Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Dan Kulit Buah Pisang yang Difermentasi Berbagai Bioaktivator Terhadap Performans Kambing Kacang Jantan Lepas Sapih

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Kambing Kacang

  Dalam Klasifikasi biologi, kambing digolongkan dalam Kingdom Animalia, Filum Chordata, Class Mamalia, ordo Arthodactyla, Family Boviadae, Subfamily Caprinae, dan genus Capra. Menurut Setiadi et al., (1989), Kambing memiliki keterbatasan dengan rataan bobot badan dewasa yang cukup rendah yaitu sekitar 20-25 kg, dengan tinggi pundak pada jantan dewasa adalah 53,80 + 2,88 cm dan 52,00 + 7,38 cm. Kambing ini memiliki tanduk baik jantan maupun betina. Secara umum warna tubuhnya gelap dan coklat.

  Kambing merupakan ternak mamalia kecil yang sangat luas penyebarannya. Kambing sangat digemari untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya tidak terlalu besar, mudah perawatannya, cepat berkembang biak, pertumbuhan anaknya cepat dan sifatnya tidak suka diam (Sarwono,2005)

  Kambing kacang merupakan jenis kambing asli indonesia. Kambing ini penghasil daging. Salah satu ciri-ciri badannya adalah warna bulunya bermacam- macam, ada yang putih, coklat maupun hitam. Bibit yang digunakan sebaiknya mempunyai syarat-syarat tingkat kesuburannya tinggi, kecepatan pertumbuhan baik, memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan, dan mempunyai angka kematian yang rendah (Cahyono,1998).

  Pakan Kambing

  0.27

  38

  33

  28

  0.46

  0.41

  0.36

  0.32

  0.62

  48

  0.62

  0.60

  0.58

  0.54

  75 100

  50

  25

  20

  43

  1.5

  1.9

  0.32

  2.1

  1.8

  43

  38

  33

  0.41

  0.37

  0.71

  1.8

  0.68

  0.64

  50

  25

  25

  2.8

  2.4

  2.1

  2.2

  1.5

  Salah satu sumber daya yang memiliki peran strategis dalam produksi kambing adalah pakan. Pakan merupakan komponen utama di dalam ekonomi usaha, karena diperkirakan dapat menyumbang biaya 50–60% dari total biaya produksi (Devendra dan Sevilla, 2002). Pakan merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi produktivitas ternak. Kondisi pakan (kualitas dan kuantitas) yang tidak mencukupi kebutuhan, menyebabkan produktivitas ternak menjadi rendah, antara lain ditunjukkan oleh laju pertumbuhan yang lambat dan bobot badan rendah. Salah satu cara untuk menyediakan ransum bergizi seimbang yang dapat meningkatkan produktivitas ternak adalah dengan memanfaatkan bahan pakan sumber konsentrat yang dicampur dengan sumber serat kasar (hijauan) sesuai dengan proporsinya di dalam ransum atau biasa disebut pakan komplit.

  0.35

  26

  22

  17

  0.30

  0.25

  0.21

  0.16

  0.37

  0.9

  0.36

  0.32

  75

  50

  25

  10

  BB (kg) PBB (g) BK (kg) TDN (g) PK (g) Ca (g)

  Kebutuhan nutrisi kambing dapat dilihat pada tabel 1 berikut: Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Kambing Berdasarkan Bobot Badan dan PBB

  31

  1.2

  1.2

  0.22

  37

  33

  25

  23

  0.36

  0.31

  0.24

  0.50

  1.5

  0.50

  0.45

  0.44

  75

  50

  25

  15

  1.9

  2.4 Menurut Setiawan dan Arsa (2005), pakan merupakan bahan pakan ternak yang berupa bahan kering dan air. Bahan pakan ini harus diberikan pada ternak sebagai kebutuhan hidup pokok dan produksi. Dengan adanya pakan maka proses pertumbuhan, reproduksi dan produksi akan berlangsung dengan baik.

  Anggorodi (1990) menyatakan bahwa untuk pertumbuhan salah satu komponen yang penting dalam makanan adalah energi, kebutuhan energi ini tergantung dari proses fisiologis ternak. Tillman et al., (1989) menambahkan bahwa hewan yang sedang tumbuh membutuhkan energi untuk pemeliharaan tubuh (hidup pokok), memenuhi kebutuhan akan energi mekanik untuk gerak otot

  Potensi Kulit Buah Kakao sebagai Pakan Ternak

  Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah penghasil kakao terbesar di Indonesia perkembangan luas areal dan produksi komoditas kakao di Provinsi Sumatera Utara seperti terlihat pada Tabel 2 berikut : Tabel 2. Luas Areal Perkebunan Kakao di Provinsi Sumatera Utara

  Tahun Rincian Perkebunan PTPN Perkebunan Perkebunan Total Rakyat Besar Swasta Besar Swasta

  Nasional Asing Luas 66413 11853 2811 2467 83544 (Ha)

  2011 Produksi 37683 13374 2648 2477 56183

  (Ton) Luas 66433 11856 2811 2468 83569 (Ha)

  2012 Produksi 38652 13718 2699 2498 57567

  Dalam 1 hektar areal pertanaman kakao produktif dapat menghasilkan limbah kulit buah segar sebanyak 5 ton/ha/tahun, atau setara dengan 812 kg tepung limbah. Kulit buah dengan kandungan protein kasar sebesar 6–9% sangat baik dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia (Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat (2010).

  Pemanfaatan kulit buah kakao sebagai pakan ternak akan memberikan dua dampak utama yaitu peningkatan ketersediaan bahan pakan dan mengurangi pencemaran lingkungan akibat pembuangan kulit buah kakao yang kurang baik. Dalam kulit buah kakao masih terdapat kandungan lignin yang tinggi sedangkan proteinnya rendah (Nelson dan Suparjo, 2011).

  Kandungan lignin dalam bahan pakan dan kecernaan bahan kering pakan sangat berhubungan erat, oleh karena itu untuk mempermudah proses pencernaan kulit buah kakao oleh mikroba rumen, maka diperlukan suatu teknologi yang dapat mendegradasi ikatan lignin dengan selulosa dan hemiselulosa dengan selulosa yaitu dengan menguraikan komponen polisakarida yang terkandung di kulit buah kakao melalui proses degradasi atau fermentasi menggunakan aktivitas mikroba (Kuswandi et al., 1992). Tabel 3. Kandungan nutrisi kulit buah kakao Zat-zat Makanan Kandungan (%) Bahan kering % 18,4 Protein % 12,9 Lemak % 1,32 Serat kasar % 24,7 TDN %

  53,2 Ca

  0,21 P

  0,13

  Potensi Kulit Buah Pisang sebagai Pakan Ternak

  Limbah kulit pisang segar dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak khususnya ternak ruminansia. Hasil penelitian menunjukkan kemampuan ternak ruminansia dalam konsumsi kulit pisang adalah sebanyak 36,09+2,72 % dari total ransum terhadap bahan kering (Karto 1995).

  Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan (Susanti, 2006).

  Kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap, seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air.

  Unsur-unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan antibodi bagi ternak (Munadjim, 1988).

  Table 4. Kandungan nutrisi kulit pisang (% BK) Kandungan Nutrisi Jumlah Bahan Kering (%) 91,42 Protein Kasar (%) 6,48 Lemak Kasar (%) 9,7 Serat Kasar (%) 15,67 Energi Metabolisme (Kkal/kg) 3159 Sumber: Laboratorium Nutrisi Pakan Ternak IPB Bogor (2000).

  Bahan Penyususun Konsentrat Ampas Tahu

  Ampas tahu adalah salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai bahan murah. Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein karena kandungan protein dan lemak pada ampas tahu yang cukup tinggi. Tetapi kandungan tersebut berbeda tergantung tempat dan cara pemprosesannya. Kandungan ampas tahu yaitu protein 8,66%, lemak 3,79%, air 51,63% dan abu 1,21%, maka sangat memungkinkan ampas tahu untuk diolah menjadi bahan makanan ternak (Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur, 2011).

  Berikut adalah tabel kandungan nutrisi ampas tahu. Tabel 5. Kandungan Nutrisi Ampas Tahu

  Kadar/100 g Bahan No Unsur Gizi

  Kedelai Tahu Ampas Tahu

  1 Energi (kal) 382 79 393

  2 Air (g) 20 84,4 4,9

  3 Protein (g) 30,2 7,8 17,4

  4 Lemak (g) 15,6 4,6 5,9

  5 Karbohidrat (g) 30,1 1,6 67,5

  6 Mineral (g) 4,1 1,2 4,3

  7 Kalsium (g) 196 124

  19

  8 Fosfor (g) 506

  63

  29

  9 Zat besi (mg) 6,9 0,8

  4

  10 Vitamin A (mg)

  29

  11 Vitamin B (mg) 0,93 0,06 0,2

  

Sumber: Daftar Analisis Bahan Makanan Fak. Kedokteran UI (2005)

  Namun ampas tahu memiliki kelemahan sebagai bahan pakan yaitu kandungan serat kasar dan air yang tinggi. Kandungan serat kasar yang tinggi menyulitkan bahan pakan tersebut sulit untuk dicerna dan kandungan air yang tinggi dapat menyebabkan daya simpannya menjadi lebih pendek. Cara untuk mengurangi kandungan serat kasar tersebut adalah diproses dengan fermentasi.

  Onggok

  Onggok yang berasal dari ubi kayu merupakan hasil ikutan padat dari energi, nilai gizi yang terkandung pada onggok adalah protein 3,6%, lemak 2,3%, air 20,31 % dan abu 4,4%.

  Onggok sebagai hasil sampingan pembuatan tepung tapioka selain harganya murah, tersedia cukup, mudah didapat, dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Menurut Rasyid et al., (1996), onggok merupakan bahan sumber energi yang mempunyai kadar protein kasar rendah, tetapi kaya akan karbohidrat yang mudah dicerna (BETN) bagi ternak serta penggunaannya dalam ransum mampu menurunkan biaya ransum.

  Bungkil Kedelai Bungkil kedelai tergolong bahan pakan yang mengandung protein tinggi.

  Kandungan nutrisinya 91% BK; 6,2% abu; 5,9% SK; 4,9% Lemak; 30% BETN; 44% PK. Bungkil kedelai yang baik biasanya berwarna krem dan teksturnya kasar. Bahan baku bungkil kedelai sering digunakan sebagai pakan ternak, karena disukai ternak unggas dan protein serta energinya sangat tinggi. Kadar asam amino esensial (lisin) sangat bagus.

  Dedak Padi

  Champagne (2004), menyatakan bahwa dedak padi merupakan hasil samping dari proses penggilingan padi menjadi beras. Penggunaan dedak padi sebagai makanan ternak dibatasi oleh adanya ketidakstabilan dedak selama penyimpanan. Ketidakstabilan ini terutama disebabkan oleh adanya enzim lipase yang terdapat didalam dedak. Tabel 6. Kandungan nutrisi dedak padi Uraian

  Jumlah kandungan

  a

  Protein Kasar (%) 13,3

  a

  Lemak Kasar (%) 7,2

  b

  Serat Kasar(%) 13,5

  a

  Kalsium (%) 0,07

  a

  Posfor (%) 1,61

  a

  Energi Metabolisme (kkal/kg) 2850

  Sumber: a. NRC (1998)

  b. Hartadi et al (1997)

  c. Laboratorium Ilmu Nutrisi da Pakan Ternak FP USU (2000) Mineral

  Mineral merupakan nutrisi yang esensial selalu digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen. Tubuh ternak ruminansia terdiri atas mineral kurang lebih 4%. Agar pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen membutuhkan 15 jenis mineral esensial yaitu 7 jenis mineral esensial makro yaitu Ca, K, P, Mg, Na, Cl, dan S. Jenis mikroba ada 4 yaitu Cu, Fe, Mn, dan Zn dan 4 jenis mineral esensial langka yaitu I, Mo, Co, dan Se ( Siregar, 2008).

  Garam

  Anggorodi (1990) menyatakan garam berfungsi untuk merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defesiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivora daripada hewan lainnya, karena hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, nafsu makan hilang, dan produksi menurun sehingga menurunkan

  Molases

  Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi molases yang bentuk fisiknya berupa cairan kental dan berwarna hitam kecoklatan. Walaupun harganya murah, namun kandungan gizi yang berupa karbohidrat, protein dan mineralnya masih cukup tiggi dan dapat digunakan untuk pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pendukung. Tabel 7. Kandungan Nutrisi pada molases

  Kandungan Zat Nilai gizi Bahan Kering 67,5 Protein Kasar 3,4 Serat Kasar 0,38 Lemak Kasar 0,08 Kalsium 1,5 Fosfor 0,02 Total digestible nutriens (TDN) 56,7

  Sumber: Laboratorim Ilmu Makanan Ternak, program Studi Peternakan,Fakultas pertanian, USU Medan (2000) Urea

  Penggunaan urea dapat meningkatkan nilai gizi makanan dari bahan yang berserat tinggi serta berkemampuan untuk merenggangkan ikatan kristal molekul selulosa sehingga memudahkan mikroba rumen memecahkannya.Urea adalah suatu senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon, hydrogen, oksigen dan nitrogen dengan rumus CON H atau (NH2) CO. Pemberian urea tidak lebih dari

  2

  4

  2

  1% ransum lengkap atau 3% campuran penguat sumber protein, urea hendaknya dicampur sehomogen mungkin dalam ransum dan perlu disertai dengan penambahan mineral (Basya, 1981).

  Bioaktivator

  Bioaktivator atau aktivator organik merupakan bahan yang mengandung nitrogen dalam jumlah banyak dan bermacam-macam bentuk. Termasuk protein dan asam amino. Beberapa contoh aktivator alami adalah fungi (jamur), fermentasi dari kompos yang matang, kotoran ternak, tanah yang kaya humus, bakteri asam laktat dan lain-lain. Bahan bioaktivator yang lain dapat diperoleh dari limbah pemotongan hewan, substrat campuran yang kaya nitrogen seperti kotoran ternak, cairan rumen, enceng gondok, sisa kacang-kacangan, dan gulma.

  Suwandi (1997), mengatakan mikroorganisme efektif yang terkandung dalam bioaktivator antara lain bakteri asam laktat (Lactobacillus), bakteri penghancur (decomposer), yeast atau ragi, spora jamur, bakteri fotosintetik, serta bakteri menguntungkan yang lain (bakteri penambat N, pelarut fosfat, dan lain-lain).

  Mikroorganisme Lokal (MOL)

  MOL (mikroorganisme lokal) merupakan kumpulan mikroorganisme yang bisa diternakkan, yang berfungsi sebagai starter dalam pembuatan bokasi atau kompos. Pemanfaatan limbah pertanian seperti buah-buahan tidak layak konsumsi untuk diolah menjadi MOL dapat meningkatkan nilai tambah limbah, serta mengurangi pencemaran lingkungan (Juanda et al., 2011).

  Pembuatan mikroorganisme lokal menggunakan beberapa bahan antara lain air, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt. Semuanya dimasukkan ke galon, lubangnya ditutup dengan kantong plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan menggelembung, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme dalam tahapan inokulan cair (Compos center, 2009).

  Berikut merupakan Tabel 8 komposisi mikroorganisme yang terkandung dalam biomol.

  Tabel 8. Komposisi Mikroorganisme dalam biomol Nama Bakteri

  Cfu/g

  9

  3,20 x 10

  Bacillus stearothermophiylus

  5 Bacillus subtilis

  2,00 x 10

  7 Micrococcus varians

  2,00 x 10

  8 Sarcina lutca

  8,00 x 10

  8 Staphylococcus epidermis khamir 2,00 x 10

  7

  2,00 x 10

  Saccharomyces coreviseae

  3 Azotobacter paspalii

  3,20 x 10

  6 Bacillus lentus

  8,99 x 10

  7 Bacillus licheniformes

  2,00 x 10

  9 Bacillus pumilus

  4,20 x 10

  Bakteri Rumen

  Ada tiga macam mikroba yang terdapat di dalam cairan rumen, yaitu bakteri, protozoa dan sejumlah kecil jamur. Volume dari keseluruhan mikroba diperkirakan meliputi 3,60% dari cairan rumen (Bryant, 1970). Bakteri merupakan jumlah besar yang terbesar sedangkan protozoa lebih sedikit yaitu sekitar satu juta/ml cairan rumen. Jamur ditemukan pada ternak yang digembalakan dan fungsinya dalam rumen sebagai kelompok selulolitik.

  Jumlah bakteri di dalam rumen mencapai 1-10 milyar/mI cairan rumen. Selanjutnya (Yokoyama dan Johnson, 1988) menyatakan bahwa terdapat tiga bentuk bakteri yaitu bulat, batang dan spiral dengan ukuran yang bervariasi antara 0,3-50 mikron. Kebanyakan bakteri rumen adalah anaerob, hidup dan tumbuh tanpa kehadiran oksigen. Walaupun demikian masih terdapat kelompok bakteri dinamakan bakteri fakultatif yang biasanya hidup menempel pada dinding rumen tempat terjadi difusi oksigen ke dalam rumen (Czerkawski, 1988).

  Mikroba rumen dapat memanfaatkan dan mengubah bahan makanan yang mempunyai ikatan kompleks menjadi ikatan yang sederhana dan meningkatkan pertambahan bobot badan (Suwandi, 1997).

  Starbio

  Probiotik starbio adalah koloni bibit mikroba (berasal dari lambung sapi) yang dikemas dalam campuran tanah dan akar rumput serta daun-daun atau ranting-ranting yang dibusukkan. Menurut Suharto dan Winantuningsih (1993) dalam koloni tersebut terdapat mikroba khusus yang memiliki fungsi yang berbeda, misalnya Cellulomonas Clostridium thermocellulosa (pencerna lemak),

  

Agaricus dan coprinus (pencerna lignin), serta Klebssiella dan Azozpirillum

trasiliensis (pencerna protein). Probiotik starbio merupakan probiotik an-aerob

  penghasil enzim berfungsi untuk memecah karbohidrat (selulosa, hemiselulosa, lignin) dan protein serta lemak. Manfaat starbio dalam ransum ternak adalah meningkatkan daya cerna, penyerapan zat nutrisi dan efisiensi penggunaan ransum. Starbio juga dapat menghilangkan bau kotoran ternak.

  Berdasarkan penelitian Kamalidin et al. (2012), fermentasi KBK dengan menggunakan probiotik selama 2 minggu menunjukkan adanya peningkatan komposisi PK dari 9,15% menjadi 14,9%, dan juga terjadi penurunan komposisi serat dari 32,7% menjadi 24,7%. Disamping adanya peningkatan kandungan protein dari hasil fermentasi, KBK juga dapat disimpan dalam jangka panjang

  Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia

  Menurut Anggorodi (1994) pencernaan adalah penguraian bahan makanan ke dalam zat-zat makanan dalam saluran pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh. Saluran pencernaan dari semua hewan dapat dianggap sebagai tabung yang dimulai dari mulut sampai anus yang fungsinya dalam saluran pencernaan adalah mencernakan dan mengabsorpsi makanan dan mengeluarkan sisa makanan sebagai tinja (Tillman et al., 1998).

  Ternak kambing memiliki empat bagian perut yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Keempatnya tidak mempunyai perbedaaan yang nyata ketika mereka dilahirkan hingga ternak kambing berkembang, tumbuh dan berproduksi walaupun hanya mengkonsumsi jenis makanan yang sebagian besar adalah serat kasar (Kartadisastra, 1997).

  Rumen merupakan tabung besar dengan berbagai kantong yang menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Rumen adalah bagian perut yang paling besar dengan kapasitas paling banyak. Rumen berfungsi sebagai tempat penampungan pakan yang dikonsumsi. Retikulum merupakan perut yang mempunyai bentuk permukaan menyerupai sarang tawon, dengan struktur yang halus dan licin serta berhubungan langsung dengan rumen. Omasum merupakan bagian perut yang mempunyai bentuk permukaan berlipat-lipat dengan struktur yang kasar, berfungsi sebagai penggiling makanan dan menyerap sebagian besar air. Abomasum adalah bagian perut yang terakhir sebagai tempat hasil pencernaan untuk diserap oleh tubuh (Arora, 1995).

  Parameter Penelitian Pertambahan Bobot Badan

  Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan melalui penimbangan berulang-ulang, yaitu setiap hari, setiap minggu atau setiap waktu lainnya. Penimbangan ternak pada setiap jangka waktu tertentu misalnya setiap minggu atau setiap bulan akan dapat mengetahui besarnya pertambahan bobot badan ternak (Tillman et al., 1998). Ransum merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi laju pertumbuhan ternak, hal tersebut ditunjukkan oleh PBB persatuan waktunya. Dalam keadaan yang sama, besarnya PBB ternak, akan sebanding dengan jumlah ransum yang dikonsumsi.

  Parakkasi (1999) bahwa konsumsi BK dan BO ransum dapat mempengaruhi PBBH. Selain konsumsi BK dan BO dan TDN ransum juga mempengaruhi PBBH ternak. Mucra (2005) menjelaskan bahwa ternak yang mengkosumsi ransum dengan kandungan za-zat makanan yang hampir sama seperti kandungan PK dan TDN akan memperlihatkan PBBH yang hampir sama.

  Pemanfaatan protein selain terkait dengan level pemberian pakan juga terkait dengan bobot badan ternak. Ternak yang berbobot badan rendah dan masuk masa pertumbuhan membutuhkan protein lebih tinggi dibandingkan ternak dewasa yang telah masuk masa penggemukkan (Orskov, 1992). Protein mula-mula akan dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup pokok, selanjutnya kelebihan protein yang ada pada ternak yang berbobot badan rendah cenderung akan dimanfaatkan untuk proses pertumbuhan. Protein dalam tubuh ternak salah satunya berfungsi untuk pertumbuhan/pembentukan jaringan baru

  Konsumsi Pakan

  Konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan apabila bahan pakan tersebut diberikan secara ad libitum. Jumlah konsumsi pakan merupakan faktor yang paling menentukan jumlah nutrien yang didapat oleh ternak dan berpengaruh terhadap tingkat produksi (Parakkasi, 1995).

  Ensminger (1990) menjelaskan faktor yang mempengaruhi palatabilitas untuk ternak ruminansia adalah sifat fisik (kecerahan warna hijauan, rasa, tekstur pakan), kandungan nutrisi dan kandungan kimia pakan. Ransum F menghasilkan warna dan aroma yang disukai oleh ternak sehingga berdampak pada palatabilitas yang baik dan konsumsi BK yang lebih tinggi.

  Konsumsi pakan yang rendah akan menyebabkan kekurangan zat makanan yang dibutuhkan ternak, dan akibatnya akan menghambat penimbunan lemak dan daging. Apabila kebutuhan untuk pokok sudah terpenuhi, kelebihan gizi yang dikonsumsi akan ditimbun sebagai jaringan lemak dan daging (Anggorodi, 1994).

  Tillman et al. (1991), menyatakan bahwa hubungan daya cerna dengan konsumsi adalah meningkatnya daya cerna menyebabkan meningkatnya konsumsi. Di samping dipengaruhi oleh kandungan nutrien, konsumsi juga dipengaruhi oleh laju alir pakan (McDonald et al., 1995). Laju alir pakan dipengaruhi oleh konsumsi air minum.

  Tobing (2010) menyatakan bahwa besar kecilnya konsumsi pakan ditentukan beberapa faktor antara lain palatabilitas, kondisi lingkungan, umur, kesehatan, tingkat produksi dan bentuk pakan. Selain itu, Devendra dan Leng (2011) menambahkan bahwa jumlah konsumsi ransum pada dasarnya tergantung

  Konversi Pakan

  Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dicapai dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan merupakan suatu indikator yang dapat menerangkan tingkat efisiensi penggunaan pakan, dimana semakin rendah angkanya berarti semakin baik konversi pakan tersebut (Anggorodi, 1990).

  Kualitas pakan menentukan konversi pakan. Pakan yang berkualitas baik dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Penggunaan pakan akan semakin efisiensi bila jumlah pakan yang dikonsumsi minimal namun menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi (Martawidjaya et al., 1999).

  Konversi pakan, khususnya ternak ruminansia kecil, dipengaruhi oleh kualitas pakan, nilai kecernaan dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolisme di dalam jaringan tubuh ternak. Makin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, akan diikuti dengan PBB yang lebih tinggi dan makin efisien penggunaan pakannya (Kuswandi et al., 1992; Juarini et al., 1995).

Dokumen yang terkait

Modal Sosial Komunitas Buruh Pengepul Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit di Daerah Transmigrasi (Studi Deskriptif Pada Buruh Pengepul Kelapa Sawit di Desa Ramin Blok C Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi)

0 2 10

Pengaruh Penyuluhan tentang Makanan Kariogenik dengan Metode Ceramah dan Diskusi Terhadap Pengetahuan Anak-anak Penderita Karies Gigi di SD Negeri 068004 Perumnas Simalingkar Medan 2015

0 1 49

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) - Pengaruh Penyuluhan tentang Makanan Kariogenik dengan Metode Ceramah dan Diskusi Terhadap Pengetahuan Anak-anak Penderita Karies Gigi di SD Negeri 068004 Perumnas Simalingkar Medan 2015

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Penyuluhan tentang Makanan Kariogenik dengan Metode Ceramah dan Diskusi Terhadap Pengetahuan Anak-anak Penderita Karies Gigi di SD Negeri 068004 Perumnas Simalingkar Medan 2015

0 0 10

Pengaruh Penyuluhan tentang Makanan Kariogenik dengan Metode Ceramah dan Diskusi Terhadap Pengetahuan Anak-anak Penderita Karies Gigi di SD Negeri 068004 Perumnas Simalingkar Medan 2015

0 0 16

BAB II URAIAN TEORITIS - Proses Akulturasi Dan Perubahan Identitas (Pengaruh Proses Akulturasi Terhadap Perubahan Identitas Etnis Pasangan Keturunan Jepang Dan Indonesia Di Fukushi Tomo No Kai)

0 0 27

1 BAB I PENDAHULUAN - Proses Akulturasi Dan Perubahan Identitas (Pengaruh Proses Akulturasi Terhadap Perubahan Identitas Etnis Pasangan Keturunan Jepang Dan Indonesia Di Fukushi Tomo No Kai)

0 0 6

Proses Akulturasi Dan Perubahan Identitas (Pengaruh Proses Akulturasi Terhadap Perubahan Identitas Etnis Pasangan Keturunan Jepang Dan Indonesia Di Fukushi Tomo No Kai)

0 0 12

BAB II - Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Mahkamah Syar’iyah Daerah Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Mahkamah Syar’iyah Daerah Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara

0 0 16