Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul Dan Rumah Sakit Umum Hkbp Balige

(1)

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT

DENGAN KEPUASAN PASIEN DI RUANG RAWAT

INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

DOLOKSANGGUL DAN RUMAH

SAKIT UMUM HKBP BALIGE

SKRIPSI

Oleh Larisma Purba

121121093

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

(3)

(4)

PRAKATA

Segala Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala Perlindungan dan KasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige” tepat pada waktunya. Penelitian ini penulis susun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan

2. dr. Sugito Panjaitan selaku direktur Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan dr. Tihar Hasibuan, MARS selaku direktur Rumah Sakit Umum HKBP Balige

3. Erniyati, S.Kp, MNS selaku pembantu dekan satu, Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku pembantu dekan dua, dan Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS selaku pembantu dekan tiga di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

4. Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku pembimbing dalam pembuatan skripsi yang telah memberi pengarahan dan revisi kepada penulis


(5)

6. Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep selaku penguji kedua dalam skripsi ini 7. Seluruh staf dosen pengajar di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara yang telah banyak memberikan ilmu dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti pendidikan

8. Teristimewa buat kedua orang tua dan seluruh abang/kakak penulis yang sangat penulis sayangi yang telah banyak berkorban baik dukungan, moral dan materi selama kuliah dan pembuatan skripsi ini.

9. Buat sahabat penulis Theresia, Yuli dan Andro yang telah membantu dan selalu memberi dukungan dalam pembuatan skripsi ini.

10.Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Keperawatan Ekstensi 2012 dan seluruh pihak yang telah membantu kelancaran skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.

Penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan skripsi ini, dengan sebaik-baiknya. Namun demikian, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Oleh karena itu demi kesempurnaan, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua pihak, untuk menyempurnakannya.

Akhir kata, semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan.

Medan, Februari 2014


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman pengesahan ... i

Prakata ... ii

Daftar isi ... iv

Daftar tabel ... vi

Abstrak ... vii

Bab 1 Pendahuluan ... 1

1.1.Latar belakang ... 1

1.2.Perumusan penelitian ... 5

1.3.Tujuan penelitian ... 6

1.4.Manfaat penelitian ... 6

Bab 2 Tinjauan pustaka ... 7

2.1.Komunikasi terapeutik ... 7

2.1.1.Pengertian komunikasi terapeutik ... 7

2.1.2.Tujuan komunikasi terapeutik ... 8

2.1.3.Teknik komunikasi terapeutik ... 8

2.1.4.Prinsip dasar komunikasi terapeutik ... 15

2.1.5.Tahapan hubungan terapeutik perawat-klien ... 16

2.1.6.Komunikasi terapeutik sebagai tanggung jawab moral . 20 2.1.7.Hambatan komunikasi terapeutik ... 21

2.1.8.Sikap komunikasi terapeutik ... 22

2.2.Kepuasan pasien ... 23

2.2.1.Pengertian kepuasan ... 23

2.2.2.Aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan ... 23

2.2.3.Indikator kepuasan pasien ... 26

Bab 3 Kerangka Konseptual ... 28

3.1.Kerangka konsep ... 29

3.2.Definisi operasional ... 30

3.3.Hipotesa penelitian ... 30

Bab 4 Metode Penelitian ... 32

4.1.Desain penelitian ... 32

4.2.Populasi, sampel dan teknik sampling penelitian ... 32

4.3.Lokasi dan waktu penelitian ... 34

4.4.Pertimbangan etik ... 34

4.5.Instrumen dan pengukuran penelitian ... 35

4.6. Validitas penelitian ... 37

4.7. Realibitas penelitian ... 37

4.8.Rencana pengumpulan data ... 38

4.9.Analisa data ... 38

Bab 5 Hasil dan Pembahasan ... 41

5.1.Deskriptif lokasi penelitian ... 41

5.2.Hasil penelitian ... 42


(7)

Bab 6 Kesimpulan dan Rekomendasi ... 51 6.1.Kesimpulan ... 51 6.2.Rekomendasi ... 52 Daftar Pustaka

Inform Consent Instrumen Penelitian Riwayat Hidup Tabel Kuesioner Komisi Etik Penelitian Surat Uji Validitas

Surat Pernyatan Siap Validitas Surat Penelitian

Surat Balasan Penelitian dari RSUD Dolosanggul dan RSU HKBP Balige Surat Pernyataan Keaslian Terjemahan


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defenisi operasional ... 30

Tabel 5.1 Karakteristik responden ... 43

Tabel 5.2 Gambaran komunikasi terapeutik perawat ... 45

Tabel 5.3 Gambaran kepuasan pasien ... 45


(9)

Judul Penelitian : Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige

Nama : Larisma Purba

NIM : 121121093

Program : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Perawat yang paling lama dan sering berinteraksi dengan klien. Kehadiran dan interaksi yang dilakukan perawat hendaknya membawa kenyamanan dan kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan. Untuk itu perawat memerlukan keterampilan khusus yang mencakup keterampilan intelektual, teknikal yang tercermin dalam perilaku berkomunikasi secara terapeutik dengan orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Doloksanggul dan RSU HKBP Balige. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi dengan jumlah sampel di RSUD Doloksanggul 30 orang dan di RSU HKBP Balige 30 orang sehingga jumlah keseluruhan responden 60 orang. Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini dilakukan pada bulan September-Oktober 2013 dan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari data demografi, komunikasi terapeutik dan kepuasan pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat di RSUD Doloksanggul sebagian baik (43,3%), sementara di RSU HKBP Balige juga sebagian baik (43,3%). Pasien merasa puas dengan pelayanan keperawatan yang dilakukan di RSUD Doloksanggul (50,0%) dan di RSU HKBP Balige (53,3%). Berdasarkan uji korelasi Spearman’s Rho komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di RSUD Doloksanggul (p=0,008, α=0,05; r=0,473) dan di RSU HKBP Balige (p=0,012, α=0,05; r=0,452). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di RSUD Doloksanggul dan RSU HKBP Balige. Penelitian selanjutnya diharapkan peneliti lebih menggunakan panduan observasi untuk mendapatkan hasil yang lebih efisien.


(10)

Title : The Relationship of Nurse Therapeutic Communication with Patients’ Satisfaction in Inpatient Room of Local

General Hospital of Doloksanggul and General Hospital of HKBP Balige

Name of Student : Larisma Purba Number Student : 121121093

Program : Bachelor of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Nurse is a person who has the longest and the most frequent interaction with clients.The presence and interactions made by the nurses should bring comfort and satisfaction with the services provided. For that nurses require specialized skills that include intellectual skills that is technically reflected in the therapeutic behavior when they communicate with others. This study aims at determining the relationship of nurse therapeutic communication in inpatient room of Local General Hospital of Doloksanggul and General Hospital of HKBP Balige. This study used a descriptive correlation design with a sample of 30 people in Local General Hospital of Doloksanggul and in General Hospital of HKBP Balige 30 people, so there are 60 respondents all. The sample is taken using purposive sampling technique. The research was conducted in September-October 2013 and the data was collected by using questionnaire which consists of demography data, therapeutic communication and patients’ satisfaction. The research showed that the therapeutic communication done by the nurses in Local General Hospital of Doloksanggul most was good (43.3%), whereas in General Hospital of Balige also showed the same result (43.3%). Patients felt satisfied with the care service given in Local General Hospital of Doloksanggul (50%) and in General Hospital of HKBP Balige (53.3%). Based on the correlation test spearman’s Rho the nurse therapeutic communication and patients satisfaction in Local General Hospital of

Doloksanggul (P=0.008, α =0.05; r=0.473) and in General Hospital of HKBP Balige (p=0.012, α=0.05; r=0.452). The result showed that there is a significant

relationship between nurse therapeutic communication with patients’ satisfaction in Local General Hospital of Doloksanggul and General Hospital of HKBP Balige. For further research the researchers are suggested to use an observation guide to get more efficient results.


(11)

Judul Penelitian : Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige

Nama : Larisma Purba

NIM : 121121093

Program : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Perawat yang paling lama dan sering berinteraksi dengan klien. Kehadiran dan interaksi yang dilakukan perawat hendaknya membawa kenyamanan dan kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan. Untuk itu perawat memerlukan keterampilan khusus yang mencakup keterampilan intelektual, teknikal yang tercermin dalam perilaku berkomunikasi secara terapeutik dengan orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Doloksanggul dan RSU HKBP Balige. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi dengan jumlah sampel di RSUD Doloksanggul 30 orang dan di RSU HKBP Balige 30 orang sehingga jumlah keseluruhan responden 60 orang. Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini dilakukan pada bulan September-Oktober 2013 dan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari data demografi, komunikasi terapeutik dan kepuasan pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat di RSUD Doloksanggul sebagian baik (43,3%), sementara di RSU HKBP Balige juga sebagian baik (43,3%). Pasien merasa puas dengan pelayanan keperawatan yang dilakukan di RSUD Doloksanggul (50,0%) dan di RSU HKBP Balige (53,3%). Berdasarkan uji korelasi Spearman’s Rho komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di RSUD Doloksanggul (p=0,008, α=0,05; r=0,473) dan di RSU HKBP Balige (p=0,012, α=0,05; r=0,452). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di RSUD Doloksanggul dan RSU HKBP Balige. Penelitian selanjutnya diharapkan peneliti lebih menggunakan panduan observasi untuk mendapatkan hasil yang lebih efisien.


(12)

Title : The Relationship of Nurse Therapeutic Communication with Patients’ Satisfaction in Inpatient Room of Local

General Hospital of Doloksanggul and General Hospital of HKBP Balige

Name of Student : Larisma Purba Number Student : 121121093

Program : Bachelor of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Nurse is a person who has the longest and the most frequent interaction with clients.The presence and interactions made by the nurses should bring comfort and satisfaction with the services provided. For that nurses require specialized skills that include intellectual skills that is technically reflected in the therapeutic behavior when they communicate with others. This study aims at determining the relationship of nurse therapeutic communication in inpatient room of Local General Hospital of Doloksanggul and General Hospital of HKBP Balige. This study used a descriptive correlation design with a sample of 30 people in Local General Hospital of Doloksanggul and in General Hospital of HKBP Balige 30 people, so there are 60 respondents all. The sample is taken using purposive sampling technique. The research was conducted in September-October 2013 and the data was collected by using questionnaire which consists of demography data, therapeutic communication and patients’ satisfaction. The research showed that the therapeutic communication done by the nurses in Local General Hospital of Doloksanggul most was good (43.3%), whereas in General Hospital of Balige also showed the same result (43.3%). Patients felt satisfied with the care service given in Local General Hospital of Doloksanggul (50%) and in General Hospital of HKBP Balige (53.3%). Based on the correlation test spearman’s Rho the nurse therapeutic communication and patients satisfaction in Local General Hospital of

Doloksanggul (P=0.008, α =0.05; r=0.473) and in General Hospital of HKBP Balige (p=0.012, α=0.05; r=0.452). The result showed that there is a significant

relationship between nurse therapeutic communication with patients’ satisfaction in Local General Hospital of Doloksanggul and General Hospital of HKBP Balige. For further research the researchers are suggested to use an observation guide to get more efficient results.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Komunikasi merupakan upaya individu dalam menjaga dan mempertahankan individu untuk tetap berinteraksi dengan orang lain dan komponen penting dalam praktik keperawatan. Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus (Abdalati, 1989; Nasir, Muhith, Sajidin, Mubarak. 2009).

Sebagai tenaga kesehatan yang paling lama dan sering berinteraksi dengan klien, perawat diharapkan dapat menjadi “obat” secara psikologis. Kehadiran dan interaksi yang dilakukan perawat hendaknya membawa kenyamanan dan kerinduan bagi klien (Mundakir, 2006). Untuk itu perawat memerlukan keterampilan khusus yang mencakup keterampilan intelektual, teknikal yang tercermin dalam perilaku berkomunikasi secara terapeutik dengan orang lain (Sheldon, 2009). Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak akan hanya mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, tetapi juga mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan, dan meningkatkan citra profesi serta citra Rumah Sakit (Nasir, Muhith, Sajidin, Mubarak, 2009).

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan klien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional bagi perawat (Nunung, 2010).


(14)

Komunikasi terapeutik merupakan cara yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia dan bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, sehingga komunikasi harus dikembangkan secara terus-menerus (Kariyo, 1998). Hubungan antara perawat dan klien yang terapeutik bisa terwujud dengan adanya interaksi yang terapeutik antar keduanya (Stuart & Sundeen, 1997; dalam Damaiyanti, 2008).

Penelitian tentang komunikasi terapeutik yang dilakukan, diantaranya penelitian tentang hubungan karakteristik individu perawat dan organisasi dengan penerapan komunikasi terapeutik di ruang rawat inap Rumah Sakit Persahabatan Jakarta yang dilakukan oleh Manurung (2004) pada 147 perawat pelaksana yang bertugas, menunjukkan bahwa penerapan komunikasi masih relatif kurang (46,3%), baik (35,2%), dan cukup (18,5%). Hal ini di dukung oleh Windu (2006) dengan penelitian penerapan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan tindakan keperawatan di RSUD Undata Palu Sulawesi Tengah dari 68 sampel bahwa responden melakukan komunikasi dengan baik (13,24%), cukup (38,23%), kurang baik (26,47%), tidak baik (22,06%). Sedangkan menurut Jamilatum (2008) dalam penelitian hubungan komunikasi terapeutik perawat-klien dengan motivasi untuk sembuh pada pasien rawat inap di ruang Cempaka II RSD Kabupaten Kudus dengan sampel sebanyak 96 orang, responden dengan kategori baik (68,9%), sedang (5,2%), dan buruk (25,0%).

Purwanto (2007), ada beberapa kemungkinan kurang berhasilnya komunikasi terapeutik perawat pada klien diantaranya dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan perawat dalam komunikasi terapeutik, sikap perawat,


(15)

tingkat pendidikan, pengalaman, lingkungan, jumlah tenaga yang kurang dan lain- lain. Rendahnya komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat berdampak terhadap ketidakpuasan pasien. Hal ini terlihat dengan Penelitian yang dilakukan Rosensttein (2002), menemukan bahwa ketidakpuasan hasil perawatan disebabkan oleh komunikasi perawat dan dokter serta staf penunjang.

Hal ini di dukung oleh Jakson (2010) Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Estomihi Medan didapat kepuasan pasien rawat inap adalah cukup puas (52,5%), pasien yang merasa puas (35%), dan kurang puas (12,5%). Sitorus (2000) tentang kepuasan klien dan keluarga menunjukan bahwa tingkat kepuasan dengan ketegori baik (16,9 %), kategori sedang (81,5 %) dan kategori kurang (1,55 %). Nina (2008) dengan penelitian analisa tingkat kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan prima di RumahSakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Menunjukkan sangat memuaskan (18,5%), memuaskan (74,3%), tidak memuaskan (6,8%). Dermawan (2009) hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan kepuasan klien dalam mendapatkan pelayanan keperawatan di instalasi gawat darurat RSUD Dr Soedarso Pontianak Kalimantan Barat. Responden sebanyak 108 orang didapat kepuasan klien selama dirawat klien merasa puas (66.7 %).

Seorang klien yang tidak puas, akan menghasilkan sikap atau perilaku tidak patuh pada seluruh prosedur keperawatan dan prosedur medis misalnya menolak pemasangan infus, menolak meminum obat, menolak untuk dikompres panas atau dingin, dan lain-lain. Akhirnya klien akan meninggalkan Rumah Sakit dan mencari jasa pelayanan yang bermutu di tempat yang lain. Oleh sebab itu


(16)

sudah saatnya kepuasaan klien menjadi bagian integral dalam misi dan tujuan profesi keperawatan karena semakin meningkatnya intensitas kompetensi global dan domestik, serta berubahnya preferensi dan perilaku dari klien untuk mencari pelayanan jasa keperawatan yang bermutu (Haryanti, 2000).

Kepuasan klien adalah hal utama yang perlu diprioritaskan oleh rumah sakit agar dapat bertahan, bersaing dan mempertahankan pasar yang sudah ada karena rumah sakit merupakan badan usaha yang bergerak dibidang jasa pelayanan kesehatan (Irawan, 2002).

Menurut laporan data Sensus Nasional (2001) pelayanan kesehatan untuk rawat inap yang banyak dimanfaatkan adalah rumah sakit pemerintah adalah (37,1%) dan rumah sakit swasta (34,3%) sisanya adalah rumah sakit bersalin dan puskesmas, sedangkan untuk pelayanan komunikasi terapeutik disimpulkan bahwa ketidakpuasan dari pelayanan komunikasi terapeutik rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta untuk rawat jalan dan rawat inap semakin meningkat. Kepuasan pelayanan komunikasi terapeutik di rumah sakit pemerintah secara umum lebih rendah dibandingkan dengan rumah sakit swasta.

Rumah sakit umum daerah Doloksanggul adalah rumah sakit milik pemerintah yang diklisifikasikan sebagai kelas C dan sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu, murah, dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat Doloksanggul. Hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada beberapa pasien yang menjalani rawat inap di RSUD Doloksanggul bahwa ungkapan ketidak puasan pasien akan pelayanan asuhan keperawatan antara lain: perawat jarang menyediakan waktu untuk mendengarkankan keluhan pasien tentang sakit yang


(17)

dirasakannya, perawat kurang memberikan penjelasan tentang tindakan keperawatan yang dilakukan kepada pasien, perawat tidak bisa memberikan keyakinan bahwa tindakan keperawatan yang diberikan adalah untuk kesembuhan, perawat terkesan membiarkan pasien tanpa ada perhatian dan akan datang ke ruang perawatan pasien apabila keluarga pasien datang ke pos jaga perawatan memanggil misalnya mengganti infus, menyampaikan keluhan.

Rumah Sakit HKBP Balige merupakan rumah sakit swasta di Kabupaten Tobasa yang didirikan oleh misionaris Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) dengan klasifikasi tipe C.

Berdasarkan studi di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Hubungan komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige”.

1.1.Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah komunikasi terapeutik perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige?

2. Bagaimanakah kepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige?

3. Bagaimanakah hubungan komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul? 4. Bagaimanakah hubungan komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan


(18)

1.2.Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahuai hubungan komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige.

2. Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui komunikasi terapeutik perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige.

2) Untuk mengetahui kepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige 3) Untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat dan

kepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul

4) Untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum HKBP Balige

1.3.Manfaat Penelitian

Untuk Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit, hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi perawat dalam membina hubungan yang terapeutik dengan klien. Serta bahan informasi dan pertimbangan dalam membuat aturan atau kebijakan untuk meningkatkan kinerja perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi Terapeutik

2.1.1. Pengertian Komunikasi Terapeutik

Homby (1974), yang dikutip oleh Nasir, Muhith, Sajidin, Mubarak (2009) mengatakan bahwa terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Hal ini menggambarkan bahwa dalam menjalani proses komunikasi terapeutik, seorang perawat melakukan kegiatan dari mulai pengkajian, menentukan masalah keperawatan, menentukan rencana tindakan, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah direncanakan sampai pada evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan maksimal apabila terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif. Hubungan take and given antara perawat dan klien menggambarkan hubungan memberi dan menerima.

Kalthner, dkk (1995), yang dikutip oleh Mundakir (2006) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik terjadi dengan tujuan menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang profesional dengan menggunakan pendekatan personal berdasarkan perasaan dan emosi. Di dalam komunikasi terapeutik ini harus ada unsur kepercayaan. Sejalan dengan Potter dan Perry (2009), komunikasi terapeutik merupakan proses dimana perawat menggunakan pendekatan terencana dalam mempelajari klien.

Musliha & Fatmawati (2010) merupakan proses untuk menciptakan hubungan antara perawat dengan pasien dan menetukan rencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut.


(20)

a. Mendengarkan dengan penuh perhatian

Hubson dalam Suryani (2005) mendefinisikan mendengarkan adalah proses aktif dan penerimaan informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima. Kesan pertama ketika perawat mau mendengarkan keluhan klien dengan seksama adalah perawat akan memperhatikan klien. Dengan demikian, kepercayaan klien terhadap kapasitas dan kemampuan perawat akan terjaga. Mukhripah (2008) mengatakan ada dua macam teknik mendengar yaitu:

1. Mendengar pasif

Kegiatan mendengar dengan kegiatan non verbal untuk klien misalnya dengan kontak mata, menganggukkan kepala dan juga keikutsertaan secara verbal misalnya “uh huuuuh”, “mmmmhhummm”, “yeah”. Mendengar pasif akan dapat memperdayakan diri kita saat kita mendengar dengan pasif karena kita kurang memahami perasaan orang lain.

2. Mendengar aktif

Kegiatan mendengar yang menyediakan pengetahuan bahwa kita tahu perasaan orang lain dan mengerti mengapa dia merasakan hal tersebut. b. Menunjukkan penerimaan

Menerima tidak berarti menyetujui, sedangkan menyetujui belum tentu menerima. Perawat tidak perlu menampakkan penolakan maupun keraguan terhadap apa yang disampaikan oleh klien. Perawat harus waspada terhadap ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menyatakan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggeleng yang menyatakan tidak percaya.


(21)

Jadi, komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk terapi. Seorang perawat (helper) dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi.

2.1.2. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Menurut Suryani (2005), yang dikutip oleh Nunung (2010) komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau adaftif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi: (1) Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan kesadaran dan penghargaan diri, (2) Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan orang lain dan mandiri, (3) Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan dan mencapai tujuan yang realistis, (4) Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.

Sedangkan tujuan komunikasi terapeutik menurut Damayanti (2008), yaitu: (1) Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan, (2) Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya, (3) Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.

2.1.3. Teknik Komunikasi Terapeutik

Nasir, Muhith, Sajidin, Mubarak (2009) menyatakan Setiap klien tidak sama oleh karena itu, diperlukan penerapan teknik berkomunikasi yang berbeda-beda, yaitu:


(22)

Berikut ini adalah sikap perawat yang menyatakan penerimaan yaitu: mendengarkan tampa memutuskan pembicaraan, memberikan umpan balik verbal yang menyatakan pengertian, memastikan bahwa isyarat non verbal cocok dengan komunikasi verbal, menghindari perdebatan, ekspresi keraguan atau usaha untuk mengubah pikiran klien.

c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan pertanyaan terbuka

Pertanyaan terbuka merupakan pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban “ya”, “tidak” dan “mungkin”, tetapi memerlukan jawaban yang luas, sehingga klien dapat mengemukakan masalahnya, perasaanya dengan kata-kata sendiri, atau dapat memberikan informasi yang diperlukan (Suryani,2005). Tujuan perawat bertanya dengan pertayaan terbuka adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai kondisi riil dari klien dengan menggali penyebab klien mencari pertolongan atau penyebab klien datang ke tempat pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, pertanyaan sebaiknya dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan digunakan kata-kata yang sesuai dengan konteks sosial budaya klien.

d. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri

Stuart and Sundeen, 1995 dalam Mukhripah (2008) mendefinisikan pengulangan adalah pengulangan pikiran utama yang diekspresikan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan member indikasi perawat mengikuti pembicaraan atau memperhatikan klien dan mengharapkan komunikasi berlanjut klien. Perawat harus hati-hati ketika menggunakan


(23)

metode ini, karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti yang berbeda.

e. Klarifikasi

Geldard, G dalam Suryani (2006) berpendapat bahwa klarifikasi adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya. Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Pada saat klarifikasi perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan informasi. Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien sangat penting dalam memahami klien.

f. Memfokuskan

Memfokuskan (focusing) adalah bertujuan memberikan kesempatan kepada klien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan. Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti.

g. Menyampaikan hasil observasi

Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar. Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal klien. Teknik ini seringkali membuat klien berkomunikasi lebih jelas tampa perawat harus bertanya, memfokuskan dan mengklarifikasi


(24)

pesan. Observasi dilakukan sedemikian rupa sehingga klien tidak menjadi malu atau marah.

h. Menawarkan informasi

Memberikan informasi tambahan merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien. Teknik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi tambahan yang diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih baik tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternative pemecahan masalah (Suryani, 2005). Tindakan ini akan menambah rasa percaya klien terhadap perawat, karena perawat terkesan menguasai masalah yang dihadapi klien.

i. Diam (Memelihara ketenangan)

Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk Mengorganisasi pikiran masing-masing. Metode ini memerlukan keterampilan dan ketepatan waktu, jika tidak akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam sangat berguna terutama pada saat klien harus mengambil keputusan. Diam yang dilakukan perawat terhadap klien adalah bertujuan untuk menunggu respon klien untuk mengungkapkan perasaannya.

j. Meringkas

Meringkas adalah pengulanagan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat dalam rangka meningkatkan pemahaman. Metode ini bermanfaat


(25)

untuk membantu mengingat topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pembicaraan berikutnya.

k. Memberikan penguatan

Punguatan (reinforcement) positif atas hal-hal yang mampu dilakukan klien dengan baik dan benar merupakan bentuk pemberian penghargaan. Upaya yang dilakukan dalam pemberian penguatan positif bertujuan untuk meningkatkan motivasi kepada klien untuk berbuat yang lebih baik lagi. Demikian juga dengan memberi salam dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran tentang perubahan yang terjadi pada diri klien, menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu merupakan bentuk dari pemberian penguatan positif yang mampu menggugah semangat klien. Penghargaan dalam bentuk pelayanan keperawatan tidak berbentuk materi, akan tetapi berbentuk dorongan psikologis atau inmaterial untuk memacu lebih baik lagi.

l. Menawarkan diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Menawarkan diri merupakan kegiatan untuk memberikan respons agar seseorang menyadari perilakunya yang merugikan baik dirinya sendiri maupun orang lain tampa ada rasa bermusuhan. Sering kali perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, teknik komunikasi ini dilakukan tampa pamrih.


(26)

m. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan

Berikan kepada klien kesempatan untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang perannya dalam interaksi ini. Perawat dapat menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.

n. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang dibicarakan selanjutnya. (Mukrhipah, 2008) teknik ini juga mengindikasikan bahwa perawat mengikuti apa yang dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha menafsirkan daripada mengarahkan diskusi/pembicaraan.

o. Menempatkan kejadian dan wakt u secara berurutan

Melihat kejadian dalam suatu perspekt if kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya sebagai aki bat kejadian yang pertama. Perawat akan dapat menentukan pola kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi kl ien dalam memenuhi kebutuhannya. Mukrhipah (2008) Teknik ini bernilai terapeutik apabila perawat dapat mengekspolarasi kl ien dan memahami masalah yang penting dan teknik ini menjadi tidak terapeutik apabila perawat memberikan nasihat, meyaki nkan atau tidak mengakui kl ien.


(27)

p. Meberikan kesempatan kepada kl ien untuk menguraikan persepsinya

Apabila perawat ingin mengerti kl ien, maka ia harus melihat segala sesuatunya dari perspekt if kl ien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Melihat segala sesuatu dari perspekt if kl ien dan waspada akan timbulnya gejala ansietas dari kl ien.

q. Refleksi

Refleksi merupakan mengarahkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide serta perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien Antai-Otong dalam Suryani, (2005). Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab; bagaimana menurutmu? Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dank lien mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.

2.1.4. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik

Prinsip dasar komunikasi terapeutik yaitu: (1) Hubungan peraw at dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan. Didasarkan pada prinsip “humanity of nurse and clients” artinnya saling mempengaruhi baik pikiran, perasaan dan tingkah laku untuk memperbaiki perilaku klien, (2) Prinsip yang sama dengan komunikasi interpersonal “De Vito” yaitu keterbukaan, empati,


(28)

sifat mendukung, sikap positif dan kesetaraan, (3) Kualitas hubungan perawat klien ditentukan oleh bagaimana perawat mendefenisikan dirinya sebagai manusia, (4) Perawat menggunakan dirinya dengan teknik pendekatan yang khusus untuk memberi pengertian dan merubah perilaku klien, (5) Perawat harus menghargai keunikan klien, (6) Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, (7) Kepercayaan harus dicapai dahulu sebelum identifikasi masalah dan alternatif “problem solving”, (8) “Trust” adalah kunci dari komunikasi terapeutik (Nunung, 2010).

2.1.5. Tahapan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien

Potter dan Perry (2009) di dalam hubungan ini, perawat memiliki peran sebagai penolong profesional dan mengenali klien sebagai individu yang memiliki kebutuhan kesehatan, respon, dan pola hidup yang unik. Sedangkan Keliat (2002), hubungan perawat terapeutik-klien adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman untuk memperbaiki emosi klien.

Maka, untuk menjalin hubungan terapeutik perawat-klien tersebut diperlukan proses atau tahapan dalam Stuart dan Sundeen (1987, dikutip oleh Dalami, Rochimah, Gustina, Roselina, Banon, 2009) yaitu:

a. Pra-Interaksi

Pra-interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutannya, sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk melakukan hubungan denagn klien dapat dipertanggungjawabkan. Pemakaian diri secara terapeutik berarti


(29)

memaksimalkan pengaruh kelemahan diri dalam memberi asuhan keperawatn pada klien. Hal-hal yang dipelajari dari diri sendiri adalah sebagai berikut: 1. Pengetahuan yang dimiliki yang terkait dengan penyakit dan masalah klien 2. Kecemasan

Kecemasan yang dialami seseorang dapat memengaruhi interaksinya dengan orang lain (Ellis, Gates, & Kenworthy dalam Suryani, 2006).

3. Analisis kekuatan diri

Dalam diri seseorang terdapat kelebihan dan kekurangan. Sebelum kontak dengan klien, perawat perlu menganalisis kelemahannya dan menggunakan kekuatannya untuk berinteraksi dengan klien.

4. Waktu pertemuan baik saat pertemuan maupun lama pertemuan

Sebelum bertemu dengan klien, perawat perlu menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan pertemuan atau berkomunikasi dengan klien. Sedangkan hal-hal yang perlu dipelajari dari unsur klien adalah sebagai berikut:

1. Perilaku klien dalam menghadapi penyakitnya

Perilaku yang destruktif pada klien saat menghadapi penyakitnya akan menyulitkan perawat dalam berkomunikasi dengan klien.

2. Adat istiadat

Kebiasaan yang dibawa klien ke rumah sakit dalam menjalani perawatan terkadang membawa pengaruh dalam hubungan perawat-klien.

3. Tingkat pengetahuan


(30)

b. Perkenalan atau orientasi

Pada tahap perkenalan ini perawat memulai kegiatan yang pertama kali dimana perawat bertemu pertama kali dengan klien. Kegiatan yang dilakukan adalah memperkenalkan diri kepada klien dan keluarga bahwa saat ini yang menjadi perawat adalah dirinya. Dalam hal ini berarti perawat sudah siap sedia untuk memberikan pelayanan keperawatan pada klien. Dengan memperkenalkan dirinya, perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien meminta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan perawat-klien. Dalam memulai hubungan, tugas utama adalah membina rasa percaya, penerimaan, dan pengertian, komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan klien. Perawat dan klien mungkin mengalami perasaan tidak nyaman, bimbang karena memulai hubungan yang baru. Klen yang mempunyai pengalaman hubungan interpersonal yang menyakitkan akan sukar menerima dan terbuka pada orang asing. Tugas perawat pada tahap ini meliputi hal-hal berikut ini: 1. Membuat kontrak dengan klien

Isi dari kontrak yang akan dirumuskan terdiri atas topik, tempat, dan waktu. Dalam merumuskan sebuah kontrak harus ada kesepakatan bersama antara perawat-klien.

2. Eksplorasi pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah keperawatan


(31)

c. Kerja

Tahap kerja merupakan tahap untuk mengimplementasikan rencana keperawatan yang telah dibuat pada tahap orientasi (Nasir, Muhith, Sajidin, Mubarak, 2009). Perawat membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatkan kemampuan diri dan mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif. Menurut Murray & Judith dalam Suryani (2005), pada tahap kerja ini perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan ha-hal yang penting dalam percakapan dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama terhadap proses kesembuhan penyakitnya sendiri. Pada tahap kerja ini, perawat bertugas meningkatkan kemandirian tanggung jawab terhadap proses penyembuhan penyakitnya dengan mencarikan alternatif koping yang positif sehingga didapatkan suatu perubahan perilaku. Kegagalan pada tahap kerja akan berdampak pada kegagalan tujuan terhadap tujuan yang ingin dicapai.

d. Terminasi

Tahap ini merupakan tahap dimana perawat mengakhiri pertemuan dalam menjalankan tindakan keperawatan serta mengakhiri interaksinya dengan klien. Kegiatan yang dilakukan perawat adalah mengevaluasi seputar hasil kegiatan yang telah dilakukan sebgai dasar untuk tindak lanjut yang akan datang. Untuk itu kegiatan pada tahap terminasi merupkan kegiatan yang tepat untuk mengubah perasaan dan memori serta untuk mengevaluasi kemajuan


(32)

klien dan tujuan yang telah dicapai. Kegiatan yang dilakukan pada tahap terminasi adalah sebagai berikut:

1. Evaluasi subjektif, merupakan kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi suasana hati setelah terjadi interaksi dengan klien. Kegiatan ini penting sekali dilakukan agar perawat tahu kondisi psikologis klien dalam rangka menghindarkan klien dari sikap defensif maupun menarik diri.

2. Evaluasi objektif, merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengevaluasi respons objektif terhadap hasil yang diharapkan dari keluhan yang dirasakan, apakah ada kemajuan atau sebaliknya.

3. Tindak lanjut, merupakan kegiatan yang dilakukan dengan menyampaikan pesan kepada klien mengenai lanjutan dari kegiatan yang telah dilakukan. Pesan yang disampaikan itu relevan, singkat, padat, dan jelas agar tidak terjadi miscomunication. Oleh karena pentingnya proses tindak lanjut, bila perlu pesan yang disampaikan diulangi lagi sampai klien mengerti.

2.1.6. Komunikasi Terapeutik Sebagai Tanggung Jawab Moral Perawat

Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas sikap peduli atau penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk tumbuh dan berkembang. Perilaku ingin menolong sesama ini perlu dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian dari kepribadian, yaitu: (1) Budi pekerti dalam keperawatan. Budi pekerti sangat berkaitan dengan pola komunikasi sehingga dalam keperawatan, hendaklah budi pekerti dan etika


(33)

berkomunikasi dijadikan pendorong kekuatan (stimulus) dalam melaksanakan tugas setiap hari, (2) Kejujuran. Jujur dalam kelakuan dan tindakan serta pembicaraan adalah penting untuk klien dan lingkungannya. Kejujuran dalam keperawatan dibagi atas tiga sebagai berikut: (a) jujur terhadap pekerjaan, (b) jujur terhadap lingkungan, (c) jujur dalam perkataan (Mundakir, 2006).

2.1.7. Hambatan Komunikasi Terapeutik

Hamid (1998, yang dikutip oleh Nunung. 2010) hambatan komunikasi terapeutik yaitu:

a. Resisten

Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.

b. Transferens

Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupanya dimasa lalu. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung.

c. Kontertranferens

Merupakan kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Kontertransferens merujuk pada respon emosial spesifik oleh perawat


(34)

terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi.

2.1.8. Sikap Komunikasi Terapeutik

Perawat tidak cukup hanya mengetahui teknik berkomunikasi dan isi komunikasi, tetapi yang sangat penting adalah sikap atau penampilan dalam berkomunikasi. Menurut Egan (1975, yang dikutip oleh Dalami, Rochimah, Gustina, Roselina, Banon, 2009) mengidentifikasi lima sikap untuk menghadirkan diri secara fisik, yaitu:

a. Berhadapan

Arti dari posisi ini adalah “saya siap untuk anda”. b. Mempertahankan kontak mata

Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.

c. Membungkuk kearah klien

Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu. d. Mempertahankan sikap terbuka

Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.

e. Tetap refleks

Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon pada klien.


(35)

2.2. Kepuasan Pasien 2.2.1. Pengertian Kepuasan

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperoleh setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkan (Imbalo, 2006).

Sedangkan Supardi (2004) mengatakan bahwa kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa dari seseorang yang mendapat kesan dari membandingkan hasil pelayanan kinerja dengan harapan-harapannya. Sejalan dengan Oliver 1997; Irawan, 2000 mengungkapkan kepuasan sebagai respon pemenuhan harapan dan kebutuhan pasien. Respon ini sebagai hasil dari penilaian pasien bahwa produk/pelayanan sudah memberikan tingkat pemenuhan kenikmatan. Tingkat pemenuhan kenikmatan dan harapan ini dapat lebih atau kurang (Supranto, 2001).

Bagi pasien kebutuhan yang paling menonjol bukanlah yang berkaitan dengan harga diri atau untuk diakui kehebatannya tetapi adalah kebutuhan belongingness and social needs. Merasa dicintai, didengarkan, tidak dianggap sebagai orang yang menyusahkan saja dan tidak pula diperlakukan sebagai manusia yang tidak berguna (Imbalo, 2008).

2.2.2. Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien

Kepuasan pasien dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, aspek yang yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien menurut Moison Walter dan White (1987, dalam Supardi, 2004) terdiri dari :


(36)

a. Karakteristik Produk.

Produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit yang bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk rumah sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya. Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang digunakan berkualitas.

b. Harga

Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.

c. Pelayanan

Pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih, dan memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit, kepuasan muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.

d. Lokasi

Meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih rumah sakit. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit tersebut.


(37)

e. Fasilitas.

Kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian kepuasan pasien. Penilaian mereka terhadap kondisi rumah sakit (mutu baik atau buruk) merupakan gambaran kualitas rumah sakit seutuhnya berdasarkan pengalaman subjektif individu pasien.

f. Image

Citra, reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap lingkungan. Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan pasien dimana pasien memandang rumah sakit mana yang akan dibutuhkan untuk proses penyembuhan. g. Desain visual.

Meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau konsumen.

h. Suasana

Meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Menurut Lisa (2007), aspek ini tidak hanya penting untuk memberikan kepuasan semata, tetapi juga memberi perlindungan kepada pasien.

i. Komunikasi

Tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan-keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien. Komunikasi dalam hal ini juga termasuk perilaku, tutur


(38)

kata, keacuhan, keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan informasi dan komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi kepuasan pasien Rumah Sakit.

2.2.3. Indikator Kepuasan Pasien

Salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan adalah kepuasan pasien. Kepuasan didefinisikan sebagai penilaian pasca konsumsi, bahwa suatu produk yang dipilih dapat memenuhi atau melebihi harapan pasien, sehingga mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk pembelian ulang produk yang sama. Pengertian produk mencakup barang, jasa, atau campuran antara barang dan jasa. Produk rumah sakit adalah jasa pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2008). Lee, et al (2008) mengatakan model kepuasan yang komprehensif dengan fokus utama pada pelayanan barang dan jasa meliputi lima dimensi penilaian sebagai berikut :

a. Responsiveness (ketanggapan), yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pasien dengan penyampaian informasi yang sejelas-jelasnya. Dalam pelayanan rumah sakit adalah lama waktu menunggu pasien mulai dari mendaftar sampai mendapat pelayanan tenaga kesehatan dan kesigapan dan ketulusan dalam menjawab pertanyaan atau permintaan pasien.

a. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada pasien dengan tepat. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan,


(39)

sikap yang simpatik dan dengan akurasi yang tinggi. Dalam pelayanan rumah sakit adalah penilaian pasien terhadap kemampuan tenaga kesehatan.

b. Assurance (jaminan), yaitu kemampuan, pengetahuan, keterampilan petugas dalam memberikan pelayanan kepada pasien sehingga mampu menumbuhkan kepercayaan dan rasa aman pada pelanggan. Dalam pelayanan rumah sakit adalah kejelasan tenaga kesehatan memberikan informasi tentang penyakit dan obat kepada pasien.

c. Emphaty (empati), yaitu kemampuan petugas membina hubungan, perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada pasien dengan berupaya memahami kebutuhan pasien. Dalam pelayanan rumah sakit adalah keramahan petugas kesehatan dalam menyapa dan berbicara, keikutsertaan pasien dalam mengambil keputusan pengobatan, dan kebebasan pasien memilih tempat berobat dan tenaga kesehatan, serta kemudahan pasien rawat inap mendapat kunjungan keluarga/temannya. Pasien kelompok menengah atas mempunyai harapan yang tinggi agar rumah sakit penyedia jasa mengenal mereka secara pribadi. Rumah sakit harus tahu nama mereka, kebutuhan mereka secara spesifik dan bila perlu mengetahui hobi dan karakter personal lainnya.

d. Tangible (bukti langsung), yaitu ketersediaan sarana dan fasilitas fisik yang dapat langsung dirasakan oleh pasien. Pelayanan tidak bisa dilihat, tidak bisa dicium dan tidak bisa diraba sehingga aspek tangible menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan. Pasien akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai suatu kualitas pelayanan atribut dari dimensi tangible meliputi:


(40)

gedung, peralatan, seragam dan penampilan fisik para karyawan yang melayani pelanggannya. Suatu organisasi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit harus memiliki ruangan pelayanan dan kondisi lingkungan yang nyaman, teratur serta bersih agar bisa memberikan kepuasan pada pasien. Umumnya pasien yang dirawat juga akan merasa puas bila pihak pemberi layanan sudah menyiapkan alat pemeriksaan dan pengobatan yang lengkap sesuai kebutuhan pasien.


(41)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL 3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007). Kerangka konsep dalam penelitian ini memiliki dua variabel yaitu variabel komunikasi terapeutik dan kepuasan pasien. Variabel komunikasi terapeutik meliputi tahapan komunikasi (fase pra orientasi, fase orientasi, fase kerja, dan fase terminasi), akan tetapi dalam penelitian ini tahap pra orientasi tidak diteliti karena dalam tahapan komunikasi fase pra orientasi disebut tahap dimana perawat menggali lebih dahulu kemampuan yang dimiliki sebelum berhubungan dengan klien. Variabel kepuasan pasien meliputi responsiveness, emphaty, reliability, assurance, tangible. Dan yang menjadi kerangka konsep hubungan komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige.

Komunikasi Terapeutik Perawat

Tahapan komunikasi - Fase orietasi - Fase kerja - Fase terminasi

Kepuasan Pasien - Responsiveness - Emphaty - Reliability - Assurance - Tangible


(42)

3.2. Definisi Operasional

Nursalam (2008), mengatakan variabel yang telah didefinisikan perlu diidentifikasi secara operasional, sebab setiap istilah (variabel) dapat diartikan secara berbeda-beda oleh orang yang berlainan. Dalam penelitian ini definisi operasionalnya adalah:

Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Komunikasi Terapeutik dan Kepuasan Pasien

No Variabel Definisi Alat Ukur

Skala Skor

1. Komunikasi terapeutik perawat Proses pertukaran informasi baik secara lisan maupun non lisan yang dilakukan oleh perawat ketika melakukan asuhan keperawatan pada klien di Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige Yang meliputi: Fase orientasi, fase kerja, fase terminasi

Kuesioner Ordinal - Sangat baik: 51-60 - Baik: 39-50 - Cukup: 27-38 - Kurang: 15-26

2. Kepuasan pasien Evaluasi subjektif yang dirasakan terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan

Kuesioner Ordinal - Sangat puas: 66-80 - Puas: 51-65 - Tidak puas:

36-50 - Sangat tidak


(43)

kepada klien selama di Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige dengan dimensi: Responsiveness, Reliability, Assurance, Emphaty, dan Tangible 3.3. Hipotesa Penelitian

Ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige.


(44)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian

Rancangan penelitian pada hakekatnya merupakan suatu strategi untuk mencapi tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntut peneliti pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2008).

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan tujuan untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige.

4.2. Populasi Penelitian

4.2.1. Populasi

Populasi merupakan seluruh objek atau subjek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2008).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang di rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige. Di Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul mulai bulan Januari-Agustus 2013 sebanyak 275 orang (data dari Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul, 2013). Hal ini rata-rata klien rawat inap perbulan 30 orang di Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul. Sedangkan jumlah populasi di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum HKBP mulai bulan Januari-Agustus 2013 sebanyak 465 orang (data dari Rekam medik RSU HKBP Balige, 2013), sehingga rata-rata klien perbulan 57 orang.


(45)

4.2.2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2008). Polit dan Hungler (1993) yang di kutip oleh Setiadi (2007) menyatakan bahwa semakin besar sampel semakin baik dan reprensentatif hasil yang diperoleh. Namun demikian penggunaan sampel jika kurang dari 100 maka keseluruhan dijadikan sampel, maka sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 orang. Sampel diambil dengan menggunakan teknik sampling. Teknik sampling adalah teknik yang dipergunakan untuk mengambil sampel dari populasi (Arikunto, 2010). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan purposive sampling yang artinya penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan yang dikehendaki peneliti. Jadi sampel yang akan diteliti di RSUD Doloksanggul sebanyak 30 orang dan sampel yang akan diteliti di RSU HKBP Balige sebanyak 30 orang. Jadi jumlah keseluruhan sampel dalam penelitian ini adalah 60 responden.

Adapun sampel yang diambil harus memiliki kriteria inklusi. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2010), antara lain:

a. Klien yang di rawat inap minimal tiga hari b. Klien yang kooperatif, sadar, dan komunikatif

c. Klien dengan usia 17-70 tahun dengan asumsi klien dapat memahami/menilai komunikasi yang dilakukan oleh perawat (Havighurst, 2009).


(46)

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2013 di tempat yang berbeda yaitu di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige. Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul merupakan Rumah Sakit pemerintah dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige merupakan Rumah Sakit swasta. Dimana belum pernah dilakukan penelitian yang sama di Rumah Sakit tersebut.

4.4. Pertimbangan Etik

Peneliti mendapatkan pengantar dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian menyerahkan kepada direktur Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige untuk mendapatkan persetujuan penelitian. Hidayat (2008) dalam melakukan penelitian harus memperhatikan etika penelitian yaitu:

1. Informed Consent

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan menjadi responden, yang diberikan sebelum penelitian.

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Memberikan jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.


(47)

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Semua infromasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

4.5. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini instrumen yang digunakan adalah tiga bagian kuesioner yaitu bagian pertama data demografi klien yang meliputi inisial nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, dan lama di rawat inap. Bagian kedua berupa kuesioner yang berisi tentang komunikasi terapeutik perawat dan bagian ketiga berupa kuesioner tentang kepuasan pasien.

a. Kuesioner Komunikasi Terapeutik Perawat

Untuk keterampilan komunikasi terapeutik perawat, Instrumen penelitian dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka. Kuisioner berupa pernyataan tentang variabel komunikasi terapeutik perawat terdiri dari 15 pernyataan yang terdiri dari fase orientasi 5, fase kerja 5, dan fase terminasi 5. Kuesioner komunikasi terapeutik perawat menggunakan skala likert dengan range 1–4. Untuk pernyataan pilihan jawaban yang tersedia selalu (SL)=4, sering (SR)=3, jarang (JR)=2, tidak pernah (TP)=1. Total skor nilai terendah 15 dan nilai tertinggi 60. Jadi semakin tinggi skor semakin baik komunikasi terapeutik yang diterapkan perawat saat berkomunikasi dengan pasien. Maka berdasarkan statistik dapat diukur berdasarkan rumus Sudjana (2002) dengan rumus: P �������

������ �����

Dimana P=panjang kelas. Maka didapatkan panjang kelas atau P=11 dan nilai terendah 15 sebagai batas bawah kelas interval pertama. Maka keterampilan perawat dalam komunikasi terapeutik sebagai berikut:


(48)

1) 15-26 = komunikasi kurang 2) 27-38 = komunikasi cukup. 3) 39-50 = komunikasi baik

4) 51-60 = komunikasi sangat baik b. Kuesioner Kepuasan Pasien

Untuk kepuasan pasien berdasarkan tinjauan pustaka indikator kepuasan pasien terdiri dari responsiveness, assurance, reliability, empati dan tangible perawat dalam komunikasi terapeutik. Instrumen penelitian dibuat dalam bentuk kuesioner. Maka keseluruhan terdiri dari 20 pernyataan yang terdiri dari responsiveness 4, assurance 4, reliability 4, empati 4, dan tangible 4. Untuk kepuasan pasien peneliti menggunakan skala likert dengan rentang 1-4, skore terdiri dari sangat puas (SP)=4, puas (P)=3, tidak puas (TP)=2, sangat tidak puas (STP)=1. Total skor diperoleh nilai terendah 20 dan nilai tertinggi 80. jadi semakin tinggi skor maka semakin tinggi kepuasan pasien. Maka berdasarkan statistik dapat diukur berdasarkan rumus Sudjana (2002) dengan rumus: P ����� ��

������ ����� Dimana P=Panjang kelas. Maka didapatkan panjang kelas atau

P=15 dan nilai terendah 20 sebagai batas bawah kelas interval pertama. Maka tingkat kepuasan pasien sebagai berikut:

1) 20-35 = Sangat Tidak Puas 2) 36-50 = Tidak Puas

3) 51-65 = Puas


(49)

4.6. Validitas

Uji validitas adalah untuk mengetahui tingkat kevaliditas dari instrumen kuesioner yang digunakan dalam pengumpulan data. Untuk menguji validitas isi yaitu validitas berdasarkan tinjauan pustaka. Selanjutnya dikonsultasikan kepada yang berkompeten dibidang tersebut (Setiadi, 2007). Instrumen penelitian ini terdiri dari dua kriteria yaitu: komunikasi terapeutik dan kepuasan pasien. Instrumen penelitian dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka kemudian dikonsultasikan kepada yang berkompeten. Instrumen penelitian ini telah divalidasi oleh dengan standar pendidikan magister berkompeten. untuk kuesioner komunikasi terapeutik oleh departemen keperawatan jiwa USU, sedangkan untuk kuesioner kepuasan pasien telah divalidasi oleh salah satu staf managemen keperawatan USU dan kuesioner ini telah dinyatakan valid.

4.7. Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama (Notoatjmodjo, 2010). Pada penelitian ini dilakukan uji reabilitas terhadap instrumen komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan pasien dengan menggunakan responden sebanyak 10 yang sesuai dengan kriteria penelitian dan akan dilakukan di rumah sakit negeri lain yaitu rumah sakit umum daerah Dr.Pirngadi Medan dan untuk yang rumah sakit swasta di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan uji reliabilitas Cronbach Alpha dengan nilai 0,70 agar dianggap reliabel maka kuesioner ini layak digunakan. Uji reabilitas


(50)

dilakukan pada 10 orang responden yang memenuhi kriteria penelitian. Uji reabilitas penelitian ini telah dilakukan dengan menggunakan formula Cronbach Alpha dalam program komputerisasi. hasil analisa reabilitas untuk koesioner komunikasi terapeutik perawat diperoleh nilai 0,785, untuk kuesioner kepuasan pasien diperoleh nilai 0.842 dan instrumen ini sudah dikatakan layak (reliabel) karena hasil pengukuran menunjukkan angka lebih dari 0,70.

4.8. Rencana Pengumpulan Data

Pada tahap awal peneliti akan mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian permohonan izin yang telah diperoleh akan dikirim ke tempat penelitian yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige. Setelah mendapat izin, peneliti akan melakukan pendekatan kepada responden untuk mendapatkan persetujuan sebagai responden, dengan memberi penjelasan terlebih dahulu bagaimana cara mengisi kuesioner dan menjelaskannya kepada responden, selanjutnya peneliti akan menjelaskan kepada responden tentang tujuan dan manfaat serta proses pengisian kuesioner. Setelah itu peneliti akan mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk penelitian. Bila semua data yang dibutuhkan peneliti telah terkumpul, maka selanjutnya peneliti akan menganalisa data.

4.9. Analisa Data

1. Metode pengolahan data

Pada penelitian ini setelah data dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah mengolah data sedemikian rupa dengan menggunakan program komputer tertentu,


(51)

sehingga jelas sifat-sifat yang dimiliki. Arikunto (2010) mengemukakan bahwa langkah-langkah pengolahan data meliputi:

a. Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner. Peneliti memeriksa jawaban responden dan seluruh pertanyaan telah diberikan jawaban oleh responden.

b. Coding

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau bilangan. Atau memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa.

c. Processing

Merupakan kegiatan memproses data agar dapat dianalisis. Peneliti membuat tabel rekapitulasi data hasil penelitian. Peneliti memasukkan data hasil penelitian pada tabel rekapitulasi dan melakukan pengolahan data secara komputerisasi.

d. Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientry untuk mengetahui ada tidaknya kesalahan. Peneliti memeriksa kembali hasil pengolahan data dan tidak ditemukan kesalahan dalam pengolahan data.

2. Analisa Data

Penelitian ini merupakan penelitian untuk mengetahui gambaran komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan pasien maka analisa datanya


(52)

dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan program tertentu. Adapun tahap-tahap analisa data sebagai berikut:

a. Analisa univariat

Analisa ini dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian, pada umumnya analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Analisa univariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi variabel komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige.

b. Analisa bivariat

Bivariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa hubungan antara dua variabel, yaitu, variabel independen (komunikasi terapeutik perawat), variabel dependen (kepuasan pasien). Untuk mengetahui kekuatan hubungan kedua variabel digunakan uji korelasi Spearman’s Rho dengan tingkat kepercayaan 95%

(α=0,05). Maka hasil diinterpretasikan dengan membandingkan nilai p dengan nilai α. Bila nilai p<α maka keputusannya Ho ditolak yang akan dihubungkan adalah hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum HKBP Balige.


(53)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

5.1.1. Rumah Sakit Umum Doloksanggul Doloksanggul

Kabupaten Humbang Hasudutan di mekarkan dari Kabupaten Tapanuli Utara dan sudah dua kali melaksanakan pemilihan Bupati defenitif yaitu: tahun 2005-2010 dan tahun 2010-2015. Sejarah RSU Doloksanggul dimulai sekitar tahun 1906 oleh Tuan Pendeta Herling, seorang pendeta Missionari Barmen Jerman telah membangun sebuah rumah sakit yang disebut Rumah Sakit Zending. Pada tahun 1960 Gereja menyerahkan pengelolaannya kepada pemerintah Negara Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat Doloksanggul membangun bersama dan memindahkan lokasi rumah sakit ke lokasi sekarang di desa Bonanionan disebelah utara komplek Gereja HKBP Doloksanggul. Berdasarkan surat Depkes Republik Indonesi, RSUD Doloksanggul ditetapkan menjadi RSUD tipe C (Profil RSUD Doloksanggul, 2011).

Jumlah tenaga perawat yang bertugas di RSUD Doloksanggul berjumlah 64 orang, Tingkat pendidikan tenaga perawat RSUD Doloksanggul adalah sebanyak 56 D3 keperawatan dan 8 orang SPK dimana lama kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Doloksanggul adalah 2 sampai 6 tahun (Profil RSUD Doloksanggul, 2011).

5.1.2. RSU HKBP Balige

Rumah Sakit Umum HKBP Balige merupakan salah satu rumah sakit di daerah Kabupaten Toba Samosir, yang didirikan pada tahun 1918 oleh Zending


(54)

Mission Batak, yang terdiri dari gedung Poliklinik, Instalasi Gawat Darurat, Kamar Bedah, Ruang Bersalin, Ruang Rawat Inap, Instalasi Farmasi, Instalasi Gizi dan Unit Cuci, Asrama dan Perumahan Pegawai. Masuknya kekristenan ke Tapanuli bersamaan dengan titik awal pelayanan kesehatan di Tapanuli oleh Nomensen, Ephorus HKBP Pertama dengan para Missionar Rheinische Mission Gesellschaft (RMG) dari Jerman. Pada tahun 1926, pemerintah memberikan bantuan kepada RS HKBP Balige. Pembangunan Gedung yang baru diadakan dengan kapasitas 150 Tempat Tidur. Dimana Rumah Sakit Umum HKBP Balige adalah Rumah Sakit Umum dibawah Yayasan Kesehatan HKBP milik Gereja Huria Kristen Batak Protestan, RSU HKBP balige merupakan tipe C (Profil RSU HKBP Balige, 2013).

Jumlah tenaga perawat yang bertugas di RSU HKBP Balige berjumlah 99 orang. Tingkat pendidikan tenaga keperawatan di RSU HKBP Balige adalah 83 orang D-III keperawatan dan 16 orang SPK (Profil RSU HKBP Balige, 2013).

5.2. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta hasil pembahasan penelitian mengenai hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Doloksanggul dan RSU HKBP Bailge. Di RSUD Doloksanggul dengan responden 30 orang dan di RSU HKBP Balige dengan responden 30 orang, sehingga jumlah keseluruhan responden 60 orang. Penyajian data hasil penelitian meliputi karakteristik responden, keterampilan komunikasi terapeutik perawat, kepuasan pasien dan hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien.


(55)

5.2.1. Karakteristik Responden

Berdasarkan karakteristik responden pada penelitian yang dilakukan pada bulan September sampai bulan Oktober 2013 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.1

Karakteristik pasien rawat inap di RSUD Doloksanggul dan RSU HKBP Balige tahun 2013 (n:60)

Karakteristik RSUD Doloksanggul RSU HKBP Balige

f % f %

Umur

17-25 4 13,3 6 20,0

26-34 6 20,0 9 30,0

35-43 8 26,7 7 23,3

44-52 3 10,0 3 10,0

53-61 5 16,7 3 10,0

62-70 4 13,3 2 6,7

Jenis kelamin

Laki-laki 16 53,3 16 53,3

Perempuan 14 46,7 14 46,7

Agama

Islam 5 16,7 0 0

Kristen 25 83,3 30 100,0

Suku

Batak 27 90,0 29 96,7

Jawa 2 6,7 0 0

Nias 1 3,3 1 3,3

Pendidikan

Sarjana/D-III 9 30,0 9 30,0

SMA sederajat 12 40,0 17 56,7

SMP sederajat 2 6,7 1 3,3

SD sederajat 4 13,3 3 10,0

Tidak sekolah 3 10,0 0 0

Pekerjaan

PNS/TNI/POLRI 4 13,3 6 20,0

Dosen/guru 4 13,3 2 6,7

Mahasiswa/pelajar 2 6,7 4 13,3

wiraswasta 9 30,0 12 40,0

Petani 11 36,7 6 20,0

Lama dirawat

4-5 17 56,7 14 46,6

6-7 9 30,0 11 36,7

8-9 3 10,0 2 6,7

10-11 0 0 3 10,0


(56)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa di RSUD Doloksanggul sebagian besar responden berusia antara 35-43 tahun sebanyak 8 orang (26,7%), di RSU HKBP Balige berusia antara 26-34 tahun sebanyak 9 orang (20,0%). Berdasarkan jenis kelamin bahwa di RSUD Doloksanggul dan RSU HKBP Balige sebagian besar responden laki-laki sebanyak 16 orang (53,3%). Sementara dari agama di RSUD Doloksanggul sebagian besar responden beragama Kristen sebanyak 25 orang (83,3%), di RSU HKBP Balige semuanya responden beragama Kristen sebanyak 30 orang (100%). Sedangkan dari suku di RSUD Doloksanggul sebagian besar responden suku batak sebanyak 27 orang (90,0%), di RSU HKBP Balige sebagian besar responden suku batak sebanyak 29 orang (96,7%). Berdasarkan pendidikan bahwa di RSUD Doloksanggul sebagian besar responden berpendidikan SMA sebanyak 12 orang (40,0%), di RSU HKBP Balige sebagian besar responden berpendidikan SMA sebanyak 17 orang (56,7%). Berdasarkan pekerjaan bahwa di RSUD Dolaksanggul sebagian besar responden bekerja sebagai petani sebanyak 16 orang (36,7%), di RSU HKBP Balige sebagian besar responden bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 12 orang (40,0%). Dan berdasarkan lama di rawat bahwa di RSUD Doloksanggul sebagian besar responden lama rawatannya 4-5 hari sebanyak 17 orang (56,7%), di RSU HKBP Balige responden lama rawatannya 4-5 hari sebanyak 14 orang (46,6%).

5.2.2. Komunikasi Terapeutik Perawat

Pada variabel komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat pada saat berkomunikasi dengan pasien di dapatkan hasil pada tabel dibawah ini.


(57)

Tabel 5.2

Deskriptif Komunikasi Terapeutik yang diterapkan perawat di ruang rawat inap RSUD Daerah Doloksanggul dan RSU HKBP Balige tahun 2013 (n:60)

Komunikasi terapeutik perawat

RSUD Doloksanggul RSU HKB Balige

f % f %

Sangat baik 4 13,3 6 20,0

Baik 13 43,3 13 43,3

cukup 10 33,3 9 30,0

Kurang 3 10,3 3 6,7

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan di RSUD Doloksanggul dan di RSU HKBP Balige bahwa responden mengatakan komunikasi terapeutik yang diterapkan oleh perawat saat berkomunikasi dengan pasien keterampilannya baik di RSUD Doloksanggul sebanyak 13 orang (43,3%) dan di RSU HKBP Balige sebanyak 13 orang (43,3).

5.2.3. Kepuasan Pasien

Pada variabel kepuasan pasien yang di rawat inap didapatkan hasil penelitian pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.3

Deskriptif Kepuasan Pasien yang yang di rawat inap di RSUD Doloksanggul dan RSU HKBP Balige Tahun 2013 (n:60)

Kepuasan pasien RSUD Doloksanggul RSU HKB Balige

f % f %

Sangat puas 5 6,7 6 20,0

Puas 15 50,0 16 53,3

Tidak puas 5 16,7 6 20,0

Sangat tidak puas 5 16,7 2 6,7

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan di RSUD Doloksanggul bahwa responden yang tingkat kepuasaannya puas sebanyak 15 orang (50,0%), di RSU HKBP Balige tingkat kepuasaanya puas sebanyak 16 orang (53,3%).


(58)

5.2.4. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Doloksanggul dan RSU HKBP Balige

Adapun hasil penelitian hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Doloksanggul dan RSU HKBP Balige dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.4

Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien di ruang rawat inap RSUD Doloksanggul dan RSU HKBP Balige tahun 2013

(n:60)

Variabel 1 Variabel 2 RSUD Doloksanggul RSU HKBP Balige

Signifikan korelasi signifikan Korelasi Komunikasi

terapeutik perawat

Kepuasan pasien 0,008 0.473 0,012 0,452

Berdasarkan hasil uji analisa korelasi Spearman's rho pada penelitian ini di RSUD Doloksanggul. Hasil penelitian menyatakan koefisien korelasi (r) antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di RSUD Doloksanggul yaitu 0,473 dengan tingkat nilai signifikan (p=0,008). Sedangkan koefisien korelasi (r) antara komuniksi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di RSU HKBP Balige yaitu 0,452 dengan tingkat nilai signifikan (p=0,012).

5.3. Pembahasan Penelitian

Dari hasil penelitian telah diperoleh, pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien.


(59)

5.3.1. Komunikasi Terapeutik Perawat di RSUD Doloksanggul dan RSU HKBP Balige

Berdasarkan penelitian pada 30 orang responden di RSUD Doloksanggul dan 30 orang responden di RSU HKBP Balige bahwa komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat di RSUD Doloksanggul sebagian baik (43,3%), dan di RSU HKBP Balige sebagian baik (43,3%).

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Salman (2010) yang berjudul pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di RSU Haji Medan didapatkan hasil komunikasi terapeutik yang diterapkan oleh perawat saat berkomunikasi dengan pasien keterampilannya sangat baik sebanyak 43 responden (67,2%). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Manurung (2004) yang berjudul hubungan karakteristik individu perawat dan organisasi dengan penerapan komunikasi terapeutik di ruang rawat inap Perjan RS Persahabatan Jakarta dimana penerapan komunikasi terapeutik perawat masih relative kurang (46,3%).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Diana dkk (2006) yang berjudul hubungan pengetahuan komunikasi terapeutik terhadap kemampuan komunikasi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di rumah sakit Elisabeth Purwokerto, bahwa ada hubungan antara pengetahuan komunikasi terapeutik terhadap kemampuan komunikasi perawat.

Hal ini di dukung penelitian yang dilakukan Sigalingging (2012) yang berjudul hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr. Pirngadi Kota


(60)

Medan bahwa pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan terhadap 93 orang perawat, didapat sebanyak 85 orang (91.4 %) adalah dalam kategori baik dan sebanyak 8 orang (8,6 %) adalah dalam kategori cukup.

Menurut Hidayat (2008) komunikasi sangat berperan penting dalam pelayanan keperawatan, yaitu bagaimana seorang perawat menyampaikan informasi dan memberikan tanggapan atas keluhan-keluhan pasien dan bagaimana cara perawat dalam mengatasi keluhan-keluhan pasien, seperti memberikan informasi atas penyakit yang diderita pasien serta tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Dalam berkomunikasi sikap juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi terapeutik. Hal ini dilihat dari perawat masih jarang memperkenalkan diri sebelum memulai tindakan keperawatan, perawat juga masih jarang dalam membuat kontrak terlebih dahulu sebelum berinteraksi dengan perawat, dan jarang tersenyum. Berarti keberhasilan intervensi perawatan tergantung pada komunikasi karena proses keperawatan ditujukan untuk merubah perilaku mencapai tujuan.

Sepuluh langkah untuk memperbaiki kualitas menurut Juran dalam Pramono (2004) adalah membentuk kesadaran terhadap kebutuhan akan perbaikan dan peluang untuk melakukan perbaikan, menetapkan tujuan perbaikan, mengorganisasikan pencapaian tujuan, menyediakan pelatihan, melaksanakan proyek-proyek yang ditujukan untuk pemecahan masalah, melaporkan perkembangan, memberikan penghargaan, mengkomunikasikan hasil-hasil,


(61)

menyimpan dan mempertahankan hasil yang dicapai dan memelihara kesempatan dengan melakukan perbaikan dalam sistem regular perusahaan.

5.3.2. Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Doloksanggul dan RSU HKBP Balige

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar pasien merasa puas dengan pelayanan keperawatan yang dilakukan di RSUD Doloksanggul dengan responden sebanyak 15 orang (50,0%) dan di RSU HKBP Balige dengan responden sebanyak 16 orang (53,3%).

Sejalan dengan penelitian Ibnu (2009) yang berjudul hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan kepuasan klien dalam mendapatkan pelayanan keperawatan di instalasi gawat darurat RSUD Dr. Soedarso Pontianak Kalimantan Barat juga memberikan hasil yang sama, dari 108 responden dimana pasien merasa puas sebanyak 72 orang (66,7). Hal ini di dukung oleh Jakson (2010) Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Estomihi Medan didapat kepuasan pasien rawat inap adalah puas (52,5%).

Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Salman (2010) yang berjudul pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di RSU Haji Medan bahwa mayoritas pasien sangat puas terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan dengan responden sebanyak 55 orang (85,9%).

Menurut Pohan (2007) aspek-aspek yang mungkin memengaruhi kepuasan pasien rawat inap adalah perawat memberi kesempatan bertanya, perawat melayani dengan sopan, ramah dan tanggap, perawat selalu memberi obat pasien


(62)

sesuai dengan prosedur pemberian obat. Jika aspek-aspek tersebut dapat dipenuhi tentu pasien akan merasa puas.

Jika dilihat dari pekerjaan responden di RSUD Doloksanggul sebagian besar bekerja sebagai petani 36,7% dan di RSU HKBP Balige sebagian besar wiraswasta 40,0% dengan pendidikan rata-rata tingkat pendidikan SMA di RSUD Doloksanggul 40,0% dan di RSU HKBP Balige 56,7%. Pasien tidak mementingkan nama rumah sakit (label), namun pasien lebih menekankan yang utama dia harus mendapat pengobatan, apapun nama rumah sakitnya tidak menjadi masalah. Siagian (2006) bahwa peningkatan pendidikan seseorang akan meningkatkan keinginan meningkatkan ketrampilan dan pengetahuannya. Ketrampilan di sini yang dimaksud adalah ketrampilan dalam memilih rumah sakit saat pasien membutuhkan pelayanan. Jadi dengan pendidikan pasien yang rendah, maka pasien tidak mempunyai banyak kemampuan untuk memilih atau membandingkan rumah sakit yang dipakai untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

5.3.3. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Doloksanggul dan RSU HKBP Balige

Hasil penelitian ada hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Doloksanggul (p=0,008, α=0,05; r=0,473) dan RSU HKBP Balige (p=0,012,

α=0,05; r=0,452). Artinya pernyataan hipotesa adanya hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien dapat diterima. Sejalan dengan penelitian Eva (2007) yang berjudul hubungan komunikasi terapeutik


(63)

perawat-pasien dengan kepusan pasien terhadap pelayanan Rumah Sakit AI-Islam Bandung. Terdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik perawat-pasien dengan kepuasan pasien nilai r=0,514 dan p=0,000. Pola hubungan linier positif yang berarti semakin baik pelaksanaan komunikasi terapeutik maka pasien akan semakin merasa puas.

Stuart, G.W dalam Suryani, (2005), ada beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik perawat antara lain: (1) Pendidikan dimana semakin tinggi pendidikan semakin mudah menerima informasi, ( 2) Lama bekerja artinya semakin lama bekerja semakin banyak pengalaman dalam berkomunikasi, (3) Pengetahuan artinya semakin banyak pengetahuan yang didapat dari proses belajar dan semakin banyak keterampilan yang didapat dalam berkomunikasi, (4) Sikap apa yang diperlihatkan dari sikap akan berpengaruh terhadap komunikasi yang dilakukan, (5) Kondisi psikologis dibutuhkan kondisi psikologis yang baik untuk menjadikan komunikasi bersifat terapeutik, (6) Situasi/suasana Situasi/suasana yang hiruk pikuk atau penuh kebisangan akan mempengaruhi baik/tidaknya pesan diterima oleh komunikan, suara bising yang diterima komunikan saat proses komunikasi berlangsung membuat pesan tidak jelas, kabur, bahkan sulit diterima, (7) Kejelasan pesan Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi. Pesan yang kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara komunikan dan komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang disampaikan.

Didukung dengan Nasir (2009) yang mengatakan dalam melaksanakan komunikasi terapeutik, perawat harus memiliki kemampuan- kemampuan antara


(64)

lain : pengetahuan yang cukup, keterampilan yang memadai serta teknik dan etika komunikasi yang baik. Hary (1996 dalam Hendra 2008) menyatakan bahwa tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Hal ini dilihat dari data demografi perawat di RSUD Doloksanggul dan RSU Balige rata-rata pendidikan perawatnya D-III dan SPK. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya.

Hal ini berbeda dengan penelitian Salman (2010) yang berjudul pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di RSU Haji Medan. Didapat hasil uji analisis Spearman’n correlation pada penelitian ini menunjukkan nilai r = 0,004 dan P= 0,972 yang berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien.


(65)

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1.Kesimpulan

Penelitian yang dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan Oktober 2013 yang bertujuan untuk mengetahui hubungan komunksi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Doloksanggul dan RSU HKBP Balige maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

Komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat di ruang rawat inap RSUD Doloksanggul dan RSU HKBP Balige sebagian baik, yaitu di RSUD Doloksanggul dengan responden sebanyak 13 orang (43,3%) dan RSU HKBP Balige dengan responden sebanyak 13 orang (43,3%). Kepuasan yang dirasakan pasien terhadap pelayanan keperawatan sebagian puas, yaitu di RSUD Doloksanggul dengan responden sebanyak 15 orang (50,0%) dan RSU HKBP Balige dengan responden sebanyak 16 orang (53,3%). Koefisien korelasi (r) antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Doloksanggul yaitu 0,473 dengan tingkat nilai signifikan (p=0,008) <

(α=0,05). Sedangkan koefisien korelasi (r) antara komunikasi terapeutik perawat

dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap RSU HKBP Balige yaitu 0,452 dengan tingkat nilai signifikan (p=0,012) < (α=0,05). Artinya kekuatan hubungan yang ada sedang dan terdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di ruang rawat inap RSUD Doloksanggul dan RSU HKBP Balige, maka Ho ditolak dimana hipotesa yang


(66)

menyatakan adanya hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien dapat diterima.

6.2.Rekomendasi

6.2.1.Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit

Bagi pelayanan keperawatan di RSUD Doloksanggul dan RSU HKBP Balige Sebaiknya segera membuat SOP (Standart Operasional Prosedur) komunikasi terapeutik, meningkatkan pengetahuan perawat dengan cara mengikutsertakan para perawat dalam seminar-seminar keperawatan tentang komunikasi terapeutik, memberikan pelatihan-pelatihan guna untuk meningkatkan pengetahuan terhadap pelayanan pasien, dan memberikan kesempatan kepada perawat untuk melanjutkan pendidikan, sehingga lebih meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.

6.2.2.Peneliti Selanjutnya

Diharapkan pada penelti selanjutnya untuk melakukan peneltian dengan menggunakan pengamatan observasi langsung ke pasien agar mendapatkan hasil yang lebih efisien.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)