Isolasi dan identifikasi mikroalga cyanophyta dari tanah persawahan Kampung Sampora, Cibinong, Bogor

(1)

WULAN EMBUN SARI

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

WULAN EMBUN SARI 105095003148

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Embun Sari, NIM 105095003148 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Agustus 2011. Skripsi ini telah dierima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.

Menyetujui,

Penguji 1, Penguji 2,

Dini Fardila, M.Si NIP.19800330 20090 1 2009

Pembimbing 1, Pembimbing 2,

Priyanti, M.Si NIP.19750526 200012 2 001

Mengetahui,

Dekan Ketua Program Studi Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi

Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis NIP. 19680117 200112 1 001


(4)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN KEASLIAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANA PUN.

Jakarta, 23 Agustus 2011

Wulan Embun Sari 105095003148


(5)

Persawahan Kampung Sampora, Cibinong, Bogor. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Cyanophyta hadir berlimpah di sawah dan penting dalam membantu menjaga kesuburan padi melalui fiksasi nitrogen. Sebagian besar genus Cyanophyta yang ada di sawah adalah bentuk filamen heterokis. Sebanyak 144 sampel tanah diisolasi dari sawah Kampung Sampora, Cibinong, Bogor pada berbagai umur penanaman padi, yaitu padi dengan umur tanam 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan. Sampel diambil secara purposive sampling, dan sampel analisis menggunakan metode kualitatif. Sampel tanah dikeringkan dan ditumbuhkan di laboratorium menggunakan dua media, BBM dan BG-11. Proses pertumbuhan dilakukan dalam 2 tahap, masing-masing tahap membutuhkan waktu tumbuh selama 3 bulan. Sampel tanah yang telah ditumbuhi oleh mikroalga ditandai dengan adanya perubahan warna dari cokelat menjadi hijau. Sampel yang telah tumbuh kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya dan Cyanophyta yang ditemukan dipisahkan ke dalam cawan petri yang berbeda. Cyanophyta lalu diidentifikasi dan diklasifikasi menurut karakteristik morfologinya dengan menggunakan mikroskop cahaya. Hasil penelitian menunjukkan adanya 4 ordo Cyanophyta, yaitu Chroococcales, Oscillatoriales, Nostocales, dan Stigonematales. Genus dari Nostocales dan Stigonematales merupakan Cyanophyta yang memiliki heterokis dan berperan sebagai biofertilizer.


(6)

Rice Field Soils in Kampung Sampora, Cibinong, Bogor. Undergraduate Thesis. Biology Study Program. Faculty of Science and Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta. 2011.

Cyanophyta is abundant in the rice fields and important to capture nitrogen from the air in fixation process. Most of Cyanophyta existed in the rice fields are in the form heterocystous of filament. 144 soil samples were isolated from the rice fields of Sampora Village, Cibinong, Bogor in various age of paddy cultivation, namely 1 month, 2 months, and 3 months. Samples were taken by using purposive sampling, and analyzed using qualitative methods. Soil samples were dried and growth in the laboratory in two medium (BBM and BG-11). The growth process was carried out in 2 stages, each stage took 3 months of period. The soil samples overgrown with microalgae characterized by a changing in color from brown to green. The samples were grown and then observed under microscope and separated into different petri dish. Cyanophyta then identified and classified based on morphological characters. The result shown 4 ordo Cyanophyta namely Chroococcales, Oscillatoriales, Nostocales, and Stigonematales. Genus of CyanophytaNostocales and Stigonematales is a genus that has heterocyst and can be use as biofertilizer.


(7)

menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya). Yang

menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.

Yang menumbuhkan rumput-rumputan, lalu dijadikan-Nya

rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman. Akan Kami

bacakan (Al Qur'an) kepadamu (Muhammad) maka kamu

tidak akan lupa, kecuali apa yang dikehendaki Allah.

Sesungguhnya Dia mengetahui apa yang terang dan apa yang

tersembunyi. (QS. Al-A’la: 1-7)

Skripsi ini kupersembahkan untuk orang tua & suami ku tercinta;

terimakasih atas kepercayaan, dukungan dan


(8)

i

memberikan nikmat, rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi dan Rasul mulia, Muhammad SAW yang diutus Allah sebagai rahmat bagi seluruh semesta alam, beserta keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang tegak di atas din-Nya hingga akhir zaman.

Skripsi berjudul “Isolasi dan Identifikasi Mikroalga Cyanophyta dari Tanah Persawahan Kampung Sampora, Cibinong, Bogor” disusun untuk memenuhi syarat dalam meraih gelar S.Si.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan tak terhingga kepada :

1. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh stafnya.

2. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Ketua Program Studi Biologi FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dasumiati, M.Si selaku pembimbing I dan Priyanti, M.Si selaku pembimbing II atas kesabarannya dalam membimbing.

4. Megga R. Pikoli, M. Si dan Dini Fardila, M. Si selaku penguji dalam sidang munaqosyah.


(9)

ii

6. Megga R. Pikoli selaku Kabid Laboratorium Biologi (PLT UIN) dan staf-staf laboran; Mba Puji, Mba Ida, dan Kak Bahri yang telah membantu penulis selama penelitian.

7. Mama, Papa, kakak, adik, dan suami tercinta yang selalu memberikan motivasi, doa yang tulus, serta dukungan moril dan materil.

8. Dini Damayanti, S.Si yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

9. Teman-teman seperjuangan khususnya Biologi angkatan 2005 (BioMa), Zahara, Diah, Nelly, Eci, Dita, Mia, dan Peni serta semua pihak yang tak lelah memberikan semangat, tausiyah dan saran kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki keterbatasan baik dari segi materi maupun tata bahasanya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik serta saran dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan dan bagi pembaca pada umumnya.

Jakarta, Agustus 2011


(10)

iii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………. i

DAFTAR ISI ……… iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ………. vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Perumusan Masalah ……….. 2

1.3 Hipotesis ………... 2

1.4 Tujuan ………... 3

1.5 Manfaat ………. 3

1.6 Kerangka Berpikir ………. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Cyanophyta ……… 4

2.2 Sistematika Cyanophyta ……….... 6

2.3 Distribusi Cyanophyta ………..……… 7

2.4 Kemampuan Fiksasi Nitrogen (N) oleh Cyanophyta ...…………. 7

2.5 Potensi Cyanophyta sebagai Biofertilizer ………. 8

2.6 Isolasi dan Identifikasi Cyanophyta ..……… 10

2.7 Persawahan Kampung Sampora ……… 11

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ……… 13

3.2 Bahan dan Alat ………. 13


(11)

iv

3.3.1 Penentuan Titik Sampling ……… 14

3.3.2 Isolasi Sampel Tanah ………... 14

3.3.3 Pengayaan Mikroalga Tanah Di Laboratorium ..……….. 15

3.3.4 Identifikasi Cyanophyta …...……… 16

3.4 Analisis Data ……… 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Identifikasi Cyanophyta ..………. 18

4.2 Deskripsi Genus Cyanophyta .….……….. 23

4.3 Heterokis Cyanophyta …………..………. 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……… 44

5.2 Saran ………. 45

DAFTAR PUSTAKA ……….. 46


(12)

v

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Genus Cyanophyta pada Sampel Permukaan Tanah ……… 18 Tabel 2. Genus Cyanophyta pada Sampel Dalam Tanah ……… 19


(13)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Aliran Kerangka Berpikir ……… 3

Gambar 2. Sel Heterokis dan Sel Akinet ……….. 6

Gambar 3. Persawahan Penduduk Kampung Sampora ……… 12

Gambar 4. Aphanocapsa dan Navicula ………..………... 24

Gambar 5. Aphanothece ……….………... 25

Gambar 6. Gloeocapsa ………. 26

Gambar 7. Chamaesiphon ……….…… 27

Gambar 8. Chroococcus …..………. 28

Gambar 9. Pleurocapsa …..……….. 29

Gambar 10. Oscillatoria ….……… 31

Gambar 11. Sel hormogonium dan Sel Nekridium ..……… 32

Gambar 12. Arthrospira yang Tumbuh Berpilin dan Melingkar …..……….. 33

Gambar 13. Microcoleus …..……….. 34

Gambar 14. Scytonema …..…..………... 35

Gambar 15. Percabangan Scytonema ………..……..………. 36

Gambar 16. Anabaena…...………. 38

Gambar 17. Nostoc ……….. 39

Gambar 18. Calothrix …..………...……… 40


(14)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian ………... 49 Lampiran 2. Komposisi Bahan-bahan Kimia yang Digunakan Sebagai

Medium Pengayaan dan Pertumbuhan Mikroalga …………... 50 Lampiran 3. Data Faktor-faktor Lingkungan pada Titik-titik Pengambilan

Sampel ……….. 52

Lampiran 4. Data Cyanophyta Hasil Pengayaan ……….. 55 Lampiran 5. Sampel Tanah yang Ditumbuhi Mikroalga namun Tidak

Terdapat Cyanophyta ………...……… 59 Lampiran 6. Denah Pengambilan Sampel Tanah ………. 60 Lampiran 7. Lokasi Titik Pengambilan Sampel ………... 61 Lampiran 8. Proses Pengayaan Sampel Tanah di Laboratorium ………….. 62 Lampiran 9. Hasil Pengayaan Sampel Tanah dengan Medium Pertumbuhan 63


(15)

1 1.1 Latar Belakang

Keanekaragaman hayati memiliki potensi yang besar bagi kelangsungan hidup manusia serta menjadi sumber ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu keanekaragaman hayati yang dimanfaatkan oleh manusia adalah dari kelompok mikroalga. Mikroalga dapat ditemukan di perairan, tanah maupun udara. Sesuai dengan habitatnya, berbagai jenis mikroalga memiliki karakteristik dan aktivitas yang berbeda (Ichimura, 1997). Mikroalga tanah memiliki sifat dan karakteristik khas, seperti kemampuannya untuk memfiksasi nitrogen dan mampu bertahan dalam kondisi kritis (Coleman, 2001). Mikroalga yang mampu memfiksasi N dapat dimanfaatkan di bidang pertanian sebagai biofertilizer atau pupuk hayati. Hal ini menyebabkan mikroalga mampu meningkatkan produksi pertanian bahkan beberapa negara telah menggunakan mikroalga tanah untuk menggemburkan tanah (Metting, 1981).

Cyanophyta dapat tumbuh dengan baik di persawahan, baik di air maupun di tanahnya, karena persawahan menyediakan nutrisi yang diperlukan oleh mikroalga untuk hidup tanpa mengganggu tanaman yang tumbuh di sana. Saat ini persawahan umumnya menggunakan pupuk kimia dan pestisida, penggunaan bahan-bahan kimia tersebut dalam jangka panjang merupakan ancaman bagi penurunan keragaman hayati termasuk mikroalga tanah, mengurangi kesuburan tanah dan memberikan masalah bagi lingkungan (Nugraheni & Winata, 2003).


(16)

Dalam lingkungan alaminya Cyanophyta membutuhkan zat hara dari tanah berupa makronutrien dan mikronutrien. Dalam skala laboratorium, medium yang sering digunakan untuk pertumbuhan Cyanophyta adalah BBM (Basal Bold Medium) dan BG-11 (Blue Green Medium) karena kedua medium tersebut memiliki komponen unsur-unsur hara (bahan kimia) yang dibutuhkan Cyanophyta untuk dapat tumbuh, terutama unsur nitrogen (N) (Watanabe & Nozaki, 1994).

Kampung Sampora merupakan kawasan pedesaan yang masih memiliki areal persawahan yang subur dan kehidupan penduduknya bergantung pada aktivitas pertanian tersebut. Sistem pertanian yang dijalankan oleh masyarakat Sampora umumnya adalah sawah tadah hujan selain itu mereka juga jarang sekali memakai pupuk kimia tetapi memakai kompos. Hal tersebut diduga merupakan tempat yang baik untuk ditemukannya beranekaragam mikroalga. Keanekaragaman jenis mikroalga di daerah persawahan Kampung Sampora belum ada yang meneliti sehingga perlu dilakukan penelitian tersebut untuk mendapatkan jenis-jenis mikroalga yang berfungsi sebagai biofertilizer.

1.1 Perumusan Masalah

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu berapa genus mikroalga khususnya Cyanophyta hasil isolasi tanah persawahan Kampung Sampora.

1.3 Hipotesis

Diperoleh berbagai genus mikroalga khususnya Cyanophyta dari isolasi tanah persawahan Kampung Sampora.


(17)

1.4 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui genus-genus mikroalga Cyanophyta dari tanah persawahan di Kampung Sampora dan juga genus Cyanophyta yang berpotensi sebagai biofertilizer.

1.5 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang mikroalga khususnya Cyanophyta yang hidup di tanah persawahan. Selanjutnya beberapa genus yang diperoleh ini dapat dikembangkan untuk memproduksi biofertilizer.

1.6 Kerangka Berpikir

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Berpikir Keanekaragaman hayati

Mikroalga Cyanophyta yang berpotensi sebagai biofertilizer di tanah persawahan

Isolasi Cyanophyta dari tanah persawahan

Identifikasi genus Cyanophyta Cyanophyta pemfiksasi nitrogen (N)

Penggunaan pestisida dan pupuk kimia di persawahan

- Menurunkan keanekaragaman hayati - Menurunkan kesuburan tanah - Memberikan masalah bagi lingkungan Persawahan Kampung Sampora


(18)

4 2.1 Deskripsi Cyanophyta

Cyanophyta berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Cyano” atau “Kyans” yang artinya biru sedangkan “Phyta” artinya tumbuhan. Cyanophyta dikenal juga dengan Cyanobacteri, alga hijau-biru, atau Cyanophytes. Cyanophyta merupakan mikroalga prokariotik yang mendominasi kehidupan di bumi selama lebih dari 1,5 juta tahun (Graham & Wilcox, 2000). Nama Cyanophyta didasarkan atas pigmen-pigmen yang terdapat di dalam sel Cyanophyta, yaitu klorofil-a, dan sejumlah pigmen seperti b-karotin, xantofil dan fikobilin. Pigmen fikobilin yang paling dikenal pada Cyanophyta adalah pigmen biru fikosianin dan pigmen merah c-fikoeritrin. Dua pigmen unik Cyanophyta ini tidak ditemukan pada anggota alga lain (Vashista, 1999). Perbandingan macam-macam zat warna tersebut amat labil, oleh sebab itu warna alga tidak tetap (Tjitrosoepomo, 1998). Perubahan zat warna itu kemungkinan berhubungan dengan proses metabolisme Cyanophyta seperti jumlah sinar UV yang diterima, warna pigmen selubung (sheath) atau pertukaran gas di dalam sel (Graham & Wilcox, 2000).

Cyanophyta merupakan mikroalga bersel tunggal atau berbentuk benang dengan struktur tubuh yang masih sederhana dan bersifat autotrof. Dinding selnya mengandung pektin, hemiselulosa dan selulosa yang kadang-kadang berupa lendir, oleh sebab itu Cyanophyta juga sering disebut sebagai alga lendir (Myxophyceae). Pada jenis-jenis yang berbentuk benang kadangkala terlihat dapat


(19)

melakukan gerakan seperti meluncur pada alas yang basah, tetapi sebenarnya Cyanophyta tidak dapat bergerak. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya bulu cambuk yang menyebabkannya bergerak (Tjitrosoepomo, 1998).

Cyanophyta memiliki kemampuan untuk berfotosintesis sehingga alga ini dianggap sebagai salah satu pelopor dari kehidupan yang penting di dunia ini. Cyanophyta mempunyai sifat-sifat yang khas, yang tidak dimiliki oleh tumbuhan lainnya, yaitu tahan kekeringan, tahan panas di dalam air, beberapa jenis dapat mengikat molekul N2 dari udara jika dalam tanah tidak ada nitrat, dapat tumbuh di lingkungan toksik, dan dapat tumbuh di perairan dengan salinitas tinggi (Thajuddin & Subramanian, 1992). Berdasarkan sifat-sifatnya tersebut di atas, Cyanophyta dapat dikatakan sebagai organisme yang sangat penting dalam memfiksasi nitrogen dari udara, memperkaya tanah, dan menghasilkan senyawa-senyawa yang berguna bagi dunia kesehatan, seperti Spirulina sp. (Graham & Wilcox, 2000).

Cyanophyta memiliki karakter morfologi yang sangat beragam, meliputi berbagai macam bentuk talus, yaitu uniseluler, koloni, filamen yang tidak bercabang, atau filamen yang bercabang (Vashishta, 1999). Cyanophyta baik yang uniseluler maupun yang berfilamen kadang-kadang membentuk struktur yang dapat dikenali dengan mata telanjang, tetapi biasanya memerlukan mikroskop untuk mengidentifikasi. Cyanophyta berukuran mulai dari 0,6 µm sampai 30 µm. Filamen Cyanophyta memiliki kisaran diameter tubuh mulai dari 0,4 µm sampai 45 µm bahkan ada yang melebihi 100 µm. Talus Cyanophyta, baik yang berbentuk uniseluler maupun filamen, diselubungi oleh suatu selubung


(20)

gelatin (sheath) yang m dan filamen Cyanoph karakteristik dari sel terdiferensiasi dari sel ve Pada beberapa genera se sepanjang filamen. Berb yaitu pada salah satu uju

2.2 Sistematika Cyano Divisi Cyanophyta menjadi 4 ordo, yai Stigonematales. Ordo Ch Ordo Oscillatoriales m Nostocales memiliki 7 memiliki 3 famili, 6 genu

Gamba (Sumb

memiliki ukuran bervariasi. Sejumlah sifat mor phyta penting dalam identifikasi. Salah sat

l filamen dikenal sebagai heterokis, yaitu l vegetatif dan merupakan situs fiksasi nitrogen (G

seperti Anabaena, heterokisnya berkembang sec rbeda dengan Calothrix yang hanya memiliki satu jung filamen (Whitton dkk., 2002).

anophyta

yta masuk ke dalam kelas Cyanophyceae yan yaitu Chroococcales, Oscillatoriales, Nostoca Chroococcales memiliki 12 famili, 35 genus dan 9 memiliki 6 famili, 16 genus dan 139 spes 7 famili, 16 genus dan 109 spesies. Ordo Stigo enus dan 15 spesies (Whitton dkk., 2002).

mbar 2. Sel heterokis (h) dan sel akinet (a). mber: http://www.ibvf.csic.es)

morfologi sel satu bentuk u sel yang (Gambar 2). ecara teratur atu heterokis

yang terbagi tocales, dan n 98 spesies. esies. Ordo igonematales


(21)

2.3 Distribusi Cyanophyta

Cyanophyta dapat ditemukan pada berbagai kondisi lingkungan baik akuatik maupun terestrial seperti laut, lumpur, rawa, air tawar, payau, tanah, dan bebatuan. Pada umumnya Cyanophyta banyak ditemukan pada perairan tawar dengan pH netral. Meskipun begitu, ada pula Cyanophyta yang hidup pada lingkungan yang ekstrim seperti sumber air panas, gunung berapi, kutub utara, perairan dengan salinitas yang tinggi dan gurun. Oleh karena itu Cyanophyta dikenal sebagai organisme yang kosmopolit (Graham & Wilcox, 2000).

Beberapa penelitian menunjun suhu optimal untuk pertumbuhan Cyanophyta yaitu 15-35 °C, namun beberapa spesies Cyanophyta pernah ditemukan dapat bertahan hidup hingga suhu 72 °C di dalam kolam air panas di Taman Nasional Yellowstone (USA). Cyanophyta juga ditemukan pada saat musim dingin dimana suhu udara mencapai suhu 0 °C sampai -60 °C (Whitton dkk., 2002).

2.4 Kemampuan Fiksasi Nitrogen (N) oleh Cyanophyta

Kemampuan memfiksasi nitrogen pada alga diketahui hanya pada Cyanophyta dan khususnya pada kelompok Cyanophyta yang memiliki sel heterokis. Heterokis merupakan sel yang khas pada Cyanophyta dan terdapat pada Cyanophyta dengan bentuk filamen kecuali Oscillatoriaceae. Mereka terbentuk dari perkembangan sel-sel vegetatif dan ditandai oleh kutub nodul, dinding sel tebal, dan isi yang homogen apabila diamati di bawah mikroskop cahaya (Nagasathya & Thajuddin, 2008). Jumlah heterokis dapat bertambah ketika nitrogen dalam lingkungan terbatas. Heterokis terletak di bagian terminal atau


(22)

interkalar pada trikom (sel terminal yang berbentuk seperti rambut) dan letaknya dapat pula merata di antara sel-sel vegetatif (Prihantini dkk., 2008).

Faktor-faktor yang mengendalikan pembentukkan heterokis antara lain kemungkinan disebabkan rendahnya intensitas cahaya, bertambahnya jumlah fosfat, dan konsentrasi nitrogen dalam medium. Selain itu diferensiasi heterokis dapat pula dihambat oleh adanya sumber-sumber gabungan nitrogen (nitrat dan ammonium nitrogen) (Vashishta, 1999).

Beberapa anggota dari Cyanophyta telah menunjukkan kemampuannya mengikat nitrogen udara dimana kondisi terbaik dilakukan oleh Cyanophyta umumnya pada pH 7,0-8,5. Pada tanaman padi sawah yang tergenang air, Cyanophyta membantu mempertahankan jumlah nitrogen dalam tanah dengan menggunakan nitrogen bebas dari udara (Hardjowigeno, 2007).

2.5 Potensi Cyanophyta Sebagai Biofertilizer

Tuntutan pengadaan bahan pangan semakin besar karena jumlah penduduk yang selalu meningkat. Salah satu bahan pangan yang terpenting di Indonesia adalah beras. Budidaya padi perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut. Beberapa upaya yang dilakukan oleh para petani untuk meningkatkan produksi padi adalah dengan penggunaan pestisida dan pupuk kimia.

Menurut Swaminathan (2003), pada umumnya penggunaan pupuk kimia meningkatkan unsur-unsur garam tanah, yaitu Na+, Mg2+, dan Ca2+. Peningkatan kadar garam dalam tanah pada akhirnya akan menurunkan produktivitas


(23)

pertanian. Menurut Roger dkk (1994), penggunaan pestisida yang berlebihan dapat menimbulkan efek berupa kerusakan lingkungan, ketidakseimbangan pada populasi organisme di tanah persawahan, dan perubahan efisiensi mikroorganisme dalam merombak bahan-bahan kimia di dalam pestisida.

Cyanophyta adalah salah satu organisme yang berguna bagi manusia. Cyanophyta memiliki kemampuan sebagai biofertilizer untuk memerangi polusi tanah (Thajuddin & Subramanian, 2005). Kesuburan tanah sawah pada negara tropis disebabkan oleh adanya aktifitas Cyanophyta yang memfiksasi nitrogen sehingga Cyanophyta dan padi membentuk hubungan simbiosis (Chapman & Margulis, 1998).

Semua Cyanophyta menggunakan nitrat, nitrit dan ammonium sebagai sumber pertumbuhan tanaman. Menurut Jeong-Dong & Lee (2006), Cyanophyta dapat dimanfaatkan sebagai biofertilizer karena memiliki potensi untuk memproduksi senyawa antimikroba. Berdasarkan penelitian di Iran, sawah merupakan tempat dengan kondisi yang menguntungkan untuk fiksasi nitrogen biologis dan perkembangan Cyanophyta (Soltani dkk., 2007). Berbagai Cyanophyta yang memiliki heterokis dapat memperbaiki nitrogen atmosfer. Beberapa spesies yang non-heterokis juga dapat memperbaiki nitrogen atmosfer di bawah kondisi mikroaerofilik (Thajuddin & Subramanian, 2005). Untuk itu, penggunaan biofertilizer diharapkan dapat mengurangi pemakaian pestisida dan pupuk kimia. Melalui penggunaan biofertilizer, tanaman dapat tumbuh sehat sekaligus meningkatkan kelestarian dan kesehatan tanah.


(24)

2.6 Isolasi dan Identifikasi Cyanophyta

Pertumbuhan suatu jenis mikroalga sangat erat kaitannya dengan ketersediaan hara makro dan mikro serta kondisi lingkungan. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuan mikroalga antara lain cahaya, suhu dan pH air (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995).

Upaya untuk mengisolasi mikroalga baik pada habitat akuatik maupun terestial perlu memperhatikan musim karena beberapa mikroalga yang hidup bebas dapat bercampur dengan lumpur. Jika kondisi musim kurang baik pengambilan, sampel menjadi kurang optimal. Mikroalga tanah dapat dilihat dengan mata telanjang karena biasanya mereka membentuk lapisan kehijauan seperti lendir pada permukaan tanah. Hal tersebut memudahkan pengambilan sampel. Pengambilan sampel mikroalga tanah dilakukan dari permukaan tanah hingga kedalaman 5 cm karena kemungkinan mikroalga juga terdapat pada lapisan bawah tanah (Whitton dkk., 2002).

Karakter morfologi adalah karakter yang paling mudah digunakan untuk mengidentifikasi Cyanophyta. Beberapa karakter morfologi yang perlu diperhatikan dalam mengidentifikasi Cyanophyta adalah : 1) bentuk talus, dapat berupa uniseluler, koloni, filamen (bercabang atau tidak bercabang) (Whitton dkk., 2002); 2) ukuran panjang dan lebar talus; 3) keberadaan selubung gelatin; 4) bentuk ujung trikom; 5) septa pada filamen bergranula atau tidak; 6) keberadaan dinding pembatas pada filamen; 7) bentuk spiral pada talus; dan 8) keberadaan spora, akinet, dan heterokis (Geitler, 1985).


(25)

Sebagian besar Cyanophyta yang ditemukan di persawahan adalah Anabaena, Calothrix, Fischerella, Nostoc, dan Scytonema (Whitton dkk, 2002). Spesies pemfiksasi nitrogen dari Cyanophyta ini diunggulkan di negara-negara tropis untuk meningkatkan kesuburan padi di sawah (Vashista, 1999).

2.7 Persawahan Kampung Sampora

Kampung Sampora terletak di daerah subur Gunung Sindur. Secara geologis, Kampung Sampora merupakan bagian dari Kelurahan Cibinong yang terletak di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Secara geografis wilayah Kelurahan Cibinong terletak di 6o 29' 27.79513" lintang selatan dan 106o 50' 56.07379" bujur timur. Dari aspek aksesibilitas dan mobilitas, Kampung Sampora dapat dikatakan sebagai kampung yang terisolasi dari pusat keramaian. Jalan yang menjadi akses satu-satunya keluar wilayah itu tertutup oleh Cibinong Science Center (CSC) atau Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong. Akses menuju pusat pemerintahan kota Kecamatan Cibinong berjarak sekitar 4 km, akses menuju pusat pemerintahan Kabupaten Bogor kurang lebih 4 km dan ke ibukota Provinsi Jawa Barat 120 km (www.kotabogor.go.id).

Iklim di daerah Kampung Sampora mempunyai curah hujan yang cukup tinggi, hal ini tidak lain dikarenakan Kampung Sampora merupakan bagian dari Kabupaten dan Kota Bogor. Khusus untuk Kota Bogor sendiri diberi julukan sebagai Kota Hujan di Indonesia. Kondisi iklim di Kota Bogor mempunyai suhu rata-rata tiap bulan 26º C dengan suhu terendah 21,8º C dan suhu tertinggi 30,4º C. Kelembaban udara 70 % serta curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3.500 –


(26)

4000 mm dengan curah frekuensi rata-rata 191,2 turun dalam sehari lebih 2007).

Kampung Sampor aktivitas pertanian (Gam banyak perubahan baik bertani merupakan mata

Gambar 3 (Sumber fo Pada umumnya je adalah varietas lokal, ya padi yang didapat masya milik LIPI Cibinong. H memiliki masa panen ya para petani di Kampung bulir padi yang dihasilka

ah hujan terbesar pada bulan Desember dan Janua 1,2 hari hujan setahun (www.kotabogor.go.id). H

ih sering terjadi pada sore hari (pukul 12.00-15.00

ora merupakan kawasan pedesaan yang bergan ambar 3). Kawasan Gunung Sindur saat ini telah me

ik dari segi perekonomian maupun pembanguna ta pencaharian utama masyarakat di kampung ini.

3. Persawahan penduduk Kampung Sampora. r foto : Wulan, 2009)

jenis padi yang ditanam penduduk Kampung yaitu Super, Pandan Wangi, Padi Merah, dan Bro syarakat Sampora mayoritas berasal dari benih pad

Hal ini dikarenakan jenis-jenis benih padi yang lebih cepat, yaitu 3,5 bulan sehingga dala ng Sampora dapat panen sebanyak 3-4 kali. Selain lkan lebih besar.

nuari dengan . Hujan yang .00) (Tatang,

antung pada h mengalami unan, namun ni.

ng Sampora romo. Benih padi di lahan adi tersebut alam setahun lain itu


(27)

bulir-13 3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan dari September 2009 sampai dengan Mei 2010. Isolasi sampel tanah dilaksanakan di wilayah persawahan Kampung Sampora, Cibinong, Bogor mulai pukul 08.30-17.00 WIB sedangkan identifikasi sampel dilakukan di laboratorium Fisiologi Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah sampel mikroalga yang diambil dari tanah sawah, Basal Bold Medium (BBM), Blue Green Medium (BG-11) dan A5 Solution (Lampiran 2).

Peralatan yang digunakan adalah kape, tabung plastik/kantong plastik berkancing (sealed plastic-bag), kotak sampel, cawan petri (Normax), pipet Pasteur (Iwaki), pipet ukur (Iwaki), mikroskop cahaya (Olympus C011), pinset, bunsen/pembakar spiritus, lampu TL 36 W (Philips), thermometer (Boeco), pH indikator (Merck), labu Erlenmeyer (Schott Duran), vortex (Termolyne-Maxi Mix), timbangan analitik (Ohaus-Explorer Pro), LAFC, labu ukur (Iwaki), stirer (Mettler Toledo), Autoklaf (Omron ALP), Objeck Glass (Menzel-Glaser), Cover Glass (Menzel-Glaser), botol vial, aluminium foil, gunting/cutter, kapas, botol semprot, nampan, lemari pendingin, tisu, korek api, kertas label, dan alat tulis.


(28)

3.3 Cara Kerja

Rangkaian kerja pada penelitian ini terangkum dalam bagan alir di lampiran 1. Tahapan-tahapan kerja penelitian adalah sebagai berikut:

3.3.1 Penentuan Titik Sampling

Sampling tanah dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu penentuan titik sampling dilakukan atas dasar kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti dan dianggap bahwa unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang akan diambil sehingga memungkinkan peneliti menentukan titik-titik pengambilan tanah sesuai dengan kondisi/medan yang ada pada saat itu (Nasution, 2003). Penentuan titik-titik sampling didasarkan pada umur penanaman padi. Jumlah petak sawah yang digunakan sebagai tempat pengambilan sampel adalah 6 petak. Masing-masing petak diambil 4 titik sampling dengan pembagian 2 petak ditanami padi umur 1 bulan, 2 petak ditanami padi umur 2 bulan dan 2 petak ditanami padi umur 3 bulan (Lampiran 6 dan 7).

3.3.2 Isolasi Sampel Tanah

Sampel tanah diambil pada bagian permukaan tanah dengan ketebalan 0-2 cm dan bagian dalam tanah dengan ketebalan 5-10 cm. Pengambilan tanah dilakukan dengan menggunakan kape. Jumlah sampel tanah yang diambil adalah sebanyak 144 sampel. Sampel tanah kemudian dimasukkan ke dalam tabung plastik atau kantung plastik berkancing (sealed plastic-bag).

Masing-masing kantung plastik berisi sampel tanah kemudian diberi label yang berisi informasi tentang tempat dan tanggal pengambilan sampel serta diberi kode titik sampling. Data lingkungan berupa pH tanah dan suhu juga dicatat.


(29)

Seluruh sampel tanah yang telah ditempatkan di plastik berkancing kemudian disimpan di dalam kotak sampel yang tertutup rapat sehingga aman dibawa ke laboratorium.

3.3.3 Pengayaan Mikroalga Tanah di Laboratorium

Cawan petri, pipet Pateur, pipet ukur, Erlenmeyer, tabung ukur, dan tabung reaksi yang akan digunakan dicuci, dikeringkan, dan dibungkus dengan kertas kemudian disterilisasi menggunakan autoclave dengan suhu 121°C selama 15 menit dengan tekanan 2 atm. Pada suhu dan tekanan yang sama, botol vial ukuran 500 ml yang berisi akuades ditutup dengan aluminium foil serta plastik tahan panas, diikat dengan karet kemudian disterilisasi menggunakan autoclave.

Sebelum melakukan pengayaan sampel tanah, pertama-tama dibuat medium pertumbuhan yaitu BBM dan BG-11. Masing-masing medium terlebih dahulu dibuat larutan stok. Larutan stok medium pertumbuhan dibuat dengan cara melarutkan bahan kimia sesuai dengan komposisi medium yang ditetapkan (Lampiran 2). Pembuatan medium pertumbuhan dilakukan dengan cara menambahkan 10 ml dari setiap larutan stok ke dalam Erlenmeyer 1 liter kemudian ditambahkan akuades steril. Larutan yang telah dihomogenkan tersebut selanjutnya disterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 121°C selama 15 menit dengan tekanan 2 atm.

Pengayaan sampel tanah dilakukan dengan dua tahap menggunakan dua medium pertumbuhan, yaitu BBM dan BG-11. Tahap pertama pengayaan sampel dilakukan dari Oktober 2009 sampai Desember 2009. Tahap kedua pengayaan sampel tanah dilakukan dari Januari 2010 sampai Maret 2010.


(30)

Sampel tanah ditimbang sebanyak 5 g kemudian diletakkan di cawan petri (sterilized-plate) dan dibiarkan mengering selama 3-7 hari (Lampiran 8). Setelah kering, sampel tanah ditambahkan akuades steril atau medium inorganik secukupnya (tidak sampai membanjiri sampel) (Lampiran 9).

Mikroalga baru tumbuh kurang lebih 2 atau 3 minggu setelah pemberian medium namun masih berupa spora mikroalga. Pengamatan sampel mikroalga yang telah tumbuh tersebut dilakukan setiap hari. Setelah kurang lebih 3 bulan sampel mikroalga baru dapat diidentifikasi karena pada tahap ini sel vegetatif masing-masing mikroalga sudah benar-benar terbentuk sehingga sudah dapat dibedakan satu sama lain dan memudahkan identifikasi.

3.3.4 Identifikasi Cyanophyta

Identifikasi dilakukan dengan mengamati sampel alga yang telah tumbuh setiap hari. Sel mikroalga memiliki karakteristik khas yang digunakan sebagai pengenalan atau identifikasi jenis, yaitu meliputi bentuk talus (uniseluler, koloni, filamen), susunan sel dalam koloni, selubung gelatin dalam filamen, percabangan filamen, dan keberadaan akinet. Pada beberapa genus, pengukuran morfometri (panjang dan lebar sel atau suatu ornamen) harus dilakukan (Whitton dkk, 2002). Pada penelitian ini, identifikasi Cyanophyta dilakukan hingga tingkat genus karena perbesaran mikroskop yang digunakan terbatas yaitu 10 x 40 dan 10 x 100 sehingga identifikasi Cyanophyta berdasarkan pada morfologi. Buku identifikasi yang dijadikan acuan adalah Whitton dkk., (2002) dan Graham & Wilcox (2000).


(31)

3.4 Analisis Data

Data hasil isolasi dan identifikasi dianalisis menggunakan metode kualitatif dengan membuat deskripsi ciri-ciri Cyanophyta yang telah diamati. Hasil deskripsi digunakan untuk menentukan nama-nama genus Cyanophyta.


(32)

18 4.1 Hasil Identifikasi Cyanophyta

Berdasarkan hasil pengayaan sampel (288 sampel tanah), 227 sampel memperlihatkan pertumbuhan Cyanophyta. Tiga puluh satu sampel tidak ditumbuhi Cyanophyta (Lampiran 5). Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya kompetisi antar mikroalga pada saat tumbuh.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil identifikasi diketahui bahwa terdapat 14 genus Cyanophyta, terdiri dari 12 famili yang ditemukan pada berbagai umur sawah. Berikut ini adalah data genus Cyanophyta yang telah diidentifikasi dari hasil pengayaan sampel tanah (Tabel 1 dan 2).

Tabel 1. Genus Cyanophyta pada sampel permukaan tanah

No. Genus Padi Umur

1 Bulan

Padi Umur 2 Bulan

Padi Umur 3 Bulan Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore

1. Aphanocapsa - - - - - - - -

2. Aphanothece - - - - - - -

3. Gloeocapsa √ √ √ √ - - - -

4. Chamaesiphon - - - - - - - -

5. Chroococcus - - - - - √ √ -

6. Pleurocapsa - - - - - - - - -

7. Oscillatoria √ √ √ √ √ √ √ √ √

8. Arthrospira √ √ √ √ √ √ √ √ √

9. Microcoleus - - - - - - -

10. Scytonema - - - - - - -

11. Anabaena- - - - - -

12. Nostoc- √ √ √ - √ √ √

13. Calothrix - - - - - - -

14. Fischerella - - - - - - - -

Jumlah 6 4 4 7 6 2 8 6 4

Keterangan : √ : ada - : Tidak ada


(33)

Tabel 2. Genus Cyanophyta pada sampel dalam tanah

No. Genus Padi Umur

1 Bulan

Padi Umur 2 Bulan

Padi Umur 3 Bulan Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore

1. Aphanocapsa - - - - - - - -

2. Aphanothece - - - - - - -

3. Gloeocapsa- - √ √ - - -

4. Chamaesiphon - - - - - - - - -

5. Chroococcus - √ √ - - - - -

6. Pleurocapsa - √ √ - - - - -

7. Oscillatoria √ √ √ √ √ √ √ √ √

8. Arthrospira - √ √ - √ √ - -

9. Microcoleus - - - - - - - - -

10. Scytonema - - - - - -

11. Anabaena √ √ √ - - - - -

12. Nostoc √ √ √ - √ √ √ √ √

13. Calothrix - - - - - - - -

14. Fischerella - - √ √ - - - - -

Jumlah 5 8 8 4 5 4 5 5 2

Keterangan : √ : ada - : Tidak ada

Berdasarkan data yang didapat, ada beberapa genus yang sering ditemukan pada berbagai umur sawah (1, 2 dan 3 bulan), yaitu Oscillatoria dari ordo Oscillatoriales dan Nostoc dari ordo Nostocales. Hal ini dikarenakan kedua genus ini dapat hidup bebas di berbagai kondisi lingkungan terutama pada tanah-tanah persawahan yang banyak mengandung mineral.

Oscillatoria merupakan genus yang mampu beradaptasi dan bertahan pada berbagai kondisi lingkungan dikarenakan memiliki kemampuan metabolisme yang sangat baik, yaitu mampu menyesuaikan jumlah klorofil dan pigmen lain di dalam selnya. Nostoc mampu bertahan pada kondisi lingkungan yang sangat kering dengan cara melakukan diferensiasi sel vegetatif menjadi sel akinet yang berupa sel berdinding tebal dan berisi cadangan makanan. Hal ini menyebabkan kedua genus tersebut sering kali ditemukan di tanah persawahan Kampung Sampora pada berbagai umur sawah (1, 2 dan 3 bulan).


(34)

Chamaesiphon dan Pleurocapsa yang ditemukan di daerah persawahan Kampung Sampora merupakan catatan terbaru bagi mikroalga tanah persawahan karena pada penelitian-penelitian sebelumnya tidak pernah dilaporkan adanya kedua genus tersebut. Genus Cyanophyta yang hidupnya berkoloni seperti Merismopedia dan Microcystis atau yang berfilamen seperti Lyngbya dan Tolypothrix yang ditemukan pada penelitian di tanah persawahan Korea yang dilakukan oleh Jeong-Dong & Lee (2006) tidak ditemukan pada sampel tanah Kampung Sampora.

Berdasarkan data yang didapat, pada sampel umur sawah 1 bulan ada 6 genu yang mendominasi pada sampel permukaan pagi hari, yaitu Aphanothece, Gloeocapsa, Oscillatoria, Arthrospira, Anabaena, dan Nostoc. Pada sampel bagian dalam tanah sawah genus yang ditemukan pada pagi hari lebih sedikit, yaitu Aphanothece, Gloeocapsa, Oscillatoria, Anabaena, dan Nostoc. Pada sampel permukaan siang genus yang ditemukan lebih sedikit, yaitu Gloeocapsa, Oscillatoria, Arthrospira, dan Microcoleus sedangkan pada sore hari yaitu Gloeocapsa, Oscillatoria, Arthrospira, dan Nostoc (Tabel 1 dan Lampiran 4). Pada sampel dalam tanah siang dan sore hari genus yang ditemukan cenderung lebih banyak, yaitu Aphanocapsa, Chroococcus, Pleurocapsa, Oscillatoria, Arthrospira, Scytonema, Anabaena, dan Nostoc untuk sampel siang hari sedangkan sore hari yaitu Aphanothece, Chroococcus, Pleurocapsa, Oscillatoria, Arthrospira, Anabaena, Nostoc, dan Fischerella (Tabel 2 dan Lampiran 4 ). Hal tersebut sangat mungkin disebabkan pada bulan pertama masa tanam, jarak tumbuh tanaman padi masih sangat jarang, sehingga dapat dikatakan Cyanophyta


(35)

masih mendapatkan cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis. Oleh karena itu genus Cyanophyta yang ditemukan lebih banyak pada sampel permukaan tanah daripada sampel dalam tanah. Sedangkan pada sampel dalam tanah di siang hari jumlah genus Cyanophyta lebih banyak dibandingkan dengan sampel permukaan tanah di siang hari. Hal ini kemungkinan disebabkan pada siang hari mikroalga cenderung sensitif terhadap paparan cahaya matahari sehingga Cyanophyta cenderung bergerak menuju ke dalam tanah. Namun berbeda dengan kondisi pada sore hari dimana cahaya matahari sudah tidak ada sehingga menyebabkan aktivitas dan pertumbuhan mikroalga menjadi berkurang pula.

Pada sampel tanah permukaan sawah umur 2 bulan genus yang ditemukan lebih banyak pada pagi hari, yaitu Aphanocapsa, Gloeocapsa, Chroococcus, Oscillatoria, Arthrospira, Scytonema, dan Nostoc sedangkan pada sampel dalam tanah pagi hari genus ditemukan hanya 3, yaitu Gloeocapsa, Oscillatoria, dan Fischerella. Pada sampel permukaan siang hari genus yang ditemukan yaitu Oscillatoria, Arthrospira, Microcoleus, Anabaena, Nostoc, dan Calothrix. Pada sampel permukaan sawah di sore hari hanya ditemukan 2 genus saja, yaitu Oscillatoria dan Arthrospira (Tabel 1 dan Lampiran 4). Jika dibandingkan dengan sampel dalam tanah sawah umur 1 bulan pada siang hari dan sore hari, sampel dalam tanah sawah umur 2 bulan pada siang hari genus yang ditemukan lebih sedikit, yaitu Gloeocapsa, Oscillatoria, Arthrospira, Nostoc, dan Calothrix. Sama halnya dengan sampel siang hari, genus yang ditemukan pada sampel sore hari lebih sedikit, yaitu Oscillatoria, Arthrospira, Scytonema, dan Nostoc (Tabel 2 dan Lampiran 4). Perbedaan yang sangat signifikan ini kemungkinan disebabkan


(36)

mulai merapatnya jarak tumbuh padi sehingga Cyanophyta yang berada di dalam tanah lebih banyak bergerak ke permukaan tanah untuk mendapatkan cahaya matahari untuk proses fotosintesis.

Pada sampel tanah permukaan sawah umur 3 bulan Cyanophyta yang ditemukan pada pagi hari yaitu Aphanothece, Gloeocapsa, Chamaesiphon, Chroococcus, Oscillatoria, Arthrospira, Scytonema, dan Nostoc. Pada sampel dalam tanah pagi hari sebanyak 5 genus, yaitu Gloeocapsa, Chroococcus, Oscillatoria, Anabaena, dan Nostoc. Pada sampel permukaan siang hari genus yang ditemukan yaitu Chroococcus, Oscillatoria, Arthrospira, Microcoleus, Anabaena, Nostoc, dan Calothrix sedangkan sore hari genus yang ditemukan yaitu Oscillatoria, Arthrospira, Nostoc, dan Fischerella (Tabel 1 dan Lampiran 4). Pada sampel dalam tanah siang hari genus yang ditemukan yaitu Pleurocapsa, Oscillatoria, Arthrospira, Scytonema, dan Nostoc. Pada sore hari jumlah Cyanophyta yang ditemukan sangat sedikit, yaitu Oscillatoria dan Nostoc saja. Pada saat umur tanam padi mencapai 3 bulan, jarak tumbuh tanaman padi semakin rapat dan bulir-bulir yang telah matang akan semakin merunduk sehingga tanah tertutupi oleh kanopi tanaman. Keadaan demikian menyebabkan Cyanophyta lebih sering bergerak ke permukaan tanah baik pada pagi hari, siang hari maupun sore hari menuju sumber cahaya. Selain itu kemungkinan Cyanophyta bergerak ke permukaan untuk melakukan fiksasi nitrogen karena pada saat padi berumur 3 bulan merupakan saat dimana padi membutuhkan ammonia dalam jumlah banyak agar dapat tumbuh subur.


(37)

Penelitian lain menyebutkan bahwa pertumbuhan mikroalga dan kebutuhannya terhadap cahaya memang dipengaruhi oleh adanya kanopi tanaman (dalam hal ini tanaman padi). Hal tersebut dikarenakan semakin rapatnya jarak pertumbuhan tanaman padi serta kanopi tanaman yang semakin menutupi tanah sehingga jumlah mikroalga di dalam tanah semakin menurun (Roger dkk., 1985).

Dengan demikian pada bulan pertama masa tanam padi Cyanophyta cenderung berada di permukaan tanah di pagi hari dan berada di dalam tanah pada siang dan sore hari. Pada bulan kedua dan ketiga masa tanam padi, Cyanophyta cenderung berada di permukaan tanah. Hal tersebut dikarenakan kebutuhan Cyanophyta terhadap cahaya untuk berfotosintesis dan adanya kanopi tanaman yang semakin rapat.

4.2 Deskripsi Genus Cyanophyta

Berikut deskripsi morfologi dari 14 genus Cyanophyta tersebut : 1. Aphanocapsa

Aphanocapsa diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta, kelas Cyanophyceae, ordo Chroococcales, famili Merismopediaceae, dan genus Aphanocapsa. Warna koloni biru kehijauan, merupakan koloni non-filamen, bentuk koloni agak bulat dengan diameter koloni 20 µm Selubung gelatin (mucilago) tidak berwarna/tidak jelas, koloni terdiri dari beberapa sel kecil berbentuk bulat. Letak sel tidak beraturan, padat, tidak memiliki sel heterokis. Sel individu sangat kecil dengan diameter antara 1,5 – 3 µm.


(38)

Ga (S 2. Apanothece

Aphanothece di Cyanophyceae, ordo C Aphanothece. Warna ko (sel tunggal), merupaka dengan diameter koloni koloni terdiri dari beber lurus atau sedikit mel pembelahan sel.

Dari beberapa Cyanophyta lain (Gamb beraturan bersama Oscil penelitian dan identifikas

A

N

Gambar 4. Aphanocapsa (A) dan Navicula (N). (Sumber foto: Wulan, 2009)

diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophy Chroococcales, famili Synechococcaceae, d koloni biru kehijauan atau biru pucat, dapat pula kan koloni non-filamen, bentuk koloni bulat ata ni lebih dari 100 µm. Musilago tidak berwarna/t berapa sel kecil berbentuk oval, elips atau sepe melengkung dengan ujung bulat, kadang tamp

a pengamatan jenis ini hidup menempel pad ambar 5). Aphanothece yang ditemukan tum scillatoria dan ciri-ciri pertumbuhan ini sama de kasi yang dilakukan oleh Graham dan Wilcox (200

phyta, kelas dan genus la uniseluler atau lonjong, a/tidak jelas, perti batang, mpak terjadi

pada spesies mbuh tidak dengan hasil 2000).


(39)

Gambar 5. Aphanothece pembelahan sel pada Apha

3. Gloeocapsa

Gloeocapsa dik Cyanophyceae, ordo Gloeocapsa. Warna ko bentuk koloni tidak berat

Genus ini mempu musilago induk tidak ber sel terkadang tampak jela karena masing-masing se sel berbentuk bulat, oval terjadi pembelahan sel, d

ce. Koloni Aphanothece menempel pada Oscillator phanothece (b). (Sumber foto: Wulan, 2009)

diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophy Chroococcales, famili Microcystaceae, da koloni hijau, spesies ini merupakan koloni no

raturan, diameter koloni 50 µm-100 µm.

punyai musilago besar karena gabungan dari beb berwarna namun tampak jelas, begitu juga dengan jelas sehingga terlihat jarak antar sel dalam koloni

sel diselubungi oleh musilago. Koloni terdiri dar val atau elips, bentuk sel menjadi hemisperikal seti

l, dan diameter sel 1 µm-3 µm (Gambar 6).

toria (a) dan

hyta, kelas dan genus non-filamen,

beberapa sel, gan musilago ni berjauhan ari beberapa setiap setelah


(40)

Gambar 6. Gloeocapsa. D (a), Gloeocapsa dengan berbentuk hemisperikal Wulan, 2009)

4. Chamaesiphon Chamaesiphon Cyanophyceae, ordo C Chamaesiphon. Sel me bentuk sel heteropolar, menempel pada subsrat a

Genus ini me membulat merupakan ek sel biru-hijau pucat, sel pada ujungnya apabila te

Dua sel dalam satu musilago yang tampak jelas (tan n musilago induk (tanda panah) (b), sampel 2aP

l setelah pembelahan (tanda lingkaran) (d). (Sum

diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophy Chroococcales, famili Chamaesiphonaceae, d menempel pada substrat (ditemukan pada Osc ar, yaitu agak memanjang dengan bagian pang at agak menyempit dan ujung sel membulat. merupakan spesies non-filamen dengan ujung

eksospora, uniseluler, bentuk sel oval memanja el diselubungi oleh musilago yang memanjang da a terjadi pembelahan, musilago tidak berwarna, da

tanda panah) aPs1 (c), sel Sumber foto:

phyta, kelas , dan genus Oscillatoria), angkal yang

ng sel yang njang, warna dan terbuka dan panjang


(41)

sel tanpa musilago yaitu dewasa Chamaesiphon terlihat dengan mata tela

15 µm

Gambar 7. Chamaesipho

Wulan, 2009)

5. Chroococcus Chroococcus di Cyanophyceae, ordo Chr Chroococcus termasuk k hijau, hijau buah zaitun, (Gambar 8b). Bentuk sel bola namun tidak bulat dalam satu koloni terd berjauhan. Diameter sel 5

aitu 15 µm (Gambar 7). Menurut Whitton dkk ( pada beberapa spesies dapat berbentuk makros elanjang dalam satu koloni besar.

on. Sampel 5dPp3 (a) dan sampel 6bPp3 (b). (Sum

diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophy hroococcales, famili Chroococcaceae, genus Chr k ke dalam Cyanophyta non-filamen, uniseluler, un, hijau-biru, atau kekuningan seperti pada sam sel tidak teratur. Pada sampel 6aDp3 sel ada yang lat benar (Gambar 8e), musilago jelas dan tidak rdapat 2-4 sel, jarak antar sel adalam satu ko el 5 µm- 10 µm.

k (2002), sel roskopis atau

Sumber foto:

phyta, kelas hroococcus. er, warna sel ampel 2dDr1 ng berbentuk ak berwarna, koloni agak


(42)

Gambar 8. Chroococcus. S 3dPp2 (d), sampel 6aDp3 (

6. Pleurocapsa Pleurocapsa di Cyanophyceae, ordo Ch Pleurocapsa merupakan

10 µm

5 µm

Sampel 1bDs1 (a), sampel 2dDr1 (b), sampel 6cPs3 3 (e), dan sampel 1cDs1 (f). (Sumber foto: Wulan, 200

diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophy Chroococcales, famili Hyellaceae, dan genus Ple an jenis uniseluler non-filamen, dalam penelitian

s3 (c), sampel 009)

hyta, kelas Pleurocapsa. tian jenis ini


(43)

ditemukan menempel pa beberapa kelompok sel saling menempel. Selain (ditemukan pada samp memanjang atau memb butiran berwarna hijau musilago berwarna kec sedangkan diameter sel adalah adanya baeocytes sel yang berada pada bag

Gambar 9. Pleurocapsa. panah) pada sampel 6bDs3

pada Chlorophyta sebagai substratnya. Jenis ini t el yang tumbuh membentuk baris yang tidak te lain itu ada pula beberapa sel yang ditemukan mpel 1cDs1 dan 6bDs3). Ukuran sel bervari mbulat dengan isi sel yang tampak jelas berup

jau, kekuningan, atau kemerahan. Sel diselub kecoklatan dan sangat tipis. Lebar sel 10 µ sel 3 µm-9 µm (Gambar 9). Ciri khas dari Pl ytes, yaitu sel yang terbentuk pada saat terjadi pe bagian ujung percabangan sel.

20 µm

. Sampel 1bDr1 (a), sampel 1cDs1 (b), dan baeoc Ds3 (c dan d). (Sumber foto: Wulan, 2009)

ni terdiri dari teratur dan n bercabang ariasi, agak upa butiran-ubungi oleh

µm-20 µm Pleurocapsa

pembesaran


(44)

7. Oscillatoria

Oscillatoria diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta, kelas Cyanophyceae, ordo Oscillatoriales, famili Oscillatoriaceae, dan genus Oscillatoria. Oscillatoria memiliki bentuk tubuh berupa koloni filamen (trikom), trikom lurus, berlapis-lapis, tidak bercabang, musilago tipis dan tidak berwarna. Pada beberapa sampel ditemukan Oscillatoria dengan musilago agak tebal, hal ini kemungkinan disebabkan kondisi lingkungan yang kurang baik sebagai tempat tumbuhnya, karena menurut Komarek (2005), musilago pada Oscillatoria pada umumnya sangat tipis bahkan tidak ada, namun musilago akan tampak apabila Oscillatoria berada pada kondisi lingkungan yang ekstrim.

Warna koloni biru-hijau atau hijau, tebal trikom berbeda-beda, diameter dapat mencapai 3 µm-10 µm, panjang trikom dapat lebih dari 100 µm, ujung trikom membulat (pada pengamatan tidak ditemukan adanya kaliptra), tidak memiliki sel heterokis, pada beberapa sampel ditemukan Oscillatoria dengan vakuola gas. Hasil pengamatan beberapa jenis ini dapat dilihat pada Gambar 10.


(45)

40 µm

H

N

3 µ Gambar 10. Oscillatoria. (a-g). pembentukan hormogonium (H dan f), dan vakuola gas (lingka

>100 µ

5 µm

3 µm

g). Sampel 1aDr1 (a), sampel 4dPp2 (b), sampel 1aDs1 (H) dan sel nekridium (N) pada sampel 4dPs2 (d), sam karan) pada sampel 4cDr2 (f). (Sumber foto: Wulan, 200

0 µm

µm

6 µm

s1 (c), formasi ampel 5dPs3 (e


(46)

8. Arthrospira

Arthrospira dik Cyanophyceae, ordo Arthrospira. Arthrospira Ciri yang ditemukan sela kehijauan, trikom spiral µm, bentuk trikom sili diameter trikom 1 µm- 1 Beberapa Arthros dengan penelitian Whi memiliki vakuola gas, s ditemukan adanya vakuo apabila peneliti juga me dilihat pada Gambar 11 d

4 Gambar 11 (Sumber fot

diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophy Oscillatoriales, famili Phormidiaceae, da ira merupakan salah satu koloni Cyanophyta b selama pengamatan yaitu sel multiseluler, warna k

al dan tidak bercabang dengan rasio lebar lekukan silindris, musilago tidak jelas, tidak memiliki

10 µm.

rospira yang diamati tumbuh berpilin (melingkar hitton dkk (2002) dimana Arthrospira yang s, sedangkan Arthrospira yang diidentifikasi pen kuola gas. Vakuola gas kemungkinan akan dapat menggunakan mikroskop elektron. Hasil pengama

1 dan Gambar 12.

H N

4 µm

11. Sel hormogonium (H) dan sel nekridium (N). foto: Wulan, 2009)

hyta, kelas dan genus berfilamen. a koloni biru kan 5 µm-20 ki heterokis,

ar). Berbeda g ditemukan eneliti tidak at ditemukan matan dapat


(47)

2 µm

Gambar 12. Arthrospira sampel 5aDs3 (b), sampe

2009)

9. Microcoleus Microcoleus di Cyanophyceae, ordo Microcoleus. Dari hasil p Microcoleus pada samp seperti tikar dengan ben sel trikom dilapisi oleh mu dan tidak terlalu tebal,

yang tumbuh berpilin atau melingkar. Sampel pel 5cPp3 (c), dan sampel 1dPr1 (d). (Sumber fo

diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophy Oscillatoriales, famili Phormidiaceae, da il pengamatan Microcoleus yang ditemukan lebih mpel 1dPs1 dan sampel 4aPs2 merupakan koloni

entuk trikom lurus, silindris, tak bercabang, masi h musilagonya sendiri, musilago jelas namun tidak al, tidak memiliki heterokis, dinding antar triko

10 µm

el 5dDs3 (a), foto: Wulan,

hyta, kelas dan genus bih beragam. ni yang tebal masing-masing ak berwarna kom sempit,


(48)

warna koloni hijau-biru, µm, dan ujung trikom be Jika pada sampe merupakan koloni deng Microcoleus yang ditem berkoloni dan ada pula terdapat trikom yang ber sangat jelas, dan kecokl trikom tidak sempit, diam µm, dan lebar jarak musi

Gambar 13. Microcoleus. (Sumber foto: Wulan, 2009

ru, diameter koloni 10 µm-20 µm, diameter triko berbentuk bulat kerucut.

mpel 1dPs1 dan sampel 4aPs2 Microcoleus yang ngan trikom lurus dan tak bercabang, lain halny itemukan pada sampel 4cPs2 dimana trikom

la yang tak berkoloni. Pada sampel ini dalam s bercabang, bentuk trikom lurus dan silindris, musi klatan, warna koloni hijau gelap kecoklatan, din iameter koloni 7,5 µm-18 µm, diameter trikom 1 musilago dengan trikom 1 µm-1,5 µm (Gambar 13).

Sampel 1dPs1 (a & b), sampel 4aPs2 (c), dan sampe 009)

ikom 3 µm-4

g ditemukan lnya dengan m ada yang satu koloni usilago tebal, dinding antar m 1,5 µm-2,5

3).


(49)

10. Scytonema

Scytonema dikl Cyanophyceae, ordo No Genus Scytonema mer percabangan semu. D terbentuk berasal dari p dari sel aksis (Gambar 14

Scytonema yang hijau-biru pucat. Sel merupakan sel muda, mu filamen tampak jelas, dan

2 µm

Gambar 14. Scytonema. S (bentuk melengkung), dan 2009)

iklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophy Nostocales, famili Scytonemataceae, dan genus S merupakan Cyanophyta yang memiliki filame Disebut percabangan semu dikarenakan cab i pembengkokkan sel vegetatif yang telah mati d r 14 dan Gambar 15).

ng telah diamati memiliki bentuk trikom silindris, l heterokis tidak tampak karena kemungkin , musilago tidak jelas, ujung sel membulat, s dan diameter filamen 2 µm-2,5 µm.

. Sampel 3cPp2 (a) salah satu trikom memulai pe an double branch pada sampel 5bPp3 (b). (Sumber fo

hyta, kelas Scytonema. men dengan abang yang ti dan bukan

ris, berwarna kinan masih sekat antar

percabangan r foto: Wulan,


(50)

Gambar 15. Percabang berkembang pada samp sampel 2dDs1, 4cDr2, dan

11. Anabaena

Anabaena dikla Cyanophyceae, ordo N Anabaena merupakan filamen dapat soliter atau atau sangat tipis dan tida yang agak melengkung berbentuk seperti tong pengamatan diketahui b

bangan Scytonema. Salah satu percabangan y pel 6dPs3 (a), double branch telah berkembang dan 4dDr2 (b, c, & d). (Sumber foto: Wulan, 2009)

iklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophy Nostocales, famili Nostocaceae, dan genus n Cyanophyta dengan bentuk filamen, tidak b

tau berkoloni, warna koloni hijau-biru, musilago tidak berwarna, trikom kebanyakan lurus atau ada

ng, agregasi antar sel vegetatif tidak kuat, sel ng dan beberapa agak lonjong atau silinder. D

i bahwa diameter sel vegetatif Anabaena 3-4 µ

yang telah ng luas pada

hyta, kelas s Anabaena. bercabang, go tidak jelas ada beberapa sel vegetatif . Dari hasil µm dengan


(51)

panjang 3-4µm, sedangkan diameter sel heterokisnya 5 µm dengan panjang 5-6 µm. Sel heterokis yang ditemukan pada umumnya interkalar dengan warna hijau kekuningan atau hijau muda transparan, selain itu pada salah satu sampel juga ditemukan adanya akinet, yaitu sampel 2aDr1 (Gambar 16).

Beberapa ciri khas dari Anabaena yaitu letak heterokis yang selalu interkalar, koloni tidak terikat dalam satu musilago besar, musilago yang dimiliki oleh satu filamen sangat tipis bahkan hampir tidak terlihat, agregasi atau pemisahan antar sel vegetatif tidak terlalu kuat atau dapat dikatakan terdapat jarak yang sangat jelas terlihat jika diamati dengan seksama, vakuola gas tampak jelas, bentuk filament yang tidak meruncing, dan memiliki sel akinet.

Sel akinet merupakan sel yang dibentuk pada saat Anabaena kekurangan zat nitrogen. Sel akinet berbentuk lebih besar dan lebih lonjong daripada sel vegetatif dan sel heterokis. Warna sel akinet lebih gelap, hijau tua atau cokelat. Keberadaan sel akinet sangat penting untuk membedakan Anabaena dengan Nostoc. Perbedaan tersebut terletak pada letak sel akinet. Pada Anabaena sel akinet terletak bersebelahan dengan sel heterokis sedangkan pada Nostoc letak sel akinet yaitu diantara sel heterokis atau mengapit sel heterokis. Walaupun begitu, sel akinet hanya akan terbentuk apabila Anabaena atau Nostoc berada pada kondisi ekstrim sehingga apabila sel akinet ini tidak tampak pada identifikasi, maka alternatif lain untuk membedakan kedua genus ini yaitu dengan memperhatikan morfologi musilago dan habitatnya.


(52)

Gambar 16. Anabaena. S 2aDr1 (b). (Sumber foto:

12. Nostoc

Nostoc diklasifik ordo Nostocales, famili Nostoc yang ditemukan lurus dan tidak bercaban warna koloni hijau-biru zaitun, koloni berada d telihat, tebal dan agak sangat jelas, namun ada pengamatan diketahui ba oleh musilago yang cuku Bentuk sel vege Nostoc dapat terlihat je tampak tersebut tebal, k dengan sekelilingnya, me

Sampel 1aPp1 (a) dan sel akinet (tanda panah) pa to: Wulan, 2009)

fikasikan ke dalam divisi Cyanophyta, kelas Cyan ili Nostocaceae, dan genus Nostoc. Dari hasil pe an memiliki bentuk filamen, trikom mengular, tida bang, berkoloni, berpencar-pencar membentuk ko ru atau kelabu dengan sel heterokis kuning atau se dalam satu musilago yang besar, musilago sa k keruh. Beberapa sampel menunjukkan bentuk da juga beberapa sampel yang kurang jelas karena i bahwa sel Nostoc yang terbentuk masih muda d

kup tebal (Gambar 17).

getatif bulat, dalam beberapa sampel cawan pe jelas walau tanpa menggunakan mikroskop. Ko , kelabu atau kehitaman, warna dan bentuk kolon , mengkilap, dan musilago tampak seperti gel at

pada sampel

yanophyceae, pengamatan tidak tumbuh koloni kecil, seperti buah sangat jelas tuk sel yang ena dari hasil a dan tetutup

petri koloni Koloni yang loni berbeda l atau lendir.


(53)

Namun hal tersebut tida jelas. Diameter sel veget heterokisnya memiliki di

Gambar 17. Nostoc. Samp sel heterokis (tanda panah Wulan, 2009)

13. Calothrix

Calothrix dikla Cyanophyceae, ordo No hasil pengamatan jenis menyerupai rambut (G

dak berhasil didokumentasikan karena hasil gamb getatif yaitu 3-6 µm dan panjang sel 3-7 µm, seda i diameter 5-9 µm dan panjang sel 5-10 µm.

mpel 6aPp3 (a), musilago (tanda panah) pada sampel ah) pada sampel 6cDs3 (f), dan sampel 2cPp1 (d). (Su

klasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyt Nostocales, famili Rivulariaceae, dan genus Calot

nis Calothrix yang ditemukan berbentuk filame (Gambar 18). Pada satu sampel ditemukan

mbar kurang edangkan sel

el 6cPr3 (b), (Sumber foto:

hyta, kelas lothrix. Dari ilamen yang n sel yang


(54)

membentuk percabangan sampel 4bPs2, soliter at meruncing dan dasar m trikom. Sel vegetatif b kelabu dengan musilago

Gambar 18. Calothrix. (a), dan percabangan se (Sumber foto: Wulan, 200

14. Fischerella

Fischerella dik Cyanophyceae, ordo Fischerella. Fischerella filamen seperti rambut, hijau-biru.

Sel vegetatif ada musilago yang sangat tip trikom induk, trikom cab seperti hutuf “T”, sedang

gan semu yang dapat lepas dari trikom induk se atau ada pula yang berkoloni, trikom lurus den melebar, dan letak heterokis interkalar pada bag berbentuk lonjong, agregasi tidak jelas, hijau go yang nampak jelas.

. Sel heterokis (tanda panah) Calothrix pada sam n semu yang terputus (tanda panah) pada sampel

2009)

diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophy Stigonematales, famili Fischerellaceae, da lla yang ditemukan memiliki ciri-ciri berkolon t, menempel pada substrat yaitu mikroalga lain,

ada yang berbentuk bulat ada pula yang silind tipis. Terdapat percabangan yang tegak pada hamp cabang meruncing dengan sel basal agak meleba angkan heterokis dan akinetnya tidak terlihat (Gamb

seperti pada engan ujung bagian dasar au biru atau

ampel 3aDs2 el 4bPs2 (b).

hyta, kelas dan genus loni dengan in, warna sel

nder dengan ampir setiap bar sehingga ambar 19).


(55)

Gambar 19. Fischerella. pada sampel 1aDr1 (a) da

4.3 Heterokis Cyanop Berdasarkan hasil memiliki sel heterokis, Fischerella. Dari kelima untuk diisolasi, yaitu A paling mudah untuk diis itu sel heterokis pada ke hanya sampai pada dua k belum murni dan masih dikarenakan untuk men berkali-kali dan dalam ja

Anabaena dan No tanah persawahan. Pad tersebut kadang menjadi 1993).

. Cabang yang baru tumbuh (tanda panah) dar

dan sampel 4aDp2 (b). (Sumber foto: Wulan, 2009

ophyta

sil identifikasi, ditemukan 5 genus Cyanoph is, yaitu Scytonema, Anabaena, Nostoc, Calo ima genus tersebut hanya 2 genus saja yang tel Anabaena dan Nostoc. Keduanya merupakan g diisolasi dan cukup banyak ditemukan pada samp

keduanya sudah tampak jelas. Tetapi isolasi yang a kali pencucian sehingga genus Cyanophyta yan ih terdapat mikroalga lain seperti Chlorophyta. H mendapatkan isolat murni dibutuhkan pencucia

jangka waktu yang cukup lama.

Nostoc merupakan genus yang umumnya ditemu ada beberapa penelitian dilaporkan bahwa ked di organisme yang dominan di persawahan (VenK

dari sel basal

09)

ophyta yang alothrix, dan telah dicoba genus yang mpel. Selain ng dilakukan ang diisolasi Hal tersebut cian hingga

mukan pada kedua genus nKataraman,


(56)

Scytonema

Genus ini ditemukan pada sampel permukaan tanah dan sampel dalam tanah di bulan pertama, kedua dan ketiga umur tanam padi. Sama halnya dengan Microcoleus, Scytonema pada tanah persawahan juga berperan dalam menjaga kesuburan dan stabilitas tanah. Ditemukannya Scytonema pada pagi, siang dan sore hari pada sampel penelitian kemungkinan karena faktor kebutuhannya terhadap cahaya untuk melakukan fotosintesis.

Anabaena

Dari hasil pengamatan, Anabaena ditemukan hampir pada setiap titik sampel, yaitu pada bulan pertama, kedua dan ketiga umur tanam padi baik pada pagi, siang maupun sore hari. Karena adanya sel heterokis pada genus ini menjadikan Anabaena salah satu agen yang sangat penting dalam memfiksasi nitrogen dan meningkatkan jumlah nutrisi tanah untuk pertumbuhan tanaman padi. Sehingga dapat dikatakan keberadaan genus ini pada setiap titik sampel menunjukkan tingginya tingkat kesuburan pada tanah persawahan Kampung Sampora.

Nostoc

Dari hasil pengamatan, Nostoc ditemukan pada setiap titik sampel. Hal ini disebabkan kemampuannya untuk mempertahankan diri dari radiasi sinar UV dan dapat memproduksi senyawa antimikroba sehingga genus ini dapat hidup pada berbagai kondisi lingkungan. Sel heterokis pada Nostoc selain sebagai tempat pemfiksasi nitrogen, juga berfungsi sebagai pusat fotosintesis. Hasil fotosintesis


(57)

tersebut kemudian disalurkan ke sel-sel vegetatif. Berdasarkan penelitian El-Sheekh dkk (2000), kandungan total karbohidrat dan protein yang dimiliki sel vegetatif dan heterokis Nostoc sangat tinggi sehingga genus ini sangat baik jika dijadikan biofertilizer.

Calothrix

Dari hasil pengamatan Calothrix ditemukan pada bulan kedua dan ketiga, yaitu hanya di siang hari. Hal ini kemungkinan disebabkan tingginya kebutuhan Calothrix akan cahaya untuk fotosintesis karena Calothrix merupakan Cyanophyta yang bersifat heterotrof.

Fischerella

Dari hasil pengamatan Fischerella ditemukan pada sampel permukaan tanah yaitu hanya di bulan ketiga di sore hari. Sedangkan pada sampel dalam tanah Fischerella ditemukan pada bulan pertama dan kedua, masing-masing di sore dan pagi hari. Keberadaan Fischerella pada titik-titik sampel tersebut dapat menjadi petunjuk tingginya kadar nitrogen pada tanah. Tomaselli dan Giovannetti (1993) mengungkapkan bahwa tanah yang diinokulasikan dengan Fischerella menunjukkan kadar Nitrogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang tidak terdapat Fischerella.


(58)

44 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian isolasi dan identifikasi mikroalga Cyanophyta dari tanah persawahan Kampung Sampora, Cibinong, Bogor dapat disimpulkan bahwa :

1. Ada 14 jenis Cyanophyta yang berhasil diidentifikasi dari hasil pengayaan sampel tanah, yaitu Aphanocapsa, Aphanothece, Gloeocapsa, Chamaesiphon, Chroococcus, Pleurocapsa, Oscillatoria, Arthrospira, Microcoleus, Scytonema, Anabaena, Nostoc, Calothrix, dan Fischerella.

2. Pada sampel permukaan tanah Cyanophyta paling banyak ditemukan yaitu pada pagi hari di bulan ketiga umur tanam padi.

3. Pada sampel dalam tanah Cyanophyta paling banyak ditemukan yaitu pada siang dan sore hari di bulan pertama umur tanam padi.

4. Heterokis Cyanophyta yang berpotensi sebagai biofertilizer adalah Scytonema, Anabaena, Nostoc, Calothrix, dan Fischerella.


(59)

5.2 Saran

Dari hasil penelitian dapat disarankan untuk :

1. Dilakukan penelitian mengenai distribusi dan kelimpahan Cyanophyta serta perbandingan jenis Cyanophyta pada tanah persawahan.

2. Dilakukan identifikasi sampai tingkat spesies dengan menggunakan metode molekuler.

3. Memperhatikan faktor-faktor fisik lingkungan pada saat pengambilan sampel di lapangan.


(60)

46 International Microbiol. 1: 319-326.

Coleman, A.W. 2001. Biogeography and speciation in the Pandorina/Volvulina (Chlorophyta) superclade. Journal of Phycology. 37: 836-851.

El-Sheekh, M., M. Osman, M. Dyab, & M. Amer. 2006. Production and characterization of antimicrobial active substance from the cyanobacterium Nostoc muscorum. Enviromental Toxicology and Pharmacology.

Geitler, L. 1985. Cyanophyceae. Koeltz Scientific Books. Koenigstein. Graham, L.E & L.W. Wilcox. 2000. Algae. Prentice Hall Inc. New Jersey. Hardjowigeno, H. S. 2007. Ilmu Tanah. Akademik Pressindo. Jakarta.

Ichimura, T. 1997. Natural population of the Closterium ehrenbergii (Desmidiales, Chlorophyta) species complex in Nepal. Phycological Research. 45: 47-54.

Isnansetyo, A. & Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton Dan Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta.

Jeong-Dong, K. & C-G. Lee. 2006. Diversity of Heterocystous Filamentous Cyanobacteria (Blue-Green Algae) from Rice Paddy Fields and Their Differential Succeptibility to Ten Fungicides used in Korea. J. Microbiol. Biotechnol. 2(16): 240-246.

Komarek, J. 2005. The Modern Classification of Cyanoprokaryotes (Cyanobacteria). Oceanological and Hydrobiological Studies, Supplement. 34(3): 5-17.

Metting, B. 1981. The systematic and ecology of soil algae. Journal Botanical Review. 47: 195-321.

Nagasathya, A. & N. Thajuddin. 2008. Cyanobacterial Diversity in the Hypersaline Environment of the Saltpans of Southeastearn Coast of India. Asian Journal of Plant Science. 7(5): 473-478.

Nasution, R. 2003. Teknik Sampling. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.


(61)

Nugraheni, A. & A. Winata. 2003. Konservasi lingkungan dan plasma nutfah menurut kearifan tradisional masyarakat Kasepuhan Gunung Halimun. Jurnal Studi Indonesia. 13(2): 126-143.

Pemerintah Kota Bogor. 2010. Letak Geografis Kota Bogor. http://kotabogor.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1118 &Itemid=148. Akses 20 Juli 2010 pukul 15.55.

Prihantini, N. B., W. Wardhana, D. Hendrayanti, A. Widyawan, Y. Ariyani, & R. Rianto. 2008. Biodiversitas Cyanobacteria dari Beberapa Situ/Danau di Kawasan Jakarta-Depok-Bogor, Indonesia. Makara, Seri Sains. 12(1): 44-54.

Roger.P.A., I.F. Grant, & P.M. Reddy. 1985. Blue-green algae in India: a trip report. International Rice Research Institute. Manila. Dalam: Whitton, B.A. & P.A. Roger. 1989. Use of blue-green algae and Azollae in rice culture. Society for General Microbiology: Microbial inoculation of crop plants. 25: 89-100.

Roger, P.A., I. Simpson, R. Oficial, S. Ardales, & R. Jimenez. 1994. Effects of pesticides on soil and water microflora and mesofauna in wetland ricefields: A summary of current knowledge and extrapolation to temperate environment. Australian Journal of Experimental Agriculture. 34(7): 1057-1068.

Soltani, N., R.A. Khavari-Nejad, M. Tabatabaei Yazdi, & S. Shokravi. 2007. Growth and Some Metabolic Features of Cyanobacterium Fischerella Sp. FS18 in Different Combined Nitrogen Sources. Journal of Sciences, Islamic Republic of Iran. 18(2): 123-128.

Swaminathan, M.S. 2003. Bio-diversity: an effective safety net against environmental pollution. Environmental Pollution. 126: 287-291.

Tatang, S. 2008. Produksi Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis) Di Daerah Bercurah Hujan Tinggi Di Kabupaten Bogor. Inovasi Online. 10(20): headline.

Thajuddin, N. & G. Subramanian. 1992. Survey of Cyanobacterial Flora of the Southern East Coast of India. Botanica Marina. 35(4): 305-314.

Thajuddin, N. & G. Subramanian. 2005. Cyanobacterial diversity and potential applications in biotechnology. Current Science. 89(1): 47-57.

Tjitrosoepomo, G. 1998. Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta, Pteridophyta). UGM Press. Yogyakarta.


(62)

Tomaselli, L. & L. Giovanneti. 1993. Survival of Diazotrophic Cyanobacteria in Soil. World Journal of Microbiology and Biotechnology. 9(1): 113-116. Vashishta, B.R. 1999. Algae Part I. Eight Revised Ed. S. Chand & Company

LTD. New Delhi.

VenKataraman, G.S. 1993. Blue-green algae (Cyanobacteria) Dalam: S.N. Tata, A.M. Wadhwani and M.S. Mehdi (eds.), Biological nitrogen fixation. Indian Council of Agric.Res. New Delhi.

Watanabe, M.M. & H. Nozaki. 1994. NIES-Collection. List of strains, microalgae and protozoa. 4th ed. The National Institute for Environmental Studies (NIES). Japan.

Watanabe, M.M., F. Kasai, M. Kawachi, & M. Erata. 2004. NIES-Collection List of Strains. 7th ed. Microalgae and protozoa. National Institute for Environmental Studies (NIES). Japan

Whitton, B.A. 2002. Phylum Cyanophyta (Cyanobacteria). Dalam: Jhon, D.M., B.A. Whitton & A.J. Brook (eds.). The Freshwater Algal Flora of The British Isles: An Identification Guide to Freshwater and Terrestrial Algae. Cambridge university Press. Cambridge.


(63)

Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian

Isolasi sampel tanah

Dicatat titik sampling, pH tanah, & suhu -Permukaan

tanah:0-2cm

-Dalam tanah:0-5 cm

Pengayaan sampel tanah

Pemberian medium tumbuh

BBM & BG-11

Pemeriksaan sampel mikroalga yang tumbuh

Isolasi mikroalga Cyanophyta

Identifikasi Pengukuran Kondisi

Fisik ruang kultur

Pengukuran pH medium


(1)

No. Titik Sampling BBM BG-11

109. 4aPr2 Oscillatoria Oscillatoria

110. 4bPr2 Oscillatoria --

111. 4cPr2 -- Oscillatoria

112. 4dPr2 Oscillatoria Oscillatoria

113. 5aPr3 Oscillatoria Oscillatoria, Arthrospira

114. 5bPr3 Oscillatoria --

115. 5cPr3 -- --

116. 5dPr3 Nostoc Oscillatoria, Arthrospira,

Fischerella

117. 6aPr3 Oscillatoria Oscillatoria

118. 6bPr3 Oscillatoria --

119. 6cPr3 Nostoc Oscillatoria

120. 6dPr3 Oscillatoria --

121. 1aDr1 Oscillatoria, Fischerella Oscillatoria, Arthrospira,

Anabaena

122. 1bDr1 Oscillatoria Oscillatoria, Pleurocapsa

123. 1cDr1 Oscillatoria Aphanothece

124. 1dDr1 Oscillatoria, Nostoc Oscillatoria

125. 2aDr1 Oscillatoria, Arthrospira Oscillatoria, Anabaena

126. 2bDr1 Chroococcus Oscillatoria

127. 2cDr1 -- --

128. 2dDr1 -- Oscillatoria

129. 3aDr2 Oscillatoria Nostoc

130. 3bDr2 Nostoc Oscillatoria

131. 3cDr2 Oscillatoria Oscillatoria

132. 3dDr2 Oscillatoria --

133. 4aDr2 Oscillatoria, Nostoc Oscillatoria, Nostoc

134. 4bDr2 -- --

135. 4cDr2 Oscillatoria, Scytonema Oscillatoria

136. 4dDr2 Oscillatoria, Scytonema,

Arthrospira

Oscillatoria

137. 5aDr3 -- --

138. 5bDr3 Oscillatoria, Nostoc --

139. 5cDr3 -- --

140. 5dDr3 Oscillatoria --

141. 6aDr3 Oscillatoria, Nostoc Oscillatoria

142. 6bDr3 Oscillatoria --

143. 6cDr3 Nostoc --


(2)

Lampiran 5. Sampel tanah yang ditumbuhi mikroalga namun tidak terdapat

Cyanophyta

Nomor Sampel

BBM BG-11

5bDp3, 1aPs1, 1dDs1, 3dDs2, 1aPr1, 2dDr1

3cDp2, 5bDp3, 6aDp3, 2dPs1, 3cPs2, 3dPs2, 4bPs2, 5cPs3, 5cDs3, 6dDs3, 2aPr1, 2bPr1, 2cPr1, 2dPr1, 3aPr2, 3bPr2, 3dPr2, 4bPr2, 5bPr3, 6dPr3, 3dDr2, 5bDr3, 5dDr3, 6bDr3, 6cDr3


(3)

Irigasi

Lampiran 6. Denah pengambilan sampel tanah

Titik-titik pengambilan sampel tanah pada tiap petak sawah Keterangan : Petak 1 dan 2 = Padi umur 1 bulan

Petak 3 dan 4 = Padi umur 2 bulan Petak 5 dan 6 = Padi umur 3 bulan

Keterangan Kode Sampling :

Contoh : 1aPp1 = 1 – Petak ke-1 (petak selanjutnya 2, 3, 4, 5, dan 6)

a – Titik pertama pengambilan sampel tanah pada petak sawah (titik selanjutnya adalah b, c, dan d)

P – Letak sampel tanah yang diambil (P : permukaan tanah; D : dalam tanah)

p – waktu pengambilan sampel tanah (p : pagi; s: siang; r : sore)

1 – Umur tanam padi (1 untuk umur 1 bulan, 2 untuk umur

bulan, dan 3 untuk umur bulan)

a b

Petak 1

c d

a b

Petak 2

c d

a b

Petak 3

c d

a b

Petak 4

c d

a b

Petak 6

c d a b

Petak 5


(4)

Lampiran 7. Lokasi titik

Titik Pengambilan samp umur 3 bulan; d. Aliran ir

a

c

ik pengambilan sampel

mpel. a. Padi umur 1 bulan; b. Padi umur 2 bula n irigasi sawah. (Sumber foto: Wulan, 2009)

b

d


(5)

Lampiran 8. Proses peng

Sampel tanah

Pengayaan sampe

ngayaan sampel tanah di laboratorium

nah yang telah kering. (Sumber foto: Wulan, 2009)


(6)

Lampiran 9. Hasil pengay

Sampel tanah yang tela Sampel tanah setelah 2 m (Sumber foto: Wulan, 200

Sampel Cyanophyta yang pencucian dengan medium pencucian dengan medium (Sumber foto: Wulan, 200

a

a

gayaan sampel tanah dengan medium pertumbuhan

elah diberi medium. a. Sampel tanah setelah 1 m minggu; c. Sampel tanah setelah 3 minggu.

2009)

ng telah diidentifikasi. a. Sampel Cyanophyta denga dium pertumbuhan; b. Sampel Cyanophyta setelah dium pertumbuhan.

2009)

b

c

b

han

1 minggu; b.

gan satu kali elah dua kali