PENGARUH BOTTOM ASH SEBAGAI BAHAN PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT HALUS TERHADAP KUAT TEKAN DAN POROSITAS BETON

(1)

DAN POROSITAS BETON

Oleh

HERTIKA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Teknik

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(2)

AGREGAT HALUS TERHADAP KUAT TEKAN DAN POROSITAS BETON

Oleh

HERTIKA

Berbagai macam penelitian dan percobaan telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas beton, mulai dari penambahan zat additif, perawatan beton, peningkatan kualitas material beton dan pemanfaatan limbah industri atau pertanian sebagai bahan campuran penguat beton. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan limbah dari pembakaran batubara yaitu bottom ash atau abu dasar. Bottom ash

dapat digunakan untuk campuran beton karena memiliki sifat yang hampir sama dengan pasir. Bottom ash dapat menambah kelecakan dan menurunkan panas hidrasi pada beton.

Bottom ash dalam penelitian ini akan digunakan untuk mengganti sebagian agregat halus pada beton yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruhnya terhadap kuat tekan dan porositas beton. Komposisi penggantian agregat halus dengan bottom ashsebanyak 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% dari volume pasir. Sampel yang digunakan adalah silinder ukuran 15 cm x 30 cm untuk uji kuat tekan beton dan ukuran 10 cm x 20 cm untuk uji porositas beton. Sampel di uji pada umur 28 hari dan 56 hari untuk kuat tekan beton, sedangkan untuk porositas beton pada umur 28 hari.

Dari hasil penelitian uji kuat tekan beton didapat kadar bottom ash optimum berada pada campuran 80% dengan kuat tekan sebesar 36,6892 MPa pada umur 28 hari dan pada umur 56 hari sebesar 40,9335 MPa. Untuk uji porositas beton, nilai porositas terbesar terjadi juga pada beton dengan kadar 80%bottom ashyaitu sebesar 14,8827%. Dapat disimpulkan bahwa bottom ash asal Tarahan Lampung sangat baik digunakan sebagai bahan pengganti sebagian agregat halus pada beton.


(3)

(4)

(5)

untuk Orangtuaku

yang telah banyak berkorban untuk

masa depanku

Saudara

2

ku dan Sahabat

2

ku

yang telah memberikan bantuan,

dukungan & motivasi

serta Almamaterku tercinta


(6)

(7)

Halaman

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR NOTASI ... xiv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...2

C. Batasan Masalah...3

D. Tujuan Penelitian ...4

E. Manfaat Penelitian ...4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Beton ...5

B. Abu Batu Bara...18

C. Bottom Ash(Abu Dasar) ...19

D. Agregat Halus (Pasir) ...24

E. Agregat Kasar (Batu Pecah) ...28

F. Semen ...32

G. Air...41

H. Kuat Tekan Beton ...44

I. Porositas Beton ...49

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan ... 51

B. Peralatan ... 52

C. Variabel Penelitian ...54


(8)

3. Perencanaan Campuran Beton ...58

4. Pembuatan Beton ...62

5. Perawatan Beton (Curing) ...65

6. Pengujian Beton ...65

E. Analisis Hasil Penelitian ...68

F. Bagan Alir Penelitian... ...69

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Material...70

B. Kebutuhan Material ...72

C. Kelecakan (Workability) ...72

D. Berat Volume Beton...73

E. Kuat Tekan Beton ...76

F. Porositas Beton...79

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ...84

B. Saran...85 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN A LAMPIRAN B LAMPIRAN C LAMPIRAN D LAMPIRAN E


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suatu negara tidak terlepas dengan adanya pembangunan. Pembangunan merupakan suatu bukti bahwa negara tersebut mengalami perkembangan kemajuan baik di bidang infrastruktur maupun non infrastruktur. Pembangunan infrastruktur meliputi pembuatan gedung, jembatan, bendungan, dan bangunan fisik lainnya yang bermanfaat bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pembuatan bangunan tersebut membutuhkan material, peralatan, dan dana yang besar. Material yang paling sering digunakan adalah beton yang terbuat dari semen, agregat halus (pasir), agregat kasar (batu pecah), dan air. Seiring meningkatnya kebutuhan beton sebagai material bangunan, dituntut pula kualitas beton tersebut harus lebih baik lagi. Hal ini harus dilakukan agar tidak terjadi kasus tentang runtuhnya bangunan yang diakibatkan oleh beton yang tidak mampu menopang tekanan yang ditimbulkan oleh bangunan itu sendiri. Contohnya, pada kasus runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara yang disebabkan oleh beton sebagai pondasi penyangganya memiliki kualitas yang buruk (Viva News, 2011). Oleh karena itu, diperlukan suatu modifikasi beton yang dapat dilakukan dengan mengganti sebagian bahan penyusun beton tersebut, seperti bottom ash yang dicampur bersama-sama dengan bahan penyusun utamanya.


(10)

Bottom ash(abu dasar) adalah limbah dari proses pembakaran batu bara pada pembangkit tenaga yang mempunyai ukuran partikel lebih besar dan lebih berat daripada fly ash, sehingga abu dasar akan jatuh pada dasar tungku pembakaran (boiler) dan terkumpul pada penampung debu (ash hopper) lalu dikeluarkan dari tungku dengan cara disemprot dengan air untuk kemudian dibuang. Limbah batu bara ini mengakibatkan pencemaran lingkungan yang dapat membahayakan jiwa makhluk hidup.

Atas dasar pertimbangan di atas, maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh bottom ash sebagai bahan pengganti sebagian agregat halus untuk campuran beton agar pencemaran lingkungan tersebut menjadi berkurang dan permasalahan mengenai peningkatan kualitas beton menjadi lebih baik dapat diatasi. Persentase penggunaan bottom ash pada campuran dibuat bervariasi yang diharapkan akan diperoleh beton dengan kuat tekan dan porositas optimum.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu :

1. Pengaruh penggantian sebagian agregat halus dengan bottom ash pada beton.

2. Variasi bottom ash pada campuran beton yang akan menghasilkan kuat tekan dan porositas optimum.


(11)

C. Batasan Masalah

Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini diperlukan batasan-batasan sebagai berikut :

1. Jenis beton dengan campuranbottom ash.

2. Variasi penggunaan bottom ashsebagai bahan pengganti sebagian agregat halus pada campuran adalah 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% terhadap volume pasir.

3. Bottom ashyang dipakai adalahbottom ashdari PLTU Tarahan, Lampung Selatan, lolos saringan 4,75 mm (No. 4).

4. Semen yang digunakan adalah semen PCC merk Holcim.

5. Pasir yang digunakan berasal dari daerah Gunung Sugih, Lampung Tengah.

6. Agregat kasar yang digunakan berupa batu pecah dengan ukuran agregat maksimum 20 mm berasal dari PT. Sumber Batu Berkah, daerah Tanjungan, Lampung Selatan.

7. Benda uji berukuran 15 cm x 30 cm sebanyak 36 buah untuk uji kuat tekan beton dan ukuran 10 cm x 20 cm sebanyak 18 buah untuk uji porositas beton yang terdiri dari 3 buah pada setiap masing-masing variasi campuran

bottom ashpada beton.

8. Perencanaan campuran beton (mix design) dengan menggunakan metode ACI.

9. Pengujian berupa uji kuat tekan akan dilakukan setelah beton mencapai umur 28 dan 56 hari, sedangkan untuk uji porositas dilakukan setelah beton mencapai umur 28 hari.


(12)

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui kuat tekan dan porositas yang dihasilkan dengan penggunaan

bottom ashsebagai bahan pengganti sebagian agregat halus pada beton. 2. Mengetahui persentase optimumbottom ashdalam pembuatan beton. 3. Mengetahui apakah bottom ash efektif bisa difungsikan sebagai pengganti

sebagian agregat halus dalam pembuatan beton.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat antara lain :

1. Memberikan informasi kepada produsen beton tentang manfaat dari

bottom ash yang digunakan sebagai bahan pengganti sebagian agregat halus pada beton berkaitan dengan kuat tekan dan porositasnya.

2. Memberikan data kepada produsen beton mengenai persentase bottom ash

yang baik untuk digunakan dalam pembuatan beton.

3. Mengoptimalkan pemanfaatan bottom ash pada beton dalam perkembangan teknologi di bidang konstruksi.

4. Memberikan kontribusi pemikiran ilmu di bidang struktur. 5. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Beton

Beton adalah suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan membuat suatu campuran yaitu semen, pasir, kerikil, dan air untuk membuat campuran tersebut menjadi keras dalam cetakan sesuai dengan bentuk dan dimensi struktur yang diinginkan. Kumpulan material tersebut terdiri dari agregat yang halus dan kasar. Semen dan air berinteraksi secara kimiawi untuk mengikat partikel-partikel agregat tersebut menjadi suatu massa padat (George Winter, 1993).

Sedangkan SNI-03-2847-2002, mendefinisikan beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidrolik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat. Tetapi belakangan ini definisi dari beton sudah semakin luas, dimana beton adalah bahan yang terbuat dari berbagai macam tipe semen, agregat dan juga bahan pozzolan, abu terbang, terak dapur tinggi, sulfur, serat dan lain-lain (Neville dan Brooks, 1987).

Sejarah penggunaan beton sendiri dan bahan-bahan vulkanik seperti abu pozzolan sebagai pembentuknya telah dimulai sejak zaman Yunani dan Romawi, bahkan mungkin sebelum itu (Nawy, 1985).


(14)

Penggunaan bahan beton bertulang diawali pada awal abad ke-19. Pada tahun 1801, F. Coignet menerbitkan tulisannya mengenai prinsip-prinsip konstruksi dengan meninjau kelembaban bahan beton. Pada tahun 1850, J.L. Lambot untuk pertama kalinya membuat kapal kecil dari bahan semen untuk dipamerkan pada Pameran Dunia tahun 1855 di Paris, J. Monier, seorang ahli taman dari Perancis, mematenkan rangka metal sebagai tulangan beton untuk tempat tanamannya. Pada tahun 1886, Koenen menerbitkan tulisan mengenai teori dan perancangan struktur beton. C.A.P Turner mengembangkan pelat

slabtanpa balok pada tahun 1906. Seiring dengan kemajuan besar yang terjadi dalam bidang ini, terbentuklah German Committee Reinforce Concrete,

Australian Concrete Committee, American Concrete Institute, dan British Concrete Institute. Di Indonesia sendiri, Departemen Pekerjaan Umum selalu mengikuti perkembangan beton melalui Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan (LPMB). Melalui lembaga ini diterbitkan peraturan-peraturan standar beton yang biasanya mengadopsi peraturan internasional (code standard international) yang disesuaikan dengan kondisi bahan dan jenis bangunan di Indonesia (Tri Mulyono, 2005).

PBI (1971) mengklasifikasikan beton menjadi 3 kelas, yaitu :

1. Beton kelas I adalah beton untuk pekerjaan non strukturil. Untuk pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian khusus. Pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan ringan terhadap mutu bahan-bahan, sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak disyaratkan pemeriksaan. Mutu beton kelas I dinyatakan dengan B0.


(15)

2. Beton kelas II adalah beton untuk pekerjaan strukturil secara umum. Pelaksanaannya memerlukan keahlian yang cukup dan harus dilakukan di bawah pimpinan tenaga ahli. Beton kelas II dibagi dalam mutu-mutu standar : B1, K 125, K 175, dan K 225. Pada mutu B1, pengawasan mutu

hanya dibatasi pada pengawasan sedang terhadap mutu bahan-bahan sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak disyaratkan pemeriksaan. Pada mutu-mutu K 125, K 175, dan K 225, pengawasan mutu terdiri dari pengawasan yang ketat terhadap mutu bahan-bahan dengan keharusan untuk memeriksa kekuatan tekan beton secara kontinu.

3. Beton kelas III adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan strukturil dimana dipakai mutu beton dengan kekuatan tekan karakteristik yang lebih tinggi dari 225 kg/cm2. Pelaksanaannya memerlukan keahlian khusus dan harus dilakukan di bawah pimpinan tenaga-tenaga ahli, Disyaratkan adanya laboratorium beton dengan peralatan yang lengkap yang dilayani oleh tenaga-tenaga ahli yang dapat melakukan pengawasan mutu beton secara kontinu. Mutu beton kelas III dinyatakan dengan hutuf K dengan angka dibelakangnya yang menyatakan kekuatan karakteristik beton yang bersangkutan.

Sebagian besar bahan pembuat beton adalah bahan lokal (kecuali semen portland atau bahan tambah kimia), sehingga sangat menguntungkan secara ekomoni. Namun pembuatan beton akan menjadi mahal jika perencana tidak memahami karakteristik bahan-bahan penyusun beton yang harus disesuaikan dengan perilaku struktur yang akan dibuat (Tri Mulyono, 2005).


(16)

Wuryati Samekto dan Candra Rahmadiyanto (2001), menyatakan bahwa pada umumnya beton terdiri dari ± 15% semen, ± 8% air, ± 3% udara, selebihnya pasir dan kerikil. Campuran tersebut setelah mengeras mempunyai sifat yang berbeda-beda, tergantung pada cara pembuatannya. Perbandingan campuran, cara pencampuran, cara mengangkut, cara mencetak, cara memadatkan, dan sebagainya akan mempengaruhi sifat-sifat beton.

Menurut Tri Mulyono (2005), sifat umum yang ada pada beton yaitu :

1. Sifat-sifat yang harus dipenuhi dalam jangka waktu lama oleh beton yang mengeras, seperti kekuatan, keawetan, dan kestabilan volume.

2. Sifat-sifat yang harus dipenuhi dalam jangka waktu pendek ketika beton dalam kondisi plastis (workability) atau kemudahan pengerjaan tanpa adanyasegregationdanbleeding.

a. Workability

Workability adalah kemudahan pengerjaan yang dilihat dari nilai slump yang identik dengan tingkat keplastisan beton. Semakin plastis beton, semakin mudah pengerjaannya. Unsur-unsur yang mempengaruhinya antara lain :

1) Jumlah air pencampur

Semakin banyak air semakin mudah untuk dikerjakan. 2) Kandungan semen

Semakin banyak semen berarti semakin banyak kebutuhan air sehingga keplastisannya pun akan lebih tinggi.


(17)

3) Gradasi campuran pasir dan kerikil

Jika memenuhi syarat dan sesuai dengan standar akan lebih mudah untuk dikerjakan.

4) Bentuk butiran agregat kasar

Agregat berbentuk bulat akan lebih mudah untuk dikerjakan. 5) Butir maksimum

6) Cara pemadatan dan alat pemadat b. Segregation(pemisahan kerikil)

Segregation adalah kecenderungan butir-butir kasar untuk lepas dari campuran beton yang akan menyebabkan sarang kerikil yang pada akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi disebabkan oleh beberapa hal yaitu :

1) Campuran kurus atau kurang semen 2) Terlalu banyak air

3) Besar ukuran agregat maksimum > 40 mm

4) Permukaan butir agregat kasar karena semakin kasar permukaan butir agregat, maka semakin mudah terjadi segregasi.

Segregasi dapat dicegah jika : 1) Tinggi jatuh diperpendek

2) Penggunaan air sesuai dengan syarat

3) Cukup ruangan antara batang tulangan dengan acuan 4) Ukuran agregat sesuai dengan syarat


(18)

c. Bleeding

Bleeding adalah kecenderungan air untuk naik ke permukaan pada beton yang baru dipadatkan. Air yang naik ini membawa semen dan butir halus pasir yang pada saat beton mengeras nantinya akan membentuk selaput (laitance).

Bleedingdipengaruhi oleh : 1) Susunan butir agregat

Jika komposisinya sesuai, kemungkinan untuk terjadinya bleeding

kecil.

2) Banyaknya air

Semakin banyak air, berarti semakin besar pula kemungkinan terjdinyableeding.

3) Kecepatan hidrasi

Semakin cepat beton mengeras, semakin kecil kemungkinan terjadinyableeding.

4) Proses pemadatan

Pemadatan yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya

bleeding.

Bleedingdapat dikurangi dengan cara : 1) Memberi lebih banyak semen. 2) Menggunakan air sesedikit mungkin. 3) Menggunakan butir halus lebih banyak


(19)

Karakteristik beton meliputi :

1. Karakteristik beton adalah mempunyai tegangan hancur tekan yang tinggi serta tegangan hancur tarik yang rendah.

2. Beton tidak dapat dipergunakan pada elemen konstruksi yang memikul momen lengkung atau tarikan.

3. Beton sangat lemah dalam menerima gaya tarik, sehingga akan terjadi retak yang makin lama makin besar.

4. Proses kimia pengikatan semen dengan air menghasilkan panas dan dikenal dengan proses hidrasi.

5. Air berfungsi juga sebagai pelumas untuk mengurangi gesekan antar butiran sehingga beton dapat dipadatkan dengan mudah.

6. Kelebihan air dari jumlah yang dibutuhkan akan menyebabkan butiran semen berjarak semakin jauh sehingga kekuatan beton akan berkurang. 7. Dengan perkiraan komposisi (mix design) dibuat rekayasa untuk

memeriksa dan mengetahui perbandingan campuran agar dihasilkan kekuatan beton yang tinggi.

8. Selama proses pengerasan campuran beton, kelembaban beton harus dipertahankan untuk mendapatkan hasil yang direncanakan.

9. Untuk menjaga keretakan yang lebih lanjut pada suatu penampang balok, maka dipasang tulangan baja pada daerah yang tertarik.

10. Pada beton bertulang memanfaatkan sifat beton yang kuat dalam menerima gaya tekan serta tulangan baja yang kuat menerima gaya tarik. 11. Dari segi biaya, beton menawarkan kemampuan tinggi dan harga yang


(20)

12. Beton hampir tidak memerlukan perawatan dan masa konstruksinya mencapai 50 tahun serta elemen konstruksinya yang mempunyai kekakuan tinggi serta aman terhadap bahaya kebakaran.

13. Perubahan volume sebagai fungsi waktu berupa susut dan rangkak.

Perencanaan campuran beton merupakan suatu hal yang kompleks jika dilihat dari perbedaan sifat dan karakteristik bahan penyusunnya. Karena bahan penyusun tersebut akan menyebabkan variasi dari produk beton yang dihasilkan.

Pada dasarnya perancangan campuran dimaksudkan untuk menghasilkan suatu proporsi campuran bahan yang optimal dengan kekuatan yang maksimum. Pengertian optimal adalah penggunaan bahan yang minimum dengan tetap mempertimbangkan kriteria standar dan ekonomis dilihat dari biaya keseluruhan untuk membuat struktur beton tersebut.

Kriteria dasar perancangan beton adalah kekuatan tekan dan hubungannya dengan faktor air semen yang digunakan. Kriteria ini sebenarnya kontradiktif dengan kemudahan pengerjaannya karena untuk menghasilkan kekuatan yang tinggi penggunaan air dalam campuran beton harus minimum.

Jika air yang digunakan sedikit, akan timbul kesulitan dalam pengerjaannya. Kriteria lain yang harus dipertimbangkan adalah kemudahan pengerjaan. Faktor air semen yang kecil akan menghasilkan kekuatan yang tinggi, tetapi kemudahan dalam pengerjaan tak akan tercapai. Perancangan beton tetap harus mempertimbangkan hal ini, salah satunya dengan menggunakan bahan tambah jenis plastisizer atau super plastisizer. Jadi pengerjaan beton


(21)

menggunakan pumping concrete, mutlak dibutuhkan keenceran tertentu agar sifat pemompaan beton pada saat pengecoran dapat berjalan dengan baik. Pemilihan agregat yang digunakan juga akan mempengaruhi sifat pengerjaan. Butiran yang besar akan menyebabkan kesulitan, terutama karena akan menimbulkan segregasi.

Jika ini terjadi, kemungkinan terbentuknya rongga-rongga pada saat beton mengeras akan semakin besar. Selain dua kriteria utama tersebut, hal lain yang patut dipertimbangkan adalah keawetan (durability) dan permeabilitas beton sendiri.

1. Variabilitas

Variabilitas dalam beton akan mempengaruhi nilai kekuatan tekan dalam perancangan. Pengertian variabilitas dalam kekuatan beton pada dasarnya tercermin melalui nilai standar deviasi.

Asumsi yang digunakan dalam perencanaan bahwa kekuatan beton akan terdistribusi normal selama masa pelaksanaan yang diambil melalui hasil pengujian di laboratorium. Secara umum rumusan mengenai kekuatan tekan dengan mempertimbangkan variabilitas ditulis sebagai :

f’cr = f’c + K.S ... (1) Dimana :

f’cr= kuat tekan rencana rata–rata

f’c = kuat tekan rencana S = nilai standar deviasi

K = suatu konstanta yang diturunkan dari distribusi normal kekuatan tekan yang diijinkan biasanya diambil sebesar 1,64


(22)

Nilai K di USA adalah 1,645, di Inggris dibulatkan menjadi 1,64, sedangkan di Australia 1,65. Beberapa peneliti di komite ACI memberikan nilai dasar k sebesar 1,64 atas variasi pengujian dari beton normal dengan kekuatan tekan 25 - 55 Mpa. Untuk variasi kekuatan tekan beton dengan nilai lebih besar dari 55 Mpa nilai variasi yang digunakan merupakan nilai variasi sebenarnya dari hasil uji statistik.

2. Keamanan dan Umur Rencana

Nilai keamanan dalam perancangan beton dicerminkan dari batas yang diijinkan ditolak sebesar 5% yang merupakan suatu nilai variabilitas dikalikan dengan nilai standar penyimpangan yang diduga terjadi.

Nilai keamanan dalam perancangan beton dinamakan suatu nilai tambah

(margin).

Kekuatan tekan rencana dalam perancangan didasarkan atas kekuatan tekan maksimum yang terjadi selama masa pengerasan.

Kualitas dari beton tergantung dari : 1. Bahan-bahan pembuatnya

Bahan yang digunakan untuk membuat beton harus memiliki kualitas yang baik dan memenuhi syarat yang ditentukan. Pada umumnya, beton terbuat dari semen, pasir, kerikil, dan air, tetapi untuk dapat meningkatkan kualitas beton itu dapat dipakai suatu bahan tambah (admixture).

Yang dimaksud dengan bahan tambah untuk beton (concrete admixture) adalah bahan atau zat kimia yang ditambahkan di dalam adukan beton pada tahap mula-mula sewaktu beton masih segar.


(23)

Tujuan penggunaan bahan tambah untuk beton (admixture) secara umum adalah untuk memperoleh sifat-sifat beton yang diinginkan, sesuai dengan tujuan/keperluannya.

Sifat-sifat beton yang dapat diperbaiki antara lain : a. Memperbaiki kelecakan beton segar.

b. Mengatur faktor air semen pada beton segar. c. Mengurangi penggunaan semen.

d. Mencegah terjadinyasegregationdanbleeding. e. Mengatur waktu pengikatan aduk beton.

f. Meningkatkan kuat desak beton keras.

g. Meningkatkan sifat kedap air pada beton keras.

h. Meningkatkan sifat tahan lama pada beton keras (lebih awet), sifat tahan lama ini dapat berhubungan dengan tahan terhadap pengaruh zat kimia, tahan terhadap gesekan, dan sebagainya.

2. Pada saat menakar dan mencampur, harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a. Kepadatan waktu menakar pasir mempengaruhi perbandingan. b. Ketepatan pengukuran dan kadar air agregat.

c. Bahan-bahan yang terbuang sewaktu dimasukkan ke dalam mesin pecampur.


(24)

3. Cara pelaksanaan pekerjaan a. Pengadukan :

1) Cohesiveness, artinya adukan beton harus mempunyai gaya-gaya kohesi yang cukup sehingga adukan masih saling melekat selama proses pengerjaan beton.

2) Fluidity, artinya adukan harus mempunyai kemampuan untuk mengalir selama proses penuangan.

3) Mobility, artinya adukan harus mempunyai kemampuan untuk bergerak/berpindah tempat tanpa terjadi perubahan bentuk.

b. Pemadatan : Rongga-rongga udara mengurangi kekuatan.

c. Perawatan : Perlu untuk meningkatkan kekuatan dan menyempurnakan sifat-sifat lain.

d. Keadaan cuaca selama mencetak dan merawat beton.

Menurut Paul Nugraha dan Antoni (2007), beton banyak digunakan dalam konstruksi bangunan karena memiliki kelebihan antara lain :

1. Biaya pembuatan relatif lebih murah karena semua bahan bisa didapat didalam negeri, bahkan bisa setempat.

2. Pengangkutan bahan mudah karena masing-masing bisa diangkut secara terpisah.

3. Beton bersifat monolit sehingga tidak memerlukan sambungan seperti baja.

4. Beton dapat dicetak dengan bentuk dan ukuran berapapun, misalnya pada struktur cangkang (shell) maupun bentuk-bentuk khusus 3 dimensi.


(25)

5. Beton dapat diproduksi dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan situasi sekitar.

6. Ketahanan (durability) beton cukup tinggi, lebih tahan karat, sehingga tidak perlu dicat seperti struktur baja, dan lebih tahan terhadap bahaya kebakaran.

Selain terdapat kelebihan, beton juga memiliki kekurangan yaitu :

1. Beton termasuk material yang mempunyai berat volume ± 2400 kg/m3. 2. Kuat tarik kecil (9% - 15%) dari kuat tekan.

3. Beton cenderung untuk retak, karena semennya hidraulis.

4. Kualitasnya sangat tergantung cara pelaksanaan di lapangan. Beton yang baik maupun yang buruk dapat terbentuk dari rumus dan campuran yang sama.

5. Struktur beton sulit untuk dipindahkan. Pemakaian kembali atau daur ulang sulit dan tidak ekonomis.

Nawy (1985) mengemukakan bahwa parameter-parameter yang paling mempengaruhi kekuatan beton yaitu :

1. Kualitas semen.

2. Proporsi semen terhadap campuran. 3. Kekuatan dan kebersihan agregat.

4. Interaksi atau adhesi antara pasta semen dengan agregat. 5. Pencampuran yang cukup dari bahan-bahan pembentuk beton. 6. Penempatan yang benar, penyelesaian, dan pemadatan beton. 7. Perawatan beton.


(26)

B. Abu Batubara

Batubara adalah suatu lapisan padat yang pembentukannya/penyebarannya secara horizontal maupun vertikal dan merupakan suatu lapisan yang bersifat heterogen. Karena sifat batubara yang heterogen maka pada (eksplorasi pemborannya).

Berdasarkan proses terjadinya batubara terbagi menjadi dua yaitu :

1. Proses biokimia yakni proses penghancuran oleh bakteri “anaerobic

terhadap kayu-kayuan (sisa tumbuhan) sehingga terbentuk gel atau biasa disebut gelly. Bakteri anaerobic adalah bakteri yang hidup pada tempat (air) yang kurang mengandung oksigen pada air kotor, contohnya pada daerah rawa.

2. Proses termodinamika yakni proses perubahan menjadi lapisan batubara karena adanya panas dan tekanan, juga proses dari luar seperti proses geologi, contohnya perlipatan.

Penggunaan batubara sebagai sumber energi akan menghasilkan abu.

Menurut Misbachul Munir (2008), abu batubara adalah bagian dari sisa pembakaran batubara yang berbentuk partikel halus amorf dan abu tersebut merupakan bahan anorganik yang terbentuk dari perubahan bahan mineral (mineral matter) karena proses pembakaran. Fungsi abu batubara sebagai bahan aditif dalam beton bisa sebagai pengisi (filler) yang akan menambah internal kohesi dan mengurangi porositas daerah transisi yang merupakan daerah terkecil dalam beton, sehingga beton menjadi lebih kuat.

Abu batubara dapat digunakan pada beton sebagai material terpisah atau sebagai bahan dalam campuran semen dengan tujuan untuk memperbaiki


(27)

sifat-sifat beton. Fungsi abu batubara sebagai bahan aditif dalam beton bisa sebagai pengisi (filler) yang akan menambah internal kohesi dan mengurangi porositas daerah transisi yang merupakan daerah terkecil dalam beton, sehingga beton menjadi lebih kuat. Pada umur sampai dengan 7 hari, perubahan fisik abu batubara akan memberikan kontribusi terhadap perubahan kekuatan yang terjadi pada beton, sedangkan pada umur 7 sampai dengan 28 hari, penambahan kekuatan beton merupakan akibat dari kombinasi antara

hidrasisemen dan reaksipozzolan(Jackson, 1977). C. Bottom ash(Abu dasar)

Pada waktu pembakaran batubara pada suatu pembangkit tenaga batubara akan menghasilkan sisa pembakaran yang terdiri dari 80% berupa fly ashdan sisanya 20% berupabottom ash.

Bottom ash (abu dasar) adalah bahan buangan dari proses pembakaran batu bara pada pembangkit tenaga yang mempunyai ukuran partikel lebih besar dan lebih berat daripada fly ash, sehingga abu dasar akan jatuh pada dasar tungku pembakaran (boiler) dan terkumpul pada penampung debu (ash hopper) lalu dikeluarkan dari tungku dengan cara disemprot dengan air untuk kemudian dibuang.

Bottom ash mempunyai karakteristik fisik berwarna abu-abu gelap, berbentuk butiran, berporos, mempunyai ukuran butiran antara pasir hingga kerikil. Abu dasar dikategorikan menjadi dry bottom ash dan wet bottom ash/boiler slag berdasarkan jenis tungkunya yaitu dry bottom boiler yang menghasilkan


(28)

bottom ash (boiler slag). Sifat dari bottom ash sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh jenis batu bara dan sistem pembakarannya. Beberapa sifat fisis, kimia, dan mekanis yang penting daribottom ash, yaitu :

1. Sifat Fisik

Sifat fisik abu dasar berdasarkan bentuk, warna, tampilan, ukuran, specific gravity,dry unit weight, dan penyerapan dariwetdandry bottom ash. Tabel 1. Sifat Fisik dariDrydanWet Bottom Ash

Sifat Fisik

Abu dasar Wet Dry

Bentuk Angular/bersiku Berbutir kecil / granular

Warna Hitam Hitam Abu-abu gelap

Tampilan Keras, Mengkilap

Seperti pasir halus, sangat berpori

No. 4 (90 - 100%) 1,5 s/d 3/4 in (100%) Ukuran

(% lolos ayakan)

No. 10 (40 - 60%) No. 40 (10%) No. 4 (50 - 90%) No. 10 (10 - 60%)

No. 200 (5%) No. 40 (0 - 10%)

Spesific gravity 2,3 - 2,9 2,1 - 2,7

Dry unit weight 960 - 1440 kg/m3 720 - 1600 kg/m3 Penyerapan 0,3 - 1,1% 0,8 - 2,0% Sumber : Indriani Santoso, dkk, 2003

2. Sifat Kimia

Komposisi kimia dari abu dasar sebagian besar tersusun dari unsur-unsur Si, Al, Fe, Ca, Mg, S, Na, dan unsur kimia yang lain. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Moulton, didapat bahwa kandungan garam dan pH yang rendah dari abu dasar dapat menimbulkan sifat korosi pada struktur baja yang bersentuhan dengan campuran yang mengandung abu dasar. Selain itu rendahnya nilai pH yang ditunjukkan oleh tingginya kandungan sulfat yang terlarut menunjukkan adanya kandungan pyrite


(29)

(iron sulfide) yang besar. Unsur-unsur kimia yang terdapat pada abu dasar adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Unsur - Unsur Kimia Abu Dasar Unsur - unsur kimia Persen

Kapur, CaO 0,43

Silika, SiO2 0,24

Alumina, Al2O3 4,35

Besi, Fe2O3 4,45

Magnesia, MgO 0,86 Potash, K2O 0,25

Soda, Na2O 0,21

Sumber : I Wayan Suarnita, 2012 3. Sifat mekanis

Besarnya nilai kehilangan pada test keausan dengan Sodium Sulfat menunjukkan adanya kandungan pyrite dalam abu dasar harus dibuang dengan elektromagnet sebelum digunakan.

Tabel 3. Sifat Mekanis dariDrydanWet Bottom Ash

Sifat mekanis Dry bottom ash Boiler slag Max.Dry Density 1210 - 1620 kg/m3 961 - 1440 kg/m3

Kelembaban optimum

12 - 24% (umumnya

< 20%) 8 - 20% Test Abrasi LA

(% kehilangan) 30–50 24–48

Sodium Sulfat

Soundness tess

(% kehilangan)

1,5–10 1–9

Kuat geser (sudut geser)

38º - 42o 38º - 42o 38º - 45o(ukuran butir

< 9,5 mm)

38º - 46o(ukuran butir < 9,5 mm)

CBR (%) 40–70 40–70

Koefisien

permeabilitas 10

-2

- 10-3cm/det 10-2- 10-3cm/det

Friablepartikel Ada Tidak ada Sumber : Indriani Santoso, dkk, 2003


(30)

Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu adanya friable partikel (mudah pecah), umumnya pada dry bottom ash yaitu kerak batu bara yang berbentuk seperti kembang (pop corn partikel), partikel ini mudah hancur akibat pemadatan dan sangat berpori. Sistem pembakaran batu bara umumnya terbagi 2 yakni sistem unggun terfluidakan (fluidized bed system) dan unggun tetap (fixed bed systematau grate system). Disamping itu terdapat sistem ke-3 yakni spouted bed system atau yang dikenal dengan unggun pancar. Abu dasar yang dihasilkan oleh fluidized bed systemberukuran 20 - 50 mesh (1 mesh = 1 lubang/inch2).

Secara umum ukuran abu dasar dapat langsung dimanfaatkan di pabrik semen sebagai substitusi batuan trass dengan memasukkannya pada

cement mill menggunakan udara tekan (pneumatic system). Disamping dimanfaatkan di industri semen, abu dasar dapat juga dimanfaatkan menjadi campuran asphalt (ready mix), campuran beton (concrete) dan dicetak menjadi paving block/batako. Persoalan lingkungan muncul dari abu dasar yang menggunakan fixed bed atau grate system. Bentuknya berupa bongkahan besar. Seperti yang telah disinggung di atas bahwa abu dasar ini masih mengandung fixed carbon (catatan : fixed carbon dalam batu bara dengan nilai kalori 6500 - 6800 kkal/kg sekitar 41- 42%). Jika abu dasar ini langsung dibuang ke lingkungan maka lambat laun akan terbentuk gas metana (CH4) yang sewaktu-waktu dapat terbakar atau


(31)

Salah satu cara pengolahan limbah batu bara yaitu dengan proses solidifikasi / stabilisasi (SS) dengan sementasi yang memanfaatkan limbah batubara (bottom ash) sebagai agregat atau bahan baku tambahan pembuatan bahan bangunan.

Berdasarkan komposisi yang terkandung dalam bottom ash maka ada beberapa kemungkinan kegunaan daribottom ashantara lain :

1. Sebagaifilleratau pengisi pada campuran aspal dan beton. 2. Sebagai lapisanbasedansub basepada perkerasan jalan. 3. Sebagai bahan filtrasi.

4. Sebagai agregat dalam semen dan beton ringan. (Sumber : Jesse J. Nowak, 2004)

Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh, jika menggunakan bottom ashantara lain :

1. Bagi pembeli/pengguna,bottom ashlebih murah dan tidak beracun.

2. Bagi perusahaan/industri, penggunaan limbah batubara sebagai bahan yang bermanfaat akan mengurangi pencemaran lingkungan dan menekan biaya penggunaan lahan untuk menampung limbah tersebut.

3. Bagi masyarakat, penggunaan limbah batubara merupakan solusi yang tepat untuk mengurangi permasalahan lingkungan akibat pencemaran limbah sehingga lingkungan menjadi lebih nyaman.


(32)

D. Agregat halus (Pasir)

Menurut SNI 1970-2008, agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil

disintegrasi ’alami’ batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 4,75 mm (No. 4).

Menurut kegunaannya, pasir dapat dibedakan menjadi : 1. Pasir Urug

Pasir urug adalah pasir yang digunakan untuk mengurug pondasi dan bagian bawah keramik yang biasanya dicampur dengan batuan kecil dan kayu.

2. Pasir Batu (Sirtu)

Pasir umumnya sebagai endapan aluvium, sedangkan endapan kegiatan gunung api berupa lahar akan menghasilkan sirtu (pasir dan batu). Lokasi bahan galian pasir dan sirtu terletak di kecamatan Leuwigoong, Samarang, Garut Kota, Banyuresmi, Tarogong, Leles, dan Cibatu. Potensi produksi pasir dan sirtu yang memiliki kelayakan untuk ditambang adalah yang terdapat di kecamatan Banyuresmi : 17.310 m3/tahun, Samarang : 3.850 m3/tahun, Cibatu : 455 m3/tahun. Sirtu di kabupaten Sumba Timur ini ditemukan dalam bentuk sirtu pantai, sirtu sungai, dan sirtu darat. Sirtu pantai yaitu sirtu yang terdapat di beberapa lokasi pantai kabupaten Sumba Timur. Beberapa lokasi sirtu yang terdapat di daerah ini telah digali oleh penduduk setempat untuk dijadikan sebagai bahan bangunan dan sedikit kebutuhan sebagai tanah urug. Secara megaskopis, sirtu pantai ini tidak mempunyai kualitas yang baik sebagai bahan bangunan karena komponen/fragmen dari pada sirtu didominasi oleh komponen koral dan


(33)

pecahan kerang. Fragmen kedua komponen ini mencapai 70% dan lainnya berupa fragmen kuarsa dan sedikit unsur-unsur pengotor lainnya. Sirtu sungai, dijumpai di beberapa aliran sungai yang mengalir di daerah kabupaten Sumba Timur ini. Untuk memenuhi kebutuhan akan sirtu yang makin meningkat untuk pembangunan di wilayah kabupaten Sumba Timur ini dapat dimanfaatkan sirtu sungai pada lokasi-lokasi berikut : Luku Melolo, desa Melolo, kecamatan Umalulu dan kelurahan Kambaniru, kecamatan Kota Waingapu, yaitu di sekitar muara .sungai Kambaniru sekitar Teluk Waingapu. Beberapa sungai yang terdapat di desa Praimadita, kecamatan Karera. Sungai-sungai ini bermuara ke pantai selatan Sumba Timur.

Selain dari sirtu laut dan sirtu sungai, di daerah kabupaten Sumba Timur ini juga dapat di jumpai sirtu darat. Yang dimaksud dengan sirtu darat disini adalah berupa batuan yang fragmennya terdiri dari pasir dan fragmen batuan dengan aneka ragam ukuran fragmen yakni dari ukuran pasir sedang hingga lebih dari 2 mm (granule) dan bahkan pada tempat-tempat tertentu ukuran butirnya mencapai 4,5 mm, merupakan lapisan batuan sedimen pada Formasi Kananggar (Tmpk) yang terdiri dari perselingan batu pasir, batu pasir tufaan, napal tufan, tuf, dan napal pasiran dengan sisipan batu gamping. Sirtu yang merupakan batu pasir di dalam formasi tersebut dijumpai di desa Karipi, kecamatan Matawai Lapawu yang secara megaskopis terdiri dari komponen pasir berukuran sedang hinggagranule.


(34)

Baik sirtu sungai, sirtu pantai, maupun sirtu daratan secara umum digunakan sebagai bahan bangunan, baik sebagai bahan urugan, maupun pencampur dalam adukan semen/beton. Sesuai dengan penggunaannya, spesifikasi mutu yang diperlukan sangat berbeda-beda dan tergantung dengan distribusi besar ukuran butir yang diperoleh dari hasil analisis ayak.

3. Pasir Pasang

Pasir pasang dapat digunakan sebagai pemasangan tembok. 4. Pasir Beton

Pasir beton dapat digunakan sebagai bahan pembuat pasangan beton. 5. Pasir Aspal

Pasir aspal digunakan sebagai bahan pembuat aspal.

Adapun syarat-syarat dari agregat halus (pasir) yang digunakan menurut PBI (1971), antara lain :

1. Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai hasil desintegrasi alami dari batuan-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu.

2. Terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras. Butir-butir agregat halus harus bersifat kekal artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan.

3. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang dapat melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur melampaui 5%, maka agregat halus harus dicuci.


(35)

4. Tidak boleh mengandung bahan-bahan organis terlalu banyak yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams-Harder (dengan larutan NaOH).

5. Tidak boleh menggunakan pasir laut.

Menurut Paul Nugraha dan Antoni (2007), agregat halus digunakan pada beton berfungsi sebagai :

1. Mengisi ruang antara butir agregat kasar.

2. Memberikan kelecakan, berfungsi sebagai ball bearing. Kelecakan dalam arti menambah mobilitas sehingga mengurangi friksi antar butir agregat kasar. Makin banyak makin baik, namun dari sudut lain menyebabkan kebutuhan semen semakin banyak.

Jika agregat halus yang digunakan terlalu banyak akan menyebabkan, antara lain :

1. Total luas permukaan melonjak, menyebabkan kurangnya pasta semen. Agregat halus mempunyai luas permukaan yang besar. Jika terlalu banyak, beton akan memerlukan banyak pasta semen.

2. Kebutuhan air bertambah untukslump(kelecakan) yang disyaratkan. Selain itu juga harus diperhatikan gradasi agregat halusnya. Gradasi adalah distribusi ukuran butiran dari agregat. Bila butir-butir agregat mempunyai ukuran yang sama (seragam) volume pori akan besar. Sebaliknya bila ukuran butir-butirnya bervariasi akan terjadi volume pori yang kecil. Hal ini karena butiran yang kecil mengisi pori diantara butiran yang besar, sehingga pori-porinya sedikit, dengan kata lain kemampatannya tinggi.


(36)

Menurut ASTM C 33-01, gradasi standar untuk agregat halus, yaitu : Tabel 4. Gradasi Standar Agregat Halus Menurut ASTM C 33-01

Diameter Saringan (mm) Persentase Lolos (%)

9,5 100

4,75 95–100

2,36 (No. 8) 80–100

1,18 (No.16) 50–85

0,6 (No. 30) 25–60

0,3 (No. 50) 10–30

0,15 (No. 100) 2–10

Sumber :Annual Book of ASTM StandardsVolume 04.02“Concrete and Aggregates”, 2001

E. Agregat Kasar (Batu pecah)

SNI 1969-2008, mendefinisikan agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil desintegrasi ‘alami’ dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari

industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 4,75 mm (No. 4) sampai 40 mm (No. 1½ inci).

Fungsi agregat kasar pada beton adalah sebagai komponen utama yang paling banyak memberikan sumbangan kekuatan kepada beton. Secara umum, kekuatan beton tergantung pada kekuatan agregat kasarnya.

Jenis-jenis agregat kasar yang umum adalah : 1. Batu pecah alami

Bahan ini didapat dari cadas atau batu pecah alami yang digali. Batu ini dapat berasal dari gunung api, jenis sedimen atau jcnis metamorf. Meskipun dapat menghasilkan kekuatan yang tinggi terhadap beton, batu


(37)

pecah kurang mcmberikan kemudahan pengerjaan dan pengecoran dibandingkan dengan jenis agregat kasar lainnya.

2. Kerikil alami

Kerikil ini didapat dari proses alami yaitu dari pengikisan tepi maupun dasar sungai oleh air sungai yang mengalir. Kerikil memberikan kekuatan yang lebih rendah daripada batu pecah, tetapi memberikan kemudahan pengerjaan yang lebih tinggi.

3. Agregat kasar buatan

Terutama berupa slag atau shale yang bisa digunakan untuk beton berbobot ringan. Biasanya merupakan hasil dari proses lain seperti dari

blast furnacedan lain-lain.

4. Agregat untuk pelindung nuklir dan berbobot berat

Dengan adanya tuntutan yang spesifik pada jaman atom sekarang ini, juga untuk pelindung dari radiasi nuklir sebagai akibat dari semakin banyaknya pembangkit atom dan stasiun tenaga nuklir, maka perlu ada beton yang dapat melindungi dari sinar x, sinar gamma, dan neutron. Pada beton demikian syarat ekonomis maupun syarat kemudahan pengerjaan tidak begitu menentukan. Agregat kasar yang diklasifikasikan disini, misalnya baja pecah, barit, magnetik dan limonit. Berat volume beton yang dengan agregat biasa adalah sekitar 144 lb/ft3. Sedangkan beton dengan agregat berbobot berat mernpunyai berat volume sekitar 225 sampai 330 lb/ft3. Sifat - sifat beton penahan radiasi yang berbobot berat ini bergantung pada kerapatan dan kepadatannya, hampir tidak bergantung pada seklor air


(38)

semennya. Dalam hal demikian, kerapatan yang tinggi merupakan satu satunya kriteria disamping kerapatan dan kekuatannya.

PBI (1971) menyatakan ketentuan mengenai penggunaan agregat kasar untuk beton harus memenuhi syarat, antara lain :

1. Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil sebagai hasil desintegrasi alami dari batuan-batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu.

2. Harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori.

3. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan terhadap berat kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang dapat melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur melampaui 1%, maka agregat kasar harus dicuci.

4. Tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton, seperti zat-zat yang relatif alkali.

Gradasi agregat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan campuran beton, karena akan berpengaruh terhadap sifat-sifat workabilitas adukan tersebut. Gradasi adalah distribusi proporsi ukuran butiran agregat dalam suatu campuran beton (Mindess et al, 1996). Suatu gradasi dikatakan halus apabila memiliki komposisi butiran halus yang besar dan begitu pula sebaliknya.

Menurut Sugiyanto, dkk (2000), ada 3 macam gradasi agregat kasar, yaitu : 1. Gradasi kontinu

Agregat dengan gradasi kontinu adalah dimana ukuran butiran pada agregat kasar dan halus bervariasi mulai dari ukuran yang terbesar sampai


(39)

ukuran yang terkecil. Gradasi ini merupakan gradasi standar yang secara umum dipakai untuk campuran beton.

2. Gradasi seragam

Gradasi seragam didefinisikan sebagai suatu agregat yang memiliki butiran hampir sama baik pada agregat halus maupun di agregat kasar. Gradasi agregat jenis ini pada umumnya didapati pada agregat untuk beton ringan.

3. Gradasi celah

Gradasi celah merupakan suatu gradasi dimana salah satu atau lebih agregat dalam ukuran tertentu tidak ada. Gradasi agregat jenis ini biasanya terdapat pada pasir yang terlalu halus atau terlalu kasar. Dalam kurva gradasi, ditunjukkan dengan adanya suatu garis horizontal pada suatu fraksi ukuran agregat tertentu.

Tabel 5. Gradasi Agregat Kasar Menurut ASTM C 33-01 (Maks 19) Diameter Saringan Persentase Lolos

25 mm 100

19 mm 90–100

9,5 mm 20–55

4,75 mm 0–10

2,36 mm 0–5

Sumber : Annual Book of ASTM StandardsVolume 04.02 “Concrete and Aggregates”.2001


(40)

F. Semen

Semen berasal dari kata "cement" dan dalam bahasa Inggrisnya yaitu pengikat/perekat. Kata cement diambil dari kata "cemenum” yaitu nama yang

diberikan kepada batu kapur yang serbuknya telah dipergunakan sebagai bahan adukan lebih dari 2000 tahun yang lain di negara Italia.

Semen adalah bahan jadi yang mengeras dengan adanya air (semen hidrolis) yang memiliki sifat adhesif dan kohesif yang memungkinkan melekatnya fragmen mineral menjadi suatu massa yang padat. Berfungsi untuk mengikat butir-butir agregat sehingga membentuk suatu massa padat, dan untuk mengisi rongga udara diantara butir-butir agregat.

Sejarah semen :

1. Telah dikenal sejak pembuatan piramida oleh bangsa Mesir (memakai campuran batu kapur dan tanah liat yang dapat mengeras bila tercampur air, bersifat hidrolis).

2. Bangsa Yunani, bangsa Etruria, dan bangsa Romawi menggunakan semen dalam bangunan mereka seperti Koleseum (Roma), Pont du Gard

(Nimes), Pantheon (Roma).

3. Semen yang dipakai merupakan pembakaran campuran batu kapur dan debu volkanis (batuan tuff) dari daerah Pozzuoli (sekitar gunung berapi Vesuv dan Napoli).

4. John Smeaton (1756) menemukan adukan semen yang terbaik adalah campuran kapur Blue Lias dan tanah liat yang digiling di waktu membangun mercu suar Eddystone.


(41)

5. James Parker mengembangkan semen hidrolis yang dikenal dengan semen Romawi.

6. Joseph Aspdin (1824) mematenkan semen Portland yang didapat dengan memanaskan campuran tanah liat halus dengan batu kapur di tungku sampai seluruh karbon dioksida (CO2) lenyap.

7. Isaac Johnson (1845) menemukan semen yang merupakan prototip dari semen Portland yang sekarang yaitu dengan membakar batu kapur dan tanah liat hingga menjadi lahar yang mengeras (until clinkering), sehingga menghasilkan bahan semen yang berkualitas baik.

Tri Mulyono (2005), membedakan semen menjadi 2 kelompok yaitu : 1. Semen non hidrolik

Tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara, contohnya adalah kapur.

2. Semen hidrolik a. Kapur hidrolik

Terbuat dari batu gamping. Dibuat dengan cara membakar batu kapur yang mengandung silika dan lempung sampai menjadi klinker dan mengandung cukup kapur dan silikat untuk menghasilkan kapur hidrolik.

b. Semen pozzolan

Adalah bahan ikat yang mengandung silica amorf, yang apabila dicampur dengan kapur akan membentuk benda padat yang keras. Bahan yang mengandung pozzolan adalah teras, semen merah, abu terbang, dan bubukan terak tanur tinggi.


(42)

c. Semen terak

Adalah semen hidrolik yang sebagian besar terdiri dari suatu campuran seragam serta kuat dari terak tanur kapur tinggi dan kapur tohor. Sekitar 60% beratnya berasal dari terak tanur tinggi.

d. Semen alam

Dihasilkan melalui pembakaran batu kapur yang mengandung lempung pada suhu lebih rendah dari suhu pengerasan. Hasil pembakaran kemudian digiling menjadi serbuk halus. Kadar silika, alumina, dan oksida besi pada serbuk cukup untuk membuatnya bergabung dengan kalsium oksida sehingga membentuk senyawa kalsium silikat dan aluminat yang dapat dianggap mempunyai sifat hidrolik.

e. Semen Portland

Adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton.

Masyarakat pemakai semen di Indonesia sering kali tidak mengerti tentang hubungan antara warna semen dengan mutu semen. Oleh karena itu berikut ini penjelasan tentang hubungan warna semen dengan mutu semen.

Warna gelap atau pucat ditentukan oleh dua hal, yaitu : 1. Kandungan Magnesia (Magnesium Oxide- MgO)

MgO umumnya berasal dari Limestone, dalam proses pembakaran didalam klinkerisasi, kadar MgO tidak lebih dari 2%, maka MgO terscbut akan bersenyawa dengan mineral klinker menghasilkan senyawa mineral


(43)

yang berwarna gelap, senyawa ini tidak memberikan pengaruh negatif atau positif terhadap kualitas semen.

Jika kadar MgO lebih dari 2% maka kelebihannya disebut periclase atau

free MgO. Periclase berekasi dengan air menghasilkan MgO(OH)2.

Reaksinya : MgO + H2O Mg (OH)2 Reaksi ini berjalan lambat. Volume

MgO(OH)2 lebih besar dari volume MgO maka dapat menyebabkan

terjadinya keretakan expansi volume tersebut, peristiwa ini dikenal dengan

magnesia expansion. Jika kadarnya lebih besar dari 2% digolongkan kepada negatif komponen, jika kadarnya sama atau lebih besar dari 5% maka semen tersebut sudah tidak memenuhi standar ASTM.

2. Kandungan Tetrakalsium aluminoferrite (C4AF)

Disamping MgO, C4AF dapat menyebabkan warna semen menjadi gelap

karena warna C4AF itu gelap. Makin besar kadar C4AF, akan

menyebabkan kadar C3A makin kecil dan ini menyebabkan kekuatan tekan

semen akan menurun. Secara proses produksi kadar C4AF ini dapat diatur

yaitu dengan menaikkan proporsi pemakaian pasir besi dan mengurangi

clay. Namun dengan harga pasir besi mahal dari bahan baku yang lainnya, maka kenaikkan kadar C4AF disamping menurunkan kualitas juga

menaikkan product cost. Dari penjelasan diatas, sebenarnya dapat disimpulkan bahwa warna semen tidak dapat menentukan kualitas dari semen, bahkan pada batas tertentu warna semen yang gelap yang disebabkan oleh adanya MgO yang terlalu besar atau kadar C4AF Yang


(44)

mernpunyai kelemahan yang diakibatkan oleh sebab-sebab tersebut diatas akan menghasilkan kualitas semen yang rendah.

Semen memiliki sifat-sifat yaitu :

1. Dapat mengeras bila dicampur dengan air. 2. Tidak larut dalam air.

SNI 15-2049-2004 mengemukakan bahwa semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen Portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalisum sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain. Berdasarkan jenis dan penggunaannya, semen Portland dibagi menjadi : 1. Jenis I : yaitu semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak

memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain.

2. Jenis II : yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.

3. Jenis III : yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi. 4. Jenis IV : yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan

kalor hidrasi rendah.

5. Jenis V : yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat.


(45)

Nawy (1985) menyatakan bahwa komposisi senyawa kimia pada kelima jenis semen Portland diatas adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Komponen Senyawa Kimia Semen Portland

Tipe semen

Komposisi kimia (%) Karakteristik Umum C3S C2S C3A C4AF CaSO4 CaO MgO

I 49 25 12 8 2,9 0,8 2,4 Semen untuk

semua tujuan

II 46 29 6 12 2,8 0,6 3

Digunakan untuk struktur besar

III 56 15 12 8 3,9 1,4 2,6

Dipakai pada daerah temperatur

rendah

IV 30 46 5 13 2,9 0,3 2,7 Dipakai pada

bendungan

V 43 36 4 12 2,7 0,4 1,6

Dipakai untuk bangunan tahan asam

sulfat Sumber : Nawy, 1985

Menurut Wuryati Samekto dan Candra Rahmadiyanto (2001), semen Portland memiliki beberapa sifat yang diantaranya dijelaskan sebagai berikut :

1. Kehalusan butir

Pada umumnya semen memliki kehalusan sedemikian rupa sehingga kurang lebih 80% dari butirannya dapat menembus ayakan 44 mikron. Makin halus butiran semen, makin cepat pula persenyawaannya. Makin halus butiran semen, maka luas permukaan butir untuk suatu jumlah berat semen akan menjadi lebih besar. Makin besar luas permukaan butir ini, makin banyak pula air yang dibutuhkan bagi persenyawaannya. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kehalusan butir


(46)

semen. Cara yang paling sederhana dan mudah dilakukan ialah dengan mengayaknya.

2. Berat Jenis dan Berat Isi

Berat jenis dari bubuk semen pada umumnya berkisar antara 3,10 sampai 3,30. Biasanya rata-rata berat jenis ditentukan 3,15. Berat jenis semen penting untuk diketahui, karena semen portland yang tidak sempurna pembakarannya dan atau dicampur dengan bubuk batuan lain, berat jenisnya akan terlihat lebih rendah daripada angka tersebut.

Untuk mengukur baik/tidaknya atau tercampur/tidaknya suatu bubuk semen dengan bahan lain, dipakai angka berat jenis 3,00. Dengan demikian jika kita menguji semen dan hasilnya menunjukkan bahwa berat jenisnya kurang dari 3,00 kemungkinan semen itu tercampur dengan bahan lain (tidak murni) atau sebagian semen itu telah mengeras.

Berat isi (berat satuan) semen sangat tergantung pada cara pengisian semen ke dalam takaran. Jika cara mengisinya gembur (los), berat isinya rendah yaitu antara 1,1 kg/liter. Jika pengisiannya dipadatkan, berat isinya dapat mencapai 1,5 kg/liter. Dalam praktek biasanya dipakai berat isi rata-rata yaitu antara 1,25 kg/liter.

3. Waktu pengerasan semen

Waktu pengerasan semen dilakukan dengan menentukan waktu pengikatan awal (initial setting) dan waktu pengikatan akhir (final setting). Sebenarnya yang lebih penting adalah waktu pengikatan awal, yaitu saat semen mulai terkena air hingga mulai terjadi pengikatan (pengerasan). Untuk mengukur waktu pengikatan biasanya digunakan alat Vicat. Bagi


(47)

jenis-jenis semen Portland waktu pengikatan awal tidak boleh kurang dari 60 menit sejak semen terkena air.

4. Kekekalan bentuk

Yang dimaksud dengan kekekalan bentuk adalah sifat dari bubur semen yang telah mengeras, dimana bila adukan semen dibuat suatu bentuk tertentu bentuk itu tidak berubah. Buka benda dari adukan semen yang telah mengeras. Apabila benda menunjukkan adanya cacat (retak, melengkung, membesar, dan menyusut), berarti semen itu tidak baik atau tidak memiliki sifat tetap bentuk.

5. Kekuatan semen

Kekuatan mekanis dari semen yang mengeras merupakan sifat yang perlu diketahui di dalam pemakaian. Kekuatan semen ini merupakan gambaran mengenai daya rekatnya sebagai bahan perekat (pengikat). Pada umumnya, pengukuran kekuatan daya rekat ini dilakuan dengan menentukan kekuatan lentur, kuat tarik, dan kuat tekan (desak) dari campuran semen dengan pasir.

6. Pengerasan awal palsu

Adakalanya semen Portland menunjukkan waktu pengikatan awal kurang dari 60 menit, dimana setelah semen dicampur dengan air segera nampak mulai mengeras (adonan menjadi kaku). Hal ini mungkin terjadi karena adanya pengikatan awal palsu yang disebabkan oleh pengaruh gips yang dicampurkan pada semen bekerja tidak sesuai dengan fungsinya. Seharusnya fungsi gips dalam semen adalah untuk menghambat pengerasan, tetapi dalam kasus diatas ternyata gips justru mempercepat


(48)

pengerasan. Hal ini dapat terjadi karena gips dalam semen telah terurai. Biasanya pengerasan palsu ini hanya mengacau saja, sedangkan pengaruh terhadap sifat semen yang lain tidak ada. Jika terjadi pengerasan palsu, adonan dapat diaduk lagi. Setelah pengerasan palsu berakhir, jika adonan diaduk lagi adonan semen akan mengeras seperti biasa.

7. Pengaruh suhu

Proses pengerasan semen sangat dipengaruhi oleh suhu udara di sekitarnya. Semakin tinggi suhu udara disekitarnya, maka semakin cepat semen mengeras.

Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen Portland Komposit (PCC). SNI 15-7064-2004 mengemukakan bahwa semen Portland Komposit adalah bahan pengikat hidrolis hasil penggilingan bersama-sama terak semen portland dan gips dengan satu atau lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran antara bubuk semen portland dengan bubuk bahan anorganik lain. Bahan anorganik tersebut antara lain terak tanur tinggi (blast furnace slag), pozolan, senyawa silikat, batu kapur, dengan kadar total bahan anorganik 6% - 35 % dari massa semen portland komposit.

Semen portland komposit dapat digunakan untuk konstruksi umum seperti pekerjaan beton, pasangan bata, selokan, jalan, pagar dinding dan pembuatan elemen bangunan khusus seperti beton pracetak, beton pratekan, panel beton, bata beton (paving block), dan sebagainya.


(49)

Syarat mutu semen Portland Komposit yaitu : 1. Syarat kimia

Syarat kimia untuk semen portland komposit yaitu mengandung SO3

maksimum 4,0%. 2. Syarat fisika

Syarat fisika seperti tertera pada Tabel 7 berikut ini : Tabel 7. Syarat Fisika Semen PCC

No. Uraian Satuan Persyaratan

1 Kehalusan dengan alat blaine m2/kg min 280 2

Kekekalan bentuk denganautoclave:

Pemuaian % maks 0,80

Penyusutan % maks 0,20

3

Waktu pengikatan dengan alatVicat:

pengikatan awal menit min 45

pengikatan akhir menit maks 375

4

Kuat tekan :

umur 3 hari kg/cm2 min 125

umur 7 hari kg/cm2 min 200

umur 28 hari kg/cm2 min 250

5 Pengikatan semu :

penetrasi akhir % min 50

6 Kandungan udara dalam mortar % volume maks 12 Sumber : SNI 15-7064-2004

G. Air

Air merupakan salah satu bahan penting dalam pembuatan adukan beton. Air diperlukan untuk memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Untuk bereaksi dengan semen, air yang diperlukan hanya sekitar 25% dari berat semen, namun dalam kenyataannya nilai FAS yang dipakai sulit jika < 0,35 (Tjokrodimulyo, 1996).


(50)

Fungsi air sebagai bahan pencampur dan pengaduk antara semen dan agregat. Pada umumnya air yang dapat diminum memenuhi persyaratan sebagai air pencampur beton, air ini harus bebas dari padatan tersuspensi ataupun padatan terlarut yang terlalu banyak, dan bebas dari material organik (Mindess et al,

1996).

Tujuan utama dari penggunaan air adalah agar terjadi hidrasi yaitu reaksi kimia antara semen dan air yang menyebabkan campuran ini menjadi keras setelah lewat beberapa waktu tertentu. Air yang dibutuhkan agar terjadi proses hidrasi tidak banyak, kira-kira 30% dari berat semen. Dengan menambah lebih benyak air harus dibatasi sebab penggunaan air yang terlalu banyak dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan beton.

Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak seluruhnya selesai. Sebagai akibatnya beton yang dihasilkan akan kurang kekuatannya (Siti Nurlina, 2008).

Keadaan kandungan air secara nyata dari pasta dipengaruhi oleh kandungan kelembaban dalam agregat. Bila kondisi udara kering, pasta akan menyerap air. Dengan cara demikian secara efektif menurunkan faktor air semen dan mengurangi workability. Pada sisi yang lain jika agregat terlalu basah, pasta akan mengkontribusi air kepermukaan pasta, keduanya meningkatkan kadar air semen dan workability tetapi menurunkan kekuatan. Oleh karena agregat yang digunakan dalam pencampuran beton diusahakan dalam keadaan SSD yaitu butir-butir agregat yang jenuh air artinya semua pori-pori yang tembus air terisi penuh oleh air sedang permukaannya kering.


(51)

Persyaratan air sebagai bahan bangunan, sesuai dengan penggunaannya harus memenuhi syarat menurut PUBI (1982), antara lain :

1. Air harus bersih.

2. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya yang dapat dilihat secara visual.

3. Tidak boleh mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gram/liter. 4. Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak

beton (asam-asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter. Kandungan klorida (Cl), tidak lebih dari 500 p.p.m. dan senyawa sulfat tidak lebih dari 1000 p.p.m. sebagai SO3.

5. Semua air yang mutunya meragukan harus dianalisis secara kimia dan dievaluasi.

Menurut Paul Nugraha dan Antoni (2007), apabila air yang digunakan tidak memenuhi syarat yang ditentukan dapat menyebabkan :

1. Gangguan pada hidrasi dan pengikatan. 2. Gangguan pada kekuatan dan ketahanan.

3. Perubahan volume yang dapat menyebabkan keretakan. 4. Korosi pada tulangan baja maupun kehancuran beton. 5. Bercak-bercak pada permukaan beton.

Air yang diperlukan dipengaruhi faktor-faktor di bawah ini :

1. Ukuran agregat maksimum : semakin besar diameter, maka kebutuhan air menurun (begitu pula jumlah mortar yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit).


(52)

2. Bentuk butir : bentuk bulat maka kebutuhan air menurun (batu pecah perlu lebih banyak air).

3. Gradasi agregat : semakin baik gradasi maka kebutuhan air menurun untuk kelecakan yang sama.

4. Kotoran dalam agregat : makin banyak silt, tanah liat dan lumpurmaka kebutuhan air meningkat.

5. Jumlah agregat halus (dibandingkan agregat kasar, atau h/k) : semakin sedikit agregat halus maka kebutuhan air menurun.

H. Kuat Tekan Beton

SNI 03-1974-1990 mengemukakan bahwa kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu yang dihasilkan oleh mesin tekan.

Kekuatan tekan merupakan salah satu kinerja utama beton. Kekuatan tekan yaitu kemampuan beton untuk dapat menerima gaya per satuan luas.

Kuat tekan beton diwakili oleh tegangan maksimumf’cdengan satuan N/mm2 atau MPa (Mega Pascal).

Menurut Tri Mulyono (2005), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi mutu dari kekuatan beton, yaitu :

1. Faktor air semen (FAS)

Faktor air semen (FAS) merupakan perbandingan antara jumlah air terhadap jumlah semen dalam suatu campuran beton yang berfungsi sebagai :


(53)

a. Untuk memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan.

b. Memberikan kemudahan dalam pengerjaan beton (workability).

Semakin tinggi nilai FAS, mengakibatkan penurunan mutu kekuatan beton. Namun nilai FAS yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Umumnya nilai FAS yang diberikan minimum 0,4 dan maksimum 0,65.

2. Kualitas agregat halus

Bentuk agregat halus akan mempengaruhi kualitas mutu beton yang dibuat. Agregat berbentuk bulat mempunyai rongga udara udara minimum 33% lebih kecil dari rongga udara yang dipunyai oleh agregat berbentuk lainnya. Dengan demikian berkurangnya rongga udara yang terbentuk, beton yang dihasilkan akan mempunyai rongga udara yang lebih sedikit. Selain itu gradasi yang baik dan teratur (continous) dari agregat halus akan menghasilkan beton yang mempunyai kekuatan tinggi dibandingkan dengan agregat yang bergradasi gap atau seragam. Gradasi yang baik adalah gradasi yang memenuhi syarat zona tertentu dan agregat halus tidak boleh mengandung bagian yang lolos pada satu set ayakan lebih besar dari 45% dan tertahan pada ayakan berikutnya.

3. Kualitas agregat kasar

Kekerasan atau kekuatan dari butir-butir agregat bergantung pada bahannya dan tidak dipengaruhi oleh lekatan antara butir satu dengan lainnya. Agregat yang lebih kuat biasanya mempunyai modulus elastisitas (sifat dalam pengujian beban uniaxial) yang lebih tinggi. Untuk


(54)

menghasilkan beton yang mempunyai mutu tinggi, kualitas kekuatan tekan dari agregat kasar itu sendiri perlu diperhatikan. Selain itu, ukuran butir maksimum agregat yang diperbolehkan untuk dipakai adalah sampai dengan 25 mm.

4. Bahan tambah

Bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical admixture) dan bahan tambah yang bersifat mineral (additive). Bahan tambah admixture

ditambahkan saat pengadukan dan atau saat pelaksanaan pengecoran (placing), sedangkan bahan tambahadditiveditambahkan saat pengadukan dilaksanakan. Bahan tambahadditivemerupakan bahan tambah yang lebih banyak bersifat penyemenan jadi bahan tambah additive lebih banyak digunakan untuk perbaikan kinerja kekuatannya. Sedangkan, bahan tambah kimia yang banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja beton mutu tinggi umumnya yang bersifat memperbaiki kelecakan.

5. Kontrol kualitas

Faktor kontrol terhadap kualitas proses produksi beton pada saat pengambilan sampel, pengujian, maupun proses penakaran sampai perawatan mutlak harus diperhatikan untuk menghasilkan beton yang bermutu tinggi. Pengawasan dan pengendalian yang tepat dari keseluruhan prosedur dan mutu pelaksanaan yang didukung oleh koordinasi operasional yang optimal akan lebih meningkatkan kualitas mutu beton yang dihasilkan.


(55)

Ditinjau dari aksinya, zat yang berpengaruh buruk terhadap kekuatan beton dibedakan menjadi 3 macam yaitu :

1. Bahan-bahan merugikan yang terdapat dalam agregat

Dalam agregat halus sering terdapat zat-zat yang berasal dari bahan-bahan tanaman yang telah busuk dan muncul dalam bentuk humus. Jika zat organik dalam humus itu berinteferensi dengan reaksi-reaksi kimia hidrasi, kemungkinan akan berpengaruh terhadap mutu betonnya. Zat organik ini dapat memperlambat pengikatan (setting) semen, dan juga dapat memperlambat perkembangan kekuatan beton. Selain zat organik, bahan-bahan seperti gula, minyak dan lemak, juga berpengaruh buruk terhadap sifat-sifat beton. Gula bersifat menghambat pengikatan semen dan perkembangan kekuatan beton, sedangkan minyak dan lemak akan mengurangi daya ikat semen.

2. Tanah liat, lumpur, dan debu yang sangat halus

Lempung, lumpur, dan debu atau butiran-butiran halus lainnya, misalnya silt atau debu pecahan batu, yang mungkin terdapat/menempel pada permukaan agregat, dapat menganggu ikatan antara agregat dengan pasta semennya. Karena ikatan ini sangat penting dalam aduk beton, akan dapat berpengaruh terhadap kekuatan dan daya tahan beton. Jika dalam agregat mengandung banyak silt dan debu halus, akan menambah permukaan agregat sehingga keperluan air untuk membasahi semua permukaan butiran dalam campuran meningkat yang mengakibatkan kekuatan dan ketahanan beton menurun. Yang dimaksud lumpur atau debu adalah partikel yang berukuran antara 0,002 mm dan 0,006 mm (2-6 mikron).


(56)

Karena pengaruh buruk tersebut, jumlahnya dalam agregat dibatasi yaitu tidak boleh lebih dari 5% untuk agregat halus dan 1% untuk agregat kasar. 3. Garam klorida dan sulfat

Pasir yang terdapat di pantai atau di muara sungai yang berhubungan dengan air laut, kemungkinan mengandung garam-garam klorida dan sulfat, antara lain NaCl, MgCl, CaCl, Na2SO4, dan MgSO4. Bila

garam-garam tersebut tidak dihilangkan, dapat merusak konstruksi beton yang dibuat memakai pasir itu. Adanya klorida dalam beton akan memberi resiko berkaratnya baja tulangan dalam beton, yang selanjutnya dapat memecahkan beton. Garam sulfat, terutama garam MgSO4sangat agregsif

terhadap semen, yang reaksinya dengan semen akan menghasilkan senyawa-senyawa yang volumenya mengembang, lalu sedikit demi sedikit merusak beton.

Menurut SNI 03-6815-2002, maksud pengujian kekuatan beton adalah untuk menentukan terpenuhinya spesifikasi kekuatan dan mengukur variabilitas beton.

Besarnya variasi kekuatan contoh uji beton tergantung pada mutu material, pembuatan, dan kontrol dalam pengujiannya. Perbedaan kekuatan dapat ditemukan dari dua penyebab utama yang berbeda, yaitu :

1. Perbedaan dalam perilaku kekuatan yang terbentuk dari campuran beton dan bahan penyusunnya.

2. Perbedaan jelas dalam kekuatan yang disebabkan oleh perpaduan variasi dalam pengujian.


(57)

I. Porositas Beton

Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan volume pori-pori (volume yang dapat ditempati oleh fluida) terhadap volume total beton. Pori-pori beton biasanya berisi udara atau berisi air yang saling berhubungan dan dinamakan dengan kapiler beton. Kapiler beton akan tetap ada walaupun air yang digunakan telah menguap, sehingga kapiler ini akan mengurangi kepadatan beton yang dihasilkan. Dengan bertambahnya volume pori maka nilai porositas juga akan semakin meningkat.

Ada dua jenis porositas yaitu porositas tertutup dan porositas terbuka. Porositas tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan pori tersebut merupakan rongga yang terjebak didalam padatan dan serta tidak ada akses ke permukaan luar, sedangkan porositas terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun rongga tersebut ada ditengah-tengah padatan (Lawrence H.Van Vlack, l989).

Ruang pori pada beton umumnya terjadi akibat kesalahan dalam pelaksanaan dan pengecoran, seperti :

1. Faktor air semen (FAS) yang berpengaruh pada lekatan antara pasta semen dengan agregat.

Nilai porositas beton ditentukan oleh faktor air semen (FAS) dari pasta. Semakin kecil nilai FAS, maka semakin kecil porositasnya.

2. Pemilihan tipe susunan gradasi agregat gabungan maupun terhadap tingkat pemadatan.

Gradasi atau ukuran butiran yang dimiliki oleh agregat berpengaruh terhadap nilai porositas beton karena dengan ukuran yang seragam maka


(58)

porositas akan semakin besar sedangkan dengan ukuran yang tidak seragam porositas beton justru berkurang. Hal ini dikarenakan butiran yang kecil dapat menempati ruangan/pori diantara butiran yang lebih besar sehingga porositas beton menjadi kecil. Selain itu, tingkat kepadatan yang tinggi, menyebabkan nilai porositas beton semakin kecil (Eko Hindaryanto. N, 2010).


(59)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Semen yang digunakan pada penelitian ini adalah semen PCC merk Holcim, didapatkan dari toko bahan bangunan dalam kondisi baik dengan satuan 50 kg/zak.

2. Pasir yang digunakan berasal dari daerah Gunung Sugih, Lampung Tengah.

3. Bottom ash (abu dasar) batu bara berasal dari PLTU Tarahan, Lampung Selatan. Bottom ash ini berfungsi sebagai bahan pengganti sebagian agregat halus (pasir).

4. Agregat kasar yang digunakan berupa batu pecah berasal dari PT. Sumber Batu Berkah, daerah Tanjungan, Lampung Selatan, yang merupakan hasil produksistone crusherdengan diameter maksimum 20 mm.

5. Air yang digunakan berasal dari Laboratorium Bahan dan Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Lampung yang telah memenuhi persyaratan air bersih.


(60)

B. Peralatan

Dalam penelitian ini, alat-alat yang digunakan antara lain sebagai berikut :

1. Satu set saringan

Alat ini berguna untuk mengetahui gradasi agregat sehingga dapat dapat ditentukan nilai modulus kehalusan butir agregat kasar dan agregat halus. 2. Timbangan

Timbangan berkapasitas maksimum 12 kg dan 50 kg digunakan untuk menimbang berat masing-masing komposisi campuran beton, benda uji betonnya, dan pemeriksaan seluruh material.

3. Piknometer

Alat ini digunakan dalam pemeriksaan berat jenis SSD, berat jenis kering, berat jenis jenuh, dan penyerapan pasir danbottom ash.

4. Bejana silinder

Alat ini digunakan dalam pemeriksaan berat volume pasir, bottom ash, dan kerikil.

5. BotolLe Chatelier(Le Chatelier Flaskkapasitas 250 mL) Alat ini digunakan untuk pemeriksaan berat jenis semen. 6. Oven

Alat ini digunakan untuk mengeringkan bahan-bahan pada saat pengujian material yang membutuhkan kondisi kering. Oven juga sebagai pendukung yang dipakai untuk pengujian daya serap air beton.


(61)

7. Cetakan beton

Cetakan beton silinder dengan ukuran 15 x 30 cm dan 10 x 20 cm yang digunakan untuk mencetak benda uji.

8. Mesin pengaduk beton (Concrete Mixer)

Concrete mixer yang digunakan memiliki kapasitas 0,125 m3 dengan kecepatan 20-30 putaran per menit yang digerakkan dengan menggunakan diesel. Alat ini digunakan untuk mengaduk bahan campuran beton.

9. Mesin getar dalam (internal vibrator)

Mesin getar dalam (internal vibrator) digunakan untuk memadatkan adukan beton pada saat memasukkan adukan beton ke dalam cetakan. Tujuannya untuk menghilangkan rongga-rongga udara dan untuk mendapatkan kepadatan yang maksimal serta menjamin suatu perekatan antara material penyusun beton.

10. Kerucut Abrams

Kerucut Abrams beserta tilam pelat baja dan tongkat besi digunakan untuk mengukur konsistensi atau secara sederhana workability adukan dengan percobaan Slump Test. Ukuran kerucut Abrams adalah diameter bawah 200 mm dan diameter bagian atas 100 mm dengan tinggi 300 mm.

11. Mesin uji tekan

Alat ini digunakan untuk menguji kuat tekan beton. Dalam penelitian ini akan dipakaiCompression Testing Machine(CTM).


(62)

12. Alat bantu

Selama proses pembuatan benda uji digunakan beberapa alat bantu diantaranya adalah sendok semen, mistar, tongkat pemadat, container, panci, dan tungku pembakaran.

C. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini pengujian kuat tekan beton pada umur 28 dan 56 hari, sedangkan untuk porositas pada umur 28 hari. Perencanaan campuran beton (mix design) dilakukan dengan menggunakan metode ACI. Adapun variabel penelitian pada tiap pengujian seperti tercantum pada Tabel 8.

Tabel 8. Variabel Penelitian

Kode Sampel

Variasi penggunaan

bottom ash

(%)

Macam pengujian, umur beton, dan jumlah benda uji Uji Kuat Tekan Uji Porositas 28 hari 56 hari 28 hari

B0 0 3 3 3

B2 20 3 3 3

B4 40 3 3 3

B6 60 3 3 3

B8 80 3 3 3

B10 100 3 3 3

Jumlah benda uji (buah) 18 18 18

D. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan dan Konstruksi, Fakultas Teknik, Universitas Lampung, Bandar Lampung yang dibagi dalam beberapa tahap, yaitu : pengadaan bahan dan peralatan, pemeriksaan bahan


(63)

dan peralatan, perencanaan campuran beton, pembuatan beton, perawatan beton (curing), pengujian beton, dan analisis hasil penelitian.

1. Pengadaan Bahan dan Peralatan

Sebelum penelitian dilakukan, terlebih dahulu mempersiapkan bahan dan peralatan yang diperlukan. Bahan-bahan untuk pembuatan beton, antara lain semen, pasir, batu pecah/split,bottom ash(abu dasar), dan air bersih. 2. Pemeriksaan Bahan dan Peralatan

Bahan dan peralatan yang tersedia harus dalam kondisi baik dan sesuai standar yang ditetapkan agar dihasilkan beton dengan kualitas tinggi. Oleh karena itu, dilakukan pemeriksaan terhadap bahan dan peralatan tersebut. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain :

a. Semen

Pemeriksaan terhadap semen dilakukan dengan cara :

1) Pemeriksaan tanggal produksi untuk mengetahui lama penyimpanan semen sebelum diterima proyek.

2) Jika kemasan semen dipukul atau ditinju, tidak keras dan menunjukkan berisi semen yang masihloose/lepas.

3) Tidak ada gumpalan atau semen padat yang berarti kemasan telah terpengaruh kelembaban sehingga semen sudah bereaksi.

4) Jika tangan dimasukkan ke dalam bubuk semen yang masih baik, akan terasa dingin.


(64)

5) Jika semen yang masih baik kondisinya, digesek antara ibu jari dan telunjuk maka akan terasa halus seperti bedak.

6) Jika semen yang masih baik ditabur di atas air, maka akan mengambang/mengapung sejenak sebelum mengendap.

7) Jika adukan pasta semen yang masih baik ditaruh di dalam gelas atau cawan, dan dimasukkan ke dalam air, tidak akan buyar/larut dan akan mengeras sesuai bentuk cetakan pastanya walaupun terendam air.

8) Pengujian berat jenis semen sesuai standar ASTM C 188-95. Apabila semen yang tersedia belum digunakan, terlebih dahulu semen disimpan di tempat yang baik. Cara penyimpanan yang baik adalah dengan memperhatikan hal-hal berikut :

1) Tempat penyimpanan semen harus kedap air dan tidak boleh ada lubang antara tembok dan genting.

2) Lantai harus dinaikkan diatas tanah untuk menjaga agar supaya tidak terjadi penyerapan air.

3) Kantong-kantong semen harus disimpan berimpit sedemikian rupa sehingga tidak terjadi perputaran udara diantaranya, juga tidak boleh berimpit dengan tembok dan semen, serta harus ditutupi dengan kain terpal.

4) Unsur semen yang dapat digunakan pada konstruksi beton boleh melebihi 3 bulan.


(65)

b. Agregat halus (Pasir)

Hal-hal yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan agregat halus yaitu : 1) Pemeriksaan visual, seperti pasir harus terdiri dari butir-butir tajam

dan keras yang bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca.

2) Pengujian agregat halus, antara lain : a) Kadar air (ASTM C-566).

b) Berat jenis dan penyerapan agregat halus (ASTM C 128-97). c) Analisis saringan/gradasi agregat halus (ASTM C 136-96 a). d) Kadar lumpur (ASTM C 117-95).

e) Kandungan zat organis dalam pasir (ASTM C 40-99). f) Berat volume agregat halus (ASTM C 29/C 29M-97). c. Bottom ash(Abu dasar)

Pemeriksaan terhadap bottom ash dilakukan dengan cara visual yaitu bottom ash yang berwarna abu-abu gelap, serta dilakukan pengujian kadar air, berat jenis dan penyerapan, analisis saringan atau gradasi, dan berat volume.

d. Agregat kasar (Batu pecah)

Pemeriksaan pada agregat kasar, antara lain sebagai berikut :

1) Pemeriksaan visual, seperti agregat kasar harus terdiri dari butir-butir keras dan tidak berpori. Butir-butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca.


(66)

2) Pengujian agregat kasar, seperti : a) Kadar air (ASTM C-556).

b) Berat jenis dan penyerapan agregat kasar (ASTM C 127-88/

Reapproved2001).

c) Analisis saringan/gradasi agregat kasar (ASTM C 136-96 a). d) Berat volume agregat kasar (ASTM C 29/C 29M-97). e. Air

Pemeriksaan secara visual yaitu dengan melihat bahwa air tampak jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau sesuai dengan persyaratan untuk minum.

f. Peralatan

Peralatan yang akan digunakan harus berfungsi dengan baik dan tidak rusak.

3. Perencanaan Campuran Beton

Pada penelitian ini rencana komposisi campuran beton (mix design) mengacu pada peraturan ACI 318-89. Kuat tekan beton yang direncanakan adalah 25 MPa dengan slump rencana 7,5-10 cm. Ukuran agregat maksimum adalah 20 mm. Bottom ash (abu dasar) digunakan sebagai bahan pengganti sebagian agregat halus pada beton.

Langkah-langkah pembuatan rencana campuran beton dengan menggunakan metode ACI 318-89 adalah sebagai berikut :

a. Mentukan kuat tekan rencana.


(67)

Tabel 9. NilaiSlumpUntuk Berbagai Jenis Konstruksi

Uraian Slump(mm)

Maksimum Minimum Dinding, pelat pondasi, dan pondasi

telapak bertulang 80 25

Kaison dan konstruksi di bawah

tanah 80 25

Pelat, balok, kolom, dan dinding 100 25

Perkerasan jalan 80 25

Pembetonan massal 50 25

Sumber : Sugiyanto, dkk, 2000

c. Menetapkan ukuran agregat maksimum sesuai dengan persyaratan dimensi penampang dan jarak tulangan.

d. Berdasarkan nilaislumpdan ukuran agregat maksimum, maka berat air yang dibutuhkan dalam 1 m3 beton dari persentase udara yang terperangkap dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Berat Air Perlu Untuk Setiap m3Beton dan Udara

Terperangkap Untuk BerbagaiSlumpdan Ukuran Maksimum Agregat

Slump

(cm)

Berat air (kg/ m3) beton untuk ukuran agregat berbeda

10 mm 12,5 mm 20 mm 25 mm 38 mm 50 mm 75 mm 150 mm

2,5–5 208 199 187 179 163 154 142 125

7,5 - 10 228 217 202 193 179 169 157 138

15 -17 243 228 214 202 187 178 169

-Persentase udara yang ada dalam unit beton

3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,3 0,2

Sumber : Sugiyanto, dkk, 2000

e. Menentukan faktor air semen berdasarkan Tabel 11 dan harus disesuaikan dengan faktor air semen maksimum berdasarkan kondisi lingkungan seperti ditunjukkan pada Tabel 12.


(68)

Tabel 11. Hubungan Faktor Air Semen dengan Kuat Tekan Beton Kuat tekan beton umur 28 hari*

(kg/cm2) Faktor air semen

411 0,44

331 0,53

263 0,62

193 0,73

153 0,80

*Benda uji yang digunakan silinder Sumber : Sugiyanto, dkk, 2000

Tabel 12. Faktor Air Semen Maksimum Sesuai dengan Kondisi Lingkungan Jenis konstruksi Kondisi lingkungan Kondisi normal Basah kering berganti-ganti Mendapat pengaruh sulfat dan air

laut Konstruksi langsing atau

mempunyai penutup tulangan kurang dari 25 mm

0,53 0,49 0,4

Struktur dinding penahan tanah, pilar, balok, dan

abutment

* 0,53 0,44

Beton yang tertanam dalam

air, pilar, balok - 0,44 0,44

Struktur lantai beton di atas

tanah * -

-Beton yang terlindung dari perubahan udara (konstruksi

interior bangunan)

* -

-* Ditentukan berdasarkan Tabel 10 Sumber : Sugiyanto, dkk, 2000

f. Menghitung berat semen dengan cara membagi berat air dengan faktor air semen.

g. Dengan besaran diameter agregat maksimum kasar dan nilai modulus kehalusan agregat halus (pasir dan bottom ash) yang didapatkan


(69)

dengan cara menjumlahkan perkalian antara masing-masing nilai modulus kehalusan dengan persentase kandungan agregat tersebut dalam beton, maka menentukan persentase volume agregat kasar per m3 beton dengan menggunakan Tabel 13. Volume agregat kasar yang digunakan diperoleh dari perkalian persentase volume agregat kasar dengan berat volume padat agregat kasar.

Tabel 13. Persentase Volume Agregat Kasar per m3Beton Ukuran

maksimum agregat kasar

(mm)

Persentase volume agregat kasar dibandingkan dengan satuan volume beton untuk modulus

kehalusan agregat halus tertentu

2,4 2,6 2,8 3,0

10,0 50 48 46 44

12,5 59 57 55 53

20,0 66 64 62 60

25,0 71 69 67 65

37,5 75 73 71 69

50,0 78 76 74 72

75,0 82 80 78 76

150,0 87 85 83 81

Sumber : Sugiyanto, dkk, 2000

h. Menghitung volume agregat halus (pasir dan bottom ash) dari selisih volume total beton dengan volume (semen + agregat kasar + air + udara terperangkap). Masing-masing nilai volume pasir dan bottom ash dihitung dengan cara mengkalikan persentase kandungan agregat tersebut dengan volume total agregat halus.

i. Dengan diketahuinya nilai volume dan berat jenis pasir dan bottom ash, maka menentukan masing-masing berat pasir dan bottom ash

yang digunakan untuk campuran beton. Sehingga berat seluruh material pembentuk beton per m3telah dapat ditentukan.


(70)

4. Pembuatan Beton

Langkah-langkah pembuatan beton, yaitu : a. Penakaran (Penimbangan) Bahan-Bahan

Menimbang bahan-bahan untuk pembuatan beton, seperti semen, agregat halus (pasir), agregat kasar (batu pecah), bottom ash, dan air sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan dari hasil rancangan campuran beton (mix design). Agregat kasar diayak terlebih dahulu dengan menggunakan ayakan diameter 25 mm, 19 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, sedangkanbottom ash dan pasir dengan menggunakan ayakan 4,75 mm. Takaran bahan dapat ditentukan menurut perbandingan berat atau perbandingan volume. Baik penakaran dengan ukuran berat maupun dengan volume, penakaran harus dilakukan dengan cermat. Takaran yang tidak tepat dapat mengakibatkan kualitas beton yang dihasilkan mungkin kurang memenuhi syarat mutu. Terutama takaran yang berkaitan dengan banyaknya air pengaduk, atau banyaknya semen, sebab jika faktor air semen tidak tepat maka akan sangat mempengaruhi kualitas betonnya. Makin besar harga faktor air semen pada komposisi beton bahan yang sama akan makin kecil kekuatan beton yang dihasilkan.

b. Pengadukan Beton

Adalah proses pencampuran antara bahan-bahan dasar beton yaitu semen Portland, pasir, batu pecah/split, bottom ash dalam kondisi SSD. Setelah itu, dilanjutkan dengan memasukan air yang dibutuhkan ke dalam campuran bahan-bahan. Pengadukan dilakukan sebanyak


(1)

Lampiran D.12

Penelitian : Pengaruh Bottom Ash Sebagai Bahan Pengganti Sebagian Agregat Halus Terhadap Kuat Tekan dan

Porositas Beton Pelaksana/Peneliti : Hertika

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan dan Konstruksi Teknik Sipil Universitas Lampung

Gambar 21. Pembacaan skala


(2)

Lampiran D.13

Penelitian : Pengaruh Bottom Ash Sebagai Bahan Pengganti Sebagian Agregat Halus Terhadap Kuat Tekan dan

Porositas Beton Pelaksana/Peneliti : Hertika

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan dan Konstruksi Teknik Sipil Universitas Lampung

PENGUJIAN POROSITAS BETON

Gambar 23. Memasukkan beton ke dalam oven


(3)

Lampiran D.14

Penelitian : Pengaruh Bottom Ash Sebagai Bahan Pengganti Sebagian Agregat Halus Terhadap Kuat Tekan dan

Porositas Beton Pelaksana/Peneliti : Hertika

Tempat Penelitian : Laboratorium Bahan dan Konstruksi Teknik Sipil Universitas Lampung

Gambar 25. Mendidihkan beton


(4)

(5)

(6)