Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Dan Bahan Pengendali Dalam Mengendalikan Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia Solanacearum P.V. Tabaci E.F Smith) Pada Tanaman Tembakau Di Rumah Kaca.

(1)

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DAN BAHAN PENGENDALI

DALAM MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU BAKTERI

(Ralstonia solanacearum

p.v.

tabaci

E.F Smith) PADA

TANAMAN TEMBAKAU DI RUMAH KACA

SKRIPSI

Oleh :

DIAN NOPITASARI 040302017

HPT

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DAN BAHAN PENGENDALI

DALAM MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU BAKTERI

(Ralstonia solanacearum

p.v.

tabaci

E.F Smith) PADA

TANAMAN TEMBAKAU DI RUMAH KACA

SKRIPSI

Oleh :

DIAN NOPITASARI 040302017

HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperolah Gelar Sarjana Di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

(Ir. Lahmuddin Lubis, MP) (Ir. Mukhtar Iskandar Pinem M.Agr)

Ketua Anggota

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRACT

DIAN NOPITASARI., The Effect of Giving Organic Fertilizer and Things of Controlling to Control Wilt Disease (Ralstonia solanacearum p.v. tabaci E.F Smith) on Deli Tobacco (Nicotiana tabaccum L.) in Green House. This research was held in BPTD PTPN II Sampali, approximetely 25 m from the surface sea. This research used Factorial Complete Random Design with 2 Factors. First factor was fertilizer (P) consist of P0 = Control / giving chemist fertilizer, P1 = organic fertilizer 40 g/plant, P2 = organic fertilizer 60 g/plant and P3 = organic fertilier 80 g/plant. Second factor was things of controlling (T) consist of T0 = control / without treatment, T1 = Bio PF, T2 = Extract citronella, T3 = Agrept 25 WP. The parameters which observed were disease severity (%) wilt disease (Ralstonia solanacearum p.v. tabaci E.F Smith), high of plant (cm), amount of leaf (Sheet), Production (gr/plant).The result showed that disease severity wilt disease in factor P the lowest in P1 = 16.67 % and the highest in P0 = 54.17%, in factor T, the lowest were T1 and T3 2.33% and the highest was T0 = 43.75%. Combination treatment P and T the lowest were P1T1, P1T3, P2T1, P2T3, P3T1, P3T2, P3T3 = 0% and the highest P0T0 = 91.67%. Average of high plant in factor P the lowest was P0 = 42.2cm and the highest was P3 = 73.97cm the lowest factor T was T0 = 49.09cm and the highest T1 = 69.86cm, combination treatment P and T, the lowest in P0T0 = 25.44 cm and the highest in P3T3 = 74.86 cm. Average of leaf amount in factor P, the lowest was P0 = 12.92 sheets and the highest was P3 = 16.67 sheets, the lowest factor T was T0 = 12.75 sheets and the highest were T1 and T3 = 16.58 sheets, combination treatment P and T, the lowest was P0T0 = 7.33 sheets and the highest was P1T3 = 17.33 sheets. Average of production in factor P, the lowest was P0 = 8.17 gr/plant and the highest was P1 = 14.17 g/plant, the lowest factor T was T0 = 9.29 g/plant and the highest was T3 = 15.02 g/plant. combination treatment P and T, the lowest was P0T0 = 3.66 g/plant and the highest was P1T3 = 20.29 g/plant.


(4)

ABSTRAK

DIAN NOPITASARI., Pengaruh Pemberian Pupuk Organik dan Bahan Pengendali dalam Mengendalikan Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia solanacearump.v.tabaci E.F Smith) pada Tanaman Tembakau di Rumah Kaca .Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tembakau Deli PTP Nusantara II Sampali dengan ketinggian ± 25 m di atas permukaan laut. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor. Faktor I adalah pupuk (P) yang terdiri dari P0 = kontrol / penggunaan pupuk kimia, P1 = Pupuk organik 40 g/tanaman, P2 = Pupuk organik 60 g/tanaman, dan P3 = Pupuk organik 80 g/tanaman. Faktor II adalah Bahan pengendali (T) yang terdiri dari T0 = kontrol/ tanpa perlakuan, P1 = Bio PF, P2 = Ekstrak serai, P3 = Agrept 20 WP. Parameter yang diamati adalah persentase serangan (%) penyakit layu Ralstonia solanacearum E.F. Smith, tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), dan produksi (g/tanaman). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Persentase serangan penyakit pada perlakuan P terendah terdapat pada perlakuan P1 = 16.67 % dan tertinggi P0 = 54.17 %, perlakuan T terendah terdapat pada T1 dan T3 = 2.33 % dan tertinggi T0 = 43.75 %, perlakuan kombinasi P dan T terendah terdapat pada P1T1, P1T3, P2T1, P2T3, P3T1, P3T2, dan P3T3 = 0 % dan tertinggi P0T0 = 91.67 %.Rataan tinggi tanaman pada perlakuan P terendah terdapat pada perlakuan P0 = 42.2 cm dan tertinggi pada P3 = 73.97 cm, perlakuan T terendah T0 = 49.09 cm dan tertinggi pada T1 = 69.86 cm, perlakuan kombinasi P dan T terendah terdapat pada P0T0 = 25.44 cm dan tertinggi pada P3 T3 = 74.86 cm. Rataan jumlah daun pada perlakuan P terendah terdapat pada P0 = 12.92 helai dan tertinggi P3 = 16.67 helai, perlakuan T terendah terdapat pada T0 = 12.75 helai dan tertinggi terdapat pada T1 dan T3 = 16.58 helai, perlakuan kombinasi P dan T terendah terdapat pada perlakuan P0T0 = 7.33 helai dan tertinggi terdapat pada P1T3 = 17.33 helai. Rataan produksi pada perlakuan P terendah terdapat pada perlakuan P0 = 8.17 g/tanaman dan tertinggi pada P1 = 14.17 g/tanaman, perlakuan T terendah terdapat pada T0 = 9.29 g/tanaman dan tertinggi pada T3 = 15.02 g/tanaman, perlakuan kombinasi P danT terendah terdapat pada perlakuan P0T0 = 3.66 g/tanaman dan tertinggi terdapat pada P1T3 = 20.29 g/tanaman


(5)

RIWAYAT HIDUP

DIAN NOPITASARI, lahir di Aek Kanopan, kabupaten Labuhan Batu, pada tanggal 30 November 1985. Anak ke-3 dari 5 bersaudara, puteri dari Ayahanda Drs. P. Erdyanto dan Ibunda Almarhumah Heriani.

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1998 tamat dari SD Negeri 050657 Stabat 2. Tahun 2001 tamat dari SLTP Negeri 1 Stabat 3. Tahun 2004 tamat dari SMA Negeri 1 Stabat

4. Tahun 2004 masuk Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, melalui jalur SPMB.

Pengalaman Kegiatan Akademis

1. Tahun 2004 2008 menjadi anggota Komunikasi Muslim HPT (Komus HPT)

2. Tahun 2006 2008 menjadi asisten di Laboratorium Mikologi dan Bakteriologi

3. Tahun 2007 menjadi Seksi Bidang Pendidikan di Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN)

4. Tahun 2007 2008 menjadi asisten di Laboratorium Pestisida dan teknik Aplikasi

5. Tahun 2008 menjadi asisten di Laboratorium Pengendaliaan Hayati

6. Tahun 2008 menjadi asisten di Laboratorium Identifikasi Organisme Pengganggu Tanaman


(6)

8. Tahun 2008 mengikuti seminar Peranan Pertanian Dalam Pembangunan Sumatera Utara di Fakultas Pertanian USU, Medan, 15 Maret 2008.

9. Tahun 2008 mengikuti acara Research Days di Seminar Ilmiah sebagai Peserta The Flowering of Reseacrch and Innovation in Agriculture Medan 23 Mei 2008, D.H. Penny Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

10. Tahun 2008 mengikuti seminar Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional FP USU Motivation Training .

11. Tahun 2008 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Juni sampai Juli di PTP Nusantara IV, Bahbutong, Kecamatan Sidamanik, kabupaten Simalungun.

12. Tahun 2008 melaksanakan penelitian di Balai Penelitian Tembakau Deli pada bulan Maret Mei 2008.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Adapun judul dari skripsi ini adalah PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DAN BAHAN PENGENDALI DALAM MENGENDALIKAN

PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum

p.v.tabaci E.F Smith) PADA TANAMAN TEMBAKAU DI LAPANGAN yang disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapakan terimakasih kepada Bapak Ir.Lahmuddin Lubis, MP. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Mukhtar Iskandar Pinem M.Agr. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan arahan sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini dan semoga usulan penelitian ini bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Agustus 2008 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT .. i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian... 4

Hipotesa Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian... 5

TINJAUAN PUSTAKA... 6

Biologi Tanaman Tembakau... 6

Syarat Tumbuh ... 8

Tanah ... 8

Iklim ... 9

Biologi Penyakit Layu Bakteri... 9

Daur Hidup Penyakit... 13

Gejala Penyakit ... 14

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit... 16

Pengendalian Penyakit ... 16

Pupuk Organik... 17

Bahan Pengendali... 20

Bio PF... 20

Serai... 21

Agrept 20 WP ... 21

BAHAN DAN METODE... 23

Tempat dan Waktu Penelitian... 23

Bahan dan Alat... 23

Bahan ... 23

Alat ... 23


(9)

Pelaksanaan Penelitian... 25

Survey Pendahuluan... 25

Penyediaan Bahan Tanaman ... 25

Pemeliharaan... 26

Pembuatan Ekstrak Serai ... 26

Aplikasi Pupuk Organik dan Pemupukan ... 27

Pelaksanaan Inokulasi... 27

Aplikasi Bahan Pengendali ... 28

Peubah Amatan... 29

Persentase Serangan Penyakit... 29

Tinggi Tanaman... 29

Jumlah Daun ... 29

Produksi daun Tembakau kering... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

Hasil ... 30

Persentase Serangan Penyakit... 30

Tinggi Tanaman... 32

Jumlah Daun ... 35

Produksi Tembakau ... 37

Pembahasan ... 40

Persentase Serangan Penyakit... 40

Tinggi Tanaman... 45

Jumlah Daun ... 49

Produksi daun Tembakau kering... 54

KESIMPULAN ... 58

Kesimpulan... 58

Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik (P) Terhadap

Rataan Persentase SeranganRalstonia solanacearum

(%)... 30 Tabel 2. Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T)

Terhadap Rataan Persentase SeranganR.solanacearum

(%)... 31 Tabel 3. Rataan Persentase SeranganR. solanacearum(%) ... 32 Tabel 4. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik (P)

Terhadap Rataan Tinggi Tanaman Tembakau (cm) ... 33 Tabel 5. Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T)

Terhadap Rataan Tinggi Tanaman Tembakau (cm) ... 33 Tabel 6. Rataan Tinggi Tanaman (cm)... 34 Tabel 7. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik (P)

Terhadap Rataan Jumlah Daun (helai) ... 35 Tabel 8. Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T)

Terhadap Rataan Jumlah Daun (Helai). ... 36 Tabel 9. Rataan Jumlah Daun (Helai) ... 37 Tabel 10. Pengaruh Pupuk Organik (P)

Terhadap Rataan Produksi (g/tanaman)... 38 Tabel 11. Pengaruh Bahan Pengendali (T)

Terhadap Rataan Produksi (g/tanaman)... 38 Tabel 12. Rataan Produksi (g/tanaman)... 39


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. BakteriRalstonia solanacearum ... 12

Gambar 2. Biakan BakteriRalstonia solanacearum... 13

Gambar 3. Batang yang TerserangRalstonia solanacearum... 15

Gambar 4. Tanaman yang TerserangRalstonia solanacearum... 15

Gambar 5. Histogram Pengaruh Pupuk Organik (P) Terhadap Rataan Persentase SeranganR.solanacearum(%)... 41

Gambar 6. Histogram Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T) Terhadap Rataan Persentase SeranganR.solanacearum(%)... 43

Gambar 7. Histrogram Pengaruh Pemberian Pupuk Organik dan Bahan Pengendali Terhadap Persentase SeranganR. solanacearum ... 44

Gambar 8. Histogram Pengaruh Pemberian Pupuk Organik (P) Terhadap Rataan Tinggi Tanaman Tembakau (cm) ... 46

Gambar 9. Histogram Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T)Terhadap Rataan Tinggi Tanaman Tembakau (cm)... 47

Gambar 10. Histrogram Rataan Tinggi Tanaman Tembakau (cm)... 49

Gambar 11. Histogram Pengaruh Pemberian Pupuk Organik (P) Terhadap Rataan Jumlah Daun (helai)... 50

Gambar 12. Histogram Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T) Terhadap Rataan Jumlah Daun (helai)... 52


(12)

(g/tanaman)... 55 Gambar 15. Histogram Pengaruh Pemberian Bahan

Pengendali (T) Terhadap Rataan Produksi (g/tanaman)... 56 Gambar 16. Rataan Produksi (g/tanaman) ... 57


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Bagan Perlakuan... 62 Lampiran 2. Bagan Penelitian ... 63 Lampiran 3. Deskripsi Tanaman Tembakau Deli

(Nicotiana tabacumL.)... 64 Lampiran 4. Rataan Persentase Serangan

Ralstonia solanacearum(%)Tanaman

Tembakau Deli Pengamatan II ... 65 Lampiran 5. Rataan Persentase Serangan

Ralstonia solanacearum(%)Tanaman

Tembakau Deli Pengamatan III ... 68 Lampiran 6. Rataan Persentase Serangan

Ralstonia solanacearum(%)Tanaman

Tembakau Deli Pengamatan IV dan Daftar Analisis Sidik Ragam Transformasi

Arcsin x Pengamatan IV ... 71 Lampiran 7. Rataan Persentase Serangan

Ralstonia solanacearum( % )Tanaman Tembakau Deli Pengamatan V dan Daftar Analisis Sidik Ragam Transformasi

Arcsin x Pengamatan V... 74 Lampiran 8. Rataan Persentase Serangan

Ralstonia solanacearum(%)Tanaman Tembakau Deli Pengamatan VI dan

Daftar Analisis Sidik Ragam Transformasi

Arcsin x Pengamatan VI ... 78 Lampiran 9. Rataan Persentase Serangan

Ralstonia solanacearum(% )Tanaman

Tembakau Deli Pengamatan VII dan Daftar Analisis Sidik Ragam Transformasi


(14)

Tembakau Deli Pengamatan VIII dan Daftar Analisis Sidik Ragam Transformasi

Arcsin x Pengamatan VIII... 86 Lampiran 11. Rataan Persentase Serangan

Ralstonia solanacearum(%)Tanaman Tembakau Deli Pengamatan IX dan Daftar Analisis Sidik Ragam Transformasi

Arcsin x Pengamatan IX ... 90 Lampiran 12. Rataan Persentase Serangan

Ralstonia solanacearum( %)Tanaman Tembakau Deli Pengamatan X dan

Daftar Analisis Sidik Ragam Transformasi

Arcsin x Pengamatan X... 94 Lampiran 13. Rataan Persentase Serangan

Ralstonia solanacearum(%)Tanaman Tembakau Deli Pengamatan XI dan Daftar Analisis Sidik Ragam Transformasi

Arcsin x Pengamatan XI ... 98 Lampiran 14. Rataan Persentase Serangan

Ralstonia solanacearum(%)Tanaman Tembakau Deli Pengamatan XII dan Daftar Analisis Sidik Ragam Transformasi

Arcsin x Pengamatan XII... 102 Lampiran 15 Rataan Tinggi Tanaman (Cm) Tembakau Deli

Pengamatan I dan Daftar Analisis Sidik Ragam. ... 106 Lampiran 16. Rataan Tinggi Tanaman (Cm) Tembakau Deli

Pengamatan II dan Daftar Analisis Sidik Ragam... 108 Lampiran 17 Rataan Tinggi Tanaman (Cm) Tembakau Deli

Pengamatan III dan Daftar Analisis Sidik Ragam ... 110 Lampiran 18. Rataan Tinggi Tanaman (Cm) Tembakau Deli

Pengamatan IV dan Daftar Analisis Sidik Ragam. .... 112 Lampiran 19 Rataan Tinggi Tanaman (Cm) Tembakau Deli

Pengamatan V dan Daftar Analisis Sidik Ragam... 114 Lampiran 20. Rataan Tinggi Tanaman (Cm) Tembakau Deli

Pengamatan VI dan Daftar Analisis Sidik Ragam ... 116 Lampiran 21. Rataan Jumlah Daun Tanaman Tembakau Deli

(Helai) Pengamatan I dan Daftar


(15)

Lampiran 22. Rataan Jumlah Daun Tanaman Tembakau Deli (Helai) Pengamatan II dan Daftar

Analisis Sidik Ragam... 119 Lampiran 23. Rataan Jumlah Daun Tanaman Tembakau Deli

(Helai) Pengamatan III dan Daftar

Analisis Sidik Ragam... 120 Lampiran 24. Rataan Jumlah Daun Tanaman Tembakau Deli

(Helai ) Pengamatan IV dan Daftar

Analisis Sidik Ragam... 122 Lampiran 25. Rataan Jumlah Daun Tanaman Tembakau Deli

(Helai) Pengamatan V dan Daftar

Analisis Sidik Ragam... 124 Lampiran 26. Rataan Jumlah Daun Tanaman Tembakau Deli

(Helai) Pengamatan VI dan Daftar

Analisis Sidik Ragam... 126 Lampiran 27. Rataan Produksi Daun Tembakau (g/tanaman) dan

Daftar Analisis Sidik Ragam... 128 Lampiran 28. Foto Penelitian ... 130 Lampiran 39. Data Klimatologi Harian Daerah Sampali


(16)

ABSTRACT

DIAN NOPITASARI., The Effect of Giving Organic Fertilizer and Things of Controlling to Control Wilt Disease (Ralstonia solanacearum p.v. tabaci E.F Smith) on Deli Tobacco (Nicotiana tabaccum L.) in Green House. This research was held in BPTD PTPN II Sampali, approximetely 25 m from the surface sea. This research used Factorial Complete Random Design with 2 Factors. First factor was fertilizer (P) consist of P0 = Control / giving chemist fertilizer, P1 = organic fertilizer 40 g/plant, P2 = organic fertilizer 60 g/plant and P3 = organic fertilier 80 g/plant. Second factor was things of controlling (T) consist of T0 = control / without treatment, T1 = Bio PF, T2 = Extract citronella, T3 = Agrept 25 WP. The parameters which observed were disease severity (%) wilt disease (Ralstonia solanacearum p.v. tabaci E.F Smith), high of plant (cm), amount of leaf (Sheet), Production (gr/plant).The result showed that disease severity wilt disease in factor P the lowest in P1 = 16.67 % and the highest in P0 = 54.17%, in factor T, the lowest were T1 and T3 2.33% and the highest was T0 = 43.75%. Combination treatment P and T the lowest were P1T1, P1T3, P2T1, P2T3, P3T1, P3T2, P3T3 = 0% and the highest P0T0 = 91.67%. Average of high plant in factor P the lowest was P0 = 42.2cm and the highest was P3 = 73.97cm the lowest factor T was T0 = 49.09cm and the highest T1 = 69.86cm, combination treatment P and T, the lowest in P0T0 = 25.44 cm and the highest in P3T3 = 74.86 cm. Average of leaf amount in factor P, the lowest was P0 = 12.92 sheets and the highest was P3 = 16.67 sheets, the lowest factor T was T0 = 12.75 sheets and the highest were T1 and T3 = 16.58 sheets, combination treatment P and T, the lowest was P0T0 = 7.33 sheets and the highest was P1T3 = 17.33 sheets. Average of production in factor P, the lowest was P0 = 8.17 gr/plant and the highest was P1 = 14.17 g/plant, the lowest factor T was T0 = 9.29 g/plant and the highest was T3 = 15.02 g/plant. combination treatment P and T, the lowest was P0T0 = 3.66 g/plant and the highest was P1T3 = 20.29 g/plant.


(17)

ABSTRAK

DIAN NOPITASARI., Pengaruh Pemberian Pupuk Organik dan Bahan Pengendali dalam Mengendalikan Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia solanacearump.v.tabaci E.F Smith) pada Tanaman Tembakau di Rumah Kaca .Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tembakau Deli PTP Nusantara II Sampali dengan ketinggian ± 25 m di atas permukaan laut. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor. Faktor I adalah pupuk (P) yang terdiri dari P0 = kontrol / penggunaan pupuk kimia, P1 = Pupuk organik 40 g/tanaman, P2 = Pupuk organik 60 g/tanaman, dan P3 = Pupuk organik 80 g/tanaman. Faktor II adalah Bahan pengendali (T) yang terdiri dari T0 = kontrol/ tanpa perlakuan, P1 = Bio PF, P2 = Ekstrak serai, P3 = Agrept 20 WP. Parameter yang diamati adalah persentase serangan (%) penyakit layu Ralstonia solanacearum E.F. Smith, tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), dan produksi (g/tanaman). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Persentase serangan penyakit pada perlakuan P terendah terdapat pada perlakuan P1 = 16.67 % dan tertinggi P0 = 54.17 %, perlakuan T terendah terdapat pada T1 dan T3 = 2.33 % dan tertinggi T0 = 43.75 %, perlakuan kombinasi P dan T terendah terdapat pada P1T1, P1T3, P2T1, P2T3, P3T1, P3T2, dan P3T3 = 0 % dan tertinggi P0T0 = 91.67 %.Rataan tinggi tanaman pada perlakuan P terendah terdapat pada perlakuan P0 = 42.2 cm dan tertinggi pada P3 = 73.97 cm, perlakuan T terendah T0 = 49.09 cm dan tertinggi pada T1 = 69.86 cm, perlakuan kombinasi P dan T terendah terdapat pada P0T0 = 25.44 cm dan tertinggi pada P3 T3 = 74.86 cm. Rataan jumlah daun pada perlakuan P terendah terdapat pada P0 = 12.92 helai dan tertinggi P3 = 16.67 helai, perlakuan T terendah terdapat pada T0 = 12.75 helai dan tertinggi terdapat pada T1 dan T3 = 16.58 helai, perlakuan kombinasi P dan T terendah terdapat pada perlakuan P0T0 = 7.33 helai dan tertinggi terdapat pada P1T3 = 17.33 helai. Rataan produksi pada perlakuan P terendah terdapat pada perlakuan P0 = 8.17 g/tanaman dan tertinggi pada P1 = 14.17 g/tanaman, perlakuan T terendah terdapat pada T0 = 9.29 g/tanaman dan tertinggi pada T3 = 15.02 g/tanaman, perlakuan kombinasi P danT terendah terdapat pada perlakuan P0T0 = 3.66 g/tanaman dan tertinggi terdapat pada P1T3 = 20.29 g/tanaman


(18)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tembakau Deli pertama kali ditanam Jacobus Neinhuisys pada 1867. Perusahaan-perusahaan swasta milik Belanda, ketika itu bekerja sama dengan Kesultanan Deli untuk mengembangkannya. Hasil panen tembakau, mulanya dipasarkan di Eropa, tepatnya di pasar lelang Amsterdam-Rotterdam, Belanda. Namun, kini dipasarkan di Bremen, Jerman (Anonimus, 1999).

Sebelumnya usaha penanaman tembakau ini gagal dan mengalami kerugian cukup besar. Kemudian ada yang menyatakan bahwa Deli adalah dataran rendah yang berawa-rawa yang sebagaian besar ditutupi hutan-hutan primer. Dari sini J. Neinhuisys tertarik dan merasa usahanya akan berhasil dan meminta bantuan biaya dari tuan P. van Arend (Anonimus, 1999).

Di dunia pertembakauan internasional, Indonesia telah terkenal karena jenis tembakau cerutu ini. Sebab sejak 2,5 abad yang lalu, Indonesia sudah mengekspor jenis tembakau ini.Tembakau deli termasuk jenis tembakau pembukus cerutu terbaik bukan di Indonesia saja tetapi di seluruh dunia. Tembakau deli memiliki ciri khas yang tidak didapatkan pada jenis tembakau lainnya, yaitu tipis dan elastis dengan warna yang terang menyala. Hal ini karena keadaan iklim dan tanah yang sesuai untuk tipe tembakau pembungkus. Selain itu juga ada jenis tembakau besuki dan vorstenlanden yang juga diminati pabrik-pabrik rokok cerutu di Eropa sebagai pembalut dan pengisi (Anonimus, 1993a).

Karena keunggulannya itu ratusan tahun yang lalu banyak peneliti telah mencoba mengadopsi tembakau Deli dengan cara menanam tembakau deli di daerahnya, bahkan menyilangkan dengan varietas lokal, agar diperoleh sifat baik dari


(19)

tembakau deli. Berdasarkan laporan penelitian yang diterbitkan pada tahun 1905 telah ditanam tembakau sumatera di Italia, Brazil, perusahaan Suerdieck Chharutos di kota Bahia, dengan produktivitas yang sangat tinggi, namun mutu yang dihasilkan belum bisa mengimbangi mutu tembakau sumatera yang ditanam di daerah Deli. Hal yang sama juga telah dilakukan oleh perusahaaan perkebunan tembakau di Jawa (PTPN-X). Namun rasa dan aroma tembakau tersebut belum bisa mengimbangi tembakau deli (Anonimus, 1999).

Tingkat produktivitas tembakau Deli, yang merupakan pembungkus cerutu terbaik di dunia, ternyata semakin anjlok dari tahun ke tahun. Penurunan itu disebabkan beragam dimana salah satunya adalah serangan penyakit layu bakteri. Selain itu juga menurunnya kesuburan tanah, pengambilalihan lahan oleh masyarakat, serta seringnya perkiraan iklim yang kurang tepat, curah hujan yang kian berkurang. Produktivitas tembakau deli hanya sekitar 270 kg/hektar dari 700 kg/ha. Pada zaman Belanda, produktivitas sekitar 1.000- 1.200 Pada bulan Juni tahun 2005 tembakau Deli di Bremen, Jerman, sekitar 1.500-2.000 ton (Anonimus, 2005).

Salah satu faktor yang menyebabkan turunnya produksi Tembakau Deli di antaranya karena penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri (Ralstonia solanacearum p.v tabaci E.F Smith). Pada tahun 1994, Tembakau Deli yang layu karena bakteri tersebut mencapai 13,5% - 53,8% (Anonimus, 2004).

Banyak pengendalian yang telah dilakukan terhadap penyakit layu bakteri ini (R. solanacearum). Dari Penyiapan media bibit, pemilihan lahan, konservasi areal, kebersihan lahan pertanaman, pergiliran tanaman, mencabut pohon atau tanaman yang terserang, pengolahan lahan, draenase, penggunaan varietas tahan, pengendalian


(20)

secara biologis yang masih dicobakan selama ini adalah penanaman Mimosa invisa sebelum penananaman (Erwin, 2000).

Berbagai pengendalian di atas ternyata tidak mampu mengurangi serangan penyakit layu bakteri ini pada tanaman tembakau. Hal ini dapat terlihat dari berbagai Data yang disebutkan di atas tidak mampu mengurangi kehilangan hasil atau penurunan produksi pada tanaman tembakau.

Pengendalian hayati yang selama ini sering dibicarakan menjadi hal yang menarik untuk dicobakan. Pengendalian hayati merupakan aplikasi agens hayati terhadap penyakit bakteri patogen tanaman pada umumnya bertujuan untuk membatasi pertumbuhan dan aktivitas pada permukaan tanaman menggunakan bakteri yang bersifat antagonis terhadap patogen. Salah satunya adalah Pseudomonas flourecens (HabazardanRivai, 2004).

Penggunaan bahan-bahan pengendali kimia yang selama ini sering dilakukan ternyata dapat menimbulkan pencemaran. Sehingga alternatif bahan pengendali lainnya dilakukan guna mencegah pencemaran yang lebih lanjut. Misalnya penggunaaan bahan-bahan nabati seperti ekstrak serai yang akan dicobakan dalam penelitian ini.

Selain itu pupuk juga dapat digunakan sebagai salah satu usaha dalam membantu pengendalian penyakit layu bakteri ini. Misalnya pupuk organik yang mempunyai kadar hara yang rendah dan lambat tersedia untuk tanaman. Oleh karena itu peranan utama dari pupuk organik bukanlah untuk menambah unsur hara, tetapi untuk memparbaiki sifat fisika tanah dan meningkatkan aktifitas mikro organisme di dalam tanah (Hasibuan, 2005).


(21)

Berhubungan dengan uraian di atas, maka untuk mengetahui lebih lanjut dalam menekan serangan penyakit layu ini maka perlu diadakan suatu penelitian untuk mengendalikan penyakit ini, tetapi hal ini masih dilakukan di rumah kaca. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk organik dan bahan pengendali lainnya dalam mengendalikan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanaceraump.v.tabaciE.F. Smith).

Hipotesa Penelitian

1. Penggunaan beberapa bahan pengendali efektif dalam mengendalikan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearump.v.tabaciE. F. Smith).

2. Penggunaan pupuk organik dapat mengaktifkan mikroorganisme di dalam tanah dan efektifitas mikroorganisme.

3. Interaksi antara pupuk organik dan bahan pengendali efektif dalam menekan perkembangan bakteriRalstonia solanacearump.v.tabaciE. F. Smith.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat memeproleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.


(22)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacumL.)

Tanaman tembakau Deli adalah jenis tanaman yang solanaceae tetapi merupakan tanaman perkebunan. Adapun sistematika tanaman Tembakau adalah sebagai berikut:

Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Persontae Familia : Solanaceae Subfamilia : Nicotianae Genus : Nicotiana

Spesies :Nicotiana tabacum

(Matnawi, 1998).

Tanaman tembakau memiliki akar tunggang, jika tanaman tumbuh bebas pada tanah yang subur dan bukan berasal dari bibit cabutan. Tanaman dari bibit cabutan terkadang mengalami gangguan kerusakan akar. Jenis akar tunggang pada tanaman tembakau yang subur terkadang dapat tumbuh sepanjag 0,75 m. Selain akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut dan bulu-bulu akar. Pertumbuhan akar yang lurus, berlekuk, baik pada akar tunggang maupun pada akar serabut. Banyak sedikitnya perakaran tergantung pada berbagai macam faktor. Bila pengolahan tanah baik, akar adventif terdapat pada kedalaman 1 cm-30 cm. Akar tumbuh terbanyak pada kedalaman lapisan tanah 15-20 cm dari permukaan tanah atas (top soil) (Matnawi, 1998).

Pada pertumbuhan yang normal, batang tembakau dapat tumbuh tegak dengan bantuan ajir (lanjaran). Tembakau bawah naungan dapat mencapai ketinggian 4 m


(23)

karena tanaman mempunyai sifat etiolasi. Batang ada yang bercabang, Biasanya, tanaman tembakau akan bercabang apabila bagian titik tumbuhnya terputus (mengalami gangguan saat memasang ajir), sehingga merangsang pertumbuhan tunas-tunas baru. Apabila bagian batang dibelah di dalamnya terdapat empelur (Matnawi, 1998).

Daun tembakau sangat bervariasi, ada yang berbentuk ovalis, obolongus,

orbicularis, dan ovatus. Daun-daun tersebut mempunyai tangkai yang menempel langsung pada bagian batang. Jumlah daun yang dapat dimanfaatkan (dipetik) dalam setiap batangnya dapat mencapai 32 helai daun. Ukuran besar kecilnya daun dan tebal tipisnya berbeda-beda, tergantung jenis daun dan varietas yang ditanam, kesuburan tanh dan pengolahan (Matnawi, 1998).

Bunga tembakau termasuk bunga majemuk yang berbentuk malai, masing-masing seperti terompet dan mempunyai bagian sebagai berikut.

1. Kelopak bunga 2. Mahkota bunga 3. Bakal buah

4. Kepala putik (Anonimus, 1993).

Biji tanaman tembakau mempunyai fungsi generatif, untuk perkembang biakan tanaman. Biji tembakau sangat kecil sehingga dalam 1cm3 dengan berat kurang lebih 0,5 g berisi sekitar 6000 butir biji. Setiap batang dapat menghasilkan 2 g biji (Anonimus, 1993b).


(24)

Syarat Tumbuh Tanah

Tanah adalah suatu benda alami yang terdapat di permukaan kulit bumi, yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil dari pelapukan batuan dan bahan organik sebagai hasil pelapukan sisa-sisa tanaman dan hewan, yang merupakan medium dari pertumbuhan tanaman dengan sifat-sifat tertentu yang terjadi akibat gabungan dari faktor iklim, bahan induk, bentuk wilayah dan waktu pembentukan tanah (Hasibuan, 2005).

Tipe tanah yang berstruktur remah, sedikit berpori, pasir halus (tanah ringan) dengan aerasi yang baik lebih cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau. Tekstur tanah alluvial liat berpasir adalah tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman tembakau deli. pH tanah yang baik adalah sekitar 5-6. Tanaman tembakau baik tumbuh pada ketinggian ± 145 m di atas permukaan laut (Matnawi, 1998).

Hingga kini keunggulan tanah untuk tanaman tembakau deli masih satu-satunya di dunia. Belum ada satu penelitian pun yang berhasil menyibak tabir rahasia keunggulan tanah Deli yang menghasilkan tembakau (Nikotiana tabaccum) terelit di dunia. Sudah banyak percobaan budidaya tembakau asal Deli ini di negeri asalnya. Namun, hasilnya tak sebaik mutu yang dihasilkan tanah Deli. Hal ini yang membuat varietas Deli 4 dan F1-45 semakin jadi primadona di pasar dunia (Anonimus, 2005).


(25)

Iklim

Curah hujan yang dibutuhkan untuk tembakau cerutu menghendaki kisaran curah hujan berkisar antara 1500 mm-2000 mm/tahun. Artinya untuk setiap tahunnya, areal yang akan ditanam tembakau tersebut harus mendapat siraman air hujan sebanyak 1500-2000 mm/tahun. Hal ini dapat dimengerti dengan setiap m2pada areal tersebut mampu memperoleh air hujan sebanyak 1,5 m3- 2m3/tahun (Matnawi, 1998).

Dalam penanaman tembakau cerutu mulai pengolahan tanah sampai pemetikan daun yang diinginkan dibutuhkan ± 4 bulan kering. Jenis tembakau cerutu biasanya dipetik pada waktu awal musim hujan, sedangkan pengolahan lahan dan penanaman diusahakan pada saat misim kemarau (Matnawi, 1998).

Suhu optimum tembakau yang dikehendaki adalah 270C atau berkisar antara 220 C-330 C. Tanaman tembakau yang ditanam dibawah atau diatas batas suhu tersebut akan terganggu pertumbuhannya. Sedangkan kelembaban udara yang dikehendaki adalah 62 % sampai dengan 85 % (Matnawi, 1998).

Biologi Penyebab Penyakit

R. solanacearum (Yabuuchi et al., 1995) syn. R. solanacearum

(Smith, 1914) merupakan bakteri penyebab penyakit layu yang cukup merusak pada berbagai tanaman penting seperti kacang tanah, kentang, tomat, pisang, dan jahe (Machmud, 1986; Hayward, 1991). Patogen layu bakteri mempunyai kisaran inang dan daerah sebaran yang luas, di samping kemampuannya untuk bertahan hidup dalam tanah serta tanaman inang pengganti (Hayward, 1991). Akhir-akhir ini, kajian genetika molekuler yang didasarkan pada analisis DNA terhadap strain bakteri R. solanacearum (Rs) telah beberapa kali menghasilkan perubahan taksa. Berdasarkan


(26)

homologi rRNA grup II Ralstonia. Menurut Yabuuchi et al. (1995), semulaRalstonia

diusulkan ke dalam kelompok genus Burkholderia dan selanjutnya diusulkan kembali menjadi kelompok genus Pseudomonas. Bakteri Rs merupakan spesies yang kompleks karena mempunyai keragaman fenotipik dan genotipik yang cukup tinggi. Rs dikelompokkan ke dalam lima biovar berdasarkan ciri-ciri biokima dan lima ras berdasarkan kisaran tanaman inangnya. Secara fenotipik, saat ini dilaporkan paling sedikit terdapat dua kelompok besar strain bakteri Rs menurut analisis RFLP dan untai gen 16S rDNA. Berdasarkan analisis filogeni urutan nukleitida 16S rDNA dan hibridisasi rRNA-DNA oleh Yabuuciet al. (1995)Burkholderia solanacearumdiubah menjadiRalstonia solanacearum(Yabuuci,et al.,1995).

R. solanacearum adalah bakteri yang menyebabkan penyakit pada tanaman yang memiliki kemampuan menyerang jaringan xylem pada tanaman dan menyebabkan penghambatan transportasi air dan unsur hara lainnya. Selama 80 tahun, patogen layu bakteri tergolong dalam kelompok genus Pseudomonas Migula. Pada penelitian berikutnya bakteri ini menunjukkan sifat fenotif dan rRNA:DNA hibridisasi bahwa genus tersebut sangat berbeda dari kelompoknya dan terdistribusi dalam lima kelompok. Semua kelompok bakteri yang berpendar pada genus pseudomonas tetap dalam kelompok genus tersebut yang terdiri dari homolog kelompok ke-1 sedangkan bakteri yang sebelumnya tergolong dalam genus yang sama tetapi tidak berpendar dikelompokkan dalam kelompok homolog ke-2 atau ke-3 (Elsayed, 1998).

Penamaan bakteri Ralstonia solanacearum telah mengalami pergantian nama sebelumnya yaitu Bacillus solanacearum (E.F Smith 1896) dari tahun 1896-1914, kemudian berganti menjadiPseudomonas solanacearum dari tahun 1914-1992. Pada tahun 1992-1999 berganti lagi menjadi Burkhoderia


(27)

Ralstonia solanacearum (Yabuchi et. All 1995) dari tahun 1995 sampai sekarang (Elsayed, 1998).

Ralstonia solanacearum berbentuk batang lurus atau agak melengkung, berukuran 0,5-1,0 x 1,5-5,0 um, bergerak dengan 1 atau beberapa flagel polar, gram negatif, aerob, metabolisme pernafasan mutlak dengan oksigen sebagai akseptor elektron terakhir. Beberapa bakteri dapat bersifat anerob dengan nitrat sebagai akseptor elekron alternatif. Beberapa spesies bakteri bersifat kemolitotrof fakultatif

menggunakan karbondioksida sebagai sumber energi. Spesies ini merupakan penghuni tanah, patogenik pada tanaman (HabazardanRifai, 2004).

Kemolitotrof fakultatif menggunakan sumber energi kimia dan komponen organik sebagai sumber karbon yang utama. Kebanyakan bakteri yang patogenik tergolong dalam tipe ini. Kedua energi dan karbondioksida biasanya merupakan derived dari metabolisme dari komponennya sendiri (Singh, 2001).

Ralstonia syringaep.v. tabaci hanya menginfeksi 2 tanaman saja (tembakauR. solanaceae) dan kedelai dengan kisaran inang serelia, kacang-kacangan, tanaman hias dan pohon buah-buahan.R. solanacearumyang menyerang golongan solanaceae merupakan ras 1 dari 3 ras yang telah ditentukan. R .solanacearum penyebab layu bakteri diklasifikasikan dalam 3 ras berdasarkan jenis inang yang diserang. Ras 1 menyerang solanaceae dan leguminosa. Ras kedua menyerang pisang, ras 3 menyerang tomat dan kentang (HabazardanRifai, 2004).

Bakteri berkembang dengan baik pada suhu 30-350 C dan pH 6,7. Dalam biakan murni bakteri ini menghasilkan enzim pektinmetilesterase (PME),

poligalakturonase (PG), dan selullase (Cx). Di dalam biakan murni bakteri cepat kehilangan virulensinya. Tetapi dengan menutup biakan murni dengan minyak


(28)

mempunyai banyak strain, dengan fatogenisitas yang berbeda, sifat kima, reaksi serologi, dan kepekanya terhadap bakteriofage (Semangun, 2000).

Layu bakteri yang disebabkan oleh R. solanaceraum menginfeksi lebih dari 200 spesies tanaman yang berbeda. Yang meliputi tomat, kentang, dan tanaman bunga-bungaan. Tidak ada satupun hingga saat ini pemahaman yang baik terhadap bagaimana bekteri ini menginfeksi tanaman hingga mengakibatkan dampak yang buruk (Reinet, 2002).

Gambar1. bakteriRalstonia solanacearum

http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.rbgsyd.nsw.gov.au/__data/asset s/image/51661/R._solanacearum_culture.jpg&imgrefurl

Gambar2. Biakan BakteriRalstonia solanacearum

http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.genomenewsnetwork.org/gnn_i mages/news_content/02_02/ralstonia/ralstonia.jpg&imgrefurl


(29)

Daur Hidup Penyakit

Bakteri dapat menginfeksi akar-akar tembakau melalui luka-luka akar yang terjadi sewaktu pemindahan, maupun langsung masuk ke bulu-bulu akar yang sangat muda dengan melarut dinding sel. Infeksi secara langsung lebih banyak terjadi jika populasi bakteri dalam tanah semakin tinggi, Bakteri juga dapat mengadakan infeksi melalui luka-luka yang disebabkan oleh tusukan akar. Tetapi bekteri tidak hanya dapat menginfeksi melalui luka akar tetapi melalui luka pada daun (Semangun, 2000).

Layu yang disebabkan oleh bakteri tergantung oleh temperatur dan kelembaban, kepadatan inokulum, dan tingkat resistensi inang. Bakteri ini dapat menembus akar tembakau. Inokulum dari bakteri ini dibebaskan dari dalam tanah dari akar yang terinfeksi ataupun dari bagian lain yang bertahan di dalam tanah selama bebrapa tahun tanpa adanya inang. Inokulum ini dapat menyebar di dalam tanah, air ataupun dari pemindahan pembibitan (Erwin, 2000).

Umumnya faktor-faktor virulensinya berperan dalam menimbulkan gejala secara kombinasi, seperti gejala penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri ini tidak hanya disebabkan oleh tingginya produksi EPS (Extracelullar Polysacharidae) oleh bakteri tetapi juga karena ada juga hormon dan enzim. Bakteri ini mampu menimbulkan gejala atau mengenfeksi dalam waktu singkat 7-18 jam, dengan konsentrasi tinggi >107/ml

(Habazar

dan

Rifai, 2004).

Gejala Penyakit

Penyakit layu bakteri menyerang pada tanaman muda hingga tanaman yang berada pada saat penanaman. Gejala penyakit ini dapat berupa penghambatan pada empelur hingga terlihat layu, coklat dan akhirnya mati. Berat atau tidaknya serangan tergantung dari banyak tidaknya koloni bakteri dalam jaringan batang tanaman (Anonimus, 1993a).

Kelayuan yang terjadi pada tanaman yang terserang oleh bakteri ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Pada tingkatan permulaan sering terjadi sepihak. Bahkan sering pada satu daun separonya layu, sedang belahan lainnya belum. Bagian yang layu dapat berkembang terus sedangkan bagian yang layu tidak. Layu sering terlihat pada siang hari dan pada sore harinya terlihat segar kembali. Pada bagian yang layu


(30)

mengering dan mejadi seperti selaput. Akhirnya seluruh daun layu, dan tanaman mati. Kalau tanaman yang sakit layu dicabut, tampak bahwa sebagian atau diseluruh akarnya berwarna coklat dan busuk (Semangun, 2000).

Dalam stadium lebih lanjut, tangkai daun yang dipotong melintang kemudian ditekan perlahan-lahan akan keluar lendir berwarna putih kotor yang merupakan kumpulan yang sangat banyak bakteri. Tanda tersebut menunjukan dengan pasti penyakit layu. Pada pemindahan bibit ke lapangan, kalau tanaman ini mendapat infeksi, gejala baru tampak 3-4 minggu sesudah pemindahan bibit. Tetapi jika bibit ternfeksi di persemaian gejala penyakit mulai tampak sesudah beberapa hari dipersemaian, dibedengan. Diduga dalam 3-4 minggu tanaman akan mencapai lapisan tanah yang terparasit, sedangkan lapisan tanah paling atas kurang mengandung bakteri (Erwin, 2000).

Jaringan yang terserang


(31)

Gambar 4. Tanaman yang Terserang Bakteri (R.solanacearum) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyakit

Sebenarnya penyakit tersebar dan berkembang lebih cepat pada cuaca basah, tetapi gejala yang terjadi kurang jelas. Pada cuaca panas dan kering lebih banyak gejala yang terlihat, sehingga seolah-olah penyakit dibantu oleh cuaca ini. Di Deli penyakit ini banyak terdapat di tanah aluvial dan hanya sedikit pada tanah debu hitam. Pada umunya penyakit timbul lebih berat di tanah-tanah yang kurang subur (Semangun, 2000).

Adanya tumbuhan yang rentan sebelum penanaman tembakau akan meningkatkan populasi bakteri di dalam tanah, sehingga memperberat kerusakan pada tanaman tembakau. Di daerah Deli sehabis ditanamai tembakau lahan ditanami tebu selama 3 tahun, sebelum ditanamai tembakau kembali dan sebelumnya ditanami dengan Mimosa (Semangun, 2000).

Pengendalian Penyakit

Pengendalian penyakit layu bakteri yang umumnya menyerang tanaman golongan solanaceae dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:


(32)

1. Pembibitan atau persemaian diperiksa benar-benar, jangan sampai ada bibit penyakit yang terbawa ke lapangan

2. Mengusahan agar selama tidak ditanamani tembakau, lahan tidak ditumbuhi oleh tumbuhan yang rentan.

3. Pemeliharaan tanah dengan draenase dan penggarapan tanah yang tepat

4. Pemupukan dengan bahan-bahan organik yang menyebabkan berkembangnya mikroba tanah yang dapat mendesak pertumbuhanRalstonia solanacearum

5. Penggunaan seed-tray pada saat pembibitan dengan media bibitan terdiri atas campuran tanah, pasir dan kompos yang disterilkan dengan uap panas.

(Semangun, 2000). Pupuk Organik

Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, bila ditambahkan ke dalam tanah ataupun tanaman dapat menambah unsur hara serta dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan bioligi tanah ataupun kesuburan tanah. Untuk pertumbuhan tanaman yang normal tanaman membutuhkan 13 unsur hara yang esensial. Ada berbagai macam jenis pupuk baik buatan ataupun alami yang merupakan pupuk organik. Pada sifat kimiawinya pupuk dapat dibedakan menjadi pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik kebanyakan terdiri dari pupuk alam yang fungsinya adalah untuk perbaiki sifat fisik tanah, struktur tanah, sedangkan pupuk buatan fungsinya untuk memperbaiki sifat kimiawi tanah dan menambah kandungan unsur hara di dalam tanah (Hasibuan, 2005).

Kandungan unsur hara yang terdapat pada pupuk adalah tunggal dan majemuk. Pupuk tunggal misalnya unsur N, P, K contohnya Urea (pupuk N), KCL (pupuk K) dan TSP (pupuk P). Pupuk majemuk misalnya Amofos (N dan P). Pupuk organik sendiri terdiri dari berbagai jenis misalnya: pupuk kandang, hijau, kompos, Guano,


(33)

dan lain-lain. Berbeda dengan pupuk buatan, pupuk organik mempunyai kadar hara yang rendah dan lambat tersedia untuk tanaman. Peranan utama pupuk organik bukanlah untuk menambah unsur hara, tetapi untuk memperbaiki sifat fisika tanah dan meningkatkan aktifitas mikroorganisme di dalam tanah (Hasibuan, 2005).

Tanaman pada umumnya memebutuhkan beberapa unsur hara makaro dan mikro yang berfungsi untuk proses pertumbuhan tanaman. Unsur-unsur hara tersebut yaitu: Karbon (C) Penting sebagai pembangun bahan organik karena sebagian besar bahan kering tanaman terdiri dari bahan organik, diambil tanaman berupa C02. Nitrogen (N) berfungsi untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar, berperan penting dalam hal pembentukan hijau daun yang berguna sekali dalam proses fotosintesis.membentuk protein, lemak dan berbagai persenyawaan organik, meningkatkan mutu tanaman penghasil daun-daunan. Dan meningkatkan perkembangbiakanmikro-organisme di dalam tanah. Fosfor. Fungsi dari Fosfor (P) dalam tanaman merangsang pertumbuhan akar,. mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa, menaikkan prosentase bunga menjadi buah/biji, membantu asimilasi dan pernafasan sekaligus mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah,sebagai bahan mentah pembentukan sejumlah protein tertentu. Kalium (K) berfungsi membantu pembentukan protein dan karbohidrat, berperan memperkuat tubuh tanaman, mengeraskan jerami bagian kayu, agar daun, bunga, buah tidak mudah gugur, meningkatkan daya tahan tanaman. Magnesium (Mg) merupakan bagian tanaman dari klorofil, merupakan salah satu bagian enzim yang disebut Organic pyrophosphatse dan Carboxy peptisida, berperan dalam pembentukan buah. Belerang (Sulfur = S) berperan dalam pembentukan bintil-bintil akar, merupakan


(34)

serta thiamine, membantu pembentukan butir hijau daun. Kalsium (Ca) merangsang pembentukan bulu-bulu akar, berperan dalam pembuatan protein atau bagian yang aktif dari tanaman. Mangan (Mn) berperan penting dalam mempertahankan kondisi hijau daun pada daun yang tua. Tembaga (Cu) berperan penting dalam pembentukan hijau daun. Seng (Zincum = Zn) berfungsi dalam pembentukan hormon tumbuh (auxin) dan penting bagi keseimbangan fisiologis. Besi (Fe) penting bagi pembentukan hijau daun (klorofil), berperan penting dalam pembentukan karbohidrat, lemak dan protein (Hasibuan,2005).

Pertanian sekarang ini telah memegang konsep pertanian organik yang paling penting harus mengetahui sifat biologi tanah. Pentingnya peran biologi tanah yaitu meliputi peran jasad hayati dan dekomposisi bahan organik, merangsang pertumbuhan tanaman melalui kemampuan beberapa mikroba, dan menghambat perkembangan patogen tanah yang menyerang tanaman (Hanafiahdkk, 2003).

Pada penelitian Harono (1996). Pengaruh OCF (Organic Compound Fertilizer) terhadap pertumbuhan dan hasil tembakau Kasturi 400 kg/ha baik terhadap tinggi tanaman dan pertumbuhan (Hartono, 1999).

Pupuk organik dapat mendekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di tanah. Pupuk ini juga dapat membantu Nitrit Organik menjadi anorganik seperti Amonium (NH3) atau Nitrat (NO3). Pupuk OCF merupakan pupuk organik yang mengandung C organik, K2O, Mg, Ca, Cu, Co, Mn, Zn, Fe, dan P2O5yang dibutuhkan oleh tanaman (Anonimus, 2006).

Pupuk organic Nickerson Star mengandung 12,21 % C organic, 19,69 % N, 0,22 % P2O5,0,34 % K20, 4,08 Mg, 1,50 % S, 20,48 Ca, 0,05 % Mn, 0,80 ppm cu, 0,1ppm Zn, 16,6 ppm Fe, dan 20,11 ppm Co (Anonimus, 2006).


(35)

Pemberian pupuk organik berarti menambah unsur-unsur organis yang dibutuhkan oleh tanaman. Penambahan dan pemberian pupuk organik tidak mempengaruhi kemasaman tanah ataupun keadaan pH tanah. Ada 3 faktor yang mempengaruhi perubahan kemasaman tanah. Yaitu hilangnya kation-kation basa dari komplek jerapan koloid tanah, penyerapan kation oleh tanaman, dan pengeruh pemberian pupuk asam atau alkalis pada tanah (Hasibuan2005).

Bahan Pengendali Bio PF

Pseudomonas flourescens adalah bakteri anaerob fakultatif yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik. P. flourescens dapat menghasilkan

giberellin yang dapat menanggulangi dormansi, kekerdilan pada tanaman, menginduksi pembungaan, dan merangsang pertumbuhan batang. Inokulasi bakteri ini dapat meningkatkan perkecambahan, dan dapat mengikat Fe sehingga tidak tersedia oleh patogen lain (Syahnen, 2007a)

Virulensi bakteri dalam media bikan tidak akan menurun dalam waktu 24-48 jam. Oleh karena itu penyimpanan di tempat yang baik dan teknik yang benar harus diperhatikan (Machmud, 2001).

P.flourecens sekarang telah diformulasi dalam bentuk Bio PF yang dapat mengendalikan penyakit layu bakteri dengan kerapatan > 1x10 11. Pada tanaman tembakau pengaplikasian dapat diberikan melalui akar dan saluran pengangkutan dan sebaiknya dari perlakuan benih, dengan dosis 10-20 ml/l air. Bio PF diperolh dari BP2TP jalan pondok kelapa Medan (Syahnen, 2007b).


(36)

Serai

Pengendalian penyakit tanaman yang selama ini berorentasi terhadap bahan-bahan kimia ternyata selama ini menimbulkan banyak dampak yang negatif. Sebagai usaha dalam mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia yang beracun berbagai alternatif penggunaan bahan pengendali seperti nabati hingga agen antagonis mulai diusahakan dan dilakukan berbagai penelitian yang diharapkan mampu mengurangi penyakit tanaman. Pada penelitian Nasrun dan Yang Ayuni dalam pengendalian penyakit layu bakteri pada tanaman Nilam menunjukkan bahwa penggunaan serai wangi yang memiliki bahan aktif setronella dan geraniol secara invitro dapat menghambat pertumbuhan koloni bakteri R. solanacearum. Untuk pengendalian lainnya yang menggunakan agensia antagonis yaitu Pseudomonas flourecens

Arwiyanto (1998) menyatakan bahwa Strain bakteri ini dapat menekan penyakit layu bakteri pada tembakau dan kehilangan hasil sekitar 88-92 %. Pada tanaman Nilam dapat menekan kehilangan hasil 95% Nasrun (2005) di rumah kasa sedangkan di lapangan 38-61 % (NasrundanNuryani, 2005).

Ekstrak serai wangi dapat dibuat dengan melakukan pengekstrakan sendiri. Daun serai wangi di haluskan dengan menggunakan alat penghalus seperti blender atau mortal. Hasil yang telah dihaluskan diberi air sesuai dosis anjuran dan diberi 1 gram detergent dan diendapkan selama 1 malam. Tujuan dari pemberia detergent yaitu sebagai perekat dan perata (Sudarmo, 2005).

Agrept 20 WP

Agrept adalah salah satu jenis bakterisida yang mengandung bakteri yang mampu mengendalikan bakteri patogenik pada tanaman. Streptomicin yang terkandung dalam Agrept berpengaruh terhadap perkembangan bakteri karena terikat


(37)

pada ribosom bakteri dan mencegah sintesis protein, pembentukan rantai peptida dan pengenalan triplet-triplet yang normal (Semangun, 2000).


(38)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) Sampali, PTP Nusantara II. Dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2008 sampai dengan Mei 2008.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman tembakau var.F1-45, pupuk organik Nickerson star, Bio PF,ekstrak serai wangi, Bakterisida Agrept 20 WP, air, tanah topsoil, pupuk NPK.

Adapun alat yang digunakan adalah Hansprayer, meteran, plang nama, label nama, alat tulis, gembor, dan polybag.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu :

1. Factor 1 adalah pupuk ocf (P) P0 : kontrol ( pupuk standard )

P1 : Organik Nickerson star 40 g/tanaman P2 : Organik Nickerson star 60 g/tanaman P3 : Organik Nickerson star 80 g/tanaman

2. Factor 2 adalah Bahan Pengendali yang digunakan (T) T0 : Kontrol

T1 : Bio PF (Pseudomonas flouresens)


(39)

T3 : Bakterisida

Penelitian ini dilakukan dengan 3 kali ulangan.

Adapun perlakuan kombinasi dari penelitian ini yaitu:

P0T0 P1T0 P2T0 P3T0

P0T1 P1T1 P2T1 P3T1

P0T2 P1T2 P2T2 P3T2

P0T3 P1T3 P2T3 P3T3

Jumlah perlakuan = 16

Jumlah ulangan (r) = (t-1) (r-1) 15 (16-1) (r-1) 15 16 (r-1) 15

16r 15 + 15 r 30 : 16

r 1,95

r 3

(Gomez and Arturo, 1995) Jumlah ulangan = 3

Kombinasi perlakuan : 16

Ulangan : 3 blok

Jumlah tanaman perplot : 4 tanaman

Jumlah plot : 48 plot

Jumlah sampel yang diamati : 4 tan/plot Jumlah tanaman seluruhnya : 192 tanaman


(40)

Jarak antar blok : 100 cm Jarak antar polybag : 40x40 cm2 Metode linier yang digunakan adalah:

Yijk = µ + i + j + ( )ij + ijk

Yijk = hasil pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah umum (rataan)

= Pengaruh (efek) perlakuan ke-I dari faktor P = Pengaruh (efek) perlakuan ke-j dari faktor T

( )ij = Pengaruh interaksi taraf ke-I dari faktor P dan taraf ke-j dari faktor T ijk = Pengaruh galat dari taraf ke-i dan j pada ulangan k

(Bangun, 1991).

Pelaksanaan Penelitian Survey Pendahuluan

Survey pendahuluan dilakukan dalam menentukan lokasi percobaan di BPTD PT PN II Sampali.

Penyediaan Bahan Tanaman

Penyediaan bahan tanaman ini meliputi penyediaan tanah dan penyediaan bibit. Tanah, sebagai media tanam diberi perlakuan pasteurisasi terlebih dahulu, tanah dibawa ke tempat pemanasan tanah dengan cara memanaskan (mengkukus) pada suhu ±1000 C, selama ± 30 menit. Media yang telah dipanaskan dikeluarkan dari kukusan lalu dikering-anginkan di atas alas plastik di ruangan tertutup selama ± 2 hari. Lalu tanah yang telah disterilkan dimasukkan ke dalam polybag yang berukuran 25 Kg.

Penyediaan bibit diperoleh dari persemaian bibit yang dilakukan di tempat penelitian. Benih tanaman tembakau direndam terlebih dahulu selama 3 hari,


(41)

kemudian benih disebar pada media semai yang telah disediakan. Saat bibit di persemaian telah berumur ± 12 hari bibit dipindah ke plat bibit hingga bibit tanaman berumur 40 hari. Bibit yang telah berumur 40 hari tersebut dipindahkan ke dalam polybag yang telah berisi 1/3 tanah di dalamnya.

Pemeliharaan

Penyiraman dilakukan sebanyak 3 kali bila cuaca panas dan 2 kali bila cuaca mendung. Penyiraman dapat dilakukan dengan menggunakan gembor.

Penyisipan dilakukan pada tanaman yang mengalami kegagalan pertumbuhan (mati). Penyisipan bibit tanaman yang dilakakukan 4 hari setelah tanam sampai tanaman berumur 2 minggu. Tanaman sisipan diberi perlakuan yang sama seperti tanaman yang utama.

Pembuatan Ekstrak Serai

Ekstrak serai yang digunakan adalah ekstrak serai segar yang dibuat melalui olahan sendiri. 10 batang serai dihaluskan dengan penambahan 1 liter ir dan 1 gr detergent, diaduk menjadi 1 larutan, kemudian disaring dan diendapkan selama 1 malam. Aplikasi dilakukan sebanyak 3 kali, dan setiap aplikasi, ekstrak serai yang dipakai adalah yang segar.

Aplikasi Pupuk Organik dan Pemupukan

Aplikasi perlakuan pupuk (P) yang digunakan sebagai berikut:

- P0 : kontrol (pada saat pindah tanam pemberian kompos pada lubang tanam dan pupuk NPK di permukaan tanah sebanyak 7,5 g/tanaman. Pemupukan selanjutnya sebelum tutup kaki pertama (± 7 hr) pemberian pupuk NPK 7,5 g /tanaman, dan pemupukan yang terakhir pada saat sebelum tutup kaki kedua


(42)

- P! : pemberian pupuk organik sebanyak 40 g/tanaman (10 g/tanaman saat akan penanaman di lubang tanam, 20 g/tanaman saat 7 HST dan 10 g/tanaman saat 16 HST)

-P2 : pemberian pupuk organik sebanyak 60 g/tanaman (20 g/tanaman saat akan penanaman di lubang tanam, 20 g/tanaman saat 7 HST dan 20 g/tanaman saat 16 HST)

-P3 : pemberian pupuk organik sebanyak 80g/tanaman (20 g/tanaman saat akan penanaman di lubang tanam, 40 g/tanaman saat 7 HST dan 20 g/tanaman saat 16 HST).

Pelaksanaan Inokulasi

Pelaksanaan inokulasi dilakukan 2 hari setelah tanam (setelah dipindahkan ke dalam polybag) dengan memasukkan suspensi bakteri yang telah disediakan. Suspensi bakteri diambil dari jaringan yang terserang, kemudian cairan yang terdiri dari masa bakteri diencerkan hingga 7 kali pengenceran. Kemudian dengan menggunakan mikropipet pada pengenceran terakhir diambil 10 ml dan diletakkan pada media Nutrient Agar yang telah disediakan. Hasil biakan kemudian diinkubasi pada ruang inkubator selama 48 jam. Di lakukan biakan lagi hingga diperoleh biakan murni dari suspensi bakteri.

Aplikasi Bahan Pengendali

Aplikasi berapa bahan pengendalian (T) dilakukan sebagai berikut: - T0 : tanpa perlakuan bahan pengendali

- T1 : Bio PF diberikan saat penanaman ke dalam polybag pada tanah sebanyak 10 ml/l air per tanaman

- T2 : Ekstrak serai wangi diberikan saat penanaman ke dalam polybag pada tanah sebanyak 10 ml/l air per tanaman.


(43)

- T3 : Agrept 20 WP diberikan saat penanaman ke dalam polybag pada tanah sebanyak 2g/l air/tanaman.

Peubah Amatan :

1. Persentase serangan penyakit.(%)

Pengamatan persentase serangan dilakukan 3 hari setelah tanam dengan interval pengamatan 3 hari sekali. Pengamatan dilakukan pada siang hari yang menunjukkan gejala.Persentase seranggan dengan rumus:

P = x100%

b

aa

(Abadi, 2005).

Dimana P = Persentase serangan

a = Jumlah tanaman yang terserang b = Jumlah tanaman yang sehat 2. Tinggi tanaman (cm)

Pengamatan terhadap tinggi tanaman dilakukan 1 minggu setelah penanaman dengan interval pengamatan seminggu sekali.

3. Jumlah daun (helai)

Pengamatan dilakukan seminggu sekali dan dimulai seminggu setelah tanam. 4. Produksi daun tembakau kering

Daun tembakau dapat dipanen umur 40 hari. Panen pertama dilakukan dengan memetik 2 lembar daun tembakau. Panen kedua dilakukan 3 hari setelah panen pertama dengan memetik 2-3 lembar daun. Panen dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval waktu 3 hari. Produksi dihitung dengan menimbang daun tembakau yang diperoleh pada setiap perlakuan dan semua produksi ditotal .


(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Hasil penelitian pengaruh pemberian pupuk organik dan bahan pengendali dalam mengendalikan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearump.v. tabaci E.F Smith) pada tanaman tembakau di lapangan adalah sebagai berikut:

1. Persentase Serangan (%)

a. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) terhadap persentase serangan penyakitR. solanacearum(%)

Data pengamatan pengaruh pemberian pupuk organik terhadap persentase serangan penyakit layu bakteri (R. solanacearum) dapat dilihat pada lampiran 4-14. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan, hal ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik (P) Terhadap Rataan Persentase SeranganRalstonia solanacearum (%)

Perla-kuan II III IV V VI Waktu PengamatanVII VIII IX X XI XII

P0 P1 P2 P3 4.17a 0.00b 0.00b 0.00b 6.25A 2.08B 0.00B 0.00B 10.42A 2.08B 0.00B 0.00B 12.50A 4.17B 0.00B 0.00B 18.75A 8.33B 0.00C 0.00C 18.75A 8.33B 2.08C 0.00C 20.83A 12.50B 4.17B 0.00B 35.42A 16.67B 10.42B 0.00C 41.67A 16.67B 12.50B 0.00C 47.92A 16.67B 12.50B 4.17C 54.17A 16.67B 12.50B 4.17C

Ket: - Angka yang diikuti oleh huruf kecil pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

b. Pengaruh pemberian bahan pengendali (T) terhadap persentase serangan penyakitR. solanacearum(%)

Data pengamatan pengaruh pemberian bahan pengendali terhadap persentase serangan penyakit layu bakteri (R. solanacearum) dapat dilihat pada lampiran 4-14.


(45)

Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan, hal ini dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T) Terhadap Rataan Persentase SeranganR.solanacearum(%)

Perla -kuan

Waktu Pengamatan

II III IV V VI VII VIII IX X XI XII

T0 T1 T2 T3 4.12 a 0.00 b 0.00 b 0.00 b 8.33 A 0.00 B 0.00 B 0.00 B 12.50 A 0.00B 0.00B 0.00B 16.67 A 0.00B 0.00B 0.00B 20.83 A 0.00C 6.25B 0.00C 22.92 A 0.00C 6.25B 0.00C 25.00 A 2.08C 10.42 B 0.00C 29.17 A 6.25C 20.83 B 6.25B 35.42 A 6.25C 22.92 B 6.25C 39.59 A 8.33C 25.50 B 8.33C 43.75 A 8.33C 27.08 B 8.33C

Ket: - Angka yang diikuti oleh huruf kecil pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

c. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali (T) terhadap persentase serangan penyakitR. solanacearum(%)

Data pengamatan pengaruh pemberian pupuk organik dan bahan pengendali terhadap persentase serangan penyakit layu bakteri (R. solanacearum) dapat dilihat pada lampiran 4-14. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan, hal ini dapat dilihat pada tabel 3.


(46)

Tabel 3. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali (T) terhadap persentase serangan penyakitR. solanacearum(%)

Ket: - Angka yang diikuti oleh huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

2. Tinggi tanaman Tembakau ( cm)

a. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) terhadap tinggi tanaman tembakau (cm)

Data pengamatan pengaruh pemberian pupuk organik terhadap tinggi tanaman tembakau dapat dilihat pada lampiran 15-20. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan, hal ini dapat dilihat pada tabel 4.

Perla-kuan II III IV V VIWaktu PengamatanVII VIII IX X XI XII

P0T0 P0T1 P0T2 P0T3 P1T0 P1T1 P1T2 P1T3 P2T0 P2T1 P2T2 P2T3 P3T0 P3T1 P3T2 P3T3 16.67A 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 25.00A 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 41.67A 0.00B 0.00B 0.00B 8.33B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 50.00A 0.00C 0.00C 0.00C 16.67B 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 50.00A 0.00C 25.00B 0.00C 33.33B 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 50.00A 0.00C 25.00B 0.00C 33.33B 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 50.00A 8.33B 25.00A 0.00B 33.33A 0.00B 16.67B 0.00B 16.67B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 58.33A 25.00A 33.33A 25.00A 41.67A 0.00B 25.00A 0.00B 16.67A 0.00B 25.00A 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 0.00B 75.00A 25.00B 41.67B 15.00B 41.67B 0.00C 25.00B 0.00C 25.00B 0.00C 25.00B 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 0.00C 75.00A 33.33B 50.00B 33.33B 41.67B 0.00C 25.00B 0.00C 25.00B 0.00C 25.00B 0.00C 16.67B 0.00C 0.00C 0.00C 91.67A 33.33B 58.33B 33.33B 41.67B 0.00C 25.00B 0.00C 25.00B 0.00C 25.00B 0.00C 16.67B 0.00C 0.00C 0.00C


(47)

Tabel 4. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik (P) Terhadap Rataan Tinggi Tanaman Tembakau (cm)

Faktor P Waktu Pengamatan (mst)

I II III IV V VI

P0 P1 P2 P3 7.46 B 7.98 A 8.05 A 8.18 A

9.13 B 9.62 A 10.04 A 9.93 A

11.44 C 12.05 B 13.07 A 13.01 A

20.81 C 22.16 B 24.9 A 25.19 A

36.41 D 46.45 C 50.85 B 55.26 A

44.20 D 62.73 C 67.59 B 73.97 A

Ket: - Angka yang diikuti oleh huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

b. Pengaruh pemberian bahan pengendali (T) terhadap tinggi tanaman tembakau (cm)

Data pengamatan pengaruh pemberian bahan pengendali terhadap tinggi tanaman tembakau dapat dilihat pada lampiran 15-20. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan, hal ini dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T) Terhadap Rataan Tinggi Tanaman Tembakau (cm)

Faktor T Waktu Pengamatan (mst)

I II III IV V VI

T0 T1 T2 T3 7.76 B 8.27 A 7.74 B 7.90 B

9.42 B 10.05 A 9.52 B 9.74 B

11.36 C 13.13 A 12.38 B 12.72 B 20.01 B 24.78 A 23.66 A 24.61 A

37.9 C 52.47 A 45.9 B 52.7 A

49.09 C 69.86 A 60.39 B 69.15 A

Ket: - Angka yang diikuti oleh huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.


(48)

c. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali (T) terhadap tinggi tanaman tembakau (cm)

Data pengamatan pengaruh pemberian bahan pengendali terhadap tinggi tanaman tembakau dapat dilihat pada lampiran 15-20. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan, hal ini dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali (T) terhadap Rataan Tinggi Tanaman (cm)

Perlakuan Waktu Pengamatan

I II III IV V VI

P0T0 P0T1 P0T2 P0T3 P1T0 P1T1 P1T2 P1T3 P2T0 P2T1 P2T2 P2T3 P3T0 P3T1 P3T2 P3T3 7.47 b 7.81 b 7.07 b 7.48 b 7.80 b 8.40 b 7.88 b 7.83 b 7.89 b 8.46 a 7.75 b 8.08 b 7.86 b 8.41 b 8.25 b 8.19 b 8.53 b 9.69 a 9.16 a 9.13 a 9.63 a 10.02 a 9.37 a 9.47 a 9.88 a 10.27 a 9.73 a 10.30 a 9.65 a 10.23 a 9.81 a 10.05 a 9.43 C 12.7 A 11.55 A 12.07 A 10.63 B 12.93 A 12.40 A 12.25 A 12.75 A 13.52 A 12.66 A 13.37 A 12.62 A 13.37 A 12.90 A 13.18 A 16.28 B 23.25 A 21.64 A 22.06 A 16.63 B 25.02 A 22.51 A 24.47 A 22.69 A 25.76 A 25.44 A 25.70 A 24.43 A 25.09 A 25.03 A 26.22 A 23.99 G 43.04 D 35.23 E 43.39 D 29.93 F 55.91 A 45.01 C 54.93 A 43.35 A 55.85 A 48.05 A 56.13 A 54.32 A 55.07 A 55.29 A 55.36 A 25.44 D 55.38 B 43.43 C 52.54 B 41.67 C 74.71 A 59.99 B 74.56 A 58.03 B 74.6 A 63.07 B 74.64 A 71.21 A 74.73 A 75.07 A 74.86 A

Ket: - Angka yang diikuti oleh huruf kecil pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.


(49)

3. Jumlah Daun Tembakau (Helai)

a.Pengaruh pemberian pupuk organik (P) terhadap jumlah daun (helai)

Data pengamatan pengaruh pemberian pupuk organik terhadap jumlah daun dapat dilihat pada lampiran 21-26. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan, hal ini dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik (P) Terhadap Rataan Jumlah Daun (helai)

Faktor P Waktu Pengamatan (mst)

I II III IV V VI

P0 P1 P2 P3

3.42 3.25 3.25 3.25

6.17 6.25 6.17 6.33

6.67 7.00 7.08 7.25

8.83 B 9.42 A 9.92 A 10.08 A

10.25 C 11.25 B 11.92 B 12.08 A

12.92 B 15.42 A 16.25 A 16.67 A

Ket: - Angka yang diikuti oleh huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

b.Pengaruh pemberian bahan pengendali (T) terhadap jumlah daun (helai) Data pengamatan pengaruh pemberian bahan pengendali terhadap jumlah daun dapat dilihat pada lampiran 21-26. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan, hal ini dapat dilihat pada tabel 8.


(50)

Tabel 8. Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T) Terhadap Rataan Jumlah Daun (Helai).

Faktor T Perlakuan

I II III IV V VI

T0 T1 T2 T3

3.33 3.33 3.25 3.25

6.00 6.42 6.25 6.25

6.33 B 7.42 A 7.00 A 7.25 A

8.25 B 10.25 A 9.58 A 10.17 A

9.67 B 12.17 A

11.5 A 12.17 A

12.75 B 16.58 A 15.33 A 16.58 A

Ket: - Angka yang diikuti oleh huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

c.Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali (T) terhadap jumlah daun (helai)

Data pengamatan pengaruh pemberian pupuk organik dan bahan pengendali terhadap jumlah daun dapat dilihat pada lampiran 21-26. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan, hal ini dapat dilihat pada tabel 9.


(51)

Tabel 9. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali (T) terhadap Rataan Jumlah Daun (Helai)

Perlakuan I II Waktu PengamatanIII IV V VI

P0T0 P0T1 P0T2 P0T3 P1T0 P1T1 P1T2 P1T3 P2T0 P2T1 P2T2 P2T3 P3T0 P3T1 P3T2 P3T3 3.33 3.67 3.33 3.33 3.33 3.33 3.33 3.00 3.33 3.00 3.33 3.33 3.33 3.33 3.00 3.33 5.33 6.67 6.33 6.33 6.00 6.33 6.33 6.33 6.33 6.00 6.33 6.00 6.33 6.67 6.00 6.33 5.33 b 7.67 a 6.33 a 7.33 a 6.00 a 7.33 a 7.33 a 7.33 a 7.00 a 7.00 a 7.33 a 7.00 a 7.00 a 7.67 a 7.00 a 7.33 a 6.33 C 10.33 A 8.33 BC 10.33 A 7.33 C 10.33 A 9.67 A 10.33 A 9.33 A 10.00 A 10.33 A 10.00 A 10.00 A 10.33 A 10.00 A 10.00 A 6.67 B 12.00 A 10.00 A 12.33 A 8.67 A 12.33 A 11.67 A 12.33 A 11.33 A 12.00 A 12.33 A 12.00 A 12.00 A 12.33 A 12.00 A 12.00 A 7.33 C 15.67 A 12.67 B 16.00 A 12.00 B 16.67 A 15.67 A 17.33 A 15.33 A 17.00 A 16.33 A 16.33 A 16.33 A 17.00 A 16.67 A 16.67 A

Ket: - Angka yang diikuti oleh huruf kecil pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

4. Produksi Daun Tembakau Kering (g/tanaman)

a. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) terhadap produksi daun tembakau kering (g/tanaman)

Data pengamatan pengaruh pemberian pupuk organik terhadap rataaan produksi (g/tanaman) dapat dilihat pada lampiran 27. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan, hal ini dapat dilihat pada tabel 10.


(52)

Tabel 10. Pengaruh Pupuk Organik (P) Terhadap Rataan Produksi (g/tanaman)

Faktor Rataan Produksi

(gr/tanaman) P0

P1 P2 P3

8.17B 14.17A 14.05A 12.69A

Ket: - Angka yang diikuti oleh huruf besar pada kolm yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

b. Pengaruh pemberian bahan pengendali (T) terhadap produksi daun tembakau kering (g/tanaman)

Data pengamatan pengaruh pemberian bahan pengendali terhadap rataaan produksi (g/tanaman) dapat dilihat pada lampiran 27. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan, hal ini dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Pengaruh Bahan Pengendali (T) Terhadap Rataan Produksi (g/tanaman)

Perlakuan Rataan Produksi ( g/tanaman)

T0 T1 T2 T3

9.29B 13.51A 11.25A 15.02A

Ket: - Angka yang diikuti oleh huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

c. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali (T) terhadap produksi daun tembakau kering (g/tanaman)

Data pengamatan pengaruh pemberian pupuk organi dan bahan pengendali terhadap rataaan produksi (g/tanaman) dapat dilihat pada lampiran 27. Dari hasil analisa sidik ragam tersebut dapat dilihat adanya perbedaan sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan, hal ini dapat dilihat pada tabel 12.


(53)

Tabel 12. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali (T) terhadap Rataan Produksi (g/tanaman)

Perlakuan Rataan Produksi

(g/tanaman) P0T0

P0T1 P0T2 P0T3 P1T0 P1T1 P1T2 P1T3 P2T0 P2T1 P2T2 P2T3 P3T0 P3T1 P3T2 P3T3

3.66C 10.97B

8.23B 9.81B 7.86B 18.61A

9.99B 20.29A 13.11B 11.64B 15.83A 15.61A 12.55B 12.80B 11.04B 14.37B

Ket: - Angka yang diikuti oleh huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.

- Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolm yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 1 % menurut Uji Jarak Duncan.


(54)

Pembahasan

1. Persentase Serangan (%)

a. Pengaruh pemberian pupuk organik (P) terhadap persentase serangan penyakitR. solanacearum(%)

Dari data pengamatan ke-12 (tabel 1) diperoleh bahwa P0 berbeda sangat nyata terhadap P1, P2 dan juga berbeda sangat nyata terhadap P3. persentase serangan terendah terdapat pada P3 (pupuk organik 80 g/tanaman) yaitu sebesar 4.17% dan persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (kontrol/ pemberian pupuk kimia) karena pemberian pupuk oraganik dapat meningkatkan aktifitas mokroorganisme di dalam tanah, dimana mikroorganisme tersebut diperoleh dari bahan pengendali yang telah diaplikasikan ke dalam tanah. Hal ini sesuai literatur Hasibuan (2005) yang menyatakan bahwa Berbeda dengan pupuk buatan, pupuk organik mempunyai kadar hara yang rendah dan lambat tersedia untuk tanaman. Peranan utama pupuk organik bukanlah untuk menambah unsur hara, tetapi untuk memperbaiki sifat fisika tanah dan meningkatkan aktifitas mikroorganisme di dalam tanah.

Dari data pengamatan ke-12 (tabel 1) pada dosis pupuk yang diberikan ternyata pemberian puuk organik 80 g/tanaman (P3) sangat berbeda nyata dan efektif dibandingkan pemberian pupuk organik 60 g/tanaman (P2) dan pemberian pupuk organik 40 g/tanaman (P1). Hal ini karena pemberian pupuk organik yang memiliki kadar hara yang rendah tetapi dapat meningkatkan efektifitas mikroorganisme di dalam tanah akan semakin berfungsi baik apabila diberikan dengan jumlah yang banyak namun berimbang. Unsur hara yang rendah pada pupuk organik akan tersedia banyak dengan pemberian yang banyak pula. Hal ini sesuai literatur Hasibuan (2005)


(55)

yang menyatakan bahwa Berbeda dengan pupuk buatan organik mempunyai kadar hara yang rendah dan lambat tersedia untuk tanaman.

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa pemberian pupuk organik sangat berperan dalam mengendalikan penyakit layu bakteri. Persentase serangan pemberian pupuk kimia akan selalu tinggi pada setiap pengamatan dibandingkan perlakuan pupuk organik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 5.

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00

II III IV V VI VII VIII IX X XI XII

Pengamatan

R

at

aa

n

Pe

rs

en

ta

se

S

er

an

ga

n

R.

S

ol

an

ac

ea

rim

(%

)

P0 P1 P2 P3

Gambar 5. Histogram Pengaruh Pupuk Organik ( P ) Terhadap Rataan Persentase SeranganR.solanacearum(%)

b. Pengaruh pemberian bahan pengendali (T) terhadap persentase serangan penyakitR. solanacearum(%)

Dari tabel 2 pengamatan ke-12 dapat dilihat bahwa T0 berbeda sangat nyata terhadap T1, T2 dan T3. Tetapi T1 dan T3 tidak berbeda nyata . Persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan T0 yaitu tanpa bahan pengendali atau kontrol sebesar 43.75 % dan persentase terendah terdapat pada perlakuan T1 (Bio PF) dan T3 (Agrept 20 WP ) yaitu sebesar 8.33 %. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian bio PF dan Agrept sangat efektif untuk mengendalikan penyakit layu bakteri, hal ini karena di dalam bio PF terkandung bakteri Pseudomonas


(1)

penyakit utama yang dapat menurunkan produksi hal ini sesuai litaratur Anonimus (2004) yang menyatakan Salah satu faktor yang menyebabkan turunnya produksi Tembakau Deli di antaranya karena penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri (Ralstonia solanacearump.vtabaciE.F Smith). Pada tahun 1994, Tembakau Deli yang layu karena bakteri tersebut mencapai 13.5% - 53.8% . Pengaruh pemberian bahan pengendali terhadap rataan produksi dapat dilihat pada gambar 11 di bawah ini.

0 5 10 15 20

1

Perlakuan

R

at

aan

P

rod

uk

si

(g/

tan

am

an

) T0

T1 T2 T3

Gambar 15. Histogram Pengaruh Pemberian Bahan Pengendali (T) Terhadap Rataan Produksi (g/tanaman )

c.Pengaruh pemberian pupuk organik (P) dan bahan pengendali (T) terhadap produksi tembakau (g/tanaman)

Pada tabel 12 dapat terlihat rataan produksi yang berbeda sangat nyata antara P0T0, P0T1, P0T2, P0T3, P1T0, P2T0, P2T1, P1T1, P1T2, P1T3, P2T2, P2T3, P3T0, P3T1, P3T3. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi P1T3 yaitu sebesar 20.29 g/tanaman, dan produksi terendah terdapat pada perlakuan P0T0 yaitu sebesar 3.66 g/tanaman. Ternyata perlakuan kombinasi yang baik adalah dengan pemberian pupuk organik dan penggunaan bahan pengendali Agrept 20 WP yang mengandung Streptomicin. Kombinasi perlakuan tersebut dapat mengurangi persentase serangan penyakit, meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan pertumbuhan tanaman yang


(2)

berdampak terhadap produksi akhir tanaman. Untuk lebih jelas dapat dlihat pada gambar 16.

0 5 1 0 1 5 2 0 2 5

1

P e rla k u a n

R

a

ta

a

n

P

ro

d

u

k

si

(

g

/t

a

n

a

m

a

n

)

P 0 T 0 P 0 T 1 P 0 T 2 P 0 T 3 P 1 T 0 P 1 T 1 P 1 T 2 P 1 T 3 P 2 T 0 P 2 T 1 P 2 T 2 P 2 T 3 P 3 T 0 P 3 T 1 P 3 T 2 P 3 T 3


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Persentase serangan penyakit layu bakteri pada perlakuan P terendah terdapat pada perlakuan P1 = 16.67 % dan tertinggi pada perlakuan P0 = 54.17 %, pada perlakuan T terendah terdapat pada perlakuan T1 dan T3 = 2.33 % dan tertinggi pada perlakuan T0 = 43.75 % dan

2. Persentase serangan pada perlakuan kombinasi P dan T terendah terdapat pada perlakuan P1T1, P1T3, P2T1, P2T3, P3T1, P3T2, dan P3T3 = 0 % dan tertinggi pada perlakuan P0T0 = 91.67 %.

3. Rataan tinggi tanaman pada perlakuan P terendah terdapat pada perlakuan P0 = 42.2 cm dan tertinggi pada perlakuan P3 = 73.97 cm, pada perlakuan T terendah terdapat pada perlakuan T0 = 49.09 cm dan tertinggi pada perlakuan T1 = 69.86 cm,

4. Rataan tinggi tanaman pada perlakuan kombinasi P dan T terendah terdapat pada perlakuan P0T0 = 25.44 cm dan tertinggi pada perlakuan P3 T3 = 74.86 cm.

5. Rataan jumlah daun pada perlakuan P terendah terdapat pada perlakuan P0 = 12.92 helai dan tertinggi terdapat pada perlakuan P3 = 16.67 helai, pada perlakuan T terendah terdapat pada perlakuan T0 = 12.75 helai dan tertinggi terdapat pada perlakuan T1 dan T3 = 16.58 helai.

6. Rataan jumlah daun pada perlakuan kombinasi P dan T terendah terdapat pada perlakuan P0T0 = 7.33 helai dan tertinggi terdapat pada perlakuan P1T3 = 17.33 helai


(4)

7. Rataan produksi daun tembakau kering pada perlakuan P terendah terdapat pada perlakuan P0 = 8.17 g/tanaman dan tertinggi terdapat pada perlakuan P1 = 14.17 g/tanaman, pada perlakuan T terendah terdapat pada perlakuan T0 = 9.29 g/tanaman dan tertinggi terdapat pada perlakuan T3 = 15.02 g/tanaman.

8. Rataan produksi daun tembakau kering pada perlakuan kombinasi P danT terendah terdapat pada perlakuan P0T0 = 3.66 g/tanaman dan tertinggi terdapat pada perlakuan P1T3 =20.24 g/tanaman.

Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang konsentrasi bahan pengendali dalam mengendalikan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum)


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, A.L., 2005. Ilmu Penyakit Tumbuhan III. Bayu Media, Malang, Jawa Tengah. Hlm: 35.

Anonimusa. 1993. Pembudidayaan, Pengolahan, dan Pemasaran Tembakau. Panebar Swadaya, Jakarta.Hlm;19, 22 dan 23.

---b. 1993. Bacterial Disease.Availble at

http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.rbgsyd.nsw.gov.au/__d ata/assets/image/51661/R._solanacearum_culture.jpg&imgrefurl (Diakses 27 Januari 2008)

---. 1999. Sejarah Tembakau Deli. PTP. Nusantara II ( Persero ), Medan. Hlm: , 11, dan 15.

---.2004.Pengendalian Penyakit Layu Bakteri.Available at

http://209.85.175.104/search?q=cache:1SxT6vxPs24J:www.suaramerdeka.co m/harian/0404/02/dar28. (Diakses 25 Januari 2008).

---. 2005.Akibat Penyakit Layu Batang Tingkat Produktivitas Tembakau Deli Anjlok.Available at

http://209.85.175.104/search?q=cache:WGWd4kSmw98J:kompas.com/kompa s- (Diakses 25 Januari 2008).

---, 2006.Keuntungan Penggunaan Pupuk Organik Nickerson Star Multi Perkasa. PT Nickerson Star Multi Perkasa, Thailand.

Bangun, M.K. 1991. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Gomez, K.A., dan Arturo, A. G. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. UI Press, Jakarta.

Elsayed, A. S. H., 1998. Evaluation of Procedures for Tagman PCR Detection of

Ralstonia Solanacearum in River Water and Sediment and Determine the

World Wide.Disertasi. School of Biology New Castle University p. 15-17. Erwin. 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli

PTP. Nusantara II ( Persero ), Medan. Hlm; 33, 34, 36, 38

Habazar, T. dan F. Rivai. 2004. Bakteri Patogenik Tumbuhan. Andalas University Press, Padang. Hlm 45, 52, 298, 299

Hanafiah, K.A.,I. Anas, A. Napoleon, dan N. Ghoffar. 1993. Biologi Tanah Ekologi dan Mikrobiologi Tanah. Divisi Perguruan Tinggi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Hlm; 2,3


(6)

Hartono, J. 1999. Pengaruh Pupuk OCF Green UP Terhadap Pertumbuhan dan

Hasil Tembakau Kasturi. Dalam Program Abstrack Hasil Penelitian

Pertanian Indonesia, Bogor 2002 p. 108-105.

Hasibuan, B. E. 2005. Ilmu Tanah. Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Medan. Hlm; 3, 61,114, 115, 116, 121.

Machmud, M. 2001. Teknik Penyimpanan dan Pemeliharaan Mikroba. Dalam Buletin AgroBio4(1):24-32

Matnawi, H. 1998. Budidaya Tembakau Bawah Naungan. Kanisius, Yogyakarta. Hlm; 11,12, 15,16, 98.

Nasrun dan Y. Nuryani. 2005. Penyakit Layu Bakteri Pada Nilam dan Srategi Pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Laing, Bogor.

Reinet, B. 2002.Scientists Sequence the Plant PathogenRalstonia solanacearum.

Available at

http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.genomenewsnetwork.or g/gnn_images/news_content/02_02/ralstonia/ralstonia.jpg&imgrefurl (Diakses 27 Januari 2008).

Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan Di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hlm; 686, 687, 688, 689

Singh, R.S. 2001. Plant Disease. Oxford dan IBH Publishing Co. PVT. Seventh Edition. New Delhi. Hlm: 41.

Sudarmo, S. 2001. Pestisida Nabati Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius, Yogyakarta.

Syahnen. 2007a. Pengembangan dan Pemanfaatan Agen Pengendalian Hayati untuk Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan Di Sumatera Utara. Balai Penelitian Perkebunan Sumatera Utara, Medan.

---. 2007b. Peranan Berbagai Jenis Mikroba dalam Pengomposan dan Pembuatan Bioaktivator pengomposan. Balai Penelitian Perkebunan Sumatera Utara, Medan. Hlm 5-6.

Yabuuchi, E., Ezaki, T., and Arakawa, M. 1992. Burkholderik Gen. Comb. Nov. Microbiol. 36: 1251-1275

Yabuuchi, E., Kosaka, Y., Yano, I., Hotta, H. and Y. Nishiuchi, 1995. Transfer of Two Burkholderia and An Alcaligenes Spesies to Ralstonia Gen.Com. Nov. Ralstonia eutropha. Immunol. 39: 897-904.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Pupuk Kalium dari Berbagai Tanah Bekas Rotasi Tembakau Terhadap Bakteri Penyakit Layu {Pseudomonas solanacearum E.F.Smith) pada Tanaman Tembakau Deli {Nicotiana tabaccum L.)

0 32 74

Pengaruh Pemberian Pupuk Kalium dari Berbagai Tanah Bekas Rotasi Tembakau Terhadap Bakteri Penyakit Layu (Pseudomonas solanacearum E.F.Smith) pada Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabaccum L.)

0 29 74

Uji Efektivitas Bakterisda Dalam Mengendalikan Bakteri Penyakit Layu Ralstonia Solanacearum E. F Smith Pada Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana Tabacum L.).

0 31 62

Seleksi dan karakterisasi bakteri biokontrol untuk mengendalikan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada tomat

1 14 118

Seleksi dan karakterisasi bakteri biokontrol untuk mengendalikan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada tomat

0 40 120

Seleksi Cendawan Endofit Untuk Pengendalian Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia Solanacearum) Pada Tanaman Cabai

2 18 47

Seleksi dan Karakterisasi Bakteri Endofit untuk Menekan Kejadian Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum) pada Tanaman Tomat

0 8 105

Studi Rotasi Tanaman Dan Pola Rotasinya Untuk Pengendalian Pernyakit Layu Bakteri Ralstonia Solanacearum (E.F. Smith) Yabuuchi et al Pada Tanaman Cabai.

0 0 1

PENGENDALIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI Ralstonia solanacearum (E.F.Smith) Yabuuchi et al PADA TANAMAN CABAI.

0 0 14

KAJIAN BIOEKOLOGI DAN MOLEKULAR Streptomyces sp. SERTA POTENSI BIOKONTROLNYA TERHADAP Ralstonia solanacearum (E.F. Smith) YABUUCHI PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN PISANG.

0 0 1