ANALISIS POLA INTERFERENSI PADA INTERFEROMETER MICHELSON SEBAGAI PENDETEKSI KETEBALAN BAHAAN TRANSPARAN DENGAN METODE IMAGE PROCESSING MENGGUNAKAN SENSOR CHARGE COUPLE DEVICE(CCD)

(1)

ANALISIS POLA INTERFERENSI PADA INTERFEROMETER MICHELSON SEBAGAI PENDETEKSI KETEBALAN BAHAAN

TRANSPARAN DENGAN METODE IMAGE PROCESSING

MENGGUNAKAN SENSOR CHARGE

COUPLE DEVICE(CCD)

(SKRIPSI)

Oleh

Aptridio Syawaludin Yusuf

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRACT

ANALYSIS OF THE INTERFERENCE PATTERN IN MICHELSON INTERFEROMETER AS TRANSPARENT MATERIALS WITH

THICKNESS DETECTION METHOD USING IMAGE PROCESSING SENSOR CHARGE

COUPLE DEVICE (CCD) by

Aptridio Syawaludin Yusuf

One of the functions of Michelson interferometer is to measure the thickness of a material. Therefore is necessary to employ in the detection of the thickness of transparent materials for examples acrylic and glass. Detection of transparent materials is done by monitoring the alteration of frinji pattern which formed on Michelson interferometer. The analysis is done by observing the value of greylevel which formed in the results of the image processing that is carried out. Monitoring of greylevel value is done by draw out a line from light center to the end of the frinji pattern. Light pattern will showed by the high level of greylevel value and the dark pattern will showed by the low level of greylevel value. Thereby, the alteration between the first and second dark patterns can be seen. The frinji pattern which formed when Michaelson inferometer hasn’t given sample yet is used as first data or can be considered as in normal condition. The frinji pattern that come out when sample is already given is compared to the frinji pattern without sample and those will producea different value which shows the influence of sample distribution. Observation is done with a favor from the camera’s CCD censor. Results from those images that had been caught before are processed till they showed the alteration value. From the research that has been done, the thickness of 2 mm acrylic is 0,8 mm and 3 mm acrylic is 1,7 mm. At the measurement of the glass, the thickness of 1 mm glass is 0,6 mm, 2 mm is 0,8 mm, and 3mm glass is 2,1 mm. The obtained results, indicate that the alteration of wave phase (φ) is happened as an impact of distributing sample on one of the shaft of light rates. The alteration of wave phase (φ) on one of light waves resulting a transformation of interference pattern on Michaelson interferometer’s frinji.


(3)

ABSTRAK

ANALISIS POLA INTERFERENSI PADA INTERFEROMETER MICHELSON SEBAGAI PENDETEKSI KETEBALAN BAHAAN

TRANSPARAN DENGAN METODE IMAGE PROCESSING

MENGGUNAKAN SENSOR CHARGE

COUPLE DEVICE(CCD)

Oleh

Aptridio Syawaludin yusuf

Salah satu kegunaan interferometer Michelson adalah melakukan pengukuran ketebalan bahan. Oleh karena itu perlu penerapan dalam pendeteksian ketebalan bahan transparan sebagai contoh akrilik dan kaca. Deteksi ketebalan bahan transparan akrilik dan kaca dilakukan dengan cara mengamati perubahan pola frinji yang terbentuk pada interferometer michelson. Analisis dilakukan dengan cara mengamati nilai greylevel yang terbentuk pada hasil pengolahan citra yang dilakukan. Pengamatan nilai greylevel dilakukan dengan cara, menarik satu garis dari terang pusat hingga pola frinji terakhir. Pola terang akan ditunjukan dengan nilai greylevel yang tinggi dan pola gelap ditunjukan dengan nilai greylevel yang rendah. Dengan demikian dapat dilihat perubahan antara pola gelap pertama dengan pola gelap kedua. Pola frinji yang terbentuk pada saat interferometer michelson belum diberikan sampel, digunakan sebagai data awal atau dianggap dalam kondisi normal. Pola frinji saat diberikan sampel dibandingkan dengan pola frinji tanpa sampel, akan mendapatkan nilai selisih yang menunjukan pengaruh pemberian sampel. Pengamatan dilakukan dengan bantuan sensor CCD yang terdapat pada kamera. Hasil dari gambar yang didapatkan, diolah hingga dapat menunjukan nilai perubahan yang terjadi. Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh tebal akrilik 2 mm sebesar 0,8 mm dan akrilik 3 mm sebesar 1,7 mm. Pada pengukuran ketebalan kaca didapatkan tebal kaca 1 mm sebesar 0,6 mm, kaca 2 mm sebesar 0,8 mm dan kaca 3 mm sebesar 2,1 mm. Hasil yang didapatkan menunjukan terjadinya perubahan fase (φ) gelombang akibat pemberian sampel pada salah satu laju berkas cahaya. Perubahan fase (φ) pada salah satu gelombang cahaya, mengakibatkan perubahan bentuk pola interferensi pada frinji interferometer Michelson.


(4)

ANALISIS POLA INTERFERENSI PADA INTERFEROMETER MICHELSON SEBAGAI PENDETEKSI KETEBALAN BAHAAN

TRANSPARAN DENGAN METODE IMAGE PROCESSING

MENGGUNAKAN SENSOR CHARGE

COUPLE DEVICE(CCD)

Oleh

Aptridio Syawaludin Yusuf

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Interferensi konstruktif amplitudo ... 9

2. Pemantulan pada cermin bergerak ... 11

3. Cermin datar ... 12

4. (a) Fluks cahaya pertama (b) Fluks cahaya kedua ... 13

5. Penggabungan arah fluks cahaya pada beam splitter ... 14

6. Beam splitter ... 14

7. Skema perpindahan elektron ... 15

8. Laser dioda ... 16

9. skema berkas cahaya pada interferometer Michelson ... 18

10. Cincin gelap dan terang pada cincin newton ... 19

11. Sensor CCD ... 20

12.Borland Delphi 7.0 ... 25

13. Nilai hexadesimal dan RGB warna-warna utama ... 23

14. Diagram alir penelitian ... 28

15. Bentuk pola interferensi ... 30

16. Pola penarikan frinji satu garis ... 31

17. Pola penarikan frinji empat garis ... 32

18. Susunan alat penelitian ... 33

19. Desain Alat ... 34 i


(6)

20. Sketsa Alat ... 34

21. Set Alat percobaan ... 36

22. Pemecahan berkas cahaya pada beam splitter ... 37

23. Hasil perbesaran berka cahaya yang digabungkan ... 38

24. Lembar kerja bahasa pemograman Delphi ... 39

25. Pengukuran jarak frinji dengan menggunakan emapt garis ... 40

26. Cara pengiriman data greylevel ke workspace ... 41

27. Grafik hasil rata-rata yang diperoleh ... 42

28. Grafik hubungan tanpa sampel dan akrilik 2 mm ... 43

29. Grafik hubungan tanpa sampel dan akrilik 3 mm ... 44

30. Grafik hubungan tanpa sampel dan kaca 1 mm ... 45

31. Grafik hubungan tanpa sampel dan kaca 2 mm ... 46

32. Grafik hubungan tanpa sampel dan kaca 3 mm ... 47

33. Grafik kalibrassi jarak pixel ke satuan panjang (mm) ... 49

34. Grafik Metode satu garis antara tanpa sampel dan akrilik 2 mm ... 51

35. Grafik Metode satu garis antara tanpa sampel dan akrilki 3 mm ... 52

36. Grafik Metode satu garis antara tanpa sampel dan kaca 1 mm ... 53

37. Grafik Metode satu garis antara tanpa sampel dan kaca 2 mm ... 54

38. Grafik Metode satu garis antara tanpa sampel dan kaca 2 mm ... 55


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 3

E. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Penelitian Terkait ... 5

B. Teori Dasar ... 8

1. Cahaya ... 8

2. Interferensi ... 8

3. Cermin ... 10

4. Beam Splitter ... 12

5. Laser ... 14

6. Interferometer Michelson ... 16

7. Cincin Newton ... 18

8. Kamera dan Sensor CCD ... 20

9. Borland Delphi ... 20

10. Image Processing ... 21


(8)

11. Matlab ... 22

12. Benda Transparan ... 23

II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

B. Alat dan Bahan ... 25

1. Perencanaan Perangkat Keras (hardware) ... 25

2. Perencanaan Perangkat Lunak (Software) ... 27

C. Prosedur Penelitian ... 28

D. Susunan Alat Penelitian ... 33

E. Desain Gambar Alat ... 34

F. Sketsa Desain Alat ... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hardware ... 35

B. Software ... 38

C. Analisis dan Pembahasan ... 42

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data hasil pengukuran menggunakan pengukuran secara polinomial . 48 2. Data hasil pengukuran menggunakan pengukuran Koordinat pixel puncak

(pola terang) ... 48 3. Data hasil pengukuran menggunakan pengukuran Koordinat pixel lembah

(pola gelap) ... 48 4. Data hasil pengukuran menggunakan pengukuran secara polinomial . orde 6

(satu garis) ... 55 5. Data hasil pengukuran menggunakan pengukuran Koordinat pixel puncak

(pola terang) satu garis... 56 6. Data hasil pengukuran menggunakan pengukuran Koordinat pixel lembah

(pola gelap) satu garis ... 56


(10)

(11)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas segala kenikmatan, kasih sayang, ilmu pengetahuan, keluarga, ujian serta cobaan yang diberikan sehingga skripsi yang berjudul Analisis Pola Interferensi Pada Interferometer Michelson Sebagai Pendeteksi Ketebalan Bahan Transparan Dengan Metode Image Processing Menggunakan Sensor Charge Couple Device

(CCD)sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Lampung dapat penulis selesaikan. Shalawat serta salam bagi junjungan yang Mulia Nabi Besar Muhammad SAW, yang menjadi suri tauladan di setiap langkahku.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini dikarenakan keterbatasan penulis semata. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan dan penyempurnaan laporan penulis selanjutnya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Bandar Lampung, September 2014 Penulis,


(12)

(13)

(14)

MOTO

"Boleh jadi Allah mengabulkan harapan kita dengan

tak memberi apa yang kita inginkan karena Dia Maha Tahu

bahaya yang akan menimpa dibalik keinginan kita"

"Air yang lembut bisa mempersatukan bahan besi, semen,

kerikil, pasir sehingga menjadi beton yang kokoh.

Memang kelembutan hatilah yang akan bisa

mempersatukan."


(15)

1

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Teknik inteferensi optik merupakan salah satu eksperimen dalam dunia fisika optik. Teknik interferensi optik banyak sekali kegunaannya dalam proses pengukuran. Proses-proses pengukuran yang dapat dilakukan dengan menggunakan teknik interferensi optik diantaranya pengukuran jarak, pengukuran ketebalan, difusi larutan, indeks bias, konsentrasi larutan dan lain sebagainya. Interferometer merupakan salah satu alat ukur interferensi optik yang dapat digunakan dalam pengukuran.

Interferometer terbagi menjadi 2 jenis, yaitu interferometer pembagi muka gelombang dan interferometer pembagi amplitudo. Pada pembagi muka gelombang, berkas cahaya pertama dibagi menjadi dua berkas sinar baru yang koheren. Ketika cahaya jatuh dilayar akan membentuk pola interferensi yang berwujud garis terang dan gelap. Pada pembagi amplitudo, cahaya diumpamakan jatuh pada beam splitter. Akibat dari cahaya yang melewati beam splitter akan terjadi pembagian berkas cahaya, dimana salah satu berkas cahaya akan diteruskan dan yang satunya akan dipantulkan. Kedua gelombang tersebut akan memiliki amplitudo yang lebih kecil dari yang sebelumnya. Apabila kedua berkas tersebut disatukan dalam layar akan mengakibatkan terjadinya interferensi. Salah


(16)

2

satu jenis interferometer adalah interferometer Michelson yang digunakan dalam pengukuran yang melibatkan perubahan kecil dalam jalur optik.

Kegunaan interferometer Michelson dalam dunia pengukuran sangat banyak sekali. Seperti halnya yang dilakukan oleh Nugroho dkk pada tahun 2007 mengenai pengukuran ketebalan lapisan transparan ZnO pada suatu preparat. Dengan kemampuan interferometer Michelson pengukuran lapisan transparan dapat diukur menggunakan teknik indeks bias suatu sampel yang digunakan. Proses pengambilan data yang dilakukan adalah dengan cara mengambil nilai indeks bias dari preparat yang telah dilapisi oleh lapisan transparan ZnO. Setelah data didapatkan, maka nilai hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan nilai referensi yang ada sebelum ditambahkan lapisan transparan ZnO (Nugroho dkk, 2007). Nilai indeks bias yang didapatkan pada saat dilapisi lapisan transparan ZnO dapat dibandingkan dengan nilai referensi, karena terjadi perbedaan nilai frinji atau cincin Newton yang didapatkan dalam proses pengukuran. Oleh karena itu metode pengukuran menggunakan interferometer Michelson memiliki tingkat sensitivitas yang sangat tinggi dalam proses pengukurannya.

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, dalam pengukuran ketebalan bahan transparan dibutuhkan tingkat sensitivitas yang cukup tinggi. Prinsip kerja interferometer Michelson mampu mengukur hingga skala kecil akan tetapi hanya dalam batasan satu orde pola frinji, sehingga sangat cocok digunakan dalam pengukuran ketebalan benda transparan yang membutuhkan sensitivitas tinggi. Penambahan sensor ccd dalam pengambilan data pengamatan bertujuan untuk meningkatkan hasil pengukuran yang lebih akurat. Pembuatan alat pendeteksi


(17)

3

yang dapat mengukur ketebalan benda transparan dapat terealisasikan, apabila mengacu pada prinsip kerja interferometer Michelson dan kemampuan capture kamera dengan sensor ccd. Metode image processing dilakukan dengan bantuan program Matlab, sehingga citra yang diperoleh dapat diolah menjadi data yang akurat.

B.Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut ini.

1. Bagaimana merancang alat pendeteksi ketebalan bahan transparan dengan menggunakan interferometer Michelson.

2. Bagaimana proses pengambilan gambar hasil dari pengukuran yang dilakukan. 3. Bagaimana proses pengolahan citra dari gambar hasil pengukuran yang

dilakukan.

C.Batasan Masalah

Batasan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Aplikasi alat pendeteksi ketebalan bahan transparan dengan interferometer Michelson yang dibuat hanya mampu mengukur dalam satu fase.

2. Bahan transparan yang digunakan pada penelitian ini adalah kaca dan akrilik D.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut ini.

1. Merancang alat pendeteksi ketebalan bahan transparan menggunakan interferometer Michelson


(18)

4

2. Memanfaatkan sensor CCD sebagai pengambil data untuk meningkatkan sensitivitas data yang diperoleh.

3. Menganalisis ketebalan akrilik dan kaca menggunakan alat interferometer Michelson yang dibuat.

E.Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah dihasilkannya suatu aplikasi pendeteksi ketebalan bahan transparan yang memiliki sensitivitas baik.


(19)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terkait

Pemanfaatan prinsip dari interferometer Michelson sudah banyak dijumpai. Penggunaan interferometer Michelson lebih banyak digunakan untuk melakukan pengukuran yang membutuhkan tingkat sensitivitas yang tinggi . Pada penelitian yang dilakukan oleh Apsari dkk pada tahun 2008, mereka memanfaatkan interferometer Michelson untuk melakukan pengukuran difusi larutan. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan sensor kamera CCD (charge couple device) sehingga lintasan optik yang terbentuk akibat pola interferensi yang terjadi dapat direkam atau dicetak gambarnya. Proses pengambilan data yang dilakukan secara berkala sehingga perbedaan pola interferensi yang terjadi akibat perubahan konsentrasi setiap waktunya dapat terlihat.

Koefesien difusi larutan yang diukur adalah larutan transparan ammonium dihidrogen phosphate (NH4)H2PO4. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini dengan cara mengukur jarak dua pusat pola frinji dan kemudian membandingkannya dengan referensi. Proses pengukurannya dilakukan dengan menggunakan alat bantu jangka sorong. Hasil pola frinji yang terbentuk diambil gambar dengan kamera sehingga dapat dicetak, hasil cetakan tersebut yang dilakukan pengukuran menggunakan jangka sorong secara manual. Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah membuat alat yang dapat


(20)

6

terintegrasi secara langsung dengan bahasa pemograman untuk mengukur jarak pola frinji ke pusatnya (Apsari dkk, 2008).

Interferometer Michelson dapat digunakan untuk mengukur panjang gelombang sumber cahaya. Penelitian mengenai pengukuran panjang gelombang sumber cahaya sudah pernah dilakukan oleh Falah pada tahun 2006. Penelitian dilakukan untuk menentukan panjang gelombang dari laser dioda. Laser dioda yang digunakan adalah laser dioda berwarna merah dan hijau. Pada laser dioda merah terdapat dua jenis laser dioda. Pada laser dioda merah I mendapatkan panjang gelombang sebesar (648 ± 2 nm), laser dioda merah II mendapatkan panjang gelombang sebesar (645 ± 2 nm) dan laser dioda hijau mendapatkan panjang gelombang sebesar (543 ± 6 nm). Penelitian ini menyimpulkan bahwa pola interferensi yang terbentuk pada saat panjang gelombang lebih besar, akan memiliki pola frinji yang lebih sedikit dan jarak antar frinjinya lebih lebar. Apabila dibandingkan dengan laser yang memiliki panjang gelombang lebih kecil (Falah, 2006).

Pada penelitian oleh Setyaningsih pada 2006, interferometer Michelson digunakan untuk mengukur panjang koherensi dari laser. Laser yang diamati panjang koherensinya adalah laser He-Ne, laser dioda merah dan laser dioda hijau. Dari hasil penelitian yang didapatkan, panjang koherensi laser He-Ne sebesar (12,4 ± 0,3 cm), laser dioda merah sebesar (14,6 ± 0,4 cm) dan laser dioda hijau sebesar (17,0 ± 0,2 cm). Suatu sumber cahaya dapat diukur tingkat kemonokromatisannya dengan cara mengukur panjang koherensi dari suatu cahaya tersebut. Metode yang digunakan adalah dengan cara mengamati lintasan optik dari pola interferensi


(21)

7

yang terbentuk. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai dasar pembuatan alat spektroskopi dan dapat dipakai untuk aplikasi dalam bidang holografi (Setyaningsih, 2006).

Pemanfatan interferometer Michelson yang lainnya untuk mengukur konsentrasi larutan gula. Konsentrasi gula dapat diamati perubahannya dengan cara mengamati pola interferensi yang terbentuk dari lintasan optik interferometer Michelson. Penelitian ini dilakukan oleh Nugraheni dkk pada tahun 2012. Prinsip yang dilakukan hampir sama dengan penelitian yang lainnya, akan tetapi sampel yang digunakan ditaruh di wadah berbentuk segitga sehingga dapat digeser tegak lurus searah laser. Hasil yang didapatkan dalam pengukuran ini hingga mencapai 96,23 % keakuratan datanya (Nugraheni dkk, 2012).

Pada penelitian interferometer Michelson yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya terdapat variasi metode yang dilakuakan. Pada penelitian deteksi koefisien muai termal composite nanofiller yang yang dilakukan oleh Ulfa dkk pada tahun 2012,menggunakan proses pengukuran secara real time dengan video. Pengamatan yang meraka lakukan adalah dengan cara mengukur jumlah cacahan frinji yang terjadi dengan bantuan kamera yang terhubung dengan bahasa pemograman Borland Delphi. Pengukuran menggunakan teknik perekaman yang terhubung langsung dengan bahasa pemograman Delphi akan menambah keakuratan hasil pengukuran yang didapatkan. Selain menggunakan teknik video rekam, terdapat pengukuran yang memanfatkan sistem capture kamera sehingga data pengukuran langsung dapat diamati atau diolah citranya menggunakan bahasa pemograman Borland Delphi (Ulfa dkk, 2012). Pada penelitian ini akan


(22)

8

dilakukan pendeteksian ketebalan dengan menggunakan interferometer Michelson yang diintegrasikan dengan sensor ccd dan laptop. penelitian dilakukan dengan mengamati perubahan yang terjadi pada pola frinji yang terbentuk, akibat pemberian sampel yang diuji.

B. Teori Dasar

1. Cahaya

Cahaya sangat penting bagi seluruh kehidupan yang ada di bumi. Cahaya dapat disebut gelombang dan partikel (Giancoli, 2001). Cahaya disebut gelombang karena rambatan cahaya diasumsikan secara kontinu sehingga menyerupai gelombang cahaya juga memiliki sifat difraksi, polarisasi, refleksi dan interfernsi. Sedangkan cahaya dikatakan partikel karena rambatan cahayanya diasumsikan berupa paket-paket partikel dan cahaya memiliki massa, energi dan momentum (Beiser, 1992). Paket-paket partikel cahaya disebut dengan foton. Laju dari cahaya sebesar 3 × 108 m/s. Cara menghitung laju dari cahaya ditunjukan pada persamaan 2.1.

c = 1

�ε0 0 (2.1)

Apabila dimasukan nilai permibilitas ruang hampa dan permitivitas ruang hampa, maka akan didapatkan nilai sebesar 3 × 108 m/s (Tipler, 2001).

2. Interferensi

Bertemunya dua buah gelombang atau lebih, sehingga terjadinya penggabungan secara superposisi atau lebih pada sebuah titik disebut dengan interferensi (Tipler, 2001). Terdapat dua jenis interferensi, yaitu interferensi konstruktif dan


(23)

9

interferensi destruktif (Sugito dkk, 2005). Interferensi konstruktif adalah interferensi yang saling menguatkan. Hasilnya adalah pola terang jika difokuskan pada layar. Apabila dituliskan secara matematis dalam seperti (�, 2�, 3�, ...., n�) dengan n adalah bilangan bulat. Interferensi destruktif adalah interferensi yang saling melemahkan. Interferensi destruktif bila difokuskan pada sebauah layar akan menampakan hasil pola gelap. Pada interferensi konstruktif dan destruktif hal yang dikuatkan atau dilemahkan adalah gelombang atau amplitudonya. Penguatan amplitudo ditunjukan pada Gambar 1.

(a) (b)

Gambar 1. (a) Interferensi konstruktif (b) Interferensi destruktif

Pada Gambar 1, garis hijau dan biru menunjukan 2 buah amplitudo gelombang. Garis yang merah menyatakan amplitudo gelombang setelah terjadi interferensi konstruktif dan destruktif. Misalkan terdapat dua buah gelombang yang mempunyai frekuensi yang sama. Perbedaan antara dua buah gelombang itu hanya pada salah satu gelombang terdapat perbedaan jarak (∅).

�1 = � �� (�� − ��) (2.2)

�2 =� �� (�� − �(�+∅)) (2.3)

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 -3 -2 -1 0 1 2 3 (t) (y )

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 (t) (y )


(24)

10

Dengan A adalah amplitudo, � merupakan frekuensi sudut, dan k adalah bilangan gelombang yang memiliki nilai besarnya 2�

�. Dari �1 dan �2persamaan pada

persamaan 2.2 dan 2.3 dapat dilakukan penjumlahan dengan mengikuti prinsip superposisi sehingga menghasilkan persamaan 2.6.

�= �1+�2 (2.4)

=�{ �� (�� − ��) + ��(�� − �(�+∅)) (2.5) = 2� � (�∅/2) ��[�� − �(�+∅/2)](2) (2.6) Apabila nilai ∅ kecil maka nilai dari amplitudo akan mendekati 2A, akan tetapi apabila nilai dari ∅ besar maka atau 1

2� maka nilai amplitudonya akan 0 (Sugito

dkk, 2005). 3. Cermin

Cermin adalah salah satu benda yang dapat memantulkan cahaya. Terdapat 3 macam cermin apabila ditinjau dari permukaannya, yaitu cermin datar, cermin cekung dan cermin cembung (Young dan Freedman, 2002). Cermin datar adalah cermin yang memiliki permukaan datar. Cermin datar memiliki sifat ukuran bayangan yang dihasilkan akan sama dengan yang aslinya, jarak bayangan sama dengan jarak benda asli, bayangan yang dihasilkan terbalik antara bagian kiri-kanannya, bayangan yang dihasilkan tegak seperti aslinya dan bayangan bersifat maya.

Hukum Snellius menyatakan bahwa pemantulan cermin datar yang diam, sudut datang akan sama dengan sudut pantulnya. Proses pemantulan dijelaskan oleh Gambar 2.


(25)

11

Gambar 2. Pemantulan pada cermin datar (Surya, 2010).

Pada cermin datar berlaku persamaan 2.7 dan 2.8 yang menerangkan jarak dan tinggi benda terhadap bayangan benda.

1

� =

1

+1 (2.7)

Karena nilai fokus pada cermin datar bernilai tak hingga maka didapatakan persamaan 2.8.

s=-s' (2.8) Dari persamaan (2.7) dan (2.8) asli atau bernilai 1. Pembuktian perbesaran yang bernilai 1 ditunjukan oleh persamaan (2.9).

M=�s'

s� atau M=� y'

y� (2.9)

Cermin cekung adalah cermin yang memiliki lengkung kearah dalam. Pemanfaatan dari cermin cekung biasanya digunakan untuk reflekstor lampu senter, lampu mobil dan lain-lain. Cermin cekung memiliki sifat apabila benda dekat dengan cermin cekung, maka bayangan yang dihasilkan akan bersifat tegak, lebih besar dan semu. Akan tetapi bila benda jauh dari cermin cekung, bayangan yang dihasilkan akan bersifat nyata dan terbalik. Cermin yang terakhir adalah cermin cembung, cermin cembung memiliki bentuk cembung pada permukaan


(26)

12

pantulnya sehingga pantulannya akan mengarah keluar. Pemanfaatan dari cermin cembung sering digunakan untuk spion kendaraan bermotor, dikarenakan bayangan yang dihasilkan oleh cermin cembuung memiliki sifat maya, tegak dan lebih kecil dari benda aslinya. Gambar 3 menunjukan bentuk dari cermin datar.

Gambar 3. Cermin datar

4. Beam splitter

Beam splitter dikenal sebagai alat optik yang mampu membagi berkas cahaya menjadi dua bagian apabila melaluinya. Beam splitter terdiri atas dua buah prisma segitiga, sehingga beam splitter bentuknya menyerupai kubus atau balok. Lapisan pada beam splitter menggunakan lapisan resin. Ketebalan lapisan resin diatur dengan perhitungan yang kompleks terhadap panjang gelombang, sehingga setengah dari gelombang cahaya dapat melewatinya dan sebagian yang lain ditransmisikan (Nielsen dkk, 2001). Nilai beam splitter biasanya ditentukan dari nilai ideal transmitansi dan reflektansi yang dinyatakan sebagai persentase dan biasa ditulis T/R (Macleod, 2010). Beam splitter yang biasa digunakan dalam alat optik biasanya memiliki nilai persentase 50/50, dimana 50% intensitas cahaya akan ditransmisikan dan 50% intensitas cahaya yang melalui beam splitter akan di refleksikan (Herlambang, 2012).


(27)

13

Proses pemecahan berkas cahaya oleh beam splitter ditunjukan oleh Gambar 4.

(a) (b)

Gambar 4. (a) menunjukan fluks cahaya dari inputan pertama (b) menunjukan fluks cahaya dari inputan kedua

Gambar 4 menunjukan arah inputan dari fluks cahaya yang masuk melewati beam splitter yang kemudian dipantulkan dan ditransmisikan. Gambar 4 (a) dapat ditunjukan dengan bentuk persamaan 2.10.

� = �1 �� = ��1 (2.10)

�1 merupakan fluks cahaya datang dari arah pertama, � adalah fluks cahaya arah

refraksi dengan r merupakan koefesien refraksi dan � merupakan fluks cahaya arah transmisi dengan t merupakan koefesien transmisi. Sedangkan pada Gambar 4 (b) dapat dibentuk persamaan yang ditunjukan oleh persamaaan 2.11.

� =�′�2 �� = ′�2 (2.11)

Berbeda dengan persamaan 2.11, pada persamaan 2.12 arah fluks cahaya datang berasal dari �2, sedangkan nilai � merupakan fluks cahaya arah refraksi dengan ′ sebagai koefesien refraksi dan � merupakan fluks cahaya arah transmisi dengan �′ sebagai koefesien transmisi. Apabila arah fluks cahaya pada gambar 4 digabungkan akan ditunjukan oleh gambar 5.

t’

�2 �

�1

r


(28)

14

Gambar 5. Penggabungan arah fluks cahaya yang melalui beam splitter Dari gambar 5 dapat dibentuk persamaan baru yang mensubtitusikan persamaan 2.10 dan 2.11.

� = �1+�′�2 � � =��1+ ′�2 (2.12)

Bentuk beam splitter yang asli ditunjukan oleh Gambar 6.

Gambar 6. Beam splitter 5. Laser

Light amplification by stimulated emission of radiation atau yang lebih dikenal dengan nama laser adalah suatu perangkat yang berfungsi untuk menciptakan dan menguatkan radiasi elektromagnetik melalui proses emisi terstimulasi pada frekuensi tertentu (Herwandi, 2011). Laser merupakan perkembangan dari maser, huruf m disini singkatan dari Microwave, artinya gelombang mikro. Cara kerja maser dan laser adalah sama, hanya saja mereka bekerja pada panjang gelombang yang berbeda. Laser bekerja pada spektrum infra merah sampai ultra ungu,

r r’

t t’

� �

�1


(29)

15

E1 E1 E1

E2 E2 E2

ℎ� ℎ� ℎ�

sedangkan maser memancarkan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang jauh lebih panjang, sekitar 5 cm, lebih pendek sedikit dibandingkan dengan sinyal TV - UHF. Laser memiliki panjang gelombang kisaran 538 nm pada laser dioda, hingga 638 nm pada laser He-Ne (Minarni dkk, 2013). Laser yang memancarkan sinar tampak disebut laser – optic (Pikatan, 1991). Keunggulan dari laser adalah sinar cahaya memiliki panjang gelombang yang sama dan koheren, sehingga dapat mencapai jarak yang jauh tanpa menyebar. Salah satu jenis laser adalah laser dioda (Prihono, 2009).

Proses terbentuknya laser karena terjadinya perpindahan elektron dari tingkat yang lebih rendah menuju tingkatan yang lebih tinggi. Proses perpindahan ini menyebabkan kondisi elektron yang cenderung tidak stabil, sehingga elektron cenderung ingin kembali ke kondisi semula. Proses kembalinya elektron ke kondisi semula menyebabkan terjadinya pelepasan energi berupa cahaya.

�1 <�2 (2.13)

Cacah atom pada masing-masing tingkat energi adalah N1dan N2. Sehingga dapat digambarkan seperti Gambar 7.

Gambar 7. Skema perpindahan elektron

Laser dioda menggunakan bahan semikonduktor sebagai media aktifnya yang terdiri dari tipe p (anoda) dan tipe n (katoda). Pada laser dioda tipe p-n, arus


(30)

16

mengalir dari anoda tipe (p) menuju ke katoda tipe (n). Gambar 8 menunjukan bentuk asli dari laser dioda.

Gambar 8. Laser Dioda 6. Interferometer Michelson

Interferometer optik adalah suatu alat yang dirancang atau dibuat untuk menghasilkan pola interferensi dari perbedaan lintasan optiknya. Klasifikasi interferometer terdiri dari dua macam, yaitu interferometer pembagi muka gelombang dan interferometer pembagi amplitudo (Nugroho dkk, 2009). Interferometer pembagi muka gelombang diaplikasikan pada proses interferensi celah ganda, dimana berkas cahaya pertama dibagi menjadi dua sehingga menghasilkan dua buah berkas cahaya yang koheren. Ketika kedua berkas tersebut jatuh pada layar akan membuat pola frinji dengan pola terang dan gelap. Pola terang terjadi apabila gelombang dari kedua berkas tersebut sefase, sedangkan pola gelap apabila gelombang dari kedua berkas tersebut tidak sefase. Kedua celah yang dilalui berkas sinar harus tetap agar pola interferensi yang didapatkan tetap. Perbedaan pada pembagi amplitudo terjadi karena, pada pembagi amplitudo menggunakan beam splitter yang berfungsi untuk memotong berkas cahaya menjadi dua buah bagian. Proses pembagian berkas cahaya tersebut, akan membuat amplitudo dari berkas cahaya terbagi. Berkas cahaya yang sebelumnya


(31)

17

hanya satu kemudian terbagi menjadi dua bagian sehingga amplitudonya terbagi menjadi lebih kecil. Jika kedua berkas tersebut dapat disatukan kembali pada sebuah layar, akan terjadi pola interferensi (Setyaningsih, 2006).

Terdapat banyak macam jenis dari interferometer seperti interferometer Michelson, interferometer Mach Zender, Interferometer Fabry Perot dan interferometer Rayleigh. Akan tetapi interfeometer Michelson merupakan yang lebih simpel karena hanya memakai satu buah kaca pemecah berkas atau beam splitter. Dari sekian banyak interferometer, yang paling terkenal secara historis adalah interferometer Michelson (Nugroho dkk, 2007). Aplikasi interferometer diantarnya adalah mengukur panjang gelombang. Pengukuran panjang gelombang menggunakan interferometer Michelson akan sangat teliti. Ketelitian dalam proses pengukuran akan sangat baik apabila jumlah garis yang dihitung sangat banyak (Kuswanto, 2013). Pengukuran jarak yang tepat pada interferometer Michelson dapat dilakukan dengan cara menggerakkan cermin bergerak M2 dan menghitung frinji yang bergerak atau berpindah dengan acuan satu titik pusat. Persamaan (2.14) merupakan jarak pergeseran yang berhubungan dengan perubahan frinji akibat terjadinya perubahan lintasan optik pada interferometer Michelson.

Δd= ΔN

2 (2.14) Dengan Δd adalah perubahan lintasan optik, ΔN adalah perubahan jumlah frinji, dan adalah panjang gelombang laser yang digunkan. Gambar 9 menunjukan skema berkas cahaya yang terjadi pada interferometer Michelson.


(32)

18

Gambar 9. Skema berkas cahaya pada interferometer Michelson 11. Cincin Newton

Penamaan cincin newton diambil dari nama Isac Newton. Interferensi cincin newton terjadi karena cahaya monokromatik melewati permukaan kelengkungan lensa plan konveks (cembung datar) dan permukaan plan pararel (balok kaca). Akibat dari lewatnya cahaya monokromatik pada lapisan tipis udara diantara keduanya, akan menyebabkan interferensi pembagi amplitudo cahaya. Terjadinya interferensi pembagi amplitudo menyebabkan timbulnya pola interferensi berupa cincin gelap (destruktif) dan cincin terang (konstruktif) (Purnomo dkk, 2012). Cincin gelap dan terang ditunjukan oleh Gambar 10.


(33)

19

(a) (b)

Gambar 10. (a) Cincin gelap dan terang pada cincin newton (b) Penjelasan sinar pada cincin Newton

Perubahan pola cincin yang terjadi pada Gambar 10, diakibatkan adanya perubahan selaput tipis udara atau jarak diantara lensa plankonveks dan kaca plan pararel. Adanya perubahan fase yang terjadi pada dua buah gelombang yang disatukan menyebabkan terjadinya pola terang dan gelap yang terbentuk. Perubahan beda lintasan optis merupakan faktor yang mengakibatkan terjadinya perubahan fase pada dua buah gelombang (Podoleanu dkk, 1996). Sinar yang dipantulkan oleh permukaan cekung lensa dan sinar yang dipantulkan melalui lapisan tipis akan berinterferensi sehingga membentuk lingkasran gelap dan terang yang sepusat. Lingkaran ini yang disebut dengan cincin Newton dengan persamaan 2. 15

d=R-�R2-r2=R-R1-�r R�

2

�2

Jika

� ≪1 maka faktor �1− ���

2

�2 akan menjadi

d=R-�R2-r2=R-R1-�r R�

2 �

2 ≅ r2


(34)

20

Sehingga persamaan interferensi pada cincin newton ditunjukan oleh persamaan 2.16.

��+1

2� �� = 2

2

2� (2.16)

7. Kamera dan Sensor CCD

Seiring kemajuan teknologi kamera, pemanfaatan kamera tidak hanya untuk mengambil gambar kenang-kenangan saja (Riyanti dkk, 2009). Pemanfaatan kamera pada dunia penelitian sering dijumpai seperti pemanfaatan kamera sebagai kode sandi wajah, sistem parkir otomatis, sistem keamanan, dan lain sebagainya. Kamera adalah piranti yang dapat menangkap gambar sehingga dapat terekam dan tersimpan. Kamera dapat digunakan untuk melakukan pengamatan suatu objek secara kontinu. Sensor CCD adalah bagian dari suatu kamera yang berfungsi untuk mengubah cahaya menjadi elektron agar dapat disimpan dan diproses oleh kamera. Sensor CCD berbentuk seperti sebuah chip kecil. Gambar sensor CCD ditunjukkan oleh Gambar 11.

Gambar 11. Sensor CCD (Utomo, 2011) 8. Borland Delphi 7

Borland Delphi adalah suatu bahasa pemograman yang bekerja pada operating system windows. Kemampuan borland delphi antara lain untuk menyediakan tools


(35)

21

yang dapat membuat tampilan-tampilan dan penggunaan yang menarik sehingga terlihat lebih high technology (Alam, 2004). Pada borland delphi fasilitas pemograman dibagi menjadi dua, yaitu objeknya seperti form, tools, dan lain sebagainya dan bahasa pemograman dari program itu sendiri. Bahasa pemograman adalah otak pengatur atau pemberi perintah pada objek yang ada, sehingga dapat berfungsi sesuai dengan intruksi. Gambar 12 menunjukan tampilan software dari Borland Delphi 7.0.

Gambar 12. Borland Delphi 7.0

9. Image’s Processing

Image’s processing atau yang lebih dikenal dengan sebutan pemrosesan citra digital adalah suatu proses pengolahan citra menggunakan komputer agar lebih mudah dilihat, dianalisis oleh manusia atau mesin (Riyanti dkk, 2009). Proses pengolahan citra dapat dilakukan dengan cara melakukan penajaman gambar, mengubah gambar ke dalam greyscale, kompersi data gambar dan lain sebagainya (Yhuwana, 2012). Salah satu yang alat bantu yang paling sederhana dalam mengolah citra adalah dengan cara melakukan proses histogram tingkat keabuan. Histogram tingkat keabuan adalah suatu fungsi yang menunjukan jumlah titik yang ada di dalam suatu citra untuk setiap tingkat keabuan. Absis (sumbu-x)


(36)

22

adalah tingkat keabuan dan oordinat (sumbu y) adalah frekuensi kemunculan dari nilai keabuan (Achmad dan Kartika, 2013).

Selain itu nilai yang perlu diperhatikan dalam pengolahan citra adalah nilai RGB. Nilai RGB merupakan paduan dari 3 warna dasar yang dapat membuat warna-warna yang lainnya. Pada bilangan hexadesimal nilai terendah adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 255. Gambar 13 menunjukan nilai hexadesimal dan nilai RGB dari beberapa warna utama.

Gambar 13. Nilai hexadesimal dan RGB warna-warna utama (Surya, 2012). 10. Matlab

MATLAB merupakan bahasa komputasi yang memilki banyak sekali fungsi built-in yang berkaitan dengan matrik dan persamaan-persamaan yang biasa digunakan pada bidang tertentu. Dalam penggunaannya sangat memudahkan pengguna untuk melakukan pemrograman sehingga, tidak terlalu dipusingkan dengan logika pemrograman dan lebih fokus terhadap logika penyelesaian masalah yang dihadapi. Image atau gambar adalah representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam koordinat kartesian x-y, dan setiap koordinat merepresentasikan satu sinyal terkecil dari objek yang biasanya koordinat terkecil ini disebut sebagai piksel. Karena


(37)

23

merupakan sistem koordinat yang memiliki nilai maka biasanya image dianggap sebagai sebuah matrik x-y yang berisi nilai piksel. Representasi dari matriks tersebut dapat ditulis pada persamaan (2.17).

�(�,�0 =�

�(0,0) �(0,1) … �(0, −1)

�(1,0) �(1,1) … �(1, −1)

⋮ ⋮ … ⋮

�( −1,0) �( −1,1) … �( −1, −1)

� (2.17)

Dan di MATLAB representasi ini biasa ditulis persamaan (2.18)

�(�,�0 =�

�(1,1) �(1,2) … �(1, )

�(2,1) �(2,2) … �(2, )

⋮ ⋮ … ⋮

�( , 1) �( , 2) … �( , )

� (2.18)

Yang perlu diperhatikan adalah bahwa indeks matriks pada MATLAB selalu dimulai dengan angka 1sehingga untuk f(0,0) akan sama dengan f(1,1) pada matlab. Bentuk matrik ini kemudian diolah menurut teori-teori tertentu yang bertujuan untuk memecahkan masalah tertentu, bentuk matriks adalah perwujudan dari bentuk sinyal digital sehingga proses pemecahan dan pengolahan matriks dari gambar ini biasanya disebut dengan digital image processing. Pada matlab fungsi untuk melakukan pembacaan image standar yaitu, imread (‘filename’) (Iqbal, 2009).

11. Benda Transparan

Benda transparan adalah benda yang dapat tertembus oleh cahaya dan seolah-olah benda tersebut tidak memiliki filter untuk menahan atau memantulkan cahaya tersebut. Salah satu benda transparan yang sangat sering dijumpai adalah kaca. Kaca adalah bahan yang tidak terlalu padat molekulnya, karena molekul-molekulnya tersusun acak seperti halnya zat cair, namun memiliki nilai kohesi


(38)

24

yang membuat bentuknya menjadi stabil. Hal yang mengakibatkan terlihat tranparan disebabkan susunan molekul yang acak tersebut (Adryanta, 2008).


(39)

22

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian mengenai analisis pola interferensi pada interferometer Michelson akibat perbedaan ketebalan benda transparan dengan metode image processing menggunakan sensor ccd, akan dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai dengan bulan April 2014. Proses pengambilan data dilakukan di Laboratorium Fisika Dasar Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini: a. Perangkat Keras (Hardware)

1. Satu set interferometer Michelson a. Cermin bergerak

Cermin bergerak merupakan cermin yang digunakan untuk melakukan kalibrasi pengukuran yang dilakukan. Cermin bergerak merupakan bagian yang diumpamakan sebagai objek yang bergerak dalam pengukuran pergeseran objek.


(40)

23

b. Cermin tetap

Cermin tetap adalah cermin yang digunakan untuk menetapkan referensi lintasan optis yang tetap.

c. Beam splitter

Beam splitter dikenal sebagai alat optik yang mampu membagi berkas cahaya menjadi dua bagian apabila melaluinya. Pemanfaatan beam splitter dapat digunakan untuk membagi amplitudo berkas cahaya menjadi dua bagian. Pemisahan berkas cahaya tersebut apabila disatukan kembali akan mengakibatkan terjadinya interferensi.

d. Lensa cekung perbesaran

Lensa cekung digunakan untuk membuat berkas cahaya yang diamati dapat terlihat dengan mata manusia, karena terjadinya perbesaran berkas cahaya. 2. Laser

Laser merupakan cahaya yang memiliki panjang gelombang stabil, sehingga bersifat koheren tidak menyebar berkas cahayanya. Laser dalam percobaan ini dimanfaatkan sebagai berkas cahaya yang melalui interferometer Michelson, kemudian pola interferensi dari laser tersebut yang diamati.

3. Kamera webcam Logitech c270

Kamera pada percobaan ini digunakan untuk mengambil gambar atau video dari pola interferensi yang terjadi. Adanya kamera dapat membuat proses pengamatan yang dilakukan berjalan otomatis, tanpa perlu diamati secara langsung. Sensor yang digunakan dalam kamera ini adalah CCD, sebagai alat penangkap gambar.


(41)

24

4. Laptop Lenovo B460

Laptop yang digunakan pada penelitian ini adalah laptop Lenovo B460. Laptop ini memiliki spesifikasi processor intel core i5, RAM 6 GB, VGA Nvidia Geforce 1 GB.

b. Perangkat lunak (software) 1. Borland Deplhi 7

Bahasa pemograman yang digunakan pada penelitian ini adalah borland delphi 7. Program yang dibuat pada Delphi 7 meliputi teknik capture kamera secara interfacing terhadap laptop yang digunakan, teknik pengolahan citra seperti proses grayscale, croping, negasi.

2. Matlab

Matlab adalah bahasa pemograman tingkat tinggi, yang digunakan untuk menganalisis hasil dari gambar yang didapatkan dengan menggunakan metode pendekatan greylevel pada setiap titik. Hal ini digunakan untuk menganalisis perbedaan setiap titik garis frinji yang didapatkan.


(42)

25

c. Prosedur Penelitian

Prosedur dari penelitian yang akan dilakukan ditunjukan pada Gambar 14.

Gambar 14. Diagram alir penelitian Berhasil

Pengambilan Data

Pemrosesan Data

Pembuatan laporan

Stop Pengujian Sistem

Berhasil/ Tidak Hasil Output

Start

Perancangan diagram blok

Merealisasikan Sistem

Data Akhir


(43)

26

Prosedur dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut ini; 1. Perancangan diagram blok

Perancangan diagram blok dari sebuah sistem agar sistem yang dibuat dalam penelitian ini dapat terhubung antara yang satu dengan yang lainnya. Terhubungannya semua sistem yang ada, akan memudahkan proses pengamatan kerja sistem yang dilakukan.

2. Merealisasikan sistem

Realisasi dari sistem yang dirancang dengan mewujudkan sistem rancangan yang telah dibuat. Dalam perancangan penelitian ini, rancangan sistem yang pertama kali dilakukan adalah dengan membuat set interferometer Michelson dengan menggunakan bahan papan, besi, cermin, dan beam splitter. Setelah set alat interferometer Michelson telah dibuat, rancangan selanjutnya adalah membuat sistem program untuk mengolah citra yang nanti didapatkan. Dari pengolahan citra tersebut, didapatkan hasil pengukuran yang diinginkan.

3. Pengujian sistem

Pengujian sistem yang pertama kali dilakukan adalah dengan cara mengkalibrasi alat ukur yang telah dibuat. Setelah proses pengkalibrasian berhasil, alat pendeteksi ketebalan yang dibuat dapat digunakan. Proses pengkalibrasian dilakukan dengan cara mengambil data ukur ketepatan kamera dan pola frinji yang terbentuk.

4. Hasil output

Hasil output yang didapatkan dari penelitian ini adalaha pola interferensi yang terbentuk. Pola interferensi tersebut merupakan data yang nantinya akan diolah


(44)

27

dan diterjemahkan menjadi seberapa besar perubahan pola frinji terhadap ketebalan bahan transparan terhadap yang diamati. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15.

Gambar 15. Pola Interferensi yang terbentuk (Kartina, 2010) 5. Pengambilan data

Pengambilan data dari proses pengukuran pergeseran objek dilakukan dengan cara membentuk pola frinji dari setiap sampel ketebalan bahan yang diamati, kemudian pola frinji yang terbentuk ditangkap oleh kamera menggunakan sensor CCD. Setelah dilakukan proses pengambilan gambar, hasil gambar disimpan kedalam laptop yang terhubung dengan kamera.

6. Pemrosesan data

Hasil gambar pola frinji yang didapatkan, diproses sesuai dengan kebutuhan seperti process grayscale, pengukuran diameter frinji, pengukuran tingkat greylevel. Semua hal tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan hasil pengukuran yang baik. Dari proses pengolahan citra yang dilakukan, keluaran data terakhir berupa grafik koordinat dari gambar data setiap dilakukan perubahan ketebalan sampel. pengolahan data dilakukan dengan cara membuat


(45)

28

hubungan tingkat greylevel dengan jarak setiap pola frinji. Dengan diketahui tingkat greylevel maka dapat dibedakan pada jarak berapa pola gelap dan terang terjadi. Data jarak yang didapatkan disimpulkan menjadi perubahan ketebalan suatu bahan transparan.

7. Metode Pengambilan data

Proses analisis data dialkukan dengan dua metode yaitu, metode satu garis dan metode empat garis.

a. Metode satu garis

Metode satu garis adalah metode yang digunakan dengan cara mengambil satu garis pada pola frinji dari terang pusat hingga pola frinji terakhir. Nilai greylevel pada garis tersebut diamati besarnya. Gambar 15 menunjukan penarikan frinji dengan cara satu garis, garis frinji.

Gambar 16. Pola penarikan frinji satu garis b. Metode empat garis

Metode empat garis dilakukan dengan cara, mengambil empat buah garis pada sisi atas, kanan, bawah dan kiri gambar. Keempat garis tersebut merupakan representasi dari keseluruhan gambar.


(46)

29

Gambar 17. Pola penarikan empat garis pada frinji 8. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan 3 buah teknik analisis, yakni teknik polinomial, teknik pola terang dan teknik pola gelap.

• Teknik polinomial

Teknik polinomial merupakan teknik analisis dengan cara menarik garis polinomial orde 6 pada grafik yang dibentuk. Perubahan bentuk garis polinomial pada setiap grafik yang dibentuk, menandakan terjadinya perubahan jarak yang terjadi.

• Teknik pola terang

Teknik pola terang merupakan cara untuk menganalisis perubahan frinji yang terjadi dengan membandingkan perubahan pola terang pada setiap grafik yang diperoleh. Pola terang dalam grafik ditunjukan pada puncak yang grafik yang diperoleh.

• Teknik pola gelap

Pola gelap merupakan teknik analisis yang dilakukan dengan cara mengambil nilai pada pola gelap frinji yang terbentuk untuk dibandingkan

200.00 200.00

200.00


(47)

30

dengan setiap grafik yang diperoleh. Pada pola gelap di grafik ditunjukan oleh lembah yang terbentuk pada grafik.

d. Susunan alat penelitian

Susunan alat penelitian dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Susunan alat penelitian

Gambar 18 menunjukan susunan alat interferometer Michelson, dimana berkas cahaya laser ditembakan ke arah beam splitter, kemudian pada beam splitter dipecah menjadi dua buah berkas cahaya. Berkas cahaya yang pertam diteruskan ke cermin M1 dan berkas cahaya yang kedua dibelokan ke arah cermin M2. Berkas cahaya tersebut dipantulkan kembali melewati beam splitter, yang kemudian ditangkap oleh layar. Pola gambar frinji dari interferometer Michelson yang terbentuk, ditangkap oleh kamera sehingga dapat diolah dengan software pemograman.

M2


(48)

31

E. Desain Gambar Alat

Desain gambar alat dari penelitian ini ditunjukan oleh gambar 19.

Gambar 19. Desain alat F. Sketsa Skala Desain Alat

Sketsa skala desain alat dari penelitian ini ditunjukan oleh Gambar 20.


(49)

56

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Terealisasikan alat pendeteksi ketebalan dengan metode pengolahan citra, memanfaatkan alat interferometer Michelson yang terintegrasi dengan kamera dan laptop.

2. Nilai greylevel pada metode satu garis, cenderung lebih baik karena nilai greylevelnya adalah asli dari hasil pengambilan gambar atau citra.

3. Hasil analisa ketebalan pada metode satu garis dengan menggunakan pola gelap menunjukan kenaikan perubahan nilai ketebalan akrilik yang diperoleh pada akrilik 2 mm ke akrilik 3 mm sebesar 0,9 mm.

4. Perubahan kenaikan nilai ketebalan kaca yang diperoleh pada sampel kaca 1 mm ke sampel kaca 2 mm sebesar 0,2 mm dan kenaikan pada sampel kaca 2 mm ke sampel kaca 3 mm sebesar 1,3 mm.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan setelah dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Pembuatan alat harus memiliki tingkat kestabilan yang tinggi, agar memudahkan dalam proses pengambilan data.


(50)

57

2. Sampel yang digunakan range pertambahannya jangan terlalu besar, agar mendapatkan data pembanding yang lebih baik.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, B., & Kartika, F. (2013). Pengelolahan Citra Digital Menggunakan Delphi. Yogyakarta: Andi.

Adryanta. 2008. Kaca sebagai struktur bangunan. Skripsi S1. Jakarta: Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Alam, M. A. (2004). Belajar Sendiri Mengolah Database Dengan Borland Delphi 7. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Apsari, R., Trisnaningsih & Umi (2008). Pemanfaatan Sensor CCD dan Interferometer Michelson Untuk Menentukan Koefesien Difusi Larutan Transparan. Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol: 4, Nomor 1.

Beiser, A. (1992). Konsep Fisika Modern Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.

Falah, M. (2006). Analisis Pola Interferensi Pada Interferometer Michelson Untuk Menentukan Panjang Gelombang Sumber Cahaya. Semarang: Skripsi S1 Universitas Diponegoro.

Giancoli, D. C. (2001). Fisika Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Herlambang, Bambang. 2012. Pembuatan Beam Splitter Dari Lapisan Tipis Dari Almunium Dengan Metode Evaporasi vakum Untuk Alat Bidik Senjata. Jakarta. Tesis S2 Magister Fisika Instrumentasi Universitas Indonesia.

Herwandi. (2011). Analisis Proses Pemotongan Pada Bahan Tulang Sapi Menggunakan Laser Diode Daya Rendah. Jurnal Manutech, Vol 2, Nomor 1.


(52)

Iqbal, Muhammad. 2009. Dasar Pengolahan Citra Menggunakan Matlab. Bogor: Buku Tutorial Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Kartina. 2010. Cincin Newton. Dipetik November Jumat, 2013, dari Fisika Tienka: http://tienkartina.wordpress.com/

Kuswanto, A. (2013). Penentuan Koefesien Difusi Larutan HCl Menggunakan Interferometer Michelson. Malang: Skripsi S1, Jurusan Fisika Universitas Negeri Malang.

Minarni, Saktioto dan Gita Lestari. 2013. Pengukuran Panjang Gelombang Cahaya Laser Dioda Mengunakan Kisi Difraksi Refleksi dan Transmisi. Bandar lampung. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung.

Nielsen, T., Fricke., Hellweg & Andresen. (2001). High Efficiency Beam Splitter for Multifocal Multiphoton. Journal of Microscopy, Vol. 201, Pt 3,, 368-376.

Nugraheni, F. A., Heru Setiojono & Agus Muhammad Hatta (2012). Perancangan Sistem Pengukuran Konsentrasi Larutan Gula Dengan Menggunakan Interferometer Michelson. Jurnal Teknik Pomits Vol.1 No.1, 1-5.

Nugroho, S. E., Firdausi, K. S., & Marhaendarjaya, I. (2007). Penentuan Tebal Bahan Transparan (ZnO) Menggunakan Interferometer Michelson. Semarang: Skripsi S1 Fakultas MIPA, Jurusan Fisika, Universitas Diponegoro.

Pikatan, S. (1991). Laser. Kristal, no. 4/Juni.

Podoleanu, A. G., Dobre, G. M., Webb, D., & Jackson, D. (1996). Coherence imaging by use of a Newton rings sampling function. Optics Letters, November 1/ Vol. 21, No. 21.

Prihono. (2009). Jago Elektronika Secara Otodidak. Jakarta: Kawan Pustaka.

Purnomo, D., Shanti, M. S., & Noviandini, D. (2012). Pembuatan Media Animasi Untuk Pembelajaran Fisika Topik Interferensi Cincin Newton Beserta Uji Keberhasilannya. Prossiding Seminar nasional Sains dan Pendidikan Sains VII UKSW. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.


(53)

Riyanti, M. E., Usman, K., & Rizal, A. (2009). Deteksi dan Klasifikasi Penyakit Anemia (Defesiensi Besi, Hemolitik). Bandung: Skripsi S1 Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Telkom.

Setyaningsih, A. (2006). Penentuan Nilai Panjang Koherensi Laser Menggunakan Interferometer Michelson. Semarang: Skripsi S1 Universitas Diponegoro.

Sugito, H., Wahyu, Firdausi, K. S., & Mahmudah, S. (2005). Pengukuran Panjang Gelombang Sumber Cahaya Berdasarkan. Berkala Fisika, Vol.8, No.2, April 2005, hal 37-44. ISSN : 1410 - 9662.

Surya, C. (2012). Tabel Warna dan Kode Warna. Dipetik November Jumat, 2013, dari Chalidsurya Blog's: http://suryaafrilian.blogspot.com/

Surya, Yohanes. 2010. Materi Pembelajaran Fisika.Dipetik Selasa, 30 September 2014, dari www.yohanessurya.com

Tipler, P. (2001). Fisika Untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Ulfa, E., Yhuwana, Y. Y., & Apsari, R. (2012). Optimasi Interferometer Michelson Real Time Untuk Deteksi Koefisien Muai Termal Composite Nanofiller. Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III (pp. C27-C31). Surabaya: Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga. ISBN : 978-979-17494-2-8.

Utomo, T. W. 2011. Perbedaan Sensor CCD & CMOS. Retrieved November Jumat, 2013, from Tommy Votograph: http://tommyvotograph.wordpress.com

Yhuwana, Y. (2012). Sistem Deteksi Fitur Wajah Menggunakan Pustaka Terbuka. Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III (pp. C32-C34). Surabaya: Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga. ISBN : 978-979-17494-2-8.

Young, H. D., & Freedman, R. A. (2002). Fisika Universitas Edisi Kesepuluh Jilid I. Jakarta: Erlangga.


(1)

31

E. Desain Gambar Alat

Desain gambar alat dari penelitian ini ditunjukan oleh gambar 19.

Gambar 19. Desain alat

F. Sketsa Skala Desain Alat

Sketsa skala desain alat dari penelitian ini ditunjukan oleh Gambar 20.


(2)

56

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Terealisasikan alat pendeteksi ketebalan dengan metode pengolahan citra, memanfaatkan alat interferometer Michelson yang terintegrasi dengan kamera dan laptop.

2. Nilai greylevel pada metode satu garis, cenderung lebih baik karena nilai greylevelnya adalah asli dari hasil pengambilan gambar atau citra.

3. Hasil analisa ketebalan pada metode satu garis dengan menggunakan pola gelap menunjukan kenaikan perubahan nilai ketebalan akrilik yang diperoleh pada akrilik 2 mm ke akrilik 3 mm sebesar 0,9 mm.

4. Perubahan kenaikan nilai ketebalan kaca yang diperoleh pada sampel kaca 1 mm ke sampel kaca 2 mm sebesar 0,2 mm dan kenaikan pada sampel kaca 2 mm ke sampel kaca 3 mm sebesar 1,3 mm.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan setelah dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Pembuatan alat harus memiliki tingkat kestabilan yang tinggi, agar memudahkan dalam proses pengambilan data.


(3)

57

2. Sampel yang digunakan range pertambahannya jangan terlalu besar, agar mendapatkan data pembanding yang lebih baik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, B., & Kartika, F. (2013). Pengelolahan Citra Digital Menggunakan Delphi. Yogyakarta: Andi.

Adryanta. 2008. Kaca sebagai struktur bangunan. Skripsi S1. Jakarta: Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Alam, M. A. (2004). Belajar Sendiri Mengolah Database Dengan Borland Delphi 7. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Apsari, R., Trisnaningsih & Umi (2008). Pemanfaatan Sensor CCD dan Interferometer Michelson Untuk Menentukan Koefesien Difusi Larutan Transparan. Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol: 4, Nomor 1.

Beiser, A. (1992). Konsep Fisika Modern Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.

Falah, M. (2006). Analisis Pola Interferensi Pada Interferometer Michelson Untuk Menentukan Panjang Gelombang Sumber Cahaya. Semarang: Skripsi S1 Universitas Diponegoro.

Giancoli, D. C. (2001). Fisika Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Herlambang, Bambang. 2012. Pembuatan Beam Splitter Dari Lapisan Tipis Dari Almunium Dengan Metode Evaporasi vakum Untuk Alat Bidik Senjata. Jakarta. Tesis S2 Magister Fisika Instrumentasi Universitas Indonesia.

Herwandi. (2011). Analisis Proses Pemotongan Pada Bahan Tulang Sapi Menggunakan Laser Diode Daya Rendah. Jurnal Manutech, Vol 2, Nomor 1.


(5)

Iqbal, Muhammad. 2009. Dasar Pengolahan Citra Menggunakan Matlab. Bogor: Buku Tutorial Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Kartina. 2010. Cincin Newton. Dipetik November Jumat, 2013, dari Fisika Tienka: http://tienkartina.wordpress.com/

Kuswanto, A. (2013). Penentuan Koefesien Difusi Larutan HCl Menggunakan Interferometer Michelson. Malang: Skripsi S1, Jurusan Fisika Universitas Negeri Malang.

Minarni, Saktioto dan Gita Lestari. 2013. Pengukuran Panjang Gelombang Cahaya Laser Dioda Mengunakan Kisi Difraksi Refleksi dan Transmisi. Bandar lampung. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung.

Nielsen, T., Fricke., Hellweg & Andresen. (2001). High Efficiency Beam Splitter for Multifocal Multiphoton. Journal of Microscopy, Vol. 201, Pt 3,, 368-376.

Nugraheni, F. A., Heru Setiojono & Agus Muhammad Hatta (2012). Perancangan Sistem Pengukuran Konsentrasi Larutan Gula Dengan Menggunakan Interferometer Michelson. Jurnal Teknik Pomits Vol.1 No.1, 1-5.

Nugroho, S. E., Firdausi, K. S., & Marhaendarjaya, I. (2007). Penentuan Tebal Bahan Transparan (ZnO) Menggunakan Interferometer Michelson. Semarang: Skripsi S1 Fakultas MIPA, Jurusan Fisika, Universitas Diponegoro.

Pikatan, S. (1991). Laser. Kristal, no. 4/Juni.

Podoleanu, A. G., Dobre, G. M., Webb, D., & Jackson, D. (1996). Coherence imaging by use of a Newton rings sampling function. Optics Letters, November 1/ Vol. 21, No. 21.

Prihono. (2009). Jago Elektronika Secara Otodidak. Jakarta: Kawan Pustaka.

Purnomo, D., Shanti, M. S., & Noviandini, D. (2012). Pembuatan Media Animasi Untuk Pembelajaran Fisika Topik Interferensi Cincin Newton Beserta Uji Keberhasilannya. Prossiding Seminar nasional Sains dan Pendidikan Sains VII UKSW. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.


(6)

Riyanti, M. E., Usman, K., & Rizal, A. (2009). Deteksi dan Klasifikasi Penyakit Anemia (Defesiensi Besi, Hemolitik). Bandung: Skripsi S1 Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Telkom.

Setyaningsih, A. (2006). Penentuan Nilai Panjang Koherensi Laser Menggunakan Interferometer Michelson. Semarang: Skripsi S1 Universitas Diponegoro.

Sugito, H., Wahyu, Firdausi, K. S., & Mahmudah, S. (2005). Pengukuran Panjang Gelombang Sumber Cahaya Berdasarkan. Berkala Fisika, Vol.8, No.2, April 2005, hal 37-44. ISSN : 1410 - 9662.

Surya, C. (2012). Tabel Warna dan Kode Warna. Dipetik November Jumat, 2013, dari Chalidsurya Blog's: http://suryaafrilian.blogspot.com/

Surya, Yohanes. 2010. Materi Pembelajaran Fisika.Dipetik Selasa, 30 September 2014, dari www.yohanessurya.com

Tipler, P. (2001). Fisika Untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Ulfa, E., Yhuwana, Y. Y., & Apsari, R. (2012). Optimasi Interferometer Michelson Real Time Untuk Deteksi Koefisien Muai Termal Composite Nanofiller. Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III (pp. C27-C31). Surabaya: Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga. ISBN : 978-979-17494-2-8.

Utomo, T. W. 2011. Perbedaan Sensor CCD & CMOS. Retrieved November Jumat, 2013, from Tommy Votograph: http://tommyvotograph.wordpress.com

Yhuwana, Y. (2012). Sistem Deteksi Fitur Wajah Menggunakan Pustaka Terbuka. Prosiding Seminar Nasional Fisika Terapan III (pp. C32-C34). Surabaya: Departemen Fisika, FST, Universitas Airlangga. ISBN : 978-979-17494-2-8.

Young, H. D., & Freedman, R. A. (2002). Fisika Universitas Edisi Kesepuluh Jilid I. Jakarta: Erlangga.