Pengaruh Suplementasi Asam Amino Metionin Dan Lisin Dalam Ransum Terhadap Fertilitas, Daya Tetas Dan Mortalitas Telur Burung Puyuh (Coturnix-Coturnix Japonica)

PENGARUH SUPLEMENTASI ASAM AMINO METIONIN DAN LISIN
DALAM RANSUM TERHADAP FERTILITAS, DAYA TETAS DAN
MORTALITAS TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica)

RAJA MP SIREGAR
020306042
IPT

DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

22

Universitas Sumatera Utara

23
PENGARUH SUPLEMENTASI ASAM AMINO METIONIN DAN LISIN
DALAM RANSUM TERHADAP FERTILITAS, DAYA TETAS DAN

MORTALITAS TELUR BURUNG PUYUH (coturnix-coturnix japonica)

SKRIPSI

OLEH :

RAJA MP SIREGAR
020306042
Ilmu Produksi Ternak

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Pada Departemen Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan

DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008


Universitas Sumatera Utara

24
Judul Skripsi

Nama
NIM
Departemen
Program Studi

: Pengaruh Suplementasi Asam Amino Metionin Dan Lisin
Dalam Ransum Terhadap Fertilitas, Daya Tetas dan
Mortalitas Telur burung Puyuh (coturnix-coturnix
japonica)
: Raja MP Siregar
: 020306042
: Peternakan
: Produksi Ternak

Disetujui Oleh:

Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP)
Ketua

(Ir.Tri Hesti Wahyuni, M.Sc)
Anggota

Diketahui Oleh:

(Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP)
Ketua Departemen

Universitas Sumatera Utara

25
ABSTRACT

Raja, 2008., The Effect of Methionine and Lysine Amino Acid
Supplementation on Fertility, Hatchability and Mortality of Quail Egg

(Cortunix-coturnix japonica) . Under adviced of Mr. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP
as Supervisor and Mrs. Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc as co-supervisor.
This research was conducted at Biologycal Husbandry Laboratory, at the
Animal Science Departement of Agricultural Faculty of North Sumatera
University since March 2008 up to April 2008.
The objective of this research was to test the effect of metionin and lysine
amino acid on fertility, hatchability and mortality of quail egg.
The method of this research is completely randomized design (CRD) with
four treatment and five replications. Each replication consist of nine quail. The
treatment are : R0 = Control (Charoen Pokphand Indonesia), R1 = Formulation
feed + Metionin 0,5% and Lysine 0,8%, R2 = Formulation feed + Metionin 0,8%
and Lysine 1,1% and R3 = Formulation feed + Metionin 1,1% and Lysine 1,4%.
The result of this research indicate that the highest Fertility (%) were
91.00, 87.00, 88.00, and 91.00 respectwely. The Hatchability (%) were 57.13,
54.05, 54.51 and 62.77 respectwely. The Mortality (%) were 42.87, 45.95, 45.49,
and 37,23 respectwely.
The conclution of this reserch is the supplementation of metionin and
lysine amino acid is not influence the fertility, hatchability and mortality of quail
egg.


i

Universitas Sumatera Utara

26
ABSTRAK
Raja, 2008., Pengujian Suplementasi Asam Amino Metionin dan
Lisin Dalam Ransum Terhadap Fertilitas, Daya Tetas dan Mortalitas
Burung Puyuh (coturnix-coturnix japonica) . Dibimbing oleh Bapak Dr. Ir.
Zulfikar Siregar, MP. Sebagai dosen pembimbing I dan Ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni
M.Sc. sebagai dosen pembimbing II.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan mulai bulan
Maret 2008 sampai dengan April 2008.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh asam amino
metionin dan lisin dalam ransum terhadap fertilitas, daya tetas dan mortalitas
burung puyuh.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari 9
ekor burung puyuh. 7 ekor burung puyuh betina dan 2 ekor burung puyuh jantan.

Perlakuan yang diteliti sebagai berikut R0 = Kontrol (pakan produksi Charoen
Pokphand Indonesia), R1 = Ransum basal yang disusun sesuai dengan formula
+ 0,5 % Metionin + 0,8 % Lisin, R2 = Ransum basal yang disusun sesuai dengan
formula + 0,8 % Metionin + 1,1 % Lisin, R3 = Ransum basal yang disusun sesuai
dengan formula + 1,1 % Metionin + 1,4 % Lisin.
Dari hasil penelitian diperoleh fertilitas (%) adalah 91.00, 87.00, 88.00 dan
91.00. Daya tetas (%) adalah 57.13, 54.05, 54,51 dan 62.77. Mortalitas (%) adalah
42.87, 45.95, 45.49 dan 37.23.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian suplementasi asam
amino metionin dan lisin dalam ransum burung puyuh tidak berpengaruh terhadap
fertilitas, daya tetas dan mortalitas burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica).

ii

Universitas Sumatera Utara

27
RIWAYAT HIDUP

RAJA MP SIREGAR, dilahirkan di kecamatan Padang Bolak desa Aek

Suhat Kabupaten Padang Lawas Utara pada tanggal 23 Juli 1983. Putra pertama
dari enam bersaudara dari Ayahanda Ondolan Siregar dan Ibunda Nur Aisyah
Harahap.
Pendidikan formal yang telah ditempuh :
1. Tahun 1990 masuk SD Negeri 142889 Pembangunan Tap-Sel, tamat tahun
1996.
2. Tahun 1996 masuk SLTP Negeri 1 Binanga Tap-Sel, tamat tahun 1999.
3. Tahun 1999 masuk SMU Negeri 3 Plus Sipirok Tap-Sel, tamat tahun 2002.
4. Tahun 2002 terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Peternakan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan melalui jalur SPMB.

Kegiatan yang pernah dilakukan selama aktif di perkuliahan :
1. Mengikuti Masa Orientasi Pengenalan HMI pada tahun 2002.
2. Mengikuti Latihan Kader 1 HMI pada tahun 2003.
3. Menjadi Pengurus IMA TAPSEL pada tahun 2003-2006.
4. Ikut Mendirikan Gerakan Mahasiswa Peduli Lingkungan tahun 2005.
5. Pengurus Partai PDK Medan pada tahun 2004.
6. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di peternakan sapi perah Haris
Singh pada tahun 2006.
7. Melaksanakan Penelitian di Laboratorium Biologi Departemen Peternakan

Fakultas Pertanian USU Medan pada bulan Maret sampai April 2008.

iii

Universitas Sumatera Utara

28
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini.
Adapun judul skripsi ini adalah Pengaruh Suplementasi Asam Amino
Metionin dan Lisin Dalam Ransum Terhadap Fertilitas, Daya Tetas dan
Mortalitas Telur

Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)

yang

merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen

Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Ir. Tri Hesti
Wahyuni, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca. Akhir kata, semoga hasil ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Juni 2008

Penulis

iv

Universitas Sumatera Utara

29
DAFTAR ISI


ABSTRACT .................................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ iii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
Hipotesis Penelitian................................................................................. 3
Kegunaan Penelitian................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA
Ternak Puyuh.......................................................................................... 4
Kebutuhan Nutrisi Ternak Puyuh ........................................................... 7
Asam Amino........................................................................................... 8
Kebutuhan Hewan akan Asam-Asam Amino......................................... 8
Metionin ........................................................................................... 9
Lisin ............................................................................................. .... 10

Pengelolaan Penetasan
Telur Tetas ......................................................................................... 10
Pengambilan Telur ............................................................................. 11
Penyimpanan Telur ............................................................................ 11
Pemutaran Telur................................................................................. 11
Penetasan dengan Mesin Tetas .......................................................... 12
Temperatur Mesin Tetas .................................................................... 12
Fertilitas ............................................................................................. 12
Daya Tetas ......................................................................................... 14
Mortalitas Embrio .............................................................................. 15
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 16

v

Universitas Sumatera Utara

30
Bahan dan Alat Penelitian....................................................................... 16
Metode Penelitian.................................................................................... 17
Parameter Penelitian................................................................................ 18
Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil........................................................................................................ 22
Pembahasan ............................................................................................ 25
Rekapitulasi Hasil Penelitian.................................................................. 30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................................. 31
Saran ....................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA

vi

Universitas Sumatera Utara

31
DAFTAR TABEL

No

Hal

1. Data jumlah telur yang ditetaskan ........................................................... 4
2. Data jumlah telur yang fertil......................................................................7
3. Data jumlah telur yang tidak fertil .......................................................... 8
4. Data jumlah telur yang menetas............................................................... 9
5. Data telur yang tidak menetas...................................................................15
6. Rataan pengaruh suplementasi asam amino dan lisin dalam ransum
terhadap fertilitas burung puyuh selama penelitian (%)....................... 22
7. Rataan pengaruh suplementasi asam amino dan lisin dalam ransum
terhadap daya tetas telur burung puyuh selama penelitian (%) .......... 23
8. Rataan pengaruh suplementasi asam amino dan lisin dalam ransum
terhadap mortalitas telur burung puyuh selama penelitian(%).............24

vii

Universitas Sumatera Utara

25
ABSTRACT

Raja, 2008., The Effect of Methionine and Lysine Amino Acid
Supplementation on Fertility, Hatchability and Mortality of Quail Egg
(Cortunix-coturnix japonica) . Under adviced of Mr. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP
as Supervisor and Mrs. Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc as co-supervisor.
This research was conducted at Biologycal Husbandry Laboratory, at the
Animal Science Departement of Agricultural Faculty of North Sumatera
University since March 2008 up to April 2008.
The objective of this research was to test the effect of metionin and lysine
amino acid on fertility, hatchability and mortality of quail egg.
The method of this research is completely randomized design (CRD) with
four treatment and five replications. Each replication consist of nine quail. The
treatment are : R0 = Control (Charoen Pokphand Indonesia), R1 = Formulation
feed + Metionin 0,5% and Lysine 0,8%, R2 = Formulation feed + Metionin 0,8%
and Lysine 1,1% and R3 = Formulation feed + Metionin 1,1% and Lysine 1,4%.
The result of this research indicate that the highest Fertility (%) were
91.00, 87.00, 88.00, and 91.00 respectwely. The Hatchability (%) were 57.13,
54.05, 54.51 and 62.77 respectwely. The Mortality (%) were 42.87, 45.95, 45.49,
and 37,23 respectwely.
The conclution of this reserch is the supplementation of metionin and
lysine amino acid is not influence the fertility, hatchability and mortality of quail
egg.

i

Universitas Sumatera Utara

26
ABSTRAK
Raja, 2008., Pengujian Suplementasi Asam Amino Metionin dan
Lisin Dalam Ransum Terhadap Fertilitas, Daya Tetas dan Mortalitas
Burung Puyuh (coturnix-coturnix japonica) . Dibimbing oleh Bapak Dr. Ir.
Zulfikar Siregar, MP. Sebagai dosen pembimbing I dan Ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni
M.Sc. sebagai dosen pembimbing II.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan mulai bulan
Maret 2008 sampai dengan April 2008.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh asam amino
metionin dan lisin dalam ransum terhadap fertilitas, daya tetas dan mortalitas
burung puyuh.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari 9
ekor burung puyuh. 7 ekor burung puyuh betina dan 2 ekor burung puyuh jantan.
Perlakuan yang diteliti sebagai berikut R0 = Kontrol (pakan produksi Charoen
Pokphand Indonesia), R1 = Ransum basal yang disusun sesuai dengan formula
+ 0,5 % Metionin + 0,8 % Lisin, R2 = Ransum basal yang disusun sesuai dengan
formula + 0,8 % Metionin + 1,1 % Lisin, R3 = Ransum basal yang disusun sesuai
dengan formula + 1,1 % Metionin + 1,4 % Lisin.
Dari hasil penelitian diperoleh fertilitas (%) adalah 91.00, 87.00, 88.00 dan
91.00. Daya tetas (%) adalah 57.13, 54.05, 54,51 dan 62.77. Mortalitas (%) adalah
42.87, 45.95, 45.49 dan 37.23.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian suplementasi asam
amino metionin dan lisin dalam ransum burung puyuh tidak berpengaruh terhadap
fertilitas, daya tetas dan mortalitas burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica).

ii

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Burung Puyuh merupakan hewan peralihan yang semula bersifat liar
kemudian diadaptasikan menjadi hewan yang dapat diternakkan. Oleh karena itu,
banyak permasalahan yang dihadapi para peternak yang masih baru. Jika peternak
telah menguasai seluk-beluk burung puyuh, setiap permasalahan tentu akan
mudah diatasi (Hartono, 2004).
Dalam pemeliharaan burung puyuh (quail) pada mulanya kurang
mendapat perhatian dari para peternak. Tetapi sejak pemerintah

merencanakan

burung puyuh sebagai salah satu alternatif untuk peningkatan penyediaan protein
hewani untuk masyarakat, barulah burung puyuh mulai terangkat namanya.
Peternakpun mulai bergairah untuk mengembangkan ternak ini.
Sementara dengan meningkatnya jumlah penduduk yang menyebabkan
tingginya angka pengangguran menjadikan burung puyuh sebagai salah satu
alternatif

usaha

yang

dinilai

cukup

menguntungkan

karena

dalam

pemeliharaannya tidak dibutuhkan areal yang luas dan pengembalian modalnya
relatif cepat dikarenakan burung puyuh dapat mencapai dewasa kelamin sekitar
umur 42 hari dengan produksi telur antara 250-300 butir per tahun (Listiyowati
dan Roospitasari, 2000).
Secara garis besar yang mempengaruhi produksi telur adalah faktor
genetik, pakan (kualitas dan kuantitas), keadaan kandang, temperatur, penyakit
dan stress (Yasin, 1988). Rasyaf (1995) juga mengemukakan bahwa faktor pakan

1

Universitas Sumatera Utara

2
sangat perlu diperhatikan terutama zat-zat yang terkandung dalam pakan yang
diberikan karena dapat mempengaruhi produksi telur.
Pada usaha produksi telur konsumsi, burung puyuh jantan harus diafkir
karena dapat menggangu ketenangan burung puyuh betina. Telur yang dihasilkan
burung puyuh betina juga akan cepat rusak dan membusuk karena adanya embrio.
Disamping itu juga akan menjadi beban karena pemborosan ransum. Tetapi dalam
kondisi tertentu burung puyuh jantan juga sangat diperlukan, misalnya untuk
menghasilkan telur tetas. Hanya saja keperluannya relatif sedikit (cukup dua
sampai tiga ekor untuk sepuluh ekor betina).
Pejantan diperlukan bagi unggas betina untuk membuahi telur yang
dihasilkannya, karena separuh dari anak ayam yang menetas dari telur tetas itu
merupakan sumbangan dari pejantan dan separuh dari induknya. Tanpa telur tetas
yang fertil maka tidak akan ada anak unggas tersebut, walaupun teknik dan mesin
tetas yang dipergunakan benar dan modren (Rasyaf, 1995).
Setiap mahluk hidup memiliki kecenderungan untuk mempertahankan
populasinya dengan cara yang berbeda. Untuk unggas, upaya mempertahankan
populasinya dengan cara menetaskan telurnya. Dalam pengusahaan peternakan
unggas

secara

komersial,

penetasan

telur

memegang

peranan

penting

(Paimin, 1990).
Ternak unggas seperti ayam, itik dan burung puyuh dipelihara untuk
mengambil daging dan telurnya. Bila daging unggas tersebut dikonsumsi dalam
jumlah yang banyak dan juga ada unggas yang mati maka perlu ada polulasi
pengganti. Agar populasi yang hilang akibat dikonsumsi maupun mati dapat

Universitas Sumatera Utara

3
tergantikan, penetasan telur merupakan tahapan dalam peternakan unggas
(Rasyaf, 1995).
Untuk itu peneliti ingin meneliti pengaruh suplementasi asam amino
metionin dan lisin dalam ransum terhadap fertilitas, daya tetas dan mortalitas telur
burung puyuh. Dalam penelitian ini diharapkan telur burung puyuh yang
ditetaskan fertil, daya tetasnya bagus dan mortalitasnya rendah dalam setiap
periode penetasan.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh suplementasi berbagai level asam amino
Metionin dan Lisin dalam ransum terhadap fertilitas, daya tetas dan mortalitas
telur burung puyuh.
Hipotesis Penelitian
Suplementasi asam amino Metionin dan Lisin dalam ransum berpengaruh
terhadap fertilitas, daya tetas dan mortalitas telur burung puyuh.
Kegunaan penelitian
-

Sebagai bahan informasi bagi masyarakat khususnya peternak burung
puyuh tentang suplementasi asam amino Metionin dan Lisin dalam ransum
burung puyuh.

-

Sebagai bahan informasi bagi para peneliti dan kalangan akademis
maupun instansi yang berhubungan dengan peternakan.

-

Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Departemen
Peternakan Fakultas Pertanaian Universistas Sumatera Utara Medan

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Burung Puyuh
Dalam istilah asing, burung puyuh disebut quail yang merupakan bangsa
burung liar. Di Indonesia khususnya di Jawa burung puyuh disebut gemuk .
Burung puyuh merupakan salah satu jenis burung yang tidak dapat terbang,
memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, memiliki kaki yang pendek, dapat diadu
dan bersifat kanibal. Awalanya burung puyuh merupakan burung liar. Tahun 1870
di Amerika Serikat burung puyuh mulai diternakkan. Setelah masa itu, burung
puyuh mulai dikenal dan diternakan pada akhir tahun 1979.
Nilai gizi telur puyuh tidak kalah dengan unggas lain sehingga menambah
penyediaan sumber protein hewani dan memberikan konsumen banyak pilihan
(Listiyowati dan Roospitasari, 2005).
Murtidjo (1996) menyatakan bahwa kandungan protein dan lemak telur
burung puyuh cukup baik bila dibandingkan dengan telur unggas lainnya.
Kandungan proteinnya tinggi, tetapi kadar lemaknya rendah sehingga sangat baik
untuk kesehatan. Perbedaan susunan protein dan lemak telur burung puyuh
dibandingkan dengan telur unggas lain tertera pada Tabel 1.
Tabel 1.Perbedaan susunan protein dan lemak dari berbagai telur unggas.
Jenis Unggas

Ayam ras
Ayam buras
Itik
Angsa
Merpati
Kalkun
Burung Puyuh

Protein (%)

Sumber : NRC, (1984).

12,7
13,4
13,3
13,9
13,8
13,1
13,1

Lemak (%) Karbohidrat (%)
11,3
10,3
14,5
13,3
12,0
11,8
11,1

4

0,9
0,9
0,7
1,5
0,8
1,7
1,6

Abu (%)
1,0
1,0
1,1
1,1
0,9
0,8
1,1

Universitas Sumatera Utara

5
Klasifikasi burung puyuh menurut Redaksi Agromedia (2002) adalah
sebagai berikut:
Kelas

: Aves (Bangsa burung)

Ordo

: Galiformes

Sub Ordo

: Phasianoidae

Famili

: Phasianidae

Sub Famili

: Phasianidae

Genus

: Coturnix

Spesies

: Coturnix-coturnix japonica.
Kelebihan ternak burung puyuh dibandingkan dengan ternak unggas

lainnya

menurut Sutoyo (1989) yaitu : Ternak burung puyuh sangat mudah

pemeliharaannya, tidak banyak memerlukan tenaga dan biaya yang banyak/besar.
Tidak banyak menyita tempat, dapat menampung anak burung puyuh 100 ekor/m2
berumur 1-10 hari dan 60 ekor/m2 untuk burung puyuh berumur di atas 10 hari.
Cepat bertelur, sehingga kebutuhan telur keluarga cepat terpenuhi.
Disamping rasanya yang gurih seperti telur ayam dan entok, burung puyuh
ini memiliki kadar/nilai gizi yang sangat tinggi. Dapat diusahakan sebagai usaha
sambilan untuk tambahan penghasilan keluarga. Dapat dijadikan sebagai usaha
komersil, apabila pemeliharaannya dalam jumlah yang banyak serta perawatannya
yang baik dan dapat pula dijadikan mata pencaharian pokok.
Burung puyuh jenis Coturnix-coturnix japonica lazim diternakkan oleh
peternak yang menghendaki produksi telur yang tinggi. Burung puyuh ini mampu
menghasilkan sebanyak 250-300 butir telur/tahun dengan periode bertelur selama
9-12 bulan. Burung puyuh betinanya mulai bertelur pada umur 35 hari. Dengan

Universitas Sumatera Utara

6
ciri khas perbedaan jantan dan betina terdapat pada warna, suara dan berat
tubunya. Burung puyuh betina pada bulu leher dan dada bagian atas warnanya
lebih terang serta terdapat totol-totol cokelat tua bagian leher sampai dada,
sedangkan burung puyuh jantan bulu dadanya polos berwarna cinnamon (cokelat
muda). Suara burung puyuh jantan lebih besar dibandingkan burung puyuh betina
sebaliknya bobot burung puyuh betina lebih berat daripada burung puyuh jantan
(Nugroho dan Mayun, 1982).
Bobot rata-rata seekor burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) sekitar
150 gram. Burung puyuh betina akan mulai bertelur pada umur 35 hari. Puncak
produk dicapai pada umur lima bulan dengan persentase bertelur rata-rata 76%. Di
atas umur empat belas bulan, produktivitasnya akan menurun dengan persentase
bertelur kurang dari 50%. Kemudian sama sekali berhenti bertelur saat berumur
2,5 tahun atau 30 bulan (Anggorodi, 1995).
Yang menarik perhatian dari burung puyuh tersebut adalah siklus
hidupnya yang pendek dibutuhkan 16-17 hari untuk pengeraman dan lebih kurang
42 hari dari saat menetas sampai dewasa kelamin. Apabila burung puyuh belum
mengalami seleksi genetik terhadap bobot badan, maka burung puyuh jantan
dewasa bobot badannya sekitar 100-140 gram, sedangkan yang betina sedikit
lebih berat yaitu antara 120-160 gram (Anggorodi, 1995).
Anak burung puyuh yang berumur satu hari disebut Day Old Quail
(DOQ). Besarnya seukuran jari dengan berat 8-10 gram dan berbulu jarum halus.
Anak burung puyuh yang sehat berbulu kuning mengembang, gerakannya lincah,
besarnya seragam dan aktif mencari makan atau minum. Pada usaha peternakan,

Universitas Sumatera Utara

7
periode pembesaran DOQ disebut dengan periode starter-grower (stargro) yang
dilakukan hingga anak burung puyuh berumur delapan minggu (Sugiharto, 2005).
Kebutuhan Nutrisi Ternak Burung Puyuh
Burung puyuh mempunyai dua fase pemeliharaan, yaitu fase pertumbuhan
dan fase produksi (bertelur). Fase pertumbuhan burung puyuh terbagi lagi menjadi
dua bagian, yaitu fase starter (umur 0-3 minggu) dan fase grower (umur 3-5
minggu). Perbedaan fase ini beresiko pada pemberian pakan berdasarkan
perbedaan kebutuhannya. Anak burung puyuh berumur 0-3 minggu membutuhkan
protein 25% dan energi metabolis 2.900 kkal/kg. Pada umur 3-5 minggu kadar
proteinnya dikurangi menjadi 20% protein dan 2.600 kkal/kg energi metabolis.
Untuk burung puyuh dewasa berumur lebih dari 5 minggu sama dengan untuk
umur 3-5 minggu. Sementara kebutuhan protein untuk pembibitan (sedang
bertelur atau dewasa kelamin) sebesar 18-20% (Listiyowati dan Roospitasari,
2000). Kebutuhan zat-zat makanan dalam ransum burung puyuh dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Kebutuhan zat-zat makanan dalam ransum burung puyuh
(Coturnix-coturnix japonica) untuk daerah tropis
Zat-zat makanan
Energi Metabolisme (kkal/kg)
ProteinKasar (%)
Lemak (%)
Serat Kasar(%)
Ca* (%)
P* (%)
Lysin (%)
Metionin(%)
Sumber : NRC, (1984).

Layer (umur 6
mingggu keatas)
3000
20
2,5
4,4
3,75-3,8
1
1,15
0,45

Anggorodi (1995) menyatakan bahwa ransum yang diberikan pada ternak
harus disesuaikan dengan umur dan kebutuhan ternak. Hal ini bertujuan untuk

Universitas Sumatera Utara

8
mengefisienkan penggunaan ransum. Kebutuhan ransum burung puyuh tertera
pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah ransum diberikan per hari menurut umur burung puyuh
Umur burung Puyuh
1 hari
1 minggu
1 minggu 2 minggu
2 minggu 4 minggu
4 minggu 5 minggu
5 minggu 6 minggu
Lebih dari 6 minggu

Sumber: Gema Penyuluhan Pertanian, (1984).

Jumlah Ransum yang Diberikan (g)
2
4
8
13
15
17 - 19

Asam - Asam Amino

Asam asam amino adalah unit dasar dari
struktur protein. Semua asam amino meampunyai
sekurang kurangnya satu gugus amino (-NH2 ) pada
posisi alfa dari rantai karbon dan satu gugus karboksil (COOH ). Kecuali glisine semua asam asam amino
mempunyai atom karbon yang asimetrik, sehingga
dapat terjadi beberapa isomer. Kebanyakan asam
amino dalam alam adalah dari konfigurasi L, tetapi
dalam bakteria ada konfigurasi D.

Sifat asam-asam amino mempunyai gugus nitrogen dasar, umumnya gugus

amino (-NH2) dan sebuah unit karboksil (-COOH) dan kebanyakan gugus amino
terikat pada karbon dengan posisi alfa; proline mempunyai suatu perkecualian
yaitu mempunyai gugus imino (-NH) dan bukannya amino (-NH2). Beberapa asam
-asam amino mempunyai tambahan gugus-gugus amino ataupun gugus karboksil
( Tillman, dkk, 1989 ).
Kebutuhan Hewan akan Asam-Asam Amino
Seperti tanaman, hewan mensintesis protein yang mengandung asam-asam
amino. Meskipun demikian, tidak seperti tanaman, hewan tidak dapat mensintesis

Universitas Sumatera Utara

9
semua asam amino. Asam-asam amino yang tidak bisa disintesis hewan
digolongkan ke dalam asam amino esensial dan harus dipenuhi melalui ransum.
Asam-asam amino yang dapat disintesis hewan digolongkan ke dalam asam
amino esensial. Dari asam amino non esensial ini tidak dapat disintesis asam
amino esensial dengan kecepatan yang cukup untuk pertumbuhan yang maksimal.
Oleh karena itu harus disediakan dalam ransum. Asam-asam amino esensial dan
non esensial yang dibutuhkan oleh unggas dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Klasifikasi Asam-asam amino.
Tidak disintesis dalam Disintesis
unggas (esensial)
terbatas
Arginin
Lisin
Histidin
Leusin
Isoleusin
Valin
Metionin
Treonin
Triptopan
Fenilalanin
Paimin, 2004.

dari

Tirosin
Sistin
Hidroksin

media Disintesis dalam unggas
dari media sederhana
(non esensial)
Alanin
Asam asparat
Asam glutamat
Glutanin
Hidroksiprolin
Glisin
Serin
Prolin

Metionin
Metionin ( C5H11O2NS )
NH2
H3

S

CH2

CH2 C

COOH

H
Metionin adalah asam amino yang memiliki unsur S. Asam amino ini
penting dalam sintesa protein (dalam proses transkripsi, yang menerjemahkan
urutan basa Nitrogen di DNA untuk membentuk RNA) karena kode untuk
metionin sama dengan kode awal untuk satu rangkaian RNA. Asam amino ini

Universitas Sumatera Utara

10
bagi ternak bersifat esensial, sehingga harus dipasok dari bahan pakan. Sumber
utama metionin adalah buah-buahan, daging (ayam, sapi dan ikan), susu (susu
murni, beberap jenis keju), sayuran (bayam, bawang putih dan jagung), serta
kacang-kacangan (kacang mente, kacang merah, tahu dan tempe) (Wiki, 2008).
Lisin
Lisin ( C6H14O2N2 )
NH
CH2

NH
CH2 CH2 CH2

CHCOOH

H

H

Lisin merupakan asam amino penyusun protein yang dalam pelarut air
bersifat basa, seperti juga histidin. Lisin tergolong esensial bagi ternak. Biji
bijian serealia terkenal miskin akan lisin. Sebaliknya biji polong-polong kaya akan
asam amino (Wiki, 2007).
Pengelolaan Penetasan
Telur Tetas
Agromedia (2002) menyatakan bahwa telur adalah suatu bentuk tempat
penimbunan zat gizi seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air
yang diperlukan untuk pertumbuhan embrio selama pengeraman. Untuk dapat
ditetaskan telur-telur burung puyuh harus diseleksi. Memilih telur burung puyuh
yang akan ditetaskan harus teliti, beberapa tips memilih telur burung puyuh yang
baik untuk ditetaskan sebagai berikut :
1. Memilih telur yang bersih, halus dan rata
2. Memilih telur yang warnanya tidak terlalu pekat
3. Bintik di kulit telur harus jelas

Universitas Sumatera Utara

11
4. Kulit telur tidak retak
5. Memilih telur yang baru, bukan telur yang sudah disimpan lebih
dari 3 hari
6. jika ingin dijadikan khusus sebagai telur tetas setelah keluar dari
burung puyuh, telur segera diambil dan debersihkan.
Pengambilan Telur
Sebaiknya telur yang akan ditetaskan berukuran 11-13 gram per butir.
Ukuran normal tersebut dapat dicapai setelah induknya berumur 2,5 bulan.
Dengan demikian pengambilan telur tetas burung puyuh dilaksanakan sejak induk
berumur 2,5-8 bulan (Sugihartono, 2005).
Penyimpanan Telur
Lama penyimpanan telur dapat mempengaruhi daya tetas telur burung
puyuh. Abidin (2003) menguatkan pendapat tersebut dengan menyodorkan data
hasil penelitian para ahli bahwa daya tetas telur yang disimpan selama 6 hari lebih
tinggi dibandingkan dengan telur tetas disimpan lebih dari 7 hari. Telur yang
disimpan terlalu lama, apalagi dalam kondisi lingkungan yang kurang baik, bisa
menyebabkan penurunan berat telur dan kantong udaranya semakin berkurang
(Andrianto, 2005).
Pemutaran Telur
Membalik atau memutar letaknya telur pada hari-hari tertentu selama
periode penetasan perlu sekali dilakukan. Gunanya adalah supaya telur
mendapatkan panas yang merata. Selain itu juga untuk menjaga agar bibit tidak
menempel pada kulit dalam fase permulaan penetasan dan untuk mencegah zat
kuning telur dengan tenunan selaput pembungkus anak (allanthoin) pada fase
berikutnya. Membalik telur dilakukan setiap hari mulai hari ketiga atau keempat

Universitas Sumatera Utara

12
sampai dua hari sebelum telur-telur menetas. Pemutaran telur sebaiknya
dilaksanakan paling sedikit 3 kali atau lebih baik bila diputar 5 sampai 6 kali
sehari dengan setengah putaran (Djanah, 1984).
Penetasan dengan Mesin Tetas
Telur burung puyuh dapat ditetaskan dengan mesin tetas buatan. Selama
ditetaskan telur tadi perlu diputar 900 dan paling sedikit sehari diputar 4-6 kali.
Menetaskan telur burung puyuh tidak berbeda dengan telur ayam. Minggu
pertama : 38,30 C (1010 F). Minggu kedua sampai menetas : 390 C (1030 F).
Suhunya diusahakan jangan sampai lebih dari 39,40 C (1030 F). Termometer untuk
mengukur suhu mesin tetas diletakkan sejajar dengan ujung telur, dengan maksud
supaya termometer tersebut menunjukkan suhu telur-telur yang ditetaskan.
Kelembabannya tidak boleh kurang dari 60% (tabung yang basah pada
hygrometer) 30,60 C (870 F) sampai hari ke 14 setelah itu dinaikkan 32,30 C (900F)
sampai proses penetasan selesai (Nugroho dan Mayun, 1986).
Temperatur Mesin Tetas
Dalam prakteknya temperatur mesin tetas sering dibuat stabil sekitar
1030F (39,40 C) untuk semua penetasan telur unggas. Kelembaban mesin tetas
untuk penetasan telur berbagai jenis unggas relatif sama, yaitu sekitar 60-70%.
Selama persiapan ventilasi atas mesin tetas ditutup sampai hari penetasan ke tiga
(Suprijatna dkk, 2005).
Fertilitas
Fertilitas adalah persentase telur yang fertil dari seluruh telur yang
digunakan dalam suatu penetasan. Nuryati dkk (2000) menyatakan bahwa agar
telur dapat menetas menjadi anak, telur tersebut harus dalam keadaan fertil atau

Universitas Sumatera Utara

13
disebut dengan telur tetas. Telur tetas merupakan telur yang telah dibuahi sel
jantan.
Menurut Agromedia (2002) bahwa fertilitas telur burung puyuh
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1. sperma
Sperma dihasilkan oleh puyuh jantan. Jumlah yang dihasilkan dan
kualitasnya dipengaruhi oleh beberapa hal. Misalnya, temperatur kandang
terlalu tinggi, pemberian cahaya, kulitas dan kuantitas ransum serta dan
kesehatan unggas tersebut. Di samping hal-hal yang telah dikemukakan itu
faktor

makanan

sangat

penting.

Ransum

yang dimakan

sangat

mempengaruhi kualitas sperma yang dihasilkan pejantan. Juga cahaya,
mempengaruhi sperma yang dihasilkan oleh pejantan.
2. pakan
Baik atau buruknya kualitas pakan akan mempengaruhi kualitas dan
kuantitas sperma yang dihasilkan, yang kemudian akan mempengaruhi
fertilitas telur tetas yang dihasilkan.

3. umur pembibit
Fertilitas akan berkurang dengan semakin bertambahnya umur pembibit.
Penurunan itu cepat terjadi setelah tahun pertama jantan digabung dengan
betina.
4. musim atau suhu
Pada musim panas, temperatur kandang yang tinggi dapat menyebabkan
fertilitas merosot.

Universitas Sumatera Utara

14
5. sifat kawin pejantan
Ada pejantan yang senang kawin pada beberapa betina saja, dan yang
lainnya jarang dikawininya. Di samping itu betina tersebut tidak bisa
dikawini oleh pejantan lain.
6. waktu perkawinan
Kawin suntik yang dilakukan pada sore hari akan menghasilkan fertilitas
yang tinggi. Perkawinan secara alami juga menghasilkan fertilitas yang
tinggi pada waktu perkawinan di sore hari.
7. produksi telur
tingginya angka produksi menghasilkan fertilitas yang lebih tinggi juga
dibanding dengan produksi dengan jumlah yang sedikit.
Pemeriksaan telur dilakukan 2 x selama penetasan yang pertama dilakukan
pada hari ke 7, saat itu sudah jelas terlihat perkembangan embrio berupa sebuah
titik dengan cabang-cabang berwarna merah di dalam kuning telur fertil yang
mati. Cirinya saat peneropongan tampak sebagai gumpalan gelap yang tidak
bergerak dan harus dikeluarkan dari mesin tetas (Suprijatna dkk, 2005).
Pemeriksaan kedua berfungsi untuk menentukan atau memeriksa kembali
telur yang diragukan pada pemeriksaan yang pertama, melihat perkembangan
embrio, dan mengeluarkan telur yang mati atau kosong. Telur yang tidak baik dari
pemeriksaan kedua tidak dapat dikonsumsi (Paimin, 2004).
Daya Tetas
Suatu penelitian menunjukkan bahwa telur yang disimpan terlalu lama
akan menurunkan daya tetasnya. Telur-telur yang disimpan daya tetasnya akan
menurun kira-kira 3% tiap tambahan sehari. Telur yang disimpan dalam kantung

Universitas Sumatera Utara

15
plastik PVC (Polyvinylidene chloride) dapat tahan lebih lama, kira-kira 13 sampai
21 hari dibandingkan dengan ruangan terbuka daya tetasnya juga lebih tinggi dari
pada telur yang disimpan dalam ruangan terbuka

(Nugroho dan Mayun, 1986).

Untuk menghasilkan dayatetas yang baik, ransum yang diberikan harus
baik pula kandungan nutrisinya. Ransum yang baik ini dicirikan dengan
keseimbangan yang serasi antara protein, energi metabolisme, vitamin, mineral
dan air. Protein yang diberikan juga harus merupakan keseimbangan dari
kandungan asam-asam amino. Kadar protein dalam ransum bervariasi berdasarkan
temperatur, energi dalam ransum, tingkat produksi telur dan lain-lain (Rasyaf,
1995).
Tidak semua telur tetas dapat digunakan dalam penetasan. Hanya telur
yang memenuhi persyaratan saja yang dapat digunakan. Oleh karena itu, perlu
adanya penanganan pascapanen untuk menentukan atau menghasilkan telur yang
layak untuk di tetaskan. Penanganan pascapanen tersebut meliputi kegiatan
pengumpulan telur, seleksi telur dan penyimpanan ( Suprijatna, 2005). Hubungan
daya tetas dengan kondisi telur dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Hubungan Daya Tetas dengan Kondisi Telur.
Kondisi telur

Daya tunas (%)

Daya tetas

Telur normal

82.3

71.7

Telur retak

74.6

39.7

Permukaan kerabang kasar

72.5

34.3

Rongga udara tidak pada tempatnya

81.1

53.2

Terdapat bintik darah dalam isi telur

78.7

56.3

Sumber, North, (1978).

Universitas Sumatera Utara

16
Mortalitas Embrio
Kematian embrio banyak terjadi dalam keadaan kritis selama waktu
penetasan. Ada dua periode kritis pada masa penetasan :
1. selama tiga hari pertama dari masa penetasan
2. pada masa burung puyuh akan menetas
kematian yang tinggi pada embrio pada umumnya disebabkan karena embrio tidak
mampu berfungsi dengan baik, saat kritis itu antara lain pada perubahan posisi
pada saat akan menetas. Atau saat anak burung puyuh mulai mematuki kulit
kerabang telur untuk menetas, anak burung puyuh tak dapat memakai albumen
yang tersisa, kegagalan absorbsi yolk sack saat peralihan dari allanthoin ke
pernafasan dengan paru-paru (Nugroho, 1981).
Sutoyo (1989) menyatakan bahwa apabila ternak burung puyuh
diharapkan telurnya untuk ditetaskan, maka kandang harus diisi burung puyuh
betina, harus pula diisi dengan puyuh jantan. Perbandingannya adalah betina :
jantan = 3 : 1 (tiga ekor betina : satu ekor jantan).
Baik betina maupun jantannya yang dipersiapkan untuk dijadikan bibit
peternakan, harus memenuhi syarat :
a. sehat dan cukup bertenaga
b. ukurannya harus sedang (walaupun sebagian diketahui pejantan
umumnya berbadan lebih kecil daripada betina).

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A.
Sofyan No.3 Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara Medan, berada pada ketinggian 25 meter dari permukaan laut. Penelitian
berlangsung selama 8 minggu dimulai dari bulan Maret 2008 sampai dengan April
2008.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan antara lain:


Burung puyuh betina umur 6 minggu sebanyak 140 ekor.



Burung puyuh jantan umur 6 minggu sebanyak 40 ekor.



Ransum komersil dari PT. Charoen Pokhpand P 304



Bahan pakan penyusun ransum ( tepung ikan, dedak halus, bungkil
kedelei, jagung kuning, bungkil kelapa, zat kapur, minyak nabati dan
Dicalcium Phospat ).



Metionin dan Lisin sebagai bahan suplementasi yang akan diteliti



Vitamin, yaitu Puyuh Vit.



Desinfektan yaitu Rodalon



Kalium permanganat (KMnO4) dan formalin sebagai bahan fumigasi



Air minum

Alat yang digunakan antara lain:


Kandang baterai sebanyak 20 unit, ukuran panjang x lebar x tinggi 60 x
40 x 20 cm/unit

17

Universitas Sumatera Utara

18


Tempat pakan dan air minum



Lampu pijar 40 watt, sebagai penerangan



Timbangan salter kapasitas 5 kg untuk menimbang pakan; timbangan
Ohaus kapasitas 1 kg untuk menimbang puyuh; dan timbangan elektrik
untuk menimbang asam amino dengan kepekaan 0.01 gram



Alat-alat pembersih kandang



Alat tulis, buku data dan kalkulator



Termometer (0C)



Hand sprayer



Mesin Genset



Mesin Tetas, dll

Metode penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan.
Perlakuan yang diteliti adalah:
R0: Ransum kontrol (Produksi PT. Charoend Pokhpand Indonesia P 304
Kadar air 13%, PK 18.5-20%, LK 3,5%, SK 6,0%, Abu 10%, Ca
2,5%, P 0,60%S)
R1: Ransum basal yang disusun sesuai dengan formula + 0,5 % Metionin
+ 0,8 % Lisin
R2: Ransum basal yang disusun sesuai dengan formula + 0,8 % Metionin
+ 1,1 % Lisin
R3: Ransum basal yang disusun sesuai dengan formula + 1,1 % Metionin
+ 1,4 % Lisin

Universitas Sumatera Utara

19
Denah pemeliharaan yang akan dilaksanakan sebagai berikut:

Dimana:

R01

R12

R21

R03

R22

R13

R02

R14

R22

R11

R32

R34

R31

R04

R32

R33

R35

R25

R15

R05

Perlakuan = (R0, R1, R2, R3)
Ulangan = (1, 2, 3, 4,5)

Untuk menetukan banyaknya ulangan digunakan rumus sebagai berikut :
t (n-1)  15
4 (n-1)  15
4n-4  15
4n  19
n  4,75 = 5
Adapun metode linear yang digunakan adalah:
Yij =  + i+ ij
Dimana:
Yij
= hasil pengamatan dari perlakuan tingkat ke-i dan pada ulangan ke-j.
i
= 0,1,2,3 (perlakuan).
j
= 1,2,3,4,5 (ulangan).

= nilai rata-rata (mean) harapan.
i
= pengaruh perlakuan ke-i.
ij
= pengaruh galat (experimental error) perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
Parameter Penelitian
1. Fertilitas (%)
Fertilitas dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Fertilitas = jumlah telur fertil x 100 %
jumlah telur yang ditetaskan

Universitas Sumatera Utara

20
2. Daya tetas atau hatchabilitas (%)
Daya tetas dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Daya tetas = jumlah telur yang menetas x 100 %
jumlah telur yang fertil
3. Mortalitas (%)
Mortalitas dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Mortalitas = jumlah (telur yang fertil telur yang menetas ) x 100 %
jumlah telur yang fertil
(Sugiharto, 2005).
Pelaksanaan Penelitian


Persiapan Kandang
Kandang terlebih dahulu didesinfektan dengan menggunakan rodalon,
kemudian dilakukan fumigasi dengan menggunakan formalin dan
dibiarkan selama tiga hari. Peralatan kandang dibersihkan dan
didesinfektan sebelum digunakan.



Sexing puyuh
Sebelum puyuh dimasukkan kedalam kandang terlebih dahulu dilakukan
sexing. Puyuh yang digunakan sebagai objek jenis Coturnix-coturnix
japonica sebanyak 180 ekor. Tiap plot terdiri atas 6 ekor burung puyuh
betina dan 2 ekor burung puyuh jantan.



Penyusunan Ransum
Ransum disusun sesuai dengan perlakuan yang akan diteliti. Penyusunan
ransum dilakukan satu kali seminggu dengan tujuan untuk menjaga
kualitas ransum.

Universitas Sumatera Utara

21


Pemeliharaan
Ransum dan air minum diberikan secara ad-libitum, penerangan diatur
sedemikian rupa sesuai dengan kondisi yang nyaman untuk puyuh.



Pengumpulan dan Seleksi Telur Tetas
Pengumpulan telur dilakukan 2 x sehari yaitu pada pagi dan sore hari
selama seminggu dan diseleksi sesuai dengan kriteria telur tetas yang
ditentukan yakni : bentuknya normal, permukaan kulit telur tidak terlalu
kasar, berat telur berkisar 9-11 gram. Telur untuk penetasan diambil
sesudah puyuh berumur 2,5 bulan.



Membersihkan Telur Tetas
Telur tetas yang kotor dibersihkan dengan cara melapnya dengan sedikit
air hangat agar pori-pori telur tidak tersumbat.



Penetasan
Mesin tetas dan peralatannya sebelum digunakan terlebih dahulu
dibersihkan dari kotoran yang melekat kemudian disemprot dengan
rodalon, terakhir dilakukan fumigasi dengan ketentuan single dosis yaitu
40cc formalin 7% : 20cc KMnO4 (perbandingan 2:1 ) tiap ukuran 2,8m3
ruang fumigasi selama 20 menit (Nort, 1978).
Temperatur mesin tetas distabilkan berkisar 1030 F (39,40 C) selama 24
jam sebelum digunakan. Nampan untuk menjaga kelembapan mesin
tetas diisi dengan air kemudian telur tetas yang telah disusun
berdasarkan label perlakuan dimasukkan kedalam mesin tetas dimana
setiap perlakuan digunakan 10 butir telur. Pemutaran telur tetas

Universitas Sumatera Utara

22
dilakukan sebanyak 3 x sehari mulai hari ke 3 sampai hari ke 14 berada
dalam mesin tetas. Telur menetas pada hari ke 16.


Pengamatan dan Pengambilan Data
Pada hari ke 20 dicatat berapa telur yang menetas dan yang tidak
menetas dalam tiap perlakuan. Untuk mengetahui berapa jumlah telur
yang fertil telur-telur yang tidak menetas dipecahkan jika terdapat
embrio maka telur tersebut fertil.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Fertilitas
Pengertian fertilitas adalah persentase (%) telur yang fertil dari seluruh
telur yang digunakan dalam suatu periode penetasan. Fertilitas dihitung dengan
cara membagikan jumlah telur yang tertunas (fertil) dengan jumlah telur yang
ditetaskan dikali 100%. Hasil rata-rata fertilitas telur burung puyuh selama
penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan pengaruh suplementasi asam amino metionin dan lisin
dalam ransum terhadap fertilitas telur burung puyuh selama
penelitian (%).
Perlakuan
R0
R1
R2
R3
Total
Rataan

1

95
90
90
90

2

Ulangan
90
85
90
85

3

90
90
85
95

4

90
85
85
90

5

90
85
90
95

Total

Rataan

455
435
440
455
1785
446.25

91.00
87.00
88.00
91.00
357.00
89.25

Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa persentase
fertilitas tertinggi pada perlakuan R0, dan R3 sebesar 91.00 dan yang terendah
pada perlakuan R1 sebesar 87.00. Standart untuk Fertilitas adalah 60-80%
(Wilson dan Vohra, 1980). Berdasarkan Tabel di atas, maka semua perlakuan
masuk kedalam standard. Yaitu pada perlakuan R0 sebesar 91.00, R1 sebesar
87.00, R2 sebesar 88.00 dan R3 sebesar 91.00.

23

Universitas Sumatera Utara

24
Daya Tetas
Pengertian daya tetas adalah telur yang menetas dibagi dengan jumlah
telur yang fertil dikali 100%. Hasil rataan daya tetas telur burung puyuh selama
penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan pengaruh suplementasi asam amino metionin dan lisin
dalam ransum terhadap daya tetas telur burung puyuh selama
penelitian (%).
Perlakuan
R0
R1
R2
R3
Total
Rataan

1
57.89
50.00
61.11
61.11

2
50.00
47.06
55.56
70.59

Ulangan
3
55.56
55.56
52.94
57.89

4
61.11
64.71
52.94
61.11

5
61.11
52.94
50.00
63.16

Total

Rataan

285.67
270.26
272.55
313.86
1142.35
285.59

57.13
54.05
54.51
62.77
228.47
57.12

Berdasarkan Tabel 7 di atas diperoleh daya tetas tertinggi pada perlakuan
R3 sebesar 62.77 dan yang terendah pada perlakuan R1 sebesar 54.05. Standart
untuk daya tetas yang baik adalah 85-95%. Berdasarkan Tabel 7 di atas maka
daya tetas dari semua perlakuan masih di bawah standart yang baik.

Mortalitas
Mortalitas adalah jumlah telur fertil yang tidak menetas dibagi dengan
jumlah telur yang menetas dikali 100%. Rataan mortalitas telur burung puyuh
dapat dilihat pada Tabel 8.

Universitas Sumatera Utara

25
Tabel 8. Rataan pengaruh suplementasi asam amino metionin dan lisin
dalam ransum terhadap mortalitas telur burung puyuh selama
penelitian (%).
Perlakuan
R0
R1
R2
R3
Total
Rataan

1
42.11
50.00
38.89
38.89

2
50.00
52.94
44.44
29.41

Ulangan
3
44.44
44.44
47.06
42.11

4
38.89
35.29
47.0 6
38.89

5
38.89
47.06
50.00
36.84

Total

Rataan

214.33
229.74
227.45
186.14
857.65
214.41

42.87
45.95
45.49
37.23
171.53
42.88

Berdasarkan Tabel 8 di atas diperoleh mortalitas tertinggi pada
perlakuan R1 sebesar 45.95 dan mortalitas terendah pada perlakuan R3 37.23.

Universitas Sumatera Utara

26
Pembahasan

Fertilitas
Sidik ragam dari data rataan pengaruh suplementasi asam amino
metionin dan lisin dalam ransum terhadap fertilitas telur burung puyuh selama
penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Sidik ragam fertilitas telur burung puyuh selama penelitian
SK

DB

Perlakuan
Galat
Total
KK = 17.16%
tn = tidak nyata

JK
3
16
19

63.75
150.00
213.75

KT

F hitung
21.25
9.38

F tabel

2.27

0.05
3.24

0.01
5.29

Berdasarkan hasil sidik ragam di atas menunjukkan bahwa suplementasi
asam amino metionin dan lisin dalam ransum berpengaruh tidak nyata (P>0.05)
terhadap fertilitas telur burung puyuh selama periode penetasan. Walaupun dari
Tabel 6 didapat angka fertilitas yang bervariasi namun setelah dilakukan sidik
ragam memberikan hasil yang tidak nyata. Hal ini dikarenakan faktor-faktor
yang lebih mempengaruhi fertilitas seperti umur, musim dan suhu, sudah
dihomogenkan. Dalam tiap plot diberikan nisbah kelamin yang sama yaitu 7
betina dan 2 pejantan dan umur burung puyuh yang digunakan dalam penelitian
juga sudah seragam begitu juga dengan bobot badan yang sudah homogen.

Universitas Sumatera Utara

27
Daya Tetas
Untuk mengetahui pengaruh suplementasi asam amino metionin dan
lisin dalam ransum terhadap daya tetas telur burung puyuh maka dilakukan sidik
ragam yang dapat dilihat pada Tabel 10. berikut ini :
Tabel 10. Sidik ragam daya tetas telur burung puyuh selama penelitian
SK

DB

Perlakuan
Galat
Total
KK = 9.06%
tn = tidak nyata

JK
3
16
19

KT

240.88
428.40
669.28

80.29
26.77

F hitung
3.00

0.05
3.24

F tabe

0.01
5.29

Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa suplementasi asam amino
metionin dan lisin dalam ransum berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap daya
tetas telur burung puyuh. Daya tetas tertinggi diperoleh pada perlakuan R3 sebesar
62.77 % yaitu ransum yang diberi tambahan asam amino metionin dan lisin.
Sedangkan daya tetas telur burung puyuh rendah jika pemberian asam amino
metionin dan lisin sedikit.
Pada perlakuan R1 yaitu ransum yang ditambahkan 0,5 % Metionin + 0,8
% lisin didapat hasil bahwa daya tetasnya paling rendah. Hal ini menunjukkan
bahwa efisiensi asam amino metionin dan lisin dalam ransum pada perlakuan R1
masih sedikit sehingga daya tetas telur burung puyuh rendah. Semakin tinggi
pemberian asam amino metionin dan lisin dalam ransum telur burung puyuh maka
daya tetasnya pun akan semakin tinggi.
Mortalitas

Universitas Sumatera Utara

28
Sidik ragam dari data rataan pengaruh suplementasi asam amino metionin
dan lisin dalam ransum terhadap mortalitas telur burung puyuh selama penelitian
dapat dilihat pada Tabel 11. di bawah ini.
Tabel 11. Sidik ragam mortalitas telur burung puyuh selama penelitian
SK

DB

Perlakuan
Galat

Total
KK = 12.07%
tn = tidak nyata

JK
3
16
19

240.88
428.40
669.28

KT

F hitung
80.29
26.77

F table

3.00

0.05
3.24

0.01
5.29

Berdasarkan Tabel 11 di atas didapat hasil yang tidak nyata yang berarti
mineral yang diberikan tidak berpengaruh terhadap mortalitas telur yang
ditetaskan. Daya tetas adalah banyaknya jumlah DOQ yang menetas sedangkan
mortalitas adalah banyaknya jumlah telur fertil yang tidak menetas, jika mortalitas
rendah maka daya tetas telur burung puyuh tinggi. Jika daya tetas memberikan
hasil yang tidak nyata maka mortalitas dari telur yang ditetaskan juga memberikan
hasil yang tidak nyata.
Untuk mengetahui baik tinggi arau rendahnya mortalitas dalam suatu
proses penetasan maka dapat juga dilihat dari tingkat daya tetas yang dihasilkan
dalam penetasan tersebut. Antara daya tetas dan mortalitas adalah berbanding
terbalik oleh karena itu pada suatu proses penetasan yang baik adalah bila daya
tetasnya tinggi yang secara otomatis menyebabkan mortalitasnya rendah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mortalitas