pendidikan gigi dan mulut untuk mendapatkan gelar dokter gigi. Mahasiswa profesi dalam menempuh pendidikan profesi dituntut untuk menyelesaikan berbagai macam kegiatan yang merupakan aplikasi klinis dari pembelajaran selama menjadi mahasiswa kedoktean gigi strata satu (UMY, 2011).

Seorang sarjana kedokteran gigi yang menempuh pendidikan profesi akan bekerja klinis di rumah sakit pendidikan. Seseorang yang memasuki situasi baru akan mengalami rasa cemas karena situasi dan peraturan yang berbeda. Kemampuan komunikasi berperan penting untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan juga untuk mengetahui misalnya sikap tubuh yang pantas dan jarak sosial dengan orang sekitar (Ellis, dkk. 2000). 5. RSGM UMY

Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) menurut PerMenKes RI No 1173/MenKes/Per/X/2004 adalah sarana pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang menyelenggarakan pelayanan perorangan dalam rangka pelayanan pengobatan dan pemulihan tanpa mengabaikan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit yang dilaksanakan melalui pelayanan


(37)

rawat jalan, rawat gawat darurat dan tindakan medik. Menurut Depkes RI (2004), Rumah Sakit Gigi dan Mulut pendidikan adalah RSGM yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut dan juga digunakan sebagai sarana proses pembelajaran, pendidikan dan penelitian bagi profesi tenaga kesehatan lainnya dan terikat kejasama dengan fakultas kedokteran gigi.

Rumah Sakit Gigi dan Mulut UMY menjadi salah satu rumah sakit khusus yang diharapkan mampu berperan dalam meningkatkan kesehatan gigi dan mulut melalui pelayanan kesehatan yang komprehensif. Menurut Majelis Kesehatan PW ‘Aisyiyah Sumatera Utara (2009), Rumah Sakit Gigi dan Mulut UMY tidak hanya sekadar sarana pendidikan yang menghasilkan dokter gigi dan dokter gigi spesialis, namun juga dapat dikembangkan sebagai pusat pelayanan kesehatan dan sarana rujukan medik gigi dan mulut bagi semua pihak, termasuk warga masyarakat Yogyakarta.

Menurut Depkes RI (2004), beberapa fungsi dari RSGM adalah menyelenggarakan:

a. Pelayanan medik gigi dasar, spesialistik dan subspesialistik. b. Pelayanan penunjang.

c. Pelayanan rujukan.

d. Pelayanan gawat darurat kesehatan gigi dan mulut. e. Pendidikan.


(38)

B. Landasan Teori

Dasar dari komunikasi terapeutik adalah kemampuan dari dokter dan pasien untuk berbicara dan mendengar. Dokter harus mendengarkan dengan jelas dan menangkap isyarat yang diberikan oleh pasien untuk membangun hubungan yang akan menumbuhkan rasa keterbukaan untuk menyampaikan sebuah informasi. Begitu pula dengan pasien, pasien harus bersikap terbuka dengan segala informasi yang berkaitan dengan proses pemeliharaan kesehatan yang akan dilakukan oleh dokter. Hubungan yang positif antara dokter gigi dengan pasien akan meningkatkan presepsi dan kepercayaan pasien terhadap kompetesi dokter gigi. Hubungan tersebut dapat dibangun dengan cara terampil saat komunikasi dengan pasien, terutama pada pertemuan pertama. Kesan awal akan memberikan kesan yang cenderung melekat selamanya pada seorang dokter.

Komunikasi terapeutik berhasil apabila terbentuk hubungan terapeutik antara dokter dan pasien. Hubungan terapeutik tersebut dapat meningkatkan proses pemberian pelayanan medis sehingga lebih optimal. Keterampilan komunikasi terapeutik diterapkan berdasarkan pengetahuan mengenai teknik-teknik komunikasi terapeutik. Pengetahuan komunikasi terapeutik dapat diperoleh dengan berbagai macam cara seperti dengan membaca referensi, bertanya dengan orang yang ahli dalam bidangnya, melihat videotapes, praktek wawancara dengan pasien standar maupun pasien asli dan dapat dipelajari melalui grup diskusi.


(39)

Pengetahuan seorang tenaga medis mengenai komunikasi terapeutik merupakan dasar dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien. Komunikasi terapeutik yang didasari dengan pengetahuan akan meningkatkan pelayanan kesehatan, perawatan yang dilakukan berhasil dan pasien merasa puas.

C. Kerangka Konsep

Keterangan :

= Diteliti = Tidak Diteliti

Gambar 1. Kerangka Konsep

Keterampilan Komunikasi Terapeutik

Pertukaran Informasi

Membangun suatu hubungan (Builds a relationship) Membuka diskusi (Opens the discussion)

Mengumpulkan informasi (Gathers information) Memahami perspektif pasien (Understands the patient’s perspective)

Jangkauan persetujuan (if new/changed plan)

Penutup (Provides closure)

Diskusi Tindakan Medis

Perawatan berhasil,pasien percaya dan datang kembali, puas, tidak komplain Tingkat Pengetahuan

Komunikasi Terapeutik

Fase Komunikasi Terapeutik Teknik Komunikasi Terapeutik


(40)

D. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG UMY terhadap keterampilan komunikasi dengan pasien di RSGM UMY.


(41)

28

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional yakni dilakukan dengan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat yang sama (Dahlan, 2009).

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa profesi PSPDG UMY angkatan 2005, 2006, 2007, 2008, 2009 dan 2010 yang masih aktif di RSGM.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa profesi PSPDG UMY angkatan 2009 dan 2010 yang dipilih acak dengan metode simple random sampling, artinya setiap individu berpeluang untuk menjadi subjek dalam penelitian ini (Saryono, 2011).

N = (Zα)2PQ

d2

N = (1,96)20,5 x 0,5 0,12 N = 97


(42)

Keterangan:

N = Jumlah sampel

P = Proporsi kategori = 0,5 Q = 1 – P = 0,5

d = Presisi 10%

Sampel pada penelitian ini adalah 97 mahasiswa profesi ditambah 10% untuk mengantisipasi adanya dropout saat penelitan berlangsung, sehingga total berjumlah 107 mahasiswa profesi PSPDG. Jumlah tersebut didapatkan secara proporsional menurut angkatan dengan perhitungan sebagai berikut:

a. Jumlah persentase angkatan 2009 = 91 X 100% 183 = 49%

b. Jumlah persentase angkatan 2010 = 92 X 100% 183 = 51%

Pengambilan subjek dibagi secara proporsional berdasarkan angkatan tahun masuk mahasiswa profesi PSPDG, dapat dilihat pada tabel berikut:

Jumlah Mahasiswa Tiap Angkatan

X 100% Jumlah Seluruh Mahasiswa


(43)

Tabel 1. Cara Pengambilan Subjek Penelitian

Mahasiswa Profesi PSPDG UMY Persentase Jumlah Angkatan tahun 2009 (91) 49 % 52 Angkatan tahun 2010 (92) 51 % 55

Total 100 % 107

C. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi pada penelitian ini adalah:

a. Mahasiswa profesi PSPDG UMY yang masih aktif.

b. Mahasiswa profesi PSPDG UMY yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

2. Kriteria Eksklusi pada penelitian ini adalah:

a. Mahasiswa profesi PSPDG UMY yang sedang tidak mengerjakan pasien saat penelitian ini berlangsung.

b. Mahasiswa profesi PSPDG UMY dengan pasien anak yang tidak didampingi orang tuanya.

D. Lokasi dan Waktu Penelitan 1. Lokasi

Penelitian ini dilakukan di RSGM UMY yang berada di Jl. Hos Cokroaminoto, Yogyakarta.

2. Waktu

Penelitian ini dilakaksanakan pada bulan November-Desember 2015. E. Variabel Penelitian

1. Variabel independen


(44)

2. Variabel dependen

Dalam penelitian ini adalah keterampilan komunikasi terapeutik. F. Definisi Operasional

1. Tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik.

Tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik adalah pemahaman responden terhadap fase-fase komunikasi terapeutik dan teknik dalam komunikasi terapeutik yang diukur dengan kuesioner adobsi dari Abdad (2012), berisi 24 pertanyaan yang meliputi poin fase komunikasi terapeutik nomor 1-5 dan poin teknik komunikasi terapeutik nomor 6-24. Skala yang digunakan adalah ordinal dengan kategori penliaian sebagai berikut:

a. Tinggi, jika responden memiliki skor > 80% b. Sedang, jika responden memiliki skor 60-80% c. Kurang, jika responden memiliki skor < 60% 2. Keterampilan komunikasi terapeutik

Keterampilan komunikasi terapeutik adalah kemampuan responden untuk melakukan komunikasi dalam rangka proses penyembuhan atau pemulihan kesehatan pasien yang diukur dengan check list modifikasi dari Bayer-Fatzer (2001) cit Rider, dkk. (2006), berisi 21 butir poin meliputi poin membangun suatu hubungan (builds a relationship) nomor 1, 2, 3, 4, poin membuka diskusi (opens the discussion) nomor 5 dan 6, poin mengumpulkan informasi (gathers information) nomor 7, 8, 9, 10, 11, poin memahami perspektif pasien (understands the patient’s perspective)


(45)

nomor 12, 13, poin memberikan informasi (shares information) nomor 14, 15, poin jangkauan persetujuan (if new/changed plan) nomor 16, 17, poin penutup (provides closure) nomor 18, 19, 20, 21. Skala yang digunakan adalah ordinal dengan kategori penilaian mengacu pada nilai mean yaitu sebagai berikut:

a. Jika nilai akhir >mean maka termasuk kategori baik

b. Jika nilai akhir <mean maka termasuk kategori kurang baik.

3. Mahasiswa profesi PSDPG UMY dalam penelitian ini adalah mahasiswa lulusan sarjana kedokteran gigi angkatan 2009 dan 2010 yang aktif melakukan pendidikan klinis di RSGM UMY.

G. Instrumen Penelitian

1. Lembar identitas responden, yang didalamnya meliputi karakteristik responden berupa data usia, jenis kelamin dan tahun angkatan mahasiswa profesi PSPDG.

2. Kuesioner tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik, untuk menilai tingkat pengetahuan mahasiswa profesi PSPDG mengenai komunikasi terapeutik.

3. Check list keterampilan komunikasi, untuk menilai keterampilan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG.

4. Lembar informed consent, untuk persetujuan bersedia sebagai responden dalam penelitian ini.


(46)

H. Jalannya Penelitian

Penyusunan karya tulis ini melalui beberapa tahapan, yaitu: 1. Tahap persiapan

a. Penyusunan proposal karya tulis ilmiah dan seminar proposal yang dilaksanakan pada bulan April-Mei 2015.

b. Membuat surat ijin dan melakukan pre-penelitian untuk mengumpulkan jumlah mahasiswa profesi PSPDG UMY.

c. Pembuatan ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan FKIK UMY.

d. Pembuatan surat ijin melakukan penelitian di RSGM UMY setelah proposal disetujui.

e. Pembuatan kuesioner dan check list.

f. Menguji validitas dan reliabilitas kuesioner dan check list. g. Analisis hasil uji validitas dan reliabilitas.

2. Tahap pelaksanaan

a. Menentukan hari penelitian dan menyerahkan surat ijin penelitian. b. Mempersilahkan responden untuk mengisi informed consent, lembar

identitas dan lembar kuesioner.

c. Membagikan kuesioner kepada mahasiswa profesi PSPDG.

d. Enumerator mendengarkan komunikasi mahasiswa profesi PSPDG dengan pasien dan mengisi check list.

e. Mengumpulkan kuesioner yang telah diisi oleh mahasiswa profesi PSPDG.


(47)

f. Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian. g. Menyajikan data hasil penelitian.

I. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan di RSGM UMY pada mahasiswa profesi PSPDG angkatan tahun 2005, 2006, 2007 dan 2008 sejumlah 30 orang mahasiswa. Pengambilan responden untuk uji validitas dan reliabilitas dilakukan secara acak sederhana. Menurut Dempsey dan Dempsey (2002), uji validitas adalah uji yang mengacu pada kemampuan suatu instrumen penelitian untuk mengumpulkan data dan mampu mengukur yang harus diukur sehingga mendapatkan data yang relevan dengan data yang sedang diukur. Teknik korelasi yang dipakai adalah teknik korelasi “product

moment”. Instrumen dikatakan valid apabila nilai koofisien korelasi (r) hitung > (r) tabel atau nilai signifikansi (p) < 0,05 (Lazwari, 2013). Nilai (r) tabel dengan jumlah responden 30 mahasiswa adalah 0,374. Hasil uji validitas kuesioner keterampilan komunikasi dari 25 item pernyataan terdapat 4 item pernyataan yang dinyatakan tidak valid yaitu nomor 13, 16, 19 dan 22. Uji validitas kuesioner tingkat pengetahuan komunikasi dari 25 item pernyataan terdapat 1 item yang dinyatakan tidak valid yaitu nomor 14. Item yang tidak valid tersebut dihilangkan. Hasil akhir dari uji validitas didapatkan hasil 21 item pernyataan pada kuesioner keterampilan dan 24 item pernyataan pada kuesioner keterampilan.


(48)

Uji reliabilitas adalah uji pengukuran yang mengacu pada kemampuan suatu instrumen untuk mendapatkan hasil yang konsisten saat dipakai ulang (Budiman dan Riyanto, 2013). Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan teknik Alpha Cronbach. Instrumen penelitian dikatakan reliabel apabila nilai alpha (α) > 0,6 (Siswanto dkk, 2013). Nilai alpha (α) pada instrumen tingkat pengetahuan komunikasi adalah 0,915, maka instrumen dikatakan reliabel. Nilai alpha (α) pada instrumen keterampilan komunikasi adalah 0,973, maka instrumen dikatakan reliabel.

J. Analisis data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat.

1. Analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dari karakteristik mahasiswa profesi PSPDG UMY.

2. Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji Spearman karena skala pada kedua variabel penelitian adalah skala ordinal dan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dan keeratan hubungan antara dua variabel.


(49)

K. Alur Penelitian

Gambar 2. Alur Penelitian

L. Etika Penelitian

Peneliti harus melaksanakan beberapa prosedur etik dalam melaksanakan penelitian ini, antara lain:

1. Peneliti mengajukan ethical clearance kepada tim Komite Etik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY.

Peneliti mengolah data, mengintepretasikan hasil dan menarik kesimpulan

Mengurus surat ijin penelitian di FKIK UMY dan RSGM Modifikasi instrumen penelitian (kuesioner dan check list)

Mahasiswa profesi melakukan komunikasi dengan pasien (enumerator mengisi check list keterampilan komunikasi) Peneliti membagikan informed consent untuk ditandatangani

serta memberikan kuesioner tingkat pengetahuan keterampilan komunikasi terapeutik kepada 107 mahasiswa

profesi PSPDG UMY angkatan tahuan 2009 dan 2010 di RSGM UMY

Uji validitas dan reliabilitas instrumen kepada 30 mahasiswa profesi PSPDG UMY yang dipilih secara acak dari angkatan

tahun 2005, 2006, 2007 dan 2008 di RSGM UMY

Peneliti melakukan sampling untuk mendapatkan responden sejumlah 107 mahasiswa profesi.


(50)

2. Peneliti mengajukan surat ijin penelitian kepada RSGM UMY.

3. Peneliti menjelaskan prosedur penelitian kepada subjek penelitian kemudian subjek menandatangani informed consent secara sukarela. 4. Apabila terdapat penolakan dari subjek penelitian, peneliti harus


(51)

38

A. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 107 responden, namun dalam proses berlangsungnya penelitian terdapat 2 responden yang tidak masuk dalam kriteria penelitian atau masuk dalam drop out sehingga tersisa 105 responden.

a. Karakteristik responden

Karakteristik responden meliputi usia dan jenis kelamin mahasiswa profesi disajikan dalam tabel distribusi frekuensi berikut: Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

No. Karakteristik Presentase (%) Frekuensi 1. Usia (tahun)

22 6,7 7

23 46,7 49

24 39,0 41

25 7,6 8

2. Jenis Kelamin

Laki-laki 23,8 25

Perempuan 76,2 80

Tabel 2 memperlihatkan karakteristik responden yang diteliti yaitu mayoritas berusia 23 tahun (46,7%) dan mayoritas berjenis kelamin perempuan (76,2%).

b. Tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(52)

Gambar 3. Tingkat Pengetahuan Komunikasi Mahasiswa Profesi PSPDG UMY Angkatan tahun 2009 dan 2010

Gambar diatas menunjukkan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan komunikasi yang tinggi (92%). c. Keterampilan komunikasi mahasiswa profesi Program Studi

Pendidikan Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Gambar 4. Keterampilan Komunikasi Mahasiswa Profesi PSPDG UMY angkatan tahun 2009 dan 2010

Gambar 4 menunjukan hasil bahwa sebagian besar responden mempunyai keterampilan komunikasi yang baik (74%).


(53)

2. Analisis Bivariat a. Uji normalitas

Tabel 3. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Variabel

Kolmogorov-Smirnov(a)

Keterangan Statistic Df Sig.

Keterampilan .239 105 .000 Tidak normal Pengetahuan .270 105 .000 Tidak normal

Uji normalitas data menggunakan Kolmogorov-Smirnov karena jumlah subjek penelitian yang digunakan >50 (Dahlan, 2009). Hasil uji menunjukkan nilai signifikansi 0,000 atau <0,005, artinya distribusi data tidak normal sehingga analisis yang digunakan adalah analisis data non-parametrik yaitu analisis Spearman.

b. Analisis Spearman

Tabel 4. Hasil Analisis Spearman

Pengetahuan Keterampilan Correlation Coefficient .574

Sig. .000

N 105

Tabel 4 menunjukkan terdapat hubungan antara dua variabel yaitu tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik dan keterampilan komunikasi mahasiswa profesi angkatan tahun 2009 dan 2010. Hasil uji menunjukkan terdapat hubungan yang sedang antara kedua variabel karena koofisien korelasi bernilai 0,574. Menurut Dahlan (2011), hubungan antara dua variabel termasuk kategori sedang apabila koofisien korelasinya antara 0,40-0,599.


(54)

B. Pembahasan

Penelitian ini menggunakan responden sebanyak 105 mahasiswa profesi PSPDG UMY angkatan tahun 2009 dan 2010. Hasil penelitian menunjukkan distribusi karakteristik mahasiswa profesi PSPDG UMY angkatan tahun 2009 dan 2010 mayoritas oleh mahasiswa berusia 23 tahun (46,7%) dan 24 tahun (39,0%). Rentang usia 23 dan 24 tahun merupakan usia mahasiswa yang berada pada angkatan pertama dan kedua pendidikan profesi. Umumnya pada usia 25 tahun mahasiswa telah menyelesaikan pendidikan profesi sehingga distribusi sampel usia ini hanya sebesar 7,6%. Sebagian besar mahasiswa yang menjadi responden berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 73 mahasiswa (76,2%). Menurut Prayitna (2014) minat dan keinginan untuk memilih program pendidikan Kedokteran Gigi lebih banyak dimiliki oleh perempuan dibandingkan oleh laki-laki.

Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 92% mahasiswa profesi PSPDG UMY memiliki tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik yang tinggi. Tingkat pengetahuan setiap individu berbeda antara satu dengan lainnya. Beberapa hal yang mempengaruhi adalah usia, tingkat pendidikan, sumber informasi, pengalaman, ekonomi dan sosial budaya (Notoatmodjo, 2007). Salah satu faktor yang dapat menyebabkan tingginya pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG UMY adalah mahasiswa telah mendapatkan pengetahuan pada mata kuliah komunikasi dokter dan pasien ketika menempuh pendidikan S1. Menurut Mahmud (2014), salah satu penyebab rendahnya pengetahuan komunikasi terapeutik yakni tingkat


(55)

pendidikan responden yang merupakan lulusan DIII dan tidak mendapatkan mata kuliah komunikasi terapeutik.

Keterampilan komunikasi merupakan salah satu mata kuliah dalam kurikulum yang harus dikuasai oleh mahasiswa, oleh karena itu UMY memberikan pendidikan komunikasi sejak tahun pertama menjadi mahasiswa PSPDG UMY. Menurut Edyana (2008) proses pendidikan merupakan suatu pengalaman yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan semakin memotivasi diri untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Azwar (2007), yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan lebih mudah menerima maupun menyampaikan pesan atau melakukan komunikasi dengan baik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan komunikasi mahasiswa profesi PSPDG UMY dengan pasien di RSGM sebanyak 74% berada dalam kategori baik. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, salah satu faktor yang mempengaruhi adalah adanya pendidikan dan pelatihan Skills Lab Komunikasi yang diterapkan di PSPDG UMY selama jenjang pendidikan S1. Menurut Kounenou, dkk. (2011) pelatihan merupakan salah satu aspek yang dapat meningkatkan kemampuan konseling dan komunikasi yang lebih baik, dan menurut Bhakti (2002) pengalaman mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik memiliki hubungan yang cukup signifikan terhadap pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan pasien.


(56)

Menurut Mahmud, dkk (2014) terdapat hubungan antara lama kerja seorang tenaga medis dengan keterampilan komunikasi terapeutik. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Taviyanda (2010) yang menyatakan bahwa kurangnya keterampilan komunikasi terapeutik dapat disebabkan oleh kurangnya pengalaman seorang tenaga medis. Mahasiswa profesi angkatan tahun 2009 dan 2010 telah memiliki pengalaman kerja kurang lebih selama 1-2 tahun dan telah menerapkan secara rutin ilmu komunikasi terapeutik pada pasien. Hal tersebut memperkuat hasil penelitian yang menunjukkan keterampilan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi pada kategori baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007), pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, oleh sebab itu pengalaman pribadi atau pengalaman kerja juga dapat digunakan sebagai upaya untuk mengembangkan pengetahuan seseorang.

Hasil uji Spearman menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik dengan keterampilan komunikasi mahasiswa profesi PSPDG UMY. Hasil tersebut menunjukkan tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keterampilan komunikasi mahasiswa profesi PSPDG UMY dengan pasien di RSGM UMY.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Mahmud (2014), bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan komunikasi terapeutik dengan kemampuan komunikasi terapeutik dalam melaksanakan asuhan


(57)

keperawatan di ruang rawat inap RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango. Menurut penelitian Diana, dkk. (2006) terdapat hubungan antara pengetahuan komunikasi terapeutik terhadap kemampuan komunikasi perawat di RS. Elisabeth dalam melakukan asuhan keperawatan. Hasil berbeda ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Shintana dan Siregar (2012) bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan komunikasi terapeutik perawat dan keterampilan saat komunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan. Penulis dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa domain kognitif responden kemungkinan berada pada tahap tahu dan paham, namun belum sampai pada tahap aplikasi karena masa kerja perawat belum cukup lama untuk mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya.

Tingkat pengetahuan seseorang akan sangat mempengaruhi seseorang saat berinteraksi dengan orang lain (Potter dan Perry, 2009). Hal lain yang tidak kalah penting adalah komunikasi berpengaruh terhadap aspek kecemasan pasien terutama pasien anak saat akan melakukan perawatan (Hannan, dkk., 2009). Komunikasi yang efektif akan membuat pasien mengungkapkan keluhannya secara jelas dan dokter dapat mengidentifikasi kondisi pasien secara menyeluruh sehingga dapat merencanakan, melakukan tindakan, dan mengevaluasi permasalahan yang sedang dihadapi oleh pasien. Pada lingkup kesehatan, perbedaan tingkat pengetahuan antara pemberi dan penerima pesan dalam hal ini adalah dokter dan pasien akan berakibat pada keberhasilan dari perawatan yang dilakukan. Menurut Robby (2008), dokter yang terampil melakukan komunikasi secara tidak langsung akan memberikan kepuasan secara professional kepada pasien.


(58)

45 A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yng telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG FKIK UMY adalah tinggi (92%).

2. Keterampilan komunikasi mahasiswa profesi PSPDG FKIK UMY terhadap pasien di RSGM UMY adalah baik (74%).

3. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik terhadap keterampilan komunikasi mahasiswa profesi PSPDG FKIK UMY dengan pasien di RSGM UMY.

B. Saran

1. Bagi PSPDG UMY agar tetap melanjutkan dan meningkatkan program pendidikan dan Skills Lab komunikasi bagi mahasiswa S1 sehingga pengetahuan dan keterampilan komunikasi terapeutik mahasiswa semakin meningkat.

2. Bagi RSGM UMY agar mengadakan pelatihan rutin keterampilan komunikasi terapeutik untuk mempertahankan agar keterampilan mahasiswa profesi PSPDG UMY tetap baik.

3. Bagi mahasiswa profesi PSPDG UMY agar mengikuti pelatihan-pelatihan untuk mempertahankan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan komunikasi terapeutik.


(59)

46

Depok.Jurnal Manajemen Pendidikan. 5 (2), 121-130.

Abdad, F.A. (2012). Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik di Unit Rawat Inap Umum Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Karya tulis ilmiah strata satu, Universitas Indonesia, Jakarta.

Azwar, Saifudin. (2007). Pengantar Psikologi Intelegensia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Budiman dan Riyanto, A. (2013). Kapita Selekta Kuesioner: Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Hal 4-7. Beemsterboer, P. L. (2005). Ethics and Law in dental Hygiene (2nded.) United

States:Elsevier. Hal 19.

Bhakti, W.K. (2002). Hubungan Karakteristik Perawat dan Metode Penugasan Asuhan Keperawatan dengan Pelaksanaan Fase-fase Hubungan Terapeutik Perawat dan Klien di RSU Samsudin Sukabumi.Tesis. Universitas Indonesia, Jakarta.

Christina, L. I., Untung, S. dan Taufi, I. (2003). Komunikasi Kebidanan. Jakarta: EGC.

Cole, S. A. dan Bird, J. (2000). The Medical Interview: The Three-Function Approach. 2nd Edition. United States of America: Elsevier’s Health Sciences. Hal 272-279.

Dahlan, M. S. (2011). Satistik untuk Kedokteran dan Kesehatan (Ed. 5). Jakarta: Salemba Medika. Hal 169.

Dahlan, M. S. (2009). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan (Ed. 2). Jakarta: Salemba Medika. Hal 9-14.

Dalimunthe, Hanifa, Laura. (2008). Hubungan Persepsi terhadap profesionalisme Guru dengan Keterampilan Komunikasi Pada Guru SMA Negeri 2 Medan. Karya tulis ilmiah strata satu, Universitas Sumatera Utara: Medan.


(60)

Damaiyanti, M. (2008). Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung: PT Refika Aditama. Hal 3-8.

Diana, R. S., Arsin, dan E., Wahyu. (2006). Hubungan Pengetahuan Komunikasi Terapeutik Terhadap Kemampuan Komunikasi Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Kepera Watan di Rumah Sakit Elisabeth Purwokerto. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing). 1 (2), 53-60.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(2004). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1173/MENKES/X/2004 Tentang Rumah Sakit Gigi dan Mulut. Jakarta.

Dempesey, P. A. dan Dempesey, A. D. (2002). Riset Keperawatan: Buku Ajar dan Latihan (Ed.4). Jakarta: EGC. Hal 79-83.

Enjang, AS. (2009). Komunikasi Konseling. Bandung: Nuansa. Hal 84.

Emilia, O., (2008). Kompetensi Dokter dan Lingkungan Belajar Klinik di Rumah Sakit. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal 4-10

Edyana, A. (2008). Faktor yang Berhubungan dengan Kemampuan Perawat Pelaksana dalam Menerapakan Teknik Komunikasi Terapeutik di RSJ Bandung dan Cimahi.Tesis. Universitas Indonesia, Jakarta.

Ellis, R.B., Gates, R. J. dan Kenworthy, N. (2000). Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan. (terjemahan). Jakarta : EGC.Hal 48-53.

Hannan, Susilo E. dan Suwanti.(2009). Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pada Anak Prasekolah di Ruang Perawatan Anak RSUD Ambarawa. STIKES Ngudi Waluyo, Jawa Tengah.

Kounenou, K.,Aikaterini, K. dan Georgia, K. (2011). Nurses Communication Skills: Exploring Their Relationship with Demographic Variables and Job Satisfaction in a Greek Sample. Procedia-Social and Behavioral Sciences. Lazwari, K. Y. (2013). Uji Validitas dan Reliabilitas. Hal 1-9.

Liliweri, A. (2006). Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Hal 20.

Mahmud, M. (2014). Hubungan Pengetahuan Komunikasi Terapeutik Dengan Kemampuan Komunikasi Terapeutik dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Pasiendi Ruang Rawat Inap RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango.Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.


(61)

Munandar, A. SS. dan Pratomo S. (2012). Hukum Bedah Medis Menurut Islam / Al-Muktamar As-Syinqithy, Dr. Muhammad bin Muhammad. Jakarta: Aslam Media.

Majelis Kesehatan PW ‘Aisyiyah Sumatera Utara.(8 Februari 2009). Wujudkan Indonesia Sehat 2010, UMY Persiapkan RSGMP. Media Komunikasi. Diakses 3 Mei 2015 pukul 16.07, dari http://mklh-aisyiyah-sumut.blogspot.com/2009/02/wujudkan-indonesia-sehat-2010-umy.html. Mundakir. (2006). Komunikasi Keperawatan: Aplikasi dalam Pelayanan (Ed. 1).

Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal.14-47.

Notoatmodjo, S. (2007).Promosi Kesehatan dan Perilaku. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Prayitna, Anang. (2014). Pengaruh Fasilitas Terhadap Kepuasan Kerja Mahasiswa Profesi di RSGMP Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.Karya tulis ilmiah strata satu. Universitas Mahasaraswati, Denpasar.

Potter, P. dan Perry, A. (2009). Fundamental of Nursing, 7th Edition. Jakarta: Salemba Medika.

Priyanto, A. (2009). Komunikasi dan Konseling: Aplikasi dalam Sarana Pelayanan Kesehatan untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Merdeka. Hal 8-20.

Rezaei, F. dan Askari, H., E. (2014). Checking The Relationship Between Physicians’ Communication Skills and Outpatients’ Satisfaction In The Clinics of Isfahan Al-Zahra(S) Hospital in 2011. Journal Education and Health Promotion, 3 (105), 1-5.

Rider, Elizabeth, A. dan Keefer, Constance, H. (2006). Communication Skills Competencies: Definitions andA Teaching Toolbox. Medical Education.40: 624–629.

Robby. (2008). Hubungan Komunikasi Perawat Dengan Kepuasan Pasien. Diakses tanggal 23 Februari 2016 pukul 18.52 dari www//http:Robbybee.com.net.id

Siswanto, Susila dan Suyanto. (2013). Metodologi Penelitian Kesehatan dan Kedokteran.Yogyakarta: Bursa Ilmu.


(62)

Shintana, D.O.S. dan Siregar, C.T. (2012).Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Dengan Perilaku Perawat. Jurnal Keperwawatan Klinis, 3 (1).

Saryono. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan: Penuntun Praktis Bagi Pemula. Yogyakarta: Nuha Offset. Hal 70.

Soelarso H., Soebekti, R. H., dan Mufid, A. (2005). Peran Komunikasi Terapeutik Dalam Pelayanan Kesehatan Gigi (The role of terapeutik communication integrated with medical dental care). Maj. Ked. Gigi (Dent. J.), 38 (3), 124-129.

Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. (1995). Prinsiples & Practice of Psychiatric Nursing. St Louis: Mosby Year Book.

Taviyanda, Dian. (2010). Perbedaan Persepsi Pasien Terhadap Komunikasi Terapeutik Antara Perawat Pegawai Tetap Dengan Perawat Pegawai Kontrak Di Ruang Dewasa Kelas III RS. Baptis Kediri. Jurnal STIKES RS.Baptis Kediri,3 (2).72-77.

UMY. (2011). Panduan Kepaniteraan Klinik. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Hal 1-7. Wasisto, B. dan Sudjana, G. (2006). Manual Komunikasi Efektif Dokter-Pasien.


(63)

(64)

Nama :

Umur / Kelamin : tahun, Laki-laki* / Perempuan*

Alamat :

Menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan Persetujuan Untuk menjadi responden penelitian yang berjudul :

“Hubungan Tingkat Pengetahuan Komunikasi Terapeutik Mahasiswa

Profesi PSPDG UMY Terhadap Keterampilan Komunikasi Dengan Pasien di RSGM UMY”

Terhadap Surveyor

Nama : Ulya Alfrista Sari

NIM : 20120340029

Fakultas / Program Studi : Kedokteram / Pendidikan Dokter Gigi Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Yang tujuannya untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahun komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG UMY terhadap keterampilan komunikasi dengan pasien di RSGM UMY yang penjelasannya telah dijelaskan oleh peneliti. Demikian persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

Yogyakarta,

Peneliti Yang membuat pernyataan

(………) (………..)


(65)

KUESIONER PENELITIAN

“Hubungan Tingkat Pengetahuan Komunikasi Terapeutik Mahasiswa

Profesi PSPDG UMY Terhadap Keterampilan Komunikasi Dengan Pasien di RSGM UMY”

No. Responden:

IDENTITAS RESPONDEN Petunjuk pengisian:

Bacalah pertanyaan dibawah ini dengan seksama, lalu isi dan berilah tanda silang (X) atau centang (√) pada kolom yang disediakan.

Usia : ………… tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

Angkatan Tahun : ………….

PENGETAHUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DOKTER – PASIEN Petunjuk pengisian:

Bacalah pernyataan dibawah ini dengan seksama, lalu berilah tanda silang (X) atau centang (√) pada kolom yang disediakan.

No. Pernyataan Benar Salah

Fase Komunikasi Terapeutik

1. Hubungan terapeutik dokter-pasien terdiri dari empat fase, yaitu: Pra-interaksi, Orientasi, Kerja dan Terminasi.

2. Tugas tenaga dokter pada fase pra-interaksi adalah: mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri sendiri, menganalisa ketakutan dan kelemahan diri sendiri, mempelajari data-data pasien terlebih dahulu, merencanakan pertemuan pertama dengan pasien.


(66)

3. Tugas dokter dalam fase orientasi adalah: mengucapkan salam terapeutik, mengevaluasi dan memvalidasi perasaan pasien, merumuskan kontrak waktu, menjelaskan tujuan yang hendak dicapai. 4. Tugas dokter pada fase kerja adalah:

mengeksplorasi stressor pada diri pasien,

mendorong perkembangan kesadaran diri pasien, mendorong pasien dalam pemakaian koping yang adaptif, mengatasi penolakan pasien terhadap perilaku yang adaptif.

5. Tugas dokter pada fase terminasi adalah: menciptakan permasalahan yang realistis,

mengevaluasi pencapaian yang telah diperoleh pada fase kerja, menetapkan rencana tindak lanjut bagi pasien, membuat kontrak kerja untuk pertemuan yang akan datang.

Teknik Komunikasi Terapeutik

6. Upaya dokter untuk mengerti pesan verbal yang dikomunikasikan oleh pasien adalah:

mendengarkan pasien dengan penuh perhatian, menanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan ucapan pasien, mengulang ucapan pasien dengan menggunakan kata-kata sendiri, melakukan klarifikasi.

7. Teknik keterampilan mendengarkan dapat dilakukan dengan: pertahankan kontak mata selama berinteraksi dengan pasien, hindari melakukan gerakan yang tidak perlu, anggukan kepala pada saat pasien membicarakan hal-hal yang penting, posisi tubuh berhadapan dengan pasien. 8. Sikap dokter dalam menerima apa yang

dikatakan pasien dapat ditunjukan dengan cara: mendengarkan dengan penuh perhatian, tidak memutus pembicaraan pasien, memberikan umpan balik yang sesuai, menghindari berdebat dengan pasien.

9. Teknik mendengar dapat dilakukan dengan cara: melibatkan postur tubuh yang tepat, ekspresi wajah yang sesuai, pertahankan kontak mata yang baik, menghindari gerakan tubuh yang tidak perlu.

10. “Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan”,

pernyataan ini merujuk pada teknik komunikasi terapeutik jenis: memberi kesempatan pada pasien untuk memulai pembicaraan, menganjurkan pasien untuk meneruskan pembicaraan, menganjurkan pasien untuk menguraikan presepsinya.


(67)

11. Tujuan komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut: membantu proses penyembuhan atau pemulihan kesehatan pasien yang dilakukan secara professional oleh tenaga medis.

12. Sikap untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik adalah: posisi tubuh berhadapan, mempertahankan kontak mata, membungkuk kea rah pasien,

mempertahankan sikap terbuka dan rileks.

13. Berikut ini bukan merupakan sikap terapeutik, yaitu: posisi tubuh membelakangi pasien,

memotong pembicaraan pasien, menggurui paisen, kedua tangan dimasukan kedalam saku celana. 14. Sikap dokter yang menyatakan penerimaan

adalah: mendengar tanpa memutus pembicaraan pasien, memberikan umpan balik yang sesuai, menghindari perdebatan dengan pasien, menerima pasien apa adanya.

15. Kelikhlasan akan tampak melalui sikap dokter sebagai berikut: terbuka, jujur, tulus, berperan serta aktif dalam berinteraksi dengan pasien.

16. Sikap menghargai pasien akan tampak pada saat dokter: menerima pasieen apa adanya, tidak

menghakimi, tidak menghina, tidak mengejek atau melecehkan pasien.

17. Fungsi komunikasi non verbal adalah: memperjelas pesan yang disampaikan, sebagai ungkapan emosi yang menyertai penyampaian pesan, menegaskan isi pesan, melengkapi.

18. Jenis komunikasi verbal adalah: penampilan fisik, bahasa tubuh, cara berjalan, sentuhan, ekspresi wajah.

19. Beberapa sikap buruk dari bahasa tubuh yang harus dihindari oleh dokter adalah: tubuh bergoyang ke kiri dan ke kanan, berbicara sambil bergerak mondar-mandir, berdiri malas-malasan, memasukan tangan kedalam saku.

20. Manfaat mengenali diri sendiri bagi dokter adalah: menerima diri sendiri, berfikir positif, percaya diri, membantu menjalin hubungan interpersonal secara optimal.

21. Berikut ini adalah merupakan beberapa teknik komunikasi terapeutik, yaitu: mengajukan pertanyaan terbuka, melakukan refleksi, klarifikasi, memfokuskan pembicaraan pasien.


(68)

22. Klarifikasi merukapan teknik yang dilakukan dokter apabila merasa ragu, tidak jelas atau kurang paham terhadap informasi yang disampaikan oleh pasien.

23. Berikut ini merupakan kemampuan dokter untuk masuk ke dalam kehidupan pasien agar dia dapat merasakan pikiran dan perasaan pasiennya adalah dengan sikap: jujur, empati, menghargai, ikhlas.

24. Langkah-langkah dokter dalam melakukan komunikasi terapeutik adalah: menunjukan sikap acuh, bersikap menggurui karena dokter lebih tahu daripada pasien, memberikan penjelasan seperlunya saja.

25. Bahasa verbal yang efektif dalam komunikasi adalah: diucapkan secara langsung, jelas, rileks, disertai bahasa non verbal yang sesuai.


(69)

CHECK LIST PENELITIAN

KETERAMPILAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DOKTER – PASIEN Petunjuk pengisian:

Bacalah pernyataan dibawah ini dengan seksama, lalu berilah tanda silang (X) atau centang (√) pada kolom yang disediakan.

No. Komponen Penilaian Dilakukan Tidak

Dilakukan Membangun suatu hubungan (Builds a

relationship)

1. Mahasiswa profesi memberi salam dan menunjukan simpati pada pasien. 2.

Mahasiswa profesi menggunakan kata-kata yang menunjukan kepedulian selama komunikasi dengan pasien.

3.

Mahasiswa profesi menggunakan intonasi, kontak mata, dan sikap yang menunjukan kepedulian dan perhatian.

4. Mahasiswa profesi merespon dengan baik pernyataan pasien.

Membuka diskusi (Opens the discussion) 5. Mahasiswa profesi menanyakan keluhan

pasien.

6. Mahasiswa profesi menggunakan kata-kata yang menunjukan rasa empati.

Mengumpulkan informasi (Gathers information)

7. Mahasiswa profesi menggunakan pertanyaan terbuka untuk menggali informasi.

8. Mahasiswa profesi menggunakan pertanyaan tertutup untuk menggali informasi.

9. Mahasiswa profesi tidak memotong

pembicaraan ketika pasien sedang berbicara. 10. Mahasiswa profesi melakukan klarifikasi atas

informasi yang disampaikan oleh pasein. 11. Mahasiswa profesi meringkas informasi yang

disampaikan oleh pasien.

Memahami perspektif pasien (Understands


(1)

mahasiswa profesi PSPDG UMY angkatan tahun 2009 dan 2010 mayoritas oleh mahasiswa berusia 23 tahun (46,7%) dan 24 tahun (39,0%). Rentang usia 23 dan 24 tahun merupakan usia mahasiswa yang berada pada angkatan pertama dan kedua pendidikan profesi. Umumnya pada usia 25 tahun mahasiswa telah menyelesaikan pendidikan profesi sehingga distribusi sampel usia ini hanya sebesar 7,6%. Sebagian besar mahasiswa yang menjadi responden berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 73 mahasiswa (76,2%). Minat dan keinginan untuk memilih program pendidikan Kedokteran Gigi lebih banyak dimiliki oleh perempuan dibandingkan oleh laki-laki9.

Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 92% mahasiswa profesi PSPDG UMY memiliki tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik yang tinggi. Tingkat pengetahuan setiap individu berbeda antara satu dengan lainnya, beberapa hal yang mempengaruhinya adalah usia, tingkat pendidikan, sumber informasi, pengalaman, ekonomi dan sosial budaya10.

Salah satu faktor yang dapat menyebabkan tingginya pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG UMY adalah mahasiswa telah mendapatkan pengetahuan dalam mata kuliah komunikasi dokter-pasien ketika pendidikan S1.

Keterampilan komunikasi merupakan salah satu mata kuliah didalam kurikulum yang harus dikuasai oleh mahasiswa, oleh karena itu UMY memberikan pendidikan komunikasi sejak tahun pertama menjadi mahasiswa PSPDG UMY. Pendidikan merupakan suatu pengalaman yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan semakin memotivasi diri untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya11. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan lebih mudah menerima maupun menyampaikan pesan atau melakukan komunikasi dengan baik12.


(2)

Hasil penelitian menunjukan bahwa keterampilan komunikasi mahasiswa profesi PSPDG UMY dengan pasien di RSGM sebanyak 74% berada dalam kategori baik. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, salah satu faktor yang mempengaruhi adalah adanya pendidikan dan pelatihan Skills Lab Komunikasi yang diterapkan di PSPDG UMY selama jenjang pendidikan S1. Pelatihan merupakan salah satu aspek yang dapat meningkatkan kemampuan konseling dan komunikasi yang lebih baik13. Pengalaman mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik memiliki hubungan yang cukup signifikan terhadap pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan pasien14.

Terdapat hubungan antara lama kerja seorang tenaga medis dengan keterampilan komunikasi terapeutik15. Kurangnya keterampilan komunikasi terapeutik dapat disebabkan oleh kurangnya pengalaman seorang tenaga medis16. Mahasiswa profesi angkatan tahun 2009 dan 2010 telah memiliki pengalaman kerja kurang lebih selama 1-2 tahun dan telah menerapkan secara rutin ilmu komunikasi terapeutik pada pasien.

Hasil uji Spearman menunjukkan hasil terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik dengan keterampilan komunikasi mahasiswa profesi PSPDG UMY. Hasil tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG UMY, maka semakin baik pula keterampilan komunikasi dengan pasien. Sebaliknya apabila pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG UMY rendah, maka kurang baik pula keterampilan komunikasi dengan pasien.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Mahmud (2014), bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan komunikasi terapeutik dengan kemampuan komunikasi terapeutik dalam melaksanakan asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango. Menurut penelitian Diana, dkk. (2006) terdapat hubungan antara


(3)

pengetahuan komunikasi terapeutik terhadap kemampuan komunikasi perawat di RS. Elisabeth dalam melakukan asuhan keperawatan. Hasil berbeda ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Shintana dan Siregar (2012) bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan komunikasi terapeutik perawat dan keterampilan saat komunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan. Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa domain kognitif responden kemungkinan berada pada tahap tahu dan paham, namun belum sampai pada tahap aplikasi karena masa kerja perawat belum cukup lama untuk mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yng telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG UMY 92% berada pada kategori tinggi.

2. Keterampilan komunikasi mahasiswa profesi PSPDG UMY terhadap pasien di RSGM UMY 74% berada pada kategori baik.

3. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi PSPDG UMY terhadap keterampilan komunikasi dengan pasien di RSGM UMY.

SARAN

1. Bagi PSPDG UMY agar tetap melanjutkan dan meningkatkan program pendidikan dan Skills Lab komunikasi bagi mahasiswa S1 sehingga pengetahuan dan keterampilan komunikasi terapeutik mahasiswa semakin meningkat.


(4)

2. Bagi RSGM UMY agar mengadakan pelatihan rutin keterampilan komunikasi terapeutik untuk mahasiswa profesi PSPDG UMY.

3. Bagi mahasiswa profesi PSPDG UMY agar mengikuti pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan komunikasi terapeutik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wasisto, B., Sudjana, G. (2006). Manual Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Jakarta: Lembaga Konsultan Peraturan Bisnis Indonesia. Hal 1-12.

2. Soelarso H., Soebekti, R. H., & Mufid, A. (2005). Peran Komunikasi Terapeutik Dalam Pelayanan Kesehatan Gigi (The role of terapeutik communication integrated with medical dental care). Maj. Ked. Gigi (Dent. J.), 38 (3), 124-129.

3.

Rezaei, F. dan Askari, H., E. (2014). Checking The Relationship Between Physicians’ Communication Skills and Outpatients’ Satisfaction In The Clinics of Isfahan Al-Zahra(S) Hospital in 2011. Journal Education and Health Promotion, 3 (105), 1-5.

4.

Ellis, R.B., Gates, R. J. dan Kenworthy, N. (2000). Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan. (terjemahan). Jakarta : EGC.Hal 48-53.

5. Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

6.

Diana, R. S., Arsin, dan E., Wahyu. (2006). Hubungan Pengetahuan Komunikasi Terapeutik

Terhadap Kemampuan Komunikasi Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Kepera Watan di Rumah Sakit Elisabeth Purwokerto. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing). 1 (2), 53-60.

7.

Emilia, O., (2008). Kompetensi Dokter dan Lingkungan Belajar Klinik di Rumah Sakit. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal 4-10


(5)

8. Dahlan, M. S. (2011). Satistik untuk Kedokteran dan Kesehatan (Ed. 5). Jakarta: Salemba Medika. Hal 169.

9. Prayitna, Anang. (2014). Pengaruh Fasilitas Terhadap Kepuasan Kerja Mahasiswa Profesi di RSGMP Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.Karya tulis ilmiah strata satu. Universitas Mahasaraswati, Denpasar.

10. Notoatmodjo, S. (2007).Promosi Kesehatan dan Perilaku. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

11.

Edyana, A. (2008). Faktor yang Berhubungan dengan Kemampuan Perawat Pelaksana dalam Menerapakan Teknik Komunikasi Terapeutik di RSJ Bandung dan Cimahi.Tesis. Universitas Indonesia, Jakarta.

12. Azwar, Saifudin. (2007). Pengantar Psikologi Intelegensia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

13.

Kounenou, K.,Aikaterini, K. dan Georgia, K. (2011). Nurses Communication Skills:

Exploring Their Relationship with Demographic Variables and Job Satisfaction in a Greek Sample. Procedia-Social and Behavioral Sciences.

14. Bhakti, W.K. (2002). Hubungan Karakteristik Perawat dan Metode Penugasan Asuhan Keperawatan dengan Pelaksanaan Fase-fase Hubungan Terapeutik Perawat dan Klien di RSU Samsudin Sukabumi.Tesis. Universitas Indonesia, Jakarta.

15.

Mahmud, M. (2014). Hubungan Pengetahuan Komunikasi Terapeutik Dengan Kemampuan Komunikasi Terapeutik dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Pasiendi Ruang Rawat Inap RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango.Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.

16.

Taviyanda, Dian. (2010). Perbedaan Persepsi Pasien Terhadap Komunikasi Terapeutik Antara Perawat Pegawai Tetap Dengan Perawat Pegawai Kontrak Di Ruang Dewasa Kelas III RS. Baptis Kediri. Jurnal STIKES RS.Baptis Kediri,3 (2).72-77.


(6)

17.

Shintana, D.O.S. dan Siregar, C.T. (2012).Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Dengan Perilaku Perawat. Jurnal Keperwawatan Klinis, 3 (1).