Serangga Hama Dan Musuh Alami Pada Pertanaman Padi Ladang Di Kabupaten Timor Tengah Utara

SERANGGA HAMA DAN MUSUH ALAMI PADA PERTANAMAN
PADI LADANG DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA

RICARD GAUDENS SUBAY

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Serangga Hama dan
Musuh Alami pada Pertanaman Padi Ladang di Kabupaten Timor Tengah Utara”
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Ricard Gaudens Subay
NIM A351130241

RINGKASAN
RICARD GAUDENS SUBAY. Serangga Hama dan Musuh Alami pada
Pertanaman Padi Ladang di Kabupaten Timor Tengah Utara. Dibimbing oleh
PUDJIANTO dan I WAYAN WINASA
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan
penting di Indonesia. Pola budidaya tanaman melalui perladangan berpindahpindah dengan cara tebas bakar berpengaruh terhadap keanekaragaman dan
kelimpahan serangga hama dan musuh alami. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami
pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi di Kabupaten Timor
Tengah Utara. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Mei
2015. Identifikasi serangga hama dan musuh alami yang ditemukan dilaksanakan
pada bulan Juni hingga Oktober 2015 di Laboratorium Biosistematika Serangga,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Metode yang digunakan adalah dengan pengamatan langsung dan tidak langsung
terhadap serangga hama dan musuh alami berdasarkan teknik budidaya yang

dilakukan petani. Sistem budidaya pertama adalah sistem budidaya pertanaman
padi ladang dengan cara pengolahan lahan secara intensif yang dilakukan oleh
petani padi ladang yang bermukim di dataran rendah. Sistem budidaya kedua adalah
sistem budidaya perladangan berpindah-pindah dengan cara tebas bakar yang
dilakukan oleh petani yang bermukim di dataran tinggi. Pada tiap sistem budidaya
terdapat 3 petak pengamatan berukuran 1 000 m2. Metode pengamatan dilakukan
dengan pengamatan langsung, pemasangan perangkap lubang jebakan (pitfall trap),
pengamatan dengan jaring (sweep net) dan pemasangan perangkap nampan kuning
(yellow pan trap) pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi.
Pengamatan mingguan selama satu musim tanam padi ladang dataran rendah
dan dataran tinggi di Kabupaten Timor Tengah Utara mendapatkan total serangga
hama dan musuh alami adalah 86 213 individu yang terdiri atas 16 ordo, 130 famili,
dan 327 morfospesies. Hama penting yang ditemukan yaitu Leptocorisa oratorius,
Lygaeus sp., Nezara viridula, Scirpophaga incertulas, Mycalesis sp., dan Valanga
sp. Predator yang ditemukan adalah Oxyopes javanus, Pardosa pseudoannulata,
Tetragnatha sp., Conocephalus longipennis, Sycanus annulicornis, dan Coccinella
transversalis. Parasitoid yang ditemukan adalah Charops sp., Ichneumon sp.,
Brachymeria sp., Telenomus sp., Microplitis manilae, dan Exorista sp. Pada
pertanaman padi ladang pada pengolahan lahan secara intensif peran serangga
sebagai predator lebih dominan, sedangkan di dataran tinggi peran serangga sebagai

herbivor lebih dominan.
Kata kunci: leptocorisa, oryza sativa, parasitoid, predator, tebas bakar

SUMMARY
RICARD GAUDENS SUBAY. Pest Insects and Natural Enemies in Upland Rice
Fields in North Central Timor. Supervised by PUDJIANTO and I WAYAN
WINASA
Rice (Oryza sativa L.) is one of the most important crops in Indonesia. Rice
is the staple food for more than 95 percent of Indonesian people, and becomes the
livelihood for most rural farmers. Plant cultivation pattern can affect the pest insects
and natural enemies. This research aimed to determine pest insects and natural
enemies of upland rice field in lowland and highland areas in North Central Timor
District. The research was conducted from January until May 2015. Identification
of collected pest insects and natural enemies was conducted from June until October
2015 in Insect Biosystematics Laboratory, Department of Plant Protection, Faculty
of Agriculture, Bogor Agricultural University. Insect pests and their natural
enemies were observed on upland rice fields with two different cultivation
techniques. The first cultivation technique was intensive tillage that is usuallly
practiced by lowland farmers, and the second cultivation technique was moving
cultivation by slash-burn system that is usually practiced by highland farmers. For

each cultivation technique, three plots of 1 000 m2 were observed weekly for one
planting season. Observations were done by direct observation on rice plant
samples, and undirect observation e.g. setting pitfall traps, yellow pan traps, and
using sweep net.
Weekly observations for one planting season of upland rice fields in lowland
and highland areas in North Central Timor collected 86 213 individuals of pest
insects and natural enemies that belong to 327 morphospecies, 130 families, and 16
orders. The important pest insects found in the fields were Leptocorisa oratorius,
Lygaeus sp., Nezara viridula, Scirpophaga incertulas, Mycalesis sp., and Valanga
sp. The important predators found were Oxyopes javanus, Pardosa pseudoannulata,
Tetragnatha sp., Conocephalus longipennis, Sycanus annulicornis, and Coccinella
transversalis. Parasitoids found were Charops sp., Ichneumon sp., Brachymeria sp.,
Telenomus sp., Microplitis manilae, and Exorista sp. The upland rice fields in
lowland areas, predators were more abundant than herbivores, while in highland
areas herbivores were more abundant.
Keyword: leptocorisa, oryza sativa, parasitoid, predator, slash and burn
technique

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

SERANGGA HAMA DAN MUSUH ALAMI PADA PERTANAMAN
PADI LADANG DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA

RICARD GAUDENS SUBAY

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si.

PRAKATA
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas Kasih dan anugerahNya
saya diberikan kesempatan untuk menjalani studi S2 di IPB, serta atas
penyertaanNya saya dapat menyelesaikan studi ini. Judul yang dipilih dalam
penelitian ini adalah Serangga Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Padi
Ladang di Kabupaten Timor Tengah Utara.
Pada kesempatan ini, saya menyampaikan terima kasih kepada orang-orang
yang telah sangat membantu selama penyelesaian tesis ini. Pertama, saya
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Komisi
Pembimbing Dr. Ir. Pudjianto, M.Si (Ketua) dan selaku Ketua Program Studi
Entomologi, dan Dr. Ir. I Wayan Winasa, MS (anggota); atas dedikasinya dalam
membimbing dan mendukung, memberikan saran dan masukan pada saat usulan
penelitian serta pengarahan, bimbingan, dan motivasi selama penelitian sampai
dengan selesainya penulisan tesis ini. Terima kasih dan penghargaan tinggi kepada
Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si selaku Dosen Penguji Luar Komisi yang telah

memberikan masukan substansial, komentar yang bermanfaat, saran dan koreksi
sehingga meningkatkan kualitas tesis ini. Terima kasih dan penghargaan yang
tinggi kepada Dekan Sekolah Pascasarjana dan seluruh staf pengajar yang telah
memberikan ilmu kepada saya selama menempuh pendidikan Pascasarjana di
Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih kepada Bupati Timor Tengah Utara, bapak Raymundus Sau
Fernandes, S.Pt yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa kepada saya
untuk menempuh Pendidikan Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. Ungkapan
rasa terima kasih yang tak terhingga kepada ayahanda Nikolas Subay, ibunda
Regina Nabu, istri tercinta Venidora Atok, SE dan anak-anak tersayang Benedictus
Very Subay, Diego Leonard Subay, Carolina Virginia Subay dan William Irenius
Subay, serta seluruh keluarga atas segala doa tulus ikhlas, kasih sayangnya,
perjuangannya dan pelajaran hidup yang sangat berharga serta memberikan
semangat dan motivasi kepada saya untuk menyelesaikan sekolah Pascasarjana.
Terima kasih kepada teman dan sahabatku Ichsan Luqmana Indra Putra, S.Si,
M.Si yang telah membantu saya dalam mengidentifikasi, membuat data base,
membantu dalam mengolah data dan diskusi yang sangat berharga. Terima kasih
kepada teman-teman seperjuangan Pascasarjana Entomologi 2013, Wildan
Muhlison, Ridwan IM, Rudi T. Hutasoit, Badrus Sholih, Agung Permadi, Ciptadi
AY, Deni Irawan, Herny DP, Susilawati, Dita Megasari, Evie Adriany, Joan AM,

Nia K, Herry MS dan teman-teman Pascasarjana Entomologi 2013 lain yang telah
banyak membantu dan atas kebersamaannya.
Terima kasih kepada para sahabat dan semua pihak yang telah membantu
penyelesaian tulisan ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat .
Bogor, Agustus 2016
Ricard Gaudens Subay

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Arti Penting Tanaman Padi
Syarat Tumbuh Padi Ladang
Hama pada Pertanaman Padi Ladang
Musuh Alami pada Pertanaman Padi Ladang
Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Hama dan Musuh Alami
Budidaya Padi Ladang di Kabupaten Timor Tengah Utara

4

4
5
5
6
7
9

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan
Metode Pengambilan sampel
Identifikasi Serangga Hama dan Musuh Alami
Analisis Data

11
11
11
11
14
14


HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi umum Lokasi Pengamatan Pertanaman Padi Ladang
Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Hama dan Musuh Alami
Peran Serangga pada Pertanaman Padi Ladang
Perkembangan Populasi Serangga Hama pada Pertanaman Padi Ladang
Perkembangan Populasi Musuh Alami pada Pertanaman Padi Ladang
Pembahasan Umum

16
16
17
21
29
36
46

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

48
48
48

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

49
53
65

DAFTAR TABEL

1.
2.
3.

Rumus indeks Shannon-Wienner dan Simpson’s
Keanekaragaman serangga pada pertanaman padi ladang dataran
rendah dan dataran tinggi
Keanekaragaman dan kemerataan serangga pada pertanaman padi
ladang dataran rendah dan dataran tinggi berdasarkan indeks
Shannon-Wienner dan indeks Simpson

14
19

20

DAFTAR GAMBAR

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Denah pengambilan sampel serangga pada petak pengamatan
pertanaman padi ladang
Lokasi pengamatan pertanaman padi ladang
Jumlah morfospesies serangga berdasarkan fungsi ekologis pada
pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi
Kelimpahan individu serangga yang ditemukan pada pertanaman
padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi
Kekayaan morfospesies setiap ordo serangga yang ditemukan pada
pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi
Komposisi peran serangga pada pertanaman padi ladang
Kelimpahan individu herbivor pada pertanaman padi ladang dataran
rendah dan dataran tinggi
Kelimpahan individu predator pada pertanaman padi ladang dataran
rendah dan dataran tinggi
Kelimpahan individu parasitoid pada pertanaman padi ladang
dataran rendah dan dataran tinggi
Kelimpahan individu detritivor pada pertanaman padi ladang
dataran rendah dan dataran tinggi
Kelimpahan individu polinator pada pertanaman padi ladang dataran
rendah dan dataran tinggi
Kelimpahan individu serangga fungsi lain pada pertanaman padi
ladang dataran rendah dan dataran tinggi
Hama utama yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran
rendah dan dataran tinggi
Perkembangan populasi serangga hama pengisap pada pertanaman
padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi
Perkembangan populasi serangga hama penggerek batang dan
pemakan daun pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan
dataran tinggi

12
16
17
17
18
21
23
24
26
27
27
28
29
31

35

16.
17.
18.
19.
20.

Predator yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran
rendah dan dataran tinggi
Perkembangan populasi Laba-laba pada pertanaman padi ladang
dataran rendah dan dataran tinggi
Perkembangan populasi predator pada pertanaman padi ladang
dataran rendah dan dataran tinggi
Parasitoid yang ditemukan pada pertanaman padi ladang dataran
rendah dan dataran tinggi
Perkembangan populasi parasitoid yang ditemukan pada
pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi

37
39
41
42
44

DAFTAR LAMPIRAN

1.
2.
3.

4.

Kelimpahan individu serangga yang ditemukan pada pertanaman
padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi
Analisis SHED Keanekaragaman dan kelimpahan serangga pada
pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi
Analisis SHED Keanekaragaman dan kelimpahan serangga per
petak pengamatan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan
dataran tinggi
Peranan serangga yang ditemukan pada pertanaman padi ladang
dataran rendah dan dataran tinggi berdasarkan Ordo dan Famili

54
62

62
63

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan
penting di Indonesia. Dalam era ancaman pangan dunia, kemampuan suatu bangsa
untuk meningkatkan ketersediaan pangan yang tinggi secara cepat menjadi bentuk
baru kekuatan geopolitik. Ketergantungan populasi dunia terhadap pangan seolah
menggambarkan full planet-empty plate (Brown 2012; Buchori 2014) karena
ketersediaan pangan harus dipenuhi ditengah kerentanan lingkungan hidup, yang
kualitasnya terus terdegradasi, penurunan debit air, serta pemanasan global.
Pengembangan sektor tanaman pangan merupakan salah satu kunci dalam
memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa yang akan datang. Padi
berperan sebagai makanan pokok lebih dari 95% penduduk Indonesia dan menjadi
sumber mata pencaharian sebagian besar petani di pedesaan. Seiring dengan
semakin meningkatnya jumlah penduduk, telah muncul kerisauan akan terjadinya
keadaan rawan pangan di masa yang akan datang. Selain itu, dengan
meningkatnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat terjadi pula
peningkatan kualitas dan keanekaragaman pangan yang diperlukan masyarakat.
Akibatnya, Indonesia membutuhkan tambahan ketersediaan berbagai jenis pangan
guna mengimbangi pertambahan penduduk yang masih cukup tinggi (Kementan
2013).
Dalam rangka menunjang swasembada pangan, khususnya beras,
diperlukan usaha untuk meningkatkan produksi beras yang berkesinambungan.
Berbagai upaya telah dilakukan antara lain melalui peningkatan pendampingan
penerapan paket teknologi, pengamatan dan pengendalian serangga organisme
pengganggu tanaman (OPT), penyediaan sarana produksi, gerakan olah tanah dan
tanam padi, penanganan panen dan pasca panen, dan pemasaran hasil melalui
gerakan seluruh stakeholders mulai dari tingkat pusat hingga desa (Trisnaningsih
et al. 2014; Kementan 2013). Upaya lain yang dilakukan untuk peningkatan
produksi padi adalah melalui pengembangan varietas unggul baru dan
penambahan areal panen melalui peningkatan intensitas penanaman (Daradjat et
al. 2001).
Indonesia pertama kali mencapai swasembada beras pada tahun 1984 dan
pencapaian tersebut terancam dengan merebaknya serangan hama wereng batang
coklat pada tahun 1985-1986. Dalam tiga tahun (2007-2009) Indonesia mencapai
swasembada beras tetapi serangan hama mengakibatkan ribuan hektar lahan
pertanaman padi mengalami puso. Penyebab utama merebaknya serangan hama
adalah aplikasi pestisida secara terjadwal tanpa memperhatikan keanekaragaman
serangga hama dan musuh alami pada ekosistem pertanian. Akibat kurangnya
pengetahuan tentang keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh
alami, pola sebaran, populasi dan aspek biologi dasar lainnya. Pemantauan
keanekaragaman serangga hama dan musuh alami sangat perlu dilengkapi dengan
informasi jumlah individu (kelimpahan) dan fungsi atau perannya pada suatu
habitat dan ekosistem (Oliver & Beatti 1996). Kelimpahan serangga hama dan
musuh alami sangat ditentukan oleh aktivitas reproduksinya yang didukung oleh
lingkungan yang cocok dan tercukupinya kebutuhan sumber makanannya.

2
Keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami di alam
ditentukan oleh bentang alam (landscape), kondisi praktek pertanian dan pola
pertanaman suatu wilayah. Sistem pertanian monokultur memengaruhi
keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami karena
perluasan areal pertanaman monokultur akan menggeser habitat alami dan
menurunkan kualitas habitat, hilangnya spesies, dan terjadinya erosi sumber daya
genetik (Altieri & Nicholls 2004).
Pengembangan tanaman padi ladang merupakan usaha komplementer
dalam meningkatkan produksi beras nasional guna meningkatkan ketahanan
pangan. Luas panen padi ladang di Indonesia sekitar 1.1-1.2 juta ha atau sekitar
10% dari luas panen padi nasional dengan produksi 2.88 juta ton atau sekitar 5%
dari tingkat produksi padi nasional. Produktivitas padi ladang nasional baru
mencapai 2.56 ton/ha padahal potensi hasil padi ladang dapat mencapai di atas 6
ton/ha (Norsalis 2010). Toha (2007) menyatakan bahwa secara umum budidaya
padi ladang dilakukan petani pada (a) lahan terbuka (ladang/tradisional) dan
sekitar bantaran sungai, (b) kawasan perbukitan daerah aliran sungai (DAS), dan
(c) sebagai tanaman tumpang sari dengan tanaman perkebunan dan hutan tanaman
industri (HTI) muda. Pengembangan budidaya padi ladang mempunyai potensi
dan kendala yang berbeda. Pada daerah datar hanya ada sekitar 40% yang potensi
hasilnya tinggi, sisanya termasuk daerah kurang subur. Pada kawasan perbukitan
perlu didahului dengan tindakan konservasi tanah yang memadai dan perlu
ditumpangsarikan dengan komoditas lain dan mengarah kepada pola usahatani
berbasis tanaman pangan yang berwawasan konservasi tanah. Dan sebagai
tanaman tumpang sari dengan tanaman perkebunan akan dibatasi oleh naungan.
Kabupaten Timor Tengah Utara adalah satu kabupaten di Provinsi Nusa
Tenggara Timur yang memiliki topografi ketinggian 0 sampai lebih dari 1000
meter dpl, suhu udara 22 oC-34 oC, kelembaban udara 69-87% dan penyinaran
matahari 50-98%. Berdasarkan kondisi ini, Kabupaten Timor Tengah Utara
merupakan daerah yang cocok untuk pengembangan budidaya tanaman padi
ladang. Namun dalam teknik budidaya pertanian terdapat perbedaan yaitu: (a)
petani yang bermukim di dataran rendah melakukan pengolahan lahan secara
intensif, dan (b) petani yang bermukim di dataran tinggi melakukan pengolahan
lahan melalui perladangan berpindah-pindah dengan cara tebas bakar. Petani padi
ladang mempunyai banyak keterbatasan seperti teknik budidaya secara
tradisional, penggunaan varietas lokal dan belum ada pengendalian organisme
pengganggu tanaman (OPT) sehingga seringkali terjadi ledakan populasi
(outbreak) hama yang dapat merusak puluhan hektar pertanaman padi ladang.
Kondisi ini mengakibatkan produksi padi ladang dalam empat tahun terakhir di
Kabupaten Timor Tengah Utara cenderung rendah, baik kualitas maupun
kuantitas. Penyebab utama rendahnya produksi padi ladang adalah adanya
pengelolaan serangan serangga hama yang kurang tepat akibat kurangnya
pengetahuan dan informasi tentang keanekaragaman dan kelimpahan serangga
hama dan musuh alami pada pertanaman padi ladang. Informasi tentang
keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami di Kabupaten
Timor Tengah Utara belum tersedia. Penelitian keanekaragaman dan kelimpahan
serangga hama dan musuh alami ini dilakukan pada dua ekosistem budidaya
pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi dengan maksud untuk
mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami

3
yang terdapat pada kedua ekosistem pertanaman padi ladang tersebut di
Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan
serangga hama dan musuh alami pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan
dataran tinggi di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang (1)
keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami pada
pertanaman padi ladang dataran rendah dan dataran tinggi, dan (2) berguna bagi
penyusunan berbagai kebijakan pengelolaan dan perlindungan terhadap ekosistem
pertanian di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Arti Penting Tanaman Padi
Padi (Oryza sativa L.) termasuk bahan pangan yang dibutuhkan oleh lebih
dari separuh penduduk dunia dan merupakan salah satu bahan pangan stabil yang
paling penting di dunia dan ditanam di daerah yang beriklim sedang dan tropis.
Padi merupakan bahan pangan utama bagi masyarakat Indonesia. Meskipun dapat
digantikan oleh bahan pangan lainnya, padi memiliki nilai tersendiri bagi orang
yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah digantikan dengan bahan
makanan lain. Beras mengandung berbagai zat makanan yang diperlukan tubuh
manusia antara lain: kabohidrat, protein, lemak, serat kasar dan vitamin. Selain
itu, beras mengandung beberapa unsur mineral yaitu kalsium, magnesium, sodium
dan fosfor (AAK 2003).
Tanaman padi merupakan tanaman semusim yang termasuk golongan
rumput-rumputan (Gramineae). Taksonomi tanaman padi diklasifikasikan dalam
Kingdom Plantae (tumbuhan), subkingdom Tracheobionta, divisi Spermatophyta
(menghasilkan biji) dengan subdivisi Angiospermae, digolongkan dalam kelas
Monocotyledoneae, ordo Poales, famili Gramineae (Poaceae), genus Oryza dan
nama spesies Oryza sativa (Utomo & Naza 2003). Keseluruhan organ tanaman
padi terdiri dari dua kelompok yaitu organ vegetatif dan organ generatif. Bagianbagian vegetatif meliputi akar, batang dan daun sedangkan organ generatif terdiri
dari malai, gabah dan bunga. Sejak berkecambah sampai panen tanaman padi
memerlukan waktu 3-4 bulan, yang keseluruhannya terdiri dari dua fase
pertumbuhan yaitu vegetatif dan generatif (Ismunadji & Manurung 1988).
Budidaya tanaman padi di Indonesia secara garis besar dikelompokkan
menjadi dua yaitu padi sawah dan padi gogo (padi huma, padi ladang). Pada
sistem padi sawah, tanaman padi sebagian besar dari lama hidupnya dalam
keadaan tergenang air. Sebaliknya pada sistem padi gogo/padi ladang, tanaman
padi ditumbuhkan tidak dalam kondisi tergenang air. Kombinasi kedua sistem ini
dikenal sebagai gogo rancah, yaitu padi ditanam disaat awal musim hujan pada
petakan sawah, kemudian secara perlahan digenangi dengan air hujan seiring
dengan makin bertambahnya curah hujan (Purwono & Purnamawati 2007).
Pertumbuhan tanaman padi dibagi ke dalam tiga fase yaitu: (1) vegetatif
(mulai awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2)
reproduktif (primordial sampai pembungaan); dan (3) pembungaan (pembungaan
sampai gabah matang) (Ismunadji & Manurung 1988). Fase vegetatif tanaman
padi merupakan fase perkembangan organ-organ vegetatif seperti pertambahan
jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah bobot dan luas daun. Lama fase ini
beragam yang menyebabkan adanya perbedaan umur tanaman. Fase reproduksi
ditandai dengan; (1) memanjangnya beberapa ruas teratas batang tanaman; (2)
berkurangnya jumlah anakan (matinya anakan tidak produktif); (3) munculnya
daun bendera; (4) bunting; dan (5) pembungaan (Makarim & Suhartatik 2008).

5
Syarat Tumbuh Padi Ladang
Pada dasarnya dalam budidaya tanaman, pertumbuhan dan perkembangan
tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor genetis dan faktor lingkungan. Faktor
lingkungan yang paling utama adalah tanah dan iklim serta interaksi kedua faktor
tersebut. Tanaman padi ladang dapat tumbuh pada berbagai ekologi pertanian dan
jenis tanah. Persyaratan utama untuk tanaman padi ladang adalah kondisi tanah
dan iklim yang sesuai. Faktor iklim terutama curah hujan merupakan faktor yang
sangat menentukan keberhasilan budidaya padi ladang. Hal ini disebabkan
kebutuhan air untuk padi ladang hanya mengandalkan curah hujan (Norsalis 2010).
Kelestarian (sustainability) budidaya padi ladang sangat bergantung pada tiga
faktor yaitu udara, air dan zat hara (Hong 2008).
Tanaman padi ladang dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran
tinggi. Di dataran rendah, tanaman padi ladang memerlukan ketinggian 0-650
meter dpl dengan temperature 22-27 oC sedangkan di dataran tinggi 650-1500
meter dpl dengan temperature 19-23 oC. Tanaman padi ladang tumbuh di daerah
tropis/subtropis pada 450 LU sampai 450 LS dengan cuaca panas dan kelembaban
tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200
mm/bulan selama 3 bulan berturut-turut atau 1500-2000 mm/tahun. Padi ladang
ditanam pada musim hujan. Tanaman padi ladang memerlukan penyinaran
matahari penuh tanpa naungan (Norsalis 2010).
Tanaman padi ladang dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dan yang lebih
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil adalah sifat fisik, kimia dan biologi
tanah atau kesuburan tanah. Untuk pertumbuhan tanaman padi ladang yang baik
diperlukan keseimbangan perbandingan penyusun tanah yaitu 45% bagian
mineral, 5% bahan organik, 25% bagian air dan 25% bagian udara pada lapisan
tanah setebal 30 cm. Struktur tanah yang cocok untuk tanaman padi ladang adalah
struktur tanah yang remah. Tanah yang cocok bervariasi mulai dari yang berliat,
berdebu halus, berlempung halus sampai tanah kasar dan air yang tersedia
diperlukan cukup banyak (Norsalis 2010). Keasaman pH tanah bervariasi dari 5,58,0. Pada pH tanah yang lebih rendah pada umumnya dijumpai gangguan
kekahatan unsur P, keracunan Fe dan Al, sedangkan bila pH lebih besar dari 8,0
dapat mengalami kekahatan Zn.

Hama pada Pertanaman Padi Ladang
Tanaman padi ladang secara alami dapat terinfestasi oleh serangga hama
selama pertumbuhan hingga pasca panen. Jenis hama yang biasa menyerang
tanaman padi ladang relatif banyak, baik yang berpotensi merusak tanaman padi
ladang dalam kategori berat maupun ringan. Hama-hama tersebut dapat
menyerang padi ladang baik pada fase vegetatif maupun fase generatif. Mulai dari
fase tanaman muda hingga panen. Pengalaman Indonesia menunjukkan, bahwa
sejak dilancarkannya program intensifikasi secara besar-besaran, masalah hama
dan kehilangan hasil yang disebabkan kompleks hama makin meningkat.
Berbagai spesies hama yang sebelum program intensifikasi kurang penting,
berubah status menjadi hama yang sangat penting dalam areal intensifikasi padi,

6
seperti hama wereng coklat (Nilaparvata lugens), wereng punggung putih
(Sogatella furcifera) dan wereng hijau (Nepotettix virescens) (Oka 2005).
Secara umum diketahui bahwa serangga yang berasosiasi dengan tanaman
padi di Indonesia tercatat 40 spesies hama dan 70 spesies penyakit, sekitar 20
spesies dapat digolongkan organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman
padi yang mempunyai arti ekonomi penting (Oka 2005). Hama-hama yang
menyerang tanaman padi diantaranya adalah Wereng Batang Coklat Nilaparvata
lugens (Hemiptera: Delphacidae), dan Wereng Punggung Putih Sogatella
furcifera (Hemiptera: Delphacidae), Walang Sangit Leptocoriza oratorius
(Hemiptera: Alydidae), Penggerek Batang Padi Putih Tryporyza innotata
(Lepidoptera: Pyralidae), Penggerak Batang Padi Kuning Tryporiza incertulas
(Lepidoptera: Pyralidae), Penggerek Batang Padi Bergaris (Chilo supressalis) dan
Penggerek Batang Padi merah jambu (Sesamia inferens (Kalshoven 1981), Ganjur
(Orseolia oryzae), Hama Putih Palsu (Cnaphalocrosis medinalis), Hama Putih
(Nympula depunctalis), kepik batu (Podops sp), Kepik hijau (Nezara viridula),
Kepinding tanah (Scotinophara sp.), ulat grayak (Pseudoletia unipunctia,
Spodoptera mauritia), Lalat bibit (Atherigona) (Oka 2005), tikus (Rattus
argentiventer, Rattus tiomaticus, Rattus exulans), burung (Kementan 2013).

Musuh Alami pada Pertanaman Padi Ladang
Musuh alami hama tanaman padi ladang antara lain adalah predator,
parasitoid, cendawan, protozoa, bakteri dan virus yang digunakan untuk
mengontrol populasi serangga hama. Tajuk tanaman padi dihuni oleh komunitas
predator dan parasitoid yang secara bersama berpotensi menekan populasi hama
yang menjadi mangsa inangnya. Spesies serangga predator yang telah diketahui
sebagai agens pengendali hayati (Oka 2005) adalah ordo Coleoptera terdiri dari
famili Coccinellidae dan Carabidae (paling penting), Silphidae, Staphylinidae,
Histeriidae, Lampyriidae, Claridae, Cantharidae, Meloidae, Cicindellidae,
Dytiscidae dan Gyrinidae. Ordo Neuroptera kebanyakan spesiesnya adalah
predator dan yang terpenting adalah Famili Chrysopidae dan Hemerobiidae. Ordo
Hymenoptera adalah yang termasuk Famili Formicidae dan Vespidae. Ordo
Diptera berasal dari famili Syrphidae, Asilidae, Cecidomyiidae, Bombiliidae,
Anthomyiidae, Calliphoridae dan Sarcophagidae). Ordo Hemiptera kebanyakan
pemakan tanaman, tetapi sejumlah spesies dari berbagai famili malah sebagai
predator yaitu Miridae ( Cyrtorrhinus lividipennis).
Shepard et al. (1987) merinci lebih lanjut predator yang berasosiasi pada
pertanaman padi adalah sebagai berikut: Kumbang kubah atau kumbang
Coccinellid, Micraspis crocea (Mulsant), Harmonia octomaculata (Fabricius) dan
Menochilus sexmaculatus (Fabricius) (Coleoptera: Coccinellidae); Kumbang
tanah, Ophionea nigrofasciata (Schmidt-Goebel) (Coleoptera: Carabidae);
Jengkrik, Metioche vittaticollis (Stal) dan Anaxipha longipennis (Serville)
(Coleoptera: Gryllidae); Belalang, (Conocephalus longipennis (de Haan)
(Orthoptera: Tettigoniidae); Kepinding tanaman, Polytoxus fuscovittatus (Stal)
(Hemiptera: Reduviidae); Capung Jarum, Agriocnemis femina femina (Brauer)
(Odonata: Coenagrionidae); Cocopet Euborellia stali (Dohrn) (Dermaptera:
Carcinophoridae); Semut, Solenopsis geminate (Fabricius) (Hymenoptera:

7
Formicidae); Laba-laba pemburu, Lycosa pseudoannulata (Boesenberg)
(Araneae: Lycosidae); Laba-laba bermata tajam, Oxyopes javanus (Thorell)
(Araneae: Oxyopidae); Laba-laba loncat, Phidippus sp (Araneae: Salticidae);
Laba-laba kerdil, Callitrichia formosana (Oi) (Araneae: Linyphiidae); Laba-lala
bulat, Araneus inustus (L.Koch) (Araneae: Araneidae), Laba-laba rahang panjang,
Tetragnatha maxillosa (Thorell) (Araneae: Tetragnathidae).
Serangga parasitoid umumnya mempunyai inang yang lebih khas apabila
dibandingkan dengan predator. Parasitoid mempunyai peranan penting dalam
mengendalikan populasi hama agar tetap terjaga pada kondisi yang secara
ekonomi tidak merugikan (Shepard et al. 1987). Beberapa parasitoid yang
berasosiasi pada pertanaman padi adalah parasitoid telur penggerek batangtabuhan, Tetrastichus schoenobii (Ferriere) (Hymenoptera: Eulophidae); Parasit
telur penggerek batang-tabuhan, Telenomus rowani (Gahan) (Hymenoptera:
Scelionidae); Parasit telur kepik hitam-tabuhan, Telenomus cyrus (Nixon)
(Hymenoptera: Scelionidae); Parasit larva-tabuhan, Charops brachypterum
(Gupta dan Maheswary) (Hymenoptera: Ichneumonidae); Parasit larva penggerek
batang-tabuhan, Stenobracon nicevillei (Bingham) (Hymenoptera: Braconidae);
Parasit larva penggulung daun-tabuhan, Apanteles angustibasis (Gahan)
(Hymenoptera: Braconidae); Parasit larva lalat-tabuhan, Opius sp (Hymenoptera:
Braconidae); Parasit larva ulat pemotong-tabuhan, Microplitis manilae (Asmead)
(Hymenoptera: Braconidae); Parasit larva/kepompong-tabuhan, Brachymeria sp
(Walker) (Hymenoptera: Chalcididae), Parasit larva penggulung daun-tabuhan,
Elasmus sp (Hymenoptera: Elasmidae); Parasit wereng daun-lalat kepala besar,
Pipunculus mutillatus (Loew) (Diptera: Pipunculidae); Parasit larva Hesperiidlalat, Argyrophylax nigrotibialis (Baranov) (Diptera; Tachinidae).

Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Hama dan Musuh Alami
Keanekaragaman dan kelimpahan serangga hama dan musuh alami di alam
ditentukan oleh banyak faktor. Faktor yang dapat menentukan keanekaragaman
tersebut selain ditentukan oleh bentang alam (landscape) suatu wilayah,
ditentukan pula oleh kondisi musim praktek pertanian dan pola pertanaman suatu
wilayah. Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang
tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies. Sebaliknya suatu komunitas
dikatakan memiliki keanekaragaman yang rendah jika komunitas itu disusun oleh
sedikit spesies dan jika hanya sedikit spesies yang dominan. Jumlah spesies pada
suatu habitat dipengaruhi oleh beraneka faktor lingkungan yang saling
memengaruhi. Secara umum jumlah spesies akan dipengaruhi oleh faktor
temporal dan spasial (Begon et al. 2006).
Faktor temporal berkaitan dengan sejarah geologi, suksesi, musim dan
variasi iklim sedangkan faktor spasial berupa kondisi habitat, penyebaran
tumbuhan dan kondisi geografis. Faktor spasial merupakan tingkat produktivitas
suatu wilayah berkaitan dengan jumlah sumberdaya yang tersedia. Semakin
produktif suatu area maka jumlah spesiesnya yang hidup pada lokasi tersebut
semakin meningkat. Namun demikian peningkatan produktivitasnya juga
memungkinkan terjadinya penambahan individu setiap spesies dibandingkan
penambahan spesies. Keheterogenan habitat memberikan kemungkinan bagi

8
organisme dari berbagai tingkatan untuk dapat hidup berdampingan (Begon et al.
2006). Habitat yang heterogen akan lebih banyak menyediakan variasi habitat
mikro dan iklim mikro dibandingkan dengan habitat yang lebih sederhana.
Kelimpahan populasi serangga hama dan musuh alami pada suatu habitat
ditentukan oleh adanya keanekaragaman dan kelimpahan sumber bahan makanan
maupun sumber daya lain yang tersedia pada habitat tersebut. Serangga hama dan
musuh alami menanggapi sumber daya tersebut dengan cara yang
kompleks. Keadaan bahan makanan yang berfluktuasi secara musiman akan
menjadi faktor pembatas bagi keberadaan populasi serangga hama dan musuh
alami di suatu tempat oleh adanya kompetisi antar individu. Jumlah dan jenis
serangga hama dan musuh alami akan semakin meningkat pada komunitas yang
memiliki kuantitas dan kualitas bahan makanan yang sesuai dengan kebutuhan
serangga hama dan musuh alami. Antara vegetasi dan serangga terjadi hubungan
yang dapat menstabilkan ekosistem pertanaman. Bila salah satu komponen
terganggu maka akan memengaruhi keberadaan komponen lainnya. Stefanescu et
al. (2004) menyatakan bahwa pertanian modern dengan sistem monokultur
menyebabkan penurunan komunitas serangga. Pertanian modern dengan sistem
monokultur menerapkan sistem manajemen yang intensif, dimana sistem
manajemen intensif berpengaruh negatif terhadap keanekaragaman spesies
tertentu, yang ditandai dengan keanekaragaman yang rendah dan adanya spesies
tertentu yang dominan. Menurut Altieri dan Nicholls (2004), sistem pertanian
monokultur dapat memengaruhi keanekaragaman serangga karena perluasan
areal pertanaman monokultur yang akan menggeser habitat alami. Dan
penggeseran habitat alami ke habitat buatan akan menurunkan kualitas habitat,
hilangnya spesies, dan terjadinya erosi sumberdaya genetik. Selain itu faktor
perlakuan pestisida dan herbisida dalam pengelolaan hama dapat menurunkan
keanekaragaman serangga. Pestisida dapat mematikan organisme sasaran dan
bukan sasaran, sehingga kelimpahan organisme bukan sasaran akan berkurang.
Tanaman memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap evolusi dan ekologi
perilaku interaksi inang-musuh alami (Price et al. 1980; Godfray 1994). Peranan
musuh alami seperti parasitoid dan predator dalam interaksi trofik antara tanaman
inang dan serangga herbivor telah mendapat perhatian serius dari para ahli setelah
tahun 1980-an (Money et al. 2012). Pengaruh tanaman terhadap interaksi antara
musuh alami dan inangnya telah banyak dibahas oleh Price et al. (1980). Dalam
kenyataannya, semua komunitas yang hidup di wilayah daratan paling tidak
tersusun oleh tingkatan trofik yang berbeda: tanaman, herbivor dan musuh alami
dari herbivor. Interaksi yang terjadi antara tumbuhan dan serangga merupakan hal
yang kompleks. Perbedaan yang terjadi di satu sisi akan berdampak pada sisi lain.
Faktor lingkungan juga memengaruhi interaksi antara tumbuhan dan serangga.
Struktur naungan sangat memengaruhi tanaman, herbivor, dan musuh alami, akan
tetapi kebanyakan pengaruh struktur naungan pada biomassa tanaman
berhubungan tidak langsung dengan perubahan kelimpahan herbivora dan musuh
alami.
Tanaman menyediakan makanan (nektar, pollen) dan tempat berlindung
untuk musuh alami, dengan cara demikian tanaman mendapatkan pelindung yang
permanen. Tanaman melepas senyawa volatil yang diinduksi oleh pelukaan dan
herbivor yang dapat menarik predator atau parasitoid, ini merupakan sifat
pertahanan tidak langsung dari tanaman. Pelepasan senyawa volatil organik dapat

9
juga berfungsi sebagai pertahanan langsung dengan menolak oviposisi herbivor
dan mungkin sebagai perantara interaksi antara tanaman dengan tanaman (Kessler
& Baldwin 2002). Kerentanan serangga herbivor untuk diserang oleh predator dan
parasitoid sering dimediasi oleh interaksi dengan tanaman inang dimana herbivor
makan. Herbivor spesialis mengatasi pertahanan tanaman dengan mengambil
toxin kimia yang dihasilkan oleh tanaman di dalam tubuhnya sebagai pertahanan
melawan musuh alaminya (Moraes & Mescher 2004).
Begon et al. (2006) menyatakan bahwa secara umum, keanekaragaman
spesies seringkali digunakan untuk mengetahui kestabilan suatu komunitas.
Spesies yang beragam dalam suatu komunitas akan membentuk suatu hubungan
yang kompleks satu sama lain. Hubungan yang kompleks akan membentuk suatu
komunitas yang lebih tahan terhadap gangguan dibandingkan komunitas dengan
hubungan yang sederhana. Oleh karena itu semakin tinggi keanekaragaman
spesies akan meningkatkan kestabilan suatu komunitas.

Budidaya Padi Ladang di Kabupaten Timor Tengah Utara
Pengembangan budidaya padi ladang yang dilakukan petani di Kabupaten
Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur dibedakan menjadi 2
kelompok yaitu: (1) cara budidaya padi ladang oleh petani yang bermukim di
dataran rendah, dan (2) cara budidaya padi ladang oleh petani yang bermukim di
dataran tinggi.
Pengolahan lahan yang dilakukan oleh petani yang bermukim di dataran
rendah relatif lebih intensif seperti pengolahan tanah, pemupukan dan pergiliran
tanaman secara menetap dengan cara dibajak atau dibalik menggunakan linggis
atau traktor lahan kering. Tujuan dilakukan pengolahan tanah pada budidaya
tanaman padi ladang adalah memperbiki aerasi atau sirkulasi udara tanah,
merangsang berkembangnya benih dan sekaligus mengendalikan gulma yang
masih hidup dan memperoleh tanah yang cukup gembur dan membuat permukaan
tanah rata. Apabila permukaan tanah masih keras dan padat dapat dilakukan olah
tanah dua kali. Jika memungkinkan pada saat pengolahan ini dilakukan aplikasi
pupuk organik untuk menambah kesuburan tanah dan dapat mengikat air.
Selanjutnya lahan siap ditanam sambil menunggu saat turunnya hujan untuk
dilakukan penanaman. Petani yang bermukim di dataran tinggi mempersiapkan
lahan pertanian secara tradisional melalui perladangan berpindah-pindah dengan
cara tebas bakar. Pada permulaan musim kemarau petani mencari lahan yang
cocok untuk dijadikan lahan yaitu tanah yang belum pernah diolah atau sudah
lama diolah dan ditinggalkan dalam periode 5-7 tahun. Lahan yang baru dibuka
banyak mengandung humus sehingga dapat dikatakan subur untuk media
pertumbuhan tanaman padi ladang (AAK 2003).
Beberapa tahapan dalam pembukaan lahan yaitu: (a) Penebangan pohon,
pada tahap ini dilakukan penebangan pada musim kemarau sekitar bulan JuliSeptember. Penebangan pohon ini biasanya dilakukan secara individu atau gotong
royong. Ranting kayu dan semak belukar dibiarkan kering. (b) Membakar kebun
baru, pada bulan September-Oktober ketika ranting-ranting kayu dan semak
belukar sudah kering maka calon kebun segera dibakar. Pembakaran ini bertujuan
menyiapkan lahan untuk tanaman yang dibudidayakan. (c) Pembuatan pagar,

10
setelah calon kebun baru telah siap maka dilakukan pembuatan pagar keliling agar
tanaman padi ladang terhindar dari gangguan ternak. (d) Penanaman, pada
umumnya setelah selesai pembuatan pagar, bila turun hujan segera dilakukan
penanaman. Cara tanam padi ladang ditugal dengan kedalaman 3-5 cm. Benih tiap
lubang 3-4 butir dengan jarak tanam 30 x 30 cm. Benih padi ladang yang
dibutuhkan 35-40 kg/ha. Tanaman padi ladang biasanya ditanam secara tumpang
sari dengan tanaman jagung, kacang-kacangan dan umbi-umbian. (e)
Pemeliharaan dilakukan penjagaan terhadap gangguan burung dengan cara
menghalau burung pada waktu malai padi ladang menjelang matang atau
menguning. (f) Panen. Umur panen padi ladang bervariasi tergantung varietas dan
lingkungan tumbuh. Panen dilakukan pada fase masak dengan kenampakan 90%
gabah sudah menguning sekitar 110-125 hari setelah tanam (HST). Setelah panen,
petani meninggalkan lahan ini dan akan membuka kembali pada 5-7 tahun yang
akan datang (Foni 2004).
Pertanian melalui perladangan berpindah-pindah dengan cara tebas bakar,
sudah tidak sesuai lagi. Hal ini dapat dikaitkan dengan pertumbuhan penduduk
yang semakin cepat dan lahan pertanian semakin berkurang. Sistem perladangan
berpindah-pindah ini mengakibatkan air hujan menembus langsung ke tanah dan
menimbulkan erosi. Lahan akan menjadi kurus karena humus tanah akan terbawa
arus air sehingga lapisan tanah berkurang. Kegiatan perladangan berpindahpindah dengan cara tebas bakar dilakukan petani setiap tahun (AAK 2003)

11

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada pertanaman padi ladang dataran rendah dan
dataran tinggi milik petani di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Waktu penelitian berlangsung dari bulan Januari-Mei 2015.
Identifikasi serangga hama dan musuh alami yang ditemukan dilakukan di
Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni-Oktober 2015.

Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah formalin 4%, dan alkohol
70% untuk pengawetan serangga hama dan musuh alami sampel. Alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, kaca pembesar, mikroskop binokuler,
jaring serangga, pitfall trap, perangkap nampan kuning, botol koleksi serangga,
kuas kecil, gelas plastik, sekop kecil, seng, kantung plastik, saringan, alat tulis dan
alat dokumentasi.

Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel serangga hama dan musuh alami dilakukan pada dua
sistem budidaya pertanaman padi ladang. Sistem budidaya pertama adalah sistem
budidaya pertanaman padi ladang dengan cara pengolahan lahan secara intensif
yang dilakukan oleh petani padi ladang yang bermukim di dataran rendah
sebanyak 3 petak pengamatan. Sistem budidaya kedua adalah sistem budidaya
perladangan berpindah-pindah dengan cara tebas bakar yang biasa dilakukan oleh
petani padi ladang yang bermukim di dataran tinggi sebanyak 3 petak pengamatan
di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Satu petak
pengamatan berukuran 1 000 m2. Pengamatan serangga hama dan musuh alami
dilakukan selama satu musim tanam, sejak tanaman berumur 3 minggu setelah
tanam (MST) sampai 14 MST. Pengamatan serangga hama dan musuh alami
dilakukan dengan menggunakan 2 metode yaitu pengamatan langsung serangga
hama dan musuh alami pada tajuk tanaman dan dengan pengamatan tidak
langsung. Pengamatan tidak langsung terdiri dari (1) pengamatan serangga hama
dan musuh alami permukaan tanah dengan perangkap lubang jebakan, (2)
pengamatan serangga hama dan musuh alami dengan jaring, dan (3) pengamatan
serangga hama dan musuh alami dengan perangkap nampan kuning.
Pengamatan Langsung Serangga Hama dan Musuh Alami Penghuni Tajuk
Pengumpulan serangga hama dan musuh alami penghuni tajuk dilakukan
dengan menggunakan pengamatan langsung pada 40 rumpun contoh tanaman
padi ladang untuk setiap petak pengamatan yang diambil dari bagian tengah petak
pengamatan yang ditentukan secara acak sistematis mengikuti garis diagonal
petak pengamatan (Gambar 1).

12
Pengamatan secara langsung dilakukan dengan mengamati 40 rumpun
contoh tanaman pada rumpun tanaman padi ladang. Pengamatan dilakukan
dengan mencatat semua serangga hama dan musuh alami yang ditemukan dan
dihitung jumlahnya dalam satu rumpun contoh tanaman padi ladang. Waktu
pengamatan dilakukan pada pagi sekitar pukul 06.00-10.00 WITA dan dilakukan
seminggu sekali pada 3-14 minggu setelah tanam (MST). Serangga hama dan
musuh alami yang belum teridentifikasi dari satu rumpun contoh tanaman
kemudian ditangkap dan dimasukkan ke dalam botol koleksi berisi alkohol 70%
dan selanjutnya dilakukan identifikasi di laboratorium dan dihitung jumlahnya.
Setelah identifikasi serangga hama dan musuh alami yang ditemukan
diklasifikasikan berdasarkan peran atau fungsi ekologinya di lapangan.

Gambar 1 Denah pengambilan sampel serangga pada petak pengamatan
pertanaman padi ladang:
unit pengamatan langsung, pitfall trap,
yellow pan trap,
sweep net.
Pengamatan Serangga Hama dan Musuh Alami Permukaan Tanah dengan
Perangkap Lubang Jebakan (Pitfall trap)
Perangkap lubang jebakan (pitfall trap) terbuat dari wadah plastik volume
± 240 ml, berdiameter 7 cm, dengan kedalaman lubang (tinggi wadah) 10 cm.
Wadah tersebut diisi dengan larutan formalin 4% kira-kira sampai seperempat
volume wadah plastik. Perangkap dipasang pada lahan pertanaman padi ladang
yang sebelumnya telah dilubangi sesuai ukuran wadah plastik tersebut.
Permukaan tanah dekat dengan bibir wadah diratakan. Untuk mengurangi
kemungkinan masuknya air hujan, diatas perangkap dipasang atap yang terbuat
dari seng dengan tinggi kira-kira 10-15 cm.
Pemasangan perangkap lubang jebakan (pitfall trap) dilaksanakan pada 314 MST. Pemasangan dan pengumpulan perangkap dilakukan pada pagi sekitar
pukul 06.00-10.00 WITA. Perangkap dikumpulkan setelah 2x24 jam dipasang di
lapangan. Banyaknya perangkap adalah 5 buah untuk setiap petak pengamatan
dan dipasang secara diagonal untuk mewakili seluruh petak pengamatan.
Selanjutnya serangga hama dan musuh alami yang tertangkap dalam setiap
lubang jebakan, kemudian dimasukkan ke dalam botol koleksi berisi alkohol 70%
dan diberi label berdasarkan nomor contoh dan letak perangkap. Botol koleksi

13
yang berisi serangga hama dan musuh alami selanjutnya dibawa ke laboratorium.
Di laboratorium, serangga hama dan musuh alami tersebut disaring dengan kain
kasa dan kertas saring kemudian dibilas dengan air, lalu kertas saring bersama
serangga hama dan musuh alami dipindahkan ke cawan petri untuk selanjutnya
diperiksa di bawah mikroskop. Serangga hama dan musuh alami tersebut
diidentifikasi dan dihitung jumlahnya. Selanjutnya serangga hama dan musuh
alami yang diperoleh diklasifikasikan berdasarkan peran atau fungsi ekologinya
di lapangan.
Pengamatan Serangga Hama dan Musuh Alami dengan Jaring Serangga
(Sweep net)
Pengamatan serangga hama dan musuh alami pada tanaman padi ladang
juga dilakukan dengan menggunakan jaring serangga (sweep net) untuk
menangkap serangga hama dan musuh alami yang aktif terbang yang terdapat
pada pertanaman padi ladang. Jaring serangga yang digunakan berukuran
diameter 37.5 cm. Serangga hama dan musuh alami yang ditemukan pada
pertanaman padi ladang dikoleksi dengan cara melakukan penjaringan atau
sweeping dengan mengayunkan jaring sebanyak 5 kali ayunan ganda pada lima
titik berbeda yang mewakili seluruh petak pengamatan.
Pengamatan dengan jaring serangga dilaksanakan pada 3-14 MST.
Pengamatan dilakukan pada pagi sekitar pukul 06.00-10.00 WITA. Hasil
sampling tersebut kemudian dipindahkan ke dalam botol plastik yang berisi
alkohol 70% dan diberi label untuk selanjutnya dilakukan identifikasi di
laboratorium dan dihitung jumlahnya untuk setiap jenis serangga hama dan musuh
alami yang ditemukan serta diklasifikasikan berdasarkan peran atau fungsi
ekologinya di lapangan.
Pengamatan Serangga Hama dan Musuh Alami dengan Perangkap Nampan
Kuning (Yellow pan trap)
Pengamatan serangga hama dan musuh alami pada petak pengamatan juga
dilakukan dengan menggunakan perangkap nampan kuning (yellow pan trap).
Nampan kuning terbuat dari wadah plastik berukuran, alas 15 cm x 25 cm dan
tinggi 5 cm. Nampan kuning dipasang pada 5 titik pada petak pengamatan pada
garis diagonal. Untuk memerangkap serangga hama dan musuh alami yang
hinggap pada nampan kuning tersebut maka terlebih dahulu ke dalam nampan
kuning dimasukkan larutan detergen untuk mengurangi tegangan permukaan
sehingga serangga hama dan musuh alami yang masuk akan tenggelam dan mati.
Nampan kuning dibiarkan di lapangan selama 12 jam yaitu antara pukul 06.0018.00 WITA.
Pengamatan serangga hama dan musuh alami dengan perangkap nampan
kuning dilakukan setiap minggu yang dilaksanakan pada 3-14 MST. Serangga
hama dan musuh alami yang tertangkap kemudian disaring dan disimpan dalam
botol plastik berisi alkohol 70% dan diberi label serta diklasifikasikan berdasarkan
peran atau fungsi ekologinya di lapangan.

14
Identifikasi Serangga Hama dan Musuh Alami
Serangga hama dan musuh alami yang ditemukan di lapangan kemudian
dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi. Identifikasi dilakukan sampai pada
tingkat morfospesies dan penghitungan kelimpahan serangga hama dan musuh
alami didasarkan pada jumlah individu setiap morfospesies. Identifikasi serangga
hama dan musuh alami dilakukan dengan menggunakan beberapa buku yaitu
Kalshoven (1981), Shepard et al. (1987), CSIRO (1991), Borror et al. (1996),
Borror dan White (1970), Goulet dan Huber (1993) dan dengan spesimen referensi
dari berbagai sumber. Selanjutnya serangga hama dan musuh alami
dikelompokkan ke dalam kelompok herbivor, predator, parasitoid, detritivor,
polinator, dan fungsi lain berdasarkan peran atau fungsi ekologinya di lapangan.

Analisis Data
Data hasil identifikasi serangga hama dan musuh alami ditabulasikan dalam
tabel pivot pada perangkat lunak Microsoft Excel untuk menjadi database. Data
yang ada kemudian digunakan untuk membuat tabel dan