Terhadap Sel Kanker Kolon Secara in Vitro
Terhadap Sel Kanker Kolon Secara in Vitro
* 1 Muji Rahayu 2 , Roosmarinto
1,2 Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Jln. Ngadinegaran MJ III/62 Yogyakarta Corresponding author email: [email protected]
ABSTRACT
Colorectal cancer is one of the five type of highest insiden in Indonesia. One of development cancer therapeutics directed to combination of chemotherapeutic agent and chemopreventive compounds. One approach to finding a chemopreventive compounds is through the exploration of natural ingredient especialy herbs. Flavonoids is group of compounds from plants that have been widely studied as anti-cancer activity. Leave of pigeonpea (Cajanus cajan) is, kind of Legumes plants rich in flavonoids among others cajanol, quercetin, luteolin, apigenin formonentin, vitexin, orientin, biochanin A, pinostrobin, dan isorhamnetin. This study aims to determine the content of chemical compounds in the methanol extract of leave pigeon pea that has anticancer activity using WiDr colorectal cancer cells with MTT (3-(4, 5- dimethylthiazolyl-2)-2, 5-diphenyltetrazolium bromide) method, followed by flowcytometry test.
The result of the cytotoxicity test of methanol extract of pigeonpea leaves have IC 50 of 307 ug/ml and with flowcytometry method showed necrosis WiDr cell.
Keywords : anticancer; pigeonpea leaves; WiDr cells; MTT
© 2017 Jurnal Teknologi Laboratorium
Abstrak
Kanker kolorektal merupakan salah satu dari lima jenis kanker yang terbanyak di Indonesia. Salah satu pengembangan terapi kanker diarahkan pada terapi kombinasi antara suatu agen kemoterapi dengan senyawa kemopreventif. Salah satu pendekatan untuk menemukan senyawa kemopreventif adalah melalui eksplorasi bahan alam terutama tumbuh ‐ tumbuhan. Flavonoid merupakan sekelompok senyawa dari tanaman yang telah banyak diteliti aktivitasnya sebagai antikanker. Daun gude adalah salah satu tanaman Legume yang kaya akan flavonoid antara lain, cajanol, quercetin, luteolin, apigenin formonentin, vitexin, orientin, biochanin A, pinostrobin, dan isorhamnetin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya aktivitas antikanker ekstrak metanol daun gude. Ekstrak methanol diperoleh dengan etode maserasi. Penelitian ini menggunakan sel kanker kolorektal WiDr, dengan metode MTT dilanjutkan dengan uji flowcytometry.
Hasil uji sitotoksisitas didapatkan IC 50 ekstrak methanol daun gude sebesar 307 µg/mL. Hasil flowcytometry menunjukkan kematian sel WiDr terjadi secara nekrosis.
Kata kunci : antikanker; daun gude (Cajanus cajan); sel WiDr; MTT
1. PENDAHULUAN
Flavonoid merupakan sekelompok senyawa dari tanaman yang telah banyak diteliti aktivitasnya sebagai antikanker. Screening pengaruh flavonoid terhadap proliferasi sel dan potensi sitotoksisitas telah dilakukan pada lebih dari 30 senyawa terhadap sel kanker kolon jenis Caco-2 dan HT-29. Hampir semua senyawa menunjukkan aktivitas antiproliferatif tanpa efek sitotoksisitas. Hubungan antara struktur kimia dengan aktivitas antiproliferatif (SAR= structure –activity relationship) juga telah dibuktikan berdasar subkelas flavonoid yaitu isoflavon, flavon, flavonol, dan flavonon.[1] Hampir 1,4 juta kasus baru didiagnosis pada tahun 2012, tingkat kematian 50%, dengan sebaran 54% di negara maju, tertinggi di Eropa dan terendah di Asia dan Afrika.[2] Kacang polong-polongan (Legume) merupakan tanaman yang kaya kandungan senyawa flavonoid. Kacang gude adalah satu jenis kacang-kacangan yang mengandung berbagai senyawa polifenol, antara lain antosianin, dan flavonoid. [3] Flavonoid pada tanaman gude meliputi sub kelas flavon, isoflavon, isoflavanon, flavanon, flavonol, antocyanidin, dan chalcon.[4] Kandungan senyawa flavonoid pada daun gude lebih tinggi daripada bijinya.[5]
2. METODE PENELITIAN
2.1. Bahan
Daun gude diperoleh dari desa Girimulyo, Gunungkidul Phosphat buffer aline (PBS), Tripsin-EDTA, Media kultur (MK) (RPMI), dimethylsufoxide (DMSO), MTT (3-(4, 5-dimethylthiazolyl-2)-2, 5-diphenyltetrazolium bromide) 5mg/mL Phosphat Buffer Saline (PBS) (50 mg MTT dan 10 mL PBS), SDS 10% dalam 0,01 N HCl, Tripsin-EDTA 0,25%, RNase, reagen kit Anexin V (Bio Legend), kultur sel WiDr diperoleh dari koleksi laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta.
2.2. Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Gude
Daun Cajanus cajan yang dikeringkan di udara (100 g) dihaluskan, dicampur dengan 70% metanol (metanol dan air dengan perbandingan 70 : 30) sebanyak 500 mL dan dimasukkan dalam shaker semalam (12 jam, 37 °C, 160 rpm). Campuran disentrifugasi pada 2850 g selama 20 menit. Supernatan dikumpulkan dan endapan dicampur dengan 500 mL 70% methanol dan diekstraksi ulang. Supernatan dikumpulkan dari kedua fase dicampur dan disaring. Filtrat dipekatkan dalam rotary evaporator di bawah tekanan rendah. Ekstrak pekat diliofilisasi dan disimpan pada suhu -20 °C sampai digunakan lebih lanjut. Penetapan Kadar Flavonoid Total dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta dengan metode spektrofotometri.
Penelitian dilakukan pada bulan April sampai September 2016. Rancangan penelitian ini post test with control group design. Pengujian Sitotoksisitas dengan metode MTT, dilakukan di laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta. Flowcytometry dilakukan di laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta dengan pereaksi Annexin V.
Uji aktivitas antikanker secara uji sitotoksik dengan metode MTT menggunakan sel kanker WiDr dengan variasi konsentrasi ekstrak methanol daun gude: 500, 400, 300, 200 dan 100 µg/ml. Sebagai pembanding digunakan 5 Fluorouracil (5-FU), dengan variasi konsentrasi yang sama.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar flavonoid total ekstrak metanol daun gude (Cajanus cajan) ditetapkan dengan metode spektrofotometri, dihitung sebagai eqivalen quercetin dalam penelitian ini ditemukan sebesar 1,84% (1840 mg/100 gram), angka ini jauh lebih besar bila dibandingkan penelitian yang telah dilakukan oleh Aja dkk (2015) yaitu sebesar
423,75mg/100 gram.[5] Dari hasil pengujian sitotoksisitas diperoleh IC 50 masing- masing 307 µg/ml dan 708 µg/ml.
Tabel 1. Persentase Sel WiDr Hidup setelah Perlakuan dengan Ekstrak Metanol Daun Gude Konsentrasi
% sel hidup
Ekstrak Metanol 5-Fluoro uracil Daun Gude
500 ug/ml
400 ug/ml
300 ug/ml
200 ug/ml
100 ug/ml
Sumber: Data Primer
Dari data tersebut kemudian dihitung IC 50 dengan cara interpolasi regresi linier, didapatkan hasil sebagai berikut:
Grafik Korelasi Dosis vs % Sel Hidup
20 y = -0.2454x + 136.03
Konsentrasi Ekstrak Metanol Daun Gude
ug/mL
Series1
Linear (Series1)
Grafik Hubungan Konsentrasi Ekstrak Metanol dengan % sel WiDR hidup
id 60.0 y = -0.1839x + 98.562 50.0 R² = 0.9725
Sel h 40.0 % 30.0
Konsentrasi Ekstrak Metanol Daun Gude (ug/ml)
Series1
Linear (Series1)
Sumber: Data Primer Gambar 1. Hubungan Konsentrasi Ekstrak Metanol Daun Gude dengan % Sel WiDr Hidup
Dari grafik tersebut didapatkan nilai IC 50 ekstrak metanol daun gude terhadap sel kanker kolon type WiDr sebesar 307 µg/ml
Gambaran mikroskopis sel WiDr ditunjukkan dalam gambar berikut:
Control sel
Control sel
Sumber: Data Primer Gambar 2. Gambaran Mikroskopis Sel WiDr setelah Perlakuan dengan Ekstrak Metanol
Daun Gude
Keterangan:
EG500; EG300; EG100 = Sel dengan perlakuan ekstrak metanol daun gude 500 g/ml, 300 g/ml dan 100 g/ml ; 5FU500; 5FU300; 5FU100 = Sel dengan perlakuan 5 Fluorouracil 500 g/ml, 300 g/ml dan 100 g/ml
Flavonoid yang terkandung dalam daun gude antara lain sub golongan flavon terdiri dari apigenin, vitenxin, isovitexin, luteolin dan orientin. Flavonoid sub golongan isoflavon terdiri dari biochanin A dan formononentin. Sub golongan flavanol terdiri dari quercetin dan isorhamnetin. Sub golongan flavanon terdiri dari naringenin dan pinostrobin. Sub golongan isoflavanon adalah cajanol sedangkan sub golongan chalcon adalah pinostrobin –chalcon.[4]
Mekanisme flavonoid menghambat atau mematikan sel kanker dapat terjadi melalui berbagai cara yaitu: 1) sebagai antioksidan dengan cara menginaktivasi radikal oksigen, 2) berikatan dengan senyawa elektrofilik, 3) menginduksi enzim protektif aktivitas konjugasi, 4) meningkatkan kecepatan apoptosis, 5) menghambat proliferasi sel, 6) menghambat peroksidasi lipid, 7) menghambat angiogenesis, 8) donasi hydrogen, dan 9) menghambat oksidasi DNA.[6]
Beberapa penelitian yang telah dilakukan antara lain oleh Wenzel et al. (2005) telah menemukan bahwa flavon meningkatkan up take piruvat atau laktat oleh mitokondria akibatnya meningkatkan produksi radikal superoksida dan memicu apoptosis sel kanker kolon HT-29. Flavonoid sub golongan flavon lain yang terkandung dalam daun gude seperti luteolin dan apigenin teridentifikasi menghambat efek enzim sitokrom CYP1A akibatnya menginduksi apoptosis.[7] Sedangkan dari sub golongan flavonol yaitu quercetin, selain teridentifikasi menghambat efek enzim sitokrom CYP1A juga meningkatkan kadar p53 yang akibatnya terjadi induksi apoptosis. Selain itu quercetin juga menginduksi conjugating enzyme fase II sehingga mencegah deplesi glutathione tereduksi (GSH) yang diduga kuat sebagai mekanisme potensial mencegah perkembangan tumor [7]. Aktivasi apoptosis merupakan karakteristik quercetin.[8] Lim et al. (2007) juga melaporkan bahwa luteolin menyebabkan siklus sel terhenti pada fase G2/M melalui penurunan ekspresi cyclin B1 dan pembelahan sel dan apoptosis pada sel kanker kolon HT-29.[9]
Pengujian dilanjutkan dengan uji flowcytometry untuk mengetahui kematian sel kanker WiDr yang diberi perlakuan ekstrak methanol daun gude melalui proses Pengujian dilanjutkan dengan uji flowcytometry untuk mengetahui kematian sel kanker WiDr yang diberi perlakuan ekstrak methanol daun gude melalui proses
File: 1/2 IC 50 APOP.003 Gate: No Gate Total Ev ents: 20000
Quad % Gated % Total
File: 1/2 IC 50 APOP.003 Gate: No Gate Total Ev ents: 20000
Region % Gated % Total
Gambar 3. Hasil Uji Flocytometry 1/2 x IC 50 Ekstrak Metanol Daun Gude
Uji flowcytometry dapat membedakan sel yang apoptosis atau nekrosis, didasarkan pada kemampuan Annexin V suatu anggota annexin intraseluler yang berikatan dengan phosphatydilserin yang tergantung ion Ca 2+ . Pada kondisi normal
fosfatidilserin hanya terdapat pada lapisan intraseluler pada membran plasma sel sehat. Jika terjadi awal apoptosis membrane asimetri hilang dan fosfatidilserin mengalami translokasi ke lapisan eksternal membrane sel. Annexin V yang dilabel fluorochrom digunakan mendeteksi target ini. Annexin V tidak bisa membedakan antara sel yang apoptosis dan nekrosis, untuk membantu membedakannya digunakan Propidium Iodide (PI). Fase awal apoptosis sel tidak bereaksi dengan PI, sedangkan pada apoptosis fase akhir sel akan terwarnai oleh PI, karena pewarna ini akan menembus nucleus dan berikatan dengan DNA. Propidium iodide adalah pewarna fluoresen yang berikatan dengan DNA, jika tereksitasi pada panjang gelombang 488 nm sinar laser, akan dapat terdeteksi yang digunakan untuk mengevaluasi sel yang masih hidup atau sel yang masih mengandung DNA dalam siklus sel yang dianalisis secara flowcytometry.
Hasil uji flowcytometry sel WiDr dengan perlakuan ekstrak methanol daun gude dosis ½ IC 50 menunjukkan 49,98-54,33% sel berada pada R4 hal ini menunjukkan sel sudah mengalami apoptosis akhir atau sudah nekrosis. Hanya 6% terdeteksi sel tahap awal apoptosis, 6% sudah masuk fase apoptosis. Sedangkan dengan dosis ekstrak
methanol daun gude 1x IC 50 menunjukkan 74% sel sudah mengalami nekrosis, 13,7% mengalami apoptosis, dan 4,3% memasuki awal apoptosis dan tinggal 7,6% sel yang hidup. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak methanol daun gude menyebabkan nekrosis sel kenker kolon type WiDr. Nekrosis tersebut dapat diakibatkan juga oleh masa inkubasi yang lama (24 jam) sehingga fase apoptosis sudah terlewati. Hasil methanol daun gude 1x IC 50 menunjukkan 74% sel sudah mengalami nekrosis, 13,7% mengalami apoptosis, dan 4,3% memasuki awal apoptosis dan tinggal 7,6% sel yang hidup. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak methanol daun gude menyebabkan nekrosis sel kenker kolon type WiDr. Nekrosis tersebut dapat diakibatkan juga oleh masa inkubasi yang lama (24 jam) sehingga fase apoptosis sudah terlewati. Hasil
4. KESIMPULAN Dan SARAN
Ekstrak methanol daun gude mempunyai aktivitas antikanker terhadap sel kanker kolon type WiDr dengan pengujian secara in vitro, didapatkan IC 50 sebesar 307 ug/ml dengan mekanisme nekrosis. Mengingat kandungan fenol total yang tinggi pada daun gude, maka penelitian dapat dilanjutkan menggunakan ekstrak dengan sub fraksi pelarut untuk menelusuri zat aktif yang mempunyai efek antikanker khususnya kanker kolorectal.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kami ucapkan kepada Direktur Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, selaku penyandang dana, Kepala Laboratorium FKU UGM Yogyakarta beserta teknisi.
DAFTAR PUSTAKA
C. Kanadaswami, L. T. Lee, P. P. H. Lee, J. J. Hwang, F. C. Ke, Y. T. Huang, and M. T. Lee, “The antitumor activities of flavonoids,” In Vivo (Brooklyn)., vol.
19, no. 5, pp. 895 –910, 2005. [2]
J. Ferlay, I. Soerjomataram, R. Dikshit, S. Eser, C. Mathers, M. Rebelo, D. M. Parkin, D. Forman, and F. Bray, “Cancer incidence and mortality worldwide : Sources , methods and major patterns in GLOBOCAN 2012,” Int. J. Cancer, vol.
386, no. 136, pp. E358 –E386, 2015. [3]
N. Loganayaki, P. Siddhuraju, and S. Manian, “A comparative study on in vitro antioxidant activity of the legumes Acacia auriculiformis and Acacia ferruginea with a conventional legume Cajanus cajan Estudio comparativo de la actividad
antioxidante in vitro de las legumbres Acacia auriculiformis y Aca,” CyTA J. Food, vol. 9 No. 1, no. December 2014, pp. 37 –41, 2011.
A. Nix, C. A. Paull, and M. Colgrave, “The flavonoid profile of pigeonpea, Cajanus cajan: a review,” Springerplus, vol. 4, no. 1, p. 125, 2015.
[5] Aja, P.M., Alum, E.U., Ezeani, N. and N . Nwali, B.U., Edwin, “Comparative Phytochemical Composition of Cajanus cajan Leaf and Seed,” Intl. J. Microbiol. Res., vol. 6, no. 1, pp. 42 –46, 2015.
[6] J. Y. Chahar MK, Sharma N, Dobhal MP, “Flavonoids: A versatile source of anticancer drugs.,” Pharmacogn. Rev., vol. 5, no. 9, pp. 1–12, 2011.
[7] S. Ramos, “Review Cancer chemoprevention and chemotherapy : Dietary polyphenols and signalling pathways,” Mol Nutr Food Res, vol. 52, pp. 507–526, 2008.
D. I. Hertzog and O. S. Tica, “Review Molecular mechanisms underlying the anti- cancerous action of flavonoids,” Curr. Heal. Sci. J., vol. 38, no. 4, pp. 145–149, 2012.
[9] S. Lim, J. Xu, J. Kim, T. Chen, X. Su, J. Standard, and W. Wang, “Role of Anthocyanin-enriched Purple-fleshed Sweet Pottao P40 in Colorectal Cancer Prevention,” Mol Nutr Food Res, vol. 57, no. 11, pp. 1908–1917, 2013.
[10] International Agency for Research in Cancer, 2012. GLOBOCAN: Estimated Cancer Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide in 2012, WHO.
JURNAL TEKNOLOGI LABORATORIUM
(www.teknolabjournal.com) Vol.6, No.1, Maret 2017, pp. 34 ~ 40 ISSN: 2338 – 5634 (print); ISSN: 2580-0191 (online)
Received : 19-02-2017; Revised : 21-03-2017 ; Accepted : 07-07-2017
Potensi Enzim Bromelin Sari Buah Nanas (ananas comosus l.) Dalam Meningkatkan Kadar Protein Pada Tahu
Indah Purwaningsih *
Poltekkes Kemenkes Pontianak Jurusan Analis Kesehatan Jl. Dr. Soedarso, Kampus Analis Kesehatan, Telp. (0561) 737639 *corresponding author, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Tahu merupakan salah satu produk olahan kedelai yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan harga yang relatif murah. Kadar protein pada tahu dapat ditingkatkan dengan cara enzimatis. Salah satu jenis enzim protease yang sering digunakan dalam industri makanan adalah enzim bromelin. Enzim bromelin banyak terdapat dalam buah nenas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan enzim bromelin dari sari buah nenas terhadap kadar protein tahu dengan mengkaji konsentrasi enzim dan lama inkubasi yang tepat untuk mendapatkan tahu dengan kadar protein terbaik.
Penelitian ini berbentuk penelitian eksperimental semu (Quation experiment). Metode penelitian yang digunakan adalah metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor. Faktor 1 adalah tingkat konsentrasi enzim (35%, 40%, 45% dan 50%) dan faktor 2 adalah lama inkubasi (6 jam dan 12 jam). Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik dengan uji regresi linear berganda.
Hasil penelitian menunjukkan kadar protein tahu terbaik diperoleh dari pembuatan tahu dengan perlakuan penambahan enzim bromelin dari sari buah nenas konsentrasi 50% dengan lama inkubasi selama 12 jam, yaitu sebesar 16,6195%. Hasil uji statistik diperoleh p<0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh konsentrasi enzim dan lama inkubasi enzim terhadap kadar protein tahu. Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan bahwa enzim bromelin dari sari buah nenas dapat digunakan untuk meningkatkan kadar protein pada tahu. Kata kunci : enzim bromelin, buah nenas, kadar protein, makanan tahu
© 2017 Jurnal Teknologi Laboratorium
ABSTRACT
Tofu is one of processed soybeans that have a high nutritional value and low price. Levels of protein in tofu can be enhanced by enzymatically. One of the protease enzyme which is commonly used in the food industry is bromelain enzyme. The bromelain enzyme in pineapple is widely available. The purpose of this study was to determine the effect of the bromelain enzyme from pineapple juice to protein content by examining the enzyme concentration and incubation time to get the best protein content.
This research was quation experiment. The experimental design for this research was randomized block design with 2 factors. Factor I consist of 4 levels (enzyme concentration 35%, 40%, 45% and 50%) and factor II consist of 2 levels (incubation period with enzyme of 6 and 12 hours). The data obtained were then analyzed statistically by multiple linear regression test.
The results showed that the best protein content was obtained from the preparation of tofu with the addition of bromelin enzyme from pineapple juice with concentration of 50% and The results showed that the best protein content was obtained from the preparation of tofu with the addition of bromelin enzyme from pineapple juice with concentration of 50% and
Based on the results of research can be suggested that bromelin enzyme from pineapple juice can be used to increase protein content in tofu. Keywords : bromelain enzyme, pineapple, protein content, tofu
1. PENDAHULUAN
Tahu merupakan salah satu produk olahan kedelai yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan harga yang relatif murah. Tahu mengandung beberapa nilai gizi, seperti protein, lemak, karbohidrat, kalori, mineral, fosfor, dan vitamin B-kompleks. Berdasarkan data yang diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional, tingkat konsumsi tahu di Indonesia pada tahun 2012 yaitu 6,9871 kg/kapita/tahun dan terjadi peningkatan konsumsi tahu pada tahun 2013 yaitu sebesar 7,0393 kg/kapita/tahun. [1,2]
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3142-1998, syarat mutu tahu yang baik yaitu memiliki kadar protein minimal 9,0% (b/b), namun berdasarkan data Rahmawati (2013) diketahui bahwa kandungan protein pada tahu hanya 7,8% (b/b), lebih rendah dari yang disyaratkan oleh SNI. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan kadar protein pada tahu, salah satunya yaitu dengan cara menambahkan enzim protease pada proses pembuatan tahu. Salah satu jenis enzim protease yang sering digunakan dalam industri makanan adalah enzim bromelin yang banyak terkandung dalam buah nenas.[2,3]
Enzim bromelin merupakan salah satu jenis enzim protease yang mampu menghidrolisis ikatan peptida pada protein menjadi molekul yang lebih kecil yaitu asam amino sehingga mudah di cerna tubuh. Enzim bromelin terdapat dalam semua jaringan tanaman nenas. Sekitar setengah dari protein dalam nenasmengandung protease bromelin. Di antara berbagai jenis buah, nenas merupakan sumber protease dengan konsentrasi tinggi dalam buah yang masak.[3,4]
Permasalahan dalam pembuatan tahu dengan penambahan enzim bromelin ini adalah belum diketahui lama inkubasi serta konsentrasi enzim bromelin yang tepat untuk mendapatkan tahu dengan kadar protein terbaik. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan studi pengaruh penambahan enzim bromelin dari sari buah nenas (ananas comosus l.) terhadap kadar protein tahu.
2. METODE PENELITIAN
2.1. Desain Penelitian
Penelitian ini berbentuk penelitian eksperimental semu (Quation experiment), yaitu suatu kegiatan percobaan (experiment) yang bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul sebagai akibat adanya perlakuan tertentu. Namun peneliti tidak mungkin mengontrol semua variabel luar, sehingga perubahan yang terjadi pada efek tidak sepenuhnya oleh pengaruh perlakuan [5].
2.2. Besar Sampel
Penelitian ini dilakukan dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor. Faktor 1 adalah tingkat konsentrasi enzim (35%, 40%, 45% dan 50%) dan faktor 2 adalah lama inkubasi (6 jam dan 12 jam).
Penentuan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus :
– 1) (r – 1) ≥ 15 (t
Dari rumus diatas, dapat diketahui jumlah replikasi pada penelitian ini adalah 3, dengan perlakuan yang diberikan sebanyak 8 kali, sehingga total sampel yang diperiksa adalah 24 sampel.
Potensi Enzim Bromelin … (Indah Purwaningsih)
2.2.3. Prosedur Pemeriksaan :
2.2.3.1. Pembuatan sari buah nenas
Menyiapkan buah nenas masak yang masih segar/baru dipetik. Kulit nenas dikupas dengan pisau sampai bersih. Nenas dicuci dengan aquadest sampai bersih. Nenas kemudian dihaluskan dengan cara diparut dan disaring dengan kain kasa.
2.2.3.2. Pembuatan tahu tanpa penambahan sari buah nenas (kontrol)
Kedelai kering dibersihkan dengan air, kemudian dijemur sampai kulit kedelai pecah-pecah. Lalu lakukan pemecahan kulit dan dipisahkan dari biji kedelai, didapatkan biji kedelai tanpa kulit (kering). Biji kedelai ditimbang 300gr kemudian direndam dalam 900ml air selama 6 jam. Setelah itu dicuci dan ditiriskan dan didapatkan kedelai lunak siap pakai. Kedelai kemudian diblender sampai terbentuk bubur kedelai. Bubur kedelai kemudian disaring dan didapatkan sari kedelai. Sari kedelai kemudian direbus dan ditambahkan satu sendok makan garam dapur. Selanjutnya sari kedelai di tambahkan cuka sebanyak 4 sendok hingga menggumpal, kemudian dicetak dengan pencetak tahu.
2.2.3.3. Pembuatan tahu dengan penambahan sari buah nenas
Kedelai kering dibersihkan dengan air, kemudian dijemur sampai kulit kedelai pecah-pecah. Lalu lakukan pemecahan kulit dan dipisahkan dari biji kedelai, didapatkan biji kedelai tanpa kulit (kering). Biji kedelai ditimbang 300gr kemudian direndam selama 6 jam dan 12 jam dengan perlakuan penambahan sari buah nenas konsentrasi 35%, 40%, 45% dan 50%. Setelah itu kedelai dicuci dan ditiriskan dan didapatkan kedelai lunak siap pakai. Kedelai kemudian diblender sampai terbentuk bubur kedelai. Bubur kedelai kemudian disaring dan didapatkan sari kedelai. Sari kedelai kemudian direbus dan ditambahkan satu sendok makan garam dapur. Selanjutnya sari kedelai di tambahkan cuka sebanyak 4 sendok hingga menggumpal, kemudian dicetak dengan pencetak tahu.
2.2.3.4. Pemeriksaan Kadar Protein Pada Tahu
Metode yang digunakan pada penetapan kadar protein pada tahu adalah metode kjeldahl. Prinsip pemeriksaan ini adalah senyawa Nitrogen (N) dalam bahan direduksi dengan H 2 SO 4 pekat membentuk (NH 4 ) 2 SO 4 yang kemudian diuraikan menjadi NH 3 dengan penambahan NaOH sampai suasana alkalis. NH 3 bebas yang terbentuk ditampung dalam H 3 BO 3 kemudian dititrasi dengan larutan standar HCl. Protein dihitung dari N-total dan mengalikannya dengan faktor konversi N. Rumus Perhitungan Kadar Protein (%) = % N x faktor konversi (6,25).
2.2.4. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan Uji Regresi Linear berganda yang diolah secara komputerisasi menggunakan Program SPSS.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang uji kadar protein pada tahu dengan penambahan sari buah nanas dapat disajikan data sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Kadar Protein Tahu
Sampel (gr)
(%) Tanpa Enzim
Potensi Enzim Bromelin … (Indah Purwaningsih)
Sumber: Data Primer
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata kadar protein pada tahu yang dibuat tanpa penambahan enzim bromelin dari sari buah nenas yaitu 10,6803%. Rata-rata kadar protein tahu yang dibuat dengan penambahan enzim bromelin dari sari buah nenas konsentrasi 35%, 40%, 45% dan 50% dengan lama inkubasi 6 jam secara berturut-turut yaitu 11,5652%, 12,0133%, 12,3175% dan 12,7971%. Rata-rata kadar protein tahu yang dibuat dengan penambahan enzim bromelin dari sari buah nenas konsentrasi 35%, 40%, 45% dan 50% dengan lama inkubasi 12 jam secara berturut-turut yaitu 14,4045%, 15,0614%, 15,7984% dan 16,6195%.
Gambar 1. Grafik Rata-Rata Kadar Protein Tahu Akibat Perlakuan Konsentrasi Enzim Bromelin
dan Lama Inkubasi dengan Enzim
Potensi Enzim Bromelin … (Indah Purwaningsih)
Hasil penelitian kemudian dianalisis secara statistik dengan uji regresi linear berganda, diperoleh p< 0,05, sehingga Ha diterima, yang berarti ada pengaruh konsentrasi enzim dan lama inkubasi enzim terhadap kadar protein tahu. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa kadar protein pada tahu yang dibuat dengan penambahan enzim bromelin dari sari buah nenas lebih tinggi dibandingkan tahu yang dibuat tanpa penambahan enzim bromelin dari sari buah nenas, dimana semakin tinggi konsentrasi enzim bromelin dari sari buah nenas yang ditambahkan pada pembuatan tahu maka semakin meningkat pula kadar protein tahu.
Terjadinya peningkatan kadar protein tahu disebabkan oleh pengaruh dari sari buah nenas yang ditambahkan ke dalam air rendaman kedelai pada proses pembuatan tahu. Di dalam buah nenas terkandung suatu enzim protease yaitu enzim bromelin. Enzim bromelin merupakan suatu enzim protease yang mampu memecah protein melalui reaksi hidrolisis, oleh karena itu dapat meningkatkan kadar protein.[6] Enzim bromelin dapat menghidrolisis ikatan peptida dari suatu rantai polipeptida pada protein menjadi molekul yang lebih sederhana yaitu asam amino sehingga lebih mudah dicerna tubuh.[7] Dalam hal ini, enzim bromelin berperan sebagai biokatalisator yang mempercepat reaksi pemecahan protein menjadi asam amino. Oleh karena itu, semakin tinggi konsentrasi enzim yang ditambahkan, maka kecepatan reaksi akan semakin tinggi [8] sehingga semakin banyak ikatan peptida yang terhidrolisis, akibatnya semakin banyak pula protein yang terhidrolisis menjadi asam amino.
Dari hasil penelitian juga tampak bahwa, semakin lama waktu perendaman kedelai menggunakan sari buah nenas, semakin tinggi pula kadar protein tahu yang dihasilkan. Hal ini karena semakin lama waktu inkubasi atau semakin lama kedelai direndam dalam sari buah nenas, akan menyebabkan daya kerja enzim bromelin untuk melakukan hidrolisis protein menjadi asam amino semakin panjang.[9] Semakin lama waktu inkubasi akan memberikan kesempatan enzim melakukan hidrolisis protein semakin lama sehingga akan semakin banyak protein yang terhidrolisis menjadi asam amino sehingga kadar protein tahu semakin meningkat.
Hasil tersebut ternyata serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Dhian Aryani (2004), tentang pengaruh lama perendaman dan konsentrasi bromelin pada sari buah nanas terhadap kadar protein dan organoleptik daging kambing dimana semakin lama perendaman dan semakin tinggi konsentrasi sari buah nanas maka semakin tinggi pula kadar proteinnya.[10]
Selain itu hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian sebelumnya oleh Wijaya (2015), tentang pengaruh penambahan enzim bromelin terhadap sifat tempe gembus dimana semakin lama perendaman dan semakin tinggi enzim bromelin yang ditambahkan maka semakin meningkat pula jumlah protein terlarut dan N-amino dari tempe gembus serta akan meningkatkan pula pH tempe gembus.
Pada penelitian ini, terjadinya peningkatan kadar protein pada tahu yang ditambah enzim bromelin dari sari buah nenas tidak terlalu tinggi. Hal ini disebabkan karena enzim bromelin merupakan enzim yang bekerja optimal pada pH 5-6 dan suhu 50ºC, dimana suhu dibawah atau diatas 50ºC akan mengakibatkan keaktifan enzim lebih rendah sedangkan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan yaitu denaturasi protein dengan kecepatan katalisa yang menurun.[11] Pada penelitian ini, pH dan suhu tidak dikendalikan.
Enzim bromelin dapat diekstrak dari bagian batang atau buah nenas.[12] Kandungan enzim lebih banyak di bagian daging buahnya, hal ini ditunjukkan dengan aktivitasnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas pada bagian
Potensi Enzim Bromelin … (Indah Purwaningsih) Potensi Enzim Bromelin … (Indah Purwaningsih)
Enzim bromelin tergolong dalam kelompok enzim protease sulfhidril yang dapat menghidrolisa protein menghasilkan asam amino sederhana yang larut dalam air. Sisi aktif enzim bromelin ini mengandung gugus sistein dan histidina yang penting untuk aktivitas enzim tersebut,sehingga enzim ini secara khusus memotong ikatan peptida pada gugus karbonil seperti yang ditemukan dalam arginin atau asam amino aromatik yaitu fenilalanin atau tirosin.[14] Enzim bromelin ini menghidrolisis ikatan peptida di bagian tengah rantai peptida, sehingga digolongkan endopeptidase.[15]
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa semakin banyak sari buah nanas yang ditambahkan maka semakin tinggi pula kadar proteinnya. Dengan meningkatnya kadar protein pada tahu maka akan meningkatkan pula nilai gizi pada tahu, karena protein berfungsi pada pertumbuhan dan perkembangan tubuh, perbaikan dan pergantian sel-sel jaringan tubuh yang rusak, produksi enzim pencernaan dan enzim metabolisme dan protein merupakan bagian yang terpenting dari hormon-hormon tertentu seperti tiroksin dan insulin.[16]
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Semakin tinggi konsentrasi enzim bromelin dan lama inkubasi dengan enzim bromelin, semakin meningkat pula kadar proteinnya. Kadar protein tahu terbaik diperoleh dari pembuatan tahu dengan perlakuan penambahan enzim bromelin dari sari buah nenas konsentrasi 50% dengan lama inkubasi selama 12 jam, yaitu sebesar 16,6195%.
DAFTAR PUSTAKA [1].
Branda, Hasiholan. 2012. “Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan Jeruk Nipis Dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Tahu Segar,” Skripsi,
Medan: Universitas Sumatra Utara.
Rahmawati, Fitri. 2013. Teknologi Proses Pengolahan Tahu dan Pemanfaatan Limbahnya. Yogyakarta: PT. Bukit Asam
Wijaya, J & Yunianta., “Pengaruh Penambahan Enzim Bromelin Terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Tempe Gembus (Kajian Konsentrasi dan Lama Inkubasi Dengan Enzim),” Jurnal Pangan dan Agroindustri, vol. 3 (1), pp. 96-106, 2015.
Wuryanti., “Isolasi dan Penentuan Aktivitas Spesifik Enzim Bromelin Dari Buah Nanas (Ananas comosus L.),” JKSA, vol. VII (3), pp. 83-87, 2004.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D. Cetakan ke-17. Bandung : Alfabeta.
Maryam, Siti. 2009. “Ekstrak Enzim Bromelin Dari Buah Nanas ( Ananas sativus Schult.) Dan Pemanfaatannya Pada Isolasi DNA ,” Skripsi, Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Rusnakova M and Jaroslav Z., “Enzymatic Hydrolysis of Defatted Soy Flour by Three Different Proteases and Their Effect on The Functional Properties of Resulting Protein Hydrolysates,” Czech Journal Food Science, 20 (1), pp. 7-14, 2004.
Reed, G. 1975. Enzymes in Food Processing. Dalam Florence., 2004, “Efektifitas Deproteinisasi Cangkang Udang Putih Menggunakan Enzim Bromelin untuk Preparasi Kitin,” Skripsi, Universitas Brawijaya. Malang
Wirahadikusuma, M. 1985. Biokimia Protein, Enzim dan Asam Nukleat.
Potensi Enzim Bromelin … (Indah Purwaningsih)
Dalam Farikhah, W. 2006. “Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) Secara Enzimatis Menggunakan Papain dan Bromelin.” Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.
[10]. Ariyani, Dhian. 2004. “Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi
Bromelin Terhadap Kadar Protein dan Organoleptik Daging Kambing ,” Skripsi, Surakarta : FKIP Biologi UMS.
[11]. Susanti, Dewi. 2012. “Kajian Pemanfaatan Enzim Bromelin Dari Limbah
Kulit Nanas (Ananas comosus (L) Merr) Untuk Melunakkan Daging ”. Skripsi. Medan: Universitas Negeri Medan
[12]. Said, M.I., “Isolasi Enzim Bromelin Dari Buah Nanas Serta Pengaruhnya
Terhadap Perubahan Struktur Jaringan Daging Sapi,” Jurnal Agriplus, vol.
22 (1), pp. 20-25, 2012. [13]. Masri, M., “Isolasi dan Pengukuran Aktivitas Enzim Bromelin dari Ekstrak
Kasar Bonggol Nanas (Ananas comosus ) pada Variasi Suhu dan pH,” Jurnal Ilmiah Biologi Biogenesis, vol. 2 (2), pp. 119-125, 2014.
[14]. Gautam, S.S., Mishra, S., Dash, V., Amit, K dan Rath, G., “Cooperative
Study of Extraction, Purification and Estimation of Bromelain From Stem and Fruit of Pineapple Plant,” Thai J. Pharm., Sci., vol 34, pp. 67-76, 2010.
[15]. Nurhidayah., Masriany dan Mashuri Masri., “Isolasi dan Pengukuran
Aktivitas Enzim Bromelin Dari Ekstrak Kasar Batang Nanas (Ananas comosus ) Berdasarkan Variasi pH,” Jurnal Ilmiah Biologi Genesis., vol. 1(2), pp. 116-122, 2013.
[16]. Winarno, F.G. 1993. Pangan: Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Potensi Enzim Bromelin … (Indah Purwaningsih)
ATURAN PENULISAN NASKAH PUBLIKASI
1. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Naskah diketik dengan bentuk Arial ukuran (font) 11 berspasi 1, panjang naskah maksimum 10 halaman dan diketik kertas berukuran A4. Intisari tidak melebihi 250 kata, spasi 1 (rapat) huruf tebal, dengan disertai 3-5 kata kunci (atau tidak melebihi 3/4 halaman / tidak penuh). Dalam bentuk Word.
2. Nama (nama-nama) penulis, tanpa gelar dan nama/lembaga tempat penelitian ditulis lengkap dan jelas dibawah nama penulis. Alamat kerja/kantor penulis di cantumkan pada tempat tersendiri.
3. Sistematika penulisan :
a. Halaman Judul : Judul, nama penulis, lembaga
b. Halaman Intisari dan abstrack (judul, nama peneliti, alamat lembaga, isi dan kata kunci. Isi Intisari : latar belakang (yang penting), tujuan, metode, hasil, kesimpulan.
4. Batang tubuh naskah, yang umumnya terdiri dari : pendahuluan mencakup latar belakang, tinjauan teori dan tujuan, metode dan cara penelitian, hasil, pembahasan, kesimpulan dan saran serta daftar pustaka; lampiran (jika ada).
5. Tabel dan gambar harus diberi nomor (sesuai dengan urutan pengacuan/penyebutnya dalam naskah)
6. Sitasi kepustakaan (acuan) dilakukan dengan sistem; nama penulis utama, tahun
7. Daftar pustaka di tulis sesuai nomor “kemunculannya” Untuk buku : nama pokok dan inisial pengarang, tahun terbit : judul buku, jilid, edisi,
nama penerbit, tempat penerbit. Untuk karangan dalam buku : nama pokok dan inisial pengarang, tahun : judul
karangan, inisial dan nama editor judul buku, halaman permulaan dan akhir (karangan), nama penerbit, tempat penerbit.
Untuk karangan dalam naskah/jurnal : nama pokok dan inisial semua penulis (jika jumlah melebihi 4 orang, cuku nama penulis pertama diikuti dengan dkk. atau et al), tahun : judul karangan, singkatan nama majalah, jilid, nomor serta halaman permulaan dan akhir.
Untuk karangan dalam pertemuan : nama pokok dan inisial pengarang, tahun : judul karangan, singkatan nama/penyelenggara serta tempat pertemuan.
8. Pengguna tata-nama (nomenklatur), tata-istilah, lambang dan satuan : sedapat mungkin penulis mengikuti cara penulisan yang baku untuk masing-masing bidang keilmuan (misalnya Sistem Internasional (SI) untuk lambang/satuan besaran- besaran sika)
9. Ucapan terimakasih, jika diperlukan, supaya ditulis di bagian akhir naskah (setelah kesimpulan dan saran, sebelum pustaka) dengan menyebutkan secara lengkap : nama, gelar dan lembaga penerima ucapan.