Konteks Penelitian PENDAHULUAN Pengelolaan Pembelajaran Ipa Berbasis Masalah Di Sdn 1 Genengsari Toroh Grobogan.

BAB I PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Pendidikan dapat dipandang sebagai esensi kehidupan baik itu bagi perkembangan pribadi maupun masyarakat untuk menghadapi harapan dan tantangan masa depan yang lebih baik. Guna mendukung pencapaian tujuan tersebut, perlu dikembangkan masyarakat belajar learning society pada setiap satuan dan jenjang pendidikan Taufik, 2012: 31-32. Program pendidikan di sekolah harus mampu membangun lingkungan belajar bagi siswanya. Maka sesuai pendapat tersebut lingkungan belajar merupakan permasalahan yang harus diperhatikan dalam pengelolaan sebuah program pendidikan. Delors dkk 1996 Dalam International Commission on Education for the Twenty-First Century, Report to UNESCO telah merekomendasikan empat pilar untuk mewujudkan pendidikan masa depan yang lebih baik yaitu: 1 Learning to know, belajar mengetahui termasuk belajar bagaimana belajar; 2 Learning to do, belajar berbuat sesuatu; 3 Learning to be, belajar menjadi seseorang: serta 4 Learning to life together, belajar hidup bersama dengan orang-orang lain. Program pendidikan di sekolah hendaklah memperhatikan empat pilar tersebut dengan menjawab empat pertanyaan yaitu: 1 Melalui program pendidikan tertentu, pengetahuan dan informasi fungsional mana yang harus disampaikan kepada peserta didik; 2 Bagaimana tata cara berbuat yang harus dikuasai peserta 1 didik kompetensi dan keterampilan dengan memperhatikan pengetahuan dan informasi yang sudah diketahuinya; 3 Bagaimana informasi dan pengetahuan diinternalisasikan dan menjadi bagian dari pembentukan diri dan pembaharuan diri; serta 4 Bagaimana informasi dan pengetahuan yang dimiliki termasuk pengalaman berbuat dapat dijadikan modal untuk hidup dengan sesame manusia dalam suasana kondusif. Implementasi keempat pilar tersebut dengan sendirinya akan berorientasi pada kepentingan dan kebutuhan peserta didik serta akan menghasilkan manusia terdidik yang mampu membangun masyarakatnya. Berdasarkan pendapat tersebut maka penerpan atau implementasi keempat pilar tersebut dengan sendirinya akan berorientasi pada kepentingan dan kebutuhan peserta didik serta akan menghasilkan manusia terdidik yang mampu membangun masyarakatnya . Dalam Kurikulun Tingkat Satuan Pendidikan KTSP untuk pendidikan dasar dan menengah disebutkan bahwa Sains berfungsi untuk mengembangkan keterampilan wawasan, dan kesadaran teknologi dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti, melalui pembelajaran Sains di sekolah, semestinya dapat digunakan untuk membentuk kemampuan manusia yang utuh, dalam arti mempunyai sikap, kemampuan kognitif dan keterampilan memecahkan permasalahan yang dihadapi. Kondisi di lapangan ketika guru Sains Ilmu Pengetahuan Alam IPA mengajar di kelas terlihat bahwa aktivitas belajar siswa sangat rendah, hal ini terlihat dari minimnya siswa yang mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru maupun temannya sendiri, bahkan sebagian siswa mengantuk tak bersemangat dan ketika ditanya oleh guru dari 30 orang kelas 1 yang mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan guru hanya satu dua orang saja, itupun jawabannya terkadang jauh melenceng dari pertanyaan Oka, 2012: 81. Selain gambaran pembelajaran IPA di atas masih terdapat beberapa masalah pembelajaran di sekolah saat ini antara lain: 1 Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hapalan yang baik terhadap materi pelajaran yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya tidak memahaminya; 2 Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakandimanfaatkan; serta 3 Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan yaitu dengan menggunakan sesuatu yang abstrak dengan metode ceramah Depdiknas, 2007. Padahal di sisi lain, siswa sangat membutuhkan pemahaman konsep yang berhubungan dengan aktivitas kehidupan di masyarakat di mana mereka akan menjalani kehidupan dan bekerja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kirno 2010:192-193, kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa dalam pembelajaran IPA siswa cenderung kurang aktif dan kreatif dalam belajar, karena teknik yang diberikan guru bersifat menghafal yang dicatat dari penjelasan guru dan dari buku serta kurang melibatkan sumber belajar yang nyata. Selain itu strategi yang digunakan guru dalam pembelajaran masih bersifat konvensional, teacher centered yang cenderung otoriter dan tidak merangsang aktivitas belajar siswa secara optimal Bentuk proses pembelajaran IPA seperti yang banyak ditemukan dilapangan ini menjadi salah satu hambatan tercapainya tujuan pembelajaran IPA yang sesuai Standar Kompetensi Lulusan Satuan 2 Pendidikan SKL-SP mata pelajaran IPA di SDMI. Ini berarti bahwa berhasilnya atau tidaknya pencapaian tujuan pembelajaran IPA banyak tergantung pada proses pembelajaran yang dialami oleh siswa. Melalui proses pembelajaran akan dicapai tujuan pembelajaran dalam bentuk terjadinya perubahan tingkah laku dalam diri anak, mengembangkan potensi peserta didik secara aktif. Berdasarkan kenyataan dilapangan tersebut maka perlu adanya tindakan strategi yang digunakan untuk mengatasinya. Proses pemecahan masalah cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA karena dapat meningkatan kemampuan berpikir siswa secara logis, kritis, kreatif dan inovatif seperti yang diatur dalam Permendiknas No.23 Tahun 2006 . Pemecahan masalah yang dimaksud bukan sekedar menerapkan aturan-aturan yang sudah dipelajari guna menjawab sebuah permasalahan tetapi harus melalui tahap-tahap sebagai berikut: mengidentifikasi, mendefinisikan, mengeksplorasi, mengantisipasi dan mengambil pelajaran Anita, 2009: 75. Menurut Anita 2009:75 walaupun kemajuan teknologi sudah pesat tetapi banyak tenaga pengajar yang belum sepenuhnya jelas tentang bagaimana sebaiknya meningkatkan kemahiran siswa dalam memecahkan suatu problem. Pemecahan masalah yang dibangun cenderung bersifat otomatis, pengetahuan yang dibangun untuk memecahkan masalah tersebut masih bersifat umum. Dalam pembelajaran IPA, hal ini seringkali menyebabkan siswa yang sudah bersusah payah menemukan bukti-bukti 3 yang signifikan untuk masalahnya tetapi ternyata hipotesa yang mereka ajukan tidak relevan. Melihat kenyataan di lapangan yang menunjukkan bahwa penerapan strategi pemecahan masalah belum melalui tahap-tahap yang ada, maka perlu adanya pembenahan dan persiapan ketika seorang tenaga pengajar menginginkan untuk menerapkan proses pemecahan masalah dalam pembelajaran. Hal ini perlu dilakukan agar keterampilan proses dan kemampuan berpikir siswa dapat berkembang secara maksimal. Berdasarkan kenyataan yang ada, hendaknya perlu dipersiapkan sebuah pembelajaran IPA yang mampu untuk mengembangkan kemampuan mengidentifikasi masalah. Pembelajaran tersebut diharapkan mampu mendorong siswa menjadi eksploratif dalam melacak masalah maupun peluang-peluang potensial yang mungkin tersembunyi dalam masalah tersebut, tidak hanya bersikap reaktif dalam menunggu datangnya masalah. Permasalahan serupa juga ditemukan dalam proses pembelajaran IPA yang dilaksanakan di SD Negeri 1 Genengsari Toroh-Grobogan. Pembelajaran cenderung bersifat teacher centered dan strategi pembelajaran yang digunakan berupa proses tanya jawab. Berdasarkan wawancara dengan guru IPA diketahui bahwa memang metode yang sering digunakan dalam pembelajaran IPA yaitu metode tanya jawab karena dinilai sesuai dengan kondisi dan 5 karakter siswa serta pemahaman siswa terhadap materi dinilai lebih baik daripada dengan menggunakan metode ceramah. Menurut Hasibuan 1995:14 metode tanya jawab dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan pola berpikir anak terhadap masalah yang sedang dibicarakan. Berdasarkan observasi yang dilakukan, guru masih terlihat harus menunjuk satu persatu siswa untuk menjawab pertanyaan dari guru dan guru juga harus menuntun siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pertanyaaan hanya bersifat satu arah, siswa terlihat pasif untuk mengemukakan pertanyaan timbal balik kepada guru. Pembelajaran cenderung memfokuskan pada penyediaan jawaban atas pertanyaanpertanyaan yang diajukan oleh guru. Pembelajaran menekankan pada pertanyaan dan jawaban yang dicari harus sesuai dengan pedoman guru, sehingga siswa kurang mendapat kesempatan dalam menelaah dan mengenali masalah. Kondisi tersebut dikarenakan guru merasa khawatir apabila materi yang terdapat pada silabus tidak disampaikan secara menyeluruh dan tepat waktu. Hal ini menjadi salah satu faktor penghambat berkembangnya kemampuan mengidentifikasi masalah oleh siswa. Oleh karena itu perlu dipersiapkan sebuah proses pembelajaran IPA yang mampu untuk meningkatkan kemampuan mengidentifikasi masalah oleh siswa di SD Negeri 1 Genengsari Grobogan. Pembelajaran IPA akan lebih berdaya guna bila pendekatan pada proses pemecahan masalah dan pembentukan pengetahuan sains dalam diri 6 anak menjadi bagian utamanya Sumaji, 2003: 116. Hal ini dapat dijadikan pedoman dalam menciptakan sebuah pembelajaran IPA yang mampu meningkatkan kemampuan mengidentifikasi masalah yaitu dengan memilih pendekatan pembelajaran yang tepat. Pendekatan yang mungkin tepat untuk diterapkan adalah pendekatan pembelajaran berbasis masalah PBL. Pada pendekatan PBL dapat mengikuti jalur serupa, tetapi belajar dimulai dengan sebuah masalah autentik yaitu masalah yang ada artinya bagi siswa Anita, 2009:174. Berdasarkan konteks penelitian tersebut bahwa pembelajaran IPA di SD Negeri 1 Genengsari Toroh-Grobogan yang masih belum mencapai hasil maksimal, yang diketahui penyebabnya antara lain dikarenakan pembelajaran masih bersifat berpusat pada guru atau pengajar. Maka perlu dicarikan solusi strategis yang tepat agar proses pembelajaran dapat berlangsung sesuai yang diharapkan tidak hanya berpusat pada guru dengan metode tanya jawab saja. Menjawab permasalahan tersebut dengan pendekatan strategi pembelajaran berbasis masalah PBL diharapkan dapat menjadi solusi yang nyata dan tepat sasaran pada permasalahan yang terjadi di SDN 1 Genengsari Toroh Grobogan. Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengelolaan Pembelajaran IPA berbasis Masalah di SDN 1 Genengsari Toroh Grobogan?”

B. Fokus Penelitian