Kuliah Tamu Prof. Mariam Ait Ahmed dari Ibn Tufayl University

Universitas Muhammadiyah Malang
Arsip Berita
pascasarjana.umm.ac.id

Kuliah Tamu Prof. Mariam Ait Ahmed dari Ibn Tufayl University
Tanggal: 2012-11-13

Kuliah Tamu Prof. Mariam Ait Ahmed dari Ibn Tufayl University
Pada hari Sabtu, 10 November 2012 Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
menyelenggarakan Kuliah Tamu dengan menghadirkan pembicara Prof. Mariam Ait Ahmed dari Ibn Tufayl University,
Maroko dan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. Din Syamsuddin. Bertempat di Aula Kampus I
Pascasarjana UMM, kuliah tamu ini mengangkat tema “Peradaban Kontemporer dan Pembaruan Islam”. Kuliah tamu
ini dihadiri oleh Rektor UMM, Dr. Muhadjir Effendy, MAP, dosen, mahasiswa pasca dan pimpinan Muhammadiyah se
Malang Raya.

Mariam mengungkapkan bahwa ada sejarah penting antara Indonesia-Maroko, yaitu ketika Soekarno
memberikan dukungan atas kemerdekaan Maroko. Jasa besar Soekarno tersebut, menurutnya, tidak bisa dilupakan
oleh Maroko. Namun demikian, sejarah awal hubungan Indonesia-Maroko telah terjalin ketika Ibnu Batutah, seorang
pemikir Islam dari Maroko menuliskan berbagai pemikiran dan pengalamannya tentang indonesia. “Sebenarnya,
Maroko hadir di hati Indonesia melalui buku-buku. Mereka yang datang ke Indonesia adalah duta-duta ilmu,” ujarnya.


Selain itu, Direktur Persaudaraan Indonesia-Maroko itu, menegaskan pentingnya menuntut ilmu. Menurutnya,
ilmu tidak akan pernah berakhir. Berapa banyak para ulama dan pemikir yang telah meninggal sejak berabad-abad lalu
namun terus dikenang karena ilmunya yang tertuang melalui buku-bukunya. “Para pendahulu telah berbuat dengan
karya-karya mereka. Mereka telah memberikan banyak hal dan berbuat untuk masa keemasan Islam dahulu. Karena
itu, semua umat yang berusaha untuk maju perlu berangkat dari masa lalu untuk menatap masa depan,” katanya.

Lebih lanjut, mengenai pembaruan pemikiran Islam, menurut Mariam, pembaruan pemikiran Islam harus
dimulai dari pembaruan pemikiran diri sendiri. Saat ini kita berhadapan pada kompetisi ilmu pengetahuan di era
keterbukaan dan persaingan. Tambahnya, orang lain telah banyak melakukan sesuatu, sementara kita (umat Islam)
tidak melakukan apa-apa untuk pengembangan ilmu. Kita (umat Islam) selalu bicara tentang pembaharuan dan inovasi
tetapi tidak melakukan apa-apa dan hanya menunggu orang lain membawa perubahan. “Karena itu, jika para
pendahulu berjuang dengan pedang untuk Islam, saat ini kita dituntut untuk berjuang dengan ilmu pengetahuan.
Berjihad dengan pena,” pungkasnya.

Di sisi lain, Mariam menilai bahwa sekalipun Indonesia adalah negara berpenduduk Islam terbesar tetapi
jumlah besar itu bukan jaminan sebab yang diperhitungkan adalah produk yang dilahirkan. Menurutnya, meskipun
Indonesia adalah negara berpenduduk Muslim terbesar, namun banyak orang Maroko yang tidak mengenal Indonesia.
Hal itu karena karya-karya yang dihasilkan seperti buku-buku belum banyak ditejemahkan ke berbagai bahasa hingga
bisa mendunia. ”Sampai kapan kita diam dengan akal yang beku. Karena tidak ada yang membawa kemajuan tanpa
membaca dan dengan pena,” tegasnya.


Senada dengan Mariam, Din Syamsuddin menilai bahwa baca tulis adalah sarana untuk mengembangkan
peradaban. Tambahnya, paradigma dalam pendidikan adalah paradigma integrasi. Kita tidak serta merta harus
menolak apa yang datang dari Barat tetapi harus selektif untuk mengintegrasikannya dengan ilmu Islam untuk
membawa kemajuan.

Selain itu, diakhir acara dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Rektor
UMM Muhadjir Effendy dan Mariam yang merupakan Direktur Pusat Studi Penelitian dan Sudi Prospektif Maroko.

page 1 / 1