Studi Populasi Mikrob Fungsional Serta Produksi Co2 Dan Ch4 Pada Tanah Gambut Yang Diaplikasikan Dua Jenis Pestisida

viii

STUDI POPULASI MIKROB FUNGSIONAL
SERTA PRODUKSI CO2 DAN CH4 PADA TANAH GAMBUT
YANG DIAPLIKASIKAN DUA JENIS PESTISIDA

MAIPA DIA PATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

vii

viii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Populasi Mikrob
Fungsional serta Produksi CO2 dan CH4 pada Tanah Gambut yang Diaplikasikan

Dua Jenis Pestisida adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Maipa Dia Pati
A154130031

vii

RINGKASAN
MAIPA DIA PATI. Studi Populasi Mikrob Fungsional serta Produksi CO2 dan
CH4 pada Tanah Gambut yang Diaplikasikan Dua Jenis Pestisida. Dibimbing oleh
SYAIFUL ANWAR dan RAHAYU WIDYASTUTI.
Kebutuhan dalam perluasan lahan pertanian untuk ketahanan pangan di
Indonesia telah dihadapkan pada pemanfaatan lahan marginal seperti lahan
gambut dangkal di Kalimantan Tengah. Diantara masalah yang dihadapi dalam

pengelolaan lahan marginal adalah serangan hama dan penyakit, dan juga bahaya
gas rumah kaca. Upaya yang dilakukan petani untuk menghadapai masalah ini
adalah penggunaan pestisida kimia untuk keberhasilan produksi. Pestisida yang
jatuh/masuk ke dalam tanah dikhawatirkan akan berpengaruh negatif terhadap
populasi dan aktifitas mikrob fungsional tanah. Dilain pihak, secara alami lahan
gambut merupakan karbon sink yang berpotensi untuk melepaskan GRK.
Penelitian awal menunjukkan bahwa aplikasi pestisida dapat mengurangi emisi
CO2 dan CH4. Penelitian ini bertujuan untuk (i) mengkaji pengaruh penggunaan
pestisida terhadap populasi mikrob fungsional tanah di lahan gambut, dan (ii)
menganalisa aktivitas mikrob tanah terhadap produksi CO2 dan CH4 pada tanah
gambut yang disawahkan.
Penelitian dilaksanakan pada Agustus 2014 sampai Mei 2015, di
Laboratorium Bioteknologi Tanah, Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor dan Laboratorium Gas Rumah Kaca, Balai Penelitian
Lingkungan Pertanian, Jakenan-Pati, Jawa Tengah. Sampel tanah berasal dari
lahan gambut yang telah disawahkan yang terletak di Desa Kanamit Jaya,
Kecamatan Malliku, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap 2 faktor. Faktor pertama
yaitu 7 kombinasi antara jenis (paraquat dan buthylphenylmethyl carbamat) dan

dosis (50, 100, dan 200% dari dosis rekomendasi) pestisida. Faktor kedua yaitu 4
waktu inkubasi (1, 7, 14 dan 28 hari) dengan 3 ulangan, sehingga diperoleh 84
satuan percobaan. Inkubasi sampel tanah menggunakan metode inkubasi terbuka.
Untuk pengambilan sampel CO2 dan CH4 bejana inkubasi ditutup 24 jam sebelum
waktu inkubasi yang ditentukan. Penghitungan populasi mikrob menggunakan 2
metode, yaitu metode TPC (total plate count) dan MPN (most probable number).
Produksi CO2 diukur dengan menggunakan metode titrasi asam basa dan produksi
CH4 diukur dengan menggunakan mesin gas chromatography (GC). Setelah masa
inkubasi yang ditentukan, sampel tanah diambil dan dilakukan analisa sampel
tanah untuk menghitung populasi mikrob pelarut fosfat, mikroba selulolitik, dan
bakteri penambat N2 bebas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi populasi mikrob
fungsional pada berbagai dosis pestisida dan waktu inkubasi. Dari enam
kelompok mikroba yang diuji, aplikasi pestisida hanya mempengaruhi populasi
Azospirillum, Azotobacter dan cendawan pelarut fosfat secara signifikan,
sedangkan waktu inkubasi secara signifikan berpengaruh pada seluruh populasi
mikrob fungsional. Efek negatif pestisida yang digunakan ditunjukkan oleh
kelompok bakteri pelarut fosfat dengan aplikasi paraquat dan (buthylphenyl

viii


methylecarbamat) BPMC, pada Azotobacter dan Azospirillum dengan aplikasi
paraquat, dan cendawan pelarut fosfat dengan aplikasi BPMC, meskipun
demikian populasi mikrob yang diujikan mengalami pemulihan setelah 7 hari
masa inkubasi. Mikrob selulolitik merupakan kelompok mikrob yang paling tidak
dipengaruhi oleh kedua pestisida yang digunakan. Meskipun ditemukan adanya
efek negatif pada awal masa inkubasi pada aplikasi paraquat, akan tetapi populasi
mikrob meningkat secara signifikan seiring waktu inkubasi yang ditunjukkan oleh
kelompok bakteri Azospirillum pada aplikasi paraquat dan BPMC. Aplikasi
herbisida paraquat dan insektisida BPMC tidak berpengaruh nyata terhadap
produksi CO2, sebaliknya berpengaruh nyata menurunkan produksi metana (CH4)
pada tanah gambut. Meskipun demikian, penggunaan pestisida yang melebihi
dosis anjuran sangat tidak direkomendasikan karena akan menimbulkan dampak
negatif terhadap aspek lingkungan lainnya.
Kata kunci: Paraquat, buthylphenylmethyl carbamate (BPMC), gas rumah kaca,
mikrob pelarut fosfat, mikrob selulolitik, bakteri penambat N2 bebas.

vii

SUMMARY

MAIPA DIA PATI. Study of Functional Microbes Population with CO2 and CH4
Production in Peat Soil Treated with Two Types of Pesticide. Guided by
SYAIFUL ANWAR and RAHAYU WIDYASTUTI.
Necessity in agricultural land expansion for food security in Indonesia has
been faced by the fact in utilizing marginal land such as shallow peat soil in
Central Kalimantan. Among problems encountered in such marginal land is
incidence of pests and diseases, as well as risk of greenhouse gases. Common
practice of farmers in dealing with this problem is the application of chemical
pesticides in order to ensure production. Unintended chemical pesticides that fall
on/into the soil might have an adverse effect to soil microbial activity. On the
other hand, naturally peatlands are carbon sinks that would have potential to
release greenhouse gases. Preliminary research indicates that the application of
pesticides can reduce the emissions of CO2 and CH4. This research aimed to (i)
assess the effect of pesticides use on functional soil microbes population in peat
soil, (ii) analyzed activity of soil microbes to produce CO2 and CH4 in peat land
that used as paddy field.
This research was conducted from August 2014 to May 2015, at the
Laboratory of Soil Biotechnology, Laboratory of soil and Chemistry, Department
of Soil Science and Land Resource, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural
University; and the Laboratory of Greenhouse Gases, the Research Institute for

Agricultural Environment, Jakenan-Pati, Central Java. This research used
completely randomized factorial design with two factors. First factor was 7
combinations of types (paraquat and buthylphenylmethyl carbamat) and dosages
(50, 100, and 200% of recommended dosage) of pesticides. Second factor was 4
incubation times (1, 7, 14, and 28 days) with three replications, in order to obtain
84 units of the experiment. Incubation of soil samples using the open method of
incubation. For sampling CO2 and CH4 incubation vessel was closed 24 hours
before an incubation times. Analyzed of microbial populations using two
methods, there are TPC (total plate count) and MPN (most probable number). CO2
production was measured using titration method and CH4 production was
measured by using a gas chromatography (GC). After the each of incubation
times, the soil samples treated and analyzed for population of phosphate
solubilizing microbes, cellulolytic microbes, and N2 fixing bacteria.
The results in general show fluctuation of microbial population with
dosages of pesticides and incubation. Of the six microbes studied, pesticides only
significantly affecting population of Azospirillum, Azotobacter and phosphate
solubilizing fungi, whilst incubation times significantly affecting all microbial
population. Adverse effects to microbial population occurred on phosphate
solubilizing bacteria by both pesticides, on Azotobacter and Azospirillum by
paraquate, and on phosphate solubilizing fungi by BPMC, although all microbial

population recovered after 7 days of incubation times. Cellulolytic microbes are
the most un-affected by the two pesticides. Although there is adverse effect at the
beginning of incubation time by paraquate, significantly increased population,
however, found on Azospirillum by the two pesticides. Applications herbicide
paraquat and insecticide BPMC haven’t affect to CO2 production, whereas

viii

significantly reduce methane (CH4) production on peat soil. Nevertheless, the
pesticides used that exceed the dosage is not recommended because it causes a
negative impact on other environmental aspects.
Key words: Paraquat, buthylphenylmethyl carbamate (BPMC), greenhouse gases,
phosphate solubilizing microbes, cellulolytic microbes, N2 fixing
bacteria.

vii

© Hak Cipta IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang – Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah: dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

viii

STUDI POPULASI MIKROB FUNGSIONAL
SERTA PRODUKSI CO2 DAN CH4 PADA TANAH GAMBUT
YANG DIAPLIKASIKAN DUA JENIS PESTISIDA

MAIPA DIA PATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

vii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Dadang, MSc.

viii

Judul Tesis

Nama
NIM

: Studi Populasi Mikrob Fungsional serta Produksi CO2
dan CH4 pada Tanah Gambut yang Diaplikasikan Dua
Jenis Pestisida

: Maipa Dia Pati
: A154130031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Syaiful Anwar, MSc
Ketua

Dr Rahayu Widyastuti, MScAgr
Anggota

Diketahui Oleh

Ketua Program Studi
Bioteknologi Tanah dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB

Prof Dr Ir Dwi Andreas Santosa, MS


Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 11 Januari 2016

Tanggal Lulus:

vii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga tesis dengan judul “Studi Populasi Mikrob Fungsional serta
Produksi CO2 dan CH4 pada Tanah Gambut yang Diaplikasikan Dua Jenis
Pestisida” dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima
kasih yang setulusnya kepada Dr Syaiful Anwar, MSc selaku ketua komisi
pembimbing dan Dr Rahayu Widyastuti, MscAgr selaku anggota komisi
pembimbing atas bimbingannya selama proses penelitian hingga penulisan tesis
ini selesai. Ucapan terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada Prof
Dr Ir Dadang, MSc selaku penguji luar komisi atas masukan dan saran yang
sangat membangun pada penulisan tesis ini .
Terima kasih pula penulis sampaikan kepada:
1.
Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Pertanian
IPB, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB dan
Ketua Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan Sekolah
Pascasarjana IPB atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
melanjutkan program Magister Sains (S2) di IPB. Tidak lupa pula staf
pengajar dan pegawai yang ada di Lingkup Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, atas segala ilmu pengetahuan dan bantuan yang telah
diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.
2.
Dirjen DIKTI yang telah memberikan dukungan dana melalui BPPDN
Calon Dosen tahun 2013.
3.
Ayahanda Misdjan (Alm) dan Ibunda Djumriani Radjuni atas asuhan,
didikan, kasih sayang, doa restu yang tulus, dorongan semangat dan
motivasi agar ananda selalu tabah dan tegar menghadapi segala kesulitan
selama menempuh pendidikan di IPB. Terima kasih pula kepada saudarasaudariku Fatmawati (Almrh), Nelly, Muhammad Laode Majapahit,
Hadija tus’saddiah, Kartini Misdjan dan Budiawan atas segala dorongan
semangat dan motivasinya.
4.
Sahabat-sahabatku dan senior-senior tercinta yang selama ini telah
menginspirasi penulis, memotivasi, dan memunculkan semangat kepada
penulis selama menempuh pendidikan dan melaksanakan penelitian di
IPB.
5.
Rekan-rekan seperjuangan di Program Pascasarjana Bioteknologi Tanah
dan Lingkungan atas jalinan persahabatan, kerjasama, dan kebersamaan
selama menempuh pendidikan. Terimaksih pula kepada Bu Asih Karyati,
Pak Sardjito, Bu Julaiha, dan Bu Yeti atas segala bantuan dan kemudahan
fasilitas yang telah diberikan selama penulis melaksanakan penelitian di
laboratorium.
Penulis mendoakan semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan
karuania-Nya sepada semuanya. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini
memberikan manfaat dan sumbangan ilmu pengetahuan. Aminn ya Rabbal
A’lamin.
Bogor, Januari 2016
Maipa Dia Pati

viii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertanyaan Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

vii
vii
viii
1
2
2
3

TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Gambut
Karbondioksida (CO2) dan Metana (CH4)
Karbondioksida (CO2)
Metan (CH4)
Pestisida
Herbisida paraquat
Insektisida buthylphenylmethyl carbamate
Mikrob Fungsional Tanah
Mikrob Selulolitik
Mikrob Pelarut Fosfat
Bakteri Penambat N2 Bebas

4
5
6
6
6
7
7
8
8
10
10

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian
Rancangan Penelitian dan Inkubasi Sampel Tanah
Isolasi Mikrob Fungsional Tanah
Metode Pengenceran dan Penghitungan Koloni
Pengukuran Produksi CO2 dan CH4
Analisa Data

12
12
12
13
14
14
15
16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi Mikrob Fungsional Tanah
Produksi Karbondioksida (CO2) dan Metan (CH4)

17
21

PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

23
27
28
32

vii

DAFTAR TABEL
1

Metode dan media yang digunakan dalam menentukan sifat biologi tanah

12

2

Hasil analisa sifat kimia dan fisika tanah awal

13

3

Pengaruh perlakuan pestisida terhadap rata-rata populasi mikrob fungsional 19
tanah

4

Pengaruh waktu inkubasi terhadap rata-rata populasi mikrob fungsional
19
tanah

5

Pengaruh interaksi perlakuan pestisida dengan waktu inkubasi terhadap
20
rata-rata populasi Azospirillum setelah pemberian perlakuan

6

Pengaruh interaksi perlakuan pestisida dengan waktu inkubasi terhadap
20
rata-rata populasi bakteri pelarut fosfat

7

Pengaruh interaksi perlakuan pestisida dengan waktu inkubasi terhadap
21
rata-rata populasi Azotobacter setelah pemberian perlakuan

8

Pengaruh perlakuan pestisida terhadap rata-rata produksi CO2 dan CH4

9

Pengaruh waktu inkubasi terhadap rata-rata produksi karbondioksida (CO2)
22
dan metan (CH4)

22

10 Pengaruh interaksi perlakuan pestisida dengan waktu inkubasi terhadap 22
rata-rata produksi karbondioksida
11 Pengaruh interaksi perlakuan pestisida dengan waktu inkubasi terhadap 23
rata-rata produksi metana

DAFTAR GAMBAR
1

Herbisida paraquat (1.1 - dimethyl 4.4 - bipyridylium)

7

2

Insektisida BPMC (2 – sec – buthylphenylmethyl carbamate)

8

3

Dekomposisi selulosa pada kondisi tanah aerob dan anaerob

9

4

Ilustrasi proses inkubasi sampel tanah pada bejana inkubasi

14

5

Koloni cendawan pelarut fosfat (kiri) dan bakteri pearut fosfat (kanan) pada
17
media Pikovskaya

6

Halozone di sekitar koloni mikrob selulolitik (a) bakteri; (b) cendawan
menandakan adanya aktivitas mikrob selulolitik dalam mendegradasi bahan
17
organik

7

Pelikel putih yang menandakan bakteri Azospirillum pada media NFB

18

viii

DAFTAR LAMPIRAN
1

Peta lokasi pengambilan sampel tanah gambut Kab. Pulang pisau

32

2

Karakteristik pestisida yang digunakan dalam penelitian

33

3

Hasil analisis ragam populasi mikrob fungsional tanah pada tanah gambut

34

4

Hasil analisis ragam produksi karbondioksida (CO2) dan metana (CH4)

35

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Upaya pencapaian ketahanan pangan di Indonesia telah dilakukan melalui
ekstensifikasi pertanian dengan memanfaatkan lahan suboptimal, salah satunya
adalah lahan gambut. Indonesia adalah negara ketiga yang mempunyai lahan
gambut tropis terluas di dunia (Joosten 2009), tetapi pemanfaatan dan
pengembangannya masih sangat terbatas. Di beberapa kawasan Asia (termasuk
Indonesia) lahan gambut umumnya dimanfaatkan sebagai lahan pertanian (Noor
2001), contohnya penggunaan gambut dangkal sebagai lahan persawahan di daerah
Kalimantan Tengah. Berdasarkan data BBSDLP (2008) luas lahan gambut di
Indonesia diperkirakan sekitar 18 juta ha yang tersebar di beberapa kepulauan dan
33% d iantaranya berpotensi untuk digunakan sebagai lahan pertanian. Kalimantan
Tengah memiliki luas lahan gambut yang layak untuk pertanian seluas 672.723 ha
(BBSDLP 2008).
Pertanian pada lahan gambut dihadapkan pada beberapa kendala, di antaranya
yaitu rendahnya tingkat kesuburan tanah pada lahan-lahan suboptimal dan
tingginya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) (Noor 2001). Serangan
OPT terhadap tanaman pertanian disebabkan oleh perubahan fungsi lahan dari
hutan gambut yang awalnya memiliki keragaman tumbuhan yang tinggi menjadi
lahan budidaya pertanian dengan keragaman tumbuhan yang rendah (tanaman
pertanian saja). Sebagai salah satu upaya untuk mengendalikan OPT dalam sistem
pertanian intensif, seringkali diaplikasikan bahan agrokimia agar bisa mencapai
produksi maksimum (Handayanto dan Hairiah 2007). Penanganan OPT secara
kimia, sebagaimana juga dilakukan oleh petani di lahan gambut di Kalimantan
Tengah, masih dianggap sebagai solusi yang paling mudah karena lebih praktis
dalam pengaplikasiannya dan respon terhadap OPT lebih cepat. Namun demikian,
hal tersebut dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif terhadap populasi
mikrob fungsional tanah. Keberadaan mikrob fungsional tanah menjadi hal yang
sangat penting pada lahan-lahan pertanian. Mikrob-mikrob tanah ini memiliki
peranan masing-masing dalam ekosistem terkait dengan aliran energi dan siklus
unsur hara sebagai akibat dari aktivitas utama mikrob (pertumbuhan dan
perkembangannya).
Pengaruh negatif penggunaan pestisida terhadap populasi mikrob fungsional
tanah pada tanah mineral sudah banyak dilaporkan. Busse et al. (2001)
mengemukakan bahwa herbisida glyfosat bersifat toksik terhadap bakteri dan
cendawan yang diisolasi dari tanah perkebunan Pinus ponderosa, total populasi
bakteri heterotrof menurun setelah aplikasi glyfosat. Cycon dan Seget (2007) juga
menyatakan bahwa aplikasi insektisida diazinon, herbisida linuqor dan fungisida
mancozeb + dimethomorph merangsang peningkatan populasi mikrob heterotrof
pada dosis yang tinggi, meskipun demikian dampak negatif pestisida ditunjukkan
pada awal penelitian. Pada tanah gambut informasi mengenai hal tersebut masih
kurang. Tanah gambut, sesuai dengan bahan asal pembentukannya, hampir
seluruhnya merupakan bahan organik. Zimdahl (1993) menyatakan bahwa tanah
yang mengandung liat dan bahan organik yang tinggi mengadsorpsi pestisida lebih
besar dibandingkan tanah berpasir. Oleh karena itu, diduga pengaruh pestisida

2

terhadap aktivitas mikrob fungsional pada tanah gambut tidak sedrastis seperti yang
terjadi pada tanah mineral.
Dilain pihak, gambut alami merupakan karbon zink yang mudah
terdekomposisi sehingga dikhawatirkan adanya bahaya emisi gas rumah kaca.
Gambut tropis mengandung karbon dan nitrogen dalam jumlah yang cukup besar
(Inubushi et al. 2003), besarnya kandungan karbon ini sangat berkaitan dengan
proses dekomposisi gambut yang berjalan lambat dan terjadi secara terus-menerus
(Agus dan Subiksa 2008). Proses dekomposisi bahan organik melibatkan berbagai
macam mikrob tanah yang memiliki fungsi penting dalam peranannya masingmasing. Selain itu, mikrob tanah juga memproduksi gas CH4 dan CO2. Rastogi dan
Sani (2002) mengemukakan bahwa produksi gas CO2 dari tanah berasal dari hasil
dekomposisi bahan organik secara aerobik, respirasi akar tanaman dan mikrob.
Lebih lanjut, Setyanto (2004) menyatakan proses dekomposisi anaerobik yang
terjadi di lahan rawa ataupun sawah akan menghasilkan gas CH4 yang merupakan
penyumbang gas metana yang cukup besar. Fitriyani (2013) pada penelitian
laboratorium menyatakan bahwa pemberian pestisida pada dosis anjuran selama 30
hari inkubasi meningkatkan emisi CO2 (metode titrasi) dan menurunkan emisi CH4,
sedangkan hasil penelitian di lapangan (Susanti MA 2015) menyatakan aplikasi
pestisida dengan bahan aktif butylphenylmethyl Carbamate (BPMC) yang
diaplikasikan satu minggu sekali (P2) menurunkan emisi CO2 dan CH4 sebesar
26%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penggunaan dua jenis
pestisida terhadap populasi mikrob fungsional tanah, serta menganalisis produksi
CO2 dan CH4 pada tanah gambut pada percobaan laboratorium.
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dituliskan maka pertanyaan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh penggunaan dua jenis pestisida terhadap populasi mikrob
fungsional tanah?
2. Bagaimana pengaruh dua jenis pestisida yang digunakan terhadap produksi
CO2 dan CH4 pada tanah gambut terkait pengaruhnya terhadap kualitas
lingkungan?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengkaji populasi mikrob fungsional pada tanah gambut terkait penggunaan
dua jenis pestisida.
2. Menganalisis produksi CO2 dan CH4 pada tanah gambut terkait penggunaan
dua jenis pestisida.

3

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi, data, dan
pengetahuan baru mengenai keanekaragaman mikrob fungsional tanah, serta
produksi CO2 dan CH4 terkait dengan penggunaan dua jenis pestisida pada tanah
gambut.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

Lahan Gambut
Gambut secara harfiah diartikan sebagai tumpukan sisa tanaman yang
terakumulasi dalam kurun waktu yang lama dari ratusan bahkan ribuan tahun.
Menurut epistemologi, gambut adalah material atau bahan organik yang
terakumulasi secara alami dalam keadaan basah berlebihan atau jenuh air, bersifat
tidak mampat dan tidak atau hanya sebagian yang mengalami perombakan
(decomposed) (Noor 2010). Hardjowigeno (1986) menyebutkan bahwa gambut
merupakan hasil bentukan dari akumulasi sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik
yang sudah lapuk maupun belum. Akumulasi terus bertambah karena proses
dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan atau kondisi lingkungan lainnya
yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai.
Dalam klasifikasi tanah (soil taxonomi), tanah gambut dikelompokkan ke
dalam ordo histosol (histos = jaringan) atau sebelumnya dinamakan organosol yaitu
tanah yang memiliki lapisan bahan organik dengan berat jenis (BD) dalam keadaan
lembab < 0.1 g cm-3 dengan tebal > 60 cm atau lapisan organik dengan BD > 0.1 g
cm-3 dengan tebal > 40 cm (Soil Survey Staff 2003). Menurut konsep pedologi,
gambut adalah sumber dan rosot (sink) karbon sehingga dapat masuk sebagai
sumber emisi gas rumah kaca (GRK) yang dapat menyebabkan terjadinya
perubahan iklim dan pemanasan global. Dalam keadaan hutan alami, lahan gambut
berfungsi sebagai penambat (sequester) karbon sehingga berkontribusi dalam
mengurangi gas rumah kaca di atmosfir. Apabila hutan gambut ditebang dan
didrainase, maka karbon tersimpan pada gambut mudah teroksidasi menjadi gas
CO2 (salah satu gas rumah kaca terpenting) (Noor 2010).
Noor (2001) mengemukakan beberapa keuntungan dari lahan gambut
sehingga dijadikan sebagai alternatif pilihan lahan pertanian, khususnya pangan
antara lain: (1) ketersediaan air yang melimpah, (2) topografi nisbi datar, (3) letak
yang tidak jauh dari sungai sehingga memudahkan alur pencapaian, (4) pemilikan
lahan yang luas dan ideal bagi pengembangan usaha tani secara mekanis. Selain itu
banyaknya lahan gambut yang ditinggalkan tanpa reklamasi setelah penebangan
kayu dan hasil hutan lainnya, menambah kuat pemilihan lahan gambut untuk
dimanfaatkan sebagai areal pertanian. Lahan gambut yang sudah dibuka dan telah
didrainase, kandungan airnya menurun secara berlebihan. Penurunan air permukaan
akan menyebabkan lahan gambut menjadi kering. Gambut yang sudah mengalami
kekeringan yang ekstrim, akan sulit menyerap air kembali. Kondisi ini terjadi
karena gambut mempunyai sifat kering tak balik (Irreversible drying). Pengeringan
lahan gambut juga mempercepat dekomposisi aerobik dari bahan organik, dan
sebagai konsekuensinya akan menghasilkan emisi karbondioksida (CO2) yang
tinggi (Turetsky dan Louis 2006). Oleh karenanya, menjadikan lahan gambut
sebagai lahan pertanian dianggap sebagai solusi yang bijak.
Secara ekonomi lahan gambut berperan penting karena berpotensi untuk
dikembangkan menjadi lahan pertanian padi sawah. Lahan gambut yang dapat
dimanfaatkan untuk tanaman pangan disarankan pada gambut dangkal ( bakteri. Sedangkan pada kondisi
anaerob urutan dominasinya adalah bakteri > fungi. Mikrob-mikrob tersebut
mampu menghasilkan enzim pendegradasi selulosa yang lebih dikenal dengan
istilah selulase (Hanafiah 2005).

9

Mikrob selulolitik dapat diisolasi dengan menggunakan media CMC
(carboxymethyl cellulose). Kelompok mikrob ini akan menghasilkan kompleks
enzim yang bekerja secara sinergis dalam mendegradasi selulosa menjadi glukosa
yang disebut dengan enzim selulosa (selulase). Selulase sendiri terdiri atas beberapa
kompleks enzim ekstraselulase yaitu Endo - 1.4 glukanase (CMC-ase, Cx selulase
endoselulase, atau carboxymethyl cellulase), ekso - 1.4 glukanase (Aviselase,
selobiohidrolase, C1 - selulase) dan - 1.4 glukosidase. Enzim selulosa mampu
menghidrolisis selulosa secara sinergis menjadi oligosakarida yang lebih kecil
hingga menjadi glukosa yang menjadi sumber karbon dan unsur hara bagi
pertumbuhan mikrob (Napitupulu 2012). Proses dekomposisi selulosa disajikan
pada Gambar 3 di bawah ini:

Gambar 3 Dekomposisi selulosa pada kondisi tanah aerob dan anaerob (sumber :
Sylvia D, et al. 1999)

Beberapa dekomposer seperti bakteri dan cendawan mampu menghasilkan
selulase, misalnya untuk kelompok cendawan yaitu Aspergillus, Fusarium,
Trichoderma dan kelompok bakteri yaitu Cellulomonas, Cellvibrio, Cellfalcicula,
Sporocytophaga, dll.

10

Mikrob pelarut fosfat
Fosfat merupakan salah satu unsur makro esensial bagi tumbuhan dan juga
biota tanah. Ketersediaan fosfat dalam larutan tanah dipengaruhi langsung oleh
aktivitas mikrob tanah. Sebagian fosfat yang terikat dapat dilarutkan oleh mikrob
melalui sekresi asam organik, atau mineralisasi fosfat dari bentuk ikatan fosfat
organik menjadi fosfat anorganik. Selanjutnya, fosfat anorganik yang terlarut akan
digunakan oleh tanaman dan juga mikrob (aktivitas dan pembentuk sel-sel baru
mikrob), sehingga terjadi pengikatan (immobilisasi) fosfat (Santosa 2007).
Mikrob pelarut fosfat (MPF) merupakan mikrob tanah yang mampu
mengubah fosfat tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman, umumnya MPF
terdiri dari mikrob-mikrob yang termasuk kedalam golongan bakteri dan fungi.
MPF dan akar tanaman akan berpartisipasi dalam pelarutan P-anorganik melalui
produksi CO2 dan asam-asam organik (Hanafiah 2005). Asam-asam organik sangat
berperan dalam pelarutan fosfat karena relatif kaya akan gugus-gugus fungsional
karboksil (-COO-) dan hidroksil (-O-) yang masing-masing bermuatan negatif,
sehingga memungkinkan untuk membentuk senyawa kompleks dengan ion (kation)
logam yang biasa disebut chelate. Asam-asam organik akan mengkelat Al, Fe atau
Ca, sehingga fosfat akan terlepas dari ikatan AlPO4.2H2O, FePO4.2H2O atau
Ca3(PO4)2 sehingga kadar fosfat terlarut dalam tanah meningkat (Santosa 2007).
MPF umumnya ditemukan dalam jumlah yang melimpah pada area perakaran
tanaman dengan keberadaannya yang beragam tergantung pada kemasaman tanah.
Dominasi oleh kelompok fungi akan dijumpai pada tanah masam terkait dengan pH
optimum fungi yang berada pada kisaran 5 – 5.5, sebaliknya dominasi oleh bakteri
akan dijumpai pada kondisi tanah dengan pH netral dan akan semakin meningkat
seiring dengan peningkatan pH tanah. Sebagian besar MPF yang diisolasi dari
daerah rizosfer tanaman termasuk ke dalam golongan mikrob aerob pembentuk
spora dan hidup pada kisaran pH 4 – 10.6 (Alexander 1977).
Pada pengamatan laboratorium, populasi MPF dapat diisolasi dengan
menggunakan media selektif Pikovskaya, koloni yang menunjukkan adanya
halozone (zona bening) setelah masa inkubasi ditetapkan sebagai koloni mikrob
pelarut fosfat. Terbentuknya halozone disekitar koloni bakteri pada media
Pikovskaya menandakan bahwa terjadi pelarutan senyawa Ca3(PO4)2 oleh mikrob
pelarut fosfat. Sebelum terjadi pelarutan, media Pikovskaya memiliki karakteristik
warna putih keruh karena adanya kandungan Ca3(PO4)2 sebagai salah satu
komposisi media. Santosa (2007) menyatakan bahwa halozone merupakan tanda
awal untuk mengetahui kemampuan mikrob pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat.
Semakin lebar dan terang zona bening yang dihasilkan, maka dapat dianggap bahwa
secara kualitatif kemampuannya dalam pelarutan fosfat semakin besar dan semakin
intensif. Koloni mikrob yang memperlihatkan adanya halozone disekelilingnya
merupakan koloni yang mampu menghasilkan asam-asam organik yang berperan
untuk melepaskan ikatan Ca-P menjadi bentuk P yang tersedia (Rao 1994).
Bakteri penambat N2 bebas
Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro esensial yang menyusun sekitar
1.5% bobot tanaman dan berfungsi untuk pembentukan protein. Di atmosfer,
nitrogen merupakan unsur paling dominan (80% dari seluruh gas yang ada), tetapi
tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tanaman. Nitrogen bersifat labil
karena mudah berubah bentuk dan hilang, baik melalui volatilitas ataupun

11

pelindihan. Pemanfaatannya hanya dapat dilakukan melalui bantuan mikrob yang
mampu menambat nitrogen, baik melalui mekanisme simbiotik maupun nonsimbiotik. Meskipun nitrogen yang disumbangkan ke tanah pertanian lebih rendah
dibandingkan dengan mikrob yang bersimbiosis dengan akar tanaman. Akan tetapi,
pada daerah rhizosfer tanaman sejumlah bakteri dapat menambat nitrogen di
atmosfer secara non-simbosis, misalnya Azotobacter dan Azospirillum (Hanafiah
2005; Munawar 2011).
Azospirillum memiliki ciri utama yaitu mempunyai sel-sel yang bersifat motil
dan vibroid meskipun dalam kultur alkalin tua. Semua strain, dalam kultur agar
broth bersifat gram negatif. Azotobacter memiliki bentuk yang sangat variatif,
bersifat gram negatif yang aerob obligat, serta tumbuh baik pada media defisien N
serta menghasilkan lendir kapsul jika diberikan glukosa sebagai sumber karbon.
Adanya akumulasi bakteri ini pada rizosfer merupakan cerminan adanya stimulasi
eksudat akar muda berupa berbagai gula, yang mendorong migrasi dan pembelahan
sel-selnya, serta perkecambahan kiste (Hanafiah 2005).
Pada dasarnya penambatan nitrogen berlangsung secara anaerob atau
mikroaerob. Hal ini dikarenakan oksigen dapat menghambat aktivitas nitroginase
(Purwoko 2007). Beberapa bakteri yang melakukan penambatan nitrogen secara
aerob, memiliki ciri khusus untuk mengatasi permasalahan oksigen (respiratory
protection). Azotobacter akan mempercepat proses respirasinya, sehingga kadar
oksigen dalam sitoplasmanya menjadi rendah. Azotobacter juga menyintesis
protein pelindung nitroginase yang disebut Shethna (FeS-II). Selain itu, beberapa
bakteri aerobik diazotrof menghasilkan koloni besar dan gummy (ekstraseluler
polisakarida) pada media agar bebas nitrogen yang berfungsi sebagai penghalang
koloni terhadap paparan oksigen (Hastuti 2007).
Azotobacter diisolasi dengan menggunakan media selektif NFM (Nitrogen
free mannitol). Sifatnya yang mampu mengikat N2 bebas di udara mempermudah
untuk dilakukannya isolasi dengan menggunakan media NFM, karena bakteri ini
dapat tumbuh pada substrat yang banyak mengandung karbohidrat dan tidak
mengandung nitrogen. Secara visual koloni Azotobacter memiliki ciri khusus yaitu
koloni kecil dan banyak, mengkilap, biasanya mempunyai permukaan yang datar
dan sedikit cekung di bagian tengah, seperti susu dan kelihatan bening, warna
koloni sangat tergantung pada jenis spesies, misalnya A.chroococcum umumnya
menghasilkan pigmen cokelat atau hitam (Hastuti 2007) atau bisa juga menyerupai
tetesan air.
Azospirillum diisolasi dengan menggunakan metode MPN (most probable
number) pada media selektif NFB (nitrogen free bromthymol blue) semi-solid.
Penggunaan media NFB semi-solid ini, dikarenakan karakteristik Azospirillum
yang termasuk mikrob aerobik diazotrof dengan sifat mikroaerofilik (mampu
menambat nitrogen pada kondisi tekanan oksigen sangat rendah), dengan kata lain
penggunaan media tersebut bertujuan mengatasi permasalahan oksigen. Secara
kasat mata, bakteri Azospirillum dapat dikenali dengan penampakan pelikel tipis
berwarna putih yang tumbuh dibawah permukaan media. Karakteristik lain dari
bakteri ini yaitu sifatnya yang aerotaktik, yaitu berpindah-pindah tempat untuk
mencari keseimbangan difusi oksigen. Azospirillum akan membentuk pelikel yang
terletak 5 mm dari permukaan media dan kemudian akan berpindah kepermukaan
ketika nitrogen di dalam selnya telah terakumulasi (Hastuti 2007).

12

3 METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Agustus 2014 sampai Mei 2015, di
Laboratorium Bioteknologi Tanah, Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor dan Laboratorium Gas Rumah Kaca, Balai Penelitian Lingkungan
Pertanian, Jakenan-Pati, Jawa Tengah. Sampel berasal dari lahan gambut yang telah
disawahkan yang terletak di Desa Kanamit Jaya, Kecamatan Maliku, Kabupaten
Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah (Lampiran 1). Lokasi penelitian terletak
pada titik geografis 02o 55’55”LS dan 114o 09’44” BB.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu untuk pengambilan
sampel tanah terdiri atas: Bor tanah gambut, cangkul, soil tester, cool box, plastik
sampel, parafilm dan wadah sampel; sedangkan untuk analisa di laboratorium
terdiri atas: bejana inkubasi, cawan Petri, autoclave, Erlenmeyer, timbangan
analitik, micro pipet, pipet ukur, tabung reaksi, gelas ukur, gelas kimia, bunsen,
magnetic stirrer, shaker, spreader, spatula, tabung reaksi, syringe, tabung inkubasi,
timbangan, vortex, inkubator, oven, botol vial, seal aluminium, vakum vial, colony
counter, gas chromatography (GC) dan laminar air flow.
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini meliputi sampel tanah gambut,
pestisida yaitu herbisida dengan bahan aktif paraquat dan insektisida dengan bahan
aktif buthylphenylmethyl carbamat (BMPC), larutan fisiologis (NaCl 0.85%),
alkohol 70%, congo red, methyl orange, indikator phenol phetalin, HCl, NaOH 0.2
N dan media untuk pertumbuhan beberapa mikrob fungsional tanah (Tabel 1).
Tabel 1 Metode dan media yang digunakan dalam menentukan sifat biologi tanah
No.
1
2
3
4

Parameter
Mikrob pelarut fosfat
Mikrob selulolitik
Azotobacter
Azospirillum

Metode
Cawan hitung
Cawan hitung
Cawan hitung
MPN

Media
Pikovskaya
Carboxymethyl cellulose (CMC)
Nitrogen free manitol (NFM)
Nitrogen free bromthymol blue
(NFB)

Prosedur Penelitian
Pengambilan sampel tanah merujuk pada Elsas dan Smalla (1996) dengan
menggunakan metode random sampling. Sampel tanah diambil secara komposit
dari 10 titik pada hamparan sekitar 1 ha, pada kedalaman 0 – 25 cm dari permukaan
tanah. Analisa kimia dan fisika tanah awal meliputi pH, N-total, kadar C-organik,
analisa kadar serat, dan tingkat dekomposisi seperti yang disajikan pada Tabel 2
berikut ini:

13

Tabel 2 Hasil analisa sifat kimia dan fisika tanah awal
Sifat fisika kimia tanah

Nilai

pH (H2O)

3.50

C-organik (%)

52.07

N-total (%)

0.94

C/N ratio

55.39

Volume serat (%)

46

Warna munsell

10 YR 3/1 (very dark grey)

Tingkat dekomposisi

Hemik

(Ket : Data ini digunakan bersama dengan anggota tim peneliti lain yaitu Suciati 2016)

Hasil analisa tanah awal (Tabel 1) menunjukkan sampel tanah termasuk
dalam kriteria sangat masam dengan nilai pH H2O 3.50. Lahan gambut umumnya
mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran pH 3 – 5 (Agus
dan subiksa 2008). Kandungan C-organik dan N-total berturut-turut sebesar 52.07%
dan 0.94%, sehingga diperoleh rasio C/N yang sangat tinggi yaitu sebesar 55.39%.
Analisa kadar serat menunjukkan volume serat 46%, warna munsell 10 YR 3/1, dan
indeks pirofosfat bernilai 2 sehingga berdasarkan kriteria tingkat kematangan
gambut menurut Lynn et al. (1974) adalah hemik.
Parameter dalam penelitian ini yaitu populasi mikrob pelarut fosfat (MPF),
mikrob selulolitik, bakteri penambat N2 bebas dan produksi CO2 serta CH4 oleh
mikrob tanah.
Rancangan penelitian dan Inkubasi Sampel Tanah
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial (RALF), terdiri
dari 2 faktor. Faktor pertama merupakan 7 perlakuan pestisida, yaitu Kontrol (tanpa
pestisida), Paraquat 50%, Paraquat 100%, Paraquat 200%, BPMC 50%, BPMC
100%, dan BPMC 200%. Faktor kedua adalah 4 waktu inkubasi, yaitu 1, 7, 14, dan
28 hari. Dengan ulangan 3 kali maka diperoleh sebanyak 84 satuan percobaan.
Satuan percobaan berupa tanah gambut seberat 500 g (kering udara) dalam bejana
inkubasi.
Dosis formulasi pestisida yang digunakan disesuaikan dengan anjuran
pemakaian yaitu 4 liter ha-1 untuk paraquat dan 1 liter ha-1 untuk BPMC, dimana
pernyataan perlakuan pestisida 50, 100 dan 200% berturut-turut bermakna
setengah, satu dan 2 kali dosis anjuran bahan aktif pestisida (Lampiran 2).
Penghitungan berat pestisida yang diberikan didasarkan pada kandungan bahan
aktif masing-masing pestisida dengan berasumsi bulk density tanah gambut sebesar
0.25 g cm-3 dan ketebalan gambut terkena pestisida setebal 5 cm. Dengan demikian
perlakuan Parakuat 50%, Parakuat 100% dan Parakuat 200% setara dengan
pemberian parakuat berturut-turut seberat 552, 1104, dan 2208 μg; dan perlakuan
BPMC 50%, BPMC 100%, dan BPMC 200% setara dengan pemberian BPMC
berturut-turut 242.5, 485, dan 970 μg, pada masing-masing satuan percobaan.
Penetapan waktu inkubasi 1, 7, 14, dan 28 hari berdasarkan Degradation Time
(DT50) pestisida merujuk pada Environmental Protection Agency (EPA 1998).
Sebanyak 500 g sampel tanah (tanah lembab) dimasukkan ke dalam bejana
inkubasi, ditambahkan 50 ml aquades yang mengandung pestisida sesuai perlakuan,

14

kemudian ditambah lagi aquades sampai mencapai kadar air kapasitas lapang.
Inkubasi dilakukan secara terbuka, dan selama masa inkubasi kadar air tanah
dipertahankan pada kondisi kapasitas lapang. Bejana inkubasi ditempatkan pada
ruangan dengan suhu sekitar (28 - 30°C).Untuk pengambilan sampel CO2 dan CH4,
tabung inkubasi ditutup pada suhu ruangan (28 - 30 oC) di tempat gelap selama 24
jam sebelum waktu pengambilan sampel yang telah ditentukan, sebelum ditutup
terlebih dahulu dimasukkan tabung kecil yang berisi 5 ml KOH 0.2 N dalam bejana
inkubasi. Tutup bejana dimodifikasi dengan menambahkan selang kecil pada
ujungnya dan diberikan Stop cock untuk pengambilan sampel gas CH4 (Gambar 4).
Kemudian untuk isolasi mikrob fungsional tanah diambil sebanyak 50 g tanah pada
tiap unit percobaan.

Stop cock
KOH

Gambar 4 Ilustrasi proses inkubasi sampel tanah pada bejana inkubasi
Isolasi Mikrob Fungsional Tanah
Perhitungan jumlah populasi mikrob tanah pada penelitian ini menggunakan
dua metode, yaitu : metode cawan hitung (plate count) untuk menhitung populasi
mikrob pelarut fosfat, mikrob selulolitik dan Azotobacter, dan MPN (most probabel
number) untuk menghitung populasi Azospiri