Pengembangan Sistem Pembelajaran Konstruktivistik Berbasis Teknologi Sesuai Dengan Gaya Belajar Peserta Didik

The Progressive and Fun Education Seminar

PENGEMBANGAN SISTEM PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK BERBASIS
TEKNOLOGI SESUAI DENGAN GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK
Hernawan Sulistyanto, Irma Yuliana
Prodi Pendidikan Teknik Informatika
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Hernawan.Sulistyanto@ums.ac.id

ABSTRACT: The learner can be possible to have different learning purposes, which is not the same
background, the level of knowledge which is not parallel, competence varies, as well as learning
styles are not similar. Therefore, a learning system tailored to the learning styles of learners is very
worthy to be realized so that learners acquire material with different presentation models according
to the needs and suitability in learning. A system assisted learning computer technology should be
designed to give freedom to the learners in constructing active knowledge possessed by an adaptive
process of organizing learning experiences based on Information Retrieval System (IRS) to increase
interaction with the environment. The performance of the system can be tested by using black-box
testing methods and alpha-beta on the each module of the system. Meanwhile a class action and a
survey method employed to identify the direct impact of the uptake of material by learners. Based
on a series of transient analysis can be drawn a hypothesis that the use of technology on learning
tailored to the learning styles of learners will provide indications of a significant increase in the

mastery and understanding of the learning material and the strengthening of experience both within
the formal and non-formal.
Keywords: learning styles, constructivist learning, IR technology

ABSTRAK: Para peserta didik dapat dimungkinkan mempunyai maksud belajar yang berbeda, latar
belakang yang tidak sama, tingkat pengetahuan yang tidak sejajar, kompetensi yang bervariasi, serta
gaya belajar yang tidak serupa. Oleh karena itu sebuah sistem pembelajaran yang disesuaikan
dengan gaya belajar peserta didik sangat layak untuk diwujudkan sehingga para peserta didik
memperoleh materi dengan model penyajian yang berbeda sesuai dengan kebutuhan dan
kecocokannya dalam belajar. Sebuah sistem pembelajaran berbantuan teknologi komputer perlu
didesain untuk memberikan kebebasan kepada peserta didik dalam membangun secara aktif
pengetahuan yang dimilikinya melalui suatu proses adaptif pengorganisasian pengalaman belajar
berbasis sistem temu kembali informsi (Information Retrieval System) disingkat IRS dengan model
tanya-jawab untuk menambah interaksi dengan lingkungannya. Unjuk kerja sistem dapat diujikan
dengan menggunakan metode pengujian black-box dan alpha-beta pada setiap modul sistem.
Sementara itu tindakan kelas dan survey untuk mengidentifikasi dampak langsung dari sistem
pembelajaran berbantuan teknologi pembelajaran tanya jawab terhadap serapan materi oleh peserta
didik. Berdasarkan pada serangkaian analisis sementara dapat ditarik suatu hipotesis bahwa
penggunaan teknologi pada pembelajaran yang disesuaikan dengan gaya belajar peserta didik akan
memberikan indikasi adanya peningkatan yang signifikan dalam penguasaan dan pemahaman

materi belajar serta penguatan pengalaman baik dalam lingkungan formal maupun non-formal.
Kata kunci: gaya belajar, pembelajaran konstruktivistik, teknologi IR

PENDAHULUAN
Pada
paradigma
konstruktivistik
dinyatakan bahwa belajar bukanlah sekedar
kegiatan memindahkan pengetahuan dari
pembelajar (learner ) kepada peserta didik
(student), melainkan suatu kegiatan yang
memungkinkan peserta didik membangun
sendiri pengetahuannya (Yamin, 2012).
Sehingga dalam pendekatan ini mind tidak

berfungsi sebagai alat penjiplak struktur
pengetahuan melainkan sebagai alat untuk
interprestasi informasi yang diterima sehingga
muncul makna yang unik. Dengan demikian
menurut konstruktivism informasi pengetahuan

yang dimiliki oleh seseorang merupakan hasil
yang dibangun (dikonstruksi) secara aktif oleh
dan dalam diri subjek belajar yang disebut
dengan peserta didik, bukan secara pasif diterima
75

ISBN: 978-602-361-045-7

dari
lingkungannya.
Salah
satu
cara
mengkonstruksi pengetahuan yang dimiliki oleh
peserta didik adalah dengan menghadirkan
teknologi dalam kegiatan pembelajaran yang
sedang mereka alami. Perkembangan yang cepat
dari teknologi telah mengakibatkan terjadinya
pergesarn yang signifikan dalam hal bagaimana,
kapan, dan dimana manusia dapat beraktivitas.

Implementasi teknologi pada bidang pendidikan
seyogyanya distrukturisasi agar dapat secara
efektif menghantarkan peserta didik menghadapi
abad ke-21. Masa sekarang ini anak usia sekolah
sedang tumbuh seiring dalam pertumbuhan
media teknologi yang tersebar dimana-mana
(ubiquitos technology) dan saling terkoneksi.
Tantangan yang muncul akibat kemajuan dan
perubahan
teknologi
telah
mengubah
karakteristik masyarakat secara significant,
seperti misalnya model pembelajaran suatu
pengetahuan yang dulunya biasa disampaikan
dalam ruang kelas nampaknya tidak akan tampak
lagi cocok bagi keberhasilan pendidikan di era
teknologi seperti saat ini. Lebih jauh lagi, dekade
sekarang ini peserta didik tidak hanya
membutuhkan pemikiran dari pembelajar

mengenai apa yang perlu mereka pelajari, tetapi
juga bagaimana dan kapan mereka dapat belajar.
Realitas yang harus dipertimbangkan adalah
peserta didik saat ini sedang tumbuh dengan
laptop, tablet, ponsel, dan mereka mengharapkan
untuk dapat menggunakan teknologi ini di dalam
pembelajaran
(Laurilard,2014).
Teknologi
komputer telah berhasil diaplikasikan dengan
baik dalam pembelajaran dan penilaiannya.
Teknologi jenis ini dipercaya sebagai tool yang
powerfull bagi perubahan dan reformasi
pendidikan. Sejumlah penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa ketepatan
penggunaan perangkat teknologi dalam
pembelajaran dapat meningkatkan kualitas
pendidikan
dengan
menghubungkan

pembelajaran ke situasi kehidupan nyata
(Fu,2013). Skill penguasaan teknologi kelak
akan menjadi prasyarat bagi pembelajar dimasa
depan.
Melalui
teknologi
komputer,
pembelajaran dapat terjadi kapan saja dan
dimana saja (Blazer, 2008). Materi pelajaran
online misalnya, dapat diakses dalam 24 jam,
tujuh hari, dalam seminggu. Demikian pula
adanya kelas telekonferens telah memungkinkan
baik pembelajar dan peserta didik dapat
berinteraksi secara mudah dan menyenangkan.
76

Berbasis pada teknologi pula pembelajaran tidak
bergantung pada metari cetak kertas semata
karena beragam sumber pembelajaran dapat
diperoleh dimana dan darimana saja.

Penelitian yang telah ada saat ini
mengindikasikan bahwa teknologi membantu
dalam pengalihragaman sebuah lingkungan
pengajaran menjadi berpusat pada peserta didik
(learned-centered) (McClarty, 2012). Sejak
peserta didik terlibat secara langsung dalam
proses pembelajaran, mereka mendapatkan
kepercayaan diri yang tinggi dalam pembuatan
keputusan dan perencanaan (Elston, 2013). Area
lain yang juga menjanjikan kearah penggunaan
teknologi
dalam
pembelajaran
adalah
penggunaan teknologi realitas tertambahkan
(augmented reality) disingkat AR. Naismith
(2008) melaporkan bahwa AR dan pembelajaran
berbasis game akan mempertinggi kemampuan
penalaran secara luas. Pendidikan berbasis game
akan menguatkan skill yang penting untuk

pekerjaan mendatang seperti kolaboratif,
pemecahan masalah, dan komunikasi. Pada
penelitian Laurilard (2014) dan McClarty (2012)
disampaikan bahwa ternyata banyak sekali skill
yang diperlukan ketika ingin keberhasilan dalam
bermain game, seperti pemikiran, perencanan,
pembelajaran, dan teknikal skill.
Berdasarkan pada beberapa penelitian
yang telah dilakukan dibeberapa topik teknologi
pembelajaran maka pada masa kini masih
terbuka
peluang
pula
untuk
mengimplementasikan bentuk teknologi lain
dengan variasi topik yang berbeda yaitu
menggunakan teknologi IR dengan tanya-jawab
berbahasa Indonesia.
PENDEKATAN DESAIN SISTEM
Kemampuan dan intelektualitas peserta

didik
akan berkembang ketika individu
menghadapi
pengalaman
baru
dan
membingungkan serta ketika mereka berusaha
mengatasi diskrepansi yang ditimbulkan oleh
pengalaman-pengalaman.
Dalam
usaha
menemukan
pemahaman
itu
individu
menghubungkan pengetahuan baru dengan
pengetahuan sebelumnya dan mengkonstruksi
makna baru (Piaget dalam Yamin (2012)).
Konsep konstruktivism dikembangkan oleh
Piaget dan Vygotsky (1970) (dalam Yamin

(2012)) yang dijadikan sandaran pendidikan
pada abad XXI. Hipotesis yang menjadi asas

The Progressive and Fun Education Seminar

dalam konstruktivistik yaitu :1) pengetahuan
yang dimiliki seseorang merupakan hasil yang
dibangun (dikonstruksi) secara aktif oleh dan
dalam diri subyek belajar, bukan diterima secara
pasif dari lingkungan belajarnya; 2) pemahaman
terhadap pengetahuan merupakan suatu proses
adaptif (penyesuaian) yang dilakukan subyek
pebelajar dalam mengorganisasikan pengalaman
pebelajar dalam interaksi dengan lingkungannya,
bukan menemukan sesuatu di luar dirinya.
Dengan demikian dalam komstruktivistik si
pebelajar dapat memiliki pemahaman yang
berbeda
terhadap
pengetahuan

yang
dipelajarinya oleh karena belajar merupakan
pemaknaan pengetahuan dan kendali kebebasan
pembelajaran dipegang oleh pihak pebelajar
bukan pembelajar. Paradigma konstruktivistik
melahirkan prinsip reflection in action yang
menyebutkan bahwa belajar berawal dari
pengalaman nyata yang dialami pebelajar dan
selanjutnya pengalaman tersebut direfleksikan
secara individu dengan cara memahami apa yang
terjadi serta apa yang dialami. Refleksi ini akan
menjadi dasar proses konseptualisasi di dalam
memahami dan mengaplikasikan pengalaman
yang didapat pada situasi dan konteks yang lain.
Pembelajar konstruktivistik tidak akan pernah
membenarkan ajarannya dengan mengklaim
bahwa “ini satu-satunya yang benar”. Pada sisi
lain pembelajar perlu untuk menciptakan suasana
yang membuat peserta didik antusias terhadap
persoalan yang ada sehingga peserta didik mau
mencoba memecahkannya. Pembelajar perlu
untuk mengaktifkan dan membiarkan peserta
didik
menemukan
cara
yang
paling
menyenangkan dalam pemecahan persoalan.
Tidaklah tepat apabila pembelajar mengharuskan
peserta didik untuk menggunakan cara tertentu
karena kadangkala peserta didik mengambil
jalan yang tidak disangka atau cara yang tidak
konvensional untuk memecahkan persoalan
tertentu. Prinsip dasar dalam kontruktivism
adalah peserta didik membangun interpretasi
dirinya terhadap dunia nyata melalui
pengalaman-pengalaman baru dan interaksi
sosial, pengetahuan yang telah melekat dapat
digunakan untuk memahami realita, fleksibel
dalam menggunkana pengetahuan, dan meyakini
adanya berbagai cara (beragam perspektif) untuk
menstruktur dunia dan mengisinya. Berdasarkan
prinsip tersebut maka tujuan pembelajaran
berasaskan konstruktivism yaitu :1) membangun

penafsiran diri terhadap dunia nyata melalui
pengalaman-pengalaman dan interaksi; 2) belajar
merupakan proses aktif dalam membangun
pengetahuan; 3) pengajaran adalah satu proses
membangun
pengetahuan
dan
mengkomunikasikan pengetahuan; 4) belajar
struktur bukan merupakan suatu tugas, tetapi
meminta peserta didik mempergunakan piranti
secara actual dalam situasi dunia nyata; 5) fokus
pembelajaran bukan pada hasil tetapi pada
proses; 6) peran pembelajar sebagai seorang
mentor dan bukan seorang tukang cerita.
Terdapat beberapa definisi mengenai
gaya-gaya belajar (learning styles). Menurut
Bennet (1979), gaya belajar adalah sebuah cara
yang paling disukai oleh seorang peserta didik
dalam melakukan pembelajaran. James dan
Blank (1993) mendifinisikan gaya belajar
sebagai sebuah metode yang rumit dalam mana
peserta didik merasa paling efisien dan paling
efektif dalam melaksanakan proses, menyimpan
dan mendapatkan kembali sesuatu yang mereka
sedang
pelajari.
McLoughin
(1999)
menyimpulkan istilah gaya belajar sebagai
pengadopsian sebuah mode yang bersifat tipikal
dan berbeda dari setiap peserta didik dalam
pembelajaran. Honey & Mumford (1992)
mendefinisikan
gaya
belajar
sebagai
kecakapan/kemampuan dan perilaku yang
menentukan cara-cara yang lebih disenangi oleh
peserta didik dalam proses pembelajaran. Gaya
belajar mempengaruhi efektifitas dari pelatihan
(training), apakah pelatihan itu tersedia secara
on-line atau dalam cara-cara yang lebih
tradisional (Benham (2002)). Menurut Riding
dan Cheema (1991), gaya belajar dapat
diklasifikasikan sebagai wholist-analytical dan
verbaliser-imager .
Wholist-analytical
menggambarkan bagaimana individu mengolah
informasi. Wholist lebih menyukai untuk
mempelajari materi secara global. Sementara
analyst adalah lebih menyerupai pada
pengolahan informasi dalam cara yang detail.
Verbaliser-imager menggambarkan bagaimana
individu mengekspresikan informasi. Verbaliser
lebih menyukai untuk menyajikan informasi
dalam bentuk kata-kata, sementara imager
cenderung untuk menyajikan informasi dalam
bentuk piktorial. Pask (1988) menyebutkan
wholist-analytical
sebagai
holist-serialist.
Menurut Park, wholists lebih menyukai untuk
memulai belajar dengan pandangan terhadap
77

ISBN: 978-602-361-045-7

materi dan kemudian baru diolah terhadap detaildetailnya. Sementara serialists cenderung untuk
mengikuti langkah demi langkah instruksi.
Menurut Felder, dkk (1988), wholist dan serialist
dikenal sebagai global dan sequensial, sementara
verbaliser dan imager dikenal sebagai verbal dan
visual. Sequential learners cenderung untuk
belajar dalam step linear yang mengikuti bagian
step by step. Global learners lebih menyukai
untuk belajar dalam lompatan-lompatan besar.
Menurut Sarasin (1999) paling banyak pebelajar
dapat dikategorikan sebagai visual, auditory, dan
kinesthetic learners bergantung pada bagaimana
mereka lebih menyukai untuk menerima dan
mengolahinformasi. Visual learners dapat beajar
dengan efektif ketika mereka melihat materi.
Auditory learners suka untuk mendengarkan
materi, sementara kinesthetic learners adalah
yang belajar terbik dengan mengerjakan. Ketiga
kategori ini dkenal sebagai gaya pembelajaran
VAK.
Gaya
pembelajaran
VAK
menghubungkan pada kanal pengamatan
manusia, yaitu penglihatan (vision), pendengaran
(hearing), dan perasaan (feeling). Hal ini
menganjurkan bahwa learner dapat dibagi
kedalam salah satu dari tiga gaya pembelajaran
yang disukai, yaitu visual, auditory, atau
kinesthetic. Auditory learners lebih menyukai
untuk
menyerap
informasi
dengan
mendengarkan. Mereka belajar terbaik dari
mendengarkan ada kuliah, partisipasi dalam
diskusi dan pembicaraan sesuatu. Ketika mereka
memanggil kembali informasi, mereka akan
mengingat cara mereka mendengarkannya.
Visual learners belajar terbaik ketika informasi
disajikan dalam gambar-gambar, tabel-tabel,
chart-chart, peta-peta atau diagram-diagram.
Melihat dan membaca adalah aktifitas penting
bagi visual learners.
Kinesthetic learners belajar terbaik
melalui merasakan dan mengerjakan. Mereka
lebih menyenangi aktivitas laboratorium atau
perjalanan lapanan daripada kuliah dalam kelas.
Mereka suka untuk terlibat dengan pengalamanpenglaman secara fisik, seperti sentuhan,
merasakan, memegang, melakukan, dan
pengalaman-pengalama yang berkaitan dengan
tangan secara praktek. Setiap gaya model
pembelajaran memiliki perangkat (instrument)
tersendiri untuk pengukuran learners yang
biasanya dalam bentuk kuisioner. Kuisioner
menyediakan beberapa pertanyaan mengenai
78

personalitas learner, kemampuann dan perilaku.
Pada penelitian ini gaya pembelajaran VAK akan
dikombinasikan dengan gaya pembelajaran
Felder yang berupa gaya pembelajaran global
dan sekuensial.
Kuisioner meliputi indikator-indikator
untuk mengukur gaya pembelajaran yang disukai
learner dari visual, auditory, atau kinesthetic dan
global atau sekuensial. Berdasarkan pada skor
yang learners peroleh, mereka dapat
diklasifikasikan kedalam salah satu dari kategori
mode pembelajaran (learning mode) berikut:
- Global-visual
- Global-auditory
- Global-kinesthetic
- Sekuensial-visual
- Sekuensial-auditory
- Sekuensial-kinesthetic
Ide dasar sistem pembelajaran tanyajawab (QALS) berasal dari konsep sistem
hipermedia dan sistem pemandu pembelajaran
yang mampu menyajikan materi belajar kepada
para peserta didik melalui mekanisme temu
kembali informasi (Information Retrieval,
disingkat IR) dari suatu sumber daya yang telah
dimiliki dalam basis datanya atau pun dapat
diperluas ke sumber daya lain yang tersedia
secara on-line di internet. Guna menunjang
kemudahan dalam berinteraksi dengan peserta
didik maka QALS perlu menerapkan model
masukan dengan berdasarkan pada pengolahan
bahasa alami (Natural Language Procesing),
sebagai sebutan bagi pengolahan bahasa yang
biasa dipakai sehari-hari. Perbedaan mendasar
antara sistem pencarian informasi yang telah ada
umumnya, seperti mesin pencarian (search
engine) Google, dengan QALS adalah pada
mesin pencarian yang umum akan mencari,
menemukan selanjutnya menampilkan seluruh
hasil dokumen yang relevan dengan kata kunci
(keyword) yang diberikan. Sampai fase ini
pengguna (user ) masih diharuskan untuk
memilah-milah
sendiri
sebuah
informasi/dokumen yang benar-benar memang
dibutuhkan saja (Walke, 2013) dan (We, 2012).
QALS sebagai sebuah sistem pencarian yang juga
berkonsep IR hanya akan menyajikan sebuah
jawaban singkat dan tepat yang memang
diharapkan
dari
sebuah
kalimat
pertanyaan/pernyataan
dalam
masukan
sistemnya.

The Progressive and Fun Education Seminar

Tugas dasar dari sistem pembelajaran
tanya-jawab (QALS) adalah untuk memperoleh
kembali informasi sebagai sebuah jawaban yang
tepat dan benar dari sekumpulan dokumendokumen (sebagai sumber belajar) terhadap
sebuah pertanyaan yang diberikan dalam bahasa
Pertanyaan

sehari-hari. QALS mengadopsi secara alamiah
model kerja sistem tanya-jawab yang terdiri atas
empat modul utama, yaitu analisa pertanyaan,
temu kembali dokumen, analisa dokumen, dan
pemilihan jawaban sebagaimana ditanjukkan
pada Gambar 1 berikut.

Analisa
pertanyaa
n

Sumber
jawaban

INTERNET

Retrieval
dokumen

Analisa
dokumen

Jawaban

Pemilhan
jawaban

Gambar 1. Sistem IR dengan model tanya-jawab
PEMBAHASAN DAN DISKUSI
Pada dekade saat ini teknologi komputer
telah menjadi sebuah alat (tool) yang lebih
dominan untuk digunakan dalam berbagi
informasi dan pengetahuan. Mulai dari teknologi
berbasis web, kendali sampai game telah banyak
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di segala
bidang termasuk dalam pembelajaran. Teknologi
pembelajaran berbasis web yang saat ini dikenal
dengan pembelajaran elektronik (electronic
learning, disingkat e-learning) adalah salah satu
contoh aplikasi teknologi komputer khususnya
internet yang populer digunakan untuk
memfasilitasi penyediaan lingkungan dan media
pembelajaran secara elektronik. E-learning
sebagai instruksi berbasis web (web-based
instruction)
merupakan
sebuah aplikasi
instruksional
berbasis
hipermedia
yang
menggunakan atribut-atribut dan sumberdaya
web untuk menyediakan sebuah lingkungan
pembelajaran yang relevan (Khan, 1997). Selain
e-learning terdapat pula bentuk media elektronik
lain yang sudah bayak digunakan sebagi alat
bantu dalam pembelajaran, yaitu dikenal dengan
aplikasi game pendidikan (educational game)
atau sering disebut game edukasi. Game
menawarkan sebuah struktur unik untuk

melengkapi strategi
pengajaran tradisional
menjadi lebih inovatif dan menyediakan
keragaman dalam metode pengajaran. Games
membuat konsep pembelajaran lebih sesuai bagi
peserta didik dan memfasilitasi pembelajar
sebuah platform bagi pemikiran yang kreatif
(McClarty, 2012). Berdasarkan pada beberapa
hasil penelitian terdapat kesimpulan bahwa game
mempunyai peran dalam membangun karakter
peserta didik.
Meskipun saat ini e-learning sedang
menjadi sebuah trend teknologi dalam
pelaksanaan pembelajaran formal, namun
sayangnya teknologi e-learning ini umumnya
menyajikan materi yang sama untuk semua
peserta didik tanpa mempertimbangkan
perbedaan-perbedaan secara individual/personal.
Pada mayoritas pelajaran yang berbasis web
(web-based course, disingkat WBC), materi yang
disajikan hanya sesuai bagi peserta didik yang
homogen dan mempunyai motivasi belajar yang
tinggi. Ketika WBC ini digunakan oleh peserta
didik yang beragam maka akan menimbulkan
sebuah permasalahan. Para peserta didik dapat
dimungkinkan mempunyai maksud belajar yang
berbeda, latar belakang yang tidak sama, tingkat
pengetahuan yang tidak setingkat, kompetensi
79

ISBN: 978-602-361-045-7

yang bervariasi, serta gaya belajar yang tidak
serupa. Sehingga WBC yang dirancang untuk
kelompok peserta didik tertentu menjadi tidak
cocok untuk digunakan oleh kelompok peserta
didik yang lain. Hal ini tidak beda halnya dengan
perangkat pembelajaran elektronik yang
berbasiskan permainan (game-based education).
Homogenitas cara penyajian dalam game
edukasi, seperti misalkan gamer harus mengikuti
tahapan tingkat (level) demi tingkat dalam
permainan dan harus menuntaskan setiap tingkat
permainan secara lengkap, bagi sekelompok
orang akan merasakan citra yang monoton dan
membosankan. Materi yang tersaji dalam game
edukasi juga kurang real sebagai pengetahuan
formal dan pengalaman apalagi sebagai materi
pelajaran formal sehingga hanya
sesuai
digunakan oleh kelompok peserta didik tertentu
saja.
Sebuah sistem pembelajaran tanyajawab (Question Answering Learning System,
disingkat QALS) diharapkan dapat menjawab
permasalahan di atas melalui pemodifikasian
penyajian materi sesuai dengan gaya belajar
setiap peserta didik. Ide dasar sistem
pembelajaran tanya-jawab (QALS) berasal dari
konsep sistem hipermedia dan sistem pemandu
pembelajaran yang mampu menyajikan materi
belajar kepada para peserta didik melalui
mekanisme temu kembali informasi (Information
Retrieval, disingkat IR) dari suatu sumber daya
yang telah dimiliki dalam basis datanya atau pun
dapat diperluas ke sumber daya lain yang
tersedia secara
on-line di internet. Guna
menunjang kemudahan dalam berinteraksi
dengan peserta didik maka QALS perlu
menerapkan model masukan dengan berdasarkan
pada pengolahan bahasa alami (Natural
Language Procesing), sebagai sebutan bagi
pengolahan bahasa yang biasa dipakai seharihari. Perbedaan mendasar antara sistem
pencarian informasi yang telah ada umumnya,
seperti mesin pencarian (search engine) Google,
dengan QALS adalah pada mesin pencarian yang
umum akan mencari, menemukan selanjutnya
menampilkan seluruh hasil dokumen yang
relevan dengan kata kunci (keyword) yang
diberikan. Sampai fase ini pengguna (user )
masih diharuskan untuk memilah-milah sendiri
sebuah informasi/dokumen yang benar-benar
memang dibutuhkan saja. QALS sebagai sebuah
sistem pencarian yang juga berkonsep IR hanya
80

akan menyajikan sebuah jawaban singkat dan
tepat yang memang diharapkan dari sebuah
kalimat pertanyaan/pernyataan dalam masukan
sistemnya.
Istilah mode pembelajaran yang
digunakan dalam sistem ini mengacu pada suatu
gabungan antara penyajian mode GlobalSequential dengan variasi dari VAK. Oleh karena
terdapat enam tipe mode pembelajaran yang
harus diakomodir, maka sistem QALS harus
menyediakan
pula
enam
tipe
pada
representasinya. Mode pembelajaran “GlobalVisual” bermakna materi disajikan secara global
dengan memfokuskan pada aspek visual. Mode
pembelajaran “Global-Auditory” berarti bahwa
materi disajikan secara global dengan sebagian
besar elemen-elemen materinya menitikberatkan
aspek audio. Mode pembelajaan “GlobalKinesthetic” mengartikan bahwa materi disajikan
secara global dengan menekankan pada aspek
praktek. Sementara itu untuk tiga mode
pembelajaran yang lain, yaitu “SequentialVisual”,
“Sequential-Auditory”,
dan
“Sequential-Kinesthetic”
materi
pembelajarannya serupa dengan tiga mode
pembelajaran sebelumnya hanya saja penyajian
materinya secara urutan. Pendidik bertanggungjawab atas penyediaan dan pengeditan seluruh
materi pembelajaran. Disisi lain pendidik diberi
hak akses pula untuk mengedit kuisioner. Sebuah
diagram alir bagi hak akses guru diilustrasikan
pada Gambar 2 berikut ini.
Pada sisi yang lain, peserta didik harus
mengisi kuisioner ketika saat pertama sedang
mengakses QALS. Setelah pembelajaran materi
dan pengambilan kusioner, apabila skor yang
diperoleh lebih rendah dari passing grade maka
peserta didik mempunyai sebuah opsi untuk
mengisi kembali kuisioner. Apabila skor yang
diperoleh sama atau lebih besar dari passing
grade berarti bahwa gaya belajar peserta didik
cocok dengan mode yang disajikan dan peserta
didik tidak tidk dapat mengakses kuisioner
kembali. Sehingga peserta didik tersebut dapat
melanjutkan ke materi belajar selanjutnya.
Sebuah diagram alir bagi peserta didik disajikan
pada Gambar 3 di bawah ini.
Sebuah mekanisme perlu digunakan
untuk menentukan apakah seorang peserta didik
akan mengambil suatu mode pembelajaran
tertentu adalah sangat mudah.

The Progressive and Fun Education Seminar

Pendidik baru

Pendidik teregister

registrasi

login

Membuat pelajaran baru

Area admin
Area pengeditan
materi

Materi
Globalvisual

Materi
Globalauditori

Materi
Globalkinestetik

Materi
sekuensialviisual

Materi
sekuensialauditori

Materi
sekuensialkinestetik

Materi
kuisioner

Logout

Gambar 2. Diagram alir hak akses pendidik
Kuisioner berisi pertanyaan yang
menanyakan mengarah pada gaya-gaya belajar
yang mana jawaban dikelompokkan kedalam
dua kelompok, yaitu kelompok pertama visual,
auditory, dan kinesthetic dan kelompok kedua
adalah global dengan sekuensial. Sebagai contoh
kasus jika seorang peserta didik memperoleh
skor paling tinggi pada aspek visual dari
kelompok pertama dan skor tertinggi pada aspek

global pada kelompok kedua maka peserta didik
tersebut akan diproses pada mode pembelajaran
“Global-Visual”. Contoh yang lain, seorang
peserta didik akan belajar dengan mode
pembelajaran “Sequential-Auditory” ketika
peserta didik tersebut memperoleh skor paling
tinggi pada aspek auditory di kelompok pertama
dan skor tertinggi pada aspek sekuensial dari
kelompok kedua.

81

ISBN: 978-602-361-045-7

Peserta didik baru

Peserta didik teregister

registrasi

login

Memilih sebuah pelajaran

Mengisi kuisioner

Gambar 3. Diagram alir akses bagi peserta didik
Skor?

G-V MODE

Materi
pembelajar
an G-V

G-A MODE

Materi
pembelajar
an G-A

G-K MODE

S-V MODE

S-A MODE

S-K MODE

Materi
pembelajar
an G-K

Materi
pembelajar
an S-V

Materi
pembelajar
an S-A

Materi
pembelajar
an S-K

Test

Sukses?
YA

Logut

KESIMPULAN
Konstruktivism memandang bahwa
kebebasan dalam belajar dapat dipandang
sebagai penentu dalam keberhasilan belajar.
Oleh karena itu sebuah sistem pembelajaran
yang disesuaikan dengan gaya belajar peserta
didik sangat menarik untuk diangkat sebagai
topik penelitian pada saat ini. Adanya sistem
seperti QASL ini diharapkan para peserta didik
akan memperoleh materi dengan model
penyajian yang berbeda sesuai dengan kebutuhan
dan kecocokannya dalam belajar. Bentuk
82

teknologi yang digunakan juga masih tergolong
dalam bidang terapan yang sangat menjanjikan
untuk dikembangkan kedepan. Masih banyak
peluang yang dapat direpresentasikan oleh
penerapan teknologi IRS yang ditingkatkan ini
terutama dalam area pembelajaran yang
membutuhkan peningkatan interaksi antara
peserta didik dengan lingkungan belajar serta
penyediaan
pengalaman
belajar
yang
multidimensi.

The Progressive and Fun Education Seminar

DAFTAR PUSTAKA
Benham, H. C. 2002. Training effectiveness,
online delivery and the influence of
learning style. Paper presented at the
2002 ACM SIGCPR Conference on
Computing
Personal
Research,
Kristiansand, Norway.
Bennett, C. 1979. Individual differences and how
teachers perceive them. The Social
Studies, 70(2), 56-61.
Blazer, C. 2008. Literature Review Educational
Technology, Research Services, Miami
Florida.
Elston, J. 2013. Technology in The Classroom,
on-line Material Lecture, Cambridge
University.
Felder, R. M., & Silverman, L. K. 1988.
Learning and teaching styles in
engineering education. Engineering
Education, 78(7), 674- 681.
Fu, J.S. 2013. ICT in Education: A Critical
Review and Its Implications, paper
elektronik dalam International Journal of
Education and Development using
Information
and
Communication
Technology, Vol. 9. Issue 1, pp. 112125.
Honey, P., & Mumford, A. 1992. The Manual of
Learning Styles (3rd ed.). Maidenhead,
UK: Peters Honey.
James, W. B., & Blank, W. E. 1993. Review and
critique of available learning-style
instruments for adults. In D. Flannery
(Ed.), Applying cognitive learning styles
(pp. 47-58). San Francisco: Jossey-Bass.
Khan, B. H. 1997. Web-based instruction (WBI):
What is it and why is it? In B. H. Khan
(Ed.), Web-based instruction (pp. 5-18).
Englewood Cliffs, NJ: Educational
Technology Publications.
Laurilard, D., dan Deepwell, M. 2014. ALT
Survey on The Effective use of Learning
Technology in Education, For the
Education Technology Action Group,
ALT.
McClarty, K.L, Orr, A., Frey, P.M., Dolan, R.P.,
Vassileva, V., dan McVay, A. 2012.
Literature Review of Gaming in
Education, Research Report, Pearson.

McLoughlin, C. 1999. The implications of
research literature on learning styles for
the design of instructional material.
Australian Journal of Educational
Technology, 15(3), 222-241.
Naismith, L., Londsdale, P., Vavaoula, G., dan
Sharpies, M. 2008. Literature Review in
Mobile Technologies and Learning,
Report 11, University of Birmingham.
Pask, G. 1988. Learning strategies, teaching
strategies, and conceptual or learning
styles. In R. Schmeck (Ed.), Learning
strategies and learning styles. New
York: Plenum Press.
Riding, R., & Cheema, I. 1991. Cognitive styles:
An overview and integration.
Educational
Psychology:
An
International Journal of Experimental
Educational Psychology, 11(3-4), 193215.
Sarasin, Lynne Celli. 1999. Learning Style
Perspectives, Impact in the Classroom.
Madison, WI: Atwood Publishing.
Walke, P.P., and Karale, S.2013. Implementation
approach for various categories of
question
answering
system,
In
Proceeding of IEEE Conference on
Information
and
Communication
Technology (ICT 2013), pp. 402-407.
We, Z., Xuan, Z, Wei, Z., and Junjie, C.2012.
Design and implementation of influenza
question answering system on multistrategies, In Proceedings of IEEE
International Conferences, IEEE Press,
2012, pp. 720-722.
Yamin, M. 2012. Paradigma Baru Pembelajaran.
Referensi, Jakarta.

83