Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organik Kulit Buah Kakao Dan Kulit Buah Pisang Dalam Ransum Yang Difermentasi Berbagai Bioaktivator Pada Kambing Kacang Jantan

(1)

KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK KULIT

BUAH KAKAO DAN KULIT BUAH PISANG DALAM RANSUM

YANG DIFERMENTASI BERBAGAI BIOAKTIVATOR PADA

KAMBING KACANG JANTAN

SKRIPSI

ANTONIUS HUTABARAT 100306075

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK KULIT

BUAH KAKAO DAN KULIT BUAH PISANG DALAM RANSUM

YANG DIFERMENTASI BERBAGAI BIOAKTIVATOR PADA

KAMBING KACANG JANTAN

SKRIPSI

Oleh :

ANTONIUS HUTABARAT 100306075/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul Penelitian : Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Kulit Buah Kakao dan Kulit Buah Pisang dalam Ransum yang Difermentasi Berbagai Bioaktivator pada Kambing Kacang Jantan

Nama : Antonius Hutabarat NIM : 100306075

Program Studi : Peternakan

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ir. Armyn Hakim Daulay, M.BA

Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan


(4)

ABSTRAK

ANTONIUS HUTABARAT, 2014 “Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Kulit Buah Kakao dan Kulit Buah Pisang Dalam Ransum yang Difermentasi Berbagai Bioaktivator pada Kambing Kacang Jantan” di bimbing oleh Ma’ruf Tafsin dan Armyn Hakim Daulay.

Pemanfaatan kulit buah kakao dan kulit buah pisang perlu dimaksimalkan dengan melakukan fermentasi. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara selama 4 bulan, dimulai bulan Agustus 2014-Desember 2014. Penelitian ini menggunakan 20 ekor kambing kacang jantan dengan bobot awal 10.47±0.28 kg dan rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan dan 5 ulangan. Level dari setiap perlakuan adalah sama yakni, kulit buah kakao 20% + kulit buah pisang 30 %. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah P0 sebagai kontrol (tanpa fermentasi), P1= fermentasi MOL, P2= fermentasi isolat bakteri rumen kerbau, P3= fermentasi starbio.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kecernaan bahan kering 70.74 % dimana P0: 70.59% ; P1: 70.11%; P2: 69.95%; dan P3: 72.31%. Rataan kecernaan bahan organik 79.61% dengan P0: 79.62% ; P1: 79.28% ; P2: 78.88% dan P3: 80.65%. Kecernaan bahan kering dan bahan organik (BK dan BO) menunjukkan perbedaan yang tidak berbeda nyata (P>0,05).

Kesimpulan hasil penelitian ini adalah pemanfaatan kulit kakao dan kulit pisang dengan fermentasi tidak dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik kambing kacang jantan.

Kata kunci: Kambing kacang, kulit buah kakao, kulit buah pisang, bioaktivator dan kecernaan


(5)

ABSTRACT

ANTONIUS HUTABARAT, 2014 "Digestibility Dry Ingredients and Materials Organic Cacao Fruit Peel and Peel Bananas In rations fermented beans Various bio-activator at Kacang Goats Males" guided by Ma'ruf Tafsin and Armyn Hakim Daulay.

Utilization of cacao fruit peel and peel bananas should be maximized by fermentation. This study aims to determine the effect of the use of cocoa fruit peel and peel bananas in the diet on digestibility of dry matter and organic matter Kacang male goats. Research conducted at the Laboratory of Animal Biology Animal Husbandry Studies Program, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra for 4 months, starting in August 2014 to December 2014. This study used 20 male goats beans with initial weights 10.47 ± 0.28 kg and design used was a randomized block design complete (RAL), which consists of 4 treatments and 5 replications. Level of each treatment is same, Cacao Skin 30% + Bananas Skin 20%. The treatments were used in this study was P0 (without fermented), P1 (fermented by Local Microorganism), P2 (fermented by buffalo Rumen Bacterial Isolate), P3 (fermented by probiotic starbio).

The results showed that the average dry matter where P0 70.74%: 70.59%; P1: 70.11%; P2: 69.95%; and P3: 72.31%. The average of 79.61% organic matter digestibility with P0: 79.62%; P1: 79.28%; P2: P3 78.88%: 80.65%. Dry matter and organic matter (DM and BO) show the difference was not significant (P> 0.05).

The conclusion of this study is the use of cocoa and banana peel skin with fermentation can not increase the digestibility of dry matter and organic matter male goat nuts.

Keywords: Kacang Goats Males, cocoa fruit peel, peel bananas, bio-activator and digestibility.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Aektangga, 03 Oktober 1990 dari Ayah St. Haojahan Hutabarat dan Ibu Rodlan Simamora. Penulis merupakan anak kelima dari enam bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pangaribuan dan pada tahun 2010 penulis masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih program studi peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, Penulis pernah menjadi pengurus Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET) sebagai Koordinator Bidang Pendidikan dan Pelatihan pada tahun 2012. Selain itu penulis pernah menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP). Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU ) Babi Dan Kerbau Siborong-Borong Desa Siaro Kecamatan Siborong-Borong Kabupaten Tapanuli Utara.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Kulit Buah Kakao dan Kulit Buah Pisang dalam Ransum yang Difermentasi Berbagai Bioaktivator pada Kambing Kacang Jantan”.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua saya atas doa, didikan, dukungan serta pengorbanan baik itu moral maupu materil yang telah diberikan selama ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si dan Ir. Armyn Hakim Daulay. MBA selaku komisi

pembimbing serta Ir. R. Edhy Mirwandhono, M.Si dan Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt., M.Si selaku dosen penguji yang telah bersedia

memberikan masukan kepada penulis demi kebaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh civitas akademik di Program Studi Peternakan serta rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya pembaca.


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK. ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesa Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Kambing Kacang ... 4

Pakan Kambing ... 4

Potensi Kulit Buah Kakao sebagai Pakan Ternak ... 6

Potensi Kulit Buah Pisang sebagai Pakan Ternak ... 8

Fermentasi ... 9

Bioaktivator . ... 10

Mikroorganisme Lokal (MOL) ... 10

Bakteri Rumen ... 11

Probiotik Starbio ... 12

Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia ... 12

Konsumsi Pakan ... 14

Kecernaan Pakan ... 14

Kecernaan Bahan Kering ... 15

Kecernaan Bahan Organik ... 16

Bahan Penyusun Konsentrat ... 17

Dedak Padi ... 17

Bungkil Kedele ... 18

Molases ... 18


(9)

Ampas Tahu ... 19

Garam ... 20

Mineral Mix ... 20

Urea . ... 21

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

Bahan dan Alat Penelitian ... 22

Bahan ... 22

Alat ... 22

Metode Penelitian ... 23

Susunan Ransum Percobaan . ... 24

Pelaksanan Penelitian ... 25

Persiapan Kandang dan Alat ... 25

Persiapan Kambing ... 25

Pemberian Pakan dan Minum ... 25

Pemberian Obat-obatan ... 25

Metode Pengambilan Sampel ... 25

Periode Pendahuluan dan Adaptasi ... 25

Periode Koleksi ... 26

Analisis Data . ... 27

Peubah yang Diukur . ... 27

Konsumsi Pakan (Bahan Kering dan Bahan Organik) ... 27

Kecernaan Bahan Kering (KcBK) ... 27

Kecernaan Bahan Organik (KcBO) ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering ... 29

Konsumsi Bahan Oganik... 30

Kecernaan Bahan Kering ... 32

Kecernaan Bahan Organik ... 34

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 35

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Kebutuhan Nutrisi Kambing Berdasarkan Bobot Badan dan PBB . ... 6

2. Kandungan Nutrisi Kulit Buah Kakao ... 7

3. Kandungan Nutrisi Kulit Pisang ... 9

4. Persyaratan Mutu Standar Dedak Padi ... 17

5. Persyaratan Mutu Standar Bungkil Kedele ... 18

6. Kandungan Nutrisi Molases ... 18

7. Kandungan Nutrisi Onggok . ... 19

8. Kandungan Nutrisi Ampas Tahu ... 20

9. Susunan Ransum Percobaan . ... 24

10. Rataan konsumsi bahan kering kambing kacang jantan (g/ekor/hr). ... 29

11. Rataan konsumsi bahan organik kambing kacang jantan (g/ekor/hr) ... 30

12. Rataan kecernaan bahan kering kambing kacang jantan (g/ekor/hr). ... 31

13. Rataan kecernaan bahan organik kambing kacang jantan (g/ekor/hr). ... 33


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Analisis Ragam Konsumsi Bahan Kering Pakan ... 40

2. Analisis Ragam Konsumsi Bahan Kering Organik ... 40

3. Analisis Ragam Kecernaan Bahan Kering ... 40

4. Analisis Ragam Kecernaan Bahan Organik ... 40

5. Skema Pembuatan Mikroorganisme Lokal ... 42

6. Skema Pengolahan Kulit Pisang/Kulit Kakao ... 43


(12)

ABSTRAK

ANTONIUS HUTABARAT, 2014 “Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Kulit Buah Kakao dan Kulit Buah Pisang Dalam Ransum yang Difermentasi Berbagai Bioaktivator pada Kambing Kacang Jantan” di bimbing oleh Ma’ruf Tafsin dan Armyn Hakim Daulay.

Pemanfaatan kulit buah kakao dan kulit buah pisang perlu dimaksimalkan dengan melakukan fermentasi. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara selama 4 bulan, dimulai bulan Agustus 2014-Desember 2014. Penelitian ini menggunakan 20 ekor kambing kacang jantan dengan bobot awal 10.47±0.28 kg dan rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan dan 5 ulangan. Level dari setiap perlakuan adalah sama yakni, kulit buah kakao 20% + kulit buah pisang 30 %. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah P0 sebagai kontrol (tanpa fermentasi), P1= fermentasi MOL, P2= fermentasi isolat bakteri rumen kerbau, P3= fermentasi starbio.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kecernaan bahan kering 70.74 % dimana P0: 70.59% ; P1: 70.11%; P2: 69.95%; dan P3: 72.31%. Rataan kecernaan bahan organik 79.61% dengan P0: 79.62% ; P1: 79.28% ; P2: 78.88% dan P3: 80.65%. Kecernaan bahan kering dan bahan organik (BK dan BO) menunjukkan perbedaan yang tidak berbeda nyata (P>0,05).

Kesimpulan hasil penelitian ini adalah pemanfaatan kulit kakao dan kulit pisang dengan fermentasi tidak dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik kambing kacang jantan.

Kata kunci: Kambing kacang, kulit buah kakao, kulit buah pisang, bioaktivator dan kecernaan


(13)

ABSTRACT

ANTONIUS HUTABARAT, 2014 "Digestibility Dry Ingredients and Materials Organic Cacao Fruit Peel and Peel Bananas In rations fermented beans Various bio-activator at Kacang Goats Males" guided by Ma'ruf Tafsin and Armyn Hakim Daulay.

Utilization of cacao fruit peel and peel bananas should be maximized by fermentation. This study aims to determine the effect of the use of cocoa fruit peel and peel bananas in the diet on digestibility of dry matter and organic matter Kacang male goats. Research conducted at the Laboratory of Animal Biology Animal Husbandry Studies Program, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra for 4 months, starting in August 2014 to December 2014. This study used 20 male goats beans with initial weights 10.47 ± 0.28 kg and design used was a randomized block design complete (RAL), which consists of 4 treatments and 5 replications. Level of each treatment is same, Cacao Skin 30% + Bananas Skin 20%. The treatments were used in this study was P0 (without fermented), P1 (fermented by Local Microorganism), P2 (fermented by buffalo Rumen Bacterial Isolate), P3 (fermented by probiotic starbio).

The results showed that the average dry matter where P0 70.74%: 70.59%; P1: 70.11%; P2: 69.95%; and P3: 72.31%. The average of 79.61% organic matter digestibility with P0: 79.62%; P1: 79.28%; P2: P3 78.88%: 80.65%. Dry matter and organic matter (DM and BO) show the difference was not significant (P> 0.05).

The conclusion of this study is the use of cocoa and banana peel skin with fermentation can not increase the digestibility of dry matter and organic matter male goat nuts.

Keywords: Kacang Goats Males, cocoa fruit peel, peel bananas, bio-activator and digestibility.


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi bagi masyarakat, khususnya kebutuhan protein hewani yang bersumber dari daging, maka subsektor peternakan sebagai salah satu bagian dari pembangunan pertanian harus ditingkatkan. Kambing merupakan salah satu contoh dari ternak ruminansia kecil yang dapat dijadikan sebagai sumber protein hewani.

Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas ternak. Apabila kekurangan pakan, baik secara kualitas maupun kuantitas dapat menyebabkan rendahnya produksi ternak yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk mencari bahan pakan yang berpotensi baik dari segi kualitas maupun kuantitas dimana bahan pakan yang dijadikan sebagai pakan ternak tersebut tidak bersaing dengan manusia.

Salah satu limbah pertanian yang juga potensinya dapat dijadikan sebagai alternatif untuk pakan ternak adalah kulit buah pisang. Kulit buah pisang merupakan bahan buangan atau limbah buah pisang yang cukup banyak jumlahnya, yaitu sepertiga dari buah pisang yang belum dikupas.

Selain kulit buah pisang, limbah pertanian yang belum banyak dimanfaatkan dengan baik untuk pakan ternak adalah kulit buah kakao (Theobroma cacao). Limbah KBK merupakan hasil samping dari pemrosesan biji coklat dan merupakan salah satu limbah dari hasil panen yang sangat potensial untuk dijadikan sebagai bahan pakan sumber serat bagi ternak ruminansia.


(15)

Data dari BPS (2011) menunjukkan bahwa produksi kakao di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 70.919 ton. Guntoro (2008) menyebutkan proporsi KBK bisa mencapai 74 - 75% dari berat total buah dan masih mengandung daging buah

(flacenta) sekitar 2,5%. Dengan demikian, potensi nasional KBK yang dapat

dihasilkan mencapai 52.480,06 hingga 53.189,25 ton berat basah per tahun.

Dijelaskan bahwa faktor pembatas pemberian kulit buah kakao sebagai pakan ternak adalah terdapatnya anti nutrisi theobromin pada kulit buah kakao. Theobromin

merupakan alkaloid tidak berbahaya yang dapat dirusak dengan pemanasan atau pengeringan, tetapi pemberian pakan yang mengandung theobromin secara terus menerus dapat menurunkan pertumbuhan bobot badan ternak (Tarka et al., 1998). Oleh karena itu untuk memaksimalkan penggunaan kulit buah kakao baik bagi ternak maka perlu ditingkatkan kualitasnya salah satunya dengan jalan fermentasi.

Untuk mempercepat proses fermentasi, bisa dilakukan dengan pembuatan bioaktivator. Mikroba yang terdapat dalam bioaktivator akan membantu menguraikan ikatan-ikatan kimia kompleks menjadi sederhana. Ada banyak bioaktivator yang dapat digunakan untuk fermentasi seperti mikroorganisme lokal, isolate bakteri rumen serta starbio. Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan bioaktivator ini sepenuhnya tersedia di lingkungan setempat, mudah cara membuatnya karena dapat dilakukan oleh peternak sendiri, serta bersifat lebih ramah lingkungan.

Walaupun tinggi kandungan zat pakan, jika nilai kecernaannya rendah, maka pakan tersebut tidak ada gunanya.Tinggi rendahnya kecernaan bahan pakan memberikan arti seberapa besar bahan pakan itu mengandung zat-zat makanan dalam bentuk yang dapat dicernakan ke dalam saluran pencernaan. Kecernaan dapat


(16)

dipergunakan sebagai salah satu cara untuk menentukan nilai pakan. Kecernaan juga penting untuk mengetahui seberapa besar zat-zat yang dikandung pakan yang dapat diserap untuk kehidupan pokok, pertumbuhan dan produksi.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik kulit buah kakao dan kulit buah pisang difermentasi berbagai bioaktivator pada kambing kacang jantan lepas sapih.

Tujuan Penelitian

Menganalisis kecernaan bahan kering dan bahan organik kulit buah kakao dan kulit buah pisang dalam ransum difermentasi berbagai bioaktivator pada kambing kacang jantan lepas sapih.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan sumber informasi kepada masyarakat khususnya peternak untuk memanfaatkan limbah kulit buah kakao dan kulit buah pisang yang difermentasi sebagai bahan pakan ternak.

Hipotesis Penelitian

Pemanfaatan kulit buah kakao dan kulit buah pisang yang difermentasi berbagai bioaktivator (mikroorganisme lokal, isolat bakteri rumen kerbau dan starbio) dalam ransum berpengaruh positif terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik kambing kacang jantan.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Kambing kacang

Kambing kacang (lokal) memiliki potensi dan peluang untuk dikembangkan.

Potensinya adalah mudah pemeliharaan dan bisa kawin secara alami. Potensi lainnya adalah daging dan kotoran. Sebagai penghasil daging, ternak ini digunakan

sebagai penyediaan daging alternatif untuk memenuhi gizi masyarakat (Jakfar dan Irwan, 2010).

Secara terperinci kambing mempunyai sistematika sebagai berikut :

Fillum:Chordata, Sub Fillum: Vertebrata (hewan bertulang belakang), Marga:Gnastomata (mempunyai rahang), Kelas:Mamalia (menyusui), Suku:Ungulata (berkuku), Ordo: Artiodactyla (berkuku genap), Sub Ordo :Selenodonita (ruminansia), Famili: Bovidea, Sub Famili : Caprinus, Genus:

Capra, Spesies: Capra hircus, Capra ibex, Capra caucasia, Capra falconesi, Capra

pyrenuica (Kartadisastra, 1997).

Kambing Kacang adalah salah satu kambing lokal di Indonesia dengan populasi yang cukup tinggi dan tersebar luas. Kambing kacang memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, memiliki telinga yang kecil dan berdiri tegak. Kambing ini telah beradaptasi dengan lingkungan setempat, dan memiliki keunggulan pada tingkat kelahiran. Beberapa hasil pengamatan menunjukkan bahwa litter size nya adalah 1.57 ekor (Setiadi, 2003).


(18)

Pakan Kambing

Menurut Setiawan dan Arsa (2005), pakan merupakan bahan pakan ternak yang berupa bahan kering dan air. Bahan pakan ini harus diberikan pada ternak sebagai kebutuhan hidup pokok dan produksi. Dengan adanya pakan maka proses pertumbuhan, reproduksi dan produksi akan berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, pakan harus terdiri dari zat – zat pakan yang dibutuhkan ternak berupa

protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air.

Pada dasarnya kambing tidak selektif dalam memilih pakan. Segala macam daun - daunan dan rumput disukai, tetapi hijauan dari daun - daunan lebih disukai daripada rumput. Hijauan yang baik untuk pakan adalah hijauan yang belum terlalu tua dan belum menghasilkan bunga karena hijauan yang masih muda memiliki kandungan PK (protein kasar) yang lebih tinggi. Hijauan yang diperoleh pada musim hujan sebaiknya dilayukan atau dikeringkan terlebih dahulu sebelum digunakan untuk pakan kambing (Mulyono dan Sarwono, 2008).

Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase pertumbuhan (dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperature, kelembaban, nisbi udara) serta bobot badannya (Kartadisastra, 1997).

Anggorodi (1990) menyatakan bahwa untuk pertumbuhan salah satu komponen yang penting dalam makanan adalah energi, kebutuhan energi ini tergantung dari proses fisiologis ternak. Tillman et al. (1989) menambahkan bahwa hewan yang sedang tumbuh membutuhkan energi untuk pemeliharaan tubuh (hidup


(19)

pokok), memenuhi kebutuhan akan energi mekanik untuk gerak otot dan sintesa jaringan-jaringan baru. Menurut Mc Donald et al. (2002) hewan memperoleh energi dari pakannya. Kebutuhan nutrisi kambing dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Kambing Berdasarkan Bobot Badan dan PBB BB (kg) PBB (g) BK (kg) TDN (g) PK (g) Ca (g) P (g) 10 15 20 25 0 25 50 75 0 25 50 75 0 25 50 75 100 0 25 50 75 100 0.32 0.36 0.37 0.35 0.44 0.45 0.50 0.50 0.54 0.58 0.60 0.62 0.62 0.64 0.68 0.71 0.73 0.74 0.16 0.21 0.25 0.30 0.22 0.24 0.31 0.36 0.27 0.32 0.36 0.41 0.46 0.32 0.37 0.41 0.46 0.51 17 22 26 31 23 25 33 37 28 33 38 43 48 33 38 43 48 53 0.9 1.2 1.5 1.9 1.2 1.5 1.9 2.2 1.5 1.8 2.1 2.4 2.8 1.8 2.1 2.4 2.7 3.1 0.7 0.9 1.2 1.5 0.9 1.1 1.4 1.7 1.1 1.3 1.6 1.9 2.1 1.3 1.5 1.8 2.1 2.3 Sumber: Kearl (1982).

Potensi Kulit Buah Kakao sebagai Pakan Ternak

Kulit buah kakao merupakan hasil ikutan tanaman kakao dengan proporsi mencapai 75% dari buah segar. Kulit buah kakao segar mengandung kadar air yang tinggi sehingga mudah menjadi busuk. Penggunaan kulit buah kakao sebagai mulsa yang disebar di sekeliling tanaman dapat menjadi tempat tumbuh cendawan

Phytopthora palmivora yang menyebabkan black pod diseases. Kenyataan ini

menimbulkan masalah dalam penanganan hasil ikutan tanaman kakao karena secara


(20)

mungkin adalah pemanfaatan kulit buah kakao sebagai bahan pakan ternak (Suparjo et al., 2011).

Poedjiwidodo (1996) menngatakan kulit buah Kakao terdiri dari 10 alur (5 dalam dan 5 dangkal) berselang seling. Permukaan buah ada yang halus dan ada yang kasar, warna buah beragam ada yang merah hijau, merah muda dan merah tua. Efektivitas pemanfaatan kulit buah kakao dibatasi oleh komposisi nutrisi yang kurang baik, terutama kandungan protein yang rendah dan komponen lignoselulosa yang tinggi (Alemawor et al., 2009).

Pemanfaatan kulit buah kakao sebagai pakan ternak akan memberikan dua dampak utama yaitu peningkatan ketersediaan bahan pakan dan mengurangi pencemaran lingkungan akibat pembuangan kulit buah kakao yang kurang baik.Namun dalam pemanfaatan sebagai bahan pakan ternak memiliki kendala utama yaitu berupa kandungan lignin yang tinggi dan protein yang rendah (Nelson dan Suparjo, 2011).

Kandungan lignin dalam bahan pakan dan kecernaan bahan kering pakan sangat berhubungan erat, oleh karena itu untuk mempermudah proses pencernaan kulit buah kakao oleh mikroba rumen, maka diperlukan suatu teknologi yang dapat mendegradasi ikatan lignin dengan selulosa dan hemiselulosa dengan selulosa yaitu dengan menguraikan komponen polisakarida yang terkandung di kulit buah kakao melalui proses degradasi atau fermentasi menggunakan aktivitas mikroba (Kuswandi, 2011).


(21)

Tabel 2. Kandungan nutrisi kulit buah kakao

Zat-zat Makanan Kandungan (%)

Bahan kering % 18,4

Protein % 12,9

Lemak % 1,32

Serat kasar % 24,7

TDN % 53,2

Ca 0,21

P 0,13

Sumber: Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat (2010). Potensi Kulit Buah Pisang sebagai Pakan Ternak

Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan (Susanti, 2006).

Untuk mengurangi permasalahan limbah pisang ada beberapa cara yang yang dapat dilakukan, salah satunya mengolah limbah pisang supaya dapat digunakan sebagai salah satu campuran bahan baku pakan ternak atau sebagai pupuk tanaman. Untuk memudahkan dalam hal pengolahan limbah pisang ini, maka limbah harus dipisahkan antara limbah yang mudah busuk dan yang sulit busuk . Limbah yang mudah busuk seperti kulit pisang, buah pisang dan rontokan pisang yang busuk. Sedangkan limbah pisang yang sulit busuk seperti tangkai pisang dan daun pisang pembungkus (Ujianto, 2003).

Varietas pisang yang tersebar di Indonesia begitu banyak jumlahnya. Demikian halnya dengan kulitnya. Kulit pisang yang baik berasal dari pisang yang


(22)

beraroma tajam seperti halnya kulit pisang raja yang mempunyai kulit tebal, ada yang berwarna kuning berbintik cokelat, ada juga yang berkulit tipis berwarna

kuning kecoklatan yang sangat cocok sekali dimanfaatkan sebagai pakan ternak ( Widyastuti, 1995).

Kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap, seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air. Unsur -unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan antibodi bagi tubuh manusia (Munadjim, 1988).

Table 3. Kandungan nutrisi kulit pisang (% BK)

Kandungan Nutrisi Jumlah

Bahan Kering (%) Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%)

Energi Metabolisme (Kkal/kg)

91,42 6,48

9,7 15,67 3159 Sumber: Laboratorium Nutrisi Pakan Ternak IPB Bogor (2000).

Fermentasi

Fermentasi adalah proses penguraian unsur organik kompleks terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui enzim yang dihasilkan mikroorganisme yang biasanya terjadi dalam keadaan anaerob dan diiringi dengan pembebasan gas. Proses fermentasi tidak akan berlangsung tanpa adanya enzim katalis spesifik yang akan dapat dikeluarkan oleh mikroorganisme tertentu. Proses fermentasi mikroorganisme memperoleh sejumlah energi untuk pertumbuhannya dengan jalan merombak bahan yang memberikan zat-zat nutrisi atau mineral bagi mikroorganisme seperti protein, vitamin dan lain – lain.


(23)

Fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi bahan yang berkualitas rendah serta berfungsi dalam pengawetan bahan dan merupakan suatu cara untuk menghilangkan zat antinutrisi atau racun yang terkandung dalam suatu bahan makanan. Selama proses fermentasi terjadi, bermacam-macam perubahan komposisi kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, PH, kelembaban, aroma

serta perubahan gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan penurunan serta kasar ( Sembiring et al., 2006).

Bioaktivator

Bioaktivator atau aktivator organik merupakan bahan yang mengandung nitrogen dalam jumlah banyak dan bermacam - macam bentuk. Termasuk protein dan asam amino. Beberapa contoh aktivator alami adalah fungi (jamur), fermentasi dari kompos yang matang, kotoran ternak, tanah yang kaya humus, bakteri asam laktat dan lain-lain. Bahan bioaktivator yang lain dapat diperoleh dari limbah pemotongan hewan, substrat campuran yang kaya nitrogen seperti kotoran ternak, cairan rumen, enceng gondok, sisa kacang-kacangan, dan gulma.

Suwandi (1997), mengatakan mikroorganisme efektif yang terkandung dalam bioaktivator antara lain : bakteri asam laktat (Lactobacillus), bakteri penghancur (dekomposer), yeast atau ragi, spora jamur, bakteri fotosintetik, serta bakteri menguntungkan yang lain (bakteri penambat N, pelarut fosfat, dan lain-lain).

Mikroorganisme Lokal (MOL)

Mikroorganisme Lokal (MOL) adalah cairan yang terbuat dari bahan-bahan alami yang disukai sebagai media hidup dan berkembangnya mikro organisme yang


(24)

berguna untuk mempercepat penghancuran bahan-bahan organik atau sebagai dekomposer dan sebagai aktivator/ atau tambahan Nutrisi bagi tumbuhan yang disengaja dikembangkan dari mikro organisme yang berada di tempat tersebut (Juanda et al., 2011).

Pembuatan mikroorganisme lokal menggunakan beberapa bahan antara lain air, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt. Semuanya dimasukkan ke galon, lubangnya ditutup dengan kantong plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan selama 3 hari. Guna ditutup dengan kantong plastik adalah untuk mendapatkan indikasi apakah mikroorganime yang akan diaktifkan bekerja, bila kantong plastik menggelembung ,

berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme dalam tahapan inokulan cair ( Compos center, 2009).

Bakteri Rumen

Ada tiga macam mikroba yang terdapat di dalam cairan rumen, yaitu bakteri, protozoa dan sejumlah kecil jamur . Volume dari keseluruhan mikroba diperkirakan meliputi 3,60% dari cairan rumen (Bryant, 1970) . Bakteri merupakan jumlah besar yang terbesar sedangkan protozoa lebih sedikit yaitu sekitar satu juta/ml cairan rumen. Jamur ditemukan pada ternak yang digembalakan dan fungsinya dalam rumen sebagai kelompok selulolitik (Mc Donald, 1988).

Jumlah bakteri di dalam rumen mencapai 1-10 milyar/mL cairan rumen. Selanjutnya (Yokoyama dan Johnson, 1988) menyatakan bahwa terdapat tiga bentuk bakteri yaitu bulat, batang dan spiral dengan ukuran yang bervariasi antara 0,3-50 mikron . Kebanyakan bakteri rumen adalah anaerob, hidup dan tumbuh tanpa


(25)

kehadiran oksigen . Walaupun demikian masih terdapat kelompok bakteri yang dapat hidup dengan kehadiran sejumlah kecil oksigen, kelompok ini dinamakan bakteri fakultatif yang biasanya hidup menempel pada dinding rumen tempat terjadi difusi oksigen ke dalam rumen (Czerkawski, 1988) .

Mikroba rumen dapat memanfaatkan dan mengubah bahan makanan yang mempunyai ikatan kompleks menjadi ikatan yang sederhana dan meningkatkan pertambahan bobot badan (Suwandi, 1997).

Probiotik Starbio

Probiotik starbio adalah koloni bibit mikroba (berasal dari lambung sapi) yang dikemas dalam campuran tanah dan akar rumput serta daun-daun atau ranting-ranting yang dibusukkan. Menurut Suharto dan Winantuningsih (1993) dalam koloni tersebut terdapat mikroba khusus yang memiliki fungsi yang berbeda, misalnya Cellulomonas

Clostridium Thermocellulosa (pencerna lemak); Agaricus dan coprinus (pencerna

lignin), serta Klebssiella dan Azozpirillum trasiliensis (pencerna protein). Probiotik starbio merupakan probiotik an-aerob penghasil enzim berfungsi untuk memecah karbohidrat (selulosa, hemiselulosa, lignin) dan protein serta lemak. Manfaat starbio dalam ransum ternak adalah meningkatkan daya cerna, penyerapan zat nutrisi dan efisiensi penggunaan ransum. starbio juga dapat menghilangkan bau kotoran ternak.

Berdasarkan penelitian Kamalidin et al. ( 2012), fermentasi KBK dengan menggunakan probiotik selama 2 minggu menunjukkan adanya peningkatan komposisi PK dari 9,15% menjadi 14,9%, dan juga terjadi penurunan komposisi serat dari 32,7% menjadi 24,7%. Disamping adanya peningkatan kandungan protein dari


(26)

hasil fermentasi, KBK juga dapat disimpan dalam jangka panjang untuk pakan ternak atau tidak menjadi busuk

Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia

Menurut Anggorodi (1994) pencernaan adalah penguraian bahan makanan ke dalam zat-zat makanan dalam saluran pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh. Saluran pencernaan dari semua hewan dapat dianggap sebagai tabung yang dimulai dari mulut sampai anus yang fungsinya dalam saluran pencernaan padalah mencernakan dan mengabsorpsi makanan dan mengeluarkan sisa makanan sebagai tinja (Tillman et al., 1998).

Ternak kambing memiliki empat bagian perut yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Keempatnya tidak mempunyai perbedaaan yang nyata ketika mereka dilahirkan hingga ternak kambing berkembang, tumbuh dan berproduksi walaupun hanya mengkonsumsi jenis makanan yang sebagian besar adalah serat kasar (Kartadisastra, 1997).

Rumen merupakan tabung besar dengan berbagai kantong yang menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Rumen adalah bagian perut yang paling besar dengan kapasitas paling banyak. Rumen berfungsi sebagai tempat penampungan pakan yang dikonsumsi. Retikulum merupakan perut yang mempunyai bentuk permukaan menyerupai sarang tawon, dengan struktur yang halus dan licin serta berhubungan langsung dengan rumen. Omasum merupakan bagian perut yang mempunyai bentuk permukaan berlipat-lipat dengan struktur yang kasar, berfungsi sebagai penggiling makanan dan menyerap sebagian besar air. Abomasum adalah


(27)

bagian perut yang terakhir sebagai tempat hasil pencernaan untuk diserap oleh tubuh (Aurora, 1995).

Konsumsi Pakan

Ternak ruminansia yang normal (tidak dalam keadaan sakit/sedang berproduksi), mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan kebutuhannya untuk mencukupi hidup pokok. Kemudian sejalan dengan pertumbuhan, perkembangan kondisi serta tingkat produksi yang dihasilkannya, konsumsi pakannya pun akan meningkat pula.

Parakkasi (1999) menyatakan bahwa tinggi rendahnya konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas. Selain itu Ensminger (1990) menjelaskan faktor yang

mempengaruhi palatabilitas untuk ternak ruminansia adalah sifat fisik (kecerahan warna hijauan, rasa, tekstur pakan), kandungan nutrisi dan kandungan

kimia pakan. Konsumsi bahan kering (BK) dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya faktor pakan meliputi daya cerna dan palatabilitas dan faktor dari ternak itu sendiri meliputi bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan ternak (Lubis, 1993).

Menurut Prihatman (2000), tinggi rendahnya konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri).

Kecernaan Pakan

Kecernaan pakan didefinisikan sebagai bagian pakan yang tidak diekskresikan dalam feses sehingga diasumsikan bagian tersebut diserap oleh tubuh hewan. Kecernaan dinyatakan dengan dasar bahan kering (McDonald et al., 2002).


(28)

Mackie et al. (2002), menyatakan adanya aktivitas mikroba dalam saluran pencernaan sangat mempengaruhi kecernaan. Tillman et al. (1991) juga mengatakan kecernaan biasanya dinyatakan dalam dasar bahan kering dan apabila dinyatakan dalam persentase maka disebut koefisien cerna.

Koefisien daya cerna digunakan untuk mengetahui nilai bahan kering, protein, serat kasar, ekstrak eter, bahan ekstrak tanpa nitrogen, energi, selulosa dan lain-lain (Lassiter dan Edwards, 1982). Semakin tinggi kehilangan energi melalui feses merupakan faktor dasar penyebab rendahnya metabolisme energi yang menunjukkan daya cerna rendah. Lignin yang merupakan komponen ADF sukar dicerna oleh ternak ruminansia.

Tillman et all. (1998), menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kecernaan pakan antara lain komposisi pakan dan jumlah pakan yang diberikan. Ransum yang proteinnya rendah , umumnya mempunyai kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran bahan pakan.

Kecernaan In vivo merupakan suatu cara penentuan kecernaan nutrient

menggunakan hewan percobaan dengan analisis nutrient pakan dan feses (Tillman et al., 2001). Anggorodi (2004) menambahkan pengukuran kecernaan atau

nilai cerna suatu bahan merupakan usaha untuk menentukan jumlah nutrient dari suatu bahan yang didegradasi dan diserap dalam saluran pencernaan. Daya cerna merupakan persentase nutrient yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrient yang dikonsumsi dengan jumlah nutrient yang dikeluarkan dalam feses.


(29)

Kecernaan Bahan Kering

Pada kondisi normal, konsumsi bahan kering dijadikan ukuran konsumsi ternak. Konsumsi bahan kering bergantung pada banyak faktor, diantaranya adalah kecernaan bahan kering pakan, kandungan energi metabolis dan kandungan serat kasar. Bahan kering yang dikonsumsi dikurangi jumlah yang disekresikan merupakan jumlah yang dapat dicerna. Kualitas dan kuantitas bahan kering harus diketahui untuk meningkatkan kecernaan bahan makanan yang akan mempengaruhi jumlah konsumsi pakan. Kualitas dari bahan kering akan mempengaruhi kualitas bahan organik dan mineral yang terkandung dalam bahan pakan. Konsumsi bahan kering merupakan faktor penting untuk menunjang asupan nutrien yang akan digunakan untuk hidup pokok dan produksi (Parakkasi, 1999).

Kecernaan bahan kering yang tinggi pada ternak ruminansia menunjukkan tingginya zat nutrisi yang dicerna terutama yang dicerna oleh mikroba rumen. Semakin tinggi nilai persentase kecernaan bahan pakan tersebut, berarti semakin baik kualitasnya. Kisaran normal bahan kering yaitu 50,7-59,7%. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan kering, yaitu jumlah ransum yang dikonsumsi, laju perjalanan makanan di dalam saluran pencernaan dan jenis kandungan gizi yang terkandung dalam ransum tersebut. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai kecernaan bahan kering ransum adalah tingkat proporsi bahan pakan dalam ransum, komposisi kimia, tingkat protein ransum, persentase lemak dan mineral. Salah satu bagian dari bahan kering yang dicerna oleh mikroba di dalam rumen adalah karbohidrat struktural dan karbohidrat non struktural (Osuji dan Khalili, 1993).


(30)

Kecernaan Bahan Organik

Bahan organik merupakan bahan kering yang telah dikurangi abu, komponen bahan kering bila difermentasi di dalam rumen akan menghasilkan asam lemak terbang yang merupakan sumber energi bagi ternak. Kecernaan bahan organik dalam saluran pencernaan ternak meliputi kecernaan zat-zat makanan berupa komponen bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak dan vitamin. Bahan-bahan organik yang terdapat dalam pakan tersedia dalam bentuk tidak larut, oleh karena itu diperlukan adanya proses pemecahan zat-zat tersebut menjadi zat-zat yang mudah larut. Faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan organik adalah kandungan serat kasar dan mineral dari bahan pakan. Kecernaan bahan organik erat kaitannya dengan kecernaan bahan kering, karena sebagian dari bahan kering terdiri dari bahan organik. Penurunan kecernaan bahan kering akan mengakibatkan kecernaan bahan organik menurun atau sebaliknya (Parakkasi, 1999).

Bahan Penyusun Konsentrat Dedak Padi

Dedak padi adalah hasil ikutan pengolahan padi (Oriza sativa) menjadi beras terutama terdiri dari lapisan kulit ari. Penggunaan dedak padi sebagai makanan ternak dibatasi oleh adanya ketidakstabilan dedak yaitu 40 % pada ruminansia. Ketidakstabilan ini terutama disebabkan oleh adanya enzim lipase dan enzim peroksidase yang dapat menyebabkan ketengikan oksidatif pada komponen minyak yang terdapat pada dedak (Champagne, 2004).


(31)

Persyaratan mutu standar dedak padi meliputi kandungan nutrisi dan batas tolerasi aflatoxin. Persyaratan mutu standar dedak padi yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Persyaratan Mutu Standar Dedak Padi

Bungkil Kedelai

Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Kandungan protein bungkil kedelai sekitar 48% dan merupakan sumber protein yang amat bagus sebab keseimbangan asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi (Wahyu, 1992). kandungan zat nutrisi bungkil kedelai dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5. Persyaratan mutu standar bungkil kedele

Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) 13.0

Lemak Kasar (%) 0.60

Serat Kasar (%) 13.00

Kalsium (%) 0.21

Posfor (%) 1.50

Energi Metabolisme (kkal/kg) 1890

Kandungan Nutrisi Mutu I Mutu II Mutu III Kadar air (%) Maksimum

Protein Kasar (%) Minimum Serat kasar (%) Maksimum A b u (%) Maksimum Lemak (%) Maksimum

Asam lemak bebas (% dari lemak) Maksimum Calsium (%)30 Fosfor (%) 12 12 11 11 15 5 0.04-0.3 0.6-1.60 12 10 14 13 20 8 0.04-0.3 0.6-1.60 12 8 16 15 20 8 0.04-0.30 0.6-1.60 Sumber : SNI 01-3178-1996/Rev.92


(32)

Molases

Molases merupakan sumber energi yang esensial dengan kandungan gula di dalamnya. Molases sering juga disebut tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi molases yang bentuk fisiknya berupa cairan kental dan berwarna hitam kecoklatan. Walaupun harganya murah, namun kandungan gizi berupa karbohidrat, protein dan mineralnya masih cukup tinggi dan dapat digunakan 2-5% untuk pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pendukung (Sutardi, 1981).

Tabel 6. Kandungan nutrisi molases

Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi

Bahan Kering (%) 92.6

Protein Kasar (%) 4.00

Lemak Kasar (%) 0.08

Serat Kasar (%) 0.38

TDN (%) 81.00

Sumber : Laboratorium Ilmu Nutrisi dan pakan ternak program studi peternakan, Fakultas Pertanian, USU (2000).

Onggok

Onggok yang berasal dari ubi singkong merupakan limbah padat dari pengolahan tepung tapioka. Sebagai ampas pati singkong yang mengandung banyak karbohidrat. onggok banyak mengandung sumber energi sehingga dapat

dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada ruminansia dapat digunakan sampai 40 % (Kuswandi, 2011). Kandungan nutrisi dari onggok dapat dilihat dalam tabel


(33)

Tabel 7. Kandungan nutrisi onggok

Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi

Bahan Kering (%) 81.7

Protein Kasar (%) 0.6

Lemak Kasar (%) 0.4

Serat Kasar (%) 12

Ca 0.25

P 0.14

TDN (%) 76

Sumber : Laboratorium Ilmu Nutrisi dan pakan ternak program studi peternakan, Fakultas Pertanian, USU (2000).

Ampas Tahu

Ampas Tahu merupakan limbah padat yang diperoleh dari proses pembuatan tahu dari kedelai. Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber protein. Kandungan protein dan lemak pada ampas tahu yang cukup tinggi namun kandungan tersebut berbeda tiap tempat dan cara pemprosesannya. Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber protein. Ampas tahu lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan kacang kedelai (Tarmidi, 2004).

Tabel 8. Kandungan nutrisi ampas tahu

Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) 23.7

Lemak Kasar (%) 10.1

Serat Kasar (%) 23.6

Ca 0.53

P 0.24

TDN (%) 79


(34)

Garam

Pemberian garam berfungsi untuk meransang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defisiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivora daripada hewan lainnya, karena hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah bulu kotor, makan tanah, keadaan badan yang tidak sehat, nafsu makan yang hilang dan produksi menurun sehingga bobot badan juga menurun. Oleh karena itu pada setiap pemberian pakan selalu paling sedikit harus ditambah garam (Anggorodi, 1990).

Mineral Mix

Mineral merupakan nutrisi yang esensial yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen. Tubuh ternak ruminansia terdiri atas kurang lebih 4 % mineral. Bahan pakan ini biasanya digunakan dalam jumlah sedikit untuk tujuan melengkapi atau mengkoreksi zat gizi yang diperkirakan kurang. Agar pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen membutuhkan 15 jenis mineral esensial yaitu 7 jenis mineral esensial makro yaitu Ca, K, P, Mg, Na, Cl dan S. Mineral mikro ada 4 yaitu Cu, Fe, Mn, dan Zn dan 4 jenis mineral esensial langka yaitu I, Mo, Co dan Se (Siregar, 2008).

Urea

Urea adalah suatu senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon, hydrogen, oksigen dan nitrogen dengan rumus CON2H4 atau (NH2)2 CO. Penggunaan urea

dapat meningkatkan nilai gizi makanan dari bahan yang berserat tinggi serta berkemampuan untuk merenggangkan ikatan kristal molekul selulosa sehingga


(35)

memudahkan mikroba rumen memecahkannya. Pemberian urea tidak lebih dari 1% ransum lengkap atau 3% campuran penguat sumber protein, urea hendaknya dicampur sehomogen mungkin dalam ransum dan perlu disertai dengan penambahan mineral (Basya, 1981).

Urea mempunyai kandungan nitrogen (N) kurang lebih 45 %. Karena nitrogen mewakili 16 % dari protein atau bila dijabarkan protein setara dengan 6,25 kali kandungan nitrogen, maka ternak kambing rata-rata diberi 5 gram/ekor/hari akan sebanding dengan 19,63 gram protein kasar (Murtidjo, 1993).


(36)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Bahan Pakan Ternak dan Formula Ransum Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan dimulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2014.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Bahan yang digunakan yaitu kambing kacang jantan lepas sapih sebanyak 20 ekor dengan rataan bobot badan awal 10.47±0.28 kg, ransum komplit yang terdiri dari dedak padi, bungkil kedele, onggok, ampas tahu, molases, mineral, garam dan urea. Kulit buah kakao dan kulit buah pisang yang dimanfaatkan sebagai pakan , MOL sebagai bioaktivator, isolat rumen serta starbio sebagai bioaktivator pembanding, rodalon sebagai desinfektan dan air minum yang diberi secara ad libitum serta obat-obatan berupa kalbazen (obat cacing) dan anti bloat (obat kembung).

Alat

Alat yang digunakan yaitu kandang 20 unit dengan ukuran 1 x 0.5 m, ember sebagai tempat pakan dan tempat minum masing-masing 20 buah, timbangan untuk menimbang bobot hidup berkapasitas 50 kg dengan kepekaan 2 kg, timbangan berkapasitas 2 kg dengan kepekaan 10 gr untuk menimbang pakan, grinder untuk


(37)

menghaluskan bahan pakan konsentrat, alat penerangan kandang, alat pembersih kandang, serta alat tulis untuk mengambil data.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan. Adapun susunan perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut:

P0 = Ransum komplit yang mengandung (20 % kulit buah kakao + 30 % kulit buah pisang) tanpa fermentasi

P1 = Ransum komplit yang mengandung (20 % kulit buah kakao + 30 % kulit buah pisang) fermentasi mikroorganisme lokal

P2 = Ransum komplit yang mengandung (20 % kulit buah kakao + 30 % kulit buah pisang) fermentasi isolat bakteri rumen kerbau

P3 = Ransum komplit yang mengandung (20 % kulit buah kakao + 30 % kulit buah pisang) fermentasi starbio

Konsentrasi atau kadar dari bioaktivator (mikroorganisme lokal, isolat bakteri rumen dan starbio) yang digunakan untuk fermentasi 1 kg bahan pakan adalah 0,3% per kg bahan pakan.

Adapun susunan perlakuan penelitian adalah sebagai berikut:

P0U1 P1U5 P1U1 P0U5 P2U1

P3U5 P0U4 P2U5 P3U4 P1U2

P2U3 P3U2 P3U1 P1U3 P0U2


(38)

Susunan ransum percobaan penelitian

Adapun susunan ransum percobaan penelitian adalah seperti dibawah ini. Tabel 8. Susunan ransum percobaan

Nama Bahan P0 P1 P2 P3

Pod kakao 20 20 20 20

Kulit pisang 30 30 30 30

dedak padi 3.07 3.07 3.07 3.07

bungkil kedele 8.43 8.43 8.43 8.43

Ampas tahu 15 15 15 15

Onggok 19.7 19.7 19.7 19.7

Molases 3 3 3 3

Garam 0.15 0.15 0.15 0.15

Mineral 0.15 0.15 0.15 0.15

Urea 0.5 0.5 0.5 0.5

Total 100 100 100 100

Nutrisi

TDN (%) 64.85 64.82 64.18 64.30

Protein Kasar (%) 13.52 14.58 15.08 15.36 Lemak kasar (%) 6.85 6.42 6.10 5.79 Serat Kasar (%) 17.98 16.50 16.12 15.58

Hanafiah (2000), menyatakan model linear yang digunakan untuk rancangan acak lengkap (RAL) adalah:

Yij = µ + i + ij Dimana :

Yij = Nilai pengamatan yang diperoleh dari satuan percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = Rataan/nilai tengah

i = Efek dari perlakuan ke-i


(39)

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang dan semua peralatan dibersihkan dan dicuci, kemudian didesinfektan menggunakan rodalon.

Pengacakan Kambing

Kambing yang digunakan dalam penelitian berjumlah 20 ekor yang terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan dan tiap perlakuannya terdiri atas 1 ekor kambing. Penempatan kambing dilakukan dengan sistem pengacakan yang tidak membedakan bobot badan kambing.

Pemberian Pakan dan Minum

Pakan yang digunakan adalah konsentrat yang mengandung kulit buah kakao dan kulit pisang yang difermentasi diberikan secara ad libitum. Demikian juga pemberian air minum diberikan secara ad libitum dimana air minum diganti setiap hari dan tempatnya dicuci bersih.

Pemberian Obat-obatan

Sebelum dilakukan penelitian, ternak kambing terlebih dahulu diberikan obat cacing kalbazen selama adaptasi untuk menghilangkan parasit dalam saluran pencernaan, sedangkan obat lainnya diberikan apabila ternak dalam keadaan sakit.


(40)

Metode Pengambilan Sampel Periode Pendahuluan dan Adaptasi

Tahap pendahuluan meliputi pembersihan kandang pengamatan dari sisa pakan dan feses serta penimbangan bobot badan awal. Tahap adaptasi dilakukan selama 2 minggu meliputi adaptasi lingkungan, dan pakan (Osuji et al., 1993).

Periode Koleksi

Menurut Maynard dan Loosli (1962), periode koleksi dapat dilakukan selama 7 hari sebelum penelitian selesai meliputi pengukuran konsumsi pakan dan feses.

Osuji et al. (1993), menyatakan pengumpulan total feses dilakukan setiap hari selama satu minggu dimana berat feses ditimbang setiap hari. Adapun metodenya dengan cara sebagai berikut :

1. Diambil sampel feses dilakukan setiap pukul 08.00 WIB dengan cara mengoleksi total feses yang diekskresikan setiap hari (24 jam) kemudian ditampung dalam tempat penampungan.

2. Diambil 10 % feses dari masing-masing ulangan kemudian dimasukkan didalam plastik, diikat, dan diberi label sesuai perlakuan.

3. Disimpan feses setiap perlakuan didalam freezer selama kolekting. 4. Dihomogenkan feses dengan cara diaduk hingga merata.

5. Dimasukkan feses kedalam oven dengan suhu 60oCselama 24 jam. 6. Ditimbang berat feses setelah diovenkan.

7. Digiling feses setiap perlakuan lalu diambil ± 2 g dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105oCselama 24 jam untuk bahan kering.


(41)

8. Dimasukkan sampel ± 2 g setiap perlakuan kedalam tanur dengan suhu 600oC selama 8 jam untuk mendapatkan kadar abu.

9. Dilakukan analisis proksimat pada feses di Laboratorium. Periode koleksi pakan sebagai berikut:

1. Ditimbang pakan yang diberikan pada kambing pada pukul 08.00 WIB. 2. Ditimbang pakan sisa pada keesokan harinya pada pukul 08.00 WIB. 3. Dilakukan setiap hari penimbangan pakan selama penelitian berlangsung. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan sidik ragam sesuai Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Jika perlakuan menunjukkan pengaruh nyata, dilanjutkan dengan melakukan uji lanjut Duncan's Multiple Range Test (DMRT) (Hanafiah, 2000).

Peubah yang Diukur

1. Konsumsi Pakan (Bahan Kering dan Bahan Organik)

Konsumsi bahan kering dan bahan organik diukur dengan mengalikan konsumsi ransum dengan kandungan bahan kering dan bahan organik yang diperoleh dari data analisis di laboratorium. Periode pengukuran diperoleh selama satu minggu. Konsumsi bahan kering dan bahan organik dapat diukur menggunakan rumus sebagai berikut:

Konsumsi BK (g/ekor/hari) = (Pakan diberi x BK pakan) – (Sisa pakan x BK sisa) Konsumsi BO (g/ekor/hari) = (Pakan diberi x BO pakan) – (Sisa pakan x BO sisa)


(42)

2. Kecernaan Bahan Kering (KcBK)

Konsumsi dan pengeluaran feses bahan kering diperoleh dalam jangka waktu pengukuran selama periode koleksi (1 minggu) sebelum penelitian berakhir. Kecernaan bahan kering dapat dihitung berdasarkan rumus:

KcBK = (Konsumsi BK(gram) –BK feses (gram)) Konsumsi BK(gram

x 100 %

3. Kecernaan Bahan Organik (KcBO)

Konsumsi dan pengeluaran feses bahan organik diperoleh dalam jangka waktu pengukuran selama periode koleksi (1 minggu) sebelum penelitian berakhir. Kecernaan bahan organik dapat dihitung berdasarkan rumus:

KcBK = (Konsumsi BO(gram) – BO feses (gram))

Konsumsi BO(gram)


(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi bahan kering kambing kacang jantan dihitung dari total konsumsi pakan yang diberikan dan dihitung berdasarkan kandungan bahan keringnya. Pengambilan data konsumsi bahan kering diambil selama 7 hari terakhir dari masa pemeliharaan kambing kacang jantan. Data konsumsi bahan kering kambing kacang jantan dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini.

Tabel 10.Rataan konsumsi bahan kering pada kambing kacang jantan (g/ekor/hari)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5

P0 504.89 762.69 497.53 707.85 522.18 2995.13 599.03tn P1 460.17 660.70 404.57 597.71 635.49 2758.65 551.73tn P2 585.38 579.71 585.79 532.09 509.87 2792.84 558.57tn P3 510.30 469.65 727.77 543.60 636.64 2887.96 577.59tn Rataan 515.19 618.19 553.91 595.31 576.04 2136.65 571.63tn tn = Tidak Berbeda Nyata

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa rataan konsumsi bahan kering pakan kambing kacang adalah 427.33 g/ekor/hari. Pada perlakuan P0 sebesar 599.03 g/ekor/hari; P1 sebesar 551.73 g/ekor/hari; P2 sebesar 558.57 g/ekor/hari dan P3 sebesar 577.59 g/ekor/hari, dimana rataan konsumsi tertinggi yaitu pada perlakuan P0 dan terendah pada perlakuan P1.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan menggunakan kulit buah kakao dan kulit pisang yang tidak difermentasi dan yang difermentasi dalam pakan kambing kacang memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan kering pakan. Pakan yang diberikan dalam


(44)

perlakuan dilihat dari segi organoleptiknya memiliki bau, tekstur dan kenampakan yang sama sehingga tingkat palabilitas ternak terhadap perlakuan memiliki respon yang sama. Tingkat palabilitas yang tidak berbeda antar perlakuan diduga menyebabkan tingkat konsumsi pakan juga tidak berbeda secara signifikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Parakkasi (1999), menyatakan bahwa tinggi rendahnya konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas. Selain itu Ensminger (1990) menjelaskan faktor yang mempengaruhi palatabilitas untuk ternak ruminansia adalah sifat fisik (rasa dan tekstur pakan), kandungan nutrisi dan kandungan kimia pakan.

Konsumsi Bahan Organik

Perhitungan konsumsi bahan organik pakan pada kambing kacang jantan sama halnya dengan perhitungan konsumsi bahan kering yaitu dengan menghitung total konsumsi pakan yang diberikan dalam bentuk bahan organik. Data konsumsi bahan organik pada kambing kacang dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 12. Rataan konsumsi bahan organik kambing kacang jantan (g/ekor/hari)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5

P0 458.83 694.07 450.24 646.97 472.24 2722.35 544.47tn P1 413.44 598.72 359.00 539.68 574.62 2485.46 497.09tn P2 537.54 528.25 534.32 485.02 462.64 2547.77 509.55tn P3 463.42 430.03 662.58 491.18 580.25 2627.45 525.49tn Rataan 468.31 562.77 501.54 540.71 522.44 2595.76 519.15tn tn= Tidak Berbeda Nyata

Tabel 11 memperlihatkan rataan konsumsi bahan organik pada kambing kacang 519.15 g/ekor/hari dengan rataan dari masing-masing perlakuan adalah P0 544.47 g/ekor/hari; P1 sebesar 497.09 g/ekor/hari; P2 sebesar 509.55 g/ekor/hari dan


(45)

P3 sebesar 525.49 g/ekor/hari dimana rataan konsumsi bahan organik tertinggi terdapat pada perlakuan P0 dan terendah pada perlakuan P1. Pemberian kulit buah kakao dan kulit buah pisang dengan berbagai pengolahan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsumsi bahan organik pakan kambing kacang jantan. Hal ini serupa dengan konsumsi bahan kering yang menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Dapat dikatakan bahwa pola konsumsi bahan organik sejalan dengan pola konsumsi bahan kering. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Tillman et al. (2001), yang menyatakan bahwa sebagian dari bahan kering merupakan bahan organik sehingga besarnya konsumsi bahan organik berbanding lurus dengan besarnya konsumsi bahan kering.

Kecernaan Bahan Kering

Kecernaan bahan kering dihitung dengan cara bahan kering konsumsi dikurangi dengan bahan kering feses,kemudian dibagi dengan bahan kering konsumsi setelah itu dikalikan 100 %. Untuk melihat pengaruh dari uji pemberian kulit buah kakao dan kulit buah pisang dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering kambing kacang jantan dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.

Tabel 12. Rataan kecernaan bahan kering selama penelitian (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5

P0 71.68 70.07 71.07 72.12 68.01 352.96 70.59tn P1 65.33 74.26 64.99 70.76 75.23 350.57 70.11tn P2 70.22 69.37 71.59 63.38 75.22 349.77 69.95tn P3 68.79 75.03 72.71 70.04 74.97 361.54 72.31tn Rataan 69.26 72.68 70.84 70.08 74.61 70.74 tn= Tidak Berbeda Nyata


(46)

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa nilai koefisien cerna bahan kering (KcBK) pakan pada penelitian ini berkisar antara 69.95±72.31. Kecernaan bahan kering dari hasil penelitian ini tergolong tinggi karena kisaran normal kecernaan bahan kering menurut Osuji dan Khalili (1993), bahwa kecernaan bahan kering yang tinggi pada ternak ruminansia menunjukkan tingginya zat nutrisi yang dicerna terutama yang dicerna oleh mikroba rumen. Semakin tinggi nilai persentase kecernaan bahan pakan

tersebut, berarti semakin baik kualitasnya. Kisaran normal bahan kering yaitu 50,7-59,7%.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa pemberian kulit buah kakao dan kulit pisang dalam ransum pada kambing kacang jantan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kecernaan bahan kering kambing kacang jantan. Dapat dilihat bahwa konsumsi serta kandungan nilai nutrisi dari pakan yang diberikan hampir sama antar perlakuan sehingga kecernaan bahan kering yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Osuji dan Khalili (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan kering, yaitu jumlah ransum yang dikonsumsi, laju perjalanan makanan di dalam saluran pencernaan dan jenis kandungan gizi yang terkandung dalam ransum tersebut. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai kecernaan bahan kering ransum adalah tingkat proporsi bahan pakan dalam ransum, komposisi kimia, tingkat protein ransum, persentase lemak dan mineral.

Mackie et al. (2002), menyatakan adanya aktivitas mikroba dalam saluran pencernaan sangat mempengaruhi kecernaan. Namun hal ini tidak terbukti dalam perlakuan dimana tidak terjadi perbedaan yang signifikan antar perlakuan.


(47)

Kecernaan Bahan Organik

Kecernaan bahan organik dihitung dengan cara bahan organik yang dikonsumsi dikurangi dengan bahan organik feses dibagi dengan bahan organik yang dikonsumsi setelah itu dikalikan 100 %. Data rataan kecernaan bahan organik selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan kecernaan bahan organik selama penelitian (g/ekor/hari)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5

P0 80.65 82.70 78.84 80.34 75.56 398.09 79.62tn P1 76.84 80.83 74.67 82.04 82.03 396.42 79.28tn P2 79.52 78.18 79.48 71.10 86.13 394.40 78.88tn P3 77.13 83.42 80.78 79.41 82.50 403.24 80.65tn Total 314.14 325.13 313.78 312.89 326.22 1592.16 318.43 Rataan 78.54 81.28 78.44 78.22 81.55 398.04 79.61tn tn= Tidak Berbeda Nyata

Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat koefisien cerna bahan organik (KcBO) pakan penelitian ini berkisar antara 78.88% - 80.65 %, dimana nilai KcBO pada perlakuan P0 (20 % kulit buah kakao dan 30% kulit fermentasi tanpa fermentasi) sebesar 79.62%, P1 (20% kulit buah kakao dan 30 % kulit pisang yang difermentasi MOL) sebesar 79.28%, P2 (20% kulit buah kakao dan 30% kulit pisang yang difermentasi isolate bakteri rumen kerbau) sebesar 78.88 % dan P3 (20 % kulit buah kakao dan 30 % kulit pisang difermentasi probiotik starbio) sebesar 80.65 %.

Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian kulit buah kakao dan kulit pisang dengan berbagai pengolahan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kecernaan bahan organik pada kambing kacang jantan. Hal ini sejalan dengan kecernaan bahan kering yang juga tidak memberikan


(48)

pengaruh yang berbeda nyata pada setiap perlakuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Parakkasi (1999), yang menyatakan kecernaan bahan organik erat kaitannya dengan kecernaan bahan kering, karena sebagian dari bahan kering terdiri dari bahan organik. Tilman et al (1989) menjelaskan bahwa kecernaan bahan kering dapat mempengaruhi kecernaan bahan organik. Penurunan kecernaan bahan kering akan mengakibatkan kecernaan bahan organik menurun atau sebaliknya.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Rataan dari parameter penelitian yaitu konsumsi bahan kering, konsumsi bahan organik, kecernaan bahan kering (KcBK) dan kecernaan bahan organik (KcBO) dari hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14.Rekapitulasi hasil penelitian kecernaan kulit buah kakao dan kulit pisang dalam ransum dengan berbagai pengolahan pada kambing kacang jantan Perlakuan Konsumsi BK

(g/ekor/hari)

Konsumsi BO (g/ekor/hari)

KcBK (%) KcBO (%) P0 599.03tn 544.47tn 70.59tn 79.62tn P1 551.73tn 497.09tn 70.11tn 79.28tn P2 558.57tn 509.55tn 69.95tn 78.88tn P3 577.59tn 525.49tn 72.31tn 80.65tn Rataan 571.63tn 519.15tn 70.74tn 79.61tn Ket: tn= tidak berbeda nyata

Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa pemanfaatan kulit buah kakao dan kulit pisang difermentasi berbagai bioaktivator dengan masing-masing level yang sama memberikan respon yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap parameter konsumsi bahan kering, konsumsi bahan organik, kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik. Dengan rataan untuk konsumsi bahan kering 571.63 g/ekor/hari, rataan konsumsi bahan organik 519.15 g/ekor/hari, rataan kecernaan bahan kering 70.74 % dan rataan kecernaan bahan organik 79.61 %.


(49)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan kulit buah kakao dan kulit pisang yang difermentasi berbagai bioaktivator dalam ransum tidak dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik pada kambing kacang jantan.

Saran

Disarankan agar penggunaan kulit buah kakao dan kulit buah pisang dapat digunakan sebagai pakan baik melalui fermentasi maupun non fermentasi.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Alemawor, F., V. P. Dzogbefi a, E. O. K. Oddoye, & J. H. Oidham. 2009.

Effect of Pleurotus Ostreatus Fermentation on Cocoa Pod Husk Composition: Influence of Fermentation Period and Mn2+ Supplemention on the Fermentation Process. Afr. J.

Biotechnol.8:1950-1958.

Anggorodi, R. (1990, 2004). Pencernaan Mikrobia Pada Ruminansia (terjemahan). Cetakan Pertama. Gadjah Mada University press. Yogyakarta.

Aurora, S .P . 1989 . Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia, Gajah Mada University Press.

Basya, S. 1981. Penggunaan dan Pemberian Urea sebagai Bahan Makanan Ternak. Lembaran LPP XI (2-4).

BPS. 2011. Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman Indonesia (ton) Tahun 1995 – 2010.

Bryant, M .P. 1967 . Microbiology of the Rumen In Sweeson, M .J. 1970 . Duke’s physiology of the Domestic Animal, Cornell University Press, London .

Champagne, E.T. 2004. Rice. Chemisty and Technology. 3rd Edition. American Association of Cereal Chemist, Inc. st.Paul, Minnesota, USA.

Czerkawski, J.W. 1988 . An Introduction to Rumen Studies . 1 st . ed . Studies Pergamon Press . New York.

Direktorat Pakan Ternak. 2012. Limbah Kakao Sebagai Alternatif Pakan Ternak. Ensminger, M.L. 1990. Feed and Nutrition. 2nd Edition. The Ensminger Publ.

Co., California.

Ginting, N.2009. Pembuatan Takakura dan Mikroorganisme Lokal (MOL). Compos Center Pertanian, USU. Medan.

Guntoro, S. 2008. Membuat Pakan Ternak dari Limbah Perkebunan. Cetakan Pertama. PT Agromedia Pustaka, Jakarta.


(51)

Hanafiah, A.H., 2000. Rancangan Percobaan. Teori dan Aplikasi. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang.

Jakfar, M. dan Irwan, 2010. Analisis Ekonomi Penggemukan Kambing Kacang Berbasis Sumber Daya Lokal. Journal SAINS Riset vol 1 no 17.

Juanda, Irfan, dan Nurdiana, 2011. Pengaruh Metode dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu MOL (Mikroorganisme Lokal). J. Floratek 6: 140 – 143. Kamalidin, Ali Agus, dan I Gede Suparta Budisatria . 2012. Performa Domba

yang diberi Complet Feed Kulit Buah Kakao Terfermentasi. Buletin Peternakan Vol. 36 (3): 162-16.

Kartadisastra, H. R., 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia (Sapi, Kerbau, Domba dan Kambing). Kanisius. Yogyakarta.

Kearl, R.C. 1982. Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries. International Feedstuffs Institute Utah. Agric. Exp. Station. Utah State University, Logan Utah, USA.

Kuswandi., 2011. Teknologi Pemanfaatan Pakan Lokal untuk Menunjang Peningkatan Produksi Ternak Ruminansia. Pengembangan Inovasi Pertanian 4:189-204.

Laboratorium Nutrisi Pakan Ternak IPB Bogor (2000).

Lassiter,J.W and Edwards, H.M.Jr.1982. Animal Nutrition. Reston Publishing Comp. Inc., Virginia.

Lubis, D.A. 1993. Ilmu Makanan Ternak. Jakarta, Pembangunan.

Mackie, R.I.C.S. McSweeney and A.V. Klieve. 2002. Microbial Ecology of The Ovine Rumen. Dalam : M.Freer dan H. Dove. (Ed). Sheep Nutrition. CSIRO Plant Industry, Canberra. Auatralia. P:73-80.

Maynard., L.A. dan Loosli., J.K.1962. Animal Nutrition. McGraw-Hill Book Company,Inc.

McDonald, P., R. Edwards and J. Greenhalgh. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition.New York.

Mulyono, S. dan B. Sarwono. 2008. Penggemukan Kambing Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.


(52)

Munadjim, 1988.Tekhnologi Pengolahan Pisang. PT. Gramedia. Murtidjo, B.A. 1993. Memelihara Domba. Kanisius, Yogyakarta

.

Nelson dan Suparjo. 2011. Penentuan Lama Fermentasi Kulit Buah Kakao dengan Phanerochaete chrysosporium: Evaluasi Kualitas Nutrisi Secara Kimiawi. Agrinak Vol 1 No.1.

Osuji P O, Nsahlai I V and Khalili H. 1993. Feed evaluation. ILCA Manual 5. ILCA (International Livestock Centre for Africa), Addis Ababa, Ethiopia.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ruminan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Poedjiwidodo, M. S., 1996. Sambung Samping Kakao. Trubus Agriwidya. Jawa Tengah.

Prihatman, Kemal (2000), Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas. Jakarta.

Sembiring, I., M. Jacob dan R. Sitinjak, 2006. Pemanfataan Hasil Sampingan Perkebunan dalam Konsentrat Terhadap Persentase Bobot Non Karkas dan Income Feed Cost Kambing Kacang Selama Penggemukan. Jurnal agribisnis peternakan, Vol. 2, No.2 Agustus.

Setiadi, B. 2003. Alternatif konsep pembibitan dan Pengembangan Usaha Ternak Kambing. Jurnal Peternakan.

Setiawan, T. dan Arsa, T. 2005. Beternak Kambing Perah Peranakan Ettawa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Siregar, S. B. 2008. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta. SNI 01-3178-1996/Rev.92. Dedak Padi Bahan Baku Pakan.

Soetanto, Hendrawan. 2012. Kebutuhan Gizi Ternak Ruminansia Menurut Stadia Fisiologisnya. Jurusan Nutrisi Dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang.

Suharto dan Winantuningsih, 1993. Penggunaan Probiotik Starbio (Starter Mikroba) Dalam Ransum Ayam Pedaging Terhadap

Produktivitas,Nilai Ekonomis (IOFC) dan Kadar Amonia Lingkungan Kandang. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Bogor.


(53)

Suparjo, K. G. Wiryawan, E. B. Laconi, & D. Mangunwidjaja., 2011. Performa Kambing yang Diberi Kulit Buah Kakao Terfermentasi. Media Peternakan, hlm. 35-41 EISSN 2087-4634 .

Susanti, Lina. 2006. Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang Terhadap Kualitas Nata. Skripsi Sarjana Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suwandi, 1997. Peranan Mikroba Rumen Pada Ternak Ruminansia. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Tarka S.M., B.L.Z. Aumas and G.A. T RAUT. 1978. Examination of the effect of cocoa shells and theobromine in lambs. Nutritional Report

International. 18: 301 – 312.

Tarmidi, Ana, R. 2004. Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Pakan Ruminansia. Jurnal Peternakan, EISSN 2086-4638 .

Tillman,A.D., Hartadi, H., Reksohadiprojo, S., Prawirokusumo, S., dan Lebdosoekojo, S. (1989, 2001). Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM Press, Yogyakarta.

Ujianto,A. 2003. Peluang Pemanfaatan Limbah Pisang Sebagai Pakan Ternak. Balai Penelitian Ternak,Bogor.

Wahyu, 1992. Ilmu Nutrisi Ternak Unggas. UGM-Press, Yogyakarta.

Widyastuti, 1995. Mengenal Buah Unggul Indonesia. Penebar Swadaya, Jakarta. Yokoyama, M. T . and Johnson, K .A. 1988 . Microbiology of The Rumen and


(54)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis keragaman konsumsi bahan kering

SK dB JK KT F Hit F Tabel

0.05 0.01

Perlakuan 3 6763.53 2254.51 0.22tn 3.31 4.58

Galat 16 163095.80 10193.49

Total 19 169859.33

tn= Tidak Berbeda Nyata

Lampiran 2. Analisis keragaman konsumsi bahan organik

SK dB JK KT F Hit F Tabel

0.05 0.01

Perlakuan 3 6299.60 2099.87 0.24tn 3.31 4.58

Galat 16 139022.93 8688.93

Total 19 145322.53

tn= Tidak Berbeda Nyata

Lampiran 3. Analisis keragaman kecernaan bahan kering

SK dB JK KT F Hit F Tabel

0.05 0.01

Perlakuan 3 17.46 5.82 0.44tn 3.31 4.58

Galat 16 209.82 13.11

Total 19 227.28

tn= Tidak Berbeda Nyata

Lampiran 4. Analisis keragaman kecernaan bahan organik

SK dB JK KT F Hit F Tabel

0.05 0.01

Perlakuan 3 8.58 2.86 0.22tn 3.31 4.58

Galat 16 212.41 13.28

Total 19 220.99


(55)

Lampiran 6. Skema Pembuatan Mikroorganisme Lokal

Sumber : (Ginting, 2009).

Dimasukkan air bersih sebanyak 10 liter ke dalam galon air

Dimasukkan air gula sebanyak 1,5 liter

Dimasukkan ragi tempe sebanyak 60 gram

Dimasukkan yakult/susu basi sebanyak 15 ml

Dimasukkan ragi tape sebanyak 60 gram

Diaduk seluruh bahan sampai merata

Ditutup dengan plastik gula dan dibiarkan selama tiga (3) hari


(56)

Lampiran 7. Skema Pengolahan Kulit Pisang/Kulit Kakao

Sumber : (Ginting, 2009).

Pengambilan kulit pisang/kulit kakao

Dipotong-potong kulit pisang/kulit kakao berkisar 3-5 cm

Pencucian kulit pisang/kulit kakao untuk mengurangi kotoran yang

lengket

Dijemur dibawah sinar matahari ± 3 hari hingga kering

Penggilingan atau grinder


(57)

Lampiran 8. Skema Fermentasi Pakan Kulit Pisang/Kulit Kakao

Sumber : (Ginting, 2009).

Bioaktivator berupa MOL, Isolat Bakteri Rumen Kerbau dan Starbio

(siap digunakan)

Dikukus kulit pisang/Kulit Kakao ± 15 menit kemudian didinginkan

Campurkan Bioaktivator 0,3 %, dedak padi + air gula masing-masing

15 % dari bahan

Diaduk merata campuran bahan

Dimasukkan kedalam plastik, diikat dan dibiarkan selama 5 hari

Tepung kulit pisang/kulit kakao fermentasi diangin –anginkan sampai

kering

Tepung kulit pisang/kulit kakao Fermentasi siap digunakan


(1)

Munadjim, 1988.Tekhnologi Pengolahan Pisang. PT. Gramedia. Murtidjo, B.A. 1993. Memelihara Domba. Kanisius, Yogyakarta

.

Nelson dan Suparjo. 2011. Penentuan Lama Fermentasi Kulit Buah Kakao dengan Phanerochaete chrysosporium: Evaluasi Kualitas Nutrisi Secara Kimiawi. Agrinak Vol 1 No.1.

Osuji P O, Nsahlai I V and Khalili H. 1993. Feed evaluation. ILCA Manual 5. ILCA (International Livestock Centre for Africa), Addis Ababa, Ethiopia.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ruminan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Poedjiwidodo, M. S., 1996. Sambung Samping Kakao. Trubus Agriwidya. Jawa Tengah.

Prihatman, Kemal (2000), Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas. Jakarta.

Sembiring, I., M. Jacob dan R. Sitinjak, 2006. Pemanfataan Hasil Sampingan Perkebunan dalam Konsentrat Terhadap Persentase Bobot Non Karkas dan Income Feed Cost Kambing Kacang Selama Penggemukan. Jurnal agribisnis peternakan, Vol. 2, No.2 Agustus.

Setiadi, B. 2003. Alternatif konsep pembibitan dan Pengembangan Usaha Ternak Kambing. Jurnal Peternakan.

Setiawan, T. dan Arsa, T. 2005. Beternak Kambing Perah Peranakan Ettawa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Siregar, S. B. 2008. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta. SNI 01-3178-1996/Rev.92. Dedak Padi Bahan Baku Pakan.

Soetanto, Hendrawan. 2012. Kebutuhan Gizi Ternak Ruminansia Menurut Stadia Fisiologisnya. Jurusan Nutrisi Dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang.

Suharto dan Winantuningsih, 1993. Penggunaan Probiotik Starbio (Starter Mikroba) Dalam Ransum Ayam Pedaging Terhadap

Produktivitas,Nilai Ekonomis (IOFC) dan Kadar Amonia Lingkungan Kandang. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Bogor.


(2)

Suparjo, K. G. Wiryawan, E. B. Laconi, & D. Mangunwidjaja., 2011. Performa Kambing yang Diberi Kulit Buah Kakao Terfermentasi. Media Peternakan, hlm. 35-41 EISSN 2087-4634 .

Susanti, Lina. 2006. Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang Terhadap Kualitas Nata. Skripsi Sarjana Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suwandi, 1997. Peranan Mikroba Rumen Pada Ternak Ruminansia. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Tarka S.M., B.L.Z. Aumas and G.A. T RAUT. 1978. Examination of the effect of cocoa shells and theobromine in lambs. Nutritional Report

International. 18: 301 – 312.

Tarmidi, Ana, R. 2004. Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Pakan Ruminansia. Jurnal Peternakan, EISSN 2086-4638 .

Tillman,A.D., Hartadi, H., Reksohadiprojo, S., Prawirokusumo, S., dan Lebdosoekojo, S. (1989, 2001). Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM Press, Yogyakarta.

Ujianto,A. 2003. Peluang Pemanfaatan Limbah Pisang Sebagai Pakan Ternak. Balai Penelitian Ternak,Bogor.

Wahyu, 1992. Ilmu Nutrisi Ternak Unggas. UGM-Press, Yogyakarta.

Widyastuti, 1995. Mengenal Buah Unggul Indonesia. Penebar Swadaya, Jakarta. Yokoyama, M. T . and Johnson, K .A. 1988 . Microbiology of The Rumen and


(3)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis keragaman konsumsi bahan kering

SK dB JK KT F Hit F Tabel

0.05 0.01

Perlakuan 3 6763.53 2254.51 0.22tn 3.31 4.58 Galat 16 163095.80 10193.49 Total 19 169859.33

tn= Tidak Berbeda Nyata

Lampiran 2. Analisis keragaman konsumsi bahan organik

SK dB JK KT F Hit F Tabel

0.05 0.01

Perlakuan 3 6299.60 2099.87 0.24tn 3.31 4.58

Galat 16 139022.93 8688.93

Total 19 145322.53

tn= Tidak Berbeda Nyata

Lampiran 3. Analisis keragaman kecernaan bahan kering

SK dB JK KT F Hit F Tabel 0.05 0.01 Perlakuan 3 17.46 5.82 0.44tn 3.31 4.58

Galat 16 209.82 13.11 Total 19 227.28 tn= Tidak Berbeda Nyata

Lampiran 4. Analisis keragaman kecernaan bahan organik

SK dB JK KT F Hit F Tabel

0.05 0.01

Perlakuan 3 8.58 2.86 0.22tn 3.31 4.58 Galat 16 212.41 13.28 Total 19 220.99 tn= Tidak Berbeda Nyata


(4)

Lampiran 6. Skema Pembuatan Mikroorganisme Lokal

Sumber : (Ginting, 2009).

Dimasukkan air bersih sebanyak 10 liter ke dalam galon air

Dimasukkan air gula sebanyak 1,5 liter

Dimasukkan ragi tempe sebanyak 60 gram

Dimasukkan yakult/susu basi sebanyak 15 ml

Dimasukkan ragi tape sebanyak 60 gram

Diaduk seluruh bahan sampai merata

Ditutup dengan plastik gula dan dibiarkan selama tiga (3) hari


(5)

Lampiran 7. Skema Pengolahan Kulit Pisang/Kulit Kakao

Sumber : (Ginting, 2009).

Pengambilan kulit pisang/kulit kakao

Dipotong-potong kulit pisang/kulit kakao berkisar 3-5 cm

Pencucian kulit pisang/kulit kakao untuk mengurangi kotoran yang

lengket

Dijemur dibawah sinar matahari ± 3 hari hingga kering

Penggilingan atau grinder


(6)

Lampiran 8. Skema Fermentasi Pakan Kulit Pisang/Kulit Kakao

Sumber : (Ginting, 2009).

Bioaktivator berupa MOL, Isolat Bakteri Rumen Kerbau dan Starbio

(siap digunakan)

Dikukus kulit pisang/Kulit Kakao ± 15 menit kemudian didinginkan

Campurkan Bioaktivator 0,3 %, dedak padi + air gula masing-masing

15 % dari bahan

Diaduk merata campuran bahan

Dimasukkan kedalam plastik, diikat dan dibiarkan selama 5 hari

Tepung kulit pisang/kulit kakao fermentasi diangin –anginkan sampai

kering

Tepung kulit pisang/kulit kakao Fermentasi siap digunakan