Seleksi dan identifikasi kapang endofit penghasil antimikroba penghambat pertumbuhan mikroba patogen

(1)

LENDRA TANTOWI JAUHARI

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

LENDRA TANTOWI JAUHARI

105095003133

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010.

Kapang endofit adalah kapang yang hidup dalam jaringan tumbuhan dan tidak membahayakan inangnya. Kapang endofit ini dapat menghasilkan senyawa yang berpotensi sebagai antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi antimikroba dari kapang endofit tersebut dan mengidentifikasinya. Metode yang digunakan untuk uji antimikroba adalah paper disc diffusion assay dan bioautografi, sedangkan metode yang digunakan untuk identifikasi adalah slide culture. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak butanol dan etil asetat kultur isolat kapang endofit TlU (dari tanaman temu lawak) efektif untuk menghambat mikroba patogen dibanding isolat endofit lainnya. Hasil analisis data dengan menggunakan one way anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antar diameter zona hambat dari ekstrak isolat endofit. Hasil identifikasi morfologi menunjukkan bahwa kapang endofit (TlU) mengarah kepada genus Aspergillus.

Kata kunci : aktivitas antimikroba, kapang endofit, bioautografi, identifikasi kapang.


(4)

LENDRA TANTOWI JAUHARI. Selection and Mould Identification Endofit Antimicrobial Producer Microbe growth Resistor Pathogen. A thesis. Biology Department Program. Faculty of Science and Technology, Islamic State University Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010.

Mold endophyt is the living one mold in botanical network and non-threatening its host. This endophyt mold can result compound that potentially as antimicrobial. This research intent to test antimicrobial’s potency of that endophyt mold and identification. Method that is utilized for test antimicrobial is paper disc diffusion assay and bioautography. Meanwhile method that is utilized for identification is culture's slide. Result of this research points out that butanol extract and cultures acetic ethyl mould endophyt isolate TlU (temu lawak) effective to constrain pathogen microbe appealed by another isolate endophyt. Analysis’s result data by use of one way anova point out a distinctive one so significant among zone diameter constrains of isolate endophyt's extract. Result showed morphological identification of the endophyte molds (TlU) aims to the genus Aspergillus.

Keyword: antimicrobial activities, bioautography, mold morphology identification, endophyte mold


(5)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Januari 2010

Lendra Tantowi Jauhari 105095003133


(6)

rahmat dan hidayah-Nya yang dianugrahkan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.

Selanjutnya dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak secara langsung, untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu DR. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud., selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dra. Nani Radiastuti, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dra. Nani Radiastuti, M.Si, selaku pembimbing I dan Bapak Drs. Nuki Bambang Nugroho, M.Si, selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan dorongan bagi penulis.


(7)

6. Semua teknisi laboran yang telah memberikan pengetahuan dan informasi tentang teknis pengerjaan di laboratorium kepada penulis.

7. Para laboran di Laboratorium Mikrobiologi, Kimia Analitik dan laboratorium Recovery yang telah memberikan pengetahuan dan informasi kepada penulis.

8. Untuk Ayahanda Oan Anwar dan Ibunda Neneh Maimunah yang tiada hentinya memberikan bantuan materil dan non materil, atas segala do’a dan keikhlasannya yang tiada terhingga kepada penulis untuk menyelesaikan laporan ini.

9. Untuk kakak-kakakku yang telah memberikan bantuan secara tidak langsung kepada penulis.

10.Teman-teman di Laboratorium Mikrobiologi (Uswatun Hasanah, Rani Afifah, Yudi Istianto, Sugie Zenpai, Iradati Pratiwi, Ria, Maria, Niken) yang menemani dan mengisi hari-hari waktu penelitian menjadi menyenangkan.

11.Seluruh rekan mahasiswa Jurusan Biologi angkatan 2005 yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

12.Pihak-pihak lain yang tidak dapat ditulis satu persatu, penulis akan selalu mengingat atas kebaikan dan doa-doanya.


(8)

pula dengan penulisan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak pembaca. Semoga dalam penulisan laporan ini dapat memberikan sedikit pengetahuan baru bagi pembaca.

Jakarta, Januari 2010

Lendra Tantowi Jauhari


(9)

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesis ... 4

1.4. Tujuan Penelitian ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1. Mikroba Endofit... 6

2.1.1. Interaksi Mikroba Endofit dengan Tanaman ... 7

2.1.2. Mikroba Endofit Penghasil Antimikroba... 8

2.2. Antibiotika ... 9

2.2.1. Kelompok Antibiotika ... 10

2.2.2. Mekanisme Kerja Penghambatan Senyawa Antimikroba... 11

2.2.3. Metode Uji Aktivitas Antibiotik ... 13

2.3. Identifikasi Kapang... 14

2.4. Mikroba Uji... 14

2.4.1. Aspergillus niger... 14

2.4.2. Pseudomonas aeroginosa... 16

2.4.3. Staphylococcus aureus... 17

2.4.3. Escherichia coli... 18

2.4.3. Bacillus subtilis... 20


(10)

2.5.3. Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza) ... 24

2.5.4. Ashitaba (Angelica keiskei) ... 26

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 27

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian... 27

3.2. Alat dan Bahan... 27

3.2.1. Alat... 27

3.2.2. Bahan ... 28

3.3. Cara Kerja ... 29

3.3.1. Pembuatan Media ... 29

3.3.1.1. Pembuatan Media NB ... 29

3.3.1.2. Pembuatan Media PDB ... 29

3.3.1.3. Pembuatan Media PDY ... 29

3.3.1.4. Pembuatan Media NA miring... 30

3.3.1.5. Pembuatan Media PDA miring ... 30

3.3.1.6. Pembuatan Media NA (Pengujian Antimikroba) .... 31

3.3.1.7. Pembuatan Media PDA (Pengujian Antimikroba) .. 31

3.3.2. Kultur Kocok Kapang Endofit ... 31

3.3.2.1. Inokulasi Kultur Bibit... 31

3.3.2.2. Inokulasi Kultur Kocok ... 31

3.3.3. Ekstraksi Kapang Endofit dengan Pelarut Organik ... 32

3.3.3.1. Pemisahan Produk ... 32

3.3.3.2. Pemekatan ... 32

3.3.4. Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen... 33

3.3.4.1. Peremajaan Mikroba Patogen... 33

3.3.4.2. Perhitungan Bakteri Patogen dengan Spektrofotometer ... 33


(11)

3.3.8.1. Pengenceran dan Metode TPC ... 37

3.3.8.2. Metode Direct Cell Number Count... 38

3.3.9. Identifikasi Morfologi (Metode Slide Culture)... 39

3.3.10. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 40

3.3.11. Uji Bioautografi Bakteri Patogen ... 40

3.3.12. Uji Bioautografi Khamir Patogen ... 41

3.4.13. Uji Bioautografi Fungi Patogen ... 42

3.4. Analisis Data... 43

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1. Kultur Bibit dan Kultur Kocok Kapang Endofit... 45

4.2. Ekstraksi Pelarut ... 47

4.3. Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen... 49

4.4. Pengenceran dan Perhitungan Jumlah Sel Mikroba Patogen... 51

4.5. Uji Aktivitas Kapang Endofit ... 52

4.5.1. Uji Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit ... 52

4.5.2. Uji Aktivitas Antikhamir Kapang Endofit... 62

4.5.3. Uji Aktivitas Antifungi Kapang Endofit... 65

4.6. Identifikasi Morfologi... 69

4.7. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Bioautografi ... 70

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

5.1. Kesimpulan ... 75

5.2. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

LAMPIRAN... 80


(12)

Tabel 1. Isolat Kapang Endofit beserta Kode Isolatnya... 28

Tabel 2. Hasil Pengamatan Kultur Bibit dan Kultur Kocok ... 46

Tabel 3. Berat Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang Endofit... 48

Tabel 4. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap Bacillus subtilis... 72

Tabel 5. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap Staphylococcus aureus.. 73


(13)

Gambar 2. Pseudomonas aeruginosa... 16

Gambar 3. Staphylococcus aureus... 18

Gambar 4. Escherichia coli... 19

Gambar 5. Bacillus subtilis... 20

Gambar 6. Candida albicans... 22

Gambar 7. Bagan Penelitian... 44

Gambar 8. Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen... 49

Gambar 9. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang Endofit Terhadap Bacillus subtilis... 52

Gambar 10. Hasil Bioassay Kapang Endofit yang diekstrak dengan Pelarut Butanol 20 mg/ml dan Etil Asetat 10 mg/ml terhadap Bacillus subtilis... 55

Gambar 11. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang Endofit Terhadap Staphylococcus aureus... 56

Gambar 12. Hasil Bioassay Kapang Endofit yang diekstrak dengan Pelarut Butanol 20 mg/ml dan Etil Asetat 10 mg/ml terhadap Staphylococcus aureus... 59

Gambar 13. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang Endofit Terhadap Escherichia coli... 60

Gambar 14. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang Endofit Terhadap Candida albicans... 63


(14)

Gambar 17. Pengamatan Mikroskopis Isolat TlU2... 70

Gambar 18. Salah satu hasil KLT Ekstrak Kapang Endofit... 71

Gambar 19. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap B. subtillis... 74

Gambar 20. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap S. aureus... 74


(15)

Lampiran 2. Hasil Pemekatan Kapang Endofit... 80

Lampiran 3. Gambar Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT)... 81

Lampiran 4. Tabel Hasil Perhitungan Berat Ekstrak Butanol Kapang Endofit .. 81

Lampiran 5. Tabel Hasil Perhitungan Berat Ekstrak Etil Asetat Kapang Endofit ... 82

Lampiran 6. Perhitungan Mikroba Patogen Untuk Bioassay dan Bioautografi.. 82

Lampiran 7. Gambar Hasil Uji Bioassay Kapang Endofit... 84

Lampiran 8. Pengamatan Makroskopis TlU1 dan TlU2 ... 84

Lampiran 9. Gambar Hasil Bioautografi Kapang Endofit ... 86

Lampiran 10. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Bacillus subtilis... 86

Lampiran 11. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Staphylococcus aureus... 87

Lampiran 12. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Escherichia coli... 88

Lampiran 13. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Pseudomonas aeruginosa... 89

Lampiran 14. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Candida albicans... 90

Lampiran 15. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Aspergillus niger... 91

Lampiran 16. Analisis Data Kapang Endofit terhadap Bacillus subtilis... 92

Lampiran 17. Analisis Data Kapang Endofit terhadap Staphylococcus aureus... 94

Lampiran 18. Analisis Data Kapang Endofit terhadap Escherichia coli... 96


(16)

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Penyakit infeksi oleh mikroba patogen merupakan salah satu masalah kesehatan utama di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. Infeksi oleh mikroba patogen tersebut dapat menyebabkan kematian, salah satu contohnya adalah penyakit tuberkulosis atau TBC (Tim Mikrobiologi, 2003). Dalam upaya mengobati infeksi tersebut, sejak abad ke-17, telah digunakan berbagai macam bahan kimia, misalnya untuk mengobati penyakit malaria digunakan ekstrak kulit pohon kina yang mengandung kinin. Kemudian pada tahun 1929, Alexander Fleming menemukan penisilin, suatu senyawa antimikroba yang berasal dari kapang Penicillium notatum. Howard Florey dan Ernst Chain berhasil melakukan uji klinik pertama dan memperlihatkan bahwa penisilin yang ditemukan oleh Alexander Fleming mempunyai daya pengobatan yang efektif terhadap penyakit infeksi pada tahun 1940. Sejak itu, dimulailah era pengobatan dengan menggunakan antimikroba (Tim Mikrobiologi, 2003).

Antimikroba merupakan suatu zat atau bahan yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen. Akan tetapi, beberapa mikroba patogen memiliki resistensi terhadap antimikroba tersebut, contohnya resistensi bakteri Streptococcus pneumoniae terhadap penisilin (Carlile dan Watkinson, 1995). Hal ini mendorong para ahli untuk terus mencari bahan baku antimikroba.


(18)

Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi antimikroba diantaranya adalah tanaman obat. Indonesia memiliki keanekaragaman berbagai macam jenis tanaman obat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen. Potensi zat antimikroba pada tanaman-tanaman tersebut berasal dari metabolit sekunder tanaman atau dari metabolit sekunder mikroba endofit yang tumbuh dalam jaringan tanaman tersebut (Wahyudi, P. 1997).

Untuk mengambil senyawa antimikroba dari metabolit sekunder tanaman obat secara langsung, dibutuhkan sangat biomassa yang sangat banyak atau bagian dari tanaman tersebut. Untuk mengefisienkan cara memperoleh senyawa antimikroba tersebut, maka digunakan mikroba endofit yang diisolasi dari bagian tanaman tersebut. Selain itu, Nugroho dan Sukmadi (1998) menyatakan bahwa perhatian utama industri farmasi dan pertanian saat ini ialah pencarian mikroba penghasil senyawa antimikroba baru yang aktif farmakologis. Mikroba ini dipilih sebagai sumber penghasil senyawa bioaktif (antimikroba), karena lebih mudah penanganannya. Salah satu kelompok mikroba yang dapat digunakan sebagai sumber bahan antimikroba adalah mikroba endofit.

Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup pada jaringan tumbuhan dan tidak membahayakan inangnya. Mikroba endofit ini dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang berpotensi sebagai antimikroba. Hal ini disebabkan aktivitasnya yang tinggi dalam membunuh mikroba patogen. Disamping mampu menghasilkan senyawa-senyawa antimikroba, mikroba endofit juga mampu menghasilkan senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antikanker, antimalaria, anti HIV, antioksidan dan sebagainya (Prihatiningtias, 2006).


(19)

Tanaman obat yang berpotensi menghasilkan mikroba endofit penghasil antimikroba diantaranya adalah temu lawak, gambir, ashitaba dan cocor bebek. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa tanaman-tanaman tersebut memiliki potensi untuk menghambat mikroba pathogen (Jauhari, L.T. 2008). Dengan adanya kenyataan ini, isolat mikroba endofit dari tanaman-tanaman tersebut memiliki potensi yang besar dalam usaha penemuan jenis antimikroba baru ataupun jenis obat baru yang lain. Selain itu, penelitian yang dilakukan terhadap mikroba (kapang) endofit tersebut masih sedikit, sehingga perlu untuk diteliti lebih lanjut dan dengan penambahan variasi perlakuan terhadap mikroba (kapang) endofit yang ada dalam tanaman tersebut.

1.2.Perumusan Masalah

Penyakit infeksi oleh mikroba patogen merupakan salah satu masalah kesehatan utama di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan antimikroba yang bisa menghambat pertumbuhan mikroba patogen. Antimikroba tersebut salah satunya dapat diperoleh dari metabolit sekunder tanaman obat atau dari metabolit sekunder mikroba endofit yang tumbuh dalam jaringan tersebut. Untuk mengefisienkan cara memperoleh metabolit sekunder tersebut, maka digunakan mikroba endofit yang diisolasi dari bagian tanaman tersebut.

Diantara tanaman obat yang berpotensi menghasilkan mikroba endofit penghasil antimikroba adalah tanaman temulawak, gambir, ashitaba dan cocor bebek. Mikroba atau kapang endofit yang telah diisolasi dari tanaman-tanaman tersebut diharapkan memiliki senyawa antimikroba yang sama dengan tanaman


(20)

inangnya, sehingga mampu menghambat pertumbuhan mikroba patogen uji. Kapang tersebut diisolasi, diekstraksi dengan pelarut organik dan diuji aktivitasnya. Pelarut organik yang digunakan dalam ekstraksi ini adalah butanol dan etil asetat. Diharapkan butanol dan etil asetat bisa menarik molekul zat antimikroba dari kapang endofit tersebut. Setelah itu dilakukanlah uji aktivitas antimikroba. Mikroba uji yang digunakan adalah Bacillus subtillis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Candida albicans dan Aspergillus niger. Mikroba tersebut digunakan karena patogen bagi makhluk hidup terutama manusia.

Berdasarkan permasalahan yang timbul pada latar belakang maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Apakah kapang endofit dari tanaman temulawak, gambir, ashitaba dan cocor bebek, masing-masing berpotensi menghasilkan antimikroba ?

2. Apakah zat antimikroba dari kapang endofit yang diisolasi dari tanaman-tanaman obat mampu menghambat pertumbuhan semua mikroba patogen uji (Bacillus subtillis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus,

Candida albicans dan Aspergillus niger) ?

3. Apakah hasil identifikasi morfologi kapang endofit yang menghasilkan aktivitas antimikroba dapat diketahui?

1.3. Hipotesis

Beberapa hipotesis yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah :

1. Kapang endofit dari tanaman temulawak, gambir, ashitaba dan cocor bebek, masing-masing berpotensi menghasilkan antimikroba.


(21)

2. Zat antimikroba dari kapang endofit yang diisolasi dari tanaman-tanaman obat mampu menghambat pertumbuhan semua mikroba patogen uji (Bacillus subtillis,

Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Candida albicans dan Aspergillus niger).

3. Hasil Identifikasi morfologi kapang endofit yang menghasilkan aktivitas antimikroba dapat diketahui.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menyeleksi kapang endofit dari tanaman temulawak, gambir, ashitaba dan cocor bebek yang mampu menghasilkan zat antimikroba.

2. Menguji potensi antimikroba dari ekstrak kapang endofit terhadap mikroba patogen uji (Bacillus subtillis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Candida albicans dan Aspergillus niger).

3. Mengidentifikasi secara morfologi kapang endofit yang menghasilkan aktivitas antimikroba.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk mendapatkan informasi isolat-isolat kapang endofit yang dapat menghasilkan antimikroba sehingga senyawa tersebut diperoleh untuk bahan baku antibiotika.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mikroba Endofit

Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (genetic recombination) dari tanamaninangnya ke dalam mikroba endofit(Radji, 2005).

Awalnya keberadaan mikroba endofit diduga bersifat netral, maksudnya tidak memberikan pengaruh baik manfaat maupun kerusakan yang ditimbulkan terhadap tanaman. Ternyata setelah para peneliti mulai mempelajari lebih mendalam, ada hubungan simbiosis mutualisme antara mikroba endofit dengan tanaman inang terutama peranannya yang sangat penting dalam melindungi tanaman inang terhadap predator dan patogen (Prasetyoputri dan Atmosukarto, 2006).

Dalam simbiosis antara fungi (mikroba) endofit dengan tanaman obat, fungi (mikroba) dapat membantu proses penyerapan unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis serta melindungi tumbuhan inang dari serangan penyakit, dan hasil dari fotosintesis dapat digunakan oleh fungi untuk


(23)

mempertahankan kelangsungan hidupnya (Bacon, 1991 ; Petrini et al., 1992 ; Rao, 1994; Worang, 2003).

Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur (Radji, 2005).

2.1.1. Interaksi Mikroba Endofit dengan Tanaman

Interaksi mikroba endofit dengan inangnya yang ditemukan pada bagian organ tumbuhan tertentu, berhubungan erat dengan siklus hidup yang dilaluinya. Masuknya mikroba endofit pada jaringan tanaman inang tergantung pada keberhasilan mikroba tersebut menembus lapisan eksternal inangnya. Proses masuknya mikroba endofit ini dicapai melalui mekanisme pemecahan atau degradasi jaringan pelindung pada lapisan kutikula dan epidermis (Bacon dan Siegel, 1990).

Proses masuknya mikroba endofit ke dalam jaringan tanaman inang terjadi secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung ditandai dengan masuknya endofit ke dalam bagian internal jaringan pembuluh tanaman dan diturunkan melalui biji, sedangkan secara tidak langsung mikroba endofit hanya menginfeksi bagian eksternal yaitu pada bagian pembungaan (Bacon, 1985).

Pada organ atau jaringan tanaman tertentu, ternyata dapat ditempati oleh beberapa jenis mikroorganisme endofitik yang berbeda satu sama lainnya. Hal ini


(24)

merupakan adaptasi dari mikroorganisme endofitik terhadap mikroekologi dan kondisi fisiologi yang spesifik dari masing-masing tanaman (Petrini et al,1992).

2.1.2. Mikroba Endofit Penghasil Antimikroba

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, diperoleh beberapa mikroba endofit yang dapat menghasilkan antimikroba. Fisher (1989) menyatakan bahwa lebih dari 30 % kapang endofit yang berhasil diisolasinya memiliki aktivitas terhadap bakteri dan jamur patogen. Banyak kelompok fungi (mikroba) endofit yang mampu memproduksi senyawa antibiotika yang aktif melawan bakteri maupun fungi patogenik terhadap manusia, hewan dan tumbuhan, terutama dari genus Coniothirum dan Microsphaeropsis (Petrini, 1992).

Pestalotiopsis micrispora merupakan mikroba endofit yang paling sering ditemukan di tanaman hutan lindung di seluruh dunia. Endofit ini menghasilkan metabolit sekunder ambuic acid yang berhasiat sebagai antifungi. Cryptocandin adalah antifungi yang dihasilkan oleh mikroba endofit Cryptosporiopsis quercina yang berhasil diisolasi dari tanaman obat Tripterigeum wilfordii, dan berkhasiat sebagai antijamur yang patogen terhadap manusia yaitu Candida albicans dan Trichopyton spp. Ecomycin diproduksi oleh Pseudomonas viridiflava juga aktif terhadap Cryptococcusneoformans dan Candida albicans (Radji, 2005).

Antibiotika berspektrum luas yang disebut munumbicin, dihasilkan oleh

endofit Streptomyces spp. strain NRRL 30562 yang merupakan endofit yang

diisolasi dari tanaman Kennedia nigriscans, dapat menghambat pertumbuhan

Bacillus anthracis dan Mycobacterium tuberculosis yang multiresisten terhadap berbagai obat anti TBC. Jenis endofit lainnya yang juga menghasilkan antibiotika


(25)

berspaktrum luas adalah mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman Grevillea pteridifolia. Endofit ini menghasilkan metabolit kakadumycin. Aktifitas antibakterinya sama seperti munumbicin D, dan kakadumycin ini juga berkhasiat sebagai anti malaria (Radji, 2005).

Banyak kelompok kapang endofit yang mampu memproduksi senyawa antibiotika yang aktif melawan bakteri maupun fungi patogenik terhadap manusia, hewan dan tumbuhan, terutama dari genus Coniothirum dan Microsphaeropsis (Petrini, 1992). Penelitian Dreyfuss et al. (1986) dalam Widyati Prihatiningtias (2006), menunjukkan aktivitas yang tinggi dari penisilin N, sporiofungin A, B, serta C yang dihasilkan oleh isolat-isolat endofit Pleurophomopsis sp. dan Cryptosporiopsis sp. yang diisolasi dari tumbuhan Cardamin heptaphylla. Kapang endofit yang diisolasi dari tanaman obat sambung nyawa (Gynura procumbens) dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans dan Bacillus subtilis (Simarmata dkk, 2007).

2.2. Antibiotika

Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri (Tamyis Ali Imron, 2008). Sedangkan menurut Zahner and Maas (1972), antibiotika adalah suatu senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme tertentu, bukan diperlukan untuk hidup tetapi senyawa ini berperan sebagai mekanisme pertahanan diri, karena mampu menghambat bahkan membunuh mikroorganisme lain disekitarnya.


(26)

Sampai saat ini telah ditemukan lebih dari 3000 antibiotika, namun hanya sedikit saja yang diproduksi secara komersil. Beberapa antibiotika telah dapat diproduksi dengan kombinasi sintesis mikroorganisme dan modifikasi kimia, antara lain: golongan penisilin, sefalosporin, klindamisin, tetrasiklin dan rifamisin. Bahkan ada yang telah dibuat secara kimia penuh misalnya kloramfenikol dan pirolnitrin (Alexander, 1977).

Mikroorganisme penghasil antibiotika meliputi golongan bakteri, aktinomisetes, fungi, dan beberapa mikroba lainnya. Kira-kira 70% antibiotika dihasilkan oleh aktinomisetes, 20% oleh fungi dan 10% oleh bakteri. Sumber mikroorganisme penghasil antibiotika antara lain berasal dari tumbuhan, tanah, air laut, lumpur, kompos, isi rumen, limbah domestik, bahan makanan busuk dan lain-lain (Alexander, 1977).

2.2.1. Kelompok Antibiotika

Menurut Jawet (1998), dilihat dari daya basminya terhadap mikroba, antibiotika dibagi menjadi 2 kelompok yaitu yang berspektrum sempit dan berspektrum luas. Walaupun suatu antibiotika berspektrum luas, efektifitas klinisnya tidak seperti apa yang diharapkan, sebab efektifitas maksimal diperoleh dengan menggunakan obat terpilih untuk infeksi yang sedang dihadapi dan bukan dengan antibiotika yang spektrumnya paling luas. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotika dibagi dalam 5 kelompok (berdasarkan mekanisme kerjanya), yaitu :

a. Antibiotika yang menggangu metabolisme sel mikroba, termasuk disini adalah sulfonamid, trimetoprim, PAS, INH.


(27)

b. Antibiotika yang menghambat sintesis dinding sel mikroba, termasuk disini adalah penisilin, sefalosporin, sefamisin, karbapenem,vankomisin.

c. Antibiotika yang merusak keutuhan membran sel mikroba, termasuk disini adalah polimiksin B, kolistin, amfoterisin B, nistatin.

d. Antibiotika yang menghambat sintesis protein sel mikroba, termasuk disini adalah streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin, tobramisin, amikasin, netilmisin, eritromisin, linkomisin, klindamisin, kloramfenikol, tetrasiklin, spektinomisin.

e. Antibiotika yang menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba, termasuk disini adalah rifampisin, aktinomisin D, kuinolon.

2.2.2. Mekanisme Kerja Penghambatan Senyawa Antimikroba

Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain mengganggu pembentukan dinding sel, bereaksi dengan membran sel, menginaktivasi enzim dan menginaktivasi fungsi material genetik.

a. Menggangu pembentukan dinding sel

Mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi. Pada konsentrasi rendah molekul-molekul phenol yang terdapat pada minyak thyme kebanyakan berbentuk tak terdisosiasi, lebih hidrofobik, dapat mengikat daerah hidrofobik membran protein, dan dapat melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri. Beberapa laporan


(28)

juga menyebutkan bahwa efek penghambatan senyawa antimikroba lebih efektif terhadap bakteri Gram positif daripada dengan bakteri Gram negatif. Hal ini disebabkan perbedaan komponen penyusun dinding sel kedua kelompok bakteri tersebut. Pada bakteri Gram posiitif 90 persen dinding selnya terdiri atas lapisan peptidoglikan, selebihnya adalah asam teikoat, sedangkan bakteri Gram negatif komponen dinding selnya mengandung 5-20 persen peptidoglikan, selebihnya terdiri dari protein, lipopolisakarida, dan lipoprotein (Ardiansyah, 2007).

b. Bereaksi dengan membran sel

Komponen bioaktif dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma, yang dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler, seperti senyawa phenol dapat mengakibatkan lisis sel dan meyebabkan denaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel (Ardiansyah, 2007).

c. Menginaktivasi enzim

Mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu dalam mempertahankan kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan enzim akan memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahankan kelangsungan aktivitasnya. Akibatknya energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan menjadi berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat atau jika kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba terhenti / inaktif (Ardiansyah, 2007).


(29)

d. Menginaktivasi fungsi material genetik

Komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA dan DNA), menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan menginaktivasi atau merusak materi genetik sehingga terganggunya proses pembelahan sel untuk pembiakan (Ardiansyah, 2007).

2.2.3. Metode Uji Aktivitas Antibiotik

Ada beberapa metode yang digunakan dalam uji aktivitas antibiotik, di antaranya adalah metode difusi agar. Pada metode ini, zat yang akan ditentukan aktivitasnya berdifusi pada lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan mikroba uji. Metode difusi dapat dilakukan dengan beberapa cara, salahsatunya adalah dengan cara cakram (disc).

Pelczar dan ECS Chan (1986), menjelaskan tentang metode difusi dengan cara cakram (disc), yakni kertas cakram yang mengandung antimikroba diletakkan diatas permukaan media agar yang telah diinokulasi dengan mikroba uji. Kemudian diinkubasi pada suhu yang sesuai. Setelah itu diamati ada atau tidaknya zona hambatan terhadap pertumbuhan mikroba uji disekeliling cakram.

Metode uji aktivitas antibiotik lainnya adalah dengan penapisan fitokimia. Penapisan fitokimia ini meliputi pemeriksaan terhadap adanya alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kuinon, steroid dan triterpenoid ditujukan untuk mendeteksi keberadaan senyawa tersebut melalui uji terhadap senyawa yang dikandungnya sendiri ( Harborne, 1987).


(30)

2.3. Identifikasi Kapang

Identifikasi kapang dilakukan dengan mengamati beberapa karakter morfologi baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis. Pengamatan makroskopis meliputi warna dan permukaan koloni (granular, seperti tepung, menggunung, licin), tekstur, zonasi, daerah tumbuh, garis-garis radial dan konsentris (khususnya pada kapang Penicillium), warna balik koloni (reverse color) dan tetes eksudat (exudates drops) (Ilyas, 2007).

Pengamatan secara mikroskopis meliputi ada tidaknya septa pada hifa, pigmentasi hifa, hubungan ketam (clamp connection), bentuk dan ornamentasi spora (vegetative dan generatif) serta bentuk dan ornamentasi tangkai spora (Gandjar et al, 1999 dalam Ilyas, 2006).

2.4. Mikroba Uji

Mikroba uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aspergillus niger, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Bacillus subtilis dan Candida albicans. Berikut ini adalah penjelasannya.

2.4.1. Aspergillus niger

Aspergillus adalah sejenis fungi yang mempunyai bentuk seperti tepung, permukaan berwarna hitam dengan dasar putih sampai kuning. Secara mikroskopis mempunyai konidia yang panjang, lembut dan tidak berwarna. Aspergillus sering ditemukan di alam bebas sebagai saprofit dan bersifat patogen (Gandahusada et al, 1998).


(31)

Gambar 1. Aspergillus niger (www.moldbacteria.com, 2010)

Aspergilosis ialah penyakit jamur yang disebabkan oleh berbagai spesies Aspergillus dan dapat mengenai kulit, kuku dan alat dalam terutama paru-paru dan otak (Gandahusada et al, 1998). Aspergilosis jarang sekali mengenai individu yang normal dan sehat. Penyakit ini selalu mengenai orang-orang yang sudah sakit parah dan lama. Aspergilosis ini dapat di obati dengan vorikonazol, obat ini merupakan antifungi triazol yang bekerja dengan menghambat cytochrome P-450–mediated 14 alpha-lanosterol demethylation yang sangat esensial dalam biosintesis ergosterol jamur (Andra, 2007).

Klasifikasi Aspergillus niger sebagai berikut : kingdom mycetae, divisio amastigomycota, class ascomycotina, ordo eurotiales, family eurotiaceae, genus Aspergillus, species Aspergillus niger.


(32)

2.4.2. Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa termasuk ke dalam kelompok bakteri gram negatif, berbentuk tangkai, berflagel, dapat tumbuh pada suhu antara 35-420C dan merupakan salah satu species dari genus Pseudomonas yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Dinding selnya tersusun dari lipopolisakarida (LPS) yang terdiri atas 2-keto-3-deoksi-asam oktanat (KDO) dan lipid (Tim Mikrobiologi, 2003).

Infeksi oleh bakteri tersebut terjadi pada seseorang yang mengalami gangguan pada sistem pertahanan tubuh. Oleh karena itu P. aeruginosa disebut patogen oportunistik yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi. Kelainan klinis yang ditimbulkan antara lain : infeksi pada luka bakar, infeksi saluran kemih, endokarditis, gastroenteritis, pneumonia dan lain-lain (Tim Mikrobiologi, 2003).


(33)

Umumnya, Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap bermacam-macam antimikroba, tetapi masih ada beberapa antimikroba yang efektif untuk mengatasi infeksi oleh bakteri tersebut, antara lain : amikasin, sefotaksim, piperasilin dan vaksin heptavalen (Tim Mikrobiologi, 2003).

Klasifikasi P. aeruginosa sebagai berikut : kingdom bacteria, phylum proteobacteria, class gamma proteobacteria, ordo pseudomonadales, family pseudomonadaceae, genus Pseudomonas, species Pseudomonas aeruginosa.

2.4.3. Staphylococcus aureus

Staphylococcus adalah bakteri gram positif, berbentuk kokus, non motil, dan mampu memfermentasi manitol, menghasilkan koagulase, dan mampu menghasilkan enterotoksin dan Heat-Stable Endonuklease. Sebagian besar bakteri S. aureus pada dinding selnya mengandung protein A yang berikatan dengan peptidoglikan secara kovalen dan asam teikoat (Tim Mikrobiologi, 2003).

Bakteri S. aureus dapat menyerang seluruh tubuh. Bentuk klinisnya tergantung dari bagian tubuh yang terkena infeksi. Di antara contohnya adalah toxic shock syndrom (suatu keadaan yang ditandai dengan panas mendadak, diare dan syok), keracunan makanan, ensefalitis, endokarditis dan septisemia. Bakteri ini dapat di obati dengan penisilin, obat-obat yang tahan terhadap penisilinase dan lain-lainnya. Pada umumnya, semua Staphylococcus sensitif terhadap vankomisin, termasuk MRSA. (Tim Mikrobiologi, 2003).


(34)

Gambar 3. Staphylococcus aureus (Di koleksi dari Bakteriologi Medik, 13 Maret 2010, pk. 10:18)

Klasifikasi S. aureus sebagai berikut : kingdom bacteria, phylum firmicutes, class bacilli, ordo bacillales, family staphylococcaceae, genus Staphylococcus, species Staphylococcus aureus.

2.4.4. Escherichia coli

Escherichia coli adalah salah satu bakteri patogen yang dapat menyebabkan gastroenteritis, dengan gejala mulai diare ringan sampai hemolytic uremic syndrome, gagal ginjal dan kematian. E. coli merupakan mikroflora alami yang terdapat pada saluran pencernaan manusia dan hewan. Keberadaan flora normal dalam saluran pencernaan akan memberikan keuntungan, di antaranya adalah menghambat pertumbuhan bakteri patogen, menghasilkan vitamin B kompleks dan vitamin K (Tim Mikrobiologi, 2003).


(35)

Suatu contoh dari kelainan karena gangguan flora normal saluran pencernaan adalah summer diarrhea. Pada musim panas, anak-anak yang mengalami infeksi saluran nafas ringan akan mengalami penurunan nafsu makan, sehingga pemasukan cairan menurun sedangkan jumlah makanan yang harus dicerna oleh usus halus menjadi lebih besar. Hal itu menyebabkan jumlah E.coli meningkat dan asam organik yang dibentuk oleh metabolisme basil kolon ini mengakibatkan iritasi pada usus dan menimbulkan sindroma yang disebut summer diarrhea (Tim Mikrobiologi, 2003).

Gambar 4. Escherichia coli (www.cellbiology.med.unsw.edu.au, 2010)

Klasifikasi Escherichia coli sebagai berikut : kingdom prokaryota, class shizomycetes, ordo eubacteriales, family enterobacteriaceae , genus Escherichia, species Escherichia coli.


(36)

2.4.5. Bacillus subtilis

Bacillus subtilis adalah bakteri aerobik gram positif, mempunyai ciri-ciri sel berbentuk batang pendek (rods), sendiri-sendiri, jarang membentuk rantai, motil dengan flagella peritrich, membentuk endospora berukuran 0,8 x 1,5-1,8 µm; permukaan spora terwarnai pucat. Pada spora yang berkecambah, dinding spora pecah secara melintang.

Koloni bakteri pada medium agar berbentuk bundar, tepi tidak teratur, permukaan tidak mengkilap, menjadi tebal dan keruh (opaque); kadang-kadang. mengkerut dan berwarna krem atau kecoklatan. Bentuk koloni agak bervariasi pada media yang berbeda. Koloni meluas pesat pada medium yang berpermukaan lembab.

Gambar 5. Bacillus subtilis (www.microbelibrary.org, 2010)

Biakan bakteri dari medium padat tidak mudah larut dalam air. Pertumbuhan pada medium cair (broth) keruh, berkerut, dengan pelikel yang koheren, tidak keruh atau hanya agak keruh. Secara anaerob, dalam medium


(37)

kompleks yang mengandung glukose, pertumbuhan dan fermentasi berlangsung lambat atau lemah; tetapi dengan menambahkan O2 tumbuh cepat serta

menghasilkan 2,3- butanediol, asetoin, dan CO2. Bakteri ini mendekomposisi

pektin dan polisakarida dari jaringan tanaman, dan beberapa strain membusukkan umbi kentang.

Klasifikasi Bacillus subtillis sebagai berikut : kingdom prokaryota, class shizomycetes, order eubecteriales, family bacillaceae, genus bacillus, species Bacillus subtilis.

2.4.6. Candida albicans

Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. Candida adalah mikroorganisme yang termasuk dalam khamir, sering ditemukan pada manusia dan binatang sebagai saprofit. Bila terdapat faktor predisposisi (keadaan yang menguntungkan pertumbuhan khamir tersebut), maka Candida dapat menimbulkan penyakit primer atau sekunder. Selain itu, Candida juga dapat menimbulkan penyakit yang mendadak atau menahun (Gandahusada et al, 1998).

Candida juga dapat menginfeksi pada kuku. Kelainan ini dapat timbul karena kurang menjaga kebersihan pada kuku, terutama di bawah kuku. Kuku yang terinfeksi Candida dapat merubah warna kuku menjadi seperti susu atau warna lain dan rapuh. Selain menginfeksi kuku, Candida juga dapat menginfeksi kulit. Gejala yang ditimbulkan ialah rasa gatal dan timbul rasa sakit bila terjadi


(38)

infeksi sekunder. Pada wanita, Candida sering menimbulkan vaginitis dengan gejala utama flour albus (keputihan) yang sering disertai rasa gatal. Kandidiasis vagina dapat juga tanpa gatal, tetapi keluhan yang dikemukakan berupa bertambahnya keputihan bila lelah atau sebelum datang haid (Gandahusada et al, 1998).

Gambar 6. Candida albicans (Jauhari, 2009)

Klasifikasi Candida albicans sebagai berikut : kingdom mycetae, divisi amastigomycota, class deuteromycetes, ordo cryptococcales, family cryptococcaceae, genus Candida, species Candida albicans.

2.5. Tanaman Obat (Inang Kapang Endofit)

Indonesia kaya akan tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat berbagai penyakit, termasuk penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroba.


(39)

Dengan adanya kenyataan ini, isolat fungi endofit dari tanaman obat memiliki potensi yang besar dalam usaha penemuan jenis antibiotik baru ataupun jenis obat baru yang lain. Berikut ini adalah beberapa tanaman obat yang menjadi sumber isolat mikroba endofit yang di uji bioaktivitasnya dalam penelitian ini :

2.5.1. Cocor Bebek (Kalanchoe pinata)

Tanaman ini hidup di daerah tropik, tinggi ± 1 m, herba berdaging, pangkalnya agak berkayu dan tegak. Daunnya berbatang basah, tebal, pinggir beringgit, banyak mengandung air, bentuk daunnya lonjong atau bundar panjang, ujung daun tumpul, pangkal membundar, warna hijau sampai hijau keabu-abuan. Batangnya segi empat, lunak, beruas dan berwarna hijau. Kandungan kimia yang ditemukan pada Kalanchoe pinata adalah : arachidic acid, astragalin, behenic acid, beta amyrin, benzenoids, beta-sitosterol, bryophollenone, bryotoxin C, bufadienolides, caffeic acid, campesterol, cardenolides, cinnamic acid, clionasterol, coumaric acid, epigallocatechin, ferulic acid, flavonoids, kaempferol, oxaloacetate dan steroids ( Redaksi agromedia, 2008).

Beberapa penggunaan tradisional menunjukkan bahwa daun Kalanchoe memiliki aktivitas antibakterial, antivirus dan antikapang. Ekstrak daun Kalanchoe mampu mencegah dan mengobati leishmaniasis (penyakit parasit pada negara tropis yang ditransmisikan oleh gigitan lalat) baik pada manusia maupun binatang (Dyphae, 2008).

Klasifikasinya adalah sebagai berikut : kerajaan plantae, divisi magnoliophyta, kelas magnoliopsida, ordo saxifragales, famili crassulaceae, genus Kalanchoe, spesies Kalanchoe pinata (Gembong, 2005).


(40)

2.5.2. Gambir (Uncaria gambir)

Tanaman gambir merupakan tanaman perdu yang merambat dengan panjang 2-10 m, daun muda bagian bawah berbulu, bunga agak besar berbentuk corong. Kandungan kimia terdapat pada daun yang berupa zat pahit dan zat samak. Kandungan kimia tersebut terdiri dari katekin, kuersetin, huoresetin, lender, lemak dan malam (Redaksi agromedia, 2008).

Klasifikasinya sebagai berikut : kerajaan plantae, divisi magnoliophyta, kelas magnoliopsida, ordo gentianales, famili rubiaceae, genus Uncaria, spesies Uncaria gambir (Gembong, 2005).

2.5.3. Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza)

Temu lawak merupakan tanaman asli Indonesia dan termasuk salah satu jenis temu-temuan yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Selain itu, temu lawak merupakan sumber bahan pangan, pewarna, bahan baku industri (seperti kosmetika), maupun dibuat makanan atau minuman segar (Dalimartha, 2000).

Temu lawak ini (terna tahunan / perennial) tumbuh merumpun dengan batang semu yang tumbuh dari rimpangnya. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 2 m. Tiap tanaman berdaun 2-9 helai, berbentuk bulat memanjang atau lanset dan berwarna hijau. Bunganya majemuk berbentuk bulir dan bulat panjang. Rimpang dibedakan atas rimpang induk (empu) dan rimpang cabang. Rimpang binduk bentuknya jorong atau gelendong, berwarna kuning tua atau cokelat kemerahan, bagian dalam berwarna jingga cokelat. Rimpang cabang keluar dari rimpang induk, ukurannya lebih kecil, tumbuhnya kearah samping, bentuknya


(41)

bermacam-macam dan warnanya lebih muda. Akar-akar di bagian ujung membengkak, membentuk umbi yang kecil (Dalimartha, 2000).

Rimpang berbau aromatik tajam, rasanya pahit agak pedas. Temulawak mempunyai khasiat laktagoga, kolagoga, antiinflamasi, tonikum dan diuretik. Minyak asiri temu lawak, juga berkhasiat fungistatik pada beberapa jenis jamur dan bakteriostatik pada mikroba Staphylococcus sp. dan Salmonella sp (Dalimartha, 2000).

Kandungan kimia temu lawak antara lain kurkumin, zat tepung, glikosida, toluil metal, karbinol, essoil, abu, 1-sikloisopren myrsen, protein, serat dan kalium oksalat. Rimpang juga mengandung beragam minyak asiri seperti fellandren, turnerol, kanfer, borneol, xantorizol dan sineal (Hariana, 2009).Di Indonesia satu-satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang temu lawak. Diantara manfaat dari rimpang ini adalah ekstrak eter temulawak secara in vitro dapat menghambat pertumbuhan jamur Microsporum gypseum, Microsporum canis, dan Trichophytol violaceum (Oehadian et al, 1985). Minyak atsiri Curcuma xanthorrhiza juga menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans, sementara kurkuminoid Curcuma xanthorrhiza mempunyai daya hambat yang lemah (Oei, 1986).

Klasifikasi temu lawak (Curcuma xanthorrhiza) sebagai berikut : kerajaan plantae, divisi spermatophyta, sub divisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo zingiberales, famili zingiberaceae, genus Curcuma, spesies Curcuma xanthorrhiza (Gembong, 2005).


(42)

2.5.4. Ashitaba (Angelica keiskei)

Ashitaba merupakan sejenis tanaman herbal Asia yang mengandung 11 vitamin, 13 mineral, klorofil, enzim, karoten, germanium, saponin, protein, serat, glukosida, kumarin dan flavonoid yang disebut khalkon yang merupakan antioksidan yang sangat potensial. Ashitaba mempunyai kapasitas penyerapan oksigen radikal (ORAC) yang lebih tinggi dari tanaman herbal lainnya termasuk teh hijau. Ashitaba juga mempunyai kapasitas kelarutan antioksidan dalam air yang lebih efektif dari teh hijau. Kandungan berbagai nutrisi dari ashitaba ini menjadikannya layak untuk dijadikan sebagai makanan kesehatan (Pragosho, 2009).

Ashitaba telah ditanam di Indonesia, salah satunya di Pemangkuan Hutan (RPH), Pasuruan, Jawa Timur. Sampai saat ini pemanfaatannya masih belum optimal, karena ashitaba hanya dikonsumsi dalam bentuk segar. Seiring dengan kebutuhan masyarakat akan makanan kesehatan yang makin meningkat dan penggunaanya yang praktis maka perlu dikembangkan produk olahan ashitaba yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat dengan mudah. Salah satu bentuk pemanfaatan ashitaba sebagai makanan kesehatan adalah pengolahan ashitaba dalam bentuk tablet (Pragosho, 2009).

Klasifikasi ashitaba (Angelica keiskei) sebagai berikut : kerajaan plantae, divisi magnoliophyta, kelas magnoliopsida, ordo apiales, famili apiaceae, Genus Angelica, spesies Angelica keiskei (Tjitrosoepomo, 2004).


(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium mikrobiologi, laboratorium kimia analitik dan laboratorium recovery Balai Pengkajian Bioteknologi - BPPT, Kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PuspiTek) Gedung 630 Serpong, Tangerang Selatan. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, mulai bulan Februari – Juli 2009.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

Laminar Air Flow Cabinet (ICN Biomedicals 303124SO433), timbangan analitik (Mettler AJ100), water bath (Heto TBVS-01), shaking incubator (Hitachi J100), vortex mixer (Heidolph MR 2002), oven (Memmert), konsentrator (Sakuma EC 5000), autoklaf (Tomy SS-250 / 32103095), inkubator (Sanyo Gallenkamp MIR 252 / LD 0270), hot plate stirrer (Heidolph), spektrofotometer (Shimadzu), recipro shaker (Taitec SR-25), sentrifuge (Kubota 7780), rotary evaporator (Heidolph), UV-Cabinet (Lamag LB 0462), TLC Silica gel 60 F254 (Merck), pH

meter (Beckman 246641), mikroskop, kaca objek, tabung reaksi, tabung konsentrator, jarum ose, gelas ukur, cawan petri bulat, cawan petri persegi panjang, labu erlenmeyer, beaker glass, mikropipet, tip pipet, jangka sorong,


(44)

pinset, plat kaca, paper disc (Advantec), alumunium foil, stirrer, kertas label, gunting, pensil, masker, pipet volumetric, cawan petri (bulat) dan spatula.

3.2.2. Bahan

Isolat-isolat kapang endofit (lihat Tabel 1), n - butanol (BuOH) teknis, etil asetat (EtOAc) teknis, metanol (MeOH) teknis, Potato Dextrose Agar / PDA (Nissui), Potato Dextrose Broth / PDB (Pronadisa), Nutrient Agar / NA (Oxoid), Nutrient Broth / NB (Oxoid), Yeast Extract / YE (Oxoid), bakteri Gram positif (Bacillus subtillis ATCC 6633 dan Staphylococcus aureus Bio-MCC 00015), bakteri Gram negatif (Escherichia coli ATCC 25922 dan Pseudomonas aeruginosa Bio-MCC 00113), kapang (Aspergillus niger Bio-MCC 00115), khamir (Candida albicans Bio-MCC 00122), ampisilin (Oxoid, cakram kertas, 10 µg), penisilin (Oxoid, cakram kertas, 10 unit), streptomisin (Oxoid, cakram kertas, 10 µg), amoksisilin (Oxoid, cakram kertas, 25 µg), tetrasiklin (Oxoid, cakram kertas, 30 µg) dan nystatin (larutan stok 10.000 ppm / 100 mg nystatin (Sigma) dalam 4 ml dimetil formamide (DMF) dan 6 ml air).

Tabel 1. Isolat Kapang Endofit beserta Kode Isolatnya No. Kode Isolat

Kapang Endofit Tanaman

Bagian Yang Diambil TlU1

1.

TlU2

Temu Lawak (Curcuma

xanthorrizha) Umbi

2. FE00020 Cocor bebek (Kalanchoe pinata) Daun 3. FE00057 Asitaba (Angelica keiskei) Daun

4. FE00060 Gambir (Uncaria gambir) Buah

Keterangan :

Isolat-isolat kapang endofit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari koleksi kultur Balai Pengkajian Bioteknologi-BPPT. Isolat-isolat tersebut diisolasi dari tanaman obat.


(45)

3.3. Cara Kerja 3.3.1. Pembuatan Media

3.3.1.1. Pembuatan Media Nutrient Broth (NB)

Media NB sebanyak 6,5 gram dilarutkan dengan 500 ml aquadest dalam beaker glass 1000 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Campuran media tersebut dimasukkan ke dalam 5 labu Erlenmeyer 500 ml masing-masing sebanyak 100 ml, kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit.

3.3.1.2. Pembuatan Medium Potato Dextrose Broth (PDB)

Media PDB sebanyak 0,66 gram dilarutkan dengan 20 ml aquadest dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Campuran media tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit.

3.3.1.3. Pembuatan Media Potato Dextrose Yeast (PDY)

PDB dan YE masing-masing sebanyak 26,5 gram dan 2 gram dilarutkan dengan 1000 ml aquadest dalam gelas ukur 1500 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Sambil diaduk, campuran media tersebut diukur pH sampai 6 dengan cara penambahan beberapa tetes larutan NaOH. Campuran media tersebut dimasukkan ke dalam 5 tabung reaksi masing-masing sebanyak 5 ml dan ke dalam


(46)

10 Erlenmeyer 500 ml masing-masing 100 ml (duplo). Media tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit.

3.3.1.4. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA) miring

Media NA sebanyak 2,8 gram dilarutkan dengan 100 ml aquadest dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer dan microwave. Campuran media tersebut dimasukkan ke dalam 10 tabung reaksi masing-masing sebanyak 8 ml, kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah disterilisasi, tabung reaksi tersebut diletakkan dalam posisi miring, sehingga saat media menjadi padat akan terbentuk media agar miring dalam tabung reaksi.

3.3.1.5. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA) miring

PDA sebanyak 1,95 gram dilarutkan dengan 50 ml aquadest dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer dan microwave. Campuran media tersebut dimasukkan ke dalam 4 tabung reaksi masing-masing sebanyak 5 ml, kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah disterilisasi, tabung reaksi tersebut diletakkan dalam posisi miring, sehingga saat media menjadi padat akan terbentuk media agar miring dalam tabung reaksi.


(47)

3.3.1.6. Pembuatan Media NA (Untuk Pengujian Antimikroba)

Media NA sebanyak 1,96 gram dilarutkan dengan 70 ml aquadest dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Campuran media tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Media tersebut disimpan dalam oven (suhu 500C) supaya tidak memadat. 3.3.1.7. Pembuatan Media PDA (Untuk Pengujian Antimikroba)

Media PDA sebanyak 2,73 gram dilarutkan dengan 70 ml aquadest dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Campuran media tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Media tersebut disimpan dalam oven (suhu 500C) supaya tidak memadat.

3.3.2. Kultur Kocok Kapang Endofit 3.3.2.1. Inokulasi Kultur Bibit

Isolat-isolat kapang endofit masing-masing diinokulasi satu ose ke dalam 5 ml media PDY. Media yang berisi isolat-isolat kapang tersebut diinkubasi dalam shaking incubator (150 rpm, suhu 270C) selama 3 hari.

3.3.2.2. Inokulasi Kultur Kocok

Kultur-kultur bibit kapang endofit dikocok dengan vortex mixer sampai homogen. Kultur-kultur tersebut masing-masing diinokulasikan sebanyak 2 ml (duplo) ke dalam 100 ml media PDY. Media yang berisi kultur tersebut diinkubasi dalam shaking incubator (150 rpm, suhu 270C) selama 5 hari.


(48)

3.3.3. Ekstraksi Kapang Endofit dengan Pelarut Organik 3.3.3.1. Pemisahan Produk

Kultur-kultur kocok kapang endofit dikocok sampai homogen dengan vortex mixer. Kultur-kultur tesebut masing-masing dibagi ke dalam 2 erlenmeyer 250 ml sebanyak ± 50 ml ke dalam kultur. Setelah itu, pelarut organik (butanol atau etil asetat) masing-masing sebanyak ± 50 ml ditambahkan ke dalam kultur. Kultur yang telah ditambahkan pelarut tersebut, masing-masing dibagi ke dalam tabung centrifuge. Campuran kultur dan pelarut dalam tabung tersebut di kocok dengan recipro shaker (150 rpm selama 15 menit), kemudian ditimbang supaya seimbang sebelum disentrifugasi. Sesudah ditimbang, tabung tersebut disentrifugasi dengan centrifuge (3000 rpm, 1430 g, 100C selama 15 menit) untuk memisahkan biomassa, fraksi air dan fraksi pelarut.

Fraksi pelarut organik yang terbentuk, diambil menggunakan mikro pipet dan dimasukkan ke dalam tabung kosong. Fraksi air yang terbentuk, masing-masing ditambahkan butanol atau etil asetat sebanyak volume fraksi air tersebut. Fraksi tersebut di kocok dengan recipro shaker (150 rpm selama 15 menit), kemudian ditimbang supaya seimbang sebelum disentrifugasi. Sesudah ditimbang, tabung tersebut disentrifugasi dengan sentrifuge (3000 rpm, 1430 g, 100C selama 15 menit). Perlakuan pada fraksi air ini diulang sebanyak 3 kali.

3.3.3.2. Pemekatan

Fraksi pelarut organik (butanol atau etil asetat) yang dihasilkan, masing-masing dipindahkan ke dalam tabung konsentrator 10 ml. Sebelum fraksi tersebut


(49)

dipindahkan, tabung konsentrator ditimbang berat kosongnya terlebih dahulu. Setelah ditimbang, fraksi pelarut dituang ke tabung konsentrator masing-masing sebanyak 6 ml. Tabung konsentrator yang telah diisi fraksi pelarut organik dipekatkan dengan konsentrator selama ± 24 jam untuk butanol dan ± 2 jam untuk etil asetat pada suhu 450C. Setelah terbentuk ekstrak kering, tabung tersebut ditimbang kembali berat akhirnya untuk mengetahui berat ekstrak.

3.3.4. Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen 3.3.4.1. Peremajaan Bakteri Patogen

Bakteri patogen yang digunakan adalah Bacillus subtillis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Bakteri tersebut masing-masing diinokulasikan satu ose ke dalam medium NA miring, kemudian diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 370C.

3.3.4.2. Perhitungan Bakteri Patogen Dengan Spektrofotometer

Satu ose bakteri patogen yang sudah diremajakan, diinokulasi ke dalam 100 ml media NB. Medium yang berisi bakteri patogen tersebut diinkubasi dalam shaking incubator (150 rpm, suhu 280C). Setiap 2 jam, 1 ml kultur bakteri patogen tersebut diambil dan diencerkan dengan 1 ml air steril dalam tabung reaksi. Pengenceran ini dilakukan secara berseri dari pengenceran 1/2 hingga pengenceran 1/32 menggunakan 1 ml sampel dan 1 ml air steril sebagai diluent. Setiap pengenceran diambil 2 ml dan dimasukkan ke dalam kuvet. Tiap pengenceran ini diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada


(50)

panjang gelombang 620 nm. Dari hasil pengukuran tersebut dibuat kurva pertumbuhan bakteri patogen.

3.3.5. Uji Aktivitas (Bioassay) Antibakteri

Bakteri yang digunakan dalam uji bioaktivitas ini adalah Bacillus subtillis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa. Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji ini adalah :

1. Pembuatan Kultur Bakteri Uji

Bakteri-bakteri uji diinokulasikan ke dalam 60 ml media NB masing-masing sebanyak satu ose. Media tersebut diinkubasi dengan shaking incubator (150 rpm, suhu 280C) selama 15 jam untuk Bacillus subtillis, 7 jam untuk Escherichia coli, 9 jam Pseudomonas aeruginosa dan 11 jam untuk Staphylococcus aureus.

2. Pengujian

Setiap bakteri uji (Bacillus subtillis sebanyak 900 µl, Eschericia coli sebanyak 100 µl, Pseudomonas aeruginosa sebanyak 150 µl dan Staphylococcus aureus sebanyak 200 µl) ditambahkan ke dalam media NA steril (suhu 500C), sehingga kerapatan bakteri dalam media sebanyak ± 1 x 106 CFU/ml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media yang telah ditambahkan bakteri uji tersebut dikocok supaya merata, kemudian dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.

Larutan ekstrak dengan konsentrasi 10 µg/ml dan 20 µg/ml masing-masing diteteskan ke permukaan paper disc sebanyak 15 µl (mengandung ekstrak


(51)

sampel 150 µg sampai 300 µg). Penetesan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali (masing-masing 5 µl). Paper disc yang telah ditetesi ekstrak, dikeringkan di atas plat kaca. Setelah kering, paper disc tersebut diletakkan di atas media NA padat berisi bakteri uji. Paper disc kontrol positif (ampisilin, penisilin, streptomisin, amoksisilin dan tetrasiklin) dan kontrol negatif (metanol dan etil asetat) masing-masing juga diletakkan pada media NA padat berisi bakteri uji. Inkubasi dilakukan pada suhu 370C selama 48 jam. Setelah inkubasi, zona hambat yang terbentuk diukur diameternya dengan jangka sorong.

3.3.6. Uji Aktivitas (Bioassay) Antikhamir 1. Pembuatan Kultur Candida albicans

Candida albicans diinokulasikan ke dalam 20 ml media PDB sebanyak satu ose. Media tersebut diinkubasi dengan shaking incubator (150 rpm, suhu 280C) selama 3 hari.

2. Pengujian

Candida albicans sebanyak 400 µl ditambahkan ke dalam media PDA steril (500C), sehingga kerapatan Candida albicans dalam media sebanyak ± 1 x 106 CFU/ml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media yang telah ditambahkan khamir uji tersebut dikocok supaya merata, kemudian dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.

Larutan ekstrak dengan konsentrasi 10 µg/ml dan 20 µg/ml masing-masing diteteskan ke permukaan paper disc sebanyak 15 µl (mengandung ekstrak sampel 150 µg sampai 300 µg). Penetesan tersebut dilakukan sebanyak tiga


(52)

kali (masing-masing 5 µl). Paper disc yang telah ditetesi ekstrak, dikeringkan di atas plat kaca. Setelah kering, paper disc tersebut diletakkan di atas media PDA padat berisi khamir uji. Paper disc kontrol positif (nystatin) dan kontrol negatif (metanol dan etil asetat) masing-masing juga diletakkan pada media PDA padat berisi khamir uji. Inkubasi dilakukan pada suhu 280C selama 24-48 jam. Setelah inkubasi, zona hambat yang terbentuk diukur diameternya dengan jangka sorong.

3.3.7. Uji Aktivitas (Bioassay) Antifungi

1. Pengenceran dan Perhitungan Spora Aspergillus niger

Larutan tween sebanyak 3 ml disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Larutan tween steril dipipet sebanyak 1 ml ke dalam kultur Aspergillus niger yang ditumbuhkan pada media PDA slant. Spora Aspergillus niger digores sampai terlepas dari agar menggunakan tip pipet. Spora tersebut diencerkan secara berseri sampai pengenceran 10-3 menggunakan 1 ml sampel dan 9 ml air steril sebagai diluent.

2. Pengujian

Aspergillus niger sebanyak 800 µl ditambahkan ke dalam media PDA (500C) sehingga kerapatan Aspergillus niger sesuai dalam media sebanyak ± 1 x 106 CFU/ml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media yang telah ditambahkan spora A. niger dikocok supaya merata, kemudian dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.


(53)

Larutan ekstrak dengan konsentrasi 10 µg/ml dan 20 µg/ml masing-masing diteteskan ke permukaan paper disc sebanyak 15 µl (mengandung ekstrak sampel 150 µg sampai 300 µg). Penetesan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali (masing-masing 5 µl). Paper disc yang telah ditetesi ekstrak, dikeringkan di atas plat kaca. Setelah kering, paper disc tersebut diletakkan di atas media PDA padat berisi fungi uji. Paper disc kontrol positif (nystatin) dan kontrol negatif (metanol dan etil asetat) masing-masing juga diletakkan pada media PDA padat berisi fungi uji. Inkubasi dilakukan pada suhu 280C selama 48 jam. Setelah inkubasi, zona hambat yang terbentuk diukur diameternya dengan jangka sorong.

3.3.8. Perhitungan Jumlah Sel Mikroba Patogen

3.3.8.1. Pengenceran dan Metode Total Plate Count (TPC)

Kultur bakteri dan khamir uji masing-masing dikocok dengan vortex mixer. Kultur yang telah dikocok tersebut, diambil 1 ml dan dituang ke dalam 9 ml air steril. Kultur diencerken secara berseri dari pengenceran 10-1 sampai pengenceran 10-8. Hasil pengenceran 10-5 sampai 10-8 ditumbuhkan pada media NA plate untuk bakteri dan PDA plate untuk khamir, dan setiap pengenceran dilakukan secara duplo. Bakteri dan khamir dituang ke dalam media NA dan PDA secara pour plate, setelah itu diinkubasi dalam inkubator (pada suhu 370C selama

24 jam untuk bakteri dan 280C selama 24-48 jam untuk khamir) (Fardiaz, 1993). Penghitungan jumlah koloni yang terbentuk hanya pada rentang 25 sampai 250 koloni. Kerapatan koloni dihitung dengan rumus :


(54)

CFU/ml = Jumlah koloni

Volume mikroba yang ditumbuhkan x pengenceran

Setelah diketahui kerapatan koloni dalam 1 ml media, maka dilakukan perhitungan untuk mengetahui jumlah mikroba yang akan ditambahkan ke dalam media uji. Rumusnya adalah :

CFU/ml media = jumlah mikroba yang diperoleh × faktor pengenceran volume media

3.3.8.2. Metode Direct Cell Number Count

Jumlah sel Aspergillus niger dihitung dengan metode Direct Cell Number Count menggunakan haemocytometer. Satu tetes spora A. niger diteteskan pada haemocytometer kemudian haemocytometer ditutup dengan cover glass. Haemacytometer tersebut diletakkan di atas mikroskop dan diamati pada perbesaran 200 kali. Jumlah spora A. niger dihitung secara acak hanya pada 10 kotak dari 25 kotak berukuran sedang yang ada dalam hemacytometer. Hasil perhitungan dijumlahkan dan dimasukkan dalam rumus :

Spora/Unit = Jumlah spora x faktor koreksi penggunaan kotak sampel x haemocytometer grid x faktor pengenceran


(55)

Jumlah spora yang dituang ke dalam media uji dihitung menggunakan rumus : Spora/ml media = jumlah spora/unit x faktor pengenceran

Volume media

3.3.9. Identifikasi Morfologi (Metode Slide Culture)

Identifikasi kapang endofit dilakukan dengan pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis dilakukan dengan cara mengamati warna dan bentuk permukaan koloni kapang yang ditumbuhkan dalam media agar. Secara mikroskopis identifikasi dilakukan dengan menggunakan metode Slide Culture ( Atlas et al, 1984).

Tahapan metode Slide Culture yaitu : kertas saring diletakkan pada dasar cawan petri steril kemudian dibasahi dengan aquadest steril. Kaca objek dimasukkan ke dalam cawan petri tersebut dan cover glass diletakkan disamping kaca objek, setelah itu cawan petri tersebut ditutup.

Media PDA sebanyak 10 ml (0,39 gram dalam aquadest 10 ml) disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Media PDA steril dituang ke dalam cawan petri kecil, kemudian dibiarkan memadat. Agar tersebut dilubangi menggunakan sedotan steril satu tusukan. Bulatan agar diambil menggunakan tusuk gigi steril. Agar tersebut diletakkan di atas kaca objek, kemudian dibelah menjadi dua bagian. Satu bagian sisi agar dibuang. Pada satu bagian sisi agar lainnya diinokulasikan kapang endofit (TlU1 atau TlU2). Kaca penutup objek diletakkan di atas potongan agar, kemudian cawan petri ditutup.


(56)

Isolat diinkubasi pada suhu 270C selama 48 jam. Hasil inkubasi diamati di bawah mikroskop pada perbesaran 100 kali, 200 kali dan 400 kali, kemudian difoto.

3.3.10.Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Plat KLT dipotong berbentuk persegi panjang dengan ukuran 10 cm x 1 cm. Potongan plat diberi tanda (nama kode isolat pada bagian atas dan tanda titik untuk penotolan ekstrak pada bagian bawah). Sampel (ekstrak) dengan konsentrasi 10 µg/µl dan 20 µg/µl ditotolkan menggunakan tip pipet pada plat KLT sebanyak 15 µl (3 x 15 µl). Setelah itu sampel dikromatografi dengan eluen tertentu dalam wadah elusi tertutup.

Eluen yang digunakan adalah etil asetat, metanol dan butanol dengan variasi perbandingan 100:0, 75:25, 50:50, 25:75 dan 0 :100. Setelah dikromatografi, plat dikeringkan dan diamati di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm. Bercak yang terbentuk, digambar dengan pensil dan dihitung Rf-nya.

3.3.11.Uji Bioautografi Bakteri Patogen

Bakteri yang digunakan dalam uji bioautografi ini adalah Bacillus subtillis, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji ini adalah :

1. Pembuatan Kultur Bakteri Uji

Bakteri-bakteri uji diinokulasikan ke dalam 60 ml media NB masing-masing sebanyak satu ose. Media tersebut diinkubasi dengan shaking incubator (150 rpm, suhu 280C) selama 24 jam.


(57)

2. Pengujian

Setiap bakteri uji (Bacillus subtillis sebanyak 900 µl, Eschericia coli sebanyak 100 µl dan Staphylococcus aureus sebanyak 200 µl) ditambahkan ke dalam media NA steril (500C), sehingga kerapatan bakteri dalam media sebanyak ± 1 x 106 CFU/ml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media yang telah ditambahkan bakteri uji tersebut dikocok supaya merata, kemudian dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.

Plat KLT hasil kromatografi yang sudah ditandai dan dihitung nilai Rf-nya

ditempelkan (ditekan dengan hati-hati) pada permukaan media NA yang berisi bakteri uji. Plat tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370C selama 48 jam. Selesai inkubasi, zona hambat yang terbentuk diamati dan diukur diameternya menggunakan jangka sorong.

3.3.12.Uji Bioautografi Khamir Patogen 1. Pembuatan Kultur Candida albicans

Candida albicans diinokulasikan ke dalam 20 ml media PDB masing-masing sebanyak satu ose. Media tersebut diinkubasi dengan shaking incubator (150 rpm, suhu 280C) selama 3 hari.

2. Pengujian

Candida albicans sebanyak 400 µl ditambahkan ke dalam media PDA steril (suhu 500C), sehingga kerapatan Candida albicans dalam media sebanyak ± 1 x 106 CFU/ml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media


(58)

yang telah ditambahkan khamir uji tersebut dikocok supaya merata, kemudian dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.

Plat KLT hasil kromatografi yang sudah ditandai dan dihitung nilai Rf-nya

ditempelkan (ditekan dengan hati-hati) pada permukaan media PDA yang berisi bakteri uji. Plat tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 270C selama 48 jam. Selesai inkubasi, zona hambat yang terbentuk diukur diameternya menggunakan jangka sorong.

3.3.13.Uji Bioautografi Fungi Patogen

1. Pengenceran dan Perhitungan Spora Aspergillus niger

Larutan tween sebanyak 3 ml disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Larutan tween steril dipipet sebanyak 1 ml ke dalam kultur Aspergillus niger yang ditumbuhkan pada media PDA slant. Spora Aspergillus niger digores sampai terlepas dari agar menggunakan tip pipet. Spora tersebut diencerkan secara berseri sampai pengenceran 10-3 menggunakan 1 ml sampel dan 9 ml air steril sebagai diluent.

2. Pengujian

Aspergillus niger sebanyak 800 µl ditambahkan ke dalam media PDA steril (suhu 500C), sehingga kerapatan Aspergillus niger dalam media sebanyak ± 1 x 106 CFU/ml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media yang telah ditambahkan spora A. niger dikocok supaya merata, kemudian dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.


(59)

Plat KLT hasil kromatografi yang sudah ditandai dan dihitung nilai Rf-nya

ditempelkan (ditekan dengan hati-hati) pada permukaan media PDA yang berisi bakteri uji. Plat tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 270C selama 48 jam. Selesai inkubasi, zona hambat yang terbentuk diamati dan diukur diameternya menggunakan jangka sorong.

3.4. Analisis Data

Data hasil pengukuran diolah secara statistik dengan menggunakan metode analisis varians atau Analysis of Variance (Anova) dengan rancangan acak lengkap pada taraf uji 0,05% dan 0,01 %. Variabel yang dianalisis adalah ekstrak isolat kapang endofit dan diameter zona hambat sebagai parameter yang diuji. Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan nilai F-hitung dan F-tabel, yaitu jika F-hitung < F-tabel maka H0 diterima, dan jika nilai F-hitung > F-tabel maka

H0 ditolak. Jika hasil berbeda nyata atau sangat nyata pada taraf signifikansi

0,05% dan 0,01%, maka dilakukan analisis lanjut dengan menggunakan uji Duncan.


(60)

3 X 3 X


(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kultur Bibit dan Kultur Kocok Kapang Endofit

Kultur bibit dan kultur kocok merupakan tahap pertama dalam seleksi kapang endofit penghasil antimikroba. Tujuan kultur bibit dan kultur kocok ini adalah untuk menumbuhkan isolat-isolat kapang endofit dari kultur stok (tersimpan dalam media lama) ke dalam media yang baru. Hasil yang didapatkan dari kultur bibit dan kultur kocok tersebut adalah terbentuknya dua macam bentuk miselium dan terjadinya perubahan warna medium (tabel 2).

Terbentuknya miselium berwarna putih seperti kapas yang menempel pada dinding erlenmeyer dan bulatan-bulatan miselium berwarna putih kecoklatan yang melayang-layang dalam medium diakibatkan oleh proses pertumbuhan kapang. Proses pertumbuhan kapang dimulai dari spora atau konidia, spora atau konidia tersebut tumbuh menjadi miselium-miselium. Karena ditumbuhkan dalam medium cair yang digoyang, maka miselium-miselium tersebut bersentuhan satu sama lain sehingga membentuk dua macam miselium (lampiran 2).

Warna media PDB dalam erlenmeyer berubah dari awalnya kuning bening menjadi kuning kecoklatan, seperti yang terjadi pada kultur kocok FE00057, FE00020 dan FE00060. Sedangkan pada kultur kocok TlU1 dan TlU2, warna media PDB berubah menjadi kuning pekat. Terjadi perubahan warna pada media tersebut disebabkan oleh proses metabolisme kapang menggunakan nutrient


(62)

dalam medium. Kapang tersebut diduga mengeluarkan metabolit primer dan metabolit sekunder.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Kultur Bibit dan Kultur Kocok No.

Kode

Isolat Gambar Hasil Pengamatan

1. FE00057 Terbentuk dua macam

miselium, yaitu miselium berwarna putih seperti kapas kecil yang menempel pada dinding erlenmeyer dan bulatan-bulatan miselium berwarna putih kecoklatan yang melayang-layang dalam medium. Medium menjadi keruh dan berwarna kuning kecoklatan.

2. TlU1 Terbentuk dua macam

miselium, yaitu miselium berwarna putih seperti kapas kecil yang menempel pada dinding erlenmeyer dan bulatan-bulatan miselium berwarna putih kecoklatan yang melayang-layang dalam medium. Medium menjadi keruh dan berwarna kuning pekat.

3. TlU2 Terbentuk dua macam

miselium, yaitu miselium berwarna putih seperti kapas kecil yang menempel pada dinding erlenmeyer dan bulatan-bulatan miselium berwarna putih kecoklatan yang melayang-layang dalam medium. Medium menjadi keruh dan berwarna kuning pekat.


(63)

4. FE00020 Terbentuk dua macam miselium, yaitu miselium berwarna putih seperti kapas kecil yang menempel pada dinding erlenmeyer dan bulatan-bulatan miselium berwarna putih kecoklatan yang melayang-layang dalam medium. Medium menjadi keruh dan berwarna kuning kecoklatan.

5. FE00060 Terbentuk dua macam

miselium, yaitu miselium berwarna putih seperti kapas kecil yang menempel pada dinding erlenmeyer dan bulatan-bulatan miselium berwarna putih kecoklatan yang melayang-layang dalam medium. Medium menjadi keruh dan berwarna kuning kecoklatan.

4.2. Ekstraksi Pelarut

Ekstraksi pelarut adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan yang tidak saling larut. Ekstraksi pelarut ini bertujuan untuk memisahkan antara fraksi air (biomassa dan supernatant) dan fraksi pelarut organik. Pelarut yang digunakan adalah butanol dan etil asetat. Butanol merupakan pelarut polar yang diharapkan dapat mengambil zat aktif dari hasil kultur kocok kapang endofit. Sedangkan etil asetat merupakan pelarut semi polar yang diharapkan juga dapat mengambil zat aktif dari hasil kultur kocok kapang tersebut. Penggunaan dua pelarut ini bertujuan


(64)

untuk mengetahui pelarut manakah yang lebih efektif untuk mengikat senyawa yang ada didalam kultur kapang endofit tersebut.

Setelah butanol dan etil asetat masing-masing ditambahkan ke dalam kultur endofit dan disentrifugasi, maka hasil yang didapatkan adalah terpisahnya antara fraksi air (biomassa dan supernatan) dan fraksi pelarut organik. Terpisahnya antara fraksi air dan fraksi pelarut organik terjadi karena zat aktif dari kultur-kultur endofit tertarik oleh butanol dan etil asetat.

Tabel 3. Berat Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang Endofit

No. Kode Isolat Berat Ekstrak Butanol Berat Ekstrak Etil Asetat

1. FE00057 A 0,0393 gram 0,0241 gram

2. FE00057 B 0,0167 gram 0,0201 gram

3. FE00020 A 0,0285 gram 0,0756 gram

4. FE00020 B 0,0225 gram 0,0538 gram

5. TlU2 A 0,0691 gram 0,0653 gram

6. TlU2 B 0,0828 gram 0,0744 gram

7. TlU1 A 0,0573 gram 0,0831 gram

8. TlU1 B 0,0626 gram 0,2763 gram

9. FE00060 A 0,0057 gram 0,0674 gram

10. FE00060 B 0,0032 gram 0,0489 gram

Setelah terpisah antara biomassa dan supernatan, dilakukan pemekatan. Hasil pemekatan dapat dilihat pada tabel 3. Pemekatan ini dilakukan untuk mengetahui berat ekstrak dari masing-masing ekstrak kultur endofit. Dari tabel tersebut diketahui bahwa berat masing-masing ekstrak berbeda. Perbedaan berat ekstrak ini dikarenakan biomassa masing kapang berbeda. Berat masing-masing dari ekstrak kultur tersebut nantinya akan ditambahkan sejumlah pelarut untuk uji bioassay dan bioautografi.


(65)

4.3. Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen

Bakteri patogen atau bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini

adalah bakteri gram positif (Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus) dan

bakteri gram negatif (Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa). Tujuan

pembuatan kurva pertumbuhan ini adalah untuk mengetahui fase logaritmik dari masing-masing bakteri uji. Fase logaritmik ini merupakan fase yang cocok untuk pengujian antimikroba. Suatu zat antimikroba ketika akan diuji aktivitas antimikrobanya, maka bakteri uji yang digunakan harus dalam keadaan fase aktif pembelahan sel dengan laju yang konstan. Hasil dari kurva pertumbuhan bakteri-bakteri patogen tersebut dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen

Berdasarkan pada hasil kurva yang terbentuk, dapat diketahui bahwa bakteri Bacillus subtilis mengalami fase logaritmik dan stasioner. Fase logaritmik terjadi pada jam ke-5 sampai jam ke-15, sedangkan fase stasioner mulai terjadi


(66)

pada jam ke-15. Untuk melakukan uji bioaktivitas (bioassay), maka bakteri Bacillus subtilis tersebut ditumbuhkan sampai jam ke-15 (fase logaritmik).

Dari hasil kurva yang terbentuk, dapat diketahui bahwa bakteri Staphylococcus aureus mengalami fase logaritmik mulai pada jam ke-2 sampai jam ke-11 dan fase stasioner pada jam ke-15. Untuk melakukan uji bioaktivitas

(bioassay), maka bakteri Staphylococcus aureus tersebut ditumbuhkan sampai jam

ke-11 (fase logaritmik).

Berdasarkan pada hasil kurva yang terbentuk, dapat diketahui bahwa

bakteri Escherichia coli mengalami fase logartmik pada jam ke-2 sampai jam ke-7

dan fase kematian pada jam ke-9. Untuk melakukan uji bioaktivitas (bioassay),

maka bakteri Escherichia coli tersebut ditumbuhkan sampai jam ke-7 (fase

logaritmik).

Dari hasil kurva yang terbentuk, dapat diketahui bahwa bakteri Pseudomonas aeruginosa mengalami fase logaritmik pada jam ke-0 sampai jam

ke-9 dan fase kematian dimulai pada jam ke-9. Pseudomonas aeruginosa tidak

mengalami fase adaptasi. Untuk melakukan uji bioaktivitas (bioassay), maka

bakteri Pseudomonas aeruginosa tersebut ditumbuhkan sampai jam ke-9 (fase

logaritmik).

B. subtilis ditumbuhkan sampai jam ke-15, S. aureus ditumbuhkan sampai

jam ke-11, E. coli ditumbuhkan sampai jam ke-7 dan P. aeruginosa ditumbuhkan

sampai jam ke-9 (fase logaritmik) karena pada jam tersebut, masing-masing bakteri patogen sedang aktif melakukan pembelahan sel dengan laju yang konstan, aktivitas metabolik konstan serta keadaan pertumbuhan seimbang. Kondisi


(1)

97

Uji Jarak Duncan

Perlakuan dan nilai tengahnya

TlU2-A-EtOAc TlU1-A-EtOAc TlU2-B-EtOAc TlU2-A-BuOH TlU1-A-BuOH TlU2-B-BuOH Perlakuan dan nilai

tengahnya

6,00 6,00 6,00 6,84 7,02 7,04

TlU2-A-EtOAc 6,00 0,00 0,00 0,84 1,02 1,04

TlU1-A-EtOAc 6,00 0,00 0,84 1,02 1,04

TlU2-B-EtOAc 6,00 0,84 1,02 1,04

TlU2-A-BuOH 6,84 0,18 0,20

TlU1-A-BuOH 7,02 0,02

TlU2-B-BuOH 7,04

Angka tercetak tebal adalah selisih dua nilai tengah perlakuan berurutan yang lebih besar dari Jarak Nyata Terkecil (JNT) pada taraf nyata (a) 0,05.

Jarak (d) = p - 1 1 2 3 4 5

JND (a = 0,05) 3,08 3,23 3,33 3,36 3,4

JNT (a = 0,05) 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01

JND = Jarak Nyata Duncan. JNT = Jarak Nyata Terkecil.

TlU2-A-EtOAc

TlU1-A-EtOAc

TlU2-B-BuOH

TlU2-A-BuOH

TlU1-A-BuOH

TlU2-B-BuOH

a a a

b

c

d

a a a b c d

Kesimpulan dari anova, uji nyata terkecil dan uji jarak Duncan adalah ada pengaruh perlakuan yang nyata dan sangat nyata atau ada perbedaan

perlakuan yang nyata dan sangat nyata.


(2)

98

Lampiran 19. Analisis Data Kapang Endofit terhadap

C. albicans

Anova Bioassay Kapang Endofit Perhitungan Analisis Ragam

Perlakuan (p) = 6

Ulangan Ulangan (n) = 3

Perlakuan

1 2 3 Total

FE00057-A-BuOH 6,55 6,55 6,54 19,64 FK = 1799,000139

FE00057-A-EtOAc 6,45 6,45 6,57 19,47 JK total = 463,3235611

FE00057-B-EtOAc 6,32 6,46 6,32 19,1 JK perlakuan = 454,1132278

TlU2-A-BuOH 6,38 6,38 6,38 19,14 JK galat perc = 9,210333333

TlU1-A-BuOH 17,97 15,35 17,98 51,3

TlU1-A-EtOAc 17,97 15,35 17,98 51,3 Derajat bebas (db) perlakuan = 5

Total 179,9500 Derajat bebas (db) galat percobaan = 12

Tabel Kuadrat

Kuadrat tengah (KT) perlakuan

= 90,8226456

Kuadrat tengah (KT) galat percobaan = 0,76752778

Kuadrat Ulangan

Perlakuan

1 2 3 Kuadrat Total Tabel Analisis Ragam

FE00057-A-BuOH 42,9025 42,9025 42,7716 385,7296 FE00057-A-EtOAc 41,6025 41,6025 43,1649 379,0809 FE00057-B-EtOAc 39,9424 41,7316 39,9424 364,81

Sumber

Keragaman db JK KT

TlU2-A-BuOH 40,7044 40,7044 40,7044 366,3396 Perlakuan 5 454,11323 90,8226456 TlU1-A-BuOH 322,9209 235,6225 323,2804 2631,69 Galat percobaan 12 9,2103333 0,76752778 TlU1-A-EtOAc 322,9209 235,6225 323,2804 2631,69 Total 17 463,32356

Total 6759,3401

F Tabel

F Hitung a = 0,05 a = 0,01


(3)

99

Uji Jarak Duncan

Perlakuan dan nilai tengahnya

FE00057-B-EtOAc

TlU2-A-BuOH

FE00057-A-EtOAc

FE00057-A-BuOH

TlU1-A-BuOH

TlU1-A-EtOAc Perlakuan dan nilai

tengahnya

6,37 6,38 6,49 6,55 17,10 17,10

FE00057-B-EtOAc 6,37 0,01 0,12 0,18 10,73 10,73

TlU2-A-BuOH 6,38 0,11 0,17 10,72 10,72

FE00057-A-EtOAc 6,49 0,06 10,61 10,61

FE00057-A-BuOH 6,55 10,55 10,55

TlU1-A-BuOH 17,10 0,00

TlU1-A-EtOAc 17,10

Angka tercetak tebal adalah selisih dua nilai tengah perlakuan berurutan yang lebih besar dari Jarak Nyata Terkecil (JNT) pada taraf nyata (a) 0,05.

Jarak (d) = p - 1 1 2 3 4 5

JND (a = 0,05) 3,08 3,23 3,33 3,36 3,4

JNT (a = 0,05) 1,56 1,63 1,68 1,70 1,72

JND = Jarak Nyata Duncan. JNT = Jarak Nyata Terkecil.

Kesimpulan dari anova, uji nyata terkecil dan uji jarak Duncan adalah ada pengaruh perlakuan yang nyata dan sangat nyata atau ada perbedaan

perlakuan yang nyata dan sangat nyata.

FE57-A-EtOAc FE57-A-BuOH TlU1-A-BuOH TlU1-B-BuOH TlU2-B-EtOAc TlU2-A-EtOAc

a a a a

b b

a a a a b b


(4)

100

Lampiran 20. Analisis Data Kapang Endofit terhadap

A. niger

Anova Bioassay Kapang Endofit Perhitungan Analisis Ragam Perlakuan (p) = 9

Ulangan Ulangan (n) = 3

Perlakuan

1 2 3 Total

FE00057-A-BuOH 11,54 11,85 14,51 37,9 FK = 2314,259 FE00057-B-BuOH 7,66 7,6 7,62 22,88 JK total = 86,83001 FE00060-B-BuOH 7,55 7,6 9,07 24,22 JK perlakuan = 73,08494 FE00057-A-EtOAc 11,44 9,5 11,32 32,26 JK galat perc = 13,74507

FE00057-B-EtOAc 7,67 7,66 7,83 23,16

FE00020-A-EtOAc 8,67 8,4 6,92 23,99 Derajat bebas (db) perlakuan = 8 FE00020-B-EtOAc 11,17 9,48 10,39 31,04 Derajat bebas (db) galat percobaan = 18

FE00060-A-EtOAc 7,95 8,33 8,41 24,69

FE00060-B-EtOAc 9,81 9,24 10,78 29,83 Kuadrat tengah (KT) perlakuan = 9,135618 Total 249,97 Kuadrat tengah (KT) galat percobaan = 0,763615

Tabel Kuadrat Tabel Analisis Ragam

Kuadrat Ulangan Perlakuan

1 2 3

Kuadrat Total

Sumber

Keragaman db JK KT

FE00057-A-BuOH 133,17 140,42 210,54 1436,41 Perlakuan 8 73,084941 9,135618 FE00057-B-BuOH 58,676 57,76 58,064 523,4944 Galat percobaan 18 13,745067 0,763615 FE00060-B-BuOH 57,003 57,76 82,265 586,6084 Total 26 86,830007

FE00057-A-EtOAc 130,87 90,25 128,14 1040,7076

FE00057-B-EtOAc 58,829 58,676 61,309 536,3856 F Tabel

FE00020-A-EtOAc 75,169 70,56 47,886 575,5201 F Hitung α = 0,05 α = 0,01 FE00020-B-EtOAc 124,77 89,87 107,95 963,4816 11,96365 2,51 3,71 FE00060-A-EtOAc 63,203 69,389 70,728 609,5961


(5)

Total 7162,0327 Uji Jarak Duncan

Perlakuan dan nilai tengahnya

FE57-B-BuOH

FE57-B-EtOAc

FE20-A-EtOAc

FE60-B-BuOH

FE60-A-EtOAc

FE60-B-EtOAc

FE20-B-EtOAc

FE57-A-EtOAc

FE57-A-BuOH Perlakuan dan nilai

tengahnya 7,63 7,72 8 8,07 8,23 9,94 10,35 10,75 12,63

FE57-B-BuOH 7,63 0,09 0,37 0,45 0,6 2,32 2,72 3,13 5,01

FE57-B-EtOAc 7,72 0,28 0,35 0,51 2,22 2,63 3,03 4,91

FE20-A-EtOAc 8 0,08 0,23 1,95 2,35 2,76 4,64

FE60-B-BuOH 8,07 0,16 1,87 2,27 2,68 4,56

FE60-A-EtOAc 8,23 1,71 2,12 2,52 4,4

FE60-B-EtOAc 9,94 0,4 0,81 2,69

FE20-B-EtOAc 10,35 0,41 2,29

FE57-A-EtOAc 10,75 1,88

FE57-A-BuOH 12,63

Angka tercetak tebal adalah selisih dua nilai tengah perlakuan berurutan yang lebih besar dari Jarak Nyata Terkecil (JNT) pada taraf nyata (α) 0,05.

Jarak (d) = p- 1 1 2 3 4 5 6 7 8

JND (a = 0,05) 2,97 3,12 3,21 3,27 3,32 3,35 3,37 3,39

JNT (a = 0,05) 1,5 1,57 1,62 1,65 1,67 1,69 1,7 1,71

JND = Jarak Nyata Duncan. JNT = Jarak Nyata Terkecil.

FE00057-B-BuOH FE00067-B-EtOAc FE00020-A-EtOAc FE00060-B-BuOH FE00060-A-EtOAc FE00060-B-EtOAc FE00020-B-EtOAc FE00057-A-EtOAc FE00057-A-BuOH

a a a a a

b b b

c

a a a a a b b b c

Kesimpulan dari anova, uji nyata terkecil dan uji jarak Duncan adalah ada pengaruh perlakuan yang nyata dan sangat nyata atau ada perbedaan

perlakuan yang nyata dan sangat nyata.


(6)

102