Efektivitas dan Perumusan Strategi Kebijakan Beras Nasional

EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI
KEBIJAKAN BERAS NASIONAL

Oleh :
PURDIYANTI PRATIWI
A14104107

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

RINGKASAN
Purdiyanti Pratiwi. Efektivitas dan Perumusan Strategi Kebijakan Beras
Nasional. Di bawah bimbingan Muhammad Firdaus.
Beras adalah komoditas yang strategis secara ekonomi dan politis di
Indonesia. Secara ekonomi, lebih dari 90 persen penduduk Indonesia menjadikan
beras sebagai makanan pokoknya. Industri industri beras juga menjadi penggerak
perekonomian dengan menyediakan lapangan pekerjaan bagi lebih dari 12.5 juta
rumah tangga petani dan sebagai salah satu sumber penerimaan GDP pertanian.
Secara politis, ketersedian beras akan mempengaruhi kondisi politik dan

kestabilan keamanan negara. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya campur
tangan pemerintah dalam menjaga kondisi perberasan nasional. Campur tangan
pemerintah terhadap ekonomi beras dilakukan melalui berbagai kebijakan dan
lembaga pemerintahan seperti Deptan, BULOG dan Depdag.
Tingginya konsumsi beras rata*rata penduduk (139,15kg/kap/th) membuat
Indonesia menjadi salah satu negara
beras tertinggi dunia (rataan
konsumsi dunia 80*90kg/kap/th). Besarnya konsumsi sangat dipengaruhi jumlah
penduduk, makin luasnya wilayah konsumsi dan gagalnya diversifikasi pangan.
Periode 1996*1997 rasio ketergantungan impor beras mencapai 3,0 persen dan
meningkat secara signifikan pada periode 1998*1999 hingga mencapai 11,7
persen (impor beras sebesar 4,8 juta ton). Pada waktu itu, rasio swasembada turun
hingga mencapai 88 persen atau terendah sejak tahun 1990.
Upaya pemenuhan kebutuhan dapat dari produksi dalam negri maupun
impor. Produksi dalam negri telah diupayakan melalui berbagai cara, namun
produksi tetap stagnan. Sebenarnya impor dapat sangat membantu jika dalam
jumlah dan waktu yang tepat terlebih karena harga beras dunia lebih rendah dari
harga domestik. Namun pada tingkat berlebih, dapat mengganggu kemandirian
pangan. Terlebih lagi, pasca ratifikasi WTO (1994), Indonesia wajib mematuhi
semua kesepakatan yang tercantum didalamnya termasuk kesepakatan penurunan

tarif impor antarnegara yang tertuang dalam
(AoA*
WTO). AoA*WTO terdiri atas tiga pilar utama yaitu 1) Akses Pasar (
); 2) Subsidi Domestik (
); 3) Subsidi Ekspor (
yang dinilai disinsentif untuk negara berkembang karena terdistorsi
kebijakan negara maju melalui berbagai subsidi dalam
,
dan
.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perkembangan kebijakan
beras yang telah dilakukan oleh pemerintah, mengevaluasi hasil kebijakan yang
sudah berjalan serta merumuskan strategi dan program kebijakan perberasan
nasional. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
didapatkan melalui wawancara dan penyebaran kuesioner dengan responden
terpilih. Terdapat dua kelompok responden yaitu kelompok pengambil kebijakan
dan kelompok ahli perberasan independen. Untuk data sekunder, berupa data deret
waktu (
) selama 30 tahun (1978*2007). Jenis data yang digunakan
meliputi data produksi padi dan beras, luas areal panen, tingkat produktivitas,

konsumsi per kapita, jumlah impor, HPP gabah dan beras, NTP dan volume
perdangangan beras dunia. Metode analisis menggunakan metode deskriptif dan
kuantitatif. Analisis kuantitatif menggunakan
untuk

membuat Diagram Ular (
), Pembobotan menggunakan paired*wise
comparison, Matriks SWOT dan QSPM untuk menentukan prioritas strategi.
Sedangkan untuk menentukan prioritas program peningkatan produksi padi
menggunakan Proses Hierarki Analitik (PHA). Pengolahan data menggunakan
dan
.
Melalui Inpres No. 3 Tahun 2007 tentang Kebijakan Perberasan,
pemerintah terus berusaha agar Ketahanan Pangan Nasional terjaga sesuai dengan
amanat UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan. Kebijakan perberasan nasional
meliputi kebijakan produksi, impor, harga dan distribusi. Kebijakan produksi
dilaksanakan melalui intensifikasi dengan meningkatkan produktivitas dan Indeks
Pertanaman. Sedangkan ekstensifikasi dilakukan dengan memperluas area panen
terutama di luar Jawa. Program peningkatan produksi padi (P4) dimulai dengan
Padi Sentra (1959), Bimas (1965), Insus (1979) dan P2BN (2007).

Kebijakan Impor dilakukan melalui penerapan tarif impor spesifik Rp
450/kg (30%
), hambatan nontarif,
!
"
(TRQ) dan
. Pengenaan tarif ini justru mendorong terjadinya penyelundupan (
#
) karena tingginya disparitas harga harga. Akhirnya tahun 2004 pemerintah
mengeluarkan SK Menperindag No.9/MPP/Kep/1/2004 tentang importasi beras,
juga dengan mengembalikan Bulog sebagai
(STE) yang
mengatur impor, harga dan distribusi beras melalui SK Mendag No.1109 Th 2007.
Untuk melindungi petani, pemerintah mengeluarkan kebijakan Harga
Pembelian Pemerintah (HPP). Tujuannya adalah memberikan jaminan harga bagi
petani. Sedangkan untuk konsumen adalah pagu harga (
), Operasi
Pasar Murni dan Raskin. Kebijakan distribusi dilakukan dengan menunjuk Bulog
untuk mengelola Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebesar 1*1,5 juta ton beras
untuk menjaga ketersediaan pangan sepanjang tahun. CBP terdiri dari stok

operasi,
dan
.
Hasil analisis diagram ular menggunakan
menunjukkan bahwa kebijakan distribusi dinilai paling efektif dengan nilai total
rata*rata indikator sebesar 2,4. Hal ini karena spesifiknya wilayah kerja Bulog,
hanya mengelola CBP melalui pengadaan dalam negeri, koordinasi antarwilayah
dan hak istimewanya sebagai STE sehingga stok CBP dan penyaluran Raskin
terjaga. Kemudian diikuti dengan kebijakan harga dengan skor total rataan
indikator sebesar 2,4. Meskipun nilainya sama dengan kebijakan distribusi, namun
responden menilainya tidak efektif. Rasionalisasai HPP belum bisa menutup
kenaikan biaya produksi sehingga pendapatan petani tetap rendah. Penerapan
, OPM dan Raskin sebagai bentuk transfer pendapatan justru
mendistorsi harga domestik, terlebih dengan kondisi pasar yang asimetris.
Kebijakan impor juga dianggap tidak efektif dengan skor rataan 2,35.
Penetapan tarif impor justru memicu penyelundupan akibat tingginya paritas
harga domestik dengan harga impor, meski jumlah impor turun. Ketidakefektifan
tarif juga tercermin dari perbedaan data antara
!
dengan data BPS.

Kebijakan produksi dinilai paling tidak efektif (2,25) karena pemerintah tidak
mampu menahan laju konversi, banyak irigasi rusak dan menurunnya kualitas
DAS membuat produktivitas stagnan dan IP rendah, sementara percetakan sawah
baru sangat mahal dan lama. Ditambah dengan kegagalan diversifikasi pangan.
Hasil semua kebijakan itu tercermin dari fluktuasi Nilai Tukar Petani (NTP)
sebagai indikator pengukur kesejahteraan petani.

Analisis faktor internal diperoleh bahwa total bobot kekuatan sebesar
0,523 dan total bobot kelemahan sebesar 0,477. Artinya dalam pelaksanaan
strategi perberasan, kekuatan memberikan pengaruh lebih besar terhadap
kesuksesan daripada kelemahan. Faktor Program P2BN dan G4PG memiliki
bobot terbesar (0,073) dan Bulog kembali memonopoli impor dan
menggendalikan harga sebesar 0,055 (terendah). Elemen kelemahan, bobot
tertinggi adalah faktor tertinggalnya pengembangan infrastruktur produksi dan
pascapanen (0,079) dan terendah adalah kegagalan program diversifikasi pangan
(0,057). Analisis faktor eksternal diperoleh bobot rataan peluang adalah 0,527 dan
bobot rataan ancaman 0,475. Pengembangan teknologi produksi, pascapanen dan
pengolahan produk memiliki bobot tertinggi pada elemen peluang yaitu 0,120.
Sedangkan bobot terendah (0,093) diberikan pada kesepakatan negara Kelompok
G*33. Untuk elemen ancaman, perubahan iklim dan bencana alam mendapat

bobot tertinggi (0,104) dan terendah untuk elemen ancaman adalah pada faktor
berbagai bentuk subsidi pertanian oleh negara maju (0,088).
Berdasar analisis SWOT, diperoleh delapan strategi pengembangan
perberasan. Berdasarkan analisis matriks QSP diperoleh bahwa strategi
prioritasnya adalah mengkombinasikan kebijakaan protektif (pengenaan tarif dan
nontarif) dengan kebijakan promotif melalui peningkatan produksi padi dengan
#
(TAS) sebesar 5,575. Sedangkan prioritas terakhir dengan
TAS terendah diberikan pada strategi Reformasi Agraria dengan nilai 4,102.
Analisis menggunakan Proses Hierarki Analitik (PHA) bertujuan
menentukan prioritas program peningkatan produksi padi. Ada empat faktor
pertimbangan utama keberhasilan produksi yaitu: jumlah luas lahan, tingkat
produktivitas, Indeks Pertanaman dan lembaga penunjang. Masing*masing faktor
juga dipengaruhi oleh berbagai sub faktor pertimbangan utama. Analisis
horizontal faktor pertimbangan utama menunjukkan bobot tertinggi diberikan
pada faktor jumlah luas lahan (0,419); produktivitas (0,323); IP (0,163) dan
lembaga penunjang (0,094) dengan Rasio Inkonsistensi 0.02. Sedangkan dari
analisis vertikal diperoleh bahwa prioritas alternatif program adalah dengan
membangun saluran irigasi berkoordinasi dengan Pemda terkait (bobot 0,387);
mengadopsi teknologi baru sesuai dengan kondisi wilayah dan sumber daya lokal

(bobot 0,351) dan terakhir adalah memperketat aturan alih fungsi lahan dan
insentif bagi pemilik (0,262) dengan Rasio inkonsistensi 0,02.
Langkah awal dalam mengembangkan ekonomi perberasan dapat
dilaksanakan dengan melakukan studi komperehensif untuk meningkatkan akurasi
data perberasan, melakukan koordinasi yang terintegrasi antarinstansi,
meningkatkan komitmen dari seluruh otoritas pengambil kebijakan baik pusat
maupun daerah dan melakukan pengawasan pelaksanaan kebijakan agar
terlaksana secara efektif dan efisien. Saran penelitian selanjutnya dapat
menganalisis secara kuantitatif indikator*indikator kebijakan beras.

EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI
KEBIJAKAN BERAS NASIONAL

Oleh:
PURDIYANTI PRATIWI
A14104107

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

Judul Skripsi

: Efektivitas dan Perumusan Strategi Kebijakan Beras
Nasional

Nama

: Purdiyanti Pratiwi

NRP

: A14104107


Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Muhammad Firdaus, Ph.D
NIP. 132 158 758

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr
NIP. 131 124 019

Tanggal Kelulusan:

PERNYATAAN

DENGAN

INI


BERJUDUL

SAYA

MENYATAKAN

“EFEKTIVITAS

DAN

BAHWA

SKRIPSI

PERUMUSAN

YANG

STRATEGI

KEBIJAKAN BERAS NASIONAL” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA
PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN
UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.
SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR