Hasil Akhir Penderita dengan Diffuse Brain Injury yang Dirawat di Neurosurgical Critical Care Unit RS Hasan Sadikin, Bandung
Karangan Asli
Hasil Akhir Penderita dengan Diffuse Brain Injury
yang Dirawat di Neurosurgical Critical Care Unit
RS Hasan Sadikin, Bandung
Suzy Indharty
Bagian/SMF Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin, Bandung
dirawat di RS.dr.Hasan Sadikin/RSHS Bandung.
Metode: Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan pengambilan data dari catatan medis
penderita yang dirawat di NCCU (Neurosurgical Critical Care Unit) RSHS dalam periode enam
tahun (Nopember 2001 s.d. Oktober 2007). Kriteria inklusi adalah Glasgow Coma Scale (GCS)
saat masuk paska resusitasi ≤ 8 (cedera kepala berat) dan tanpa lesi fokal yang bermakna pada
Computed Tomography Scan (CT Scan) kepala (sesuai dengan klasifikasi diffuse brain injury
menurut studi Traumatic Coma Data Bank/TCDB). Data yang diambil adalah jenis kelamin, usia,
GCS saat masuk, gambaran CT-Scan kepala, lama perawatan dan kondisi akhir penderita.
Hasil: Dalam periode enam tahun terdapat 524 kasus cedera kepala berat, 234 kasus (48,2%)
diantaranya termasuk dalam kriteria diffuse brain injury. Mayoritas penderita adalah laki-laki
dengan median usia 23 tahun dan Inter Quartil Range (IQR) 12,75. GCS awal 6-8 sebanyak
86,33%; GCS 6 (38,46%). Berdasarkan klasifikasi diffuse brain injury menurut studi TCBD
diperoleh 27,35% kasus derajat I; 46,15% derajat II; 19,66% derajat III, derajat IV 6,84%. Median
lama perawatan 26,5 hari, dengan IQR 22. Secara umum mortalitas diffuse brain injury 42,6%;
mortalitas diffuse brain injury grade III-IV (71,4%). Hasil analisis faktor usia, GCS saat masuk dan
derajat diffuse brain injury, diperoleh nilai p masing-masing adalah 0,04, 0,441, dan 0,01.
Kesimpulan: Faktor usia dan derajat diffuse brain injury memiliki hubungan yang bermakna
dengan kecenderungan peningkatan proporsi kematian pada usia yang lebih tua dan derajat cedera
yang lebih berat. Derajat diffuse brain injury dapat digunakan sebagai faktor prediktor
independen untuk meramalkan prognosis penderita. Walaupun tidak didapatkan hubungan yang
bermakna antara faktor GCS saat masuk, namun secara umum terdapat kecenderungan
peningkatan proporsi kematian pada penderita dengan tingkat GCS saat masuk yang lebih rendah.
Kata kunci: diffuse brain injury, karakteristik penderita, hasil akhir
Abstract: Preface: Diffuse Brain Injury is one of the cause of death in patient with severe head
injury. The purpose of our research is to find the outcome of the patient with diffuse brain injury
in dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung.
Metode: This research has been done retrospectively by collecting data from the patient’s medical
record hospitalize in Neurosurgical Critical Care Unit (NCCU) dr. Hasan Sadikin Hospital within
the period of Nopember 2001 until Oktober 2007 (6 years). Inclusive criteria with Glasgow
Coma Scale (GCS) after resuscitations ≤ 8 (severe head injury) and without focal lesion in head
Computed Tomography Scan (CT Scan) (according to diffuse brain injury classification study of
Traumatic Coma Data Bank/TCDB). The data obtain with sex, age, GCS during admitted, head
CT-Scan, the length of stay and patient condition.
Result: Within six years of period we found 524 severe head injury cases, 234 cases (48,2%)
include diffuse brain injury. Most of the patient are male with median age of 23 years old and
Inter Quartil Range (IQR) 12,75. GCS 6-8 (86,33%); GCS 6 (38,46%). According to diffuse
brain injury classification by TCBD study we found 27,35% cases with grade 1; 46,15% grade 2;
19,66% grade 3, and 6,84% grade 4. Median length of stay is 26,5 days, with IQR 22. In general
mortality of diffuse brain injury is 42,6%; mortality of diffuse brain injury grade III-IV (71,4%).
258
Majalah Kedokteran Nusantara Volume
40 y No. 4Sumatera
y Desember
2007
Universitas
Utara
Suzy Indharty
Hasil Akhir Penderita dengan Diffuse Brain Injury…
Analysis result of age factor, GCS during admitted and grade of diffuse brain injury was 0,04,
0,441, dan 0,01.
Summary: Age factor and grade of diffuse brain injury has relationship with the impact for
proportional increment in mortality to the older patient and grade of more severe injury. Grade
of diffuse brain injury can be used as independent predictor factor to forecast the patient
prognosis. Even though we didn’t found the relationship between GCS factor during admitted,
however generally found the impact for proportional increment in mortality to the patient with
the lower grade of GCS during admitted.
Keywords: diffuse brain injury, patient characteristics, outcome
PENDAHULUAN
Secara umum, cedera otak dapat dibagi
menjadi cedera fokal dan difus.. Klasifikasi
sederhana ini memiliki keterbatasan dalam
menentukan prognosis pasien dalam kedua
kelompok besar tersebut. Walaupun secara
umum dapat dikatakan bahwa angka kematian
akibat diffuse brain injury lebih rendah
dibandingkan dengan angka kematian akibat
cedera otak fokal, akan tetapi dalam kelompok
pasien dengan diffuse brain injury sendiri
terdapat beberapa pasien yang berisiko tinggi
untuk terjadinya Tekanan tinggi intracranial
(TTIK) dan angka kematian pada kelompok
pasien ini jauh lebih tinggi dibandingkan
(1,2,3,4,5)
Atas dasar
kelompok pasien lainnya.
pemikiran ini, Marshall dkk.tahun 1991
membuat klasifikasi diffuse brain injury
berdasarkan gambaran CT-scan kepala.
Klasifikasi cedera otak difus menurut TCDB
(2,6)
dapat dilihat pada Tabel 1.
Klasifikasi diffuse brain injury dibuat
dengan
tujuan
untuk
mengidentifikasi
kelompok pasien yang berisiko tinggi untuk
terjadinya deteriorasi neurologis dan untuk
meramalkan prognosis yang lebih tepat
berdasarkan hasil evaluasi awal pada pasien
(2)
dengan cedera kepala berat.
Marshall dkk. menemukan adanya
hubungan yang erat antara klasifikasi diffuse
brain injury dengan outcome pasien; angka
kematian pasien semakin meningkat seiring
dengan semakin beratnya diffuse brain injury
yang terjadi. Angka kematian pada kelompok
pasien dengan diffuse brain injury derajat I
adalah 9,6%; grade II 13,5%; grade III 34%,
dan 56,2% pada pasien dengan diffuse brain
(2,6)
injury
grade
IV.
Studi
tersebut
menyimpulkan bahwa klasifikasi baru yang
mereka ajukan dapat digunakan untuk
meramalkan prognosis penderita, dan dapat
diperkuat dengan data lain misalnya usia
penderita. Penelitian mereka menunjukkan
bahwa pada kelompok pasien dengan diffuse
brain injury grade II, 39% pasien dari
kelompok usia ≤ 40 tahun memiliki outcome
yang baik atau moderat, dibandingkan 8%
(2)
pasien dari kelompok usia >40 tahun.
Tabel 1.
Klasifikasi Diffuse Brain Injury menurut studi TCDB
DERAJAT
I
II
DEFINISI
Tidak tampak kelainan patologis intrakranial pada CT scan
Tidak tampak pendesakan sisterna mesensefalik, dengan midline shift 0-5 mm dan tampak lesi
dengan densitas tinggi atau densitas campuran dengan volume < 25 cc (termasuk fragmen fraktur
dan benda asing)
III
Sisterna mesensefalik terdesak atau tidak tampak, dengan atau tanpa midline shift 0-5 mm dan
atau tampak lesi dengan densitas tinggi atau densitas campuran dengan volume < 25 cc
IV
Midline shift >5 mm, dengan atau tanpa lesi dengan densitas tinggi atau densitas campuran
dengan volume < 25 cc
TCDB: Traumatic Coma Data Bank
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 4 y Desember 2007
259
Universitas Sumatera Utara
Karangan Asli
Faktor usia merupakan salah satu faktor
prognostik yang reliabel untuk meramalkan
mortalitas dan morbiditas cedera kepala.
Semakin meningkat usia, semakin besar angka
kematian. Risiko keluaran yang buruk paska
cedera kepala semakin meningkat mulai usia
45 tahun, dan meningkat tajam setelah usia
>55 tahun. Pada usia > 65 tahun, angka
kematian meningkat lebih dari dua kali
dibandingkan dengan usia < 65 tahun.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa
faktor usia memiliki kaitan langsung dengan
keluaran paska cedera kepala, dan dengan
demikian merupakan faktor prognostik yang
bersifat independen (tidak terkait dengan
faktor-faktor lainnya). Diduga terdapat suatu
karakteristik intrinsik pada otak yang telah
mengalami penuaan yang menyebabkan
timbulnya fenomena tersebut, walaupun
patofisiologinya belum diketahui secara
(7,8)
pasti.
GCS juga merupakan salah satu faktor
prognostik yang dapat digunakan untuk
meramalkan paska cedera kepala. GCS
mencerminkan beratnya cedera otak yang
terjadi. Terdapat hubungan yang kuat antara
GCS yang rendah dengan outcome yang
buruk. Sekitar 80-87% penderita dengan GCS
3 akan mengalami kematian. Studi Glasgow
menyarankan penilaian GCS 6 jam setelah
trauma sebagai nilai GCS yang paling bisa
dipercaya, karena penilaian yang terlalu dini
dapat menyebabkan overestimasi beratnya
cedera kepala. Akan tetapi dengan semakin
baiknya penanganan pre-rumah sakit, sehingga
penatalaksaan bisa segera dilakukan. National
Coma
Data
Bank
memilih
untuk
menggunakan nilai GCS pasca resusitasi
sebagai faktor prognostik cedera kepala. Akan
tetapi
beberapa
studi
menunjukkan
variabilitas yang bermakna pada nilai
prognostik
cedera
kepala
berdasarkan
penilaian GCS pasca resusitasi, sehingga
validitasnya masih dipertanyakan. Beberapa
kondisi tertentu juga dapat mempersulit
penilaian GCS, misalnya mata yang bengkak
dan intubasi endotracheal. Jane dan Rimel
menyatakan komponen motorik GCS dapat
digunakan sebagai faktor prediktor cedera
kepala. Dengan demikian, pada kondisikondisi tersebut, skoring motorik GCS
mungkin lebih ideal dibandingkan dengan skor
GCS total sebagai faktor prediktor cedera
(9)
kepala.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui karakteristik penderita
brain diffuse injury yang dirawat di RSU Dr.
Hasan Sadikin, Bandung, meliputi usia, jenis
kelamin, GCS saat masuk, derajat brain
diffuse injury,lama rawat dan outcome pasien.
Penelitian ini juga dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui hubungan antara variabel
usia, GCS saat masuk dan derajat brain diffuse
injury. Hipotesis dari penelitian ini adalah ada
hubungan yang bermakna antara variabel usia,
GCS saat masuk dan derajat diffuse brain
injury dengan hasil akhir penderita.
KERANGKA PENELITIAN
Kerangka konsep dari penelitian ini
adalah: faktor usia, GCS saat masuk dan
diffuse
brain
injury
akan
derajat
mempengaruhi outcome dari diffuse brain
injury.
Usia
GCS saat masuk
Derajat diffuse brain
injury
Hasil
akhir
Gambar 1. Kerangka penelitian
DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
Tabel 2.
Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini
1
Diffuse brain injury
:
2
Jenis kelamin
:
3
Usia
:
4
GCS masuk
:
260
Pasien dengan GCS masuk paska resusitasi ≤ 8, dan tanpa lesi fokal hiperdens atau
dengan densitas campuran > 25 cc pada CT scan kepala.
Jenis kelamin penderita, sesuai dengan yang tercantum di dalam rekam medis
penderita.
Usia penderita, sesuai dengan yang tercantum di dalam rekam medis penderita dan
dinyatakan dalam tahun.
Skala kesadaran penderita paska resusitasi, yang dinilai berdasarkan Glasgow Coma
Scale, sesuai dengan yang tercantum di dalam rekam medis penderita.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume
40 y No. 4Sumatera
y Desember
2007
Universitas
Utara
Suzy Indharty
Hasil Akhir Penderita dengan Diffuse Brain Injury…
5
Derajat cedera
:
6
Lama rawat
:
7
Outcome
:
Derajat beratnya brain diffuse injury berdasarkan klasifikasi menurut studi TCDB (lihat
Tabel 1).
Lama perawatan pasien di RSHS, sesuai dengan yang tercantum di dalam rekam medis
penderita, dinyatakan dalam hari. Penghitungan dimulai sejak pasien MRS, sampai
dengan pasien pulang. Pasien yang pulang paksa dan yang meninggal dalam
perawatan tidak diperhitungkan dalam analisis data lama rawat.
Kondisi akhir penderita pada saat pulang/dipulangkan, sesuai dengan yang tercantum
di dalam rekam medis penderita, dinyatakan sebagai hidup atau meninggal. Pasien
yang pulang paksa tidak diperhitungkan dalam analisis outcome pasien.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan secara retrospektif
dengan pengambilan data dari catatan medis
pasien yang dirawat di NCCU (Neurosurgical
Critical Care Unit) RSHS dalam periode
enam tahun (Nopember 2001 s.d. Oktober
2007). Kriteria inklusi pasien adalah pasien
dengan GCS masuk paska resusitasi ≤ 8
(cedera kepala berat) dan tanpa lesi fokal yang
bermakna pada CT-Scan kepala (sesuai
dengan klasifikasi brain diffuse injury menurut
studi TCDB).
Data yang diambil adalah jenis kelamin,
usia, GCS saat masuk, gambaran CT-Scan
kepala (untuk menentukan derajat diffuse
brain injury), lama perawatan dan kondisi
akhir penderita. Selanjutnya dilakukan analisis
univariat masing-masing variabel untuk
memberikan gambaran umum data, yang
dinyatakan dalam ukuran statistik sesuai
dengan jenis datanya (numerikal atau
katagorikal). Kemudian dilakukan analisis
bivariat untuk menilai hubungan antara
variabel independen (usia, GCS saat masuk,
dan derajat diffuse brain injury) dengan
variabel dependen (outcome).
Untuk variabel usia yang pada mulanya
termasuk jenis variabel numerikal, dilakukan
konversi menjadi variabel katagorikal dengan
mengelompokkan penderita dalam beberapa
kelompok dengan interval usia sepuluh
tahunan.
Untuk kondisi akhir penderita ditentukan
berdasarkan kondisi pasien saat dipulangkan,
apakah dalam keadaan hidup atau meninggal
(bukan berdasarkan Glasgow Outcome Scale).
Penyederhanaan penilaian keluaran ini
terpaksa dilakukan karena kurangnya data
yang tersedia mengingat penelitian ini
merupakan penelitian retrospektif, dengan
sumber data dari catatan medis penderita.
Untuk mengurangi bias pada penilaian
outcome, penderita yang pulang paksa dari
Rumah Sakit dikeluarkan dari sampel
penelitian.
Pada analisis statistik mengenai lamanya
rawatan, selain penderita yang pulang paksa,
yang meninggal juga ikut dikeluarkan dari
sampel penelitian. Alasan pengeluaran sampel
tersebut karena tujuan dari analisis lamanya
rawatan dilakukan untuk mendapatkan
gambaran rata-rata lama perawatan dengan
diffuse brain injury sehingga bila penderita
yang pulang paksa dan yang meninggal selama
perawatan dimasukkan dalam analisis lama
rawat, maka hasil yang diperoleh akan lebih
singkat dari yang seharusnya (bias).
HASIL PENELITIAN
Dalam periode enam tahun (Nopember
2004 s.d. Oktober 2007) terdapat 524 kasus
cedera kepala berat; 234 kasus (48,2%)
diantaranya termasuk dalam kriteria diffuse
brain injury.
524 kasus cedera kepala berat selama
periode November 2001 s/d Oktober 2007
285 kasus cedera kepala fokal
234 kasus cedera kepala difus
diikut sertakan dalam penelitian
Gambar 2. Alur sampel penelitian
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 4 y Desember 2007
261
Universitas Sumatera Utara
Karangan Asli
Karakteristik Sampel Penelitian
Gambaran umum karakteristik sampel
penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia,
GCS saat masuk, derajat cedera otak difus,
lama rawat, dan hasil akhir.
Frekuensi
Tabel 3.
Distribusi menurut jenis kelamin
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Jumlah
208
26
234
Persentase
88,9
11,1
100,0
Gambar 3. Histogram variabel usia
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa
penderita laki-laki jauh lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan, dengan
persentase 88,9% banding 11,1%.
Tabel 4.
Distribusi menurut usia
Statistik
Usia
Frekuensi
234
Mean
26,02
95% CI
23,21 – 28,82
Standar Deviasi
22
Modus
18
Range
35
30
25
Frekuensi
17
50
22
75
32,5
IQR
Laki-laki
Perempuan
10
5
3-81
25
20
15
78
Minimal-Maksimal
0
0-10 11.-20 21.-30 31.-40 41.-50 51.-60 71.-80 81.-90
Usia
Gambar 4. Distribusi penderita menurut jenis
kelamin dan usia
15,5
IQR: Inter Quartil Range
CI: Confidence Interval
100
Tabel
4
menunjukkan
gambaran
berdasarkan usia. Dari data tersebut tampak
adanya variabilitas data yang cukup besar. Hal
ini dapat dilihat pada gambaran histogram
yang miring ke kiri pada grafik 1, dan
dikonfirmasi dengan uji Kolmogorov-Smirnov
yang menunjukkan nilai p = 0,000. Pada data
dengan sebaran yang tidak normal, mean dan
standar
deviasi
kurang
tepat
untuk
menggambarkan karakteristik usia, karena
sangat dipengaruhi oleh nilai ekstrim. Dengan
demikian lebih tepat menggunakan median
dan IQR untuk menggambarkan karakteristik
usia. Diperoleh nilai median usia 22 tahun,
dengan IQR 15,5. Temuan ini sesuai dengan
hasil temuan dari Kraus dkk. 1996 yang
menyatakan puncak insidensi cedera kepala
(8,9)
adalah pada kelompok usia 15-24 tahun.
262
40
15,33
Median
Persentil
Hubungan antara variabel usia dan jenis
kelamin dapat dilihat pada Gambar 4.
Tampak mayoritas penderita adalah laki-laki
usia muda (dengan median usia 23 tahun, dan
IQR 12,75). Hal ini mungkin erat kaitannya
dengan tingkat aktifitas yang lebih tinggi.
94
90
90
80
70
62
60
50
50
40
30
18
20
10
0
GCS
GCS5
GCS6
GCS7
GCS8
Gambar 5. Distribusi berdasarkan GCS saat masuk
rumah sakit
Gambar
di
atas
menunjukkan
mayoritas penderita masuk dengan GCS pasca
resusitasi 6 (38,46%; n = 45). Tidak ada
penderita yang masuk dengan GCS pasca
Majalah Kedokteran Nusantara Volume
40 y No. 4Sumatera
y Desember
2007
Universitas
Utara
Suzy Indharty
Hasil Akhir Penderita dengan Diffuse Brain Injury…
resusitasi
3.
Kemungkinan
penderita
meninggal di UGD maupun yang di bawa
pulang paksa sebelum pindah ke ruangan dan
tidak termasuk dalam penelitian ini.
120
Frekuensi
108
100
80
64
60
46
40
16
20
0
Grade I
Grade II
Grade III
Grade IV
Gambar 6. Distribusi berdasarkan derajat Diffuse
Brain Injury
Gambar di atas menunjukkan bahwa
mayoritas adalah diffuse brain injury derajat
II, mencakup 46,15% dari seluruh kasus (n =
54).
Tabel 5 dan Gambar 7 menunjukkan
karakteristik data lama rawat penderita cedera
otak difus. Penghitungan lama rawat dimulai
sejak penderita masuk rumah sakit sampai
dengan pulangPenderita yang pulang paksa
(23 orang) dan yang meninggal dalam
perawatan (40 orang) tidak dimasukkan dalam
analisis data lama rawat. Mencegah timbulnya
bias saat analisis.
Tabel 5.
Gambaran lama perawatan pasien
Statistik
Lama Perawatan
Frekuensi
54
Mean
29,48
95% CI
23,83 – 35,13
Standar Deviasi
20,69
Median
26,5
Modus
25
Range
136
Minimal-Maksimal
Persentil
IQR
6-142
25
15
50
26,5
75
37,25
22
Gambar 7. Histogram variabel lama rawat
Gambar 7 menunjukkan sebaran data
lama rawat yang tidak normal (miring ke kiri),
dengan hasil uji Kolmogorov-Smirnov dengan
nilai p = 0,002. Dengan demikian, median dan
IQR merupakan ukuran yang lebih tepat
untuk menggambarkan data lama rawat
(median 26,5 hari; IQR 22). Perawatan yang
lama berhubungan erat dengan biaya
perawatan yang tinggi, apalagi pada fase akut
umumnya
memerlukan
perawatan
di
Neurosurgical Critical Care Unit hingga
kondisi penderita cukup stabil.
Tabel 6.
Distribusi outcome pasien
Outcome
Hidup
Mati
Total
Jumlah
108
80
188
Persentase
57,4
42,6
100
Tabel 6 mengambarkan hasil akhir diffuse
brain injury. Pada analisa data outcome, total
188 kasus. Terdapat angka kematian akibat
diffuse brain injury sebesar 42,6%.
Hubungan antara Variabel Usia, GCS Saat
Masuk, Derajat Diffuse Brain Injury dan
Outcome
Untuk analisa hubungan antara variabel
usia dengan outcome, mula-mula variabel usia
yang merupakan variabel numerik dikonversi
menjadi variabel katagorikal. Variabel usia
dikelompokkan berdasarkan interval sepuluh
tahunan (1-10 tahun, 11-20 tahun, dan
seterusnya). Sebaran data dapat dilihat pada
Gambar 8.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 4 y Desember 2007
263
Universitas Sumatera Utara
Karangan Asli
Tabel 8.
Hubungan antara variabel GCS saat masuk dan
outcome
40
35
30
GCS
25
Frekuensi 20
Hidup
15
8
Mati
10
7
5
0
0-10
11.-20
21.-30 31.-40 41.-50
6
51.-60
Usia
3-5
Gambar 8. Histogram variabel usia dan outcome
Gambar di atas menunjukkan angka
kematian masing-masing kelompok usia
cenderung lebih tinggi pada kelompok usia
31-50 tahun. Selanjutnya dilakukan uji Chi
Square, akan tetapi karena jumlah sampel
dalam kelompok usia 41-60 tahun terlalu
sedikit (jumlah expected < 5), maka dilakukan
penggabungan kelompok usia menjadi 2
kelompok, yaitu ≤ 30 tahun dan > 30 tahun.
Hasil uji satistik dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7.
Hubungan antara variabel usia dan outcome
Usia
≤ 30
tahun
> 30
tahun
Outcome
Hidup
Mati
90
52
(63,4%)
(36,6%)
18
28
(39,1%)
(60,9%)
Total
Nilai p
142
(100%)
46
(100%)
0,041
Dari Tabel di atas dapat disimpulkan
adanya hubungan yang bermakna antara
variabel usia dengan variabel outcome (p =
0,041),
dengan
kecenderungan
angka
kematian yang lebih tinggi pada kelompok
usia yang lebih tua (60,9% berbanding
36,6%). Setelah dilakukan kontrol terhadap
variabel GCS dan derajat diffuse brain injury,
signifikansi hubungan antara variabel usia dan
outcome menjadi hilang; akan tetapi masih
terdapat kecenderungan angka kematian yang
lebih tinggi pada kelompok usia yang lebih
tua.
Pada analisis statistik hubungan antara
variabel GCS masuk dan keluaran (uji Chi
square), didapatkan jumlah sampel dalam
kelompok GCS 4 dan 5 terlalu sedikit (nilai
expected
Hasil Akhir Penderita dengan Diffuse Brain Injury
yang Dirawat di Neurosurgical Critical Care Unit
RS Hasan Sadikin, Bandung
Suzy Indharty
Bagian/SMF Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin, Bandung
dirawat di RS.dr.Hasan Sadikin/RSHS Bandung.
Metode: Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan pengambilan data dari catatan medis
penderita yang dirawat di NCCU (Neurosurgical Critical Care Unit) RSHS dalam periode enam
tahun (Nopember 2001 s.d. Oktober 2007). Kriteria inklusi adalah Glasgow Coma Scale (GCS)
saat masuk paska resusitasi ≤ 8 (cedera kepala berat) dan tanpa lesi fokal yang bermakna pada
Computed Tomography Scan (CT Scan) kepala (sesuai dengan klasifikasi diffuse brain injury
menurut studi Traumatic Coma Data Bank/TCDB). Data yang diambil adalah jenis kelamin, usia,
GCS saat masuk, gambaran CT-Scan kepala, lama perawatan dan kondisi akhir penderita.
Hasil: Dalam periode enam tahun terdapat 524 kasus cedera kepala berat, 234 kasus (48,2%)
diantaranya termasuk dalam kriteria diffuse brain injury. Mayoritas penderita adalah laki-laki
dengan median usia 23 tahun dan Inter Quartil Range (IQR) 12,75. GCS awal 6-8 sebanyak
86,33%; GCS 6 (38,46%). Berdasarkan klasifikasi diffuse brain injury menurut studi TCBD
diperoleh 27,35% kasus derajat I; 46,15% derajat II; 19,66% derajat III, derajat IV 6,84%. Median
lama perawatan 26,5 hari, dengan IQR 22. Secara umum mortalitas diffuse brain injury 42,6%;
mortalitas diffuse brain injury grade III-IV (71,4%). Hasil analisis faktor usia, GCS saat masuk dan
derajat diffuse brain injury, diperoleh nilai p masing-masing adalah 0,04, 0,441, dan 0,01.
Kesimpulan: Faktor usia dan derajat diffuse brain injury memiliki hubungan yang bermakna
dengan kecenderungan peningkatan proporsi kematian pada usia yang lebih tua dan derajat cedera
yang lebih berat. Derajat diffuse brain injury dapat digunakan sebagai faktor prediktor
independen untuk meramalkan prognosis penderita. Walaupun tidak didapatkan hubungan yang
bermakna antara faktor GCS saat masuk, namun secara umum terdapat kecenderungan
peningkatan proporsi kematian pada penderita dengan tingkat GCS saat masuk yang lebih rendah.
Kata kunci: diffuse brain injury, karakteristik penderita, hasil akhir
Abstract: Preface: Diffuse Brain Injury is one of the cause of death in patient with severe head
injury. The purpose of our research is to find the outcome of the patient with diffuse brain injury
in dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung.
Metode: This research has been done retrospectively by collecting data from the patient’s medical
record hospitalize in Neurosurgical Critical Care Unit (NCCU) dr. Hasan Sadikin Hospital within
the period of Nopember 2001 until Oktober 2007 (6 years). Inclusive criteria with Glasgow
Coma Scale (GCS) after resuscitations ≤ 8 (severe head injury) and without focal lesion in head
Computed Tomography Scan (CT Scan) (according to diffuse brain injury classification study of
Traumatic Coma Data Bank/TCDB). The data obtain with sex, age, GCS during admitted, head
CT-Scan, the length of stay and patient condition.
Result: Within six years of period we found 524 severe head injury cases, 234 cases (48,2%)
include diffuse brain injury. Most of the patient are male with median age of 23 years old and
Inter Quartil Range (IQR) 12,75. GCS 6-8 (86,33%); GCS 6 (38,46%). According to diffuse
brain injury classification by TCBD study we found 27,35% cases with grade 1; 46,15% grade 2;
19,66% grade 3, and 6,84% grade 4. Median length of stay is 26,5 days, with IQR 22. In general
mortality of diffuse brain injury is 42,6%; mortality of diffuse brain injury grade III-IV (71,4%).
258
Majalah Kedokteran Nusantara Volume
40 y No. 4Sumatera
y Desember
2007
Universitas
Utara
Suzy Indharty
Hasil Akhir Penderita dengan Diffuse Brain Injury…
Analysis result of age factor, GCS during admitted and grade of diffuse brain injury was 0,04,
0,441, dan 0,01.
Summary: Age factor and grade of diffuse brain injury has relationship with the impact for
proportional increment in mortality to the older patient and grade of more severe injury. Grade
of diffuse brain injury can be used as independent predictor factor to forecast the patient
prognosis. Even though we didn’t found the relationship between GCS factor during admitted,
however generally found the impact for proportional increment in mortality to the patient with
the lower grade of GCS during admitted.
Keywords: diffuse brain injury, patient characteristics, outcome
PENDAHULUAN
Secara umum, cedera otak dapat dibagi
menjadi cedera fokal dan difus.. Klasifikasi
sederhana ini memiliki keterbatasan dalam
menentukan prognosis pasien dalam kedua
kelompok besar tersebut. Walaupun secara
umum dapat dikatakan bahwa angka kematian
akibat diffuse brain injury lebih rendah
dibandingkan dengan angka kematian akibat
cedera otak fokal, akan tetapi dalam kelompok
pasien dengan diffuse brain injury sendiri
terdapat beberapa pasien yang berisiko tinggi
untuk terjadinya Tekanan tinggi intracranial
(TTIK) dan angka kematian pada kelompok
pasien ini jauh lebih tinggi dibandingkan
(1,2,3,4,5)
Atas dasar
kelompok pasien lainnya.
pemikiran ini, Marshall dkk.tahun 1991
membuat klasifikasi diffuse brain injury
berdasarkan gambaran CT-scan kepala.
Klasifikasi cedera otak difus menurut TCDB
(2,6)
dapat dilihat pada Tabel 1.
Klasifikasi diffuse brain injury dibuat
dengan
tujuan
untuk
mengidentifikasi
kelompok pasien yang berisiko tinggi untuk
terjadinya deteriorasi neurologis dan untuk
meramalkan prognosis yang lebih tepat
berdasarkan hasil evaluasi awal pada pasien
(2)
dengan cedera kepala berat.
Marshall dkk. menemukan adanya
hubungan yang erat antara klasifikasi diffuse
brain injury dengan outcome pasien; angka
kematian pasien semakin meningkat seiring
dengan semakin beratnya diffuse brain injury
yang terjadi. Angka kematian pada kelompok
pasien dengan diffuse brain injury derajat I
adalah 9,6%; grade II 13,5%; grade III 34%,
dan 56,2% pada pasien dengan diffuse brain
(2,6)
injury
grade
IV.
Studi
tersebut
menyimpulkan bahwa klasifikasi baru yang
mereka ajukan dapat digunakan untuk
meramalkan prognosis penderita, dan dapat
diperkuat dengan data lain misalnya usia
penderita. Penelitian mereka menunjukkan
bahwa pada kelompok pasien dengan diffuse
brain injury grade II, 39% pasien dari
kelompok usia ≤ 40 tahun memiliki outcome
yang baik atau moderat, dibandingkan 8%
(2)
pasien dari kelompok usia >40 tahun.
Tabel 1.
Klasifikasi Diffuse Brain Injury menurut studi TCDB
DERAJAT
I
II
DEFINISI
Tidak tampak kelainan patologis intrakranial pada CT scan
Tidak tampak pendesakan sisterna mesensefalik, dengan midline shift 0-5 mm dan tampak lesi
dengan densitas tinggi atau densitas campuran dengan volume < 25 cc (termasuk fragmen fraktur
dan benda asing)
III
Sisterna mesensefalik terdesak atau tidak tampak, dengan atau tanpa midline shift 0-5 mm dan
atau tampak lesi dengan densitas tinggi atau densitas campuran dengan volume < 25 cc
IV
Midline shift >5 mm, dengan atau tanpa lesi dengan densitas tinggi atau densitas campuran
dengan volume < 25 cc
TCDB: Traumatic Coma Data Bank
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 4 y Desember 2007
259
Universitas Sumatera Utara
Karangan Asli
Faktor usia merupakan salah satu faktor
prognostik yang reliabel untuk meramalkan
mortalitas dan morbiditas cedera kepala.
Semakin meningkat usia, semakin besar angka
kematian. Risiko keluaran yang buruk paska
cedera kepala semakin meningkat mulai usia
45 tahun, dan meningkat tajam setelah usia
>55 tahun. Pada usia > 65 tahun, angka
kematian meningkat lebih dari dua kali
dibandingkan dengan usia < 65 tahun.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa
faktor usia memiliki kaitan langsung dengan
keluaran paska cedera kepala, dan dengan
demikian merupakan faktor prognostik yang
bersifat independen (tidak terkait dengan
faktor-faktor lainnya). Diduga terdapat suatu
karakteristik intrinsik pada otak yang telah
mengalami penuaan yang menyebabkan
timbulnya fenomena tersebut, walaupun
patofisiologinya belum diketahui secara
(7,8)
pasti.
GCS juga merupakan salah satu faktor
prognostik yang dapat digunakan untuk
meramalkan paska cedera kepala. GCS
mencerminkan beratnya cedera otak yang
terjadi. Terdapat hubungan yang kuat antara
GCS yang rendah dengan outcome yang
buruk. Sekitar 80-87% penderita dengan GCS
3 akan mengalami kematian. Studi Glasgow
menyarankan penilaian GCS 6 jam setelah
trauma sebagai nilai GCS yang paling bisa
dipercaya, karena penilaian yang terlalu dini
dapat menyebabkan overestimasi beratnya
cedera kepala. Akan tetapi dengan semakin
baiknya penanganan pre-rumah sakit, sehingga
penatalaksaan bisa segera dilakukan. National
Coma
Data
Bank
memilih
untuk
menggunakan nilai GCS pasca resusitasi
sebagai faktor prognostik cedera kepala. Akan
tetapi
beberapa
studi
menunjukkan
variabilitas yang bermakna pada nilai
prognostik
cedera
kepala
berdasarkan
penilaian GCS pasca resusitasi, sehingga
validitasnya masih dipertanyakan. Beberapa
kondisi tertentu juga dapat mempersulit
penilaian GCS, misalnya mata yang bengkak
dan intubasi endotracheal. Jane dan Rimel
menyatakan komponen motorik GCS dapat
digunakan sebagai faktor prediktor cedera
kepala. Dengan demikian, pada kondisikondisi tersebut, skoring motorik GCS
mungkin lebih ideal dibandingkan dengan skor
GCS total sebagai faktor prediktor cedera
(9)
kepala.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui karakteristik penderita
brain diffuse injury yang dirawat di RSU Dr.
Hasan Sadikin, Bandung, meliputi usia, jenis
kelamin, GCS saat masuk, derajat brain
diffuse injury,lama rawat dan outcome pasien.
Penelitian ini juga dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui hubungan antara variabel
usia, GCS saat masuk dan derajat brain diffuse
injury. Hipotesis dari penelitian ini adalah ada
hubungan yang bermakna antara variabel usia,
GCS saat masuk dan derajat diffuse brain
injury dengan hasil akhir penderita.
KERANGKA PENELITIAN
Kerangka konsep dari penelitian ini
adalah: faktor usia, GCS saat masuk dan
diffuse
brain
injury
akan
derajat
mempengaruhi outcome dari diffuse brain
injury.
Usia
GCS saat masuk
Derajat diffuse brain
injury
Hasil
akhir
Gambar 1. Kerangka penelitian
DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
Tabel 2.
Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini
1
Diffuse brain injury
:
2
Jenis kelamin
:
3
Usia
:
4
GCS masuk
:
260
Pasien dengan GCS masuk paska resusitasi ≤ 8, dan tanpa lesi fokal hiperdens atau
dengan densitas campuran > 25 cc pada CT scan kepala.
Jenis kelamin penderita, sesuai dengan yang tercantum di dalam rekam medis
penderita.
Usia penderita, sesuai dengan yang tercantum di dalam rekam medis penderita dan
dinyatakan dalam tahun.
Skala kesadaran penderita paska resusitasi, yang dinilai berdasarkan Glasgow Coma
Scale, sesuai dengan yang tercantum di dalam rekam medis penderita.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume
40 y No. 4Sumatera
y Desember
2007
Universitas
Utara
Suzy Indharty
Hasil Akhir Penderita dengan Diffuse Brain Injury…
5
Derajat cedera
:
6
Lama rawat
:
7
Outcome
:
Derajat beratnya brain diffuse injury berdasarkan klasifikasi menurut studi TCDB (lihat
Tabel 1).
Lama perawatan pasien di RSHS, sesuai dengan yang tercantum di dalam rekam medis
penderita, dinyatakan dalam hari. Penghitungan dimulai sejak pasien MRS, sampai
dengan pasien pulang. Pasien yang pulang paksa dan yang meninggal dalam
perawatan tidak diperhitungkan dalam analisis data lama rawat.
Kondisi akhir penderita pada saat pulang/dipulangkan, sesuai dengan yang tercantum
di dalam rekam medis penderita, dinyatakan sebagai hidup atau meninggal. Pasien
yang pulang paksa tidak diperhitungkan dalam analisis outcome pasien.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan secara retrospektif
dengan pengambilan data dari catatan medis
pasien yang dirawat di NCCU (Neurosurgical
Critical Care Unit) RSHS dalam periode
enam tahun (Nopember 2001 s.d. Oktober
2007). Kriteria inklusi pasien adalah pasien
dengan GCS masuk paska resusitasi ≤ 8
(cedera kepala berat) dan tanpa lesi fokal yang
bermakna pada CT-Scan kepala (sesuai
dengan klasifikasi brain diffuse injury menurut
studi TCDB).
Data yang diambil adalah jenis kelamin,
usia, GCS saat masuk, gambaran CT-Scan
kepala (untuk menentukan derajat diffuse
brain injury), lama perawatan dan kondisi
akhir penderita. Selanjutnya dilakukan analisis
univariat masing-masing variabel untuk
memberikan gambaran umum data, yang
dinyatakan dalam ukuran statistik sesuai
dengan jenis datanya (numerikal atau
katagorikal). Kemudian dilakukan analisis
bivariat untuk menilai hubungan antara
variabel independen (usia, GCS saat masuk,
dan derajat diffuse brain injury) dengan
variabel dependen (outcome).
Untuk variabel usia yang pada mulanya
termasuk jenis variabel numerikal, dilakukan
konversi menjadi variabel katagorikal dengan
mengelompokkan penderita dalam beberapa
kelompok dengan interval usia sepuluh
tahunan.
Untuk kondisi akhir penderita ditentukan
berdasarkan kondisi pasien saat dipulangkan,
apakah dalam keadaan hidup atau meninggal
(bukan berdasarkan Glasgow Outcome Scale).
Penyederhanaan penilaian keluaran ini
terpaksa dilakukan karena kurangnya data
yang tersedia mengingat penelitian ini
merupakan penelitian retrospektif, dengan
sumber data dari catatan medis penderita.
Untuk mengurangi bias pada penilaian
outcome, penderita yang pulang paksa dari
Rumah Sakit dikeluarkan dari sampel
penelitian.
Pada analisis statistik mengenai lamanya
rawatan, selain penderita yang pulang paksa,
yang meninggal juga ikut dikeluarkan dari
sampel penelitian. Alasan pengeluaran sampel
tersebut karena tujuan dari analisis lamanya
rawatan dilakukan untuk mendapatkan
gambaran rata-rata lama perawatan dengan
diffuse brain injury sehingga bila penderita
yang pulang paksa dan yang meninggal selama
perawatan dimasukkan dalam analisis lama
rawat, maka hasil yang diperoleh akan lebih
singkat dari yang seharusnya (bias).
HASIL PENELITIAN
Dalam periode enam tahun (Nopember
2004 s.d. Oktober 2007) terdapat 524 kasus
cedera kepala berat; 234 kasus (48,2%)
diantaranya termasuk dalam kriteria diffuse
brain injury.
524 kasus cedera kepala berat selama
periode November 2001 s/d Oktober 2007
285 kasus cedera kepala fokal
234 kasus cedera kepala difus
diikut sertakan dalam penelitian
Gambar 2. Alur sampel penelitian
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 4 y Desember 2007
261
Universitas Sumatera Utara
Karangan Asli
Karakteristik Sampel Penelitian
Gambaran umum karakteristik sampel
penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia,
GCS saat masuk, derajat cedera otak difus,
lama rawat, dan hasil akhir.
Frekuensi
Tabel 3.
Distribusi menurut jenis kelamin
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Jumlah
208
26
234
Persentase
88,9
11,1
100,0
Gambar 3. Histogram variabel usia
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa
penderita laki-laki jauh lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan, dengan
persentase 88,9% banding 11,1%.
Tabel 4.
Distribusi menurut usia
Statistik
Usia
Frekuensi
234
Mean
26,02
95% CI
23,21 – 28,82
Standar Deviasi
22
Modus
18
Range
35
30
25
Frekuensi
17
50
22
75
32,5
IQR
Laki-laki
Perempuan
10
5
3-81
25
20
15
78
Minimal-Maksimal
0
0-10 11.-20 21.-30 31.-40 41.-50 51.-60 71.-80 81.-90
Usia
Gambar 4. Distribusi penderita menurut jenis
kelamin dan usia
15,5
IQR: Inter Quartil Range
CI: Confidence Interval
100
Tabel
4
menunjukkan
gambaran
berdasarkan usia. Dari data tersebut tampak
adanya variabilitas data yang cukup besar. Hal
ini dapat dilihat pada gambaran histogram
yang miring ke kiri pada grafik 1, dan
dikonfirmasi dengan uji Kolmogorov-Smirnov
yang menunjukkan nilai p = 0,000. Pada data
dengan sebaran yang tidak normal, mean dan
standar
deviasi
kurang
tepat
untuk
menggambarkan karakteristik usia, karena
sangat dipengaruhi oleh nilai ekstrim. Dengan
demikian lebih tepat menggunakan median
dan IQR untuk menggambarkan karakteristik
usia. Diperoleh nilai median usia 22 tahun,
dengan IQR 15,5. Temuan ini sesuai dengan
hasil temuan dari Kraus dkk. 1996 yang
menyatakan puncak insidensi cedera kepala
(8,9)
adalah pada kelompok usia 15-24 tahun.
262
40
15,33
Median
Persentil
Hubungan antara variabel usia dan jenis
kelamin dapat dilihat pada Gambar 4.
Tampak mayoritas penderita adalah laki-laki
usia muda (dengan median usia 23 tahun, dan
IQR 12,75). Hal ini mungkin erat kaitannya
dengan tingkat aktifitas yang lebih tinggi.
94
90
90
80
70
62
60
50
50
40
30
18
20
10
0
GCS
GCS5
GCS6
GCS7
GCS8
Gambar 5. Distribusi berdasarkan GCS saat masuk
rumah sakit
Gambar
di
atas
menunjukkan
mayoritas penderita masuk dengan GCS pasca
resusitasi 6 (38,46%; n = 45). Tidak ada
penderita yang masuk dengan GCS pasca
Majalah Kedokteran Nusantara Volume
40 y No. 4Sumatera
y Desember
2007
Universitas
Utara
Suzy Indharty
Hasil Akhir Penderita dengan Diffuse Brain Injury…
resusitasi
3.
Kemungkinan
penderita
meninggal di UGD maupun yang di bawa
pulang paksa sebelum pindah ke ruangan dan
tidak termasuk dalam penelitian ini.
120
Frekuensi
108
100
80
64
60
46
40
16
20
0
Grade I
Grade II
Grade III
Grade IV
Gambar 6. Distribusi berdasarkan derajat Diffuse
Brain Injury
Gambar di atas menunjukkan bahwa
mayoritas adalah diffuse brain injury derajat
II, mencakup 46,15% dari seluruh kasus (n =
54).
Tabel 5 dan Gambar 7 menunjukkan
karakteristik data lama rawat penderita cedera
otak difus. Penghitungan lama rawat dimulai
sejak penderita masuk rumah sakit sampai
dengan pulangPenderita yang pulang paksa
(23 orang) dan yang meninggal dalam
perawatan (40 orang) tidak dimasukkan dalam
analisis data lama rawat. Mencegah timbulnya
bias saat analisis.
Tabel 5.
Gambaran lama perawatan pasien
Statistik
Lama Perawatan
Frekuensi
54
Mean
29,48
95% CI
23,83 – 35,13
Standar Deviasi
20,69
Median
26,5
Modus
25
Range
136
Minimal-Maksimal
Persentil
IQR
6-142
25
15
50
26,5
75
37,25
22
Gambar 7. Histogram variabel lama rawat
Gambar 7 menunjukkan sebaran data
lama rawat yang tidak normal (miring ke kiri),
dengan hasil uji Kolmogorov-Smirnov dengan
nilai p = 0,002. Dengan demikian, median dan
IQR merupakan ukuran yang lebih tepat
untuk menggambarkan data lama rawat
(median 26,5 hari; IQR 22). Perawatan yang
lama berhubungan erat dengan biaya
perawatan yang tinggi, apalagi pada fase akut
umumnya
memerlukan
perawatan
di
Neurosurgical Critical Care Unit hingga
kondisi penderita cukup stabil.
Tabel 6.
Distribusi outcome pasien
Outcome
Hidup
Mati
Total
Jumlah
108
80
188
Persentase
57,4
42,6
100
Tabel 6 mengambarkan hasil akhir diffuse
brain injury. Pada analisa data outcome, total
188 kasus. Terdapat angka kematian akibat
diffuse brain injury sebesar 42,6%.
Hubungan antara Variabel Usia, GCS Saat
Masuk, Derajat Diffuse Brain Injury dan
Outcome
Untuk analisa hubungan antara variabel
usia dengan outcome, mula-mula variabel usia
yang merupakan variabel numerik dikonversi
menjadi variabel katagorikal. Variabel usia
dikelompokkan berdasarkan interval sepuluh
tahunan (1-10 tahun, 11-20 tahun, dan
seterusnya). Sebaran data dapat dilihat pada
Gambar 8.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 4 y Desember 2007
263
Universitas Sumatera Utara
Karangan Asli
Tabel 8.
Hubungan antara variabel GCS saat masuk dan
outcome
40
35
30
GCS
25
Frekuensi 20
Hidup
15
8
Mati
10
7
5
0
0-10
11.-20
21.-30 31.-40 41.-50
6
51.-60
Usia
3-5
Gambar 8. Histogram variabel usia dan outcome
Gambar di atas menunjukkan angka
kematian masing-masing kelompok usia
cenderung lebih tinggi pada kelompok usia
31-50 tahun. Selanjutnya dilakukan uji Chi
Square, akan tetapi karena jumlah sampel
dalam kelompok usia 41-60 tahun terlalu
sedikit (jumlah expected < 5), maka dilakukan
penggabungan kelompok usia menjadi 2
kelompok, yaitu ≤ 30 tahun dan > 30 tahun.
Hasil uji satistik dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7.
Hubungan antara variabel usia dan outcome
Usia
≤ 30
tahun
> 30
tahun
Outcome
Hidup
Mati
90
52
(63,4%)
(36,6%)
18
28
(39,1%)
(60,9%)
Total
Nilai p
142
(100%)
46
(100%)
0,041
Dari Tabel di atas dapat disimpulkan
adanya hubungan yang bermakna antara
variabel usia dengan variabel outcome (p =
0,041),
dengan
kecenderungan
angka
kematian yang lebih tinggi pada kelompok
usia yang lebih tua (60,9% berbanding
36,6%). Setelah dilakukan kontrol terhadap
variabel GCS dan derajat diffuse brain injury,
signifikansi hubungan antara variabel usia dan
outcome menjadi hilang; akan tetapi masih
terdapat kecenderungan angka kematian yang
lebih tinggi pada kelompok usia yang lebih
tua.
Pada analisis statistik hubungan antara
variabel GCS masuk dan keluaran (uji Chi
square), didapatkan jumlah sampel dalam
kelompok GCS 4 dan 5 terlalu sedikit (nilai
expected