Pulau-pulau ini dianalisis dalam fungsi-fungsi pulau yakni sebagai pemasok supply
, sebagai perantara transit, dan sebagai tempat tujuan akhir demand dari aktivitas ekonomi dan sosial yang berlangsung di pulau-pulau kecil tersebut. Walaupun
Kepulaun Morotai tidak memiliki interaksi dengan negara tetangga, namun networking ini penting dianalisis karena dengan gambarannya kita dapat mengetahui orientasi dan
ketergantungan dari pulau-pulau tersebut terhadap suatu sumberdaya. Networking
pulau-pulau kecil ini dianalisis berdasarkan pada, Networking yang berbasis pada pengelolaan sumberdaya alam, terdiri atas komoditas ikan cakalang, ikan
kerapu hidup, rumput laut, kopra, dan kayu gelondongan; Networking yang berbasis pada prasarana dan sarana sosial ekonomi, terdiri atas kebutuhan air bersih, pendidikan,
kesehatan, dan Sembako; serta Networking yang berbasis pada suku etnis.
5.5.1. Networking Berbasis Pengelolaan Sumberdaya Alam
1. Networking pulau-pulau kecil di Kepulauan Morotai Halmahera Utara berbasis pada sumberdaya alam komoditas ikan cakalang.
Masyarakat nelayan pulau-pulau kecil di Kepulauan Morotai Halmahera Utara sebagian besar adalah nelayan ikan cakalang. Walaupun secara organisasi nelayan-
nelayan tersebut tidak mempunyai networking organisasi formal, namun dengan orientasi pasar ke satu daerah atau perusahan menjadikan wilayah Daruba atau
perusahaan PT. Primarefa Indo menjadi pusat interaksi nelayan ikan cakalang. Berdasarkan peta networking pada Gambar 7 menunjukan bahwa Desa Daruba
di Pulau Morotai berfungsi sebagai daerah transit yang menampung ikan cakalang sebelum di ekspor ke Banyuwangi dan Jakarta. Sedangkan pulau-pulau lainnya
berfungsi sebagai pemasok supply. Aktivitas ekspor komoditas cakalang ke Banyuwangi dan Jakarta dilakukan setiap tiga bulan sekali dengan rata-rata kuota
ekspor sebesar 677 ton per tahun, dengan nilai ekspor rata-rata sebesar Rp. 2.031.000.000., per tahun.
Mencermati kondisi networking pulau-pulau kecil di Kepulauan Morotai Halmahera Utara berbasis komoditas ikan cakalang pada Gambar 7 memberi indikasi
bahwa ada potensi yang besar untuk mengorganisir nelayan-nelayan tersebut. Pengorganisasian dimaksud adalah menata kelembagaan komoditas cakalang yang di
131
dalamnya termasuk kelompok nelayan, pengusaha, dan pemerintah daerah sehingga dapat meningkatkan nilai produksi ekspor.
Gambar 7. Peta Networking Pulau-Pulau Kecil di Kepulauan Morotai Berbasis Sumber Daya Alam Komoditas Ikan Cakalang.
2. Networking pulau-pulau kecil di Kepulauan Morotai Halmahera Utara berbasis pada sumberdaya alam komoditas ikan kerapu hidup.
Dari enam pulau yang dihuni di Kepulauan Morotai, hanya nelayan di tiga pulau yang melakukan aktivitas keramba jaring apung ikan kerapu hidup, yaitu nelayan di
Pulau Kolorai, Pulau Galo-Galo Besar, dan Pulau Ngele-Ngele Besar Gambar 8. Secara fungsional ketiga pulau di atas berfungsi sebagai pemasok supply langsung ke
negara tujuan, karena hasil nelayan tersebut langsung dijual di kapal penampung yang berlabuh di sekitar ketiga pulau tersebut. Frekuensi ekspor ikan kerapu hidup ke
Hongkong dilakukan tiga bulan sekali. Rata-rata produski sebesar 8.9 ton per tahun, dengan nilai ekspor sebesar Rp 881.100.000., per tahun.
Walaupun dalam konteks lokal networking pulau-pulau kecil yang berbasis pada komoditas ikan kerapu hidup sangat terbatas, tetapi secara internasional mempunyai
132
networking dengan Hongkong, karena ikan kerapu di ketiga pulau tersebut diekspor ke Hongkong.
Gambar 8. Peta Networking Pulau-Pulau Kecil di Kepulauan Morotai Berbasis Sumber Daya Alam Komoditas Ikan Kerapu Hidup.
3. Networking pulau-pulau kecil di Kepulauan Morotai Halmahera Utara berbasis pada sumberdaya alam komoditas rumput laut.
Berdasarkan Gambar 9, networking pulau-pulau kecil di Kepulauan Morotai yang berbasis komoditas rumput laut memiliki jumlah pulau yang sama seperti
komoditas ikan kerapu sebanyak tiga pulau, namun networking ke luar dari Kepulaun Morotai berbeda dengan komoditas ikan kerapu. Hasil rumput laut dari ketiga pulau
yaitu Pulau Kolorai, Pulau Galo-Galo Besar, dan Pulau Ngele-Ngele Besar, di perdagangkan melalui pedagang di Desa Daruba Pulau Morotai kemudian di angkut ke
Kota Tobelo dan seterusnya di ekspor ke Manado dan Surabaya. Jumlah produksi rumput laut di Kepulauan Morotai dari tahun 2002-2005 rata-rata sebesar 326 ton per
tahun, dengan nilai produksi sebesar Rp. 1.141.000.000., per tahun.
133
Secara fungsional dalam networking pulau-pulau kecil di Kepulauan Morotai berbasis komoditas rumput laut yang berfungsi sebagai pemasok supply adalah Pulau
Kolorai, Pulau Galo-Galo Besar, dan Pulau Ngele-Ngele Besar. Sedangkan yang berfungsi sebagai perantara transit adalah Pulau Morotai dan Kota Tobelo dan
kemudian di ekspor ke Manado dan Surabaya.
Gambar 9. Peta Networking Pulau-Pulau Kecil di Kepulauan Morotai Berbasis Sumber Daya Alam Komoditas Rumpu Laut.
4. Networking pulau-pulau kecil di Kepulauan Morotai Halmahera Utara berbasis pada sumberdaya alam komoditas kopra.
Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor yang berkembang di Kepulauan Morotai Halmahera Utara. Tanaman kelapa menjadi komoditas unggulan
yang diusahakan oleh sebagian besar masyarakat di Kepulauan Morotai, namun produk yang diekspor keluar dari tanaman kelapa tersebut hanya dalam bentuk kopra. Dalam
networking pulau-pulau kecil di Kepulauan Morotai berbasis komoditas kopra, Pulau Morotai selain berfungsi sebagai daerah perantara transit juga berfungsi sebagai
daerah pemasok supply. Sedangkan Pulau Rao, Pulau Saminyamau, dan Pulau Morotai bagian utara berfungsi sebagai pemasok dengan orientasi pasar ke Kota Tobelo.
134
Kemudian kopra tersebut di ekspor ke Manado dan Surabaya sebagai daerah tujuan akhir Gambar 10.
Gambar 10. Peta Networking Pulau-Pulau Kecil di Kepulauan Morotai Berbasis Sumber Daya Alam Komoditas Kopra.
Mencermati Gambar 10 di atas menunjukan bahwa terjadi ekspor komoditas kopra dari Pulau Morotai Desa Daruba dan Kota Tobelo dengan daerah tujuan Manado
dan Surabaya, hal menunjukan bahwa potensi supply komoditas kopra di Kepulauan Morotai Halmahera Utara sangat besar.
5. Networking pulau-pulau kecil di Kepulauan Morotai Halmahera Utara berbasis pada sumberdaya alam komoditas kayu gelondongan.
Pulau Morotai merupakan satu dari tiga puluh satu pulau yang ada di Kepulauan Morotai yang memiliki luas wilayah besar yakni sebesar 1.983,54 Km
2
. Dengan luas wilayah tersebut Pulau Morotai memiliki sumberdaya hutan yang lebih besar dari pulau
lainnya, sehingga Pulau Morotai merupakan satu-satunya pulau yang menjadi supplier komoditas kayu dari Kepulauan Morotai.
135
Berdasarkan Gambar 11 yang berfungsi sebagai supplier adalah Pulau Morotai yang melakukan ekspor komoditas kayu gelondongan ke Kalimantan. Kayu
gelondongan tersebut diusahakan oleh pengusaha yang memiliki izin hak pengusahaan hutan HPH yang tersebar di desa-desa sekitar Kecamatan Morotai Selatan, Kecamatan
Morotai Utara, dan Kecamatan Morotai Utara.
Gambar 11. Peta Networking Pulau-Pulau Kecil di Kepulauan Morotai Berbasis Sumber Daya Alam Komoditas Kayu Gelondongan.
Mencermati networking pulau-pulau kecil di Kepulauan Morotai khususnya yang berbasis pada pengelolaan sumberdaya alam, terutama komoditas ikan cakalang,
rumput laut, kopra, dan kayu gelondongan menunjukan Desa Daruba memiliki peranan yang besar sebagai daerah transit sebelum diekspor ke Tobelo atau ke daerah lain di luar
Maluku Utara. Terkecuali komoditas ikan kerapu hidup, karena proses perdagangannya dijual dalam bentuk ikan hidup dan dijual langsung di kapal penampung, maka
perdagangan komoditas ini berlangsung di sekitar pulau-pulau yang memproduksi komoditas tersebut tanpa melalui Desa Daruba di Pulau Morotai.
136
Dalam perspektif pengelolaan sumberdaya alam, jika di pilah dalam sub sektor pembangunan maka terdapat tiga sub sektor yang berperan besar dalam pengembangan
ekonomi wilayah yakni sub sektor perikanan, sub sektor perkebunan, dan sub sektor kehutanan. Ketiga sub sektor ini merupakan sub sektor unggulan di Kepulauan Morotai,
karena memiliki potensi yang cukup besar. Namun dari ketiga sub sektor tersebut yang memiliki prospek cerah adalah sub sektor perikanan dan sub sektor perkebunan.
Disamping itu, ada potensi pada sub sektor pariwisata yakni periwisata bahari dan sejarah, namun potensi ini belum dikelolah sama sekali.
Pada sub sektor perikanan terdapat tiga komoditas utama yang diusahakan di Kepulauan Morotai, yakni cakalang, budidaya rumput laut, dan keramba apung ikan
kerapu. Ketiga komoditas ini, jika kita telaah dalam pola pemanfaatan, maka terdapat dua pola usaha yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Dalam bidang
perikanan tangkap khususnya ikan cakalang dalam kajian networking berbasis pengelolaan sumberdaya alam memiliki networking antar pulau yang cukup kuat. Baik
secara internal di wilayah Kepulauan Morotai maupun secara eksternal dari luar wilayah Kepulauan Morotai. Kondisi ini menggambarkan bahwa sumberdaya perikanan tangkap
cakalang tidak hanya diusahakan oleh nelayan di Kepulauan Morotai, akan tetapi juga dimanfaatkan oleh nelayan dari luar Kepulauan Morotai, baik nelayan dari kecamatan-
kecamatan lain di Halmahera Utara, maupun nelayan dari Sulawesi Utara, Fhilipina, dan Taiwan, kondisi ini tidak terlepas dari sifat sumberdaya perikanan yang open acces.
Sedangkan dalam pola pemanfaatan perikanan budidaya, networking pulau-pulau kecilnya sangat terbatas. Terdapat tiga pulau yang memiliki networking dalam pola
budidaya yaitu Pulau Kolorai, Pulau Galo-Galo Besar, dan Pulau Ngele-Ngele Besar. Dengan kondisi tersebut, networking pulau-pulau kecil khususnya yang berbasis pada
pengelolaan sumberdaya di bidang perikanan, memiliki dua karakteristik networking yang berbeda yaitu networking perikanan tangkap dan networking perikanan budidaya,
akan tetapi dalam proses pengembangan wilayah pengembangan kedua networking tersebut tidak boleh berdiri sendiri, keduanya harus saling menunjang satu dengan yang
lainnya.
137
Sedangkan pada sub sektor perkebunan dalam analisis ini hanya dilakukan pada komoditas kelapa kopra. Pengelolaan kelapa memiliki networking yang cukup kuat
antara pulau-pulau, karena masyarakat di Kepulauan Morotai secara umum memiliki orientasi ekonomi ganda, selain sebagai nelayan juga sebagai petani kopra. Komoditas
kopra memegang peranan penting dalam perekonomian masyarakat di Kepulauan Morotai, namun dukungan prasarana dan sarana ekonomi yang minim serta
kelembagaan petani yang lemah menjadikan networking antar desa pulau terjadi dalam konteks hubungan pedagang dan petani. Padahal sebagai sub sektor unggulan
masyarakat di Kepulauan Morotai, networking berbasis pengelolaan sumberdaya alam kelapa antar pulau, tidak hanya sekedar hubungan antara petani dan pedagang, akan
tetapi hubungan antara kelompok tani satu desa pulau dengan kelompok tani desa pulau yang lain menjadi hal yang penting. Hal ini dimaksud untuk peningkatan posisi
tawar antara kelompok tani kelapa dengan pedagang kelapa, sehingga dapat tercipta hubungan antara petani dan pedagang yang saling memperkuat sinergi bukan saling
memperlemah eksploitasi.
5.5.2. Networking Berbasis Kebutuhan Prasarana dan Sarana Sosial Ekonomi