BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Penggunaan Bottom Ash Sebagai Pengganti Agregat Halus Dan Semen Terhadap Perilaku Mekanik Beton

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

  Beton sangat umum digunakan dalam sebuah konstruksi teknik sipil. Hampir segala aspek bidang teknik sipil menggunakan struktur beton dalam pengerjaannya.

  Adapun aplikasi beton pada bangunan gedung bertingkat yakni mencakup bangunan pondasi, kolom, balok dan pelat. Selain itu, aplikasi terkait struktur bangunan air meliputi pengerjaan bendung, saluran irigasi, maupun drainase perkotaan. Sedangkan untuk konstruksi jalan, beton digunakan untuk pekerjaan perkerasan kaku (rigid

  

pavement) , saluran samping, dan gorong-gorong. Dapat ditarik kesimpulan, bahwa

semua struktur bangunan pada teknik sipil memerlukan pemakaian beton.

  Bahan dasar beton yang utama terdiri dari semen, agregat halus, agregat kasar, dan air. Apabila dibutuhkan, bahan tambah (admixture) dapat ditambahkan untuk memperbaiki beton yang dihasilkan. Bahan tambah ini fungsinya untuk mengubah sifat- sifat beton pada kondisi pekerjaan tertentu, atau untuk menghemat biaya. Akan tetapi, bahan tambah yang dipakai harus memenuhi standar yang disyaratkan oleh SNI.

  Pada umumnya, beton mengandung rongga udara sekitar 1% - 2%, pasta semen (semen dan air) sekitar 25% - 40%, dan agregat (agregat halus dan agregat kasar) sekitar 60% - 75%. Untuk mendapatkan kekuatan yang baik, sifat, dan karakteristik dari masing-masing bahan penyusun tersebut perlu dipelajari. (Tri Mulyono, 2003)

  Beton adalah material komposit yang rumit. Sebagai material komposit, sifat beton sangat bergantung pada sifat unsur masing-masing serta interaksi mereka. Ada 3 sistem umum yang melibatkan semen, yaitu pasta semen, mortar, dan beton, dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Unsur-unsur pembuat beton

  

Sumber : Paul Nugraha dan Antoni, 2007

  Agar memperoleh beton dengan hasil dan kualitas yang maksimal, pada pembuatannya perlu diperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi kekuatan beton tersebut. Parameter-parameter yang sangat mempengaruhi kekuatan beton tersebut yaitu: a.

  Kualitas semen b. Proporsi semen terhadap campuran c. Kekuatan dan kebersihan agregat d. Interaksi atau adhesi antara pasta semen dengan agregat e. Pencampuran yang cukup dari bahan-bahan pembentuk beton f. Penempatan yang benar, penyelesaian, dan pemadatan beton g.

  Perawatan beton h. Kandungan klorida tidak melebihi 0,15% dalam beton yang diekspos dan 1% bagi beton yang tidak diekspos Dari pemakaiannya yang begitu luas, maka dapat diduga sejak dini bahwa struktur beton mempunyai banyak keunggulan dibanding materi struktur yang lain.

  (Paul Nugraha dan Antoni, 2007) Keunggulan-keunggulan beton antara lain: 1.

  Ketersediaan (availability) material dasar Agregat dan air pada umumnya bisa didapat dari lokal setempat. Semen pada umumnya juga dapat dibuat di daerah setempat, bila tersedia. Dengan demikian, biaya pembuatan relatif lebih murah karena semua bahan bisa didapat di dalam negeri, bahkan bisa setempat.

  2. Kemudahan untuk digunakan (versatility) Pengangkutan bahan mudah, karena masing-masing bisa diangkut secara terpisah. Beton bisa dipakai untuk berbagai struktur atau keperluan dekoratif lainnya.

  3. Kemampuan beradaptasi (adaptability) Beton bersifat monolit sehingga tidak memerlukan sambungan seperti baja, dapat dicetak dengan bentuk dan ukuran berapapun, dan dapat diproduksi dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan situasi sekitar.

  4. Kebutuhan pemeliharaan yang minimal Secara umum ketahanan (durability) beton cukup tinggi, lebih tahan karat, sehingga tidak perlu dicat seperti struktur baja, dan lebih tahan terhadap bahaya kebakaran.

  Disamping segala keunggulan diatas, beton sebagai struktur juga mempunyai beberapa kelemahan yang perlu dipertimbangkan.

  3 1.

  . Berat sendiri beton yang besar, sekitar 2400 kg/m

  2. Kekuatan tariknya rendah, meskipun kekuatan tekannya besar.

  3. Beton cenderung untuk retak, karena semennya hidraulis.

  4. Kualitasnya sangat tergantung pada cara pelaksanaan di lapangan. Beton yang baik maupun yang buruk dapat terbentuk dari rumus dan campuran yang sama.

  5. Struktur beton sulit untuk dipindahkan, pemakaian kembali (daur ulang) sulit dan tidak ekonomis.

  6. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.

  7. Beton sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton.

  Meskipun demikian beberapa kelemahan beton tersebut diatas dapat diatasi dengan berbagai cara, yaitu:

  1. Untuk elemen struktural: membuat beton mutu tinggi, beton pratekan, atau keduanya, sedangkan untuk elemen non-struktural dapat memakai beton ringan.

  2. Memakai beton bertulang atau beton pratekan.

  3. Melakukan perawatan (curing) yang baik untuk mencegah terjadinya retak, memakai beton pratekan atau memakai bahan tambahan yang mengembang (expansive admixtures).

  4. Mempelajari teknologi beton dan melakukan pengawasan dan kontrol kualitas yang baik. Bila perlu bisa memakai beton jadi (ready mix) atau beton pracetak.

  5. Beberapa elemen struktural dibuat pracetak sehingga dapat dilepas per elemen seperti baja.

2.2 Jenis-Jenis Beton

  Beton dapat dibedakan menjadi tiga berdasarkan beratnya, yaitu beton berat, beton sedang, dan beton ringan. Beton dapat pula dibedakan berdasarkan material pembentuknya dan kegunaan strukturnya. Beton jenis lain pada prinsipnya sama dengan beton normal, yang membedakan adalah material tambahan yang digunakan.

  2.2.1 Beton Ringan

  Beton ringan adalah beton yang diproduksi dengan menggunakan agregat ringan dalam pembuatannya. Menurut SNI, berat jenis agregat ringan dibatasi sebesar 1900

  3

  kg/m . Agregat yang dipakai umumnya adalah batu apung (pumice), expanded atau hasil pembakaran lempung, shale, residu batubara, perlite, dan sebagainya. Selain itu, beton ringan dapat dibuat dengan memberi bahan tambah yang mampu membentuk gelembung udara, sehingga menghasilkan pori yang tinggi pada beton. Hal ini mengakibatkan beton dengan banyak pori memiliki berat jenis lebih rendah dari beton biasa.

  2.2.2 Beton Berat

  Beton berat adalah beton yang dihasilkan dari agregat yang mempunyai berat isi

  3

  lebih besar dari beton normal atau lebih dari 2400 kg/m . Beton yang mempunyai berat yang tinggi ini biasanya digunakan untuk kepentingan tertentu seperti menahan radiasi, menahan benturan dan lainnya.

  2.2.3 Beton Massa

  Beton masaa adalah beton yang dituang dalam skala besar, yaitu perbandingan antara volume dan luas permukaannya besar. Beton massa digunakan untuk pekerjaan beton yang besar, seperti bendungan, kanal, pondasi jembatan, pilar, dan lain-lain.

  2.2.4 Ferosemen Ferosemen adalah bahan gabungan yan diperoleh dari campuran beton dengan

.

  tulangan kawat ayam/kawat yang dianyam Beton jenis ini akan mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dan daktail. Ketebalannya biasanya antara 10-60 mm dengan volume tulangan 6%-8% satu lapis atau dua lapis. Karena kerapatannya yang tinggi dari tulangan, maka volume agregat halus sekitar 60%-75% volume mortarnya.

  2.2.5 Beton Serat

  Beton serat (fibre concrete) adalah campuran beton ditambah dengan serat, umumnya berupa batang-batang dengan ukuran 5-500 µm, dengan panjang sekitar 25 mm. Bahan serat dapat berupa serat asbestos, serat plastic (poly-propylene), atau potongan kawat baja. Kelemahannya sulit dikerjakan, namun lebih banyak kelebihannya, antara lain kemungkinan terjadi segresi kecil dan lebih daktail.

  2.2.6 Beton Non Pasir

  Beton non pasir adalah suatu bentuk sederhana dari jenis beton ringan yang diperoleh dengan cara menghilangkan bagian agregat halus pada pembuatan beton.

  Dengan tidak adanya agregat halus dalam campuran beton dapat menghasilkan suatu sistem keseragaman rongga yang terdistribusi di dalam massa beton, serta akan mengurangi berat jenis beton.

  2.2.7 Beton Siklop

  Beton siklop adalah beton yang menggunakan agregat dengan ukuran relatif besar. Ukuran agregat kasar dapat sampai sebear 20 cm, namun proporsi agregat yang lebih besar dari biasanya ini sebaiknya tidak lebih dari 20 persen agregat seluruhnya.

2.2.8 Beton Hampa

  Beton hampa adalah beton yang air sisa dari proses hidrasinya (sekitar 50%), disedot keluar setelah beton mengeras. Penyedotan ini dinamakan vacuum method. Air yang tertinggal hanya air yang dipakai untuk reaksi dengan semen sehingga beton yang diperoleh sangat kuat.

2.3 Bahan Penyusun Beton

2.3.1 Semen

2.3.1.1 Umum

  Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah berhubungan dengan air. Agregat tidak memainkan peranan yang penting dalam reaksi kimia tersebut, tetapi berfungsi sebagai bahan pengisi mineral yang dapat mencegah perubahan-perubahan volume beton setelah pengadukan selesai dan memperbaiki keawetan beton yang dihasilkan.

  Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (hardened concrete).

  Fungsi utama semen adalah mengikat butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butir-butir agregat. Walaupun komposisi semen dalam beton hanya sekitar 10%, namun karena fungsinya sebagai bahan pengikat maka peranan semen menjadi penting.

  Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : 1).

  Semen non-hidrolik dan 2). Semen hidrolik.

  Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non-hidrolik adalah kapur. Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik, antara lain kapur hidrolik, semen pozollan, semen terak, semen alam, semen portland, semen portland pozolland, dan semen alumina.

  Sifat-sifat fisik semen adalah sebagai berikut:

  a. Kehalusan Butir Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pada semen. Secara umum, semen berbutir halus meningkatkan kohesi pada beton segar dan dapat mengurangi

  

bleeding (kelebihan air yang bersama dengan semen bergerak ke permukaan adukan

  beton segar), akan tetapi menambah kecenderungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut.

  b. Waktu ikatan Waktu ikatan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai sutu tahap dimana pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu tersebut terhitung sejak air tercampur dengan semen. Waktu dari pencampuran semen dengan air sampai saat kehilangan sifat keplastisannya disebut waktu ikat awal, dan pada waktu sampai pastanya menjadi massa yang keras disebut waktu ikat akhir. Pada semen portland biasanya batasan waktu ikatan semen adalah: Waktu ikat awal > 60 menit Waktu ikat akhir > 480 menit

  Waktu ikatan awal yang cukup awal diperlukan untuk pekerjaan beton, yaitu waktu transportasi, penuangan, pemadatan, dan perataan permukaan.

  c. Panas hidrasi Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjadi media perekat yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi membentuk media perekat ini disebut hidrasi.

  d. Pengembangan volume (lechathelier) Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beon, karena itu pengembangan beton dibatasi sebesar ± 0,8% (A.M Neville, 1995). Akibat perbesaran volume tersebut, ruang antar partikel terdesak dan akan timbul retak-retak.

  2.3.1.2 Semen Portland

  Semen Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder) yang dihasilkan dengan menghaluskan klinker yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.

  2.3.1.3 Jenis-jenis Semen Portland

  Peraturan Beton 1989 (SKBI.1.4.53.1989) membagi semen portland menjadi lima jenis (SK.SNI T-15-1990-03:2) yaitu: a.

  Tipe I, semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Digunakan untuk bangunan- bangunan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus. Jenis ini paling banyak diproduksi karena digunakan untuk hampir semua jenis konstruksi.

  b.

  Tipe II, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi dengan tingkat sedang. Digunakan untuk konstruksi bangunan dan beton yang terus-menerus berhubungan dengan air kotor atau air tanah atau untuk pondasi yang tertahan di dalam tanah yang mengandung air agresif (garam-garam sulfat) dan saluran air buangan atau bangunan yang berhubungan langsung dengan rawa.

  c.

  Tipe III, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan awal yang tinggi dalam fase permulaan setelah pengikatan terjadi. Kekuatan 28 hari umumnya dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen jenis ini umum dipakai ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika struktur harus dapat cepat dipakai.

  d.

  Tipe IV, semen portland yang dalam penggunaannya diperlukan panas hidrasi yang rendah. Digunakan untuk pekerjaan-pekarjaan dimana kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus minimum. Misalnya pada bangunan seperti bendungan gravitasi yang besar.

  e.

  Tipe V, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Digunakan untuk bangunan yang berhubungan dengan air laut serta untuk bangunan yang berhubungan dengan air tanah yang mengandung sulfat dalam persentase yang tinggi.

2.3.1.4 Bahan Dasar Semen Portland

  Semen portland terbuat dari empat bahan dasar, sebagai berikut:

  3 2.

1. Batu kapur (limestone)/kapur (chalk) yang mengandung CaCO

2.3.1.5 Senyawa Utama Dalam Semen Portland

3 S dan C

  6

  3CaO.SiO

  2 C

  3 S

  50 Dikalsium Silikat CaSiO

  4

  2CaO.SiO

  2 C

  2 S

  25 Trikalsium Aluminat Ca

  3 Al

  2 O

  3 C

  3CaO.Al

  2 O

  Trikalsium silikat CaSiO

  3 A

  12 Tetrakalsium

  2Ca

  5

  4CaO.Al

  2 O

  3 .

  C

  4 AF

  8

  5

  Utama Rumus Empiris Rumus Oksida Notasi Pendek Kadar Rata-rata (%)

  Pasir silika/tanah liat yang mengandung SiO

  Dikalsium Silikat (2CaO.SiO

  2 & Al

  2 O

  3 3.

  Pasir/kerak besi yang mengandung Fe

  

2 O

  3 4.

  Gypsum yang mengandung CaSO

  4

  .H

  

2

O

  Senyawa kimia yang utama dari semen portland antara lain: a. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO

  2 ) yang disingkat menjadi C 3 S.

  b.

  2

Tabel 2.1 Empat Senyawa Utama dari Semen Portland Nama Oksida

  ) yang disingkat menjadi C

  2 S.

  c.

  Trikalsium Aluminat (3CaO.Al

  2 O 3 ) yang disingkat menjadi C

  3 A.

  d.

  Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO.Al

  2 O 3 .Fe

  2 O 3 ) yang disingkat menjadi

  C 4 AF. Senyawa tersebut menjadi kristal-kristal yang paling mengikat/mengunci ketika menjadi klinker. Komposisi C

  2 S adalah 70% - 80% dari berat semen dan

  merupakan bagian yang paling dominan memberikan sifat semen (Cokrodimuldjo, 1992).

2 AlFeO

  Aluminoferrit Fe O

  2

  3 Kalsium Sulfat

  Dihidrat (Gypsum) CaSO

  4 .2H

  2 O

  2

  3.5 CŜH

  Sumber : Paul Nugraha dan Antoni, 2007

2.3.2 Agregat

2.3.2.1 Umum

  Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton. Komposisi agregat dalam campuran beton cukup besar, sebanyak 60%

  • 70% dari berat campuran beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar, agregat ini pun menjadi penting. Dengan agregat yang baik, beton dapat dikerjakan (workable), kuat, tahan lama (durable), dan ekonomis.

Tabel 2.2 Pengaruh sifat agregat pada sifat beton Sifat Agregat Pengaruh pada Sifat Beon

  Kelecakan Pengikatan Bentuk, tekstur, gradasi Beton cair dan Pengerasan

  Sifat fisik, sifat kimia, Kekuatan. Kekerasan, Beton keras mineral ketahanan (durability)

  Sumber : Paul Nugraha dan Antoni, 2007

  Secara umum, agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm (British Standard) atau 4.75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm.

  Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir, dan lain sebagainya) ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas, dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap agresi kimia, serta ketahanan terhadap penyusutan.

2.3.2.2 Jenis-Jenis Agregat

  Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan buatan ini pun dapat dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya. Pada Gambar 2.2 dapat dilihat pembagian jenis agreat berdasarkan sumber materialnya.

Gambar 2.2 Klasifikasi agregat berdasarkan sumber material

  Sumber : Tri Mulyono, 2007

  Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan penggunaan agregat dalam campuran beton ada lima, yaitu:

  1. Volume Udara Udara yang terdapat dalam campuran beton akan mempengaruhi proses pembuatan beton, terutama setelah terbentuknya pasta semen.

  2. Volume Padat Kepadatan volume agregat akan mempengaruhi berat isi dari beton jadi.

  3. Berat jenis agregat Berat jenis agregat akan mempengaruhi proporsi campuran dalam berat sebagai kontrol.

  4. Penyerapan Penyerapan berpengaruh pada berat jenis.

  5. Kadar air permukaan agregat Kadar air permukaan agregat berpengaruh pada penggunaan air saat pencampuran.

  1. Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk

  Bentuk agregat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara alamiah bentuk agregat dipengaruhi oleh proses geologi batuan. Setelah dilakukan penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh cara peledakan maupun mesin pemecah batu dan teknik yang digunakan. Jika dikonsolidasikan, butiran yang bulat akan menghasilkan campuran beton yang lebih baik jika dibandingkan dengan butiran yang pipih. Penggunaan pasta semennya akan lebih ekonomis. Bentuk

  • –bentuk agregat ini lebih banyak berpengaruh terhadap sifat pengerjaan pada beton segar (fresh concrete).

  Test standar yang dapat digunakan dalam menentukan bentuk agregat ini adalah ASTM D-3398. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah sebagai berikut: 1.

  Agregat Bulat Agregat bulat terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau keseluruhannya terbentuk karena penggeseran. Rongga udaranya minimum 33%, sehingga rasio luas permukaannnya kecil. Beton yang dihasilkan dari agregat ini kurang cocok untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat kurang kuat.

  2. Agregat Bulat Sebagian atau Tidak Teratur Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena pergeseran sehingga permukaan atau sudut-sudutmya berbentuk bulat. Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35% - 38%, sehingga membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk mutu tinggi karena ikatan antara agregat belum cukup baik (masih kurang kuat).

  3. Agregat Bersudut Agregat ini mempunyai sudut-sudut yang tampak jelas, yang terbentuk di tempat-tempat perpotongan bidang-bidang dengan permukaan kasar. Rongga udara pada agregat ini berkisar antara 38% - 40%, sehingga membutuhkan lebih banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu tinggi karena ikatan antara agregatnya baik (kuat).

  4. Agregat Panjang Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran terbesarnya lebih dari 9/5 dari ukuran rata-rata. Ukuran rata-rata ialah ukuran ayakan yang meloloskan dan menahan butiran agregat. Sebagai contoh, agregat dengan ukuran rata-rata 15 mm akan lolos ayakan 19 mm dan tertahan oleh ayakan 10 mm. Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran terkecil butirannya lebih kecil dari 27 mm (9/5 x 15 mm). Agregat jenis ini akan berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Agregat jenis ini cenderung menghasilkan kuat tekan beton yang buruk.

  5. Agregat Pipih Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran-ukuran lebar dan tebalnya kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak baik untuk campuran beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran terkecilnya kurang dari 35 ukuran rata-ratanya. Menurut Galloway (1994), agregat pipih mempunyai perbandingan antara panjang dan lebar dengan ketebalan rasio 1:3 yang dapat digambarkan sama dengan uang logam.

  6. Agregat Pipih dan Panjang Agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.

  2. Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan

  Ukuran susunan agregat tergantung dari kekerasan, ukuran molekul, tekstur batuan dan besarnya gaya yang bekerja pada permukaan butiran yang telah membuat licin atau kasar permukaan tersebut. Secara umum susunan permukaan ini sangat berpengaruh pada kemudahan pekerjaan. Semakin licin permukaan agregat akan semakin sulit beton untuk dikerjakan. Umumnya jenis agregat dengan permukaan kasar lebih disukai. Jenis agragat berdasarkan tekstur permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut: 1.

  Agregat Licin/Halus (Glassy) Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat dengan permukaan kasar. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan menambah kekuatan gesekan antara pasta semen dengan permukaan butiran agregat sehingga beton yang menggunakan agragat ini cenderung mutunya lebih rendah. Agregat licin terbentuk dari akbat pengikisan oleh air, atau akibat patahnya batuan (rocks) berbutir halus atau batuan yang berlapis-lapis.

  2. Berbutir (Granular) Pecahan agregat jenis ini berbentuk bulat dan seragam.

  3. Kasar Pecahannya kasar dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang mengandung bahan-bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas melalui pemeriksaan visual.

  4. Kristalin (Cristalline) Agregat jenis ini mengandung kristal-kristal yang tampak dengan jelas melalui pemeriksaan visual.

  5. Berbentuk Sarang Lebah (Honeycombs) Tampak dengan jelas pori-porinya dan rongga-rongganya. Melalui pemeriksaan visual kita dapat melihat lubang-lubang pada batuannya.

  3. Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal

  Berdasarkan ukuran butir, agregat dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu agregat kasar dan agregat halus.

  1. Agregat Halus Agregat halus (pasir) adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus (pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher).

  Agregat alami yang digunakan untuk agregat campuran beton dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: a.

  Pasir galian Pasir golongan ini diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan cara menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori dan bebas dari kandungan garam, tetapi biasanya harus dibersihkan dari kotoran tanah dengan cara mencucinya.

  b.

  Pasir sungai Pasir ini diperoleh langsung dari dasar sungai, umumnya berbutir halus, bulat- bulat akibat proses gesekan. Daya lekat antar butir-butir agak kurang karena butir yang bulat. Karena besar butir-butirnya kecil, maka baik dipakai untuk memplester tembok, juga dapat dipakai untuk keperluan yang lain.

  c.

  Pasir laut

  Pasir laut ini adalah pasir yang diambil dari pantai. Butir-butirnya halus dan bulat karena gesekan. Pasir ini merupakan pasir yang paling jelek karena banyak mengandung garam-garaman. Garam-garaman ini menyerap kandungan air dari udara dan ini mengakibatkan pasir selalu agak basah dan juga menyebabkan pengembangan bila sudah menjadi bangunan.

4. Spesifikasi dari Agregat Halus

  Agregat halus yang akan digunakan harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh ASTM. Jika seluruh spesifikasi yang ada telah terpenuhi, maka barulah dapat dikatakan agregat tersebut bermutu baik. Adapun spesifikasi tersebut adalah: 1.

  Susunan Butiran (Gradasi) Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus. Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu:

  Pasir Kasar : 2.9 < FM < 3.2 Pasir Sedang : 2.6 < FM < 2.9 Pasir Halus : 2.2 < FM < 2.6

  Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM C 33

  • – 74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.3 Batasan Gradasi untuk Agregat Halus

  Ukuran Saringan ASTM Persentase berat yang lolos pada tiap saringan

  9.5 mm (3/8 in) 100 4.76 mm (No. 4)

  95

  • – 100 2.36 mm ( No.8)

  80

  • – 100 1.19 mm (No.16)

  50

  • – 85 0.595 mm ( No.30 )

  25

  • – 60 0.300 mm (No.50)

  10

  • – 30 0.150 mm (No.100)

  2

  • – 10

  Sumber : ASTM C33

  • – 74a 2.

  Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 5% (terhadap berat kering). Apabila kadar Lumpur melampaui 5%, maka agragat harus dicuci.

3. Kadar Liat tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering).

  4. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organik yang akan merugikan beton, atau kadar organik jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih tua dari standar percobaan Abrams-Harder.

  5. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.

6. Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat: Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.

  Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 15%.

  2. Agregat Kasar Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4,80 mm atau 4,75 mm (standard ASTM). Sifat agregat kasar

  (British Standard)

  mempengaruhi kekuatan akhir beton keras dan daya tahannya terhadap disintegrasi beton, cuaca, dan efek-efek rusak lainnya.

  Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari butiran yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat ukuran yang besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau penggunaan semen yang minimal.

  Jenis agregat kasar secara umum adalah sebagai berikut: 1.

  Batu pecah alami : bahan ini diperoleh dari cadas atau batu pecah alami yang digali, yang berasal dari gunung merapi.

  2. Kerikil alami : kerikil didapat dari proses alami, yaitu dari pengikisan tepi maupun dasar sungai oleh air sungai yang mengalir.

  3. Agregat kasar buatan : terutama berupa slag atau shale yang biasa digunakan untuk beton berbobot ringan. Biasanya hasil dari proses lain seperti dari blast-

  furnace dan lain-lain.

  4. Agregat untuk pelindung nuklir dan berbobot berat : dengan adanya tuntutan yang spesifik pada zaman atom yang sekarang ini, juga untuk pelindung dari radiasi nuklir sebagai akibat banyaknya pembangkit atoman stasiun tenaga nuklir, maka perlu ada beton yang melindungi dari sinar X, sinar gamma, dan neutron. Pada beton demikian syarat ekonomis maupun syarat kemudahan pengerjaan tidak begitu menentukan. Agregat yang diklasifikasikan disini misalnya baja pecah, barit, magnatit, dan limonit.

5. Spesifikasi dari Agregat Kasar

  Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

1. Susunan Butiran (Gradasi)

  Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam batas-batas seperti yang terlihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar

  Ukuran Lubang Ayakan (mm) Persentase Lolos Kumulatif (%) 38,10

  95

  • – 100 19,10

  35

  • – 70 9,52

  10

  • – 30 4,75
  • – 5

  Sumber : ASTM C33/03 2.

  Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang reaktif terhadap alkali dapat dipakai untuk pembuatan beton dengan semen yang kadar alkalinya tidak lebih dari 0,06% atau dengan penambahan bahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian.

3. Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori atau tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca seperti terik matahari atau hujan.

  4. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka agregat harus dicuci.

  5. Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat berikut: Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5-19,1 mm lebih dari 24% berat.

   Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1-30 mm lebih dari 22% berat.

   6. Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50%.

  6. Jenis Agregat Berdasarkan Berat

  Agregat dapat dibedakan berdasarkan beratnya. Ada tiga jenis agregat berdasarkan beratnya, yaitu agregat normal, agregat ringan, dan agregat berat.

  1. Agregat normal Agregat normal dapat dihasilkan dari pemecahan batuan dari quarry atau langsung diambil dari alam. Agregat ini biasanya memiliki berat jenis rata-rata 2,5 sampai dengan 2,7. Beton yang dibuat dengan agregat normal adalah beton yang memiliki berat isi 2.200-2.500 kg/m3. Beton yang dihasilkan dengan menggunakan agregat ini memiliki kuat tekan sekitar 15-40 Mpa (SK.SNI.T-15- 1990:1).

  2. Agregat ringan Agregat ringan dipergunakan untuk menghasilkan beton yang ringan dalam sebuah bangunan yang memperhitungkan berat dirinya. Berat isi agregat ringan ini berkisar antara 350-880 kg/m3 untuk agregat kasar, dan 750-1.200 kg/m3 untuk agregat halusnya (SK.SNI.T-15-1990:1).

  3. Agregat berat Agregat berat memiliki berat jenis lebih besar dari 2.800 kg/m3. Agregat ini biasanya dipergunakan untuk menghasilkan beton untuk proteksi terhadap radiasi nuklir (SK.SNI.T-15-1990:1).

2.3.3 Air

  Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta sebagai bahan pelumas antar butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Kandungan air yang rendah menyebabkan beton sulit dikerjakan (tidak mudah mengalir), dan kandungan air yang tinggi menyebabkan kekuatan beton akan rendah serta betonnya porous.

  Air yang digunakan sebagai campuran harus bersih, tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak beton.

  Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut: a.

  Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter. b.

  Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.

  c.

  Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.

  d.

  Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

  Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk pengadukan, tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna permukaan beton. Besi dan zat organis dalam air umumnya sebagai penyebab utama pengotoran atau perubahan warna, terutama jika perawatan cukup lama.

2.3.4 Bahan Tambahan

2.3.4.1 Umum

  Bahan tambah (admixture) adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam campuran beton pada saat atau selama percampuran berlangsung. Fungsi dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih cocok untuk pekerjaan tertentu, atau untuk menghemat biaya.

  Admixture atau bahan tambah yang didefinisikan dalam Standard Definitions of

Terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates (ASTM C.125-1995:61)

  dan dalam Cement and Concrete Terminology (ACI SP-19) adalah sebagai material selain air, agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung. Bahan tambah digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik dari beton misalnya untuk dapat dengan mudah dikerjakan, mempercepat pengerasan, menambah kuat tekan, penghematan, atau untuk tujuan lain seperti penghematan energi.

  Bahan tambah biasanya diberikan dalam jumlah yang relatif sedikit, dan harus dengan pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan yang justru akan dapat memperburuk sifat beton.

  Di Indonesia bahan tambah telah banyak dipergunakan. Manfaat dari penggunaan bahan tambah ini perlu dibuktikan dengan menggunakan bahan agregat dan jenis semen yang sama dengan bahan yang akan dipakai di lapangan. Dalam hal ini bahan yang dipakai sebagai bahan tambah harus memenuhi ketentuan yang diberikan oleh SNI. Untuk bahan tambah yang merupakan bahan tambah kimia harus memenuhi syarat yang diberikan dalam ASTM C.494, “Standard Spesification for Chemical

  Admixture for Concrete”.

  Untuk memudahkan pengenalan dan pemilihan admixture, perlu diketahui terlebih dahulu kategori dan penggolongannya, yaitu:

  1. Air entraining Agent (ASTM C 260), yaitu bahan tambah yang ditujukan untuk membentuk gelembung-gelembung udara berdiameter 1 mm atau lebih kecil di dalam beton atau mortar selama pencampuran, dengan maksud mempermudah pengerjaan beton pada saat pengecoran dan menambah ketahanan awal pada beton.

  2. Chemical admixture (ASTM C 494), yaitu bahan tambah cairan kimia yang ditambahkan untuk mengendalikan waktu pengerasan (memperlambat atau mempercepat), mereduksi kebutuhan air, menambah kemudahan pengerjaan beton, meningkatkan nilai slump dan sebagainya.

  3. Mineral admixture (bahan tambah mineral), merupakan bahan tambah yang dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan tambah mineral ini lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton, sehingga bahan ini cenderung bersifat penyemenan. Keuntungannya antara lain: memperbaiki kinerja workability, mempertinggi kuat tekan dan keawetan beton, mengurangi porositas dan daya serap air dalam beton. Beberapa bahan tambah mineral ini adalah pozzolan, fly ash, slag, dan silica fume.

  4. Miscellanous admixture (bahan tambah lain), yaitu bahan tambah yang tidak termasuk dalam ketiga kategori diatas seperti bahan tambah jenis polimer (polypropylene, fiber mash, serat bambu, serat kelapa dan lainnya), bahan pencegah pengaratan, dan bahan tambahan untuk perekat (bonding agent).

2.3.4.2 Alasan Penggunaan Bahan Tambahan

  Penggunaan bahan tambahan harus didasarkan pada alasan-alasan yang tepat misalnya untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu pada beton. Pencapaian kekuatan awal yang tinggi, kemudahan pekerjaan, menghemat harga beton, memperpanjang waktu pengerasan dan pengikatan, mencegah retak dan lain sebagainya. Para pemakai harus menyadari hasil yang diperoleh tidak akan sesuai dengan yang diharapkan pada kondisi pembuatan beton dan bahan yang kurang baik.

  Keuntungan penggunaan bahan tambah pada sifat beton, antara lain: a. Pada beton segar (fresh concrete)

  Memperkecil faktor air semen Mengurangi penggunaan air Mengurangi penggunaan semen Memudahkan dalam pengecoran Memudahkan finishing b. Pada beton keras (hardened concrete)

  Meningkatkan mutu beton Kedap terhadap air (low permeability) Meningkatkan ketahanan beton (durability) Berat jenis beton meningkat

2.3.4.3 Perhatian Penting dalam Penggunaan Bahan Tambahan

  Penggunaan bahan tambah di lapangan sering menimbulkan masalah-masalah tidak terduga yang tidak menguntungkan, karena kurangnya pengetahuan tentang interaksi antara bahan tambahan dengan beton. Untuk mengurangi dan mencegah hal yang tidak terduga dalam penggunaan bahan tambah tersebut, maka penggunaan bahan tambah dalam sebuah campuran beton harus dikonfirmasikan dengan standar yang berlaku dan yang terpenting adalah memperhatikan dan mengikuti petunjuk dalam manualnya jika menggunakan bahan “paten” yang diperdagangkan.

  a.

  Mempergunakan bahan tambahan sesuai dengan spesifikasi ASTM (American Society for Testing and Materials ) dan ACI (American Concrete International).

  Parameter yang ditinjau adalah:

   Pengaruh pentingnya bahan tambahan pada penampilan beton.

   Pengaruh samping (side effect) yang diakibatkan oleh bahan tambahan.

  Banyak bahan tambahan mengubah lebih dari satu sifat beton, sehingga kadang-kadang merugikan.

   Sifat-sifat fisik bahan tambahan.

   Konsentrasi dari komposisi bahan yang aktif, yaitu ada tidaknya komposisi bahan yang merusak seperti klorida, sulfat, sulfide, phosfat, juga nitrat dan amoniak dalam bahan tambahan.

  Bahaya yang terjadi terhadap pemakai bahan tambahan.

   Kondisi penyimpanan dan batas umur kelayakan bahan tambahan.

   Persiapan dan prosedur pencampuran bahan tambahan pada beton segar.

   Jumlah dosis bahan tambahan yang dianjurkan tergantung dari kondisi

   struktural dan akibatnya bila dosis berlebihan.

   misalnya FAS, tipe dan gradasi agregat, tipe, dan lama pengadukan.

  Efek bahan tambah sangat nyata untuk mengubah karakteristik beton

  b.

  Mengikuti petunjuk yang berhubungan dengan dosis pada brosur dan melakukan pengujian untuk mengontrol pengaruh yang didapat.

  Biasanya percampuran bahan tambahan dilakukan pada saat percampuran beton. Karena kompleksnya sifat bahan tambahan beton terhadap beton, maka interaksi pengaruh bahan tambahan pada beton, khususnya interaksi pengaruh bahan tambahan pada semen sulit diprediksi. Sehingga diperlukan percobaan pendahuluan untuk menentukan pengaruhnya terhadap beton secara keseluruhan.

2.3.4.4 Jenis Admixture

1. Mineral Admixture

a. Kerak Tanur Tinggi (Slag)

  merupakan hasil residu pembakaran tanur tinggi. Definisi slag dalam

  Slag

  ATSM. C.989, “Standard Spesification for Ground Granulated Blast-Furnace Slag Use in Concrete and M ortar”, (ASTM, 1995 : 494) adalah produk non-metal yang merupakan material berbentuk halus, granular hasil pembakaran yang kemudian didinginkan, misalnya dengan mencelupkannya ke dalam air.

  Slag dihasilkan oleh industri peleburan baja yang secara fisik menyerupai

  agregat kasar. Slag adalah kerak, bahan sisa dari pengecoran besi (pig iron), dimana prosesnya memakai dapur (furnace) yang bahan bakarnya dari udara yang ditiupkan (blast). Material penyusun slag adalah kapur, silika, dan alumina yang bereaksi pada temperatur 1600°C dan berbentuk cairan. Bila cairan ini didinginkan secara lambat maka akan terjadi kristal yang tak berguna sebagai campuran semen dan dapat dipakai sebagai pengganti agregat. Namun membentuk granulated glass yang sangat reaktif, yang cocok untuk pembuatan semen slag. Slag tersebut kemudian digiling hingga halus, dapat dipakai sebagai bahan pengganti semen pada pembuatan beton. Seiring dengan semangat pelestarian lingkungan, maka perusahaan penghasil limbah slag mencari solusi pemanfaatan limbah slag tersebut. Berdasarkan penelitian sebelumnya limbah

  

slag dapat dimanfaatkan sebagai agregat kasar dan agregat halus dalam bahan

konstruksi dan campuran perkerasan aspal.

b. Uap Silika (Silika Fume)

  Uap silika terpadatkan (Condensed Silica Fume, CSF) adalah produk samping dari proses fusi (smelting) dalam produksi silikon metal dan amalgam ferrosilikon (pada pabrik pembuatan mikrochip untuk komputer). Juga disebut siliks fume (SF),

  

microsilika, silica fume dust, amorphous silica , dan sebagainya. Namun SF yang

  dipakai untuk beton adalah yang mengandung lebih dari 75% silikon. Secara umum, SF mengandung SiO2 86-96%, ukuran butir rata-rata 0,1-0,2 micrometer, dan strukturnya amorphous (bersifat reaktif dan tidak terkristalisasi). Ukuran siliks fume ini lebih halus dari pada asap rokok. Silika fume berbentuk seperti fly ash, tetapi ukurannya lebih kecil sekitar seratus kali lipatnya. SF bisa didapat dalam bentuk bubuk, dipadatkan atau cairan yang dicampurkan dengan air 50%. Berat jenisnya sekitar 2,20 tetapi bulk density hanya 200-300 kg/m³. Specific suface area sangat besar, yaitu 15-25 m²/g.