Analisis Budaya Kerja Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai BPK Perwakilan Propinsi Lampung

(1)

ANALISIS BUDAYA KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI BPK PERWAKILAN PROPINSI LAMPUNG

Oleh:

RACHMAT YULIANTO

NPM : 1221011047

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER MANAJEMEN

Pada

Program Pascasarjana Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(2)

Analisis Budaya Kerja dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai BPK Perwakilan Propinsi Lampung

Abstrak Rachmat Yulianto

BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung juga memiliki tugas untuk memeriksa pelaksanaan penggunaan APBN dan APBD ditingkat propinsi, maupun kabupaten/kota diwilayah Propinsi Lampung. Agar proses pemeriksaan berjalan baik maka budaya dan lingkungan kerja BPK RI harus juga mampu menunjang agar hasil audit baik.

Permasalahan pada penelitian ini adalah (1) bagaimana penilaian pegawai BPK atas budaya kerja dan lingkungan kerja (2) bagaimana Pengaruh budaya kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai BPK Perwakilan Propinsi Lampung? Berdasarkan permasalahan maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penilaian atas budaya kerja dan lingkungan kerja serta pengaruhnya terhadap Pegawai BPK Perwakilan Propinsi Lampung.Hipotesis dalam penelitian ini adalah budaya kerja dan lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai BPK Perwakilan Propinsi Lampung. Hasil jawaban 96 Pegawai BPK Perwakilan Propinsi Lampung dianalisis dengan menggunakan regresi linear berganda.

Hasil penelitian diketahui bahwa Hipotesis yang menyatakan Budaya kerja dan lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja Pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung terbukti. Budaya kerja merupakan faktor yang memiliki pengaruh yang paling besar yaitu sebesar 63,1% jika dibandingkan dengan variabel lingkungan kerja hanya berpengaruh sebesar 30,9%. Pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung didominasi oleh laki-laki sebanyak 71% dengan lama bekerja antara 10-15 tahun sebanyak 42%, jumlah tanggungan 2-4 orang sebanyak 55% dengan umur antara 35-40 tahun sebanyak 32%.

Saran yang diajukan Budaya kerja perlu dengan mempertahankan kerja sama antar pegawai dan penempatan pegawai sesuai dengan waktu yang ditetapkan (tidak banyak melakukan mutasi). Lingkungan kerja merupakan prioritas kedua dalam usaha meningkatkan kinerja Pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung. Usaha yang dilakukan meningkatkan fasilitas fisik dengan memperbaiki dan memperluas ruang layanan serta meningkatkan sarana dan prasarana.


(3)

Analysis of Work Culture and Work Environment Employee Performance Against BPK Perwakilan Propinsi Lampung

Abstract Rachmat Yulianto

BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung also has a duty to examine the implementation of the use of state and local budgets at the provincial level, and district/city Lampung region. In order for the inspection process goes well then the culture and work environment BPK RI should also be able to support that kind of audit results. The problem in this study were (1) how to vote BPK RI employees over work culture and work environment (2) how the cultural influences of work and work environment on employee performance BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung? Based on the problems, the purpose of this study was to determine the assessment of the work culture and work environment and its influence on employee BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung. Hipotesis in this study is the work culture and work environment affects employee performance BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung. Results of 96 answers BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung were analyzed using multiple linear regression.

Results unknown hypothesis stating that the work culture and work environment affects employee performance BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung proven. Work culture is a factor that has the greatest influence in the amount of 63.1% when compared to the working environment variable affects only amounted to 30.9%. BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung employee dominated by men as much as 71% to between 10-15 years old working as much as 42%, the number of dependents 2-4 by 55% between the ages of 35-40 years by 32%.

Suggestions put forward the work necessary to maintain a culture of cooperation between employees and staffing in accordance with the set time (not a lot of mutations). The work environment is a priority in an effort to both improve the performance of Employee Representatives BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung. The work done to improve the physical facilities improve and expand the services and to improve the facilities and infrastructure.


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis Tesis ini adalah Rachmat Yulianto, dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 20 Juli 1981. Penulis telah menikah dengan Rifa Zahrotul Makarimi.

Penulis memulai pendidikan dasar di SD Negeri 01 Pondok Pinang Jakarta dan lulus pada Tahun 1993, kemudian melanjutkan sekolah di SMP Negeri 87 Jakarta dan lulus pada Tahun 1996, setelah itu melanjutkan ke SMU Negeri 6 Jakarta dan lulus pada Tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Strata Satu (S1) di STIE YKPN Yogyakarta pada Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi pada Tahun 1999 dan lulus pada Tahun 2003. Kemudian penulis melanjutkan Program Pendidikan Akuntansi (PPA) di UGM Yogyakarta pada tahun 2004 dan lulus pada Tahun 2005.

Penulis menjadi Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia pada Tahun 2006 dan mulai pertama kali ditempatkan di Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan dan kemudian pada tahun 2007 ditempatkan di Perwakilan Provinsi Lampung hingga sekarang.


(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah dengan Rahmat Allah SWT penulis panjatkan atas karuniaNya penulis akhirnya dapat menyelesaikan tesis yang telah lama dinanti demi melangkah ke jenjang karir dan kehidupan yang lebih tinggi.

Penulis merasa tesis ini belum sempurna. Penulis banyak mendapatkan bantuan dan dorongan serta motivasi dari berbagai pihak demi terselesaikannya tesis ini.

Dengan penuh rasa keikhlasan yang mendalam penulis ucapkan terimas kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, SE., M.Si selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung sekaligus sebagai Penguji Utama.

2. Bapak Dr. H. Irham Lihan, SE., M.Si selaku Ketua Program Magister

Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung sekaligus sebagai Pembimbing I.

3. Bapak H. Habibullah Jimad, SE. M.Si selaku Pembimbing II yang telah

banyak mengorbankan waktu dan pikiran kepada penulis dalam memberikan bimbingan.

4. Staff dan karyawan Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Lampung yang telah banyak memberikan bantuan demi kelancaran studi penulis.

5. Teristimewa buat keluargaku tercinta yang selalu berdoa dan memberi

semangat yang tak pernah putus untuk selalu memberikan dorongan moral maupun materil.


(9)

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Kerangka Pemikiran ... 10

1.6. Hipotesis ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA... 14

2.1. Teori tentang Budaya Kerja ... 14

2.1.1. Pengertian Budaya Kerja dan Terbentuknya Budaya Kerja 14 2.1.2. Perilaku dan Sikap Budaya Positif ... 19

2.1.3 Perilaku dan Sikap Budaya Negatif ... 20

2.2. Teori tentang Lingkungan Kerja ... 22

2.2.1. Pengertian dan Jenis Lingkungan Kerja ... 22

2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja .. 25

2.3. Teori tentang Kinerja ... 27


(11)

2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 34

2.3.3. Pengertian dan Pengukuran Kinerja ... 37

2.4. Penelitian Terdahulu ... 39

III. METODE PENELITIAN... 42

3.1. Jenis Penelitian dan Jenis Data ... 42

3.2. Cara Mendapatkan Data ... 42

3.3. Metode dan Teknik Pengambilan Sampel ... 42

3.4. Definisi Operasional Variabel ... 43

3.5. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 44

3.6. Alat Analisis ... 46

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1. Profil Responden ... 47

4.2. Hasil Regresi ... 49

4.2.1. Pengaruh bersama-sama Variabel Budaya Kerja dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja ... 49

4.3. Implikasi ... 53

4.3.1. Implikasi Teoritis ... 53

4.3.2 Implikasi Manajerial ……... 58

4.4. Keterbatasan Penelitian ... 64

4.5. Agenda Penelitian Mendatang ... 64

V. SIMPULAN DAN SARAN... 66

5.1. Simpulan ... 66

5.2. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Jenjang Pendidikan Pegawai BPK Perwakilan Propinsi Lampung 3

2 Definisi Operasional Variabel, Indikator dan Skala Pengukuran 43

3 Hasil Pengaruh Variabel Secara Bersama-Sama 50

4 Analisis Partial Variabel 51

5 Rekapitulasi Jawaban Responden 55

6 Implikasi Teoritis 57

7 Rekapitulasi Jawaban Responden Atas Budaya Kerja 58

8 Rekapitulasi Jawaban Responden Atas Variabel Lingkungan Kerja 61


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Jenis Kelamin Responden... 47

2 Usia Responden………... 47

3 Jumlah Tanggungan……….. 48

4 Lama Bekerja……… 49


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.a Hasil Uji Reliabilitas

Lampiran 1.b Hasil Uji Validitas

Lampiran 2 Hasil Perhitungan Regresi

Lampiran 3 Rekapitulasi Jawaban Konsumen


(15)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Otonomi Daerah dan Reformasi Keuangan yang telah dilakukan mulai awal tahun 2000 telah menghasilkan perubahan iklim pemerintahan. Akuntabilitas dan transparansi menjadi bahasa yang dijunjung tinggi dalam penyelenggaraan pemerintah, walaupun masih dalam taraf munculnya kesadaran pentingnya pertanggungjawaban. Namun hal ini perlu dihargai sebagai bentuk kemajuan dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Menurut Mardiasmo (2004) terdapat tiga aspek utama yang mendukung

terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance) yaitu pengawasan,

pengendalian dan pemeriksaan. Pemeriksaan (audit) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan kompetensi professional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan BPK RI yang diamanatkan dalam UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara untuk melakukan audit.

Pemeriksaan oleh BPK RI tidak hanya menghasilkan opini atas laporan keuangan yang diaudit tetapi juga memberikan catatan pemeriksaan/temuan. Temuan tersebut menjelaskan kelemahan pengendalian internal dan ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Hasil audit juga memberikan informasi potensi


(16)

kerugian negara yang ditemukan dalam proses audit akibat dari penyalahgunaan dan inefisiensi penggunaan APBN/APBD.

Beberapa hasil audit BPK RI tersebut ditindaklanjuti menjadi audit investigasi, kasus korupsi dan kasus pidana. Kemampuan auditor dalam mendeteksi kesalahan pada laporan keuangan dan melaporkannya pada pengguna laporan keuangan adalah definisi kualitas audit oleh De Angelo (1981). Peluang mendeteksi kesalahan tergantung pada kompetensi auditor, sedangkan keberanian auditor melaporkan adanya kesalahan pada laporan keuangan tergantung pada independensi auditor. Kompetensi diukur dari kemampuan auditor, misalnya tingkat pengalaman, spesialisasi auditor, jam audit, dan lain lain; sedangkan independensi diukur dari sejauh mana auditor dapat bersikap independen dalam melakukan proses audit dan memberikan opini (Fitriany, 2010; 23). Hasil pemeriksaan audit berupa temuan audit oleh BPK RI menunjukkan kemampuan auditor dalam mendeteksi kesalahan yang terdapat dalam laporan keuangan yang menunjukkan semakin bagusnya kualitas audit.

BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung juga memiliki tugas untuk memeriksa pelaksanaan penggunaan APBN dan APBD ditingkat propinsi, maupun kabupaten/kota diwilayah Propinsi Lampung. Agar proses pemeriksaan berjalan baik maka budaya dan lingkungan kerja BPK RI harus juga mampu menunjang agar hasil audit baik.


(17)

Setiap organisasi menginginkan kinerja kerja yang tinggi dari anggotanya. Banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja kerja anggota. Diantaranya adalah faktor lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang sehat akan menciptakan kondisi yang sehat pula bagi peningkatan kinerja kerja anggota. Lingkungan kerja bagi para anggota akan mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap jalannya operasi organisasi. Lingkungan kerja ini yang akan mempengaruhi para anggota organisasi sehingga dengan demikian baik langsung maupun tidak langsung akan dapat mempengaruhi kinerja organisasi. Lingkungan kerja yang baik dan memuaskan para anggota tentu akan meningkatkan kinerja kerja dari para anggota. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak baik akan menurunkan kinerja kerja para anggota dan secara tidak langsung juga menurunkan kinerja organisasi.

Tabel 1 berikut ini menyajikan jumlah pegawai BPK Perwakilan Propinsi Lampung.

Tabel 1. Jenjang Pendidikan Pegawai BPK Perwakilan Propinsi Lampung

No Tingkat Pendidikan Jumlah Pegawai

1 S2 11 orang

2 S1 56 orang

3 Sarjana Muda 18 orang

4 D1 1 orang

5 SLTA 10 orang

Total Pegawai 96 orang

Pegawai dilingkungan BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung memiliki tingkat pendidikan yang beragam. Keberagaman tingkat pendidikan ini memberikan pengaruh kepada pemahaman terhadap fungsi dan tugas yang harus diemban oleh para pegawai.


(18)

Budaya kerja yang dilakukan di BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung adalah:

(1) Setiap pemeriksaan dilakukan sesuai dengan Rencana Kerja Pemeriksaan

(RKP) yang telah disusun;

(2) Setiap obyek dan jenis pemeriksaan ditentukan melalui rapat pejabat

struktural di BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung;

(3) Susunan tim pemeriksa ditentukan melaului rapat pejabat struktural dengan

memperhatikan pengalaman dan keahlian pemeriksa, yang terdiri dari Penanggung Jawab, Pengendali Teknis, Ketua Tim dan Anggota Tim;

(4) Tim pemeriksa dibekali surat tugas yang ditandatangani oleh Kepala

Perwakilan;

(5) Setiap akan melakukan pemeriksaan tim telah menyusun Program

Pemeriksaan sebagai panduan dalam melakukan pemeriksaan;

(6) Setiap tim pemeriksa yang telah selesai melakukan pemeriksaan akan

menyusun konsep laporan hasil pemeriksaan;

(7) Konsep laporan hasil pemeriksaan akan didiskusikan didalam rapat yang

dilakukan oleh Tim Pemeriksa, Tim Review, Pengendali Teknis dan Penanggung Jawab;

(8) Laporan hasil pemeriksaan yang telah final akan diserahkan kepada pihak

entitas untuk segera ditindaklanjuti yang diikuti dengan penandatangan berita acara serah terima laporan hasil pemeriksaan.

Faktor budaya kerja diduga turut mendukung tercapainya tujuan BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung untuk melayani mengawasi penggunaan uang Negara. Setiap pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung harus memiliki integritas tinggi agar tidak melakukan perbuatan tercela. Untuk menghilangkan


(19)

perilaku yang negatif, haruslah dibentuk budaya kerja yang baik. Budaya kerja yang baik akan menghasilkan perilaku yang baik dan cenderung akan membentuk kinerja yang baik pula. Oleh karena itu budaya kerja sebagai faktor dominan, mempengaruhi kinerja para pegawai BPK Perwakilan Propinsi Lampung. Budaya kerja para pemeriksa BPK diatur dalam Kode Etik BPK yang termuat dalam Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2011, antara lain mengatur perilaku, sikap dan independensi setiap pegawai BPK. Salah satu contoh Kode Etik tercantum pada pasal 9 sebagai berikut:

(1) Pemeriksa dan Pelaksana BPK lainnya selaku Aparatur Negara wajib:

a. Bersikap jujur, tegas, bertanggung jawab, obyektif dan konsisten dalam

mengemukakan pendapat berdasarkan fakta pemeriksaan;

b. Menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaan kepada pihak yang tidak

berkepentingan;

c. Mampu mengendalikan diri dan bertingkah laku sopan, serta saling

mempercayai untuk mewujudkan kerja sama yang baik dalam pelaksanaan tugas;

d. Menunjukkan sikap kemandirian dalam melaksanakan tugas pemeriksaan,

menghindari terjadinya benturan kepentingan;

e. Menyampaikan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana sesuai

dengan prosedur kepada pimpinan BPK;

f. Melaksanakan tugas pemeriksaan secara cermat, teliti dan akurat sesuai


(20)

g. Memberikan kesempatan kepada pihak yang diperiksa untuk menanggapi temuan dan kesimpulan pemeriksaan serta mencantumkannya dalam laporan hasil pemeriksaan;

h. Meningkatkan pengetahuan dan keahliannya; dan

i. Melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar dan pedoman

pemeriksaan.

(2) Pemeriksa dan Pelaksana BPK lainnya selaku Aparatur Negara dilarang:

a. Meminta dan/atau menerima uang, barang, dan/atau fasilitas lainnya baik

langsung maupun tidak langsung dari pihak yang terkait dengan pemeriksaan;

b. Menyalahgunakan dan melampaui wewenangnya baik sengaja atau

karena kelalaiannya;

c. Mengahambat pelaksanaan tugas pemeriksaan untuk kepentingan pribadi,

seseorang, dan/atau golongan;

d. Memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan atau

jabatannya untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;

e. Memaksakan kehendak pribadi kepada pihak yang diperiksa;

f. Menjadi anggota/pengurus partai politik;

g. Menjadi pengurus yayasan, dan/atau badan-badan usaha yang

kegiatannya dibiayai anggaran negara;

h. Memberikan asistensi atau jasa konsultasi atau menjadi narasumber

dalam bidang pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;

i. Mendiskusikan pekerjaannya dengan pihak yang diperiksa di luar kantor


(21)

j. Melaksanakan pemeriksaan terhadap pejabat pengelola keuangan negara yang memiliki hubungan pertalian darah atau semenda sampai derajat ketiga;

k. Melaksanakan pemeriksaan pada obyek dimana pemeriksa pernah bekerja

selama 2 (dua) tahun terakhir;

l. Merubah tujuan dan lingkup pemeriksaan yang telah ditetapkan dalam

program pemeriksaan tanpa persetujuan Penanggung Jawab Pemeriksaan;

m.Mengungkapkan laporan hasil pemeriksaan atau substansi hasil

pemeriksaan kepada media massa dan/atau pihak lain, tanpa ijin atau perintah dari Anggota BPK;

n.Mengubah temuan atau memerintahkan untuk mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti-bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan,opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif; dan

o. Mengubah dan/atau menghilangkan bukti hasil pemeriksaan.

Sedangkan tata tertib kerja yang juga merupakan budaya kerja pegawai diatur dalam Keputusan Sekretariat Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 228/K/X-XIII.2/9/2008 tentang Tata Tertib Kerja Pegawai Pada Pelaksana Badan Pemeriksa Keuangan yang berisi antara lain :

(1) Pasal 3 yang menyatakan bahwa hari kerja bagi pegawai bagi pelaksanan

BPK ditetapkan selama 5 hari kerja dalam satu minggu.

(2) Pasal 4 yang menyatakan bahwa kehadiran pegawai dibuktikan dengan


(22)

(3) Pasal 13 yang menyatakan bahwa dalam pelaksanaan Tata Tertib Kerja Pegawai, setiap pegawai wajib:

a. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan

profesional,penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab;

b. Menggunakan sarana dan prasarana kantor secara efisien, efektif, hemat

dan bertanggung jawab;

c. Melaksanakan tugas sesuai dengan uraian tugasnya masing-masing

dan/atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya oleh pejabat yang berwenang pada waktu jam kerja atau sesuai dengan kebutuhan organisasi;

d. Ikut menjaga keamanan dan kebersihan ruangan serta peralatan kerja;

e. Menciptakan suasana ketertiban, keserasian dan ketenangan kerja

dilingkungannya; dan

f. Melaksanakan hal-hal lain untuk mendukung dan menciptakan suasana

kerja yang kondusif dan produktif.

(4) Pasal 14 yang menyatakan bahwa dalam pelaksanaan Tata Tertib Kerja

Pegawai, setiap pegawai dilarang:

a. Melakukan dan membantu melakukan perekayasaan, pemalsuan dan

pemberian keterangan tidak benar dalam hal tertib kerja;

b. Merokok di ruang kerja, ruang rapat atau ruang pertemuan, ruang kelas,

dan ruangan lain yang dinyatakan bebas rokok;

c. Melakukan kegiatan di luar tugas dinas kecuali ada perintah atau izin

tertulis dari atasan langsung;


(23)

e. Meninggalkan kantor tanpa alasan; dan

f. Melakukan hal-hal yang dapat mengganggu suasana kerja, antara lain

menimbulkan kegaduhan, suara musik yang berlebihan maupun kegiatan lain yang dapat mengganggu kenyamanan kerja.

(5) Pasal 15 yang menyatakan bahwa setiap pegawai yang menggunakan barang

milik negara wajib memelihara dengan sebaik-baiknya

(6) Pasal 16 yang menyatakan bahwa pegawai dapat melakukan aktivitas olah

raga dengan menggunakan fasilitas yang tersedia di kantor menurut minat dan bakat masing-masing di luar jam kerja.

(7) Pasal 19 yang menyatakan bahwa setiap pegawai wajib memakai pakaian

yang rapi, pantas, dan sopan pada setiap hari kerja.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana penilaian pegawai BPK atas budaya kerja dan lingkungan kerja

BPK Perwakilan Propinsi Lampung?

2. Bagaimana Pengaruh budaya kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja

pegawai BPK Perwakilan Propinsi Lampung?

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja Pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung.


(24)

I.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat:

1. Sebagai masukan bagi Pimpinan Pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi

Lampung dalam mengambil kebijakan untuk meningkatkan kinerja pegawai.

2. Memberikan kontribusi kepada dunia pendidikan khususnya

perkembangan manajemen sumber daya manusia.

3. Sebagai referensi bagi penelitian-penelitian berikutnya.

I.5 Kerangka Pemikiran

Setiap organisasi memiliki keunikan budaya kerja dan berbeda satu sama lainnya. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh para pakar, bahwa budaya kerja itu merupakan nilai-nilai, norma-norma dan keyakinan yang dianut bersama atas tindakan, sikap dan tingkah laku dalam melaksanakan tugas. Dengan adanya nilai-nilai kebersamaan yang terkandung dalam budaya kerja, akan mudah mencapai tujuan secara bersama. Sedangkan tujuan yang sama dari individu-individu akan akan mempengaruhi motivasi dalam diri masing-masing. Motivasi yang kuat dapat membuat seseorang berusaha lebih keras dan sudah barang tentu akan menghasilkan kinerja yang tinggi. Sebaliknya apabila motivasi lemah, akan menghasilkan kinerja yang rendah.

Nilai-nilai yang dianut bersama membuat orang merasa nyaman bekerja, rasa komitmen atau loyal membuat orang akan berusaha lebih keras. Budaya kerja menggambarkan perilaku diri dan juga perilaku organisasi, perilaku yang baik akan dapat pula membangun kerja sama dan komunikasi yang baik secara vertikal maupun horizontal. Apabila dalam suatu organisasi telah terbentuk suatu kerja


(25)

sama serta komunikasi yang baik sesama anggota dan pimpinan, tujuan organisasi akan tercapai.

Para pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung perlu memiliki dan memelihara budaya kerja yang baik. Karena, tanpa budaya kerja yang baik maka tidak akan diperoleh hasil kinerjanya. Keberhasilan dalam melaksanakan tugas, sangat ditentukan oleh budaya kerja yang baik.

Dari uraian di atas tercermin hubungan erat antara budaya kerja dan kinerja, oleh karena itu diduga bahwa budaya kerja memberikan kontribusi yang berarti terhadap kinerja pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung

Menurut Mangkunegara (2004) Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai kinerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang memadai.

Dengan adanya lingkungan kerja yang baik pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung mulai dari gaji, pembinaan karier, jam kerja yang jelas, dan fasilitas kerja bagi seluruh pegawai personel maka pasti akan membuat kinerja organisasi semakin baik. Apabila masing-masing individu terjamin faktor-faktor yang disebutkan di atas pasti motivasi untuk bekerja melayani masyarakat akan tinggi pula dan akan jauh dari pelanggaran. Berdasarkan uraian di atas tergambar hubungan antara lingkungan kerja terhadap kinerja seseorang. Atas dasar


(26)

pemikiran tersebut maka diasumsikan bahwa lingkungan kerja berkontribusi terhadap kinerja.

Kinerja pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung merupakan kinerja pegawai yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas serta individu yang bekerja. Sesuai dengan pendapat Siagian (1997) menyatakan bahwa pengamatan menunjukkan bahwa dua sumber penyebab mengapa aparatur sering dipandang tidak bekerja dengan efektif dan produktif yaitu:

(1) Perilaku negatif dari para aparatur,

(2) Tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dituntut tugas.

Untuk menghilangkan perilaku yang negatif, haruslah dibentuk budaya kerja yang baik. Budaya kerja yang baik akan menghasilkan perilaku yang baik dan cenderung akan membentuk kinerja yang baik pula. Oleh karena itu budaya kerja sebagai faktor dominan, mempengaruhi kinerja para pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung.

Lingkungan kerja di samping budaya kerja turut mempengaruhi kinerja pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung. Dengan lingkungan kerja yang baik pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung akan dapat menyesuaikan diri, kreatif, bersikap positif, dan terbuka terhadap segala perubahan. Dengan adanya ini semua maka akan membantu dan meringankan pelaksanaan tugas. Dengan meringankan beban pelaksanaan tugas, akan menimbulkan semangat kerja dan gairah kerja yang cenderung meningkatkan kinerja para pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung. Berdasarkan analisis di atas, diperkirakan bahwa


(27)

budaya kerja dan lingkungan kerja secara bersama-sama memberi kontribusi terhadap kinerja.

Kerangka berpikir budaya kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung, dapat dilihat pada gambar berikut:

Sumber: Diadaptasi dari Muriman S dkk (2008), Sedarmayanti (2001) dan Mink (1993)

I.6. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, hipotesis yang diajukan adalah :

• Budaya kerja dan lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja

pegawai BPK Perwakilan Propinsi Lampung. Budaya Kerja

Lingkungan Kerja


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori tentang Budaya Kerja

2.1.1. Pengertian Budaya Kerja dan Terbentuknya Budaya Kerja

Budaya berasal dari bahasa sansekerta “budhayah” sebagai bentuk jamak dari kata dasar “budhi” yang artinya akal atau segala sesuatu yang berkaitan dengan akal pikiran, nilai-nilai dan sikap mental (Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25/KEP/M.PAN/04/2002). Budidaya berarti memberdayakan budi

sebagaimana dalam bahasa Inggris di kenal sebagai culture (latin.cotere) yang

semula artinya mengolah atau mengerjakan sesuatu (mengolah tanah pertanian),

kemudian berkembang sebagai cara manusia mengaktualisasikan nilai (value),

karsa (creativity), dan hasil karyanya (performance). Budidaya dapat juga

diartikan sebagai keseluruhan usaha rohani dan materi termasuk potensi-potensi maupun keterampilan masyarakat atau kelompok manusia. Budaya selalu bersifat sosial dalam arti penerusan tradisi sekelompok manusia yang dari segi materialnya dialihkan secara historis dan diserap oleh generasi-generasi menurut “nilai” yang berlaku. Nilai di sini adalah ukuran-ukuran yang tertinggi bagi perilaku manusia.

Sedangkan menurut Puspowardojo (1985), budaya secara harfiah berasal dari

Bahasa Latin yaitu Cotere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah,

memelihara ladang. Menurut The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seni agama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan


(29)

pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia. Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar.

Slocum (1995) dalam West (2000) menyatakan budaya sebagai asumsi-asumsi

dan pola-pola makna yang mendasar, yang dianggap sudah selayaknya dianut dan dimanifestasikan oleh semua pihak yang berpartisipasi dalam organisasi. Budaya diartikan juga sebagai seperangkat perilaku, perasaan dan kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi (Osborn dan Peter, 2000). Sehingga untuk merubah sebuah budaya harus pula merubah paradigma orang yang telah melekat. Pada bagian lain Sofo (2003) memandang budaya sebagai sesuatu yang mengacu pada nilai-nilai, keyakinan, praktek, ritual dan kebiasaan-kebiasaan dari sebuah organisasi. Dan membantu membentuk perilaku dan menyesuaikan persepsi.

Pentingnya budaya dalam mendukung keberhasilan satuan kerja menurut Newstrom dan Keith Davis (1993); budaya memberikan identitas pegawainya, budaya juga sebagai sumber stabilitas serta kontinyuitas organisasi yang memberikan rasa aman bagi pegawainya, dan yang lebih penting adalah budaya membantu merangsang pegawai untuk antusias akan tugasnya. Sedangkan tujuan fundamental budaya adalah untuk membangun sumber daya manusia seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu hubungan sifat peran


(30)

sebagai pelanggan pemasok dalam komunikasi dengan orang lain secara efektif dan efisien serta menggembirakan (Triguno, 2004).

Secara sederhana kerja didefinisikan sebagai segala aktivitas manusia mengerahkan energy bio-psiko-spiritual dirinya dengan tujuan memperoleh hasil tertentu (Sinamo, 2002). Menurut Hasibuan (2000) kerja adalah pengorbanan jasa, jasmani, dan pikiran untuk menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa dengan memperoleh imbalan prestasi tertentu. Kerja perlu diartikan sebagai kegiatan luhur manusia. Bukan saja karena kerja manusia dapat bertahan hidup tetapi juga kerja merupakan penciptaan manusia terhadap alam sekitarnya menjadi manusiawi. Dengan demikian kerja merupakan realisasi diri (Puspowardojo, 1985). Pada hakekatnya bekerja merupakan bentuk atau cara manusia untuk mengaktualisasikan dirinya. Bekerja merupakan bentuk nyata dari nilai-nilai, keyakinan-keyakinan yang dianutnya dan dapat menjadi motivasi untuk melahirkan 13 karya yang bermutu dalam pencapaian suatu tujuan (Kepmenpan Nomor 25/KEP/M.PAN/04/2002). Dalam agama Islam bekerja adalah ibadah, perintah Tuhan atau panggilan mulia.

Sinamo (2002) membagi kerja dalam delapan doktrin yaitu kerja sebagai rahmat, kerja adalah amanah, kerja adalah panggilan, kerja adalah aktualisasi, kerja adalah ibadah, kerja adalah seni, kerja adalah kehormatan, kerja adalah pelayanan.

Sedangkan Dostoyevsky dalam Sofo (2003) mengganti istilah kerja dengan kata

“pembelajaran”. Sebenarnya budaya kerja sudah lama dikenal oleh manusia, namun belum disadari bahwa suatu keberhasilan kerja berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaan. Nilai-nilai tersebut bermula


(31)

dari adat istiadat, agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinan pada diri pelaku kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang menjadi kebiasaan tersebut dinamakan budaya dan mengingat hal ini dikaitkan dengan mutu kerja, maka dinamakan budaya kerja. (Triguno, 2004)

Budaya kerja merupakan suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai “kerja atau bekerja” (Triguno, 2004). Budaya kerja adalah cara kerja sehari-hari yang bermutu dan selalu mendasari nilai-nilai yang penuh makna, sehingga menjadi motivasi, memberi inspirasi, untuk senantiasa bekerja lebih baik, dan memuaskan bagi masyarakat yang dilayani

Sedangkan menurut Sulaksono, (2002) budaya kerja adalah “the way we are

doing here” artinya sikap dan perilaku pegawai dalam melaksanakan tugas.

Dengan demikian, maka setiap fungsi atau proses kerja harus mempunyai

perbedaan dalam cara bekerjanya, yang mengakibatkan berbedanya pula nilai yang sesuai untuk diambil dalam kerangka kerja organisasi. Seperti nilai-nilai apa saja yang sepatutnya dimiliki, bagaimana perilaku setiap orang akan dapat mempengaruhi kerja mereka, kemudian falsafah yang dianutnya seperti “budaya kerja” merupakan suatu proses tanpa akhir “Atau terus menerus”. Biech


(32)

panjang yang terus menerus disempurnakan sesuai dengan tuntutan dan kemampuan SDM itu sendiri sesuai dengan prinsip pedoman yang diakui.

Dari berbagai pengertian tentang budaya kerja dapat disimpulkan bahwa budaya kerja adalah nilai-nilai, norma-norma dan keyakinan yang dianut bersama atas tindakan, sikap dan tingkah laku dalam melaksanakan tugas. Budaya kerja

terbentuk begitu satuan kerja atau organisasi itu berdiri. “being developed as they

learn to cope with problems of external adaption and internal integration” artinya pembentukan budaya kerja terjadi tatkala lingkungan kerja atau organisasi belajar menghadapi masalah, baik yang menyangkut perubahan-perubahan eksternal maupun internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi (Ndraha, 2003). Perlu waktu bertahun bahkan puluhan dan ratusan tahun untuk membentuk

budaya kerja. Pembentukan budaya diawali oleh (para) pendiri (founders) atau

pimpinan paling atas (top management) atau pejabat yang ditunjuk, dimana

besarnya pengaruh yang dimilikinya akan menentukan suatu cara tersendiri apa yang dijalankan dalam satuan kerja atau organisasi yang dipimpinnya.

Robbins (1996) menjelaskan bagaimana budaya kerja dibangun dan dipertahankan ditunjukkan dari filsafat pendiri atau pimpinannya. Selanjutnya budaya ini sangat dipengaruhi oleh kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan pegawai. Tindakan pimpinan akan sangat berpengaruh terhadap perilaku yang dapat diterima, baik dan yang tidak. Bagaimana bentuk sosialisasi akan tergantung kesuksesan yang dicapai dalam menerapkan nilai-nilai dalam proses seleksi. Namun secara perlahan nilai-nilai tersebut dengan sendirinya akan terseleksi


(33)

untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang pada akhirnya akan muncul budaya kerja yang diinginkan. Meskipun perubahan budaya kerja memakan waktu lama dan mahal (Brown, 1995, Furnham dan Gunter, 1993;

Scheider, Gunarson dan Nilles-Jolly, 1994 dalam Sofo, 2003).

Sementara Collins dan Porras dalam Sinamo (2002) mengatakan bahwa Satuan

kerja atau organisasi akan mampu mencapai sukses tertinggi jika ia memiliki;

1) Sasaran-sasaran dan target-target yang agung;

2) Keteguhan tetapi sekaligus fleksibel;

3) Budaya kerja yang dihayati secara fanatik;

4) Daya inovasi yang kreatif;

5) Sistem pembangunan sumber daya manusia (SDM) dari dalam;

6) Orientasi mutu pada kesempurnaan, dan

7) Kemampuan untuk terus menerus belajar dan berubah secara damai.

2.1.2. Perilaku dan Sikap Budaya Positif

Dilihat dari perilaku kedekatan dengan sesamanya, seperti bertetangga, bergaul yang pada akhirnya membuat keterikatan yang kuat dengan tetangga. Tetangga dijadikan teman dekat bahkan dianggap sebagai keluarga, oleh karenanya jika terjadi saling kekurangan maka mereka tidak segan-segan saling membantu. Perasaan keakraban dengan sesamanya ini merupakan sifat dasar yang melekat pada orang Indonesia. Dengan keakraban dan kekerabatan yang kental mempunyai dampak yang lebih jauh dengan skala lebih besar yakni mudah terciptanya kerja gotong royong diantara mereka.


(34)

Budaya kerja gotong royong ini masih sangat dominan berlaku di daerah pedesaan. Kepala Kampung misalnya dalam mengatur tata lingkungan yang bersih sering mengajak warganya bekerja secara gotong royong untuk membersihkan lingkungan dari kotoran yang mencemar desanya. Perilaku dan sikap budaya positif lainya adalah rajin dan tekun, di mana kebiasaan bekerja itu dimulainya sejak fajar menyingsing sampai matahari terbenam dengan hanya istirahat sebentar di tengah hari saja. Dengan sikap budaya gotong royong, tekun, ramah tamah dan mempunyai sikap kejuangan yang ulet tanpa mudah menyerah itu membuat budaya kerja Indonesia yang diistilahkan “tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan” (Prawirosentono, 1999).

2.1.3. Perilaku dan Sikap Budaya Negatif

Disamping perilaku (behaviour) dan sikap (attitude) yang positif seperti

dijelaskan di atas, warga negera Indonesia juga ditandai dengan perilaku dan sikap yang sebut saja sebagai negatif. Perilaku dan sifat negatif tersebut dalam beberapa dekade ini semakin marak saja menjadi kebiasaan hidup berbagai kalangan dan lapisan masyarakat Indonesia. Kebiasaan negatif tersebut seolah-olah merupakan bagian dari kehidupan bangsa Indonesia, sehingga merupakan budaya yang bersifat kontraproduktif. Menurut Prawirosentono mengatakan bahwa perilaku dan sikap negatif tersebut bukan semata-mata produk modern atau hasil negatif pembangunan nasional, tetapi telah lama menjadi bagian budaya bangsa Indonesia.

Ada beberapa perilaku negatif yang hampir merata dilakukan bangsa Indonesia adalah sebagai berikut (Prawirosentono, 1999):


(35)

A. Perilaku tidak disiplin dan tidak jujur

Hampir semua bagian lapisan masyarakat (bawah, menengah dan atas) pada berbagai kasus dengan jenis dan intensitas yang berbeda melakukan tindakan tidak disiplin baik pelanggaran hukum/peraturan pemerintah maupun terhadap tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Perilaku tidak disiplin dan tidak jujur yang dilakukan oleh pegawai, karyawan, pejabat dan bahkan Kepala Desa sekalipun akan berdampak merugikan bangsa dan khususnya masyarakat sekitar.

B. Perilaku tidak tegas dan tidak percaya diri.

Perilaku tidak tegas dan tidak percaya diri juga merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang. Orang yang tidak tegas atau selalu basa basi, ragu-ragu dalam mengambil keputusan sehingga keputusan tersebut tertunda-tunda hal ini sangat berbahaya, sebab kalau keputusan itu menyangkut hajat hidup orang banyak maka dapat mengakibatkan kepentingan masyarakat sangat dirugikan. Dan karena merasa tidak percaya diri maka dia tidak mampu berpikir, sehingga tidak dapat mengoperasikan pekerjaannya/melaksanakan tugasnya secara maksimal, dan sebagai implikasinya tujuan organisasi tidak tercapai (Prawirosentono, 1999).

Di dalam suatu organisasi/lembaga pemerintah tidak terlihat adanya budaya tentang persaingan, budaya kerja keras, budaya tentang pengambilan resiko serta budaya kreativitas dan inovasi. Yang sering terlihat adalah budaya kerja menunggu perintah dari atasan, menunggu petunjuk dari atasan serta mengikuti


(36)

peraturan dari atasan tidak ada keberanian bertindak (tidak ada hak otonominya) (Siagian, 1997).

Pada lembaga pemerintah para pegawainya bekerja terikat dengan peraturan yang ada, sehingga kebebasan berkreativitas tidak ada dan ini menimbulkan keberanian untuk bermalas-malas atau mangkir di saat bekerja.

2.2. Teori tentang Lingkungan Kerja

2.2.1. Pengertian dan Jenis Lingkungan Kerja

Menurut Nitisemito (1982), lingkungan kerja adalah: sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas tugas yang dibebankan, misalnya kebersihan, musik dan lain-lain. Komaruddin (1979) menyatakan bahwa lingkungan kerja sebagai kehidupan sosial, psikologi dan fisik dalam organisasi yang berpengaruh terhadap pekerjaan dalam melaksanakan tugas. Sedangkan menurut Reksohadiprodjo (1984), pengaturan lingkungan kerja adalah pengaturan penerangan tempat kerja, pengontrolan terhadap udara, pengaturan kebersihan tempat kerja dan pengaturan tentang keamanan kerja.

Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut. Lingkungan kerja yang memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja dan akhirnya menurunkan motivasi kerja karyawan.


(37)

Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rencangan sistem kerja yang efisien.

Menurut Nitisemito (1982) bahwa lingkungan kerja sebagai berikut: “Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan”. Selanjutnya Menurut Sedarmayanti (2001) bahwa “Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok”. Secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni: (a) lingkungan kerja fisik, dan (b) lingkungan kerja non fisik.

A. Lingkungan Kerja Fisik

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni:

1. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti: pusat


(38)

2. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.

Untuk dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka langkah pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan tingkah lakunya maupun mengenai fisiknya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai.

B. Lingkungan Kerja Non Fisik

Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan. Menurut Nitisemito (1982) perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri.

Santoso (2001) yang mengutip pernyataan Prof. Myon Woo Lee sang pencetus teori W dalam Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia, bahwa pihak manajemen perusahaan hendaknya membangun suatu iklim dan suasana kerja yang bisa membangkitkan rasa kekeluargaan untuk mencapai tujuan bersama. Pihak


(39)

manajemen perusahaan juga hendaknya mampu mendorong inisiatif dan kreativitas.

Kondisi seperti inilah yang selanjutnya menciptakan antusiasme untuk bersatu dalam organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan.

Lingkungan kerja di sekitar pekerja harus mendapat perhatian. Sebab hal tersebut merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menjamin agar dapat melaksanakan tugas tanpa mengalami gangguan sehingga dapat mencurahkan perhatian penuh terhadap pekerjaannya. Perhatian terhadap lingkungan kerja dalam hal ini dapat berupa perbaikan jam kerja, misalnya perbaikan pos lalu lintas tempat bekerja, perbaikan sarana serta prasarana dan lain-lain sehingga karyawan merasa tenang dan nyaman dalam melaksanakan tugas.

Untuk itu elemen mana yang tidak baik harus segera mendapat perhatian atau perbaikan karena lingkungan kerja yang baik merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh agar para pekerja dapat melakukan tugasnya dengan baik serta menambah semangat dan kegairahan untuk bekerja.

2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja

Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam


(40)

jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi, keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja.

Menurut Sedarmayanti (2001) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, adalah:

1. Penerangan/cahaya di tempat kerja.

2. Temperatur/suhu udara di tempat kerja.

3. Kelembaban di tempat kerja.

4. Sirkulasi udara di tempat kerja.

5. Kebisingan di tempat kerja.

6. Getaran mekanis di tempat kerja.

7. Bau tidak sedap di tempat kerja.

8. Tata warna di tempat kerja.

9. Dekorasi di tempat kerja.

10.Musik di tempat kerja.

Menurut Sedarmayanti (2001) indikator lingkungan kerja sebagai berikut:

1. Penerangan.

2. Suhu udara.

3. Suara bising.

4. Penggunaan warna.


(41)

6. Keamanan kerja. 2.3 Teori tentang Kinerja

2.3.1. Pengertian dan Indikator Kinerja

Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar "kerja" yang menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja. Pengertian Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan/instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan-kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.

Kinerja menurut Mangkunegara (2000). Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kemudian menurut Sulistiyani (2003). Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Hasibuan (2000) menyatakan bahwa Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.


(42)

Menurut Whitmore (1997) “Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan”. Menurut Cushway (2002) “Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan”. Menurut Rivai (2005) bahwa “Kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”. Menurut Mathis (2002), “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”. Whitmore (1997) menyatakan bahwa “kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan”. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional.

Mink (1993) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya:

(a) berorientasi pada prestasi,

(b) memiliki percaya diri,

(c) pengendalian diri,


(43)

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka arti performance atau kinerja adalah

sebagai berikut: “performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh

seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral

maupun etika” (Prawirosentono, 1999). Kemudian mengenai kinerja

(performance) diartikan pula oleh Simamora (1997) yaitu merupakan suatu

pencapaian persyaratan pekerjaan yang akhirnya secara nyata dapat tercermin keluaran yang dihasilkan. Suprihanto (2003) menyebutkan istilah kinerja dan prestasi kerja yaitu: hasil kerja seseorang selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target/sasaran.

Menurut Mangkunegara (2004), istilah kinerja berasal dari kata Job Performance

atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai

oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Jadi dengan demikian kinerja (performance) adalah suatu hasil yang telah

dikerjakan dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang dilaksanakan secara legal, tidak melanggar hukum serta sesuai dengan moral dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.


(44)

Ukuran secara kualitatif dan kuantitatif yang menunjukkan tingkatan suatu pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan adalah merupakan indicator dari suatu kinerja. Indikator kinerja haruslah merupakan sesuatu yang dapat dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja. Kegunaan dari indikator kinerja tersebut adalah untuk melihat

bahwa kinerja setiap hari dalam perusahaan dan perorangan terus mengalami

peningkatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Mathis dan Jackson (2002), menyatakan indikator kinerja adalah:

1. Kuantitas kerja: Volume kerja yang dihasilkan di bawah kondisi normal.

2. Kualitas kerja: Kerapian ketelitian dan keterkaitan hasil dengan tidak

mengabaikan volume pekerjaan.

3. Jangka waktu output: Kemampuan dalam menyelesaikan satu pekerjaan

sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

4. Kerjasama: Kemampuan dalam hubungan sesama karyawan selama

menangani pekerjaan.

5. Tanggungjawab terhadap tugas yang menjadi tanggung jawab pegawai.

Berdasarkan keseluruhan definisi di atas dapat dilihat bahwasanya kinerja ini adalah merupakan output dari penggabungan faktor-faktor penting yakni kemampuan dan minat, penerimaan seorang pekerja atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi faktor-faktor di atas, maka semakin besarlah kinerja karyawan. Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh seorang manajer atau pimpinan. Walaupun


(45)

demikian, pelaksanaan kinerja yang obyektif bukanlah tugas yang sederhana,

Penilaian harus dihindarkan adanya "like dan dislike" dari penilai, agar

obyektivitas penilaian dapat terjaga. Kegiatan penilaian ini penting, karena dapat

digunakan untuk memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang kinerja mereka.

Menurut (Handoko, 1998) ada 6 (enam) metode penilaian kinerja pegawai, yaitu:

1. Rating Scale, evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai, yang

membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan kriteria yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja.

2. Checklist, yang dimaksudkan dengan metode ini adalah untuk mengurangi

beban penilai. Penilai tinggal memilih kalimat-kalimat atau kata-kata yang menggambarkan kinerja karyawan. Penilai biasanya atasan langsung. Pemberian bobot sehingga dapat di skor. Metode ini biasa memberikan suatu gambaran prestasi kerja secara akurat, bila daftar penilaian berisi item-item yang memadai.

3. Metode peristiwa kritis (critical incident method), penilaian yang

berdasarkan catatan-catatan yang menggambarkan perilaku karyawan sangat baik atau jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Catatan-catatan ini disebut peristiwa kritis. Metode ini sangat berguna dalam memberikan umpan balik kepada karyawan, dan mengurangi kesalahan kesan terakhir.

4. Metode peninjauan lapangan (field review method), seseorang


(46)

karyawan. Kemudian ahli itu mempersiapkan evaluasi atas dasar informasi

tersebut. Evaluasi dikirim kepada penyelia untuk direview, perubahan,

persetujuan dan perubahan dengan karyawan yang dinilai. Spesialis personalia bisa mencatat penilaian pada tipe formulir penilaian apapun yang digunakan perusahaan.

5. Tes dan observasi prestasi kerja, bila jumlah pekerja terbatas, penilaian

prestasi kerja bisa didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan. Tes mungkin tertulis atau peragaan keterampilan. Agar berguna tes harus reliable dan valid.

6. Metode evaluasi kelompok ada tiga: ranking, grading, point allocation

method.

a. Method ranking, penilai membandingkan satu dengan karyawan lain

siapa yang paling baik dan menempatkan setiap karyawan dalam urutan terbaik sampai terjelek. Kelemahan metode ini adalah kesulitan untuk menentukan faktor-faktor pembanding, subyek kesalahan kesan terakhir dan halo effect, kebaikannya menyangkut kemudahan administrasi dan penjelasannya.

b. Grading metode penilaian ini memisah-misahkan atau menyortir para

karyawan dalam berbagai klasifikasi yang berbeda, biasanya suatu proposi tertentu harus diletakkan pada setiap kategori.

c. Point location, merupakan bentuk lain dari grading penilai diberikan sejumlah nilai total yang dialokasikan di antara para karyawan dalam kelompok. Para karyawan diberi nilai lebih besar dan pada para karyawan dengan kinerja lebih jelek. Kebaikan dari metode ini, penilai


(47)

dapat mengevaluasi perbedaan relatif diantara para karyawan, meskipun

kelemahan-kelemahan efek halo (halo effect) dan bias kesan terakhir

masih ada.

Mengenai manfaat penilaian kinerja, Handoko (dalam Srimulyo, 1999: 34-35)

mengemukakan:

1. Perbaikan prestasi kerja atau kinerja.

Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan departemen personalia dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka untuk meningkatkan prestasi.

2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi.

Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam mcnentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.

3. Keputusan-keputusan penempatan.

Promosi dan transfer biasanya didasarkan atas prestasi kerja atau kinerja masa lalu atau antisipasinya.

4. Perencanaan kebutuhan latihan dan pengembangan.

Prestasi kerja atau kinerja yang jelek mungkin menunjukkan perlunya latihan. Demikian pula sebaliknya, kinerja yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.

5. Perencanaan dan pengembangan karir.

Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu tentang jalur karir tertentu yang harus diteliti.


(48)

6. Mendeteksi penyimpangan proses staffing.

Prestasi kerja yang baik atau buruk adalah mencerminkan kekuatan atau

kelemahan prosedur staffing departemen personalia.

7. Melihat ketidakakuratan informasional.

Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana sumber daya manusia, atau komponen-komponen lain sistem informasi manajemen personalia. Menggantungkan pada informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan-keputusan personalia tidak tepat.

8. Mendeteksi kesalahan-kesalahan desain pekerjaan.

Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.

9. Menjamin kesempatan kerja yang adil.

Penilaian prestasi kerja yang akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.

10.Melihat tantangan-tantangan eksternal.

Kadang-kadang prestasi seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, dan masalah-masalah pribadi lainnya.

2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Mathis dan Jackson (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu:


(49)

1. Kemampuan mereka,

2. Motivasi,

3. Dukungan yang diterima,

4. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan

5. Hubungan mereka dengan organisasi.

Berdasarkaan pengertian di atas, ditarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan

kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok

dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi. Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan, lainnya yang berada di bawah pengawasannya.

Walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sama namun produktivitas mereka tidaklah sama. Secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor (Rivai, 2005), yaitu: faktor individu dan situasi kerja.

Menurut Sedarmayanti (2001) ada tiga perangkat variabel yang mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu:

1. Variabel individual, terdiri dari:

a. Kemampuan dan keterampilan: mental dan fisik.

b. Latar belakang: keluarga, tingkat sosial, penggajian.


(50)

2. Variabel organisasional, terdiri dari:

a. Sumber daya.

b. Kepemimpinan.

c. Imbalan.

d. Struktur.

e. Desain pekerjaan.

3. Variabel psikologis, terdiri dari:

a. Persepsi.

b. Sikap.

c. Kepribadian.

d. Belajar.

e. Motivasi.

Menurut Tiffin dan Me. Cormick (dalam Srimulyo, 1999) ada dua variabel yang

dapat mempengaruhi kinerja, yaitu:

1. Variabel individual, meliputi: sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat

dan motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pendidikan, serta faktor individual lainnya.

2. Variabel situasional:

a. Faktor fisik dan pekerjaan, terdiri dari; metode kerja, kondisi dan

desain perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran, temperatur, dan ventilasi).

b. Faktor sosial dan organisasi, meliputi: peraturan-peraturan


(51)

upah dan lingkungan sosial. Sutemeister (dalam Srimulyo, 1999: 40-41) mengemukakan pendapatnya, bahwa kinerja dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

3. Faktor Kemampuan

a. Pengetahuan: pendidikan, pengalaman, latihan dan minat.

b. Keterampilan: kecakapan dan kepribadian.

4. Faktor Motivasi

a. Kondisi sosial: organisasi formal dan informal, kepemimpinan, dan

b. Kondisi fisik: lingkungan kerja.

Dari berbagai pendapat ahli tersebut, maka sesuai dengan penelitian ini, maka kinerja karyawan dinilai oleh atasan langsung berdasarkan faktor-faktor yang telah ditentukan terlebih dahulu.

2.3.3. Pengertian dan Pengukuran Kinerja

Pengertian kinerja yaitu suatu hasil kerja yang dihasilkan oleh seorang karyawan diartikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Mangkunegara (2004) bahwa “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan”.

Selanjutnya peneliti juga akan mengemukakan tentang definisi kinerja karyawan


(52)

dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu”.

Berdasarkan uraian tersebut di atas mengungkapkan bahwa dengan hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan dapat dievaluasi tingkat kinerja pegawainya, maka kinerja karyawan harus dapat ditentukan dengan pencapaian target selama periode waktu yang dicapai organisasi. Selanjutnya peneliti akan mengemukakan ukuran-ukuran dari kinerja karyawan yang dikemukakan oleh Bernandin & Russell (1993) yaitu sebagai berikut:

1. Quantity of work: jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan.

2. Quality of work: kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.

3. Job Knowledge: luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan

keterampilannya.

4. Creativeness: keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan

untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

5. Cooperation: kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain atau sesama anggota organisasi.

6. Dependability: kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja.

7. Initiative: semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam


(53)

8. Personal Qualities: menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi.

2.4. Penelitian Terdahulu

Sihombing (2004) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh keterlibatan dalam pengambilan keputusan, penilaian pada lingkungan kerja, dan motivasi berprestasi terhadap kepuasan kerja pamong belajar”. Populasi penelitian ini adalah pamong belajar yang ada pada 9 BPKB (Balai Pengembangan Kegiatan Belajar) di Indonesia yang secara teknis operasional sudah berfungsi, sedangkan sampel penelitian ini adalah sebanyak 60 orang. Penelitian ini dilakukan di empat Balai Pengembangan Kegiatan Belajar yaitu BPKB Medan, BPKB Jayagiri, BPKB Ungaran, BPKB Ujung Pandang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda, parsial dan serempak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) keterlibatan pamong belajar dalam pengambilan keputusan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pamong belajar, (2) lingkungan kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pamong belajar, (3) motivasi berprestasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, (4) secara bersama-sama keterlibatan pamong belajar dalam pengambilan keputusan, lingkungan kerja, dan motivasi berprestasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pamong belajar.


(54)

Ginting (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh gaji, pendidikan dan pelatihan serta lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai kantor pusat PD Pasar Medan”. Populasi penelitian ini adalah seluruh pegawai di kantor pusat PD Pasar Medan yang berjumlah 131 orang dan sampel pada penelitian ini sebanyak 100 orang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan metode analisis data regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaji, pendidikan dan pelatihan serta lingkungan kerja mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Analisis data dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan metode penelitian survey.

Rahayuningsih (2006) meneliti dengan judul “Analisis budaya organisasi, kepuasan gaji, kepuasan kerja, motivasi, gender dan latar belakang pendidikan dalam produktivitas kerja staf akunting”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi berhubungan kepuasan kerja, motivasi dan kepuasan gaji. Kepuasan kerja juga berhubungan dengan motivasi dan produktivitas kerja. Sedangkan kepuasan gaji berhubungan dengan motivasi dan produktivitas kerja serta motivasi berhubungan dengan produktivitas. Selanjutnya latar belakang pendidikan juga berhubungan dengan budaya organisasi dan kepuasan kerja serta gender berhubungan dengan kepuasan gaji. Namun hasilnya menunjukkan bahwa gender tidak berhubungan dengan motivasi.

Kusumawarni (2007) dengan penelitian yang berjudul “Pengaruh Semangat dan Disiplin Kerja terhadap Produktivitas Karyawan pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Kudus”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh


(55)

karyawan kantor PDAM yang berjumlah 92 karyawan. Karena penelitian ini merupakan penelitian populasi, maka dalam hal ini tidak memakai sampel

penelitian. Variabel dalam penelitian ini yaitu variabel semangat kerja (X1) yang

terdiri dari presensi, tanggung jawab, kerjasama, hubungan yang harmonis,

kegairahan kerja dandisiplin kerja (X2) yang terdiri dari ketepatan waktu, mampu

memanfaatkan dan menggunakan perlengkapan dengan baik, menghasilkan

pekerjaan yang memuaskan, mengikuti cara kerja yang ditentukan oleh

perusahaan, memiliki tanggung jawab yang tinggi. Sedangkan variabel

produktivitas kerja (Y) terdiri dari sub variabel yaituhasil kerja dan kualitas. Alat

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputasi program SPSS 12,0 dan dianalisis dengan tehnik regresi linier berganda. Adapun besarnya koefisien diterminasi (r2) diperoleh 71,2% sedangkan sisanya 28,8% yang merupakan pengaruh dari faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian Dan Jenis Data

Penelitian ini bersifat riset deskriptif. Riset deskriptif disini adalah untuk mendefinisikan dan mengumpulkan fakta-fakta yang berkaitan dengan faktor-faktor yang akan diteliti yakni indikator dari budaya kerja dan lingkungan kerja terhadap variabel terikatnya yaitu kinerja.

Data yang digunakan adalah data primer yang diambil melalui kuesioner yang disebarkan pada sampel penelitian. Data lain yang dibutuhkan adalah data sekunder para pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung.

3.2Cara Mendapatkan Data

Data penelitian ini diperoleh dari penyebaran kuesioner pada pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung. Pengisian kuesioner ini diisi dan diselesaikan pada minggu I dan II bulan Desember 2013.

3.3Metode dan Teknik Pengambilan Sampel

Sampel penelitian adalah pegawai BPK Perwakilan Propinsi Lampung sebanyak 96 orang. Berdasarkan angka tersebut maka penelitian ini menggunakan sensus terhadap 96 orang.


(57)

3.4 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional merupakan petunjuk tentang bagaimana variabel diukur. Adapun variabel dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel, yakni dua variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi dan satu variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi. Tabel 2 berikut ini menyajikan definisi operasional variabel, indikator dan skala pengukuran.

Tabel 2. Definisi Operasional Variabel, Indikator dan Skala Pengukuran

Variabel Definisi Indikator Skala

Pengukuran Budaya

Kerja

Seperangkat perilaku, perasaan dan kerangka

psikologis yang

terinternalisasi sangat

mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi (Osborn dan Peter, 2000)

• Inovasi dalam

pengambilan risiko

• Perhatian atas

detail pekerjaan

• Orientasi hasil

• Orientasi orang

• Orientasi tim

• Keagresifan • Kemantapan • Kekuasaan terpusat • Hiraraki organisasi • Distribusi wewenang • Perilaku pemimpin (Newstorm dan Davis, 1993) Likert Lingkungan Kerja

Sesuatu yang ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi

dirinya dalam melaksanakan tugas.

(Osborn dan Peter, 2000)

• Penerangan

• Suhu udara

• Suara bising

• Penggunaan

warna

• Ruang gerak yang

diperlukan


(58)

• Keamanan kerja (Sudarmayanti (2001)

Kinerja Perilaku nyata yang

ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam organisasi. (Osborn dan Peter, 2000)

• Orientasi pada

prestasi

• Kepercayaan diri

• Pengendalian diri

• Kompetensi

(Mink, 1993)

Likert

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji coba kuesioner terlebih dahulu dilakukan terhadap 21 responden. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas kuesioner.

Validitas merupakan ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu

instrumen/kuesioner. Pertama-tama yang dikerjakan oleh peneliti adalah menganalisa unsur-unsur apa yang menjadi bagian dari variabel tersebut. kemudian dilihat isi dan makna dari komponen-komponen tersebut, serta diberi alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel tersebut. Uji validitas menggunakan alat analisis factor.

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Singarimbun, 1995). Untuk mengetahui

apakah alat ukur reliable atau tidak, diuji dengan menggunakan metode Alpha

Cronbach. Sebuah instrumen dianggap telah memiliki tingkat keandalan yang dapat diterima, jika nilai koefisien reliabilitas yang terukur adalah lebih besar atau sama dengan 0,6 (Santoso, 2001).


(59)

Sebelum dilakukan perhitungan atas jawaban responden, terlebih dahulu dilakukan test kusioner untuk menguji reabilitas dengan menggunakan metode Cronbach Alpha. Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat konsistensi jawaban responden. Pengujian ini dilakukan kepada 21 Pegawai BPK RI Perwakilan Lampung. Hasil yang didapat keseluruhan instrumen reliabel untuk ditanyakan kepada responden. Hal ini didasarkan pada hasil test reliabilitas atas pertanyaaan dengan menggunakan kriteria Cronbanch’ Alpha dan didapat angka 0,860 dengan

rincian pada Lampiran 1.a dan 1.b. Berdasarkan hasil kajian indikator-indikator

yang bersesuaian dengan budaya kerja adalah orientasi hasil, orientasi pada orang, orientasi pada tim keagresifan dalam tugas, kemantapan, kekuasaan terpusat dan hirarkri organisasi merupakan indikator yang berkaitan dengan budaya kerja (Triguno 2004).

Uji lainnya yang dilakukan untuk menilai validitas kuesioner dilakukan dengan menggunakan metode faktor analisis. Validitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah jawaban yang diberikan oleh responden sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh peneliti.

Berdasarkan hasil faktor analisis terlihat semua faktor loading diatas 0,700 maka

pertanyaan tersebut dinyatakan valid, dengan rincian pada Lampiran 1.b.

Berdasarkan kriteria tersebut dapat disimpulkan bahwa inovasi dalam pengambilan risiko, perhatian atas detail pekerjaan, distribusi wewenang, perilaku pemimpin, suhu udara dan suara bising tidak valid karena memiliki nilai faktor

loading lebih kecil dari 0,700. Berdasarkan hasil perhitungan maka pertanyaan-pertanyaan tersebut dihilangkan pada penelitian lebih lanjut.


(60)

Analisis ini dilakukan untuk mengelompokan indikator kedalam satu faktor laten. Pengelompokan ini menggunakan metode faktor analisis dan pengelompokan ini dinyatakan benar apabila nilai KMO dan Bartlett’s Test memiliki tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05.

Seluruh nilai KMO and Bartlett’s Test menghasilkan nilai yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukan bahwa faktor analisis secara statistik adalah benar dan dapat lakukan analisis lebih lanjut. Berdasarkan kedua kriteria ini maka variabel laten yang terbentuk secara statistik memenuhi kriteria.

3.6Alat Analisis

Alat Analisis yang digunakan dalam tesis ini adalah:

1. Faktor analisis, alat ini digunakan untuk mengelompokan

indicator-indikator kedalam variabel penelitian.

2. Regresi linear berganda dengan model sebagai berikut:

Y = a + b1 X1 + b2 X2 Keterangan:

• Y = kinerja

• X1 = budaya kerja

• X2 = lingkungan kerja

• a = parameter intercept


(61)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan dan hasil perhitungan dalam menganalisis motivasi terhadap kinerja, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Temuan dalam penelitian ini secara deskriptif adalah:

a. Para pegawai menyatakan bahwa budaya kerja di BPK Perwakilan

Provinsi Lampung sudah baik yang terdiri dari aspek inovasi, detail perkerjaan, orientasi kerja pegawai, kemantapan, struktur organisasi dan perilaku pemimpin. Hal ini terlihat dimana para pegawai memberikan skor 4.

b. Para pegawai menyatakan bahwa lingkungan kerja di lingkungan

BPK Perwakilan Provinsi Lampung sudah baik yang terdiri dari aspek penerangan, suhu udara, kebisingan, penggunaan warna, ruang gerak yang diperlukan dan keamanan kerja dan perlindungan asuransi kesehatan. Hal ini terlihat dimana para pegawai memberikan skor 4.

2. Hipotesis yang menyatakan budaya kerja dan lingkungan kerja

berpengaruh positif terhadap kinerja Pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung terbukti. Budaya kerja merupakan faktor yang memiliki pengaruh yang paling besar yaitu sebesar 63,1% jika dibandingkan dengan variabel lingkungan kerja hanya berpengaruh sebesar 30,9%.

3. Pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung didominasi oleh laki-laki


(62)

jumlah tanggungan 2-4 orang sebanyak 55% dengan umur antara 35-40 tahun sebanyak 32%.

5.2 Saran

Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Budaya kerja perlu dipertahankan karena memiliki pengaruh terbesar

dalam meningkatkan kinerja Pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan mempertahankan kerja sama antar pegawai dan penempatan pegawai sesuai dengan waktu yang ditetapkan (tidak banyak melakukan mutasi).

2. Lingkungan kerja merupakan prioritas kedua dalam usaha meningkatkan

kinerja Pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung. Usaha yang dilakukan meningkatkan fasilitas fisik dengan memperbaiki dan memperluas ruang layanan serta meningkatkan sarana dan prasarana sedangkan untuk keamanan kerja bisa dengan memberikan perlindungan berupa asuransi jiwa. Hal ini akan membawa dampak bagi kenyamanan pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung ketika sedang menjalankan tugasnya, sehingga kenyamanan ini diharapkan membawa kepuasan bagi pegawai sehingga akhirnya dapat meningkatkan kinerja BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung.

3. Kinerja pegawai dapat ditingkatkan melalui peningkatan budaya kerja dan

lingkungan kerja. Budaya kerja dapat ditingkatkan melalui kerjasam tim yang makin meningkat serta peran pemimpin dalam mengarahkan dan menggerakan para pegawai BPK RI Perwakilan Propinsi Lampung.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

As’ad. 2000, Psikologi Industri, Edisi Keempat, Penerbit: Liberty, Yogyakarta.

Bernardin, H. John and Russel, E.A. 1993, Human resource Management, An

Experiential Approach.Mc. Graw Hill International Edition, Singapore: Mac Graw Hill Book Co.

Cushway, Barry. 2002, Human Resource Management, Penerbit: Gramedia,

Jakarta.

De Angelo, L.E. 1981, Auditor Independence, “Low Balling”, and Disclosure

Regulation. Journal of Accounting and Economics 3.Agustus.p.113-127. Fitriany. 2010, Analisis Komprehensif Pengaruh Independensi dan Kompetensi

Auditor terhadap Kualitas Audit. Disertasi Pascasarjana Ilmu Akuntansi

Universitas Indonesia, Tidak Dipublikasikan.

Ghozali, Imam. 2005, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi Ketiga, Penerbit: BP-Universitas Diponegoro, Semarang.

Ginting, M. 2005, Pengaruh Gaji, Pendidikan dan Pelatihan serta Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Pusat P.D Pasar Medan, Tesis, Universitas Sumatera Utara, Medan (tidak dipublikasikan).

Handoko, T. Hani. 1996, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Penerbit: BPFE, Yogyakarta.

Hasibuan, Malayu S.P. 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia: Dasar Kunci Keberhasilan, Penerbit: Haji Masagung, Jakarta.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25/KEP/M.PAN/04/2002

Keputusan Sekretariat Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 228/K/X-XIII.2/9/2008 tentang Tata Tertib Kerja Pegawai Pada Pelaksana Badan Pemeriksa Keuangan

Komarudin. 1979, Ensiklopedia Management, Penerbit: Alumni, Bandung.

Kusumawarni. 2007, Pengaruh Semangat dan Disiplin Kerja terhadap Produktivitas Karyawan pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Kudus.

Mardiasmo. 2004, Akuntansi Sektor Publik, Ed.II, Andi Offset, Yogyakarta. Mangkunegara, A.A. P. 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit:


(1)

DAFTAR PUSTAKA

As’ad. 2000, Psikologi Industri, Edisi Keempat, Penerbit: Liberty, Yogyakarta. Bernardin, H. John and Russel, E.A. 1993, Human resource Management, An

Experiential Approach. Mc. Graw Hill International Edition, Singapore: Mac Graw Hill Book Co.

Cushway, Barry. 2002, Human Resource Management, Penerbit: Gramedia, Jakarta.

De Angelo, L.E. 1981, Auditor Independence, “Low Balling”, and Disclosure Regulation. Journal of Accounting and Economics 3.Agustus.p.113-127. Fitriany. 2010, Analisis Komprehensif Pengaruh Independensi dan Kompetensi

Auditor terhadap Kualitas Audit. Disertasi Pascasarjana Ilmu Akuntansi Universitas Indonesia, Tidak Dipublikasikan.

Ghozali, Imam. 2005, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi Ketiga, Penerbit: BP-Universitas Diponegoro, Semarang.

Ginting, M. 2005, Pengaruh Gaji, Pendidikan dan Pelatihan serta Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Pusat P.D Pasar Medan, Tesis, Universitas Sumatera Utara, Medan (tidak dipublikasikan).

Handoko, T. Hani. 1996, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Penerbit: BPFE, Yogyakarta.

Hasibuan, Malayu S.P. 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia: Dasar Kunci Keberhasilan, Penerbit: Haji Masagung, Jakarta.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25/KEP/M.PAN/04/2002

Keputusan Sekretariat Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 228/K/X-XIII.2/9/2008 tentang Tata Tertib Kerja Pegawai Pada Pelaksana Badan Pemeriksa Keuangan

Komarudin. 1979, Ensiklopedia Management, Penerbit: Alumni, Bandung.

Kusumawarni. 2007, Pengaruh Semangat dan Disiplin Kerja terhadap Produktivitas Karyawan pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Kudus.

Mardiasmo. 2004, Akuntansi Sektor Publik, Ed.II, Andi Offset, Yogyakarta. Mangkunegara, A.A. P. 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit:


(2)

Mathis, Robert L, and John H, Jackson. 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit: Salemba Empat, Jakarta.

Mink. 1993, Seri Manajemen Sumber Daya Manusia (Kinerja/Performance). Jakarta: PT Elik Media Koputindo.

Muriman, Chairul, M.S. Idrus, Armanu Thoyib dan Margono S. 2008, Pengaruh Budaya Organisasi dan Stress terhadap Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja (Studi di Kepolisian Negara RI Sektor, Kepolisian Negara RI Daerah Jawa Timur).Jurnal Aplikasi Manajemen. Vol.6 No.1.

Nazir, Mohammad. 2005, Metode Penelitian, Cetakan Keenam, Ciawi, Bogor. Ndraha, Taliziduhu. 2003, Budaya Organisasi, Edisi Kedua, Penerbit: PT. Rineka

Cipta, Jakarta.

Newstorm, JW and Keith Davis. 1993, Organization Behavior: Human Behavior at Work, Nineth Edition, NYC: McGraw-Hill, Inc.

Nitisemito, A.S. 1982, Management Personalia, Edisi Revisi, Penerbit: Ghalia Indonesia, Jakarta.

Osborn, D dan Peter P. 2000, Memangkas Birokrasi, Edisi Revisi, Penerbit: PPM, Jakarta .

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja. Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2011 tentang Kode Etik BPK

Prawirosentono, Suyadi. 1999, Kebijakan Kinerja Karyawan, Penerbit: BPFE, Yogyakarta.

Puspowardojo, S. 1985, Strategi Kebudayaan, Penerbit: PT. Gramedia, Jakarta. Rahayuningsih, D. A. 2006, Analisis Budaya Organisasi, Kepuasan Gaji,

Kepuasan Kerja, Motivasi, Gender dan Latar Belakang Pendidikan dalam Produktivitas Kerja Staf Akunting, Manajemen Usahawan Indonesia, No. 12/TH. XXXV, Desember, Hal. 39-47.

Reksohadiprojo, S. dan Indriyo, G. S. 1984, Managemen Produksi, Penerbit: BPFE, Yogyakarta.

Rivai,V. 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit: PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Robbins, SP. 1996, Perilaku Organisasi: Konsep Kontroversi, Aplikasi, Edisi Indonesia, Penerbit: PT. Prenhallindo, Jakarta.

Santoso, Singgih. 2001, Mengolah Data Statistik Secara Profesional, Penerbit: PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.


(3)

Sedarmayanti. 2001, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Penerbit: Mandar Maju, Bandung.

Siagian, Sondang P. 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit: Bumi Aksara, Jakarta.

Simamora, Henry. 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan Kedua, Penerbit: STIE YKPN, Yogyakarta.

Sinamo, Jansen H. 2002, Etos Kerja 21 Etos Kerja Profesional di Era Digital Global, Edisi Kesatu, Penerbit: Institut Darma Mahardika, Jakarta.

Singarimbun, Masri dan Sofian, Effendi. 1995, Metode Penelitian Survey, Cetakan Kedua, Penerbit: PT. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta.

Sihombing, 2004, Pengaruh Keterlibatan Dalam Pengambilan Keputusan, Penilaian Pada Lingkungan Kerja, Dan Motivasi Berprestasi Terhadap Kepuasan Kerja Pamong Belajar

Sofo, F. 2003, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama, Penerbit: Airlangga University Press, Surabaya.

Srimulyo, Koko. 1999, Analisis Pengaruh Faktor-faktor terhadap Kinerja Perpustakaan di Kotamadya Surabaya, Program Pascasarjana Ilmu Manajemen Universitas Airlangga: Surabaya.

Sugiyono. 2004, Statistika untuk Penelitian, Cetakan Keenam, Penerbit: Alfabeta, Bandung.

Sulaksono. 2002, Catatan Kuliah Budaya Kerja, Semester I PSDM, Pascasarjana Universitas Airlangga: Surabaya.

Suprihanto, John dkk. 2003, Perilaku Organisasional, Penerbit: STIE YKPN, Yogyakarta.

Sulistiyani, Ambar T. dan Rosidah.2003, Manajemen Sumber Daya Manusia. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Triguno. 2004, Budaya Kerja: Menciptakan Lingkungan yang Kondusive untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja, Edisi Keenam, Penerbit: PT. Golden Terayon, Jakarta.

UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

West, M.A., 2000, Mengembangkan Kreativitas Dalam Organisasi, Ed 1, Yogjakarta: Kanisius.

Whitmore John. 1997, Coaching For Performance (Seni Mengarahkan Untuk Mendongkrak Kinerja). PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


(4)

Kuesioner Penelitian

I.Demografi Responden

Petunjuk Pengisian:

• Bapak/ibu diminta memberikan jawaban yang bersesuaian dengan keadaan yang bapak/ibu alami.

1. Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan

2. Usia 20 – 25 Tahun >25 – 30 Tahun > 30 – 35 tahun >35 – 40 Tahun

> 45 – 50 Tahun > 50 tahun 3. Jumlah Tanggungan

sd – 2 orang 2 – 4 orang

> 4 orang

4. Lama Bekerja

Kurang dari 5 tahun 5 – 10 tahun

10 – 15 tahun 15 – 20 tahun


(5)

II. Kuesioner Penelitian

Petunjuk Pengisian:

• Bapak/ibu diminta untuk mengisikan pernyataan berikut ini yang Bapak/ibu anggap bersesuaian dengan kondisi yang Bapak/ibu rasakan.

• Tidak ada jawaban benar salah atas pernyataan yang ada

No Pernyataan Jawaban

SS S N TS STS

Budaya Kerja

1 Inovasi yang saya lakukan dalam menyelesaikan pekerjaan dapat mengurangi risiko atas pekerjaan tersebut

2 Saya dituntut memiliki perhatian yang detail terhadap pekerjaan yang dibebankan kepada saya

3 Saya bekerja berdasarkan target pekerjaan yang telah ditetapkan 4 Saya selalu bekerja sama dengan

rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaan

5 Pekerjaan yang saya lakukan berorientasi pada keberhasilan bersama (tim)

6 Saya dalam bekerja dituntut agresif dalam menghadapi masalah

7 Saya merasa mantab pada posisi pekerjaan saya saat ini

8 Organisasi tempat saya bekerja memiliki kekuasaan yang terpusat 9 Organisasi tempat saya bekerja

memiliki struktur organisasi yang jelas

10 Organisasi tempat saya bekerja mendistribusikan wewenang secara baik

11 Pemimpin dalam organisasi mampu memberikan arahan yang baik


(6)

No Pernyataan Jawaban

SS S N TS STS

Lingkungan Kerja

12 Penerangan di ruangan kerja saya cukup baik

13 Suhu udara di ruangan kerja nyaman

14 Ruang kerja saya terhindar dari suara bising

15 Penggunaan warna interior membuat suasana kerja nyaman 16 Ruang kerja saya memiliki

cukup ruang untuk bergerak 17 Keamanan kerja terjamin Kinerja

18 Saya bekerja berorientasi pada hasil kerja yang efesien

19 Hasil kerja yang saya capai membuat kepercayaan diri saya meningkat

20 Hasil kerja yang saya capai menjadi dasar bagi prestasi kerja saya dimasa dating

21 Hasil kerja yang saya capai meningkatkan kompetensi diri saya