Uji Toksisitas Pelembut Pakaian Terhadap Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio L)

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Alat Penelitian

a.

Akuarium

b.

d.

Micropipet

e.

DO meter

f.


Gelas ukur

g.

Aerasi

h.

serokan

i.

Bak fiber

pH meter

c.

Timbangan


Universitas Sumatera Utara

j.

Gelas takar

k.

Tangguk

l.

Ember

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Bahan Penelitian

a.


Pelembut
Pakaian

b.

Benih ikan mas

c.

Pakan

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Prosedur Penelitian

a.

b.


Aklimatisasi

Pemberian
pelembut pakaian

b.

Pemberian aerasi
aerasi

d.

Kematian ikan

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 4. Tabel Kelangsungan Hidup (%) Benih ikan mas dengan Pemberian
bahan toksik pelembut pakaian
perlakuan Ulangan
1

2
Kontrol
3

P1

P2

P3

Rata-rata
STDEV
1
2
3
Rata-rata
STDEV
1
2
3

Rata-rata
STDEV
1
2
3
Rata-rata
STDEV

Nt
10
10
10

Ratarata
1
1
1

10
0

9
8
7
8
1
4
7
10
7
3
2
4
8
4.66667
3.05505

1
0
0.9
0.8

0.7
0.8
0.1
0.4
0.7
0.5
0.53333
0.15275
0.2
0.4
0.8
0.46667
0.30551

N0
10
10
10

Ratarata

1
1
1

Kelangsungan hidup
(%)
100
100
100

10
0
10
10
10
10
0
10
10
10

10
0
10
10
10
10
0

1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0

1
1
1
1
0

100
0
90
80
70
80
10
40
70
50
53.33333333
25
20
40
80
46.66666667
30.55050463

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Tabel Efisiensi Pakan (%) Benih ikan mas dengan Pemberian bahan
toksik pelembut pakaian
Ulangan

Biomassa ikan
akhir

Biomassa ikan
mati

Biomassa
ikan awal

Jumlah
pakan

Efisiensi
pakan

1
2
3
Rata-rata
stdev
1
2
3
Rata-rata
stdev
1
2
3
Rata-rata
stdev
1
2
3
Rata-rata
stdev

30.68
24.05
31.08
28.60
3.95
22.38
17.40
19.32
19.70
2.51
7.34
13.12
25.62
15.36
9.34
3.48
11.16
20.72
11.79
8.64

0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
2.50
2.88
4.06
3.15
0.81
13.42
6.88
0.00
6.77
6.71
16.80
14.16
4.50
11.82
6.48

28.36
22.18
28.96
26.50
3.75
23.70
19.52
22.54
21.92
2.16
20.32
19.70
24.94
21.65
2.86
20.00
25.56
24.32
23.29
2.92

23.80
25.08
24.36
24.41
0.64
19.88
16.52
19.04
18.48
1.75
17.08
16.52
21.00
18.20
2.44
20.44
21.56
20.44
20.81
0.65

9.75
7.46
8.70
8.64
1.15
5.94
4.60
4.41
4.98
0.83
2.58
1.82
3.24
2.54
0.71
1.37
-1.11
4.40
1.55
2.76

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 6. Tabel Laju Pertumbuhan (%) Benih ikan mas dengan Pemberian
bahan toksik pelembut pakaian
Perlakuan

Kontrol

2.61

5.23

7.84

Ulangan

B

Rata-rata

B0

Rata-rata

1
2
3
Rata-rata
Stdev
1
2
3
Rata-rata
Stdev
1
2
3
Rata-rata
Stdev
1
2
3
Rata-rata
Stdev

28.36
22.18
28.96
26.50
3.75
23.70
19.52
22.54
21.92
2.16
20.32
19.70
24.94
21.65
2.86
20.00
25.56
24.32
23.29
2.92

2.84
2.22
2.90
2.65
0.38
2.37
1.95
2.25
2.19
0.22
2.03
1.97
2.49
2.17
0.29
2.00
2.56
2.43
2.33
0.29

30.68
24.06
31.08
28.61
3.94
24.88
20.28
23.38
22.85
2.35
20.76
20.00
25.62
22.13
3.05
20.28
25.32
25.22
23.61
2.88

3.07
2.41
3.11
2.86
0.39
2.49
2.03
2.34
2.28
0.23
2.08
2.00
2.56
2.21
0.30
2.03
2.53
2.52
2.36
0.29

Laju
pertumbuhan
(%)
0.28
0.29
0.25
0.27
0.02
0.17
0.14
0.13
0.15
0.02
0.08
0.05
0.10
0.08
0.02
0.05
-0.03
0.13
0.05
0.08

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 7. Tabel Analisis Sidik Ragam ANOVA Untuk Kelangsungan Hidup
Benih Ikan Mas

Ulangan
1
2
3
Total
rata-rata

kontrol
100
100
100
300
100

Sk

Db

Perlakuan
Eror
Total

4
7
11

perlakuan (ppm)
2.61
5.23
7.84
90
40
20
80
70
40
70
50
80
240
160
140
80
53.3333 46.6667
Jk

kt

5466.67 1366.67
2533.33 361.905
8000

f hit
3.77*

ratarata
62.5
72.5
75
210

total
250
250
300
840

f tabel
5%
4.76

1%
9.78

Fk = 58800
Kk = 0,20385
Nilai DB eror uji anova 1 arah dalam tabet t 0.05 = 4.03
SED = 16.77741
BNT = 67.612962
perlakuan
(ppm)
Kontrol
2.61
5.23
7.84

rata-rata
kl
100
80
53.33
46.66

nilai
BNT

Notasi

67.61

A
B
C
D

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 8. Tabel Analisis Sidik Ragam ANOVA Untuk Efisiensi Pakan Benih
Ikan Mas
perlakuan (ppm)
2.61
5.23
5.94
2.58
4.6
1.82
4.41
3.24
14.95
7.64

Ulangan

Kontrol
7.84
1
9.75
1.37
2
7.46
-1.11
3
8.70
4.4
jumlah=yi 25.91
4.66
rata8.64
4.98333 2.54667 1.55333
rata=yi

Sk

Db

Perlakuan
Eror
Total

4
7
11

jk

kt

f hit

89.4731 85.4731
20.2593 13.2593
109.732

6.44*

total
19.64
12.77
20.75
53.16

ratarata
4.91
3.19
8.30
21.26

f tabel
5%
4.76

1%
9.78

Fk = 235.499
Kk = 0.591946
Nilai DB eror uji anova 1 arah dalam tabet t 0.05 = 4.03
SED = 3.08321
BNT = 12.4253
perlakuan
(ppm)
Kontrol
2.61
5.23
7.84

ratarata ep
100
80
53.33
46.66

nilai
BNT

notasi

12.42

A
B
C
D

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 9. Tabel Analisis Sidik Ragam ANOVA Untuk Laju Pertumbuhan
Benih Ikan Mas
Ulangan

Kontrol
0.28
0.29
0.25
0.82

1
2
3
jumlah=Yi
rata0.2733333
rata=yi

perlakuan
2.61 ppm
5.23 ppm 7.84 ppm
0.17
0.08
0.05
0.14
0.05
-0.03
0.13
0.1
0.13
0.44
0.23
0.15
0.146666667

Sk

Db

jk

Perlakuan
Eror
Total

4
7
11

0.257766667
0.0158
0.273566667

0.07667

kt

0.05

f hitung

0.06444 28.55**
0.00226

total
0.3
0.16
0.36
0.82

ratarata
0.1
0.05333
0.12
0.27333

0.27333 0.09111

f tabel
5%
4.76

1%
9.78

Fk = 0.0560333
Kk = 0.5215042
Nilai DB eror uji anova 1 arah dalam tabet t 0.05 = 4.03
SED = 0.04189935
BNT = 0.168854282
perlakuan
(ppm)
Kontrol
2.61
5.23
7.84

rata-rata pertumbuhan
(%)
0.27
0.14
0.07
0.05

nilai BNT

notasi

0.16

A
B
C
D

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Agusnar, H. 2008. Analisa Pencemaran dan Pengendalian Lingkungan, USU
Press.
Connell, D. W. Dan Miller, G. J. 2006. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.
UI Press, Jakarta.
Darmono. 2001. Lingkungan hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan
Senyawa Logam. UI press, Jakarta.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Ermin, K. W., Winarti, A., Agustin, S. 2006. Distribusi Surfaktan dan Fenol di
Perairan Teluk Jakarta.
Halang, B. 2004. Toksisitas Air Limbah Deterjen Terhadap Ikan Mas (Cyprinus
carpio). Unlam press. Vol 1, nomor 1, 39-49.
Kordi, M. G. 2010. Panduan Lengkap Memelihara Ikan Tawar di Kolam Terpal.
ANDI, Yogyakarta.
Linda, R., Ramadhan, S., Gustina, I. 2012. Pengaruh Limbah Pabrik Karet
Terhadap Jumlah Gerakan Operkulum dan Frekuensi Batuk Ikan Mas
(Cyprinus carpio L). UNP.
Murtidjo, B. A. 2001. Pedoman Meramu Pakan Ikan. Kanasius, Yogyakarta.
Narantaka, A. 2012. Pembenihan Ikan Mas. Jaralitera, Yogyakarta.
Nida, S. 2004. Pengelolaan Limbah Deterjen Sebagai Upaya Minimalisasi
Polutan di Badan Air dalam Rangka Pembangunan Berkelanjutan. Balai
Teknologi Lingkungan- BBP, Serpong.
Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Penerbit Universitas Trisakti,
Jakarta.
Pribadi, S.T. 2002. Pembesaran Ikan Mas di Kolam Air Deras. Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Priyanto, B. 2006. Uji Toksisitas Dua Jenis Surfaktan dan Deterjen Komersial
Menggunakan Metode Penghambatan Pertumbuhan Lemna sp, Jakarta.
Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol 7, No. 3, 251-257, ISSN 1441-318 x.

Universitas Sumatera Utara

Rahardjo, M. F., Sjafei. D. S., Affandi. R dan Sulistiono. 2011. Ikhtiology. Lubuk
Agung. Bandung.

Rosina, I. S. 2002. Interaksi Antara Deterjen, Tingkat Stres dan Uji Tantang
Bakteri Aeromonas Hydropila pada Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn).
IPB.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO ) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan.
Osena, vol. xxx. No.3, 2005 : 21:26.
Septi, P. 2004. Sublasi Surfaktan Kationik dari Larutan Pelembut Pakaian.
Universitas Diponegoro, Semarang.
Siti, R dan Astri, D., E. 2009. Pertumbuhan dan Survival Rate Ikan Mas
(Cyprinus carpio Linn) pada Berbagai konsentrasi Pestisida Regent 0,3
G. Universitas Diponegoro, Semarang. Jurnal Saintek Perikanan. Vol. 5,
No.1, 2009, 49 : 54.
Soemirat, J. 2005. Toksikologi Lingkungan. Gadjah Mada, Yogyakarta.
Suin, N.M. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas, Padang.
Supriono, E., Lisnawati, L., Djokosetiyanto, D. 2005. Pengaruh Linear
Alkylbenzene Sulfonate terhadap Mortalitas, Daya Tetas Telur dan
Abnormalitas Larva Ikan Patin (Pangasius Hypophthalmus sauvage), IPB.
Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1) : 69-78 (2005).
Syahril, N., Thamrin., Huria, M. 2006. Toksisitas Deterjen Terhadap Benih Ikan
Kakap Putih (Lates carcarifer, bloch). ISSN 0126-4265. Vol 33 No 2.
Syakti, A. D., Hidayati, N. V., Siregar, A. S. 2012. Agen Pencemaran Laut. IPB
Press, Bogor.
Tahir, A. 2012. Ekotoksikologi dalam Perspektif Kesehatan Ekosistem Laut.
Karya Putra Darwati, Bandung.
Trievita, A. F., Pamilia, C. 2012. Pengaruh Perbedaan Ukuran Partikel dari
Ampas Tebu dan Konsentrasi Natrium Bisulfit (NaHSo3) Pada Proses
Pembuatan Surfaktan. Jurnal Tehnik Kimia No.4, Vol. 18.
Ujang, D. 2000. Toksisitas Linear Alkylbenzene Sulfonate Terhadap Embrio
Ikan Mas (Cyprinus carpio). IPB.
Wardhana, W. A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi, Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara

Yuli, P, sri, S, Winda, F., W. 2012. Uji Toksisitas Limbah Cair Laundry Sebelum
dan Sesudah Diolah dengan Tawas dan Karbon Aktif Terhadap
Bioindikator (Cyprinus carpio L). Yogyakarta. ISSN : 1979-911X.
Zahri, A. 2008. Pengaruh Alkyl Benzena Sulfonate (LAS) Terhadap Tingkat
Mortalitas dan Kerusakan Stuktural Jaringan Insang pada Ikan Nila (O.
niloticus L.). Program Studi Teknologi Budidaya Perairan Politeknik
Perikanan Negeri Tual. Maluku Utara.

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai November 2013 di
Dinas Pertanian dan Kelautan, Pusat Informasi dan Pengembangan Ikan Hias.
Jl. Karya Wisata, Kec. Medan-Johor. Medan.
Alat dan Bahan
Wadah pemeliharaan yang digunakan pada penelitian ini adalah akuarium
sebanyak 15 unit, dengan ukuran panjang 30 cm, lebar 30 cm, tinggi 30 cm . Bak
fiber ukuran panjang 237 cm, lebar 108 cm dan tinggi 50 cm untuk wadah
penampungan ikan atau aklimatisasi ikan, alat yang digunakan dalam penelitian
adalah aerator, ember, selang sebagai alat siphon pada akuarium, timbangan
analitik model KDE-600, gelas ukur, pipet tetes, gayung, alat tulis, serokan kecil.
Alat pengukuran yang akan digunakan pada penelitian ini termometer, pH meter
dan DO meter (Lampiran 1).
Bahan yang digunakan pada penelitian ini

benih

ikan mas yang

berukuran 4 - 6 cm sebanyak 600 ekor dimana masing-masing akuarium
berjumlah 10 ekor , pakan pelet, pelembut pakaian, air, kertas label dan tissu.

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan 3 tahap yaitu uji pendahuluan, uji defenitif, dan uji
subletal. Masing-masing tahap dengan perlakuan dan pengulangan yang berbeda.
Selengkapnya seperti terurai di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara

Persiapan Penelitian
Bak fiber dibersihkan terlebih dahulu dan dikeringkan selama sehari,
kemudian diisi air setinggi 18 cm, diberi aerasi terus dibiarkan 1 hari untuk
mengendapkan air serta diberi aerasi yang cukup agar dapat mempertahankan
kadar oksigen terlarut selama pengadaptasian, kemudian dimasukan ikan
berukuran 4 – 6 cm kedalam bak fiber dan dipelihara selama 1 minggu untuk
aklimatisasi ikan untuk mengkondisikan hewan uji pada kultur media air dan
memberikan waktu hewan uji beradaptasi dengan lingkungan yang baru, Selama
aklimatisasi ikan uji diberi pakan pelet sebanyak 2 kali sehari yaitu pada pukul
08.00 dan 16.00 WIB, seterusnya mempersiapkan akuarium sebagai media uji
yaitu dengan mencuci akuarium dan dikeringkan selama 1 hari, diisi air sebanyak
10 liter air dan diaerasi selama 1 hari untuk suplai oksigen kemudian ikan yang
sudah siap di aklimatisasi dimasukkan kedalam akuarium sebanyak 10
ekor/akuarium.

Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan dengan memasukkan bahan pelembut pakaian
untuk menentukan batas kisaran kritis (critical range test) yang menjadi dasar dari
penentuan konsentrasi untuk menentukan ambang batas atas (N) dan ambang
batas bawah (n) yang digunakan dalam uji lanjutan. Konsentrasi ambang batas
atas adalah konsentrasi terendah dari bahan uji yang dapat menyebabkan semua
ikan uji mati pada periode waktu pemaparan 24 jam. Sedangkan konsentrasi
ambang batas bawah adalah kosentrasi tertinggi dari bahan uji yang dapat
menyebabkan semua ikan uji hidup setelah pemaparan 48 jam.

Universitas Sumatera Utara

Dengan penentuan konsentrasi:
Perlakuan A = 0 ppm (Kontrol)
Perlakuan B = 50 ppm
Perlakuan C = 75 ppm
Perlakuan D = 100 ppm
Perlakuan E = 125 ppm
PBU1

PAU1

PBU2

PCU1

PDU1

PAU2

PEU1

PDU2

PEU2

PCU2

P : Perlakuan
U : Ulangan
Gambar 4. Bagan peletakan media uji pendahuluan
Perlakuan diatas dengan 2 kali pengulangan, Parameter yang diamati
selama uji pendahuluan adalah mortalitas ikan yang dihitung pada jam ke- 0, 2, 4,
6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22 dan 24. Sedangkan perhitungan berikutnya
dilakukan setiap 6 jam sekali sampai jam ke- 48 pengukuran kualitas air dilakukan
setiap hari.

Uji Definitif
Konsentrasi perlakuan uji definitif diperoleh dari hasil uji penentuan
selang konsentrasi nilai ambang atas dan bawah. Digunakan untuk mengetahui
toksisitas akut, menentukan nilai LC50–96 jam. Nilai LC50 yang dilihat adalah nilai
yang dapat mematikan ikan jam ke 96. Jumlah konsentrasi bahan uji sebanyak 4
buah ditambah 1 kontrol dengan 3 kali pengulangan.
Dengan penentuan konsentrasi menggunakan rumus menurut (Syakti, dkk.
2012) sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Log N/n = k (log a- log n)
a/n = b/a = c/b = d/c = N/d
Keterangan:
N

: Konsentrasi ambang atas

n

: Konsentrasi ambang bawah

k

: Jumlah konsentrasi yang diuji/banyaknya selang konsentrasi yang
diinginkan (a, b, c, d adalah konsentrasi yang diuji dengan nilai a sebagai
konsentrasi terkecil).
Selama Pengamatan tidak dilakukan pergantian air. Parameter yang diukur

adalah mortalitas ikan yang dihitung pada jam ke- 0, 6, 12, 18, 24 dan selanjutnya
dilakukan perhitungan setiap 12 jam sekali sampai jam ke- 96 Sedangkan
pengukuran Kualitas air dilakukan setiap hari (Suhu, pH, DO). Uji defenitif
terdiri atas 5 perlakuan dan masing-masing perlakuan 3 ulangan yaitu sebagai
berikut :
Perlakuan A

: 0 ppm (Kontrol)

Perlakuan B

: Konsentrasi 80,35 ppm

Perlakuan C

: Konsentrasi 86,09 ppm

Perlakuan D

: Konsentrasi 92,25 ppm

Perlakuan E

: Konsentrasi 98,85 ppm

Universitas Sumatera Utara

Type
equation PEU1
here.
PCU1

PDU1

PEU3

PAU3

PBU2

PEU2

PBU1

PDU2

PCU2
PAU2
P : Perlakuan
P : Perlakuan
U : Ulangan

PBU3

PCU3

PDU3

PAU1

Gambar 5. bagan peletakan media uji defenitif

Analisis Probit
Proses analisis data yang digunakan untuk menentukan nilai LC50 96 jam
pada penelitian ini adalah Analisis Probit. Analisis probit dihitung dengan
menggunakan rumus menurut Hubbert yang diacu oleh Zahri, (2008).

Dengan nilai a dan b diperoleh berdasarkan persamaan sebagai berikut:

Persamaan regresi: Y = a + bx
LC50 96 jam = anti log m, dimana:
Keterangan:
Y

: Nilai Probit Mortalitas

X

: Logaritma konsentrasi bahan uji

a

: Konstanta

b

: Slope/kemiringan

m

: Nilai X pada Y 50 %

Universitas Sumatera Utara

Analisa Data Uji Defenitif
Untuk dapat menentukan nilai konsentrasi LC50 dilakukan dengan analisa
probit. Analisa probit adalah suatu cara transformasi statistik dari data presentase
kematian ke dalam varian yang disebut probit dan kemudian digunakan untuk
menentukan fungsi regresi probit dengan log konsentrasi agar dapat mengestimasi
LC50.

Uji Toksisitas subletal
Uji toksisitas subletal dilakukan

selama 28 hari, bertujuan untuk

mengetahui pengaruh pelembut pakaian dengan bahan aktif kuaterner amonium
terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan mas. Parameter
pengamatan dilakukan dengan ikan ditimbang sebelum dimasukan ke dalam
akuarium, sebagai data awal, selama pengamatan tetap diberi aerasi. Pemberian
pakan berupa pelet dilakukan 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore. Pengamatan
dilakukan 2 kali sehari dengan mengamati tingkah laku ikan dan pengukuran
kualitas air dilakukan setiap hari dan perlakuan pada uji toksisitas subletal adalah
berdasarkan nilai subletal atau setengah nilai LC50-96 jam ke tingkatan
konsentrasi yang lebih rendah. Konsentrasi yang digunakan 0 % sebagai kontrol, 3
%, 6 % dan 9 % dari LC50-96. Pada uji ini menggunakan 3 perlakuan dan kontrol
dimana masing-masing perlakuan 3 ulangan yaitu sebagai berikut :
Perlakuan A

: 0 ppm (Kontrol)

Perlakuan B

: 2,61 ppm

Perlakuan C

: 5,23 ppm

Perlakuan D

: 7,84 ppm

Universitas Sumatera Utara

PAU3

PBU1

PDU2

PCU3

PCU2

PBU3

PCU1

PDU3

PDU1

PAU1

PBU2

PAU2

P : Perlakuan
U : Ulangan
Gambar 6. Bagan peletakan media uji subletal

Pengumpulan Data
Kelangsungan Hidup
Menurut Nugroho (2006) persentase kelangsungan hidup ikan dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :
SR : Kelangsungan hidup hewan Uji (%).
Nt : Jumlah ikan uji pada akhir penelitian (ekor).
No : Jumlah ikan uji pada awal penelitian (ekor).

Efisiensi Pakan
Menurut

Murtidjo

(2001)

persentase

efisiensi

pakan

dihitung

menggunakan sebagai berikut :

Keterangan :
Em = Efisiensi makanan ikan
B

= Berat tubuh akhir ikan dalam gram

Universitas Sumatera Utara

Bt = Berat mati ikan dalam gram
B0 = Berat tubuh awal dalam gram
Tm = Total makanan yang habis selama pengujian dalam gram

Laju Pertumbuhan
Data laju pertumbuhan ikan uji diperoleh dengan melakukan pengambilan
ikan

uji awal dan akhir penelitian, kemudian ditimbang beratnya. Laju

pertumbuhan ikan per hari ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus
Murtidjo (2001) :

Keterangan :
Lp = Laju pertumbuhan
W = Waktu yang dibutuhkan dalam pengujian
B = Berat tubuh akhir dalam gram
B0 = Berat tubuh awal dalam gram

Analisis Data Uji Subletal
Data pengaruh konsentrasi pelembut pakaian terhadap perlakuan
pertumbuhan, kelangsungan hidup, efisiensi pakan akan dianalisis menggunakan
sidik ragam (ANOVA) dengan rancangan acak lengkap (RAL). Apabila terdapat
pengaruh nyata maka akan dilanjutkan dengan uji lanjutan. Selanjutnya data
kualitas air akan dianalisa secara deskriptif dengan menggunakan tabel.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan batas kisaran kritis
(critical range test) yang menjadi dasar dari penentuan konsentrasi yang
digunakan dalam uji lanjutan atau uji defenitif dengan 5 perlakuan 2 ulangan yaitu
0 ppm (kontrol), 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm dan 125 ppm. Adapun hasil uji
pendahuluan awal disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Data Pengamatan Mortalitas Ikan Uji Pendahuluan.
Konsentrasi
(ppm)
Ulangan 1
a.0 (kontrol)
b.50
c. 75
d.100
e.125
Ulangan 2
a.0 (Kontrol)
b.50
c.75
d.100
e.125

Jumlah (Jam)

Waktu
(Jam)

2
0
0
0
0
2

4
0
0
0
0
3

6
0
0
0
3
5

8
0
0
0
2
-

10
0
0
0
5
-

12
0
0
0
-

14
0
0
0
-

16
0
0
0
-

18
0
0
0
-

20
0
0
0
-

22
0
0
0
-

24
0
0
0
-

30
0
0
0
-

36
0
0
0
-

42
0
0
0
-

48
0
0
0
-

0
0
0
10
6

0
0
0
1
0

0
0
0
2
4

0
0
0
4
6

0
0
0
3
-

0
0
0
-

0
0
0
-

0
0
0
-

0
0
0
-

0
0
0
-

0
0
0
-

0
0
0
-

0
0
0
-

0
0
0
-

0
0
0
-

0
0
0
-

0
0
0
-

0
0
0
8
6

Perlakuan 0 ppm (kontrol), 50 ppm dan 75 ppm tidak ada ikan uji yang
mati pada pemaparan 48 jam sedangkan pada perlakuan 100 ppm dan 125 ppm
semua ikan uji mati selama pemaparan 24 jam, dimana pada konsentrasi 100 ppm
dapat mematikan ikan uji sebanyak 100 % dalam waktu 540 menit (9 jam) dan
konsentrasi 125 ppm mematikan ikan uji 100% dalam waktu 360 menit (6 jam).
Nilai ambang batas bawah 75 ppm dan nilai ambang batas atas 100 ppm.

Universitas Sumatera Utara

Uji Defenitif
Mortalitas ikan uji
Berdasarkan hasil penelitian uji defenitif menunjukkan pada perlakuan 0
ppm (kontrol) dan konsentrasi 80,35 ppm tidak ada ikan uji yang mati sedangkan
pada konsentrasi 86,09 ppm ikan uji mati 40 % dan konsentrasi 92,25 ppm ikan
uji mati 63,3 % kemudian pada konsentrasi 98,85 ppm ikan uji mati 100 %. Hasil
pengamatan mortalitas ikan uji disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Data pengamatan mortalitas ikan uji defenitif
Waktu
(jam)
0
(kontrol)
6
0
12
0
18
0
24
0
36
0
48
0
60
0
72
0
84
0
96
0
Jumlah
0
Persentase
0

Konsentrasi (ppm)
80,35

86,09

92,25

98,85

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
1
3
3
1
1
1
1
12
40

3
4
2
4
2
4
19
63,3

14
6
10
30
100

Konsentrasi 80,35 ppm benih ikan mas masih dapat mentoleransi bahan
toksik pelembut pakaian tersebut sedangkan konsentrasi diatas 86,09 ppm akan
mengalami mortalitas terhadap benih ikan mas dapat dilihat pada Tabel 2. Grafik
pengaruh konsentrasi pelembut pakaian terhadap mortalitas benih ikan dapat
dilihat pada Gambar 7.

Universitas Sumatera Utara

Mortalitas ikan (%)

100

63.3
3
40

0

0
Konsentrasi pelembut pakaian
(ppm)

Gambar 7. Pengaruh Konsentrasi Pelembut Pakaian Terhadap Mortalitas Benih
Ikan Mas
Mortalitas paling tinggi terjadi pada perlakuan konsentrasi 98,85 ppm
sedangkan mortalitas terendah pada perlakuan konsentrasi 86,09 ppm, 80,35 ppm
tidak mengalami mortalitas dan pada 0 ppm (Gambar 7).

Analisis Probit Mortalitas
Setelah didapatkan hasil uji defenitif maka dilanjutkan analisis probit
untuk mendapatkan nilai LC50 pada pemaparan 96 jam. Hasil analisis disajikan
pada Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3. Analisis probit benih ikan mas dengan bahan toksik
pelembut pakaian
D (ppm)
H
R
P
X
Y
80,35
30
0
0
1,90
0
86,09
30
12
40
1,93
4,75
92,25
30
19
63
1,96
5,33
98,85
30
30
100
1,99
8,09
Jumlah
7,78
18,17

XY
0
9,17
10,45
16,10
35,72

X2
3,61
3,72
3,84
3,96
15,13

Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian analisis probit LC50 benih ikan mas adalah 87,10 ppm,
dimana pada konsentrasi 87,10 ppm akan mematikan ikan uji 50 % pada waktu 96
jam.

Buka Tutup Operkulum Benih ikan mas
Hasil penelitian uji defenitif pada buka tutup operkulum perlu diamati
untuk melihat tingkah laku ikan uji secara langsung. Adapun hasil pengamatan
buka tutup operkulum dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Buka tutup operkulum uji defenitif benih ikan mas
Konsentrasi
Waktu (menit)
Jumlah buka tutup operkulum
(ppm)
0 (Kontrol)
1
45
80,35
1
78
86,09
1
86
92,25
1
106
98,85
1
115

Uji Subletal
Kelangsungan Hidup
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pemberian bahan toksik
pelembut pakaian berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup benih ikan
mas. Kelangsungan hidup tertinggi terjadi pada 0 ppm (kontrol) yaitu sebesar
100% dan kelangsungan hidup terendah terjadi pada perlakuan 7,84 ppm yaitu
sebesar 46,66%. Data kelangsungan hidup dapat dilihat pada gambar 8.

Universitas Sumatera Utara

Kelangsungan hidup (%)
100
80
53.33
46.66

Konsentrasi pelembut pakaian
(ppm)

Gambar 8. Kelangsungan hidup benih ikan mas yang diberi bahan toksik
pelembut pakaian selama 28 hari

Efisiensi Pakan

0.3

8.64

0.25

4. 98

0.2
0.15

2.54

0.1

1.55

0.05

0
0 ( kontrol

2.61

5.23

7.84

Konsentrasi pelembut pakaian
(ppm)

Gambar 9. Efisiensi pakan benih ikan mas yang diberi bahan toksik pelembut
pakaian selama 28 hari
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa efisiensi pakan berpengaruh nyata
pada benih ikan mas dengan bahan toksik pelembut pakaian didalamnya, adapun
hasil efisiensi pakan tertinggi terdapat pada kontrol yaitu 8,64% sedangkan
efisiensi pakan terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi 7,84 ppm yaitu
sebesar 1,55 % (Gambar 9).

Universitas Sumatera Utara

Laju Pertumbuhan
Hasil pada penelitian ini didapatkan bahwa bahan toksik pelembut pakaian
berpengaruh sangat nyata terhadap laju pertumbuhan terhadap benih ikan mas,
laju pertumbuhan tertinggi terdapat pada kontrol yaitu sebesar 0,27 % sedangkan
laju pertumbuhan terendah terjadi pada konsentrasi 7,84 ppm yaitu sebesar 0,05 %
(Gambar 10).
Laju Pertumbuhan (%)

0.3

0.27

0.25
0.2

0.15

0.15

0.08

0.1

0.05

0.05

Konsentrasi pelembut pakaian
(ppm)

0

0 ppm (Kontrol) 2.61 ppm

5.23 ppm

7.84 ppm

Gambar 10. Laju pertumbuhan benih ikan mas yang diberi
bahan toksik pelembut pakaian selama 28 hari

Kualitas Air
Uji Defenitif
Pengukuran faktor lingkungan sangat penting untuk kehidupan benih ikan
mas, adapun hasil pengukuran faktor lingkungan selama uji defenitif terlihat
dalam Tabel 5 berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

Parameter
Sebelum Uji Defenitif
Konsentrasi Suhu (0C)
DO
(ppm)
(mg/l)
0 (Kontrol) 26,0−27,0 5,6−6,0
80,35
26,2−27,1 6,0−6,7
86,09
26,1−27,3 5,8−6,6
92,25
26,1−27,1 5,8−6,9
98,85
26,2−27,0 5,6−6,5

pH
6,0−7,2
6,6−7,0
6,5−7,0
6,7−7,3
6,7−7,5

Sesudah Uji Defenitif
Suhu (0C)
DO
pH
(mg/l
27,1−27,2 5,6−6,4 6,0−6,6
28,1−29,2 2,8−4,3 3,2−3,7
29,2−29,2 2,3−3,5 3,3−3,9
28,0−30,2 2,2−3,0 3,1−3,9
29,1−30,2 2,0−2,9 3,0−3,7

Tabel 5. Hasil Pengukuran kualitas air dengan bahan toksik pelembut pakaian
sebelum dan sesudah uji defenitif
Parameter suhu mengalami kenaikan yaitu sebelum uji defenitif berkisar
26,10C−27,30C sedangkan sesudah uji defenitif

suhu berkisar 280C−30,20C,

kemudian pada DO mengalami penurunan drastis yaitu sebelum uji defenitif DO
berkisar 5,6–6,9 mg/l dan sesudah uji defenitif 2,0−6,4 mg/l selanjutnya pH juga
mengalami perubahan yang yaitu pH sebelum uji defenitif berkisar 6,0−7,5 dan
sesudah uji defenitif berkisar 3,0−6,6 sehingga bersifat asam (Tabel 5).

Uji Subletal
Nilai pengukuran kualitas air yang diamati selama penelitian uji subletal
masih layak untuk pemeliharaan benih ikan mas. kisaran Parameter kualitas air
selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kualitas Air benih ikan mas yang diberi bahan toksik pelembut pakaian
selama 28 hari
Konsentrasi (ppm)
Parameter Kualitas Air
0
Suhu ( C)
DO (mg/l)
pH
0 (Kontrol)
27,2 - 28,0
6,8 – 7,6
6,7 – 7,5
2,61
27,1 - 28,0
6,2 – 7,0
4,3 – 5,8
5,23
27,0 - 29,0
5,4 – 7,0
3,8 – 5,2
7,84
27,2 - 29,0
5,2 – 7,0
3,4 − 5,0
Paremeter kualitas air pada suhu selama penelitian 28 hari berkisar
27,0 – 29,00C, sedangkan pada DO berkisar 5,2 – 7,6 mg/l dan pH berkisar
3,4 – 7,5.

Universitas Sumatera Utara

Pembahasan
Uji Pendahuluan
Saat ini tingkat pencemaran di perairan semakin meningkat dengan adanya
bahan pencemar yang berasal dari limbah rumah tangga seperti buangan sisa
pencucian sabun, deterjen, dan pelembut pakaian. Bahan ini bersifat toksik karena
mengandung senyawa kuaterner amonium klorida sesuai dengan pernyataan Nida
(2004) bahwa persenyawaan kimia yang berpotensi bersifat toksik adalah
golongan amonium kuaterner.
Penelitian ini dilakukan uji pendahuluan selama 48 jam, hal ini digunakan
untuk menentukan nilai ambang batas atas dan nilai ambang batas bawah sehingga
akan diperoleh nilai konsentrasi yang digunakan pada uji selanjutnya. Sesuai
dengan pernyataan Syakti, dkk (2012) yaitu Uji toksisitas akut diawali dengan
penentuan kisaran konsentrasi (range finding test) yang menyebabkan kematian
0−100% organisme uji pada uji pendahuluan.
Setiap organisme air memiliki batas toleransi yang berbeda-beda terhadap
suatu bahan pencemar salah satunya pada ikan mas mempunyai batas toleransi
terhadap perbedaan konsentrasi bahan pelembut pakaian. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa konsentrasi 100 ppm merupakan nilai ambang batas atas
karena pada konsentrasi ini ikan uji mengalami kematian 100 % dalam waktu 24
jam. Sedangkan nilai ambang batas bawahnya berada pada konsentrasi 75 ppm,
karena pada konsentrasi ini semua hewan uji masih mampu bertahan hidup selama
48 jam. Hal ini disebabkan karena bahan pelembut pakaian yang mengandung
senyawa kimia golongan kuaterner amonium klorida berpengaruh signifikan

Universitas Sumatera Utara

terhadap benih ikan mas dimana semakin banyak konsentrasi yang terdapat
didalam akuarium maka semakin tinggi mortalitasnya.

Uji Defenitif
Mortalitas ikan uji
Pengaruh konsentrasi pelembut pakaian terhadap mortalitas benih ikan
mas menunjukkan bahwa semakin meningkatnya kecepatan reaksi senyawa kimia
pelembut pakaian yang terkandung didalam air maka semakin tinggi juga nilai
mortalitas atau kematian yang terjadi pada benih ikan mas, hal ini sesuai dengan
pernyataan Septi (2004) bahwa konsentrasi tinggi senyawa-senyawa kuaterner
amonium dapat membahayakan kehidupan lingkungan perairan.
Mortalitas tertinggi pada perlakuan dengan bahan pelembut pakaian
terhadap benih ikan mas terjadi pada konsentrasi 98,85 ppm yaitu sebesar 100%
pada jam ke 18, sedangkan mortalitas terendah terdapat pada konsentrasi 80,35
ppm pada jam ke 96. Kematian ikan disebabkan karena surfaktan yang
menyebabkan keracunan deterjen pada ikan sehingga akan cepat mengalami
kematian dan memberikan respon perubahan tingkah laku sebelum kematian
dengan memperlihatkan ciri-ciri hilangnya keseimbangan, berenang tidak teratur
dan pernafasan terganggu.

Analisis Probit Mortalitas
Berdasarkan data uji toksisitas dari Tabel 3 yang dianalisis dengan
menggunakan rumus analisis probit diperoleh nilai LC50 sebesar 87,10 ppm
Artinya, bahwa pengaruh yang disebabkan oleh bahan pelembut pakaian mampu

Universitas Sumatera Utara

menyebabkan kematian 50 % terhadap benih ikan mas selama waktu 96 jam, hal
ini disebabkan karena bahan aktif kuaterner amonium klorida yang terdapat dalam
pelembut pakaian. Kuaterner amonium klorida (NH4C1) yang termasuk kedalam
surfaktan kationik merupakan garam yang berasal dari basa lemah (NH3) dan
asam kuat (HCI) yang kationnya mengalami hidrolisis, sehingga larutan garamnya
bersifat asam, maka dengan konsentrasi yang banyak benih ikan mas mengalami
kematian.
Amonium klorida pada tingkat toksik juga dapat menyebabkan gangguan
osmoregulasi hal ini dimungkinkan adanya tanggapan fisiologi ikan yang sangat
peka pada kondisi awal terhadap bahan aktif kuaterner amonium klorida, Hal ini
sesuai dengan Siti dan Asri (2009) yang menyatakan ikan yang terkena racun
bahan pencemar dapat diketahui dengan gerakan hiperaktif, menggelepar, lumpuh
dan kemudian mati. Nilai LC50 96 jam berada pada 87,10 ppm. Nilai konsentrasi
pelembut pakaian yang aman bagi kehidupan benih ikan mas diperoleh dari 10%
nilai LC50 96 jam yakni 8,71 ppm.

Buka Tutup Operkulum Benih ikan mas
Pelembut pakaian sangat berpengaruh terhadap kecepatan frekuensi buka
tutup operkulum benih ikan mas, apabila konsentrasi semakin banyak dimasukkan
maka ikan uji akan mengalami pergerakan tutup buka operkulum yang semakin
cepat dan diperoleh hasil yang berbeda disebabkan kandungan oksigen terlarut
menurun, sehingga ikan uji kesulitan untuk mendapatkan oksigen.
Pengamatan secara visual gejala yang terlihat adalah perubahan pola
renang ikan yang lebih sering berada dipermukaan, dan gerakan renang yang tidak

Universitas Sumatera Utara

beraturan. Senyawa kuaterner amonium klorida dapat merusak fungsi respirasi
dari insang sehingga proses metabolisme dalam tubuh terganggu. Pemberian
perlakuan pada benih ikan mas juga menyebabkan gerakan renangnya tidak cepat
dan tidak peka terhadap rangsangan.
Hasil penelitian menunjukkan pada perlakuan konsentrasi 80,35 ppm
kecepatan buka tutup operkulumnya berkisar 78 kali permenit merupakan
konsentrasi terendah dan konsentrasi tertinggi yaitu 98,85 ppm buka tutup
operkulum berkisar 115 kali permenit, sesuai dengan pernyataan Linda, dkk
(2012) bahwa penurunan DO air menyebabkan ikan mempercepat gerakan
operkulumnya agar ikan dapat menyuplai oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh.

Uji Subletal
Kelangsungan Hidup
Hasil penelitian uji subletal menunjukkan bahwa kelangsungan hidup pada
benih ikan mas semakin menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi bahan
toksik pelembut pakaian. Diperoleh kelangsungan hidup tertinggi sebesar 80 %
pada perlakuan konsentrasi 2,61 ppm, pada konsentrasi ini larutan pelembut
pakaian paling sedikit sehingga pengaruhnya belum terlalu besar terhadap
kelangsungan hidup ikan uji. Sedangkan kelangsungan hidup terendah yaitu pada
perlakuan konsentrasi 7,84 ppm sebesar 46,66% hal ini dikarenakan larutan
pelembut pakaian paling banyak terlihat pada media uji terdapat buih atau busa
sabun yang menutupi permukaan air dengan demikian kandungan oksigen terlarut
dalam air menurun.

Universitas Sumatera Utara

Rata-rata kelangsungan hidup dilakukan dengan analisis of varian
(ANOVA) yang menunjukan bahwa pemberian konsentrasi pelembut pakaian
berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup benih ikan mas (Lampiran 7).
Pada konsentrasi ini benih ikan mas sudah mengalami stres yang ditunjukkan oleh
tingkah laku ikan yang lebih sering berada dipermukaan, tidak mampu beradaptasi
dengan kondisi DO yang semakin berkurang sehingga dapat menyebabkan
kematian. Hal ini didukung oleh pernyataan Siti dan Asri (2009) bahwa Seiring
dengan semakin tingginya konsentrasi yang dilarutkan pada media hidup ikan uji
maka tingkat kelangsungan hidup ikan uji akan semakin rendah.

Efisiensi Pakan
Persentase efisiensi pakan pada benih ikan mas berkurang seiring dengan
bertambahnya konsentrasi pelembut pakaian yang diberikan. Kisaran efisiensi
pakan yang tertinggi diperoleh pada konsentrasi 2,61 ppm sebesar 4,98%
sedangkan efisiensi pakan terendah terdapat pada konsentrasi 7,84 ppm sebesar
1,55% ini terjadi dikarenakan banyaknya pakan yang tidak dimakan oleh benih
ikan mas dan akhirnya mengendap pada dasar media.
Adapun kandungan gizi pakan buatan yang diberikan dapat dilihat Tabel 7
dibawah ini :
Tabel 7. Kandungan Gizi Pada Pakan Buatan untuk Benih Ikan mas
dengan perlakuan pelembut pakaian selama 28 hari.
Kandungan Gizi Pada Pakan Buatan
Protein Kasar
Min 38%
Lemak Kasar
Min 2%
Serat Kasar
Max 3%
Abu Kasar
Max 13%
Kadar Air
Max 12%

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan analis of varian (ANOVA) persentase efisiensi pakan pada
benih ikan mas berkurang seiring dengan bertambahnya konsentrasi pelembut
pakaian yang diberikan, diperoleh bahwa perlakuan pemberian pelembut pakaian
berpengaruh nyata terhadap efisiensi pakan benih ikan mas (Lampiran 8). Bahan
aktif kuarterner amonium klorida mengubah kualitas air sehingga menghambat
proses metabolisme dalam tubuh yang menjadikan ikan stres dan nafsu makan
berkurang, hal ini sesuai dengan penelitian Rosina (2002) menurunnya nafsu
makan ikan, diduga menyebabkan pula turunnya sistem kekebalan tubuh ikan.

Laju Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran baik panjang maupun berat. Hal
ini terjadi apabila ada kelebihan input energi dan asam amino (protein) berasal
dari makanan. Laju pertumbuhan tertinggi yang diperoleh konsentrasi 2,61 ppm
sebesar 0,15% sedangkan konsentrasi terendah pada konsentrasi 7,84 ppm sebesar
0,05%, hal ini diduga karena jumlah pelembut pakaian yang terlalu banyak
diberikan sehingga mengakibatkan penurunan nafsu makan pada ikan uji.
Data rata-rata laju pertumbuhan dianalisis dengan analisis of varian
(ANOVA) yang menunjukkan pemberian perlakuan konsentrasi bahan pelembut
pakaian berpengaruh sangat nyata terhadap laju pertumbuhan benih ikan mas
(Lampiran 9), terjadi pertumbuhan yang terhambat ini menunjukkan gangguan
pada fungsi organ tubuh benih ikan uji, sehingga energi yang digunakan untuk
pertumbuhan digunakan untuk melakukan adaptasi terhadap lingkungan yang
mengandung bahan aktif kuaterner amonium klorida dalam pelembut pakaian. Hal
ini didukung oleh pernyataan Tahir (2012) bahwa Efek dari suatu bahan kimia

Universitas Sumatera Utara

bisa jadi tidak signifikan dimana organisme perairan dapat melakukan seluruh
aktivitasnya secara normal, dan hanya dengan keberadaan stres lingkungan
(contoh : perubahan dalam pH, DO dan suhu) bahan kimia tersebut menimbulkan
dampak buruk yang terdeteksi dengan baik.

Kualitas Air
Uji defenitif
Perubahan

kualitas

air

sangat

mempengaruhi

pertumbuhan

dan

perkembangan organisme air. Menurut Effendi (2003) salah satu tujuan
pemantauan kualitas air untuk mengetahui sebab akibat antara perubahan variabelvariabel ekologi perairan dengan parameter fisika dan kimia.
Parameter kualitas air yang diukur pada uji defenitif meliputi suhu, DO
dan pH. Kisaran suhu yang diperoleh sebelum uji defenitif adalah 260C−27,30C,
kisaran ini masih keadaan optimal bagi pertumbuhan ikan sesuai dengan
pernyataan Nugroho (2006) suhu optimal untuk ikan berkisar antara 200C−280C.
Sedangkan sesudah uji defenitif suhu berkisar 27,10 C−30,20 C dengan demikian
terlihat peningkatan suhu sehingga diduga menyebabkan mortalitas ikan uji.
Hasil pengamatan DO pada saat penelitian mengalami penurunan yang
drastis yaitu sebelum uji defenitif kisaran DO adalah 5,6−6,9 mg/l sedangkan
sesudah uji defenitif DO menurun hingga kisaran 2,0−6,4 mg/l. Menurut Nugroho
DO dari 3−6 mg/l tidak cocok untuk kehidupan ikan sementara DO diatas 6 mg/l
cukup cocok untuk kehidupan ikan. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian
menurunnya DO mengakibatkan mortalitas ikan meningkat.

Universitas Sumatera Utara

Senyawa amonium kuaterner merupakan garam amonium (NH4+) yang
beberapa atau keseluruhan atom H dari ion NH4+nya memiliki agen aktif
permukaan yang mengandung kation rantai panjang. Kation dari garam-garam
klorida dalam air mudah larut, secara umum ion klorida membentuk senyawa
kompleks dengan ion-ion logam. Ion ini juga tidak dapat dioksidasi dalam
keadaan normal tetapi kelebihan garam-garam klorida dapat menyebabkan
penurunan kualitas air.
Penyebab penurunan DO karena adanya tegangan permukaan yang
mengakibatkan oksigen susah masuk kedalam media uji dan karena adanya busa
yang menutupi permukaan air, hal ini sesuai dengan pernyataan Septi (2004)
bahwa secara umum sifat-sifat fisik yang dimiliki surfaktan yaitu mempunyai
konsentrasi lebih besar pada permukaan dan menurunkan tegangan permukaan
yang bersifat koloid yang memiliki daya busa atau emulsi.
Nilai pH pada saat penelitian juga mengalami perubahan yaitu sebelum uji
defenitif pH berkisar 6 −7,5 sedangkan sesudah uji defenitif pH menurun hingga
3-6,6. Kisaran ini masih baik untuk pertumbuhan ikan didukung oleh pernyataan
Nugroho (2006) ikan tumbuh dengan baik pada pH 5−9. Dibawah 4 dan diatas 10
dapat menghambat pertumbuhan bahkan menyebabkan kematian.

Uji subletal
Konsentrasi uji subletal pada penelitian ini diambil dari konsentrasi uji
defenitif sebanyak 3 perlakuan yakni 3 %, 6 %, dan 9 % dari konsentrasi LC50.
Pada uji subletal terjadi perubahan dan perbedaan kualitas air yang diukur selama
28 hari. Kualitas air yang diukur meliputi suhu, terjadi peningkatan yaitu berkisar

Universitas Sumatera Utara

270C−290C. Walaupun terjadi peningkatan suhu pada uji ini masih merupakan
kisaran suhu yang baik untuk pertumbuhan ikan karena menurut Nugroho (2006)
mengatakan bahwa suhu optimal untuk ikan berkisar antara 200 C−280C.
Hasil

pengukuran

DO

pada

uji

subletal

mengalami

penurunan

dibandingkan dengan DO pada uji defenitif meskipun penurunannya relatif kecil.
Kisaran pH yang diperoleh yaitu 5,2−7,6 mg/l, dimana pada penelitian ini
menunjukkan DO menurun seiring bertambahnya nilai konsentrasi bahan toksik
pelembut pakaian. Rahajo, dkk (2011) mengatakan bahwa oksigen terlarut
merupakan faktor penting pengendali laju pertumbuhan ikan. Kebutuhan minimal
ikan terhadap oksigen terlarut untuk dapat tumbuh dah berkembang umumnya 3
mg/l, dan akan lebih baik bila diatas 5 mg/l.
Hasil uji subletal diperoleh kisaran pH yakni berkisar 3,4−7,5 penurunan
ini diakibatkan karena bahan aktif kuaterner amonium klorida yang bersifat asam.
Menurut Nugroho (2006) ikan tumbuh dengan baik pada pH 5−9 sedangkan pH
dibawah 4 dan diatas 10 dapat menghambat bahkan menyebabkan kematian ikan
(Tabel 6).

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Nilai ambang batas atas (N) pada penelitian ini sebesar 100 ppm sedangkan
nilai ambang batas bawah (n) sebesar 75 ppm, dan uji defenitif didapatkan
mortalitas terbanyak pada konsentrasi 98,85 ppm sebesar 100 %. Nilai LC50
96 jam yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 87,10 ppm. Perlakuan 7,84
ppm memberikan kelangsungan hidup terendah yaitu 46.66%, efisiensi pakan
terendah yaitu sebesar 1.55% dan laju pertumbuhan terendah 0.05%.
2. Pemberian bahan toksik pelembut pakaian bepengaruh nyata terhadap
kelangsungan hidup dan efisiensi pakan, sedangkan laju pertumbuhan
berpengaruh sangat nyata terhadap benih ikan mas. Pengamatan secara visual
gejala yang terlihat adalah perubahan pola renang ikan yang lebih sering
berada dipermukaan, dan gerakan renang yang tidak beraturan.

Saran
Perlu dilakukan uji lanjutan secara histologi agar mengetahui organ-organ
yang terserang efek dari bahan toksik pelembut pakaian.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Ikan Mas
Ikan mas sebagai ikan yang hidup di dalam air tawar memiliki sifat yang
sangat adaptif terhadap lingkungan hidup yang baru. Sifat yang adaptif dari ikan
mas tersebut membuat ikan mas dengan segala macam varietas (strain) nya dapat
hidup dalam perairan air tawar di segala penjuru dunia, Klasifikasi ikan mas
dimaksudkan untuk memasukkan ikan mas dalam kelompok hewan berdasarkan
bentuk tubuh dan sifat-sifatnya. Cara pengelompokkan hewan demikian dipelajari
dalam cabang ilmu biologi yang disebut ilmu taksonomi hewan. Ikan mas
menurut Narantaka (2012) dalam ilmu taksonomi hewan diklasifikasikan sebagai
berikut:
Phyllum

: Chordata

Subpyllum

: Vertebrata

Superclass

: Pisces

Class

: Osteichthyes

Subclass

: Actinopterygii

Ordo

: Ostariophysi

Sub Ordo

: Cyprinoidea

Famili

: Cyprinidea

Sub Famili

: Cyprininae

Genus

: Cyprinus

Spesies

: Cyprinus carpio L

Universitas Sumatera Utara

Morfologi Ikan Mas
Sirip punggung ikan mas memanjang dan bagian permukaannya terletak
berseberangan dengan permukaan sirip perut (vental). Sirip punggungnya (dorsal)
berjari-jari keras, sedangkan dibagian akhir bergerigi. Seperti halnya sirip
punggung, bagian belakang sirip dubur (anal) ikan mas ini pun berjari-jari keras
dan bergerigi pada ujungnya. Sirip ekornya menyerupai cagak memanjang
simetris hingga ke belakang tutup insang. Sisik ikan mas relatif besar dengan tipe
sisik lingkaran (cycloid) yang terletak beraturan. Garis rusuk atau gurat sisi (linea
lateralis) yang lengkap terletak di tengah tubuh dengan posisi melintang dari tutup
insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Pribadi, 2002).
Morfologi ikan mas dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini :

a

b

Gambar 2. (a) Benih ikan mas (b) Induk ikan mas

Habitat Ikan Mas
Habitat ikan mas adalah dalam air tawar. Namun ikan mas dapat hidup
juga di daerah muara sungai yang airnya payau. Berdasarkan sifat ikan mas ini,
masyarakat di beberapa daerah telah mencoba membudidayakan ikan mas di
dalam tambak yang airnya payau dengan kadar garam atau salinitas payau antara
20-30 permil. Suhu air yang ideal untuk tempat hidup ikan mas adalah terletak

Universitas Sumatera Utara

pada kisaran antara 25- 300 C, ikan mas menyantap semua jenis bahan makanan,
baik yang berasal dari tumbuhan maupun binatang renik sehingga hewan ini
digolongkan kedalam hewan pemakan segala atau omnivore (Narantaka, 2012).

Surfaktan (Zat Aktif Permukaan)
Menurut Nida (2004) Surfaktan adalah molekul senyawa organik yang
terdiri atas dua bagian yang mempunyai sifat berbeda, yaitu bersifat hidrofobik
dan bagian yang bersifat hidrofilik.
Ditinjau dari struktur kimianya, surfaktan dibedakan menjadi dua, yaitu
rantai lurus yang dikenal dengan Linear alkil benzeneasulfonat (LAS) dan rantai
bercabang yang dikenal dengan alkilbenzenasulfonat (ABS) dapat dilihat pada
Gambar 3 di bawah ini :

a. Liniear alkil sulfonat (LAS)

b. Alkil benzen sulfonat (ABS)
Gambar 3. (a) Struktur kimia Linear alkil benzeneasulfonat (LAS), (b) bentuk
struktur alkilbenzenasulfonat (ABS).
Surfaktan sintetik yang biasa digunakan dalam deterjen dibagi menjadi 3 macam
yaitu :

Universitas Sumatera Utara

a. surfaktan anionik adalah garam-garam Na dan terionisasi untuk
menghasilkan Na+ dan ion aktif permukaan (surface active ion) yang
bermuatan negatif. Kelompok ini merupakan jumlah yang terbesar yang
beredar di pasaran karena banyak dipakai untuk tujuan domestik.
b. Surfaktan sintetis nonionik tidak terionisasi dalam air, kemampuan
deterjen ini untuk larut dalam air tergantung pada kelompok-kelompok
dalam molekul deterjen. Etoksilat, tidak berubah menjadi partikel yang
bermuatan, busa yang dihasilkan sedikit, tapi dapat bekerja di air sadah
dan dapat mencuci dengan baik untuk hampir semua jenis kotoran.
c. Surfaktan sintetis kationik adalah garam-garam amonium

hidroksida

(NH4OH) kuaterner. Senyawa-senyawa amonium kuaterner, berubah
menjadi partikel bermuatan positif bila dilarutkan dalam air, surfaktan ini
biasanya digunakan untuk pelembut (Ermin dkk, 2006).

Nilai Ambang Batas
Daya racun tergantung pada kualitas dan kuantitas bahan tersebut. Dengan
jumlah sedikit sudah membahayakan manusia itu tidak lain karena kualitasnya
cukup memadai untuk membunuh. Untuk menghindari dampak yang diakibatkan
limbah melalui udara selain menghilangkan sumbernya juga dilakukan
pengendalian dengan penetapan nilai ambang batas. Nilai ambang batas adalah
kadar tertinggi suatu zat di dalam udara yang diperkenankan, sehingga manusia
dan makhluk hidup lainnya tidak mengalami gangguan penyakit atau menderita
(Agusnar, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Dosis Versus Konsentrasi
Dosis sangat menentukan efek biologis yang bakal timbul. Oleh karena itu
dikenal berbagai dosis yang berhubungan dengan efek tersebut, seperti : dosis
letal (LD), misalnya LD10 ( mematikan 10 % dari hewan percobaan), LD50, LD100,
min LD dosis terapeutik, dosis efektif, dosis toksik. Saat ini orang seringkali ingin
mengetahui LD50 (dosis letal) ataupun LC50 (konsentrasi letal) dari suatu zat, yaitu
dosis/konsentrasi yang mematikan 50% dari populasi percobaan (Soemirat, 2005).

Toksisitas Akut
LC50 96 jam berarti nilai yang menyebabkan 50% organisme mengalami
kematian dalam waktu 96 jam. Pada lingkungan perairan, uji toksisitas akut
dilaksanakan untuk mengestimasi konsentrasi medium letal (LC50 ) suatu bahan
kimia dalam air, yaitu perkiraan konsentrasi bahan kimia yang menghasilkan efek
50% populasi jumlah hewan uji yang yang diuji pada kondisi tetap
(Syakti dkk, 2012).

Uji Toksisitas Kronik
Kenyataan dari hasil uji toksisitas akut yang tidak menunjukkan dampak
buruk dan membahayakan pada organisme uji tidak menjamin bahwa bahan kimia
uji tersebut tidak bersifat toksik. Uji toksisitas kronik memungkinkan untuk
melakukan evaluasi tentang kemungkinan efek buruk dan membahayakan dari
bahan kimia, yang dilakukan dalam kondisi uji jangka panjang menggunakan
konsentrasi subletal. Dalam suatu uji toksisitas kronik, organisme uji dipapar
untuk suatu siklus reproduktif lengkap terhadap paling sedikit 5 konsentrasi bahan

Universitas Sumatera Utara

uji. Uji toksisitas siklus hidup parsial (kronik parsial) melibatkan hanya sebagian
siklus hidup, meliputi beberapa stadia hidup sensitif (Tahir, 2012).

Penentuan Nilai Toksisitas (LC50)
Untuk pengolahan data hasil pengujian toksisitas, atau untuk menentukan
nilai LC50 digunakan metode analisis probit. Toksisitas letal dinyatakan dalam
nilai median lethal consentration (LC50) yakni konsentrasi bahan uji yang dapat
mematikan 50% ikan uji pada waktu pemaparan tertentu(Nugroho, 2006)

Pengaruh Letal dan Subletal
Secara kualitatif, pengaruh letal dapat didefenisikan sebagai tanggapan
yang terjadi pada zat-zat fisika atau kimia mengganggu proses sel atau subsel
dalam makhluk hidup sampai suatu batas bahwa kematian mengikuti secara
langsung. Sebagai perbandingan, pengaruh subletal adalah pengaruh yang
merusak kegiatan fisiologis atau perilaku tetapi tidak menyebabkan kematian
langsung meskipun kematian dapat terjadi karena gangguan proses makan,
pertumbuhan atau perilaku yang tidak normal, lebih mudah ditangkap kurangnya
kemampuan mengkoloni, atau sebab-sebab lain yang tidak langsung. Hubungan
antara toksisitas subletal (belum mematikan) dan letal mematikan berlanjut
menjadi penting. Pengukuran kematian (letalitas seringkali digunakan untuk
mencari tingkatan “aman” dari kontak dengan racun. Ini mencakup sebagai
contoh, penggunaan “faktor-faktor pemakaian” (misalnya, 1 % atau 0,01 selama
96 jam LC50 ) untuk menghitung tingkatan “aman” yang dapat juga berfungsi
sebagai kriteria kualitas air untuk racun yang spesifik (Connell dan Miller, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Dampak Deterjen Terhadap Kehidupan Ikan di Perairan
Penelitian Halang (2004) pada limbah deterjen konsentrasi 36 mg/L dapat
mengakibatkan kematian ikan uji 50 % dalam waktu 96 jam. Berdasarkan
kenyatan ini didapatkan bahwa limbah deterjen (jenis anti noda) merupakan zat
toksikan yang mempunyai efek akut terhadap suatu biota yang hidup di perairan.
Penelitian Supriono, dkk (2005) pengaruh akut surfaktan linier
Alkylbenzene sulfonat (LAS) menyebabkan mortalitas, keabnormalan telur dan
larva serta penurunan daya tetas telur ikan patin (Pangasius hypophthalmus
sauvage). Nilai LC50-24 jam surfaktan LAS terhadap telur ikan patin adalah
sebesar 1,8 mg/l, namun sudah mulai berpengaruh terhadap mortalitasnya pada
konsentrasi 0,5 mg/l dan bersifat mematikan pada konsentrasi 9,0 mg/l.
Pada penelitian Priyanto (2006) laju pertumbuhan biakan Lemna sp pada
perlakuan LAS dan ABS terlihat sangat baik hingga konsentrasi surfaktan masingmasing 13 ppm dan 10 ppm. Tetapi pada konsentrasi surfaktan 13 ppm atau lebih,
pertumbuhan tertekan dan lambat. Pada konsentrasi deterjen sebesar 25 ppm yang
setara dengan 7,25 LAS, laju pertumbuhan sangat lambat dengan waktu ganda
sebesar 3,16 hari.
Dalam penelitian Syahril, dkk (2006) pada konsentrasi 22,52 ppm belum
terjadi kematian hingga waktu 96 jam, sedangkan tingkat mortalitas ikan kakap
putih pada konsentrasi 63,39 ppm deterjen telah memberikan pengaruh kematian
terhadap benih ikan kakap putih, kenaikan tingkat kematian terjadi pada kurun
waktu 96 jam yaitu dari 6,67% menjadi 26,67%. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan biota uji untuk mentolerir bahan toksikan juga dipengaruhi oleh
lamanya waktu pemaparan.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Effendi (2003) kadar surfaktan kationik 0,1 - 10 mg/liter dan
surfaktan non ionik 1 – 10.000 mg/liter dapat menghambat pertumbuhan algae.

Kualitas Air
Dalam budidaya ikan, beberapa parameter/indikator kualitas air perlu
diketahui karena sangat berpengaruh terhadap ikan budidaya. Sekalipun ikan yang
dibudidayakan adalah ikan-ikan yang tahan pada kualitas air yang ekstrim.
Suhu
Perubahan suhu air yang drastis dapat mematikan biota air karena terjadi
perubahan daya angkut darah. Suhu berkaitan dengan konsentrasi oksigen terlarut
dalam air dan konsumsi oksigen hewan air. Pertumbuhan dan kehidupan biota air
sangat dipengaruhi suhu air. Kisaran suhu optimal bagi kehidupan di perairan
tropis adalah antara 28−320 C. Pada kisaran tersebut konsumsi oksigen mencapai
2,2 mg/l berat tubuh-jam. Dibawah suhu 250 C, konsumsi oksigen mencapai 1,2
m