5. Pada temperature di bawah 32
o
F, saluran harus dijaga bebas air untuk
menghindari kerusakan akibat pembekuan. 6.
Temperatur beton tidak boleh 35
o
F atau lebih tinggi dari temperatur pada saat penyuntikan sampai kubus suntikan yang berukuran 2 in. mencapai kuat tekan
sebesar 800 psi. 7.
Bahan suntikan tidak boleh melebihi 90
o
F selama pencampuran atau
pemompaan jika perlu, pencampuran air harus didinginkan.
2.4 KEHILANGAN PRATEGANG Pratengang efektif pada beton mengalami pengurangan secara berangsur-
angsur sejak dari tahap transfer akibat berbagai sebab. Secara umum ini dinyatakan sebagai “kehilangan prategang”.
Penentuan secara tepat besarnya semua kehilangan tersebut-khususnya yang bergantung pada waktu-sulit dilakukan karena kehilangan tersebut
bergantung pada berbagai faktor yang saling berkaitan. Metode-metode empiris untuk memperkiraan kehilangan berbeda-beda menurut peraturan atau
rekomendasi, seperti metode Prestressed Concrete Institute, cara komite gabungan ACI-ASCE, cara
lump-sum
ASSHTO, cara Comité Eurointernationale du Béton CEB, dan FIP Federation Internationale de la Précontrainte. Derajat kerumitan
masing-masing metode bergantung pada pendekatan yang dipilih dan catatan praktek yang telah diterima.
Perkiraan kehilangan yang sangat teliti tidak saja dihindari melainkan juga tidak dijamin karena adanya faktor-faktror yang saling berkaitan yang
mempengaruhi perkiraan tersebut. Dengan demikian, perkiraan
lump-sum
kehilangan lebih realistis, khususnya dalam desain rutin dan kondisi rata-rata
lainnya. Kehilangan
lump-sum
seperti dirangkum di dalam Tabel 2.3 yang dikutip dari AASHTO dan Tabel 2.4 yang dikutip dari PTI. Kehilangan yang
dicantumkan meliputi perpendekan elastis, relaksasi baja pratengan, rangkak dan susut, dan tabel tersebut berlaku hanya untuk kondisi pembebanan standar,
kondisi lingkungan, prosedur, konstruksi, kontrol kualitas dan beton normal, dan pentingnya serta besarnya system. Analisis lebih rinci harus dilakukan jika
kondisi-kondisi standar tidak terpenuhi.
Tabel 2.3 Kehilangan
lump-sum
dari AASHTO
Jenis baja pratengang
Kehilangan total
f
c
= 4000 psi 27,6 Nmm
2
f
c
= 5000 psi 34,5 Nmm
2
Strand
pratarik 45.000 psi 310 Nmm
2
Kawat atau
strand
pascatarik 32.000 psi 221 Nmm
2
33.000 psi 228 Nmm
2
Batang 22.000 psi 152 Nmm
2
23.000 psi 159 Nmm
2
Kehilangan karena gesekan tidak termasuk. Kehilangan seperti ini harus dihitung dengan mengikuti Subbab 6.5 spesifikasi AASHTO
Tabel 2.4 Perkiraan Kehilangan Prategang Untuk Pascatarik
Bahan tendon pascatarik Kehilangan prategang, psi
Slab Balok dan
joists
Strand
270K
stress-relieved
dan kawat 240K
stress-relieved
30.000 psi 207 Nmm
2
35.000 psi 241 Nmm
2
Batang 20.000 psi 138 Nmm
2
25.000 psi 172 Nmm
2
Strand
270K relaksasi rendah 15.000 psi 103 Nmm
2
20.000 psi 138 Nmm
2
Catatan: Tabel perkiraan kehilangan prategang dimaksudkan untuk memberikan basis industri pascatarik yang umum untuk menentukan persyaratan tendon di proyek-proyek di mana besar
kehilangan prategang tidak ditetapkan oleh perencana. Nilai-nilai kehilangan ini didasarkan atas penggunaan beton berbobot normal dan atas nilai rata-rata dari kuat beton, level prategang dan
kondisi pengeksposan. Nilai aktual kehilangan dapat sangat bervariasi di atats atau di bawah nilai
di tabel ini, jika beton mengalami tegangan pada kekuatan rendah, jika beton mengalami prategang tinggi, atau jika kondisi ekposnya sangat kering atau sangat basah. Nilai di tabel ini
tidak mencakup kehilangan akibat friksi.
Sumber:
Post-Tensioning Institute.
Rangkuman sumber-sumber untuk mendapatkan nilai kehilangan prategang dan tahapan terjadinya dicantumkan dalam Tabel 2.5, di mana subskrip
i
menunjukkan “awal” dan subskrip
j
menunjukkan taraf pembebanan sesudah pendongkrakan. Dari tabel ini, kehilangan total pratengang dapat dihitung untuk
komponen struktur pascatarik sebagai berikut: ∆
f
pT
= ∆
f
pA
+
∆
f
pF
+ ∆
f
pES
+ ∆
f
pR
+ ∆
f
pCR
+ ∆
f
pSH
2.8 Di mana ∆
f
pES
hanya berlaku apabila tendon didongkrak secara sekuensial, dan bukan secara simultan.
Dalam hal pascatarik, perhitungan kehilangan akibat relaksasi dimulai antara waktu transfer
t
1
= t
tr
dan akhir selang waktu
t
2
yang sedang ditinjau, jadi
f
pi
= f
pJ
- ∆
f
pA
-
∆
f
pF
2.9
Tabel 2.5 Jenis-jenis Kehilangan Prategang
Jenis kehilangan prategang
Tahap terjadinya Kehilangan tegangan tendon
Komponen struktur pratarik
Komponen struktur pascatarik
Selama selang waktu
t
i
, t
j
Total atau selama hidup
Perpendekan elastis beton
ES
Saat transfer Saat pendongkrakan
… ∆
f
pES
Relaksasi tendon
R
Sebelum dan sesudah transfer
Sesudah transfer ∆
f
pR
t
i
, t
j
∆
f
pR
Rangkak beton
CR
Sesudah transfer Sesudah transfer
∆
f
pC
t
i
, t
j
∆
f
pCR
Susut beton
SH
Sesudah transfer Sesudah transfer
∆
f
pS
t
i
, t
j
∆
f
pSH
Friksi
F
… Saat pendongkrakan
… ∆
f
pF
Kehilangan karena pengangkeran
A
… Saat transfer
… ∆
f
pA
Total Hidup
Hidup ∆
f
pT
t
i
, t
j
∆
f
pT
2.4.1 Perpendekan Elastis Beton
ES
Beton memendek pada saat gaya prategang bekerja padanya. Karena tendon yang melekat pada beton di sekitarnya secara simultan juga memendek,
maka tendon tersebut akan kehilangan sebagian dari gaya prategang yang dipikulnya.
Untuk elemen pascatarik, kehilangan akibat perpendekan elastis bervariasi dari nol jika semua tendon didongkrak secara simultan, hingga setengah dari nilai
yang dihitung pada kasus pratarik dengan beberapa pendongkrak sekuensial digunakan, seperti pendongkrakan dua tendin sekaligus. Jika
n
adalah banyaknya tendon atau pasangan tendon yang ditarik secara sekuensial, maka:
2.10 Yang mana
j
menunjukkan nomor operasi pendongkrakan. Perhatikan bahwa tendon yang ditarik terakhir tidak mengalami kehilangan akibat perpendekan
elastis, sedangkan tendon yang ditarik pertama mengalami banyak kehilangan yang maksimum.
2.4.2 Relaksasi Tegangan Baja
R
Tendon
stress-relieved
mengalami kehilangan pada gaya prategang sebagai akibat dari perpanjangan konstan terhadap waktu. Besar pengurangan
prategang bergantung tidak hanya pada durasi gaya prategang yang ditahan, melainkan juga pada rasio antara prategang awal dan kuat leleh baja pratengang
f
pi
f
py
. Kehilangan tegangan seperti ini disebut
relaksasi tegangan
. Peraturan ACI 318-99 membatasi tegangan tarik di tendon prategang sebagai berikut:
a Untuk tegangan akibat gaya pendongkrakan tendon,
f
pJ
=
0,94
f
py
, tetapi tidak lebih besar dari pada yang terkecil di antara 0,80
f
pu
dan nilai maksimum yang disarankan oleh pembuat tendon dan angker.
b Segera setelah transfer prategang,
f
pi
= 0,82
f
py
, tetapi tidak lebih besar dari pada 0,74
f
pu
.
c Pada tendon pascatarik, di pengakeran dan perangkai segera setelah
transfer gaya = 0,70
f
pu
. Nilai
f
py
dapat dihitung dari Batang prategang:
f
py
= 0,80
f
pu
Tendon
stress-relieved
,
f
py
= 0,85
f
pu
Tendon relaksasi rendah,
f
py
= 0,90
f
pu
Jika
f
pR
adalah tegangan prategang yang tersisa pada baja sesudah relaksasi, maka rumus berikut dapat digunakan untuk mendapatkan
f
pR
untuk baja
stress-relieved
: 2.11
Di dalam rumus tersebut,
t
dinyatakan dalam jam dan log
t
mempunyai basis 10,
f
pi
f
py
melebihi 0,55, dan
t = t
2
–
t
1
. Juga, untuk baja relaksasi rendah, penyebut di dalam suku log dalam persamaan tersebut dibagi dengan 45, bukan 10. Plot
persamaan 2.11 ditunjukkan dalam Gambar 2.6.
Gambar 2.8 Hubungan tegangan-relaksasi pada
stress-relieved strands
.
Pendekatan untuk suku log
t
2
– log
t
1
dalam Persamaan 2.11 dapat dilakukan sedemikian hingga log
t
= log
t
2
–
t
1
tanpa kehilangan ketelitian yang berari. Dalam hal ini, kehilangan karena relaksasi tegangan menjadi:
2.12 Di mana
f
pi
’ adalah tegangan awal di baja yang dialami elemen beton. Jika analisis kehilangan dengan cara langkah demi langkah dibutuhkan,
maka inkremen kehilangan pada suatu tahap dapat didefinisikan sebagai: 2.13
Di mana
t
1
adalah waktu pada awal suatu interval dan
t
2
adalah waktu di akhir interval, yang keduanya dihitung dari saat pendongkrakan.
2.4.3 Kehilangan yang Disebabkan oleh Rangkak
CR
Penelitian eksperimental yang dilakukan selama setengah abad yang lalu mengindikasikan bahwa aliran di material terjadi di sepanjang waktu apabila ada
beban atau tegangan. Deformasi atau aliran lateral akibat tegangan longitudinal disebut
rangkak creep
. Perlu ditekankan bahwa tegangan rangkak dan kehilangan tegangan hanya terjadi akibat beban yang
terus menerus
selama riwayat pembebanan suatu elemen struktural.
Deformasi atau regangan yang berasal dari perilaku yang bergantung pada waktu ini merupakan fungsi dari besarnya beban yang bekerja, lamanya, serta
sifat beton yang meliputi proporsi campurannya, kondisi perawatannya, umur elemen pada saat dibebani pertama kali, dan kondisi lingkungan. Karena
hubungan tegangan-regangan akibat rangkak pada dasarnya linier, maka regangan
rangkak
CR
dan rengangan elastis
EL
dapat dihubungkan linier sedemikan hingga koefisien rangkak
C
u
dapat didefinisikan sebagai:
2.14 Dengan demikian, koefisien rangkak pada waktu sembarang
t
dalam hari dapat didefinisikan sebagai:
2.15 Nilai
C
u
bervariasi di antara 2 dan 4 dengan rata-rata 2,35 untuk rangkak ultimit. Kehilangan prategang di komponen struktur prategang akibat rangkak
dapat didefinisikan untuk komponen struktur
bonded
. 2.16
Di mana
f
cs
adalah tegangan di beton pada level pusat berat tendon prategang. Pada umumnya, kehilangan ini merupakan fungsi dari tegangan di tendon pada
penampang yang sedang ditinjau. Pada komponen struktur pascatarik
nonbonded
, pada dasarnya kehilangan dapat dipandang seragam di sepanjang bentangnya.
Dengan demikian, nilai rata-rata untuk tegangan beton di antara titik-titik
angker dapat digunakan untuk menghitung rangkak di komponen struktur pascatarik.
Rumus komite ACI-ASCE untuk menghitung kehilangan akibat rangkak pada dasarnya sama dengan Persamaan 2.16
2.17 atau
2.18
Di mana
K
CR
= 2,0 untuk komponen struktur pratarik = 1,60 untuk komponen struktur pascatarik keduanya untuk beton
normal = tegangan di beton pada level pusat berat baja segera setelah
transfer = tegangan di beton pada level pusat berat baja akibat semua
beban mati tambahan yang bekerja setelah prategang diberikan
n
= rasio modulus Perhatikan bahwa
K
CR
harus dikurangi 20 persen untuk beton ringan.
2.4.4 Kehilangan yang Disebabkan oleh Susut
SH
Seperti halnya pada rangkak beton, besarnya susut beton dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktro tersebut meliputi proporsi campuran, tipe agregat,
tipe semen, waktu perawatan, waktu antara akhir perawatan eksternal dan pemberian prategang, ukuran komponen struktur dan kondisi lingkungan. Ukuran
dan betuk komponen struktur juga mempengaruhi susut. Kira-kira 80 persen dari susut terjadi pada tahun pertama. Nilai rata-rata regangan susut ultimit pada beton
yang dirawat basah maupun yang dirawat uap dilaporkan sebesar 780 x 10
-6
in.in. di dalam ACI 209 R-92 Report. Nilai rata-rata ini dipengaruhi oleh panjang
perawatan basah awal, kelembaban relative sekitar, rasio volume-permukaan, temperatur dan komposisi beton. Untuk memperhitungkan pengaruh-pengaruh
tersebut, nilai rata-rata regangan susut harus dikalikan dengan faktor koreksi
SH
sebagai berikut
SH
= 780 x 10
-6
SH
2.19
Komponen-komponen dari
SH
adalah faktor-faktor untuk berbagai kondisi lingkungan dan ditabulasikan di dalam ACI Commiittee Report R435-95,
subbab 2. Untuk kondisi standar, Prestressed Concrete Institute menetapkan nilai
rata-rata untuk regangan susut ultimit nominal
SH u
= 820 x 10
-6
in.in. mmmm. jika
SH
adalah regangan susut sesudah menyesuaikan untuk kelembaban relative pada rasio volume-permukaan VS, kehilangan prategang
pada komponen struktur pratarik adalah: ∆
f
pSH
=
SH
x
E
ps
2.20 Untuk komponen struktur pascatarik, kehilangan prategang akibat susut agak
lebih kecil karena sebagian susut telah terjadi sebelum pemberian pascatarik. Jika kelembaban relatif diambil sebagai nilai persen dan efek rasio VS ditinjau, rumus
umum Prestressed Concrete Institute untuk menghitung kehilangan prategang akibat susut menjadi
2.21 Di mana
K
SH
= 1,0 untuk komponen struktur pratarik. Tabel 2.6 memberikan nilai
K
SH
untuk komponen struktur pascatarik. Tabel 2.6 Nilai
K
SH
untuk Komponen Struktur Pascatarik
Waktu dari akhir perawatan
basah hingga pemberian
prategang, hari
1 3
5 7
10 20
30 60
K
SH
0,92 0,85
0,80 0,77
0,73 0,64
0,58 0,45
Sumber:
Perstressed Concrete Institute
Penyesuaian kehilangan susut untuk kondisi standar sebagai fungsi dari waktu
t
dalam hari sesudah 7 hari untuk perawatan basah dan 3 hari untuk perawatan uap dapat diperoleh dari rumus-rumus berikut
a Perawatan basah, sesudah 7 hari
2.22 Di mana
SH u
adalah regangan susut ulitimit,
t
= waktu dalam hari sesudah susut ditinjau.
b Perawatan uap, sesudah 1 sampai 3 hari
2.23 Perlu diperhatikan bahwa memisahkan perhitungan rangkak tersebut
merupakan hal yang lazim dilakukan di dalam praktek. Juga, variasi secara signifikan terjadi di dalam nilai susut dan rangkak akibat variasi dalam besarn
komponen material dari berbagai sumber, meskipun produknya adalah yang diproduksi di lapangan, seperti balok pratarik. Jadi, disarankan untuk
mendapatkan informasi dari pengujian aktaul, khususnya pada produk-produk manufaktur, kasus-kasus rasio bentantinggi besar danatau pembebanan sangat
besar.
2.4.5 Kehilangan yang Disebabkan Friksi
F
Kehilangan prategang terjadi pada komponen struktur pascatarik akibat adanya gesekan antara tendon dan beton di sekelilingnya. Besarnya kehilangan ini
merupakan fungsi dari alinyemen tendon, yang disebut
efek kelengkungan
, dan deviasi local di dalam alinyemen tendon, yang disebut
efek “wobble”. Besarnya koefisien kehilangan sering dihitung dengan teliti dalam menyiapkan gambar
kerja dengan memvariasikan tipe tendon dan ketepatan alinyemen saluran. Efek
kelengkungan dapat ditetapkan terlebih dahulu, sedangkan efek
wobble
merupakan hasil dari penyimpangan alinyemen yang tak sengaja atau yang tak dapat dihindari, karena saluran tidak dapat secara sempurna diletakkan.
Perlu diperhatikan bahwa kehilangan tegangan friksional maksimum terjadi di ujung balok jika pendongkrakan dilakukan dari satu ujung. Dengan
demikian, kehilangan akibat adanya gesekan bervariasi secara linier di sepanjang bentang balok dan dapat diinterpolasikan untuk lokasi tertentu jika dikehendaki
perhitungan yang lebih teliti.
Efek Kelengkungan
Pada saat tendon ditarik dengan gaya
F
1
di ujung pendongkrakan, tendon tersebut mengalami gesekan dengan saluran di sekitarnya sedemikian hingga tegangan di
tendon akan bervariasi dari bidang pendongkrakan ke jarak
L
di sepanjang bentang seperti terlihat dalam Gambar 2.9. jika panjang tendon yang sangat kecil
dibuta sebagai diagram benda bebas seperti terlihat dalam Gambar 2.10, maka dengan mengasumsikan bahwa
adalah koefisien gesekan antara tendon dan salurannya akibat efek kelengkungan, maka
dF
1
= -
F
1
dα atau
2.24 Dengan mengintergrasikan kedua sisi persamaan di atas
Log
e
F
1
= -
α 2.25a
Jika α =
LR
, maka
F
2
= F
1
e
-
α
= F
1
e
-
LR
2.25b
Gambar 2.9 Distribusi tegangan akibat gaya gesekan di tendon
Gambar 2.10 Kehilangan akibat friksi kelengkungan. a Alinyemen tendon. b Gaya-gaya di segmen yang amat kecil di mana
F
1
ada di ujung pendongkrakan. c Poligon gaya dengan mengasumsikan bahwa
F
1
=
F
2
di segmen kecil dalam b.
Efek
Wobble
Misalkan bahwa
K
adalah koefisien gesek antar tendon dan beton di sekitarnya akibat efek
wobble
atau efek panjang. Kehilangan gesekan yang diakibatkan oleh ketidaksempurnaan dalam alinyemen di seluruh panjang tendon, tak perduli
apakah alinyemennya lurus atau
draped
. Kemudian, dengan menggunakan
prinsip-prinsip yang sama dengan yang telah digunakan dalam menurunkan Persamaan 2.25,
Log
e
F
1
= -KL
2.26 atau
F
2
= F
1
e
-KL
2.27 Dengan menggabungkan efek
wobble
dengan efek kelengungan, maka
F
2
= F
1
e
-
α
-KL
Atau, jika dinyatakan dalam tegangan,
f
2
= f
1
e
-
α
-KL
2.28 Jadi, kehilangan tegangan ∆
f
pF
akibat gesekan dapat dinyatakan dengan ∆
f
pF
= f
1
– f
2
=
1 -
e
-
α
-KL
2.29 Dengan mengasumsikan bahwa gaya prategang antara bagian awal dari porsi yang
melengkung dan ujungnya kecil kira-kira 15 persen, maka adalah cukup akurat untuk menggunkan tarik awal untuk seluruh kelengkungan dalam Persamaan 2.29.
Jadi, Persamaan 2.29 dapat disederhanakan menjadi ∆
f
pF
= -
f
1
α +
KL
2.30 Di mana
L
dinyatakan dalam feet. Karena rasio tinggi balok terhadap bentangnya kecil, maka panjang
proyeksi tendaon dapat digunakan untuk menghitung α. Dengan mengasumsikan bahwa kelengkungan tendon sesuai dengan busur lingkaran, maka sudut pusat α di
sepanjang segmen yang melengkung di dalam Gambar 2.11 besarnya dua kali kemiringan di ujung segmen. Jadi,
Jika
y
½
m
dan α2 = 4
y x
maka α = 8
y x
radian 2.31
Tabel 2.7 memberikan nilai-nilai desain untuk koefisien gesek kelengkungan
dan koefisien gesek panjang atau
wobble K
yang dikutip dari ACI 318 Commentary.
Gambar 2.11 Evaluasi pendekatan sudut pusat tendon.
Tabel 2.7 Koefisien Gesek Kelengkungan dan
Wobble
Jenis Tendon Koefisien
wobble
, K per foot
Koefisien kelengkungan,
Tendon di selubung metal fleksibel Tendon kawat
0,0010-0,0015 0,15-0,25
Strand
7 kawat 0,0005-0,0020
0,15-0,25 Batang mutu tinggi
0,0001-0,0006 0,08-0,30
Tendon di saluran metal yang rigid
Strand
7 kawat 0,0002
0,15-0,25 Tendon yang dilapisi
mastic
Tendon kawat dan
Strand
7 kawat 0,0010-0,0020
0,05-0,15 Tendon yang dilumasi dahulu
Tendon kawat dan
Strand
7 kawat 0,0003-0,0020
0,05-0,15
Sumber:
Prestressed Concrete Institute
2.4.6 Kehilangan Karena Dudukan Angker
A
Kehilangan karena dudukan angker pada komponen struktur pascatarik diakibatkan adanya blok-blok pada angker pada saat gaya pendongkrakan
ditransfer ke angker. Kehilangan ini juga terjadi pada landasan cetakan prategang pada komponen struktur pratarik akibat dilakukannya penyesuaian pada saat gaya
prategang ditransfer ke landasan. Cara mudah untuk mengatasi kehilangan ini adalah dengan memberikan kelebihan tegangan. Pada umumnya besarnya
kehilangan karena dudukan angker bervariasi antara ¼ in dan 38 in. 6,35 mm dan 9,53 mm untuk angker dengan dua blok. Besar pemberian kelebihan
tegangan yang dibutuhkan bergantung pada system pengangkeran yang digunakan karena system mempunyai kebutuhan penyesuaian sendiri-sendiri, dan
pembuatnya diharapkan mensuplai data mengenai gelincir yang dapat terjadi akibat p
enyesuaian angker. Jika ∆
A
adalah besar gelincir,
L
adalah panjang tendon, dan
E
ps
adalah modulus kawat prategang, maka kehilangan prategang akibat gelincir angker menjadi
2.32
2.4.7 Perubahan Prategang Akibat Lentur Pada Suatu Komponen Struktur D
f
Pb
Pada saat melentur akibat prategang atau beban eksternal, suatu balok menjadi cembung atau cekung bergantung pada bebanya, seperti terlihat dalam Gambar
2.12. apabila regangan tekan satuan di beton sepanjang level tendon adalah
c
, maka perubahan prategang di baja yang berkaitan dengan itu adalah
∆
f
pB
=
c
E
ps
Di mana
E
s
adalah modulus elastisitas baja. Perhatikan bahwa kehilangan akibat lentur tidak perlu diperhitungkan jika level tegangan prategang diukur sesudah
suatu balok melentur, sebagaimana yang biasa terjadi.
Gambar 2.12 Perubahan pada bentuk longitudinal balok. a Akibat pemberian prategang. b Akibat beban eksternal.
2.4.8 Kehilangan Total Untuk Desain
Di dalam desain batang beton prategang sudah menjadi kebiasaan untuk mengasumsikan kehilangan tegangan total sebagai persentase dari tegangan awal
serta memasukkannya dalam perhitungan desain. Oleh karena kehilangan prategang tergantung dari beberapa faktor, seperti misalnya sifat-sifat beton dan
baja, metode perawatan, tingkat prategang, serta metode pemberian prategang, adalah sulit untuk menyama-ratakan jumlah kehilangan prategang total yang pasti.
Namun, nilai-nilai yang khas dari kehilangan tegangan total yang dapat dijumpai dalam kondisi-kondisi kerja normal sebagai yang dianjurkan oleh T. Y. Lin
seperti terlihat dalam Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Persentase Kehilangan Tegangan yang dianjurkan oleh T.Y. Lin
Tipe kehilangan Persentase kehilangan tegangan
Pratarik Pascatarik
Perpendekan elastis
dan lenturan beton
3 1
Rangkak beton
6 5
Susut beton 7
6
Rangkak pada baja 2
3
Jumlah 18
15
Dalam rekomendasi ini dianggap bahwa telah dilakukan pemberian tegangan berlebihan secara sementara untuk mengurangi relaksasi, dan untuk
mengimbangi kehilangan-kehilangan gesekan dan angkur. Kalau
f
pe
=
tegangan efektif pada tendon setelah kehilangan
f
pi
= tegangan pada tendon pada saat transfer η = faktor reduksi untuk kehilangan prategang
Nilai-nilai η pada umumnya diambil sama dengan 0,85 untuk batang pratarik dan
0,80 untuk pascatarik.
2.5 SISTEM LANTAI BETON PRATEGANG DUA-ARAH 2.5.1 Tinjauan Metode