Untuk mengatasi keadaan tersebut, pendidikan harus menempuh dua cara yang saling melengkapi, yaitu 1 menemukan orang-orang lain secara bertahap dan 2 pengalaman akan
tujuan-tujuan bersama sepanjang hayat yang merupakan cara yang cocok untuk menghindarkan
atau menyelesaikan perselisihan-perselisihan tersembunyi. Untuk yang pertama, tugas
pendidikan adalah mengajar akan adanya keanekaragaman ras manusia dan kesadaran atas persamaan-persamaan antar manusia, serta interdependensi antara semua manusia. Caranya,
dengan jalan mengembangkan pemahaman dan pengertian akan orang-orang lain dan apresiasi atas interdependensi antar manusia.
Jika seseorang hendak memahami orang-orang lain, maka seseorang itu harus pertama- tama mengenal dirinya. Pendidikan, apakah di dalam keluarga, masyarakat atau sekolah,
haruslah pertama-tama membantu anak-anak dan kaum muda mengenal dirinya. Dengan cara itu, mereka akan mampu menempatkan dirinya di tempat orang-orang lain dan dapat
mengembangkan empati pada orang lain. Berhubung dengan itu, pendidikan harus membangun kemampuan para murid untuk menerima orang-orang lain dan kemampuan menghadapi
ketegangan antar manusia, antar kelompok dan antar bangsa. Pendidikan juga tak boleh menindas rasa ingin tahu, tapi justru menumbuhkan sikap kritis, menekankan dialog, perdebatan
dan diskusi.
Untuk yang kedua, belajar hidup bersama juga dapat dilakukan dengan melaksanakan
proyek-proyek bersama ke arah tujuan bersama dan belajar mengelola perselisihan dalam semangat menghormati nilai-nilai kemajemukan, saling memahami dan perdamaian. Jika peserta
didik mengerjakan bersama-sama proyek-proyek, maka perbedaan dan perselisihan antar mereka cenderung menjadi kabur. Mereka memperoleh identitas baru dari proyek-proyek itu, yang lebih
menonjolkan persamaan-persamaan di antara mereka, sehingga ketegangan antar kelas sosial dan kebangsaan serta perselisihan yang biasanya terdapat dalam organisasi, akhirnya dapat diubah
menjadi kesatuan melalui usaha bersama yang dijalankan, seperti melalui kegiatan olahraga, budaya, dan kegiatan sosial, seperti kegiatan membantu si lemah atau si miskin, pekerjaan
kemanusiaan, bantuan antar generasi, dan sebagainya. Di samping itu, di dalam kehidupan sekolah sehari-hari, keterlibatan para guru dan murid dalam usaha bersama dapat menjadi
permulaan dari penyelesaian perselisihan, menjadi standard perilaku bagi murid-murid sebagai acuan di masa depan, dan sekaligus mengembangkan hubungan guru-murid yang serasi.
4. Belajar menjadi seseorang
6
Belajar menjadi seseorang, berarti bahwa seseorang berusaha mengembangkan
kepribadian menjadi lebih baik dan mampu bertindak otonom, membuat pertimbangan dan rasa tanggungjawab pribadi yang semakin besar untuk meraih tujuan-tujuan bersama. Dalam
hubungan ini, pendidikan tidak boleh memandang remeh satu aspek pun dari potensi seseorang: ingatan, kemampuan penalaran, imajinasi, rasa estetika, kemampuan fisik dan ketrampilan
berkomunikasi dengan orang-orang lain. Semua aspek tersebut merupakan talenta tersembunyi
seperti harta karun yang terpendam di dalam diri seseorang yang tidak dimanfaatkan.
Atas dasar itu, pendidikan hendaklah menyumbang pada perkembangan seutuhnya dari setiap orang jiwa dan raga, intelegensi, kepekaan, rasa estetika, tanggungjawab pribadi dan
nilai-nilai spiritual, dan lain-lain. Semua manusia harus diberdayakan agar mampu berpikir mandiri dan kritis, dan membuat keputusan sendiri dalam rangka menentukan bagi mereka apa
yang diyakini harus dilaksanakan di dalam berbagai keadaan kehidupan. Pendidikan harus juga memampukan setiap orang untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri, mengambil
keputusannya sendiri dan memikul tanggungjawabnya sendiri. Di dalam abad XXI, pendidikan dibutuhkan untuk memberikan kepada setiap orang kekuatan-kekuatan dan titik-titik acuan
intelektual yang diperlukan untuk memahami dunia di sekitarnya dan bertingkah laku secara bertanggungjawab dan adil. Lebih daripada dulu, peranan pendidikan yang penting adalah
memberi kepada setiap orang kebebasan pikiran, pertimbangan, perasaan dan imajinasi yang diperlukan untuk pengembangan talenta-talentanya, dan tetap sebanyak mungkin
bertanggungjawab dalam mengendalikan kehidupannya. Dalam dunia yang terus berubah di mana inovasi sosial dan ekonomi sebagai salah satu
kekuatan pendorong, tempat khusus hendaknya diberikan pada kualitas imajinasi dan kreativitas sebagai ungkapan terjelas dari kebebasan manusia. Oleh karena itu, anak-anak dan kaum muda
perlu diberi kesempatan seluas-luasnya untuk penemuan dan percobaan -estetik, artistik, olahraga, ilmiah, budaya dan sosial. Seni dan puisi yang sering diajarkan dengan cara yang
semakin bersifat utilitarian apa untungnya, apa kegunaannya daripada kultural budaya, seharusnya kembali diberi tempat yang lebih penting di sekolah-sekolah daripada yang sekarang
ini berlangsung di banyak negara. Keinginan untuk mengembangkan imajinasi dan kreativitas seharusnya juga menghasilkan penghargaan yang lebih tinggi pada kebudayaan dan pengetahuan
lisan yang berasal dari pengalaman anak atau orang dewasa.
7
Berdasarkan prinsip Learning to Be, tujuan perkembangan adalah terwujudnya manusia seutuhnya di dalam kekayaan kepribadiannya, kompleksitas bentuk-bentuk ekspresinya dan
berbagai komitmennya –sebagai individu, anggota keluarga dan masyarakat, warga negara dan produsen, penemu teknik-teknik dan pemimpi-pemimpi yang kreatif. Perkembangan individu
sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup adalah suatu proses dialektik yang dimulai dari mengenal diri sendiri, kemudian membuka diri untuk berhubungan dengan orang-orang lain.
Dengan pengertian itu, pendidikan pertama-tama adalah suatu perjalanan batiniah yang tahap- tahapnya sesuai dengan tahap-tahap kematangan kepribadian yang berlangsung terus menerus.
Pendidikan sebagai alat untuk tujuan kehidupan kerja yang berhasil dengan demikian merupakan proses yang sangat bersifat individual dan pada waktu yang sama merupakan suatu proses
mengkonstruksi interaksi sosial.
Analisis Kritis Konstruktif dan Refleksi
Mencermati dan mengkritisi tulisan di atas, yang pertama dapat ditangkap adalah semangat penulisnya, yaitu mengenai pentingnya memahami problema-problema yang dihadapi
dunia pendidikan dan tantangan-tantangan dunia pendidikan memasuki abad ke XXI. Dalam pemahaman penganalisis, gagasan penulis tersebut sangat berharga untuk diperhatikan, paling
tidak di dalamnya ada ”butir-butir gagasan” yang perlu diperhatikan oleh dunia pendidikan di setiap negara. Dengan demikian, dapat dikatakan, bahwa tulisan tersebut bersifat antisipatif,
dalam rangka merespons tantangan-tantangan yang ”diperkirakan” akan dihadapi oleh dunia pendidikan pada abad XXI. Disebut diperkirakan, sebab buku Jacques Delors dipublikasikan
pertama tahun 1996 oleh UNESCO, empat tahun sebelum dunia pendidikan memasuki abad XXI. Catatan ini perlu ditekankan, agar pada satu pihak, kita menghormati butir-butir
gagasannya, namun pada pihak lain, ada kesadaran bahwa apapun yang dibuat oleh manusia, lebih-lebih yang mengandung kadar ”perkiraan”, tidak luput dari kemungkinan keliru, kurang
lengkap atau mungkin belum dapat mengakomodasi kondisi dan kebutuhan pendidikan masing- masing negara.
Jacques Delors menekankan bahwa konsep belajar sepanjang hayat merupakan salah satu kunci untuk abad XXI. Berdasarkan konsep ini, setiap orang harus diperlengkapi dengan
menggunakan kesempatan belajar sepanjang hayat, baik untuk memperluas pengetahuan, ketrampilan dan sikapnya, maupun untuk menyesuaikan diri dengan dunia yang sedang berubah,
kompleks dan interdependen saling tergantung. Lebih lanjut, ditekankan bahwa pendidikan
8
sepanjang hayat harus didasarkan pada empat pilar yang fundamental, yaitu belajar mengetahui, belajar berbuat, belajar hidup bersama, dan belajar menjadi seseorang.
1. Empat Pilar Pendidikan UNESCO dan Kebijakan Pendidikan di Indonesia