Analisis Tentang Tindak Pidana Korupsi Dalam Penyalahgunaan Wewenang Proyek Pengadaan Barang

Analisis Tentang Tindak Pidana Korupsi Dalam Penyalahgunaan Wewenang
Proyek Pengadaan Barang Dan Jasa Di PTPN di Medan

Arina Rasyiqah
Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum/Hukum Pidana
Universitas Sumatera Utara

Abstrak Korupsi merupakan perbuatan yang sangat merugikan keuangan negara dan masyarakat
sehingga dapat menghambat jalannya pembangunan nasional, oleh karena itu segala macam perbuatan yang sifatnya merugikan keuangan negara perlu dikikis habis diantaranya adalah dengan cara memaksimalkan daya kerja dan daya paksa dari peraturan perundang-undangan yang ada baik melalui penegakan hukum pidana maupun melalui penegakan hukum perdata. Korupsi adalah setiap perbuatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Kourpsi dapat terjadi karena adanya penyalahgunaan wewenang, karena jabatan atau karena kedudukan, tetapi yang pasti harus merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Pengadaan barang dan jasa umumnya menyangkut jumlah uang yang besar, sehingga pengadaan barang dan jasa adalah bidang yang selalu teracuni korupsi. Kontrak pengadaan barang dan jasa umumnya menyangkut jumlah uang yang besar dan melibatkan oraang dalam dan orang luar pemerintah yang punya nama dan pengaruh besar.
Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. PT. Perkebunnan Nusantara-II Tanjung Morawa-Medan (Persero) merupakan salah satu dari perusahaan-perusahaan perkebunan negara sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan bentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT) bergerak dalam bidang usaha perkebunan produksi karet, kelapa sawit dan coklat.
Salah satu bidang yang diperlukan dalam pengurusan BUMN PTPN-II adalah bidang pengadaan barang dan jasa. Dimana dalam bidang pengadaan barang dan jasa ini, direksi terlebih dahulu menerbitkan buku pedoman pengadaan barang dan jasa yang dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi PT. Perkebunan Nusantara II no.II.O/Kpts/R.01/1999, serta mengangkat pejabat yang bertugas untuk menentukan harga-harga atas barang dan jasa atau disebut dengan tim Owner’s Estimate (OE)/ Harga Perhitungan Sendiri (HPS) yang melibatkan beberapa orang untuk menduduki jabatan dimaksud.
Salah satu diantar pejabat yang duduk didalam jabatan penentu harga barang dan jasa tersebut adalah dakwa I (GHL) yang pada saat pengangkatannya bertugas/menjabat sebagai kepala bagian teknik yang diangkat berdasarkan SK. Direksi PTPN –II Tanjung Morawa II No. 10/KPTS/R.88/1998 tangal 10 juni 1998. Terdakwa I (GHL) dijadikan tersangka dalam tindak pidana korupsi dan diadili di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dengan nomor register perkara No. 411.Pid.K/2003/PN.LP. Dalam petitum putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam telah menjatuhkan putusan kepada terdakwa I (GHL) dengan hukuman penjara selama satu tahun enam bulan dan serta merta menghukum terdakwa dengan hukuman denda sebesar Rp. 20.000.000,(dua puluh juta rupiah). Dalam salah satu pertimbangan hukumnya Pengadilan Negeri Lubuk Pakam berpendapat bahwa terdakwa I (GHL) telah terbukti melakukan perbuatan penyalahgunaan wewenang dan menguntungkan diri sendiri. Selanjutnya perbuatan yang

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara

1

dilakukan oleh terdakwa terjadi dalam perlakuan dua undang-undang yaitu UU.No.31 tahun 1999 jo to UU.No.20 tahun 2001.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah peeenelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah peenelitian yang mengacu kepada noma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan. Pengolahan hasil penelitian ini dilakukan dengan menyimpulkan data yang sudah terkumpul dengan menggunakan metode analisis normatif kualitatif. Normatif dilakukan karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada dan putusan pengadilan sebagai norma hukum positif. Sedangkan data yang diperoleh nantinya merupakan data kulitatif, kerena penelitian dilakukan dengan studi kepustakaan (Library Research).
Hasil penelitian dalam tesis ini ialah bahwa perbuatan terdakwa I (GHL) dapat dikategorikan sebagai perbuatan penyalahgunaan wewenang yang mmenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi. Menyalahgunakaan wewenang jelas terlihat dalam perbuatan terdakwa I (GHL), adalah sebagai Kepala Bagian Teknik. Dengan melihat terdakwa I adalah pegawai negeri di PTPN-II seharusnya terdakwa berusaha mencapai tujuan Perusahaan yaitu mencari atau mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi sebaliknya terdakwa malah merugikan PTPN-II. Di samping itu, terdakwa yang juga merupakan anggota tim OE diberi tugas untuk menentukan harga-harga atas barang dan jasa. Tetapi dalam pelaksanaannya di lapangan ternyata terdakwa tidak pernah melibatkan orang atau pejabat tersebut dalam menentukan harga barang dan jasa. Berdasarkan hal tersebut maka unsur perbuatan penyalahgunaan wewenang yang merupakan unsur dari tindak pidana korupsi telah terpenuhi. Penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang berlaku di Indonesia dicerminkan dalam putusan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan barang dan jasa di PTPN-II Tanjung Morawa No. 411/Pid.K/2003/PNLubuk Pakam atas nama terdakwa I (GHL), telah dilakukan dengan tepat dalam putusan dengan menerapkan sanksi yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Putusan Pengaddilan Negeri Lubuk Pakam No. 411/Pid.K/2003/PN-Lubuk Pakam terdapat kekeliruan yang tidak memerintahkan terdakwa agar segera masuk tahanan sehingga menyebabkan yang fatal karena putusan dapat batal demi hukum (“van rechtswege nieting” atau “null and void” ), karena selama dalam proses di Pengadilan terdakwa tidak ditahan maka seharusnya hakim memerintahkan kepada terdakwa untuk segera masuk tahanan sesuai dengan ketentuan Pasal 197 huruf k Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Rekomendasi yang dihasilkan dari hasil penulisan tesis ini, antar lain bahwa masalah dalam pengadaan barang dan jasa biasanya berkisar pada masalah penaksiran harga, maka sebaiknya ada peraturan yang mengatur dengan tegas lembaga penaksir sebaiknya berbentuk Undang-Undang tentang Lembaga atau Penaksiran Harga yang independent dan panitianya tidak berasal dari instansi itu sendiri, tetapi dari luar yang berbentuk seperti badan pengawasan harga. Selanjutnya agar diadakan revisi terhadap ketentuan dalam pasal 197 ayat (1) butir k KUHP, karena dengan tidak dicantumkannya ketentuan tersebut maka putusan dapat batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada dan ketentuan tersebut dapat menjadi peluang kepada hakim yang telah menerima suap dengan sengaja tidak memasukan hal tersebut dalam putusan agar terdakwa dapat bebas.


Kata kunci:

1. Korupsi 2. Penyalahgunaan wewenang 3. Pengadaan barang dan jasa

e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara

2