Pengaruh Pemberian Dua Jenis Pestisida Terhadap Perubahan Asam Fenolat Serta Produksi Co2 Dan Ch4 Pada Tanah Gambut

i

PENGARUH PEMBERIAN DUA JENIS PESTISIDA
TERHADAP PERUBAHAN ASAM FENOLAT SERTA
PRODUKSI CO2 DAN CH4 PADA TANAH GAMBUT

FUZI SUCIATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Pemberian Dua
Jenis Pestisida terhadap Perubahan Asam Fenolat serta Produksi CO2 dan CH4
pada Tanah Gambut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan

tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Fuzi Suciati
A154130171

iii

RINGKASAN
FUZI SUCIATI. Pengaruh Pemberian Dua Jenis Pestisida terhadap Perubahan
Asam Fenolat serta Produksi CO2 dan CH4 pada Tanah Gambut. Dibimbing oleh
SYAIFUL ANWAR dan DADANG.
Tanah gambut mengandung bahan organik yang tinggi, dimana degradasi
dan dekomposisi dari bahan organik ini akan menghasilkan beberapa senyawa
organik di antaranya berbagai asam fenolat, CO2 dan CH4. Upaya umum petani
dalam memastikan keberhasilan produksi pertanian di tanah gambut
menggunakan pestisida sintetik untuk mengendalikan serangan hama dan

penyakit. Pestisida sintetik yang tanpa sengaja jatuh ke tanah gambut akan
bereaksi dengan bahan organik dan produk degradasinya. Penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari pengaruh aplikasi pestisida terhadap interaksi dan ikatan asamasam fenolat pada tanah gambut serta menganalisis kadar emisi CO2 dan CH4.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai Maret 2015 di
Laboratorium Bioteknologi Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Analitik,
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong. Sampel berasal
dari lahan gambut yang telah disawahkan yang terletak di Desa Kanamit Jaya,
Kecamatan Maliku, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah.
Penelitian ini menggunakan 2 jenis pestisida yaitu herbisida paraquat
diklorida dan insektisida BPMC. Dosis pestisida yang digunakan mengacu pada
dosis formulasi anjuran pemakaian, yaitu 4 liter ha-1 untuk paraquat dan 1 liter
ha-1 untuk BPMC. Perlakuan menggunakan 3 dosis bahan aktif (setengah, satu
dan dua kali dosis anjuran): 1104 μg kg-1, 2208 μg kg-1, 4416 μg kg-1 untuk
paraquat dan 485 μg kg-1, 970 μg kg-1, 1940 μg kg-1 untuk BPMC dengan satu
kontrol. Setelah diinkubasi 1, 7, 14 dan 28 hari dilakukan analisis yang meliputi
asam fenolat, residu pestisida, gugus fungsional, CO2 dan CH4.
Hasil penelitian ini menunjukan pemberian pestisida menurunkan jumlah
asam-asam fenolat di dalam tanah gambut. Penggunaan bahan aktif paraquat dan
BPMC memperlihatkan pola yang sama terhadap perubahan konsentrasi asam

fenolat dalam tanah. Dosis bahan aktif BPMC 242.5 μg menunjukkan penurunan
residu pestisida lebih tinggi dibandingkan dosis yang lainnya yaitu sebesar 95%.
Secara umum penggunaan bahan aktif paraquat pada semua dosis menunjukkan
penurunan residu pestisida 100%. Pemeriksaan gugus fungsional dengan FTIR
tidak mendeteksi adanya jenis gugus fungsional baru pada semua dosis bahan
aktif dan pada semua jenis bahan aktif. Namun perubahan intensitas puncak
serapan dapat merupakan indikasi bahwa terjadi perubahan komposisi senyawa
kimia dalam tanah gambut selama periode inkubasi. Penambahan perlakuan
pestisida tidak meningkatkan emisi CO2 dan CH4.
Kata Kunci: Tanah gambut, paraquat, BPMC, asam fenolat

iv

SUMMARY
FUZI SUCIATI. The Effect of Pesticides Application on Phenolic Acid Changes
and CO2 and CH4 Productions on Peat Soil. Supervised by SYAIFUL ANWAR
and DADANG.
Peat soil has high organic mattesr, in which their degradation produce
organic compounds such as phenolic acid, CO2, and CH4. The phenolic acids
known as toxic to plants cause plant growth retardation. Common practices of

farmer to ensure crops production on peat soil are application of syntetic pesticide
in order to control pests and diseases. Unintended syntetic pesticides that fall into
peat soil will react with organic matters and its degradation products.
This research was conducted from August 2014 to March 2015 at Soil
Biotechnology Laboratory, Department of Soil Science and Land Resources,
Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University and Analytic Laboratory,
Agency for the Assessment and Application of Technology (BPPT), Serpong. Soil
samples were taken from paddy field peat soil at Kanamit Jaya Village, District of
Maliku, Pulang Pisau, Central Kalimantan.
This study was aimed at to evaluate the effect of two types pesticide;
herbicide paraquate dichloride and insecticide BPMC, on phenolic acids of peat
soil. The pesticide dosages used based on the recommended application dose, i.e 4
liter ha-1 for paraquat and 1 liter ha-1 for BPMC. Treatments were consisted of 3
levels of dosage (half, equal and twice): 1104 μg kg-1, 2208 μg kg-1, 4416 μg kg-1
for paraquat and 485 μg kg-1, 970 μg kg-1, 1940 μg kg-1 for BPMC with single
control. After 1, 7, 14 and 28 days of incubation, soil in each treatment was
analyzed for phenolic acid, pesticide residue, function groups, and CO2 and CH4
production.
This research result showed that pesticide application could decrease total
of phenolic acids in peat soil. Paraquat and BPMC applications showed the

similar pattern in the cause of phenolic acids concentration in soil. BPMC at the
dosage of 242.5 μg/500 g of soil showed 95% residues reduction, higher than
other dosages. Meanwhile, all dosage of paraquat remoted in 100% reduction of
residue. Analysis using FTIR did not detect any additional functional groups.
However, altered intensity of absorption peaks could be an indication of
compositional changes of chemical substances within peat soil during incubation
period. Pesticide application did not increase CO2 dan CH4 emission.
Key words: Peat soil, paraquat, BPMC, phenolic acid

v

© Hak Cipta IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang – Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah: dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


vi

PENGARUH PEMBERIAN DUA JENIS PESTISIDA
TERHADAP PERUBAHAN ASAM FENOLAT SERTA
PRODUKSI CO2 DAN CH4 PADA TANAH GAMBUT

FUZI SUCIATI

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Sains
pada Program Studi
Bioteknologi Tanah dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


vii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Rahayu Widyastuti, MSc

ix

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga tesis dengan judul “Pengaruh Pemberian Dua Jenis
Pestisida terhadap Perubahan Asam Fenolat serta Produksi CO2 dan CH4 pada
Tanah Gambut” dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima
kasih yang sebesar-besarya kepada Dr. Syaiful Anwar, MSc dan Prof. Dr.
Dadang, MSc. selaku pembimbing yang senantiasa memberikan arahan, saran
serta bimbingan selama proses penelitian hingga penulisan tesis ini selesai.

1.
2.
3.
4.

5.

6.

7.

Terima kasih pula penulis sampaikan kepada:
Dr.Rahayu Widyastuti, MSc selaku dosen penguji luar komisi yang
bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran terhadap tesis ini.
BPPT yang telah memberikan dukungan dana melalui beasiswa
Pusbindiklat tahun 2013.
DIPA IPB (Penelitian Unggulan Strategis Nasional) tahun 2014 yang telah
mendanai penelitian ini.
Budi Haryanto suamiku tercinta serta anak-anakku Shaumi Fitriani dan
Syauqi Azka Firdaus atas kesabaran dan dorongan semangat.
Ayahanda Yusman Sastraatmaja dan Ibunda Nena Hasanah atas asuhan,
didikan, kasih sayang, doa restu yang tulus. Terima kasih pula kepada
saudara-saudaraku Fazar Nugraha, Surya Permana dan Fatwa Tawakal.
Kepala Balai Teknologi Lingkungan Bapak Arie Herlambang, Kepala Lab.
Analitik Ibu Susi Sulistia, Kasie Program Bapak Dwindrata Basuki

Aviantara, Kasubag TU Bapak Djoko Prasetyo, Ibu Nida Sopiah serta
teman-teman di Balai Teknologi Lingkungan lainnya. Terimakasih atas
kemudahan fasilitas yang telah diberikan selama penulis melaksanakan
penelitian.
Ibu Maulia Aries Susanti, Bapak Eman Sulaeman serta rekan-rekan
seperjuangan di Program Pascasarjana Bioteknologi Tanah dan
Lingkungan atas jalinan persahabatan, kerjasama, dan kebersamaan selama
menempuh pendidikan. Penulis mendoakan semoga Allah SWT
memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada semuanya.
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini memberikan manfaat dan
sumbangan ilmu pengetahuan. Aminn ya Rabbal A’lamin.
Bogor, Januari 2016
Fuzi Suciati

x

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertanyaan Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

xi
xi
xi
1
2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Gambut
Sifat Kimia Tanah Gambut
Emisi Karbondioksida (CO2) dan Metana (CH4)
Karbondioksida (CO2)
Metana (CH4)

Pestisida
Herbisida Paraquat
Insektisida buthylphenyl methylcarbamate (BPMC)

3
5
6
6
7
8
9
10

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian
Inkubasi dan Pengambilan Sampel
Analisis Asam Fenolat
Analisis Residu Pestisida
Analisis Gugus Fungsional
Pengukuran Produksi CO2 dan CH4
Analisa Data

11
12
12
12
13
13
13
14
14

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisik dan Kimia Sampel Tanah Gambut
Asam Fenolat
Asam Fenolat Setelah Perlakuan
Asam Fenolat Murni
Gugus Fungsional
Interpretasi FTIR Tanah Gambut dengan Paraquat dan BPMC
Interpretasi FTIR BPMC dengan Asam Kumarat dan Ferulat Murni
Interpretasi FTIR Paraquat dengan Asam Kumarat dan Ferulat Murni
Residu Pestisida
Produksi CO2 dan CH4

15
15
15
19
22
22
25
29
31
33

SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

35
36
39

xi

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Parameter utama tanah gambut
15
Hasil analisis jenis dan konsentrasi asam fenolat
16
Hasil analisis residu pestisida
29
Emisi CO2 dan CH4 hasil perlakuan pestisida paraquat dan BPMC pada
30
berbagai dosis setelah periode inkubasi 1-28 hari
DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

Bahan organik dalam tanah gambut
Struktur asam fenolat
Rumus bangun paraquat
Sintesis paraquat
Rumus bangun BPMC
Peta lokasi pengambilan sampel tanah gambut
Bejana inkubasi
Grafik komposisi asam fenolat hasil perlakuan pestisida paraquat pada
berbagai dosis setelah periode inkubasi 1-28 hari
Grafik komposisi asam fenolat hasil perlakuan pestisida BPMC pada
berbagai dosis setelah periode inkubasi 1-28 hari
Grafik total asam fenolat hasil perlakuan pestisida paraquat dan BPMC
pada berbagai dosis setelah periode inkubasi 1-28 hari
Grafik asam fenolat murni hasil perlakuan pestisida paraquat dan BPMC
setelah periode inkubasi 1-28 hari
Spektra HPLC periode inkubasi 1 dan 14 hari asam fenolat murni hasil
perlakuan pestisida paraquat
Ilustrasi ikatan antara pestisida paraquat dengan asam fenolat
Spektra HPLC periode inkubasi 1dan 14 hari asam fenolat murni hasil
perlakuan pestisida BPMC
Spektrum FTIR untuk kontrol
Spektrum FTIR untuk A3 hari ke-28
Spektrum FTIR untuk B3 hari ke-28
Spektrum FTIR pestisida BPMC
Spektrum FTIR asam kumarat murni
Spektrum FTIR gabungan asam kumarat dengan BPMC
Reaksi kondensasi antara gugus karboksilat dengan asam kumarat
Reaksi kondensasi antara gugus karboksilat dengan asam ferulat
Spektrum FTIR asam ferulat murni
Spektrum FTIR gabungan asam ferulat dengan BPMC
Reaksi autooksidasi dari paraquat
Spektrum FTIR gabungan asam kumarat dengan paraquat
Spektrum FTIR gabungan asam ferulat dengan paraquat
Spektrum FTIR pestisida paraquat
Ilustrasi bentuk ikatan antara bahan organik dengan herbisida diquat dan
paraquat
Pengaruh perlakuan pestisida terhadap rata-rata produksi CO2 dan CH4
Pengaruh waktu inkubasi terhadap rata-rata produksi CO2 dan CH4

5
6
10
10
10
11
13
16
17
19
20
21
21
22
24
24
25
26
26
27
27
28
28
29
29
30
30
31
32
33
33

xii

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Komposisi asam fenolat hasil perlakuan pestisida paraquat dan BPMC pada
berbagai dosis setelah periode inkubasi 1-28 hari
Komposisi asam fenolat murni hasil perlakuan pestisida paraquat dan
BPMC pada berbagai dosis setelah periode inkubasi 1-28 hari
Bilangan gelombang serapan karakteristik gugus fungsional
Contoh perhitungan konversi pestisida
Produksi CO2 dan CH4 hasil perlakuan pestisida paraquat dan BPMC pada
berbagai dosis setelah periode inkubasi 1-28 hari

35
36
37
39
45

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lahan gambut merupakan lahan suboptimal untuk pertanian karena
kesuburannya yang rendah, pH sangat masam, kapasitas tukar kation yang sangat
tinggi, kejenuhan basa rendah, dan drainase yang buruk (BBSDLP 2011). Sejalan
dengan pertambahan penduduk dan keterbatasan lahan pertanian menyebabkan
pilihan diarahkan kepada lahan gambut karena mempunyai beberapa kelebihan di
antaranya ketersediaan air melimpah dan topografi relatif datar (Noor 2001).
Tanah gambut di Indonesia biasanya terbentuk dari dekomposisi pepohonan yang
mempunyai kandungan lignin tinggi. Dekomposisi lignin ini akan menghasilkan
beberapa senyawa asam organik seperti: asetat, butirat dan fenolat (Stevenson
1994). Tanah gambut di Jambi dan Kalimantan Tengah mengandung derivat asam
fenolat yang penting, yaitu: ferulat, sinapat, kumarat,vanilat, siringat, galat dan
hidroksibenzoat (Mario & Sabiham 2002).
Asam fenolat bersifat toksik bagi tanaman karena menghambat
pertumbuhan. Pada konsentrasi 250 μM menurunkan secara nyata serapan kalium
oleh tanaman barley (Hartley & Whitehead 1984). Menurut Tadano et al. (1992)
asam salisilat dan asam ferulat menyebabkan terhambatnya serapan kalium dan
fosfor pada gandum, asam ferulat pada konsentrasi 500 – 1000 μM juga
menurunkan serapan fosfor pada kedelai serta asam hidroksibenzoat yang
diberikan pada konsentrasi > 0.1 μM menurunkan bobot kering tanaman. Hal
tersebut sejalan dengan penelitian Wang et al. (1967) bahwa konsentrasi asam
hidroksibenzoat sebesar 7 – 70 μM dapat menekan pertumbuhan tanaman jagung,
gandum, dan kacang-kacangan, sedangkan pada konsentrasi 360 μM
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan akar tebu.
Pilihan pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian sejalan dengan
pertambahan penduduk dan keterbatasan lahan pertanian. Pertanian di lahan
gambut menghadapi berbagai kendala di antaranya gangguan organisme
pengganggu tanaman (OPT). Gangguan OPT (hama–penyakit–gulma) dapat
mengakibatkan penurunan dan ketidaksinambungan produksi. Oleh karena itu,
keberhasilan pengembangan lahan gambut menjadi lahan pertanian tidak lepas
dari penggunaan pestisida. Pada saat pestisida diaplikasikan, kurang lebih hanya
20% yang mengenai sasaran, sedangkan 80% lainnya jatuh ke tanah atau terlindi
ke perairan (Sa’id 1994).
Tingginya kandungan bahan organik pada lahan gambut memungkinkan
terjadinya mekanisme pengikatan pestisida oleh bahan organik karena memiliki
gugus fungsional kimia, seperti: karboksil, hidroksil dan amina yang dapat
berinteraksi dengan pestisida (Yong et al. 1992). Sebagian besar molekul pestisida
bersifat non-polar sehingga keberadaan senyawa organik dalam gambut menjadi
penting dalam hal pengikatan pestisida (Harrad 1996). Pedersen et al. (1995)
mengungkapkan bahwa terikatnya pestisida pada senyawa organik gambut
memengaruhi sifat dan mobilitasnya sehingga menyebabkan pestisida secara
fisiologik menjadi tidak aktif dan sulit diurai oleh mikroba sehingga menurunkan
pergerakan spasial pestisida. Selain itu Gerstler (1991) mengemukakan bahwa
terikatnya pestisida dengan bahan organik mengurangi aktifitas asam fenolat.

2
Lahan gambut merupakan salah satu sumber emisi terbesar bila dirubah dari
lingkungan hutan alam. Lahan gambut dikenal merupakan sumber emisi gas
rumah kaca (GRK) terbesar dari sektor pertanian dan kehutanan karena
menyimpan cadangan karbon sangat besar yaitu 550 Gt CO2-e, setara dengan 75%
karbon di atmosfer atau setara dengan dua kali simpanan karbon semua hutan di
seluruh dunia (Joosten 2007). Lahan gambut terbentuk dari akumulasi bahan
organik yang mudah mengalami dekomposisi apabila ada perubahan kondisi
lingkungan menjadi aerob. Proses dekomposisi bahan organik akan menghasilkan
gas CO2 dan gas metan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Fitriyani (2013),
menunjukan bahwa pemberian pestisida pada tanah gambut selama 30 hari
inkubasi memperlihatkan dimana bahan aktif paraquat menekan konsentrasi asamasam fenolat sebesar 56.9 % dari tanah gambut. Selain itu, penggunaan pestisida
juga terdapat kaitannya dengan penurunan GRK. Hal ini dibuktikan oleh Susanti
(2015) yang memperlihatkan hasil bahwa pestisida berbahan aktif Butylphenyl
methylcarbamate (BPMC) yang diaplikasikan satu minggu sekali menurunkan
emisi CO2 dan CH4 sebesar 26%.
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dituliskan, maka pertanyaan
penelitian ini yaitu:
1. Bagaimanakah pengaruh aplikasi dua jenis pestisida terhadap interaksi dan
ikatan antara asam-asam fenolat pada tanah gambut ?
2. Bagaimanakah produksi CO2 dan CH4 berkorelasi dengan penambahan
pestisida pada tanah gambut ?
Tujuan Penelitian
1. Mengevaluasi pengaruh aplikasi dua jenis pestisida terhadap interaksi dan
ikatan asam-asam fenolat pada tanah gambut.
2. Menganalisis kadar emisi CO2 dan CH4 pada tanah gambut dengan pemberian
pestisida.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengungkap perilaku fisiko kimia
asam fenolat dalam tanah gambut disawahkan dengan penambahan pestisida.
Lebih jauh, informasi ilmiah yang didapat dari hasil studi ini diharapkan dapat
digunakan sebagai masukan dalam mengembangkan upaya monitoring lingkungan
untuk mitigasi emisi gas CO2 dan CH4.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Gambut
Gambut secara harafiah diartikan sebagai onggokan sisa tanaman yang
terakumulasi dalam masa dari ratusan sampai bahkan ribuan tahun. Berdasarkan
ilmu epistemologi, gambut adalah material atau bahan organik yang terakumulasi
secara alami dalam keadaan basah berlebihan atau jenuh air, bersifat tidak
mampat atau hanya sebagian yang mengalami perombakan (decomposed)
(Noor 2010). Hardjowigeno (1986) Menyebutkan bahwa gambut terbentuk dari
akumulasi sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun
belum. Akumulasi terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh
kondisi anaerob dan atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan
rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut
merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh
proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah
mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik.
Dalam klasifikasi tanah (soil taxonomi), tanah gambut dikelompokkan ke
dalam ordo histosol (histos = jaringan) atau sebelumnya dinamakan organosol
yaitu tanah yang memiliki lapisan bahan organik dengan berat jenis (BD) dalam
keadaan lembab < 0.1 g cm-3 dengan tebal > 60 cm atau lapisan organik dengan
BD > 0.1 g cm-3 dengan tebal > 40 cm (Soil Survey Staff 2003).
Penyebaran tanah gambut biasanya mengikuti pola landform yang terbentuk
diantara dua sungai besar, biasanya berupa dataran rawa pasang surut dan dataran
gambut. Landform tersebut terletak di belakang tanggul sungai. Tanah gambut
yang menyebar langsung di belakang tanggul sungai dan pembentukannya
dipengaruhi oleh luapan air sungai disebut gambut topogen, sedangkan yang
terletak jauh di pedalaman dipengaruhi oleh air hujan biasa disebut gambut
ombrogen. Di dataran rendah dan daerah pantai, mula-mula terbentuk gambut
topogen karena kondisi anaerobik yang dipertahankan oleh tinggi permukaan air
sungai, tetapi kemudian penumpukan seresah tanaman yang semakin bertambah
menghasilkan pembentukan hamparan gambut ombrogen yang berbentuk kubah
(dome). Gambut ombrogen di Indonesia terbentuk dari seresah vegetasi hutan
yang berlangsung selama ribuan tahun, sehingga status keharaannya rendah dan
mempunyai kandungan kayu yang tinggi (BBSDLP 201).
Menurut Barchia (2006) berdasarkan bahan induknya gambut dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu yang pertama adalah gambut endapan, gambut ini
biasanya tertimbun di dalam air yang relatif dalam. Karena itu umumnya terdapat
jelas di profil bagian bawah. Meskipun demikian, kadang-kadang tercampur
dengan tipe gambut lainnya jika lebih dekat dengan permukaan. Gambut ini
berciri kompak dan kenyal serta bewarna hijau tua jika masih dalam keadaan
aslinya. Gambut endapan menyerap air sangat lambat serta mempunyai sifat
sangat keras dan bergumpal. Gambut endapan tidak dikehendaki, karena sifat
fisiknya yang tidak cocok untuk pertumbuhan tanaman. Kedua adalah gambut
berserat yang mempunyai kemampuan mengikat air tinggi dan dapat menunjukan
berbagai derajat dekomposisi. Gambut berserat mungkin terdapat dipermukaan
timbunan bahan organik yang belum, sebagian, atau seluruhnya terdekomposisi,
dan terdapat dalam profil bawah, biasanya terlihat di atas endapan. Ketiga adalah

4
gambut kayuan, biasanya terdapat dipermukaan timbunan organik. Gambut ini
bewarna coklat atau hitam jika basah, sesuai dengan sifat humifikasinya.
Kemampuannya mengikat air rendah, oleh karena itu gambut kayuan kurang
sesuai digunakan untuk persemaian.
Pematangan gambut berjalan melalui tiga proses yaitu pematangan fisik,
pematangan kimia dan pematangan biologi. Kecepatan proses tersebut
dipengaruhi oleh iklim (suhu dan curah hujan), susunan bahan organik, aktivitas
organisme, dan waktu (Andriesse 1988). Secara umum Agus dan Subiksa (2008)
menyatakan bahwa tingkat kematangannya tanah gambut dapat dibedakan
menjadi gambut Fibrik yaitu gambut yang belum melapuk atau tingkat
dekomposisinya masih rendah, bahan asalnya masih bisa dikenali, bila diremas
lebih dari 75% seratnya masih tersisa, berat jenis sangat rendah (≤ 0.1) berwarna
kuning sampai pucat. Gambut hemik merupakan gambut setengah lapuk dengan
tingkat dekomposisi sedang, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, bila
diremas bahan seratnya 15-75%, berat jenis antara 0.07- 0.18, berwarna coklat
muda sampai coklat tua. Gambut saprik adalah gambut yang sudah melapuk lanjut
dan bahan asalnya tidak dikenali, bila diremas kandungan seratnya kurang dari
15%, berwarna coklat tua sampai hitam.
Tanah gambut di Indonesia sangat bervariasi tingkat kesuburannya. Tingkat
kesuburan gambut ditentukan oleh kandungan bahan mineral dan basa-basa,
bahan substratum (dasar gambut) dan ketebalan lapisan gambut. Gambut di
Indonesia sebagian besar tergolong gambut mesotrofik dan oligotrofik (Wahyunto
& Mulyani 2011). Gambut mesotrofik adalah gambut dengan tingkat kesuburan
sedang karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa yang sedang. Gambut
oligotrofik adalah gambut yang tidak subur karena miskin mineral dan basa-basa.
Gambut eutrofik atau gambut yang subur di Indonesia hanya sedikit dan
umumnya tersebar di daerah pantai dan di sepanjang jalur aliran sungai. Gambut
di Sumatra relatif lebih subur dibandingkan dengan gambut di Kalimantan.
Secara ekonomi lahan gambut berperan penting karena berpotensi untuk
dikembangkan menjadi lahan pertanian padi sawah. Lahan gambut yang dapat
dimanfaatkan untuk tanaman pangan disarankan pada gambut dangkal (