DAFTAR ISI

Ludah yang Dikeluarkan Seorang Penderita TBC

Aku memandang perlu untuk menuliskan tentang judul yang menyakitkan ini "Ludah yang dikeluarkan Seorang Penderita TBC", yang memalukan, yang bersumber dari orang-orang dungu yang mengenakan serban, dimana mereka tidak mempunyai kegigihan kecuali dalam hal mencari-cari aib kaum Muslim dan Mukmin yang saleh, terutama dalam mencari-cari aib dan cela orang-orang Syi'ah yang baik dan taat, dimana mereka itu merupakan pengikut setia Ahlulbait. Sungguh menyedihkan, orang-orang dungu seperti ini dan para pendukungnya sangatlah banyak

11 jumlahnya.

Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh seseorang- semoga Allah merahmatinya---dalam syairnya, Alangkah busuknya orang yang disibukkan oleh aib orang lain, seperti lalat yang mencari-cari tempat yang kotor. Mereka ini dan orang-orang yang semisal mereka

adalah kuman kerusakan dan pusat kenifakan serta membuat kerusakan di muka bumi ini. Sebab, mereka ini tidak senang menyaksikan keharmonisan antara sesama kaum Muslimin, hidup tenang dalam keberagaman paham dan mazhab. Mereka senantiasa mengamat-amati pertentangan di tengah- tengah umat Islam dan terjadinya kekacauan di antara barisan kaum Muslimin agar mereka dapat menanamkan benih-benih perpecahan dan kerusakan. Mereka berusaha memancing di air yang keruh sehingga mereka dapat memperoleh kesenangan hidup, sebagaimana yang telah dilakukan oleh nenek moyang mereka.

Setelah kami menganut mazhab Ahlulbait (keluarga Nabi Saw), seakan-akan kami dalam pandangan mereka telah keluar dari agama Islam, dan saat itu pula kami wajib dibunuh karena kami telah murtad, sekali lagi dalam pandangan mereka yang picik.

Seandainya saja mereka berpikir jemih dan menggunakan nalar serta mau mempelajari dengan saksama mazhab Ahlulbait, tentu mereka akan mengetahui bahwa mereka (orang-orang Syi'ah) berada pada jalan yang lurus dan benar.

Sebab, pada realitasnya, yang mengukuhkan mazhab Ahlulbait ini adalah pengemban risalah, Muhammad Saw, dan yang menguatkan penopangnya serta membangun

11 bangunannya yang menjulang tinggi adalah 'Ali dan anak-

anaknya, yang telah disucikan dari dosa dan dibersihkan sebersih-bersihnya oleh Allah Swt. Allah Swt juga telah menjaga dan memelihara mereka dari setiap kesalahan dan dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar. Hadis mereka adalah hadis seorang anak dari ayahnya, dari kakeknya, dari Rasulullah Saw, dari Jibril, dari Tuhan Yang Mahakuasa.

Demikian juga Syi'ah (pengikut), mereka mengambilnya dan meriwayatkannya dari tsiqah (orang yang tepereaya) dari tsiqah, yang paling akhir dari mereka tidak bertentangan dengan yang paling awal dari mereka, sebagaimana yang telah disinggung sebelum ini.

Sungguh, alangkah anehnya, apakah orang yang berada pada jalan yang benar harus dibunuh, sedangkan orang yang berada dalam kebatilan dibiarkan selamat?

Apakah orang yang mengikuti mazhab yang suci ini tereela dan orang yang beribadah dengan paham mereka ini tersesat?

Apakah layak dia (pengikut mazhab Ahlulbait) divonis kafir, dituduh sebagai zindik, dilempari batu, dan dicaci maki dengan perkataan-perkataan yang keji?

Apakah istri dan anak perempuannya boleh dijadikan budak dan anak-anak laki-lakinya dibunuh serta harta bendanya dirampas, juga seluruh kehidupannya diboikot?

Apakah pantas dia yang menyembah Allah dengan hak, tulus, dan yakin dikatakan, "Wahai penyembah berhala?"

Padahal dia telah mengikat hati nuraninya pada keeintaaan kepada Allah, Rasul-Nya, dan para Imam Suci dari Ahlulbait Rasulullah Saw dan menjadikan mereka sebagai pemimpinnya.

11 "Dan barangsiapa yang mengambil Allah, Rasul-Nya, dan

orang-orang yang beriman menjadi pemimpinnya, maka sesungguhnya pengikut Allah itulah yang pasti menang." (Qs. al-Maidah [5]:56)

Perhatikanlah apa yang telah dilakukan oleh Bani Umayyah terhadap Rasulullah Saw dan Ahlulbaitnya yang suci serta orang-orang pilihan dari Syi'ah (pengikut) mereka.

Misalnya, apa yang dilakukan oleh Abu Sufyan terhadap Rasulullah Saw, Mu'awiyah terhadap Amirul Mukminin 'Ali As, dan Yazid terhadap Sayyidusy Syuhada' (penghulu para syuhada) Imam al-Husain As.

Demikian juga apayang telah dilakukan oleh Bani Marwan terhadap orang-orang saleh dari golongan Syi'ah. Begitu pula kami sekarang ini, ketika kami mengikuti mazhab Ahlulbait, seakan-akan hari kiamat telah bangkit, mereka bangkit menentang kami dan melakukan persekongkolan dan tindakan-tindakan jahat lainnya terhadap kami.

Sikap al-Imam al-Akbar Ayatullah al-Buroujerdi Ketika keadaan dan penekanan yang kami alami telah sampai pada puncaknya, baik seeara materi maupun moril, kami pun menyampaikan masalah kami ini kepada Imam Syarafuddin al-Musawi rahimahullâh. Setelah mengetahui penderitaan kami yang berat ini, Imam Syarafuddin menulis surat kepada al-Marji' al-A'la (pemimpin keagamaan tertinggi) mazhab yang hak ini, yaitu Ayatullah al-Uzhma al-Hujjah al-Mujtahid al-A'zham Sayyidina Maulana al-Imam as-Sayyid al-Husain ath- Thabathaba'i al-Baroujerdi-semoga Allah mensucikan ruhnya yang suci dan menempatkannya di dalam surga-Nya

11 yang luas serta membalas segala jasanya untuk Islam dan

kaum Muslimin dengan sebaik-baik balasan dengan karunia dan kemuliaan-Nya.

Segera setelah membaea laporan dari Imam Syarafuddin tentang keadaan kami, Imam al-Baroujerdi langsung membantu dan menolong kami. Pada hakikatnya, dia adalah penopang dan penolong utama kami dari Allah, Rasul-Nya, dan para imam Ahlulbait dalam penyebaran mazhab yang hak ini.

Oleh karena itu, segala keutamaan kembali kepada Imam al-Buroujerdi dan Imam Syarafuddin al-Musawi. Kemudian kami memandang bahwa adalah kewajiban bagi kami untuk mengunjungi Irak dan Iran, dan temyata Allah pun kemudian memudahkan kami untuk berangkat ke dua negara tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan kami (berziarah ke makam para Imam Ahlulbait dan bertemu dengan para mujtahid dan tokoh ulama Syi'ah).

Kepergianku ke Irak

Pada tahun 1370 Hijriah Allah memberikan taufik- Nya kepada hamba-Nya yang lemah ini untuk berziarah ke makam para Imam Ahlulbait di Irak, para Imam Ahlulbait ini, para pemimpin dan junjunganku , dan juga bertemu dengan ulama-ulama terkemuka dan para imam mujtahid. Mereka telah menyambutku dengan sambutan yang sangat baik, demikian pula saudara-saudaraku dari Irak yang lainnya. .

Kota Baghdad yang Makmur

Di Baghdad, aku bertamu di rumah Shâibul Samâha wal Fakhkhâmah, pahlawan agung dan politikus andal,

11 perdana menteri, al-'Allamah al-Hujjah as-Sayyid

Muhammad ash-Shadr. 4 Selama tinggal di rumahnya, kami sering berkumpul

dengan ulama-ulama kenamaan Baghdad, di antaranya: Filosof Besar al-Hujjah as-Sayyid Ma'asli Hibatud Din Asy- Syahrastiini; ulama besar, al-Hujjah, mujahid besar, pengarang buku-buku kenamaan, as-Sayyid 'Ali Naqi al- Haidari.

Di Baghdad, kami juga berjumpa dengan penulis kenamaan, politikus ulung, dan cendekiawan tersohor, Ustad Ahmad Aminn, yang merupakan penulis buku terkenal at- Takâmul fil Islâm.

Kota al-Kazhimiyyah al-Musyarrafah

Setibanya di kota al-Kazhimiyyah, kami berkumpul bersama dengan tokoh-tokoh ulama kenamaan, di antaranya: Sayid al-'Allamah al-Hujjah al-Kabir as-Sayyid Ahmad al- Kaisyuwiin, Sayid al-'Allamah al-Kabir al-Hujjah asy-Syahid as-Sayyid 'Ali ash-Shadr, Sayid al-'Allamah al-Hujjah, penulis tersohor, as-Sayyid Muhammad al-Mahdi al-Ishfahani al- Kazhimi, dan asy-Syaikh al-'Allamah al-Akbar al-Hujjah asy- Syaikh Mirza 'Ali az-Zanjiini.

Kota Suci Karbala

Di kota suci ini (Karbala), aku bertamu di rumah al- 'Allamah al-Hujjah al-Mujahid as-Sayyid al-'Abbas al-

Kasyani. 5 Selama tinggal di rumahnya, kami sering

4 . Ia adalah ulama besar dan politikus kenamaan serta pahlawan Islam yang terkenal. Ia juga merupakan ulama pertama yang menjabat sebagai perdana

menteri di trak pada tahun 1367 H.

11 berkumpul bersama tokoh-tokoh ulama terkemuka, di

antaranya: al-Mujtahid al-Kabir (mujtahid besar) Mirza Hadi al-Khurasani, al-Mujtahid al-Kabir as-Sayyid al-Hasan Agha Mir, al-Mujtahid al-Kabir asy-Syaikh Muhammad al- Khathib, al-Mujtahid al-Kabir, al-Mujtahid al-Kabir as- Sayyid Mahdi asy-Syirasyi, al-Mujtahid al-Kabir Ayatullah al- Imam asy-Syaikh Muhammad Ridha al-Ishfahani al-Ha'iri, al-Mujtahid at-Tahrir as-Sayyid Muhammad ath-Thahir al- Bahrani, al-'Allamah al-Kabir al-Hujjah al-Mutabahhir as- Sayyid al-Murtadha dari keluarga Thabathabai, al-'Allamah al-Kabir al-Hujjah asy-Syaikh Muhammad al-'Ali dari keluarga Sibawaih, al-'Allamah al-Hujjah al-Mujahid al-- Alma'I as-Sayyid al-Milani, dan al-Ustadz aI-Kabir AI- Hujjah asy-Syaikh Ja'far Ar-Risyti.

Kota Suci Najaf

Kemudian aku pergi ke kota Najaf al-Asyraf. Di kota suci ini, aku berada di bawah perlindungan Sayid al-Mufaddi Ayatullah al-'Uzhma, Hujjatuhu al-Kubra (Hujah-Nya yang terbesar), Hâmi asy-Syi'ah (pelindung Syi'ah), Muhyi asy-Syariah (penghidup syariat), al-Imam, Sayyidu ath-Tha'ifah (pemimpin mazhab), as-Sayyid al-Muhsin al-Hakim ath-Thabathaba'i.

Buku-buku karangannya tak terbilang banyaknya dan seluruhnya adalah buku-buku bermutu. Aku pertama kali berjumpa dengannya di kola Hilb sekitar dua belas tahun yang lalu. Kemudian aku mengungjunginya di Karbala dan aku tinggal di rumahnya. Di rumahnya, aku melihat buku-buku karangannya yang sangat bagus dan menarik, di antaranya: Thabaqât al- 'A'lam, buku ini sangat tebal dan amat bemilai serta dilengkapi foto-foto tokoh-tokoh ulama yang dimuat dalam buku itu. Aku juga melihat perpustakan pribadi miliknya yang sangat besar di rumahnya, yang berisikan seki1ar empat ribu buku, baik yang sudah dicetak maupun yang masih

12 Selama tinggal di Najaf Al-Asyraf (pusat ilmu

pengetahuan Islam terbesar), kami berkumpul bersama tokoh-tokoh ulama terkemuka, para imam dan mujtahid, di antaranya: al-Marji' ad-Dini al-Kabir, Faqih Ahlulbait, Ayatullah al-'Uzhma, al-Hujjah al-Kubra, al-Imam, al- Mujahid, as-Sayyid Mirza 'Abdul Hadi asy-Syirazi; Samahatul Mujtahid al-Kabir, al-Marji' asy-Syahir, Ayatullah al-'Uzhma, as-Sayyid Mahmud asy-Syahrudi; Samahatul Mujtahid al-- Kabir, al-Marji' asy-Syahid, Ayatullah al-'Uzhma, al-Imam, al-Mujahid, as-Sayyid Abul Qasim AI-Khu'i; Samahatul Mujtahid al-Kabir, al-Marji' asy-Syahid, Ayatullah al-'Uzhma al-Imam, as-Sayyid al-Husain al-Hamami; dan Samahatul Mujtahid al-Kabir, al-Marji' Asy-Syahir, Ayatullah al-'Uzhma, as-Sayyid Mirza Agha Ishthihbanati.

Di antara mereka juga terdapat: Samahatul Mujtahid al-Kabir, al-Marji' Asy-Syahir, al-Imam, Asy-Syaikh Muhammad al-Husain Kasyiful Ghitha'; Samahatul Marji' al- 'Azhim, Ayatullah, Asy-Syaikh Muhammad al-Hasan al- Muzhaffar dan kedua saudara kandungnya, yaitu: Ayatullah AI-Huijah Muhammad al-Husain dan Ayatullah al-Huijah Muhammad ar-Ridha; Samahatul Marji', Ayatullah, al-- Mujahid, as-Sayyid Muhammad al-Baghdadi; Samahatu Ayatullah, al-Mujahid, asy-Syaikh Agha Buzurgh at-Tehrani, pengarang buku terkenal adz-Dzari'ah ila Tashnif asy-Syi'ah; Samahatul Huijah al-Kubra, pahlawan jihad, asy-Syaikh 'Abdul Husain Ahmad al-Amini; dan Samahatul 'Allamah, al-Mujahid, Abul Fadha'il wal Makarim, Syaikb al-Muhajjal, al-Haj asy-Syaikh Nashrullah al-Khalkhali.

Masih banyak lagi selain mereka yang tidak mungkin disebutkan namanya satu per satu, yang mereka semua ini sangat menghormati dan memuliakanku, mengangkat

14 kedudukanku, dan memperhatikan segala urusanku, lalu aku

meninggalkan mereka dalam keadaan sangat senang dan berbahagia.

Kepergianku ke Iran

Kemudian aku meninggalkan Irak dan aku terus berangkat ke Iran untuk berziarah ke makam Imam 'Ali Ar- Ridha As dan menjumpai al-Marji' tertinggi mazhab Ahlulbait, yaitu al-Mujahid, aI-Imam al-Akbar, Ayatullah al- 'Uzhma, al-Hujjah al-Kubra, as-Sayyid Agha Husain ath- Thabathaba'i al-Buroujerdi, aku mengunjunginya di kota Suci Qum. Sungguh, aku menyaksikan pada dirinya keagungan dan kewibawaan yang sarna sekali belum pemah aku saksikan pada ulama yang lain.

Aku berhitung mendapatkan penghormatan yang sangat besar darinya. Ketika aku pulang dari rumahnya, aku merasakan kebahagiaan yang sangat besar karena perhatiannya yang tinggi yang ditujukan kepadaku. Banyak orang penting dan terpandang yang berkunjung kepadanya, seperti para pemimpin pemerintahan dari berbagai dunia dan para pembesar lainnya. Akan tetapi, mereka tidak diperkenankan untuk langsung menemuinya karena kesibukannya yang luar biasa dalam urusan-urusan keagamaan.

Ketika aku hendak permisi pulang, dia memberikan kepadaku pemberian yang banyak, yang sesuai dengan kedudukannya dan kedudukan kami.

Semoga kesejahteraan senantiasa dilimpahkan kepadanya, pada: hari dia dilahirkan, pada hari dia meninggal, dan pada hari dia dibangkitkan hidup kembali.

Kota Suci Qum

Selama aku tinggal di rumah Imam ath-Thabathaba'i al-Buroujerdi, kami sering berkumpul bersama tokoh-tokoh ulama besar dan para mujtahid terkemuka, di antaranya: Samahatul Marji' ad-Dini al-Kabir Ayatullah as-Sayyid Muhammad al-Hujjah, Samahatul Marji' ad-Dini al-Kabir Ayatullah as-Sayyid Shadrud Din ash-Shadr (ayah aI-Hujjah al-Mujahid as-Sayyid Musa ash-Shadr), Samahatul Marji' ad- Dini al-Kabir Ayatullah as-Sayyid Muhammad Taqi al-- Khunsari, Samahatu Ayatullah al-Hujjah an-Nassabah as- Sayyid Syihabuddin Agha Najafi al-Mar'asyi, Samahatu Ayatullah al-Hujjah as-Sayyid Kazhim Syari'atmadari, Samahatu Ayatullah al-Hujjah as-Sayyid Muhammad Ridha al-Gulpaighani, Samahatu Ayatullah al-Hujjah as-Sayyid Agha Ruhullah al-Khumaini, dan Samahatu Ayatullah al- Hujjah as-Sayyid ad-Damad.

Masih banyak lagi tokoh-tokoh ulama terkemuka dan fuqaha serta para mujtahid besar yang aku jumpai, yang mereka semuanya menyambutku dengan sambutan yang sangat baik dan juga dari segenap lapisan masyarakat di sana.

Kota Teheran yang Makmur

Kemudian aku berangkat ke Teheran. Di sana, aku bertamu dan tinggal di rumah al-' Allamah al-Kabir, pengarang buku-buku kenamaan, Ayatullah Sayyid Mirza Hasan al-Liwasani. Di rumahnya, kami berkumpul dengan tokoh-tokoh ulama dan para mujtahid besar, di antaranya: Ayatullah al-'Uzhma, al-Hujjah, al-Imam, al-Mujahid, as- Sayyid Ahmad al-Musawi al-Khunsari, ia adalah seorang

12 marji' terkemuka dan pemegang panji Syi'ah. Di antaranya"

Samahatul Mujtahid al-Akbar Ayatullah al-'Uzhma al-Imam as-Sayyid Abul Qasim al-Kasyani, ia adalah cendekiawan terkemuka, politikus ulung, dan seorang pahlawan terkenal dalam menentang penjajahan Inggris di Irak dan Iran. Allah Swt benar-benar telah menganugerahkan keberanian yang luar biasa kepadanya sehingga menggetarkan musuh- musuhnya ketika mendengar namanya.

Di antaranya juga, Ayatullah al-Hujjah al-Mujahid as- Sayyid Mir Muhammad al-Bahbahani, asy-Syaikh al-Akbar Ayatullah al-Hujjah asy-Syaikh Mirza Ahmad al-Asytiyani, asy-Syaikh al-Ajall al-Hujjah Ayatullah asy-Syaikh Muhammad al-Ghurawi al-Kasyani, dan al-'Allamah al- Mujahid al-Kabir asy-Syaikh al-Falsafi al-'Azhim.

Kota Khurasan

Kemudian aku pergi ke Khurasan (Masyhad) untuk berziarah ke makam Imam 'Ali ar-Ridha. Setelah menziarahi makam Imam 'Ali ar-Ridha, aku mengunjungi tokoh-tokoh ulama besar Khurasan, seperti: Ayatullah al-'Uzhma as- Sayyid Muhammad al-Hadi al-Mailani. Ia adalah seorang marji' terkenal, mujtahid agung, hujatullah, faqih Ahlulbait, pemberi petunjuk umat, imam, mujahid, dan penghidup syariat.

Aku merasakan kebahagiaan yang luar biasa ketika pulang dari rumah Ayatullah al-'Uzhma as-Sayyid Muhammad aI-Hadi al-Mailani. Aku berterima kasih kepadanya dan para ulama lainnya yang menyambutku penuh dengan penghormatan. Kemudian aku pulang ke negeriku, Suriah, meneruskan menyebarkan dakwah mazhab Ahlulbait. Walaupun aku mendapatkan gangguan dan

11 permusuhan yang berat, aku tetap berdiri tegak meneruskan

dakwah yang mulia ini. Aku serahkan segala urusanku kepada Allah. Cukuplah Allah sebagai Pelindungku, Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung.[]

Syi'ah mengambil hukum-hukum agama dari al- Qur'an dan Sunnah Nabawiyyah. Seorang mujtahid Syi'ah mengambil dari nash-nash ayat-ayat ahkam (hukum-hukum fiqih) dari al-Qur'an. Apabila ayat-ayat tersebut membutuhkan penafsiran dan terdapat keraguan di dalamnya, maka mujtahid tersebut mengembalikan penafsiran itu kepada para Imam Ahlulbait As.

Adapun Sunnah Nabawiyyah, mujtahid tersebut mengambil dari hadis-hadis yang sahih dari Nabi Saw dan para Imam Ahlulbait serta perbuatan-perbuatan (af'âl) dan hal-hal yang ditetapkan (taqrîr) oleh mereka.

Sedangkan orang yang bukan mujtahid (baca: awam) di antara mereka bertaklid kepada seorang mujtahid yang adil dan lurus, berdasarkan syarat-syarat yang telah disebutkan di dalam buku-buku mereka.

Syi'ah dan al-Qur'an

Dalam al-Qur'an terdapat banyak ayat yang mendukung mazhab Ahlulbait, sebagaimana telah ditafsirkan para ulama kedua belah pihak, Syi'ah dan Sunni, di antaranya:

Ayat Wilâyah (Kepemimpinan)

Allah Swt berfirman, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55)

Seluruh Ahlulbait dan ulama tafsir dan hadis dari Syi'ah, dan juga banyak mufasir Sunni, bahkan kesemuanya, sepakat bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Amirul Mukminin As, Ali bin Abi Thalib As, yaitu ketika ia bersedekah dengan cincinnya kepada seorang miskin, sewaktu ia mengerjakan shalat (sedang ruku') di Masjid Rasulullah Saw. Bahkan, hal ini diterima secara bulat di kalangan sahabat Nabi Saw, tabiin, dan para penyair terdahulu yang mengabadikan peristiwa ini dalam syair-syair mereka.

Kami akan menyebutkan kepada Anda wahai pembaca budiman sebagian ulama Sunni yang menuliskan peristiwa ini.

As-Suyuthi menyebutkan dalam ad-Durrul Mantsûr', 6 al-Khathib meriwayatkan dari Ibn 'Abbas, ia berkata, Ali

bersedekah dengan cincinnya, sedangkan ia dalam keadaan ruku'. Kemudian Nabi Saw bertanya (kepada orang miskin yang meminta-minta tersebut), "Siapakah yang memberimu cincin ini?" Ia menjawab, 'Ia orang yang sedang ruku' ini

6 . Lihat, ad-Durrul Mantsur, jil. 2 hal. 293, asy-Suyuthi menyebutkan beberapa riwayat yang menerangkan bahwa ayat tersebut diturunkan

berkenaan dengan 'Ali Ra, dan semua riwayal ini bersumber dari Ibn

11 ('Ali).' Kemudian,

Allah menurunkan ayat-Nya, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang- orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al- Maidah [5]:55)

Ath-Thabrani menukil peristiwa dalam al-Ausath, dan Ibnu Mardawaih dari 'Ammar bin Yasir, ia berkata, "Ada seorang yang meminta-minta (pengemis) berdiri di dekat 'Ali, sedangkan ia (Imam 'Ali As) saat itu masih mengerjakan shalat sunnah, maka ia melepaskan cincin dari tangannya seraya memberikannya kepada pengemis itu. Lalu pengemis itu mendatangi Rasulullah Saw dan mengabarkan hal tersebut kepadanya. Kemudian, turunlah kepada Nabi Saw ayat ini, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul- Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55) Kemudian ia membacakan ayat tersebut kepada para sahabatnya, lalu bersabda, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya. Allâhummah, tolonglah orang yang menolongnya, dan musuhilah orang yang memusuhinya."

'Abdur Razzaq, 'Abd bin Humaid, Ibn Jarir, Abusy Syaikh, dan Ibn Mardawaih meriwayatkan dari Ibn 'Abbas tentang firman Allah Swt, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55) bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan 'Ali bin Abi Thalib.

Ibn Abi Hatim, Abusy Syaikh, dan Ibn 'Asakir dari Salamah bin Kuhail, ia berkata, 'Ali bersedekah ketika ia

11 sedang ruku', maka turunlah ayat, "Sesungguhnya wali kamu

hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55)

Ibn Jarir meriwayatkan dari as-Sudi dan 'Utbah bin Hakim seperti yang disebutkan pada riwayat yang di atas. Abusy Syaikh dan Ibn Mardawaih meriwayatkan dari 'Ali bin Abi Thalib, ia berkata, "Ayat ini turun kepada Rasulullah Saw ketika beliau berada di rumahnya, yaitu "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55)

Kemudian, ia keluar dari rumahnya dan memasuki masjid, ada orang-orang yang sedang mengerjakan shalat (sunnah), di antara mereka ada yang ruku' dan ada pula yang sujud. Tiba-tiba ia melihat seorang pengemis, lalu ia bertanya kepada pengemis itu, "Wahai pengemis, apakah ada seseorang yang memberimu sesuatu?' Ia menjawab, 'Tidak, kecuali orang yang sedang ruku' itu, seraya menunjuk kepada 'Ali bin Abi Thalib, ia memberikan cincinnya kepadaku."

Ibnu Mardawaih meriwayatkan melalui jalur al-Kalbi dari Abu Shalih, dari Ibn 'Abbas, ia berkata, "Pernah pada suatu waktu Zuhur 'Abdullah bin Salam bersama rombongan dari Ahli Kitab menghadap Nabi Saw. Mereka berkata, 'Wahai Rasulullah, rumah-rumah kami sungguh menyedihkan, kami tidak mendapatkan orang yang mau duduk bersama kami dan tidak ada seorang pun yang mau bergaul bersama kami, kecuali masjid ini. Sesungguhnya kaum kami setelah mereka tahu bahwa kami telah

11 membenarkan Allah dan Rasul-Nya, dan kami telah

meninggalkan agama mereka, lalu mereka menampakkan permusuhan (terhadap kami). Bahkan, mereka bersumpah tidak akan berhubungan lagi dengan kami dan tidak akan makan bersama kami. Maka, hal itu sungguh memberatkan kami. Ketika mereka sedang mengeluhkan penderitaan mereka itu kepada Rasulullah Saw, tiba-tiba turunlah ayat ini kepada Rasulullah Saw, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55)

Kemudian azan shalat Zuhur dikumandangkan, dan Rasulullah Saw keluar menuju masjid. Tiba-tiba Rasulullah Saw melihat seorang pengemis, kemudian beliau bertanya kepada pengemis itu, "Apakah ada seseorang yang memberimu sesuatu?" Pengemis itu menjawab, "Ya." Ia bertanya, 'Siapakah orang itu?' Pengemis itu menjawab, 'Itu orang laki-Iaki yang sedang berdiri.' Nabi Saw bertanya lagi, "Dalam keadaan apa ia memberimu?" Pengemis itu menjawab, "Ia (memberiku) dalam keadaan ruku'." Ibn 'Abbas berkata, "Orang yang dimaksud itu adalah 'Ali bin Abl Thalib." Kemudian, Rasulullah Saw bertakbir saat itu, lalu beliau membacakan ayat, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55)

Al-Kanji meriwayatkan dari Asy-Syafi'i di dalam Kifâyatuth Thâlib 7 dari Anas bin Miilik bahwasanya ada

seorang pengemis di dalam masjid, pengemis itu berkata, "Siapakah yang mau memberi pinjaman yang penuh lagi

12 sempurna (menafkahkan hartanya di jalan Allah)? Ketika itu

'Ali As sedang ruku', kemudian ia mengulurkan tangannya kepada pengemis itu, yakni, "Cabutlah cincin ini dari tanganku!" Lalu Rasulullah Saw bersabda, "Wahai 'Umar, pastilah baginya." Umar berkata, "Demi ayahku, engkau, dan ibuku wahai Rasulullah, pasti apakah itu?" Ia bersabda, "Pasti baginya surga. Demi Allah, ketika ia mencabut cincin itu dari tangannya, maka Allah pun mencabut darinya segala dosa dan kesalahan."

Anas bin Malik berkata, sebelum satu orang pun keluar dari masjid, Jibril As turun sambil membawa firman Allah 'Azza wa Jalla, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55)

Kemudian, Hassan bin Tsabit melantunkan syaimya (yang digubahnya saat itu juga secara spontan): Wahai Abal Hasan, jiwaku dan jantungku menyadi tebusanmu Dan setiap yang lambat daam petunjuk dan yang bersegera mendapatkannya.

Apakah pujian terhadapmu akan hilang begitu saja? Dan pujian tentang Dzat Tuhan tidaklah akan pernah

sirna, Engkaulah yang memberi (sedekah) dalam keadaan ruku' Maka, jiwa-jiwa kaum menjadi tebusanmu wahai sebaik-

baik yang ruku'

Allah telah menurunkan tentang engkau ayat wilayah Dia mengukuhkannya dalm syariat yang terang benderang.

Dan juga termasuk yang meriwayatkan turunnya ayat

14 tersebut berkenaan dengan Amirul Mukminin 'Ali bin Abi

Thalib As adalah Fakhrurrazi dalam Tafsir-nya 8 Ia meriwayatkan dari 'Atha' dari Ibn 'Abbas bahwa ayat

tersebut diturunkan berkenaan dengan 'Ali bin Abi Thalib As.

Diriwayatkan ketika ayat tersebut turun, 'Abdullah bin Salam berkata, "Wahai Rasulullah, aku melihat 'Ali bersedekah dengan cincinnya kepada seseorang yang membutuhkan, sedangkan ia dalam keadaan ruku' maka kami menjadikan 'Ali sebagai wali (pemimpin) kami."

Ia juga berkata, diriwayatkan dari Abu Dzarr Ra bahwa ia berkata, "Pada suatu hari, aku mengerjakan shalat Zuhur bersama Rasulullah Saw. Kemudian ada seorang pengemis yang meminta-minta di dalam masjid, tetapi tidak ada seorang pun yang memberinya. Lalu, pengemis itu mengangkat tangannya ke langit seraya berkata, "Wahai Allah, saksikanlah! Sesungguhnya aku telah meminta-minta di Masjid Rasulullah Saw, tetapi tidak ada seorang pun yang memberiku sesuatu." Sedangkan 'Ali As saat itu sedang ruku', kemudian ia memberi isyarat kepada pengemis itu dengan jari kelingking tangan kanannya yang terdapat cincin padanya. Lalu pengemis itu menghampirinya seraya mengambil cincin itu di depan Nabi Saw. Kemudian, ia berdoa, 'Ya Allah, sesungguhnya saudaraku, Musa memohon kepadamu, "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku." Hingga pada firman-Nya, "Dan jadikanlah ia sekutu dalam urusanku." (Qs. Thaha [20]:25-32) Kemudian Engkau menurunkan wahyu-Mu, "Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang

8 . Fakhrurrazi, Tafsir al-Kabir, jil. 3, hal. 417.

10 besar…" (Qs. al-Qashash [28]:35)

Ya Allah, dan aku, Muhammad, adalah nabi-Mu dan pilihan-Mu,

lapangkanlah untukku dadaku dan mudahkanlah untukku urusanku, dan jadikanlah untukku seorang wazir (pembantu) dari keluargaku, yaitu 'Ali, teguhkanlah dengan ia kekuatanku."

Abu Dzar Ra berkata, demi Allah, belum sempat Rasulullah Saw menyelesaikan doanya, Jibril As turun seraya berkata, "Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah berfirman, , "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul- Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55)

Asy-Syiblanji meriwayatkan hadis ini dari Abu Dzar Ra dalam Nurul Abshâr 9 dan al-Wahidi dalam Asbâbun

Nuzûl 10 adalah juga yang termasuk meriwayatkan turunnya ayat tersebut berkenaan dengan Amirul Mukminin 'Ali bin

Abi Thiilib As." Az-Zamakhsyari juga menegaskan hal itu dalam tafsimya al-Kasysyâf, ia berkata, setelah menyebutkan ayat tersebut, ayat ini diturunkan berkenaan dengan 'Ali Karramallâhu wajhah. Yaitu, ketika ada seorang pengemis meminta kepadanya, sedangkan ia ketika itu masih ruku' dalam shalatnya, kemudian ia melemparkan cincinnya (memberikannya kepada pengemis itu) seolah-olah cincin itu adalah sesuatu yang tidak berharga.." 11

Di antaranya juga yang meriwayatkan turunnya ayat tersebut berkenaan dengan Amirul Mukminin 'Ali As adalah

9 . Lihat, asy-Syiblanji, Nurul Abshâr, hal. 105. 10 . Lihat, al-Wahidi, Asbâbun Nuzûl, jil. 1, hal. 148.

12 Ibn Hajar al-'Asqalani dalam buku aI-Kâfi asy-Syâf fi Takhriji

Ahâditsisl Kasysyâf, ia berkata, "Hadis ini telah diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim dari jalur Salamah bin Kuhail, ia berkata, "Ali bersedekah dengan cincinnya dalam keadaan ia ruku', maka turunlah ayat, ", "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55) 12

Ibn Mardawaih juga meriwayatkan dari Suf'yan ats- Tsauri, dari Ibn Sinan, dari adh-Dhahhak, dari Ibnu 'Abbas, ia berkata, "Pemah 'Ali As sedang mengerjakan shalat (sunnah), lalu ada seorang pengemis yang melewatinya, sedangkan ia dalam keadaan ruku', maka ia memberikan cincinnya kepada pengemis itu, lalu turunlah ayat tersebut (Qs. al-Ma'idah [5]: 55)."

Juga yang termasuk meriwayatkan turunnya ayat tersebut berkenaan dengan 'Ali As adalah Abu Bakar Ahmad bin 'Ali ar-Razi al-Hanafi dalam Ahkâmul Qur'ân, 13 ia

meriwayatkan beberapa riwayat yang menunjukkan bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan 'Ali As, yang bersumber dari Mujahid, as-Suda, Abu Ja'far, 'Utbah bin Abi Hakim, dan lain-lainnya.

Al-Qurthubi al-Andalusi dalam bukunya al-Jâmi' li Ahkâmil Qur'ân juga menyebutkan bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan 'Ali bin Abi Thalib As. Ia meriwayatkan dari Imam Abu Ja'far Muhammad al-Baqir As bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Maulana

12 . Lihat, Ibn Hajar al-'Asqalani, aI-Kâfi asy-Syâf fi Takhriji Ahâditsisl Kasysyâf, hal. 56.

13 . Lihat, Abu Bakar Ahmad bin 'Ali ar-Razi al-Hanafi, Ahkâmul Qur'ân,

11 Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As dari Mujahid dan

as-Suda. Ia berkata pada akhir pembicaraannya, "Yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah), menunjukkan bahwa sedekah sunnah juga disebut zakat karena sesungguhnya 'Ali As bersedekah dengan cincinnya dalam keadaan ruku'."

Rasyid Ridha menyebutkan dalam tafsirnya al-Manâr, "Diriwayatkan dari beberapa jalur bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Amirul Mukminin 'Ali Al- Murtadha karramallahu wajhah, yaitu ketika datang seorang pengemis yang melewatinya, sedangkan ia berada dalam masjid, maka ia memberikan cincinnya kepada pengemis

itu." 14 Syihabuddin al-Alusi menyebutkan dalam bukunya

Ruhul Ma'âni 15 meriwayatkan turunnya ayat tersebut berkenaan dengan Maulana Amirul Mukminin dengan

beberapa jalur, yang sebagiannya bersumber dari Ibnu 'Abbas dan sebagian lain dari 'Abdullah bin Salam.

Muhibbuddin ath-Thabari juga menyebutkan hal itu dalam bukunya Dzakhâ'ir al- 'Uqbâ. 16

Sibth bin al-Jauzi juga menyebutkan hal itu dalam at- Tadzkirah. 17

Fakhruddin ar-Razi juga menyebutkan hal itu dalam tafsirnya Mafâtîhul Ghaib. Ia berkata, dari beberapa ulama diriwayatkan, bahwa ayat tersebut menunjukkan bahwa imam sesudah Rasulullah Saw adalah 'Ali bin Abi Thalib

14 . Lihat, Rasyid Ridha, al-Manâr, jil. 6, hal. 442. 15 . Lihat, Syihabuddin al-Alusi, Ruhul Ma'âni, jil. 6, hal. 149. 16 . Lihat, Muhibbuddin ath-Thabari, Dzakhâ'ir al- 'Uqbâ hal. 88

11 As." 18

Pengarang buku Ghayatul Maram menyebutkan hadis-hadis yang diriwayatkan tentang turunnya ayat tersebut berkenaan dengan Amirul Mukminin. Dalam buku tersebut, pada halaman 103, ia menyebutkan dua puluh empat hadis dari jalur Ahlus Sunnah, dan pada halaman 107 pada buku yang sama, ia menyebutkan sembilan belas hadis dari jalur Syi'ah.

Al-'Allamah al-Amini dalam bukunya al-Ghadir, halaman 156, menyebutkan nama enam puluh enam ulama besar Ahlus Sunnah yang meriwayatkan hadis tersebut dan mereka semuanya mengakui bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Amirul Mukminin 'Ali As.

Aku katakan, ini yang dapat kami sebutkan tentang riwayat Ahlus Sunnah tentang turunnya ayat, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan sholat dan menunaikan zakat (sedekah), seraya mereka rukuk." (Qs. Al Maidah [5]: 55) berkenaan dengan Imam 'Ali bin Abi Thalib As.

Adapun mazhab Syi'ah Imamiah semuanya bersepakat dalam kitab-kitab hadis, tafsir, dan ilmu kalam bahwa ayat yang mulia tersebut diturunkan berkenaan dengan Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As.

Oleh karena itu, tidak ada yang meragukan tentang hal itu, kecuali nâshibî (pembenci Ahlulbait). Dengan demikian, ayat tersebut, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan sholat dan menunaikan zakat (sedekah), seraya mereka rukuk." (Qs. Al Maidah [5]: 55) secara jelas menunjukkan bahwa imam dan khalifah sesudah Rasulullah

11 Saw adalah 'Ali bin Abi Thalib As. Sebab, Allah Swt telah

menghubungkan kepemimpinannya dengan kepemimpinan- Nya dan kepemimpinan Rasul-Nya. Kata "innamâ" (sesungguhnya) menurut kesepakatan ahli bahasa Arab adalah menunjukkan pada pembatasan (inhishar dan eksklusif). Oleh karena itu, al-wilâyah (kepemimpinan), sesuai redaksi ayat tersebut, terbatas pada mereka (Allah, Rasul- Nya, dan 'Ali bin Abi Thalib).

Yang dimaksud dengan "wali" dalam ayat tersebut adalah dalam hal penguasaan urusan, dan hanyalah seorang khalifah dan imam yang paling layak dalam hal penguasaan urusan (pemerintahan). Inilah makna yang masyhur di kalangan ahli bahasa Arab dan syariat. Sebagaimana dikatakan, "Penguasa adalah wali bagi orang yang tidak mempunyai wali." Juga sebagaimana dikatakan, "Wali darah, wali mayat, dan wali rakyat."

Sebagaimana juga diriwayatkan dalam hadis Nabi Saw, "Siapa saja seorang wanita yang menikahkan dirinya tanpa seizin walinya, maka nikahnya batal." Yang dimaksud dengan "wali" dalam hal ini dan yang semisalnya adalah dalam hal penguasaan urusan.

"Wali" meskipun dalam bahasa Arab dapat juga berarti penolong dan pencinta, tetapi keduanya tidak dapat diterapkan dalam pengertian ayat tersebut (Qs al-Ma'idah [5]: 55). Sebab, keduanya umum, tidak terbatas, sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah Swt "Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong (wali) bagi sebagian yang lain." (Qs. at-Taubah [9]: 71).

Apabila dikatakan, mengapa yang dimaksud dengan orang-orang yang beriman (dalam QS al-Ma'idah [5]: 55) hanyalah Amirul Mukminin 'Ali bin Abl Thalib As, padahal

11 redaksi dalam ayat tersebut adalah untuk umum? Maka,

jawabannya adalah sebagai berikut: Pertama, banyak diriwayatkan dalam perkataan orang-orang Arab penggunaan kata jamak (plural), tetapi yang dimaksud adalah satu, demikian pula sebaliknya, sesuai dengan konteks pembicaraan. Hal itu banyak sekali terjadi di kalangan mereka.

Dalam al-Quran juga terdapat hal yang serupa, misalnya firman Allah Swt, "(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul-Nya) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatatakan, "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk merryerang kamu. Oleh karena itu, takutlah kepada mereka." (Qs. Ali Imran[3]: 173) padahal yang dimaksud dengan "orang-orang" dalam ayat itu adalah Na'im bin Mas'ud seorang, sesuai kesepakatan para mufasir dan ahli hadis.

Kedua, sesungguhnya Allah Swt menyifatkan "orang- orang yang beriman" dalam ayat yang mulia tersebut (Surat al-Maidah). dengan sifat yang tidak mencakup seluruh kaum Mukmin, yaitu, "yang mendirikan shalat aan menunaikan zakat (sedekah) seraya mereka rukuk." (Qs. al Maidah [5]: 55)

Ketiga, sesungguhnya ahli bahasa Arab biasa menggunakan kata bentuk jamak untuk menunjuk kepada seorang

penghormatan dan pengagungan, sebagaimana disebutkan oleh ath-Thabrasi dalam tafsimya, Majma'ul Bayân, ketika menafsirkan ayat yang mulia tersebut. Ia (Ath- Thabrasi) berkata, "Sesungguhnya penggunaan kata jamak terhadap Amirul Mukminin 'Ali As adalah untuk memuliakan dan mengagungkannya. Sebab, ahli bahasa Arab biasa mengungkapkan seorang dengan bentuk jamak untuk

sebagai

ungkapan

11 mengagungkan orang itu. Hal ini sangat terkenal dan biasa

berlaku di kalangan mereka. Keempat, mengharuskan orang yang menghendaki jamak, dalam ayat tersebut, untuk menyatukan antara wali dan yang memperwalikan, ini tentu tidak mungkin karena harus dipisahkan antara wali dan yang memperwalikan.

Az-Zamakhsyari berkata dalam tafsimya, Al-Kasyâf, setelah mengakui bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Amirul Mukminin, "Bagaimana dapat dibenarkan bahwa ayat tersebut diturunkan untuk 'Ali As sedangkan kata yang dipergunakan dalam ayat itu jamak?" Aku (az-Zamakhsyari) menjawab, "Sengaja digunakan kata jamak, walaupun sebab diturunkannya ayat itu untuk seseorang, yaitu agar mendorong orang-orang melakukan hal serupa yang dilakukan oleh 'Ali bin Abi Thalib As sehingga mereka dapat memperoleh pahala sebagaimana yang diperolehnya.

Juga untuk mengingatkan mereka bahwa watak orang-orang Mukmin haruslah seperti itu, yaitu senasntiasa berbuat kebajikan dan kebaikan, serta memperhatikan kaum fakir sehingga dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka itu tidaklah boleh ditunda, walaupun mereka sedang mengerjakan shalat, mereka tidak boleh menundanya hingga selesai mengerjakan shalat."

Dan jika dikatakan bahwa Amirul Mukminin 'Ali As apabila mengerjakan shalat, ia menghadap Tuhannya dengan sepenuh hatinya sehingga ia tidak merasakan sesuatu di luar shalat, maka bagaimana mungkin ia merasakan ucapan seorang pengemis dan memahaminya?

Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah: sesungguhnya memahami ucapan seorang pengemis tidak

11 bertentangan dengan kekhusyukan orang yang sangat

khusyuk dalam shalatnya karena ia merupakan ibadah dalam ibadah.

Dalam Asbâbun Nuzul, dari al-Wahidi disebutkan, "Dan barang siapa mengambil Allah dan Rasul-Nya menjadi walinya", yaitu mencintai Allah dan Rasul-Nya, "dan orang-orang yang beriman", yaitu 'Ali, "maka sesungguhnya pengikut Allah", yaitu syi'ah (pengikut) Allah, Rasul-Nya, dan wali- Nya, "itulah yang pasti menang", yaitu merekalah yang pasti menang.

Disebutkan dalam al-Kâfi, dari Ja'far bin Muhammad, dari ayahnya, dari kakeknya, dia berkata, "Ketika turun ayat, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul- Nya…"(Qs. Al Maidah[5]: 55-56) berkumpullah beberapa orang sahabat Rasulullah Saw dalam Masjid Madinah. Sebagian mereka bertanya kepada sebagian mereka, "Bagaimana menurutmu tentang ayat (QS al- Maidah [5]: 55-56) itu?" Sebagian mereka menjawab, "Jika kita mengingkari ayat ini, berarti kita mengingkari seluruh ayat (al-Quran) yang lain. Akan tetapi, jika kita mengimani ayat ini, maka ini merupakan kehinaan ketika 'Ali bin Abi Thalib berkuasa terhadap kita."

Lalu mereka berkata, "Kita telah mengetahui bahwa Muhammad lebih lembut ucapannya, tetapi kita menjadikannya sebagai wali (pemimpin) kita dan kita tidak menaati 'Ali dalam hal yang: diperintahkannya kepada kita."

Kemudian, turunlah firman Allah Swt, "Mereka mengetahui nikmat Allah. Kemuddian mereka mengingkarinya, yaitu dengan wilayah Muhammad Saw dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir." (Qs. An Nahl[16]: 83) yakni dengan wilayah 'Ali."

12 Disebutkan dalam 'Âmali ash-Shaduq, "'Umar bin

Khathab berkata, "Sungguh, aku telah bersedekah dengan empat puluh cincin, sedangkan aku dalam keadaan ruku', yaitu agar diturunkan untukku ayat sebagaimana diturunkan untuk 'Ali bin Abi Thalib, tetapi temyata tidak turun ayat tersebut."

Aku katakan, jika engkau telah mengetahui dalil-dalil yang telah kami paparkan untukmu, baik dari Ahlus Sunnah maupun Syi'ah, maka kami katakan, tidak boleh mendahulukan orang lain daripada 'Ali sebagaimana tidak boleh mendahulukan seorang pun daripada Nabi Saw. Sebab, Allah Swt. telah menjadikan Muhammad dan 'Ali bersama-Nya dalam al-wilâyah (kepemimpinan). Adapun orang-orang yang menentang kami, walaupun mereka telah mengetahui dan mengakui bahwa ayat tersebut (Qs. al- Maidah [5]: 55) diturunkan berkenaan dengan 'Ali, tetapi mereka menyimpangkan maknanya agar sejalan dengan mazhab mereka dan menuruti hawa nafsu mereka.

Ayat at-Tathir (Penyucian)

Allah Swt berfirman, "Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan dosa dari kalian hai Ahlulbait dan mensucikan

kalian sesuci-sucinya." (Qs. al ahzab[33]: 33) Seluruh kitab tafsir Syi'ah sepakat bahwa ayat tersebut diturunkan khusus ditujukan kepada Ahlulbait saja, tidak ada seorang pun di luar mereka yang termasuk di dalamnya. Demikian juga dengan kitab-kitab tafsir Ahlus Sunnah, hanya saja sebagian dari mereka menyimpangkan maknanya. Terkadang mereka mengkhususkan untuk Ahlulbait saja, terkadang mereka juga memasukkan para istri Nabi Saw bersama Ahlul bait dan terkadang mereka

14 mengkhususkan para istri Nabi Saw saja. 19

Akan tetapi, pendapat yang terakhir ini tersebut jelas sekali bertentangan dengan tata-bahasa Arab. Sebab, ketika Allah Swt. berbicara kepada para istri (dalam redaksi ayat tersebut), Dia menggunakan kata pengganti perempuan (ta'nits) pada permulaan dan penutupan. Sebaliknya, ketika Allah Swt berkehendak menghilangkan dosa dari Ahlulbait, Dia menggunakan kata ganti maskulin (tadzkir), yaitu 'ankum dan yuthahhirakum, dan hal seperti ini dengan mudah diketahui oleh murid-murid yang masih kanak-kanak, dan diketahui pula oleh siapa saja yang mempunyai pendidikan yang paling rendah sekalipun dalam bahasa Arab, bahkan kebanyakan kaum awam.

Dengan kata lain, seandainya Allah Swt berkehendak dengan ayat yang penuh keberkatan ini para istri Nabi Saw, tentu Dia akan menggunakan kata ganti perempuan (ta'nits). Yaitu, Allah Swt akan menggunakan kata 'ankunna dan yuthahhirakunna, sebagaimana Dia menggunakan kata ganti perempuan pada permulaan dan penutupan ketika Dia berbicara kepada para istri Nabi Saw tersebut.

Oleh karena itu, penggunaan kata ganti maskulin (tadzkir) merupakan dalil yang paling nyata tidak dimasukkannya para istri Nabi Saw dalam ayat yang mulia tersebut.

Disebutkan dalam tafsir 'Ali bin Ibrahim' dari Zaid bin 'Ali As sesungguhnya ia berkata, "Sesungguhnya orang-

19 . Riwayat yang mengkhususkan para istri Nabi Saw dalam ayat tersebut merupakan hal yang paling aneh, Ibn Hajar al-Haitsami telah

menyebutkan hal tersebut dalam bukunya, Shawâ'iqul Muhriqah, ketika

10 orang dungu berkata bahwa yang dikehendaki oleh Allah

dengan Ahlulbait dalam ayat itu (Qs. al-Ahzab [33]: 33) adalah para istri Nabi Saw. Mereka benar-benar telah berbohong. Demi Allah, sekiranya yang dikehendaki-Nya adalah para istri Nabi Saw, tentu Dia akan berfirman, "ankunnar rijsa wa yuthahhirakunna tathhira (dari kalian [para istri nabi] dan menyucikan kalian [para istri nabi] sesuci- sucinya), dan konteks ayat itu tentu juga akan ditujukan kepada perempuan, sebagaimana firman-Nya, wadzkurna ma yutla fi buyutikunna (Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu), dan firman-Nya, wala tabarrajna (dan janganlah kamu berhias), dan juga firman-Nya, Lastunna ka ahadin minan nisa' (kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain)."

Oleh karena itu, tidaklah dibenarkan ayat at-tathhir itu ditujukan untuk para istri Nabi Saw, bahkan tidak dibenarkan juga mereka disertakan bersama Ahlul bait Sebab, Allah Swt sebelum ayat at-tathhir ini telah memberikan ancaman kepada mereka (para istri Nabi Saw) dengan firman-Nya, "Hai Nabi, katakanlah kepada istri- istrimu, "Jika kam sekalian mengingkari kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kiberikan kepaamu mut'ah dan aku ceraikan dirimu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Ilahi dan Rasulnya-Nya serta (kesengangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar. Hai istri-istri Nabi siapa-siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya akan mendapatkan siksa kepada mereka dua kali lipat. Dan adalah yang demikian itu mudah bagi Allah. (Qs. al Ahzab [33]: 28-30).

Allah Swt juga telah memberikan ancaman kepada

12 mereka dengan firman-Nya, "Jika kamu berdua bertobat

kepada Allah maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untk menerima kebaikan) dan jika kamu berdua saling membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dna orang-orang Mukmin yang baik, dna selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pila. Jika Nabi memnceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari pada kamu yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda, dan yang perawan." (Qs. at-'Tahrim [66]: 4-5).

Demikianlah yang difirmankan-Nya dalam ayat-ayat tersebut, adapun pengertiannya adalah, maka demikianlah wahai istri-istri Nabi, kalian bukanlah perempuan- perempuan yang beriman, bukanlah perempuan-perempuan yang taat, bukanlah perempuan-perempuan yang bertobat. bukanlah perempuan-perempuan yang mengerjakan ibadah dan bukanlah perempuan-perempuan yang berpuasa, yaitu jika kalian tetap menyusahkan Nabi Saw.

Juga telah diriwayatkan bahwa Nabi Saw pernah mendiamkan mereka (istri-istri beliau) selama sebulan karena gangguan yang diperoleh beliau dari mereka. Silakan Anda menelaah kitab-kitab tafsir Ahlus Sunnah semuanya.

Dan faktanya, di antara mereka ada yang ikut memerangi 'Ali, al-Hasan, dan al-Husain, padahal memerangi mereka sarna artinya dengan memerangi Allah, sesuai hadis Rasulullah Saw.

Dan jangan lupa bahwa 'Aisyah pemah memimpin pasukan bersenjata untuk melarang jenazah al-Hasan dikuburkan di sisi Nabi Saw.

Oleh karena itu, Ibnu 'Abbas pernah berkata kepada

11 'A'isyah, "Engkau mengendarai unta, engkau menunggangi

bagal. Seandainya engkau hidup panjang, engkau akan menaiki gajah. Engkau hanya mempunyai hak sepersembilan dari delapan yang lain. Tetapi, engkau menguasai semuanya."

Yaitu, engkau menguasai kamarmu, padahal engkau hanya mempunyai hak atas sepersembilan darinya, sedangkan seperdelapan bagian lainnya untuk istri-istri Nabi Saw yang lain, dan tujuh perdelapan untuk Fatimah, kemudian untuk anak Fatimah.

Jika sebagian istri Nabi Saw demikian perilakunya, semoga Allah memaafkannya, maka bagaimana mungkin mereka dapat masuk ke dalam ayat at-Thathir (penyucian) dari dosa?

Bahkan, 'A'isyah pada suatu waktu, ketika marah kepada Nabi Saw, dia berkata kepada beliau "Engkaukah yang mengaku

sebagai nabi Allah?" Demi Allah, katakanlah kepadaku, apakah ucapan yang demikian ini pantas dikatakan kepada Rasulullah Saw?

Kalau ayat at-tathhir itu mencakup para istri Nabi Saw, khususnya 'A'isyah, tentu ia akan menabuh gendang, meniup seruling, dan akan mengumumkannya kepada seluruh manusia, bahkan kepada orang-orang yang sudah meninggal.

Kemudian jika yang dikehendaki dalam ayat tersebut adalah khusus para istri Nabi Saw atau bergabung dengan lima orang (Rasulullah Saw, Fatimah As, 'Ali As, al-Hasan As dan al-Husain As), niscaya Ummu Salamah adalah orang yang paling berhak masuk bersama mereka karena kedudukannya yang khusus di sisi Rasulullah Saw dan bahwa ayat tersebut turun di rumahnya. Akan tetapi,

11 Rasulullah Saw mengeluarkan Ummu Salamah dengan

menarik kisa' (pakaian) dari tangannya. Dan ketika Ummu Salamah bertanya kepada Rasulullah Saw, "Bukankah aku termasuk Ahlulbaitmu?" Ia menjawab, "Tidak, engkau berada dalam kebaikan." Sebagaimana juga diriwayatkan dari 'A'isyah dan Zainab tentang dicegahnya keduanya untuk bergabung dengan mereka dan beliau berkata kepada keduanya sebagaimana beliau berkata kepada Ummu Salamah.

Sesungguhnya apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw, yaitu dengan menyelubungi 'Ali keluargaku." Yakni, Ahlulbaitku hanyalah mereka ('Ali, Fatimah, al-Hasan, dan al-Husain), bukan selain mereka. Maka, yang menafsirkan ayat tersebut adalah Rasulullah Saw sendiri. Oleh karena itu, adakah tafsir yang lain dapat diterima setelah adanya tafsir dari Rasulullah Saw tersebut?

Selain itu, dalil yang paling nyata tidak termasuknya istri-istri Nabi Saw dalam Ahlulbait beliau adalah tidak diikutsertakannya mereka oleh beliau dalam ber-mubahalah (yaitu masing-masing pihak di antara orang-orang yang berbeda pendapat mendoakan kepada Allah dengan sungguh-sungguh agar Allah menjatuhkan laknat kepada pihak yang berdusta) dengan kaum Nasrani Najran, padahal ia telah menjanjikan kepada mereka bahwa ia akan membawa serta wanita-wanitanya, sebagaimana dikisahkan di dalam al-Quran, "Siapa yang membantahmu tentang kisah 'Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu) maka katakanlah, "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, wanita-wantia kamu, diri kami dan diri kami kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta." (Qs. Ali

11 Imran[3]: 61)

Pemuka pendeta Nasrani berkata kepada golongannya, "Jika Muhammad keluar dengan Ahlulbaitnya, maka janganlah kalian ber-mubâhalah dengannya. Akan tetapi, jika ia keluar bersama para sahabatnya, maka ajaklah mereka ber-mubâhalah."

Para mufasir dan sejarawan sepakat bahwa Rasulullah Saw ketika keluar untuk ber- mubâhalah, ia hanya mengajak 'Ali, Fatimah, al-Hasan, dan al-Husain, jelaslah bahwa hanya merekalah Ahlulbait Nabi Saw, bukan yang lainnya. Sebab, sekiranya ada yang lain selain mereka itu, niscaya Nabi Saw akan membawa serta dalam mubâhalah tersebut, yang merupakan pertentangan yang paling hebat antara kebenaran dan kebatilan.

Mereka yang diajak ber-mubâhalah oleh Nabi Saw dalam menghadapi kaum Nasrani Najran adalah orang- orang yang telah dihilangkan dosa dari mereka dalam al- Quran yang mulia (Qs. al-Ahzab [33]: 33), yaitu Ahlulbait Rasulullah Saw.

Oleh karena itu, ketika kata Ahlulbait diucapkan, orang segera akan mengetahui bahwa mereka adalah keluarga Nabi Saw, yaitu: 'Ali, Fatimah, al-Hasan, dan al- Husain, bukan istri-istri Nabi Saw. Banyak sekali hadis Nabi Saw yang menerangkan keutamaan mereka, yang diriwayatkan dalam hadis-hadis yang mutâwatir dalam kitab- kitab sahih kaum Muslim dan musnad-musnad mereka, yang semuanya mengacu kepada mereka, bukan istri-istri Nabi Saw.

Di antaranya, kedua hadis yang agung yang diriwayatkan oleh jumhur Muslimin, yaitu: Pertama, hadis tsaqalaîn (dua peninggalan agung

11 Rasulullah Saw, yaitu al-Quran dan Ahlulbaitnya). Rasulullah

Saw bersabda, "Sesungguhnya telah aku tinggalkan dua peninggalan yang agung kepada kalian, yaitu Kitab Allah (al- Quran) dan keturunanku, Ahlulbaitku. Selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, kalian tidak akan sesat untuk selama-lamanya." 20

Kedua, hadis safinatu Nuh (bahtera Nuh), yaitu sabda Rasulullah Saw, Perumpamaan Ahlulbaitku seperti bahtera

Nuh. "Barang siapa yang menaikinya, ia akan selamat; dan barang siapa tertinggal darinya (tidak menaikinya) ia akan

tenggelam dan binasa." 21 Para penyair dari kedua kelompok, Syi'ah dan

Sunnah, juga menggubah syair-syair untuk melantunkan pujian kepada Ahlulbait, mereka mengkhususkannya pada lima ahli kisa', yaitu, Rasulullah Saw, 'Ali As, Fatimah As, al-Hasan As, dan al-Husain As, dan tidak seorang penyair pun yang memasukkan di dalam syaimya selain kelima orang yang disucikan tersebut.

Misalnya, Imam asy-Syafi'i berkata dalam syaimya, Wahai Ahli Bait Rasulullah, Mencintai kalian adalah kewajiban dari Allah Yang diwahyukan dalam al-Quran. Cukuplah keagungan bagi kalian

20 . Hadis ini diriwayatkan oleh para ulama besar Ahlus Sunnah dalam kitab-kitab sahih mereka, sunan-sunan, Musnad-musnad, tafsir-tafsir,

dan sejarah-sejarah mereka. Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya, jilid ketujuh. halaman 122, at-Tirmidzi dalam Sunan-nya jilid kedua, halaman 307. Ad-Danmi di dalarn Sunan-nya, jilid kedua, halaman 332, Ahmad bin Hanbal di dalam Musnad-nya.. jilid ketiga halaman 14, 17,36,29, dan juga selain mereka

21 . Diriwayatkan oleh sekelompok besar ulama Ahlus Sunah di

11 Bahwasanya siapa yang tidak bershalawat kepada kalian,

Tidak ada shalat baginya. Yang ia maksudkan dengan AhlulBait adalah: 'Ali,

Fatimah, al-Hasan, dan al-Husain 'alaihimus salam. Demikian juga para Imam Ahlus Sunnah lainnya, mereka seeara terus terang mengakui bahwa yang dimaksud dengan Ahlulbait adalah lima orang ahli kisa' tersebut, yang mereka ini telah dihilangkan dosa dari mereka dan disucikan sesuci-sucinya.

Ya, beberapa orang yang terkenal keburukannya, seperti 'Ikrimah al-Barbari dan Muqatil, dan lain-lainnya yang dikenal biasa berdusta atas nama Rasulullah Saw, mereka memalsukan banyak hadis Nabi Saw Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa berdusta atas namaku, maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka. "

Jelas sekali bahwa pengkhususan istri-istri Nabi Saw dalam ayat at-tathhir atau memasukkan mereka bersama Ahlulbait adalah buatan para musuh Ahlulbait (seperti orang-orang yang telah disebutkan namanya tersebut), dan banyak sekali hadis-hadis yang telah mereka palsukan untuk menentang Ahlulbait.

Sudah sepatutnya kita menghapus hadis-hadis yang sengaja mereka palsukan itu dan membersihkan buku-buku sejarah dari tangan-tangan kotor mereka.

Jadi, jelaslah bahwa ayat at-tathhir dan penghilangan dosa dari mereka hanyalah ditujukan kepada para imam pembawa petunjuk dari keturunan suci, mereka adalah keturunan Rasulullah Saw.

Ayat tersebut juga dengan jelas menunjukkan kesucian mereka (Ahlulbait) dari segala aib dan memelihara mereka dari semua dosa. Dan sebagaimana akan dijelaskan

11 nanti dalam buku ini bahwasanya imamah (kepemimpinan)

itu tidak layak kecuali bagi orang yang bersih dari segala aib dan dosa.

Oleh karena itu, 'Ali As dan anak keturunannya adalah para imam, baik mereka itu menjalankan roda-roda pemerintahan maupun tidak. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadis sahih, "Al-Hasan dan al-Husain adalah dua orang imam, baik mereka itu memerintah maupun tidak "

Imam al-Bahrani telah menyebutkan dalam Ghayatul Maram lebih dari seratus dua puluh hadis yang membatasi Ahlulbait pada mereka (Rasulullah Saw, 'Ali As, Fatimah as, al-Hasan As, dan al-Husain As), bukan istri-istri Nabi Saw, dua per tiganya adalah dari riwayat Ahlus Sunnah. Silakan Anda merujuknya.

As-Suyuthi meriwayatkan dalam tafsir ad-Durrul Mantsur bahwa turunnya ayat tersebut (at-tathir) ditujukan kepada lima ahli kisa' (Rasulullah Saw, 'Ali As, Fatimah As, al-Hasan As, dan al-Husain As), yaitu dengan dua puluh jalur, sebagaimana Ibn Jarir ath-Thabari meriwayatkannya

dalam tafsimya Jâmi'ul Bayân 22 dengan dua puluh enam jalur.

As-Sayyid al-Ajal Ayatullah an-Nassabah (ahli nasab) as-Sayyid Syihabuddin al-Mar'asyi an-Najafi dalam komentamya terhadap kitab Ihqâqul Haqq, karya Imam Sa'id

asy-Syahid Qadhi Nurallah at-Tastari rahimullâh, 23 menyebutkan banyak riwayat dan hadis yang semuanya bersumber dari jalur Ahlus Sunnah wal Jamaah bahwa ayat tersebut diturunkan pada lima ahli kisa' (Rasulullah Saw,

22 . Lihat, Ibn Jarir ath-Thabari, Jâmi'ul Bayân, jil. 22, hal. 5. 23 . Lihat, Imam Sa'id asy-Syahid Qadhi Nurallah at-Tastari, Ihqâqul Haqq,

12 'Ali As, Fatimah As, al-Hasan As, dan al-Husain As).

Imam Ahmad meriwayatkan di dalam Musnad-nya dari Anas bin Malik bahwa Nabi Saw pernah selama enam bulan (berturut-turut) melewati rumah Fatimah As jika ia hendak mengerjakan shalat Subuh, ia senantiasa, "Dirikanlah shalat wahai Ahlulbait! Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan dosa dari kalian hai Ahlulbait, dan menyucikan kalian sesuci-sucinya." 24

Al-Wahidi juga meriwayatkan hal itu dalam kitabnya 25 ketika menafsirkan ayat tersebut.

Ibnu Jarir juga meriwayatkan hal itu dalam kitab tafsirnya, demikian juga Ibnu al-Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaih, athThabrani, dan lain-lainnya.

At-Tirmidzi dan al-Hakim meriwayatkan hal itu dan keduanya mensahihkannya, juga Ibnu Jarir, Ibnuul Mundzir, Ibnu Mardawaih, dan al-Baihaqi dalam Sunan-nya dari jalur yang berbeda-beda.

Ummu Salamah berkata, "Di rumahku ayat ini (at- tathir) turun, dan saat itu di rumahku ada 'Ali, Fatimah, al Hasan dan al Husain, maka Rasulullah Saw menyelimuti mereka dengan kisâ' (pakaian) yang ketika itu dipakai oleh beliau, kemudian beliau bersabda, "Wahai Allah, mereka adalah Ahlulbaitku, maka hilangkanlah dari mereka dosa dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya."

Muslim meriwayatkan dalam Shahîh-nya, bab "Keutamaan-keutamaan Ahlulbait" dari 'A'isyah, ia ('A'isyah) berkata, "Pada suatu pagi hari, Rasulullah Saw keluar, saat itu ia memegang kain bergambar yang terbuat dari bulu berwarna hitam, lalu al-Hasan datang, lalu ia

24 . Lihat Imam Ahmad, Musnad, jil. 3, hal. 259

14 memasukkannya ke dalam kain itu; kemudian al Husain

datang, lalu ia memasukkannya ke dalam kain itu; kemudian Fatimah datang, ia memasukkannya ke dalam kain itu; kemudian 'Ali datang, ia memasukkannya ke dalam kain itu; kemudian ia bersabda (membacakan ayat), "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian wahai

Ahlulbait, dan menyucikan kalian sesuci-sucinya." 26 Hadis yang sama juga diriwayatkan oleh Ahmad

dalam Musnad-nya dari 'A'isyah, juga diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dan al-Hakim. Dan bagi yang hendak menelaah lebih mendalam, silakan rujuk pada kitab Rasyfatush Shâdi, karya Abu Bakar Syihabuddin dan kitab al-Kalimatul Gharrâ', halaman 12, karya Imam Syarafuddin, di dalamnya terdapat keterangan yang sangat jelas tentang dikhususkannya ayat at-tathir pada lima ahli kisa' (Rasulullah Saw, 'Ali As, Fatimah As, al-Hasan As, dan al-Husain).

Berkaitan dengan hal ini, kami akan menyebutkan ringkasan nash-nash yang secara jelas tidak memasukkan istri-istri Nabi Saw ke dalam ayat yang mulia tersebut (ayat at-tathir).

Ahmad bin Hanbal meriwayatkan daam Musnad- nya dari 'Abdul Malik, dari 'Atha bin Abi Rayyah, dia berkata, "Diceritakan kepadaku oleh orang yang mendengar Ummu Salamah berkata bahwa Nabi Saw suatu hari berada di rumahnya, lalu Fatimah datang dengan membawa panci yang berisi makanan, lalu beliau bersabda kepada Fatimah, "Panggillah suamimu dan kedua anakmu!" Ummu Salamah berkata, Kemudian datanglah 'Ali, al- Hasan, dan al-Husain. Lalu mereka masuk dan duduk bersama, kemudian mereka makan makanan yang dibawa

10 oleh Fatimah tersebut, sedangkan ia duduk di atas tempat

pembaringan ia yang di bawahnya ada kisa' Khaibar. Adapun aku tengah mengerjakan shalat di kamar. Lalu turunlah ayat ini, "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian hai Ahlulbait, dan menyuscikan kalian sesuci-sucinya." (Qs. Al Ahzab[33: 33]

Ummu Salamah berkata, "Kemudian Rasulullah Saw mengambil kisa' seraya menyelubungi mereka ('Ali, Fatimah, al-Hasan, dan al-Husain) dengan kisa' tersebut, kemudian ia mengeluarkan tangannya seraya menunjuk ke langit, kemudian ia berdoa, "Wahai Allah, mereka ini adalah Ahlulbaitku dan orang-orang khususku, maka hilangkanlah dosa dari mereka dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya."

Ummu Salamah berkata, kemudian, aku memasukkan kepalaku ke dalamnya, lalu aku berkata, "Dan aku bersama kalian wahai Rasulullah." Rasulullah menjawab, "(Tetaplah kamu di tempatmu!) Sesungguhnya engkau tetap berada dalam kebaikan, sesungguhnya engkau tetap berada dalam kebaikan."

Ahmad berkata setelah meriwayatkan hadis tersebut, "Abdul Malik berkata, "Abu Laila bercerita kepadaku dari Ummu Salamah sama seperti hadis "Atha." 'Abdul Malik berkata, "Dan Dawud bin Abi 'Auf al-Jahaf bercerita kepadaku dari Hausyab dari Ummu Salamah sarna sepertinya."

Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya. 27

'Atha al-Wahidi juga meriwayatkan hadis tersebut

12 dalam Asbâbun Nuzul. 28

Ibnu Shibagh al-Maliki juga meriwayatkan hadis tersebut dari al-Wahidi dalam al-Fushuhul Muhimmah. 29

Dan juga diriwayatkan dalam ath-Thara'if, halaman

30, dari ats-Tsa'iabi dan Musnad Ahmad dengan sedikit perbedaan dalam sebagian redaksinya. As-Suyuthi berkata dalam ad-Durrul Mantsûr. "Ibnu Jarir, Ibnu al-Mundzir, Ibnu Abi Hatim, ath-Thabrani, dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ummu Salamah, istri Nabi Saw, bahwa Rasulullah Saw ketika berada di rumahnya dan sedang berada di atas tempat tidurnya, ketika itu beliau memakai kisa' (pakaian) Khaibar, Fatimah datang dengan membawa panci yang berisi makanan Rasulullah Saw bersabda kepada Fatimah, "Panggillah suamimu dan kedua anakmu, Hasan dan Husain!" Kemudian Fatimah pun memanggil mereka. Kemudian ketika mereka sedang makan, tiba-tiba diturunkan kepada Rasulullah Saw ayat, Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian hai Ahlulbait dan mensucikan kalian sesuci-sucinya. (Qs. Al

Ahzab [33]: 33) 30 Kemudian Rasulullah Saw mengambil pakaiannya

seraya menyelimutkannya kepada mereka, lalu ia mengeluarkan tangan dari kisa' (pakaian) lalu menunjuk ke 1angit, kemudian ia berdoa, "Wahai Allah, mereka adalah Ahlulbaitku dan orang-orang khususku, hilangkanlah dosa dari mereka dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya." Ia mengulangi doanya itu tiga kali.

Ummu Salamah berkata, "Lalu aku memasukkan

28 . Lihat, asy-Syablanji, Asbâbun Nuzul, hal 267. 29 . Lihat, al-Wahidi, al-Fushûhul Muhimmah, hal. 8.

11 kepalaku ke dalam kisa', lalu aku berkata, "Wahai

Rasulullah, dan aku ikut bersama kalian?" ia menjawab, "(Tetaplah engkau di tempatmu!) Sesungguhnya engkau tetap berada dalam kebaikan, sesungguhnya engkau tetap berada dalam kebaikan Dan hadis ini juga diriwayatkan oleh Sayyidina wa maulana al-Imam al-Akbar as-Sayyid al- Muhsin al-Amin dalam A'yânusy Syi'ah, jil. 2, hal. 433, dari Asadul Ghabah.

Dan disebutkan pula dalam Ad-Durrul Mantsûr, ath- Thabrani meriwayatkan dari Ummu Salamah Ra bahwa Rasulullah Saw, bersabda kepada Fatimah As, "Datangkanlah kepadaku suamimu dan kedua anaknya!" Maka, Fatimah mendatangkan mereka, lalu Rasulullah Saw melemparkan kisa' Fadak kepada mereka, kemudian beliau meletakkan tangan beliau di atas kepala mereka, kemudian ia bersabda, "Ya Allah, sesungguhnya mereka ini keluarga Muhammad." Dalam riwayat yang lain disebutkan, "Ya Allah, sesungguhnya mereka ini adalah keluarga Muhammad, maka curahkanlah shalawat dan keberkahan- Mu kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau mencurahkannya kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Pemurah."

Ummu Salamah berkata, "Maka aku mengangkat kisa' tersebut agar aku dapat masuk bersama mereka, beliau menariknya dari tanganku seraya bersabda, "(Tetaplah engkau berada di tempatmu!) Sesungguhnya engkau tetap berada dalam kebaikann Hadis ini juga diriwayalkan oleh

Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya 31 dari Ummu Salamah.

Al-Kanji asy-Syafi'i juga meriwayatkan hadis

11 tersebut dalam Kifâyatuth Thâlib 32 dari Ahmad dalam

Manâqib 'Ali As dan dari Syahr bin Hausyab dari Ummu Salamah Ra.

Ath-Thabrani meriwayatkan hadis tersebut dalam Dzakhâ'irul 'Uqbâ, 33 dan ia berkata setelah meriwayatkan

hadis itu, "Ad-Daulabi meriwayatkan hadis ini perihal keturunan yang suci (Ahlulbait Rasulullah Saw)."

Hadis ini juga diriwayatkan dalam Kanzul 'Ummal, 34 Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya, 35 Ibnu Shibagh al-Maliki dalam al-Fushuhul Muhimmah, 36 at-Tirmidzi dalam Shahîh-

37 nya, 38 al-Qanduzi al-Hanafi dalam Yanâbi'ul Mawaddah, asy- Syablanji asy-Syafi'i dalam Nurul Abshâr, 39 Syaikh

Muhammad ash-Shabban dalam Is'afur Raghibin pada catatan kaki Nurul Abshhar, 40 dan masih banyak lagi para ulama

besar Ahlus Sunnah yang namanya tidak mungkin disebutkan semuanya dalam buku ini.

Nash-nash sahih yang mutawatir yang diriwayatkan oleh mayoritas kaum Muslim ini menunjukkan secara jelas dan pasti bahwa istri-istri Nabi Saw tidak masuk dalam ayat at-tathir yang mulia itu, dan bahwasanya ayat tersebut hanya diturunkan kepada lima orang ahli kisa' (Rasulullah Saw, 'Ali As, Fatimah As, al-Hasan As, dan al-Husain As), tanpa yang lainnya. Tidak ada yang menolak hal ini kecuali orang yang

32 . Lihat, al-Kanji asy-Syafi'i Kifâyatuth Thâlib, hal. 228. 33 . Lihat, Dzakhâ'irul 'Uqbâ, hal. 21. 34 . Lihat, Kanzul 'Ummal, jil. 7, hal. 103. 35 . Lihat, Ibnu Katsir, Tafsir, jil. 3, hal. 484. 36 . Lihat, Ibnu Shibagh al-Maliki, al-Fushûhul Muhimmah, hal. 7 37 . Lihat, At-Tirmidzi, Shahîh, jil. 2, hal. 308. 38 . Lihat, al-Qanduzi al-Hanafi, Yanâbi'ul Mawaddah, hal. 78. 39 . Lihat, asy-Syablanji asy-Syafi'i, Nurul Abshâr, hal. 102.

11 keras kepala yang menolak kebenaran.

Nash-nash dan dalil-dalil yang kami sebutkan tersebut, yang menerangkan tidak termasuknya istri-istri Nabi Saw dalam ayat at-tathir, dan bahwa turunnya ayat tersebut hanya ditujukan untuk lima orang ahli kisa' (Rasulullah Saw, 'Ali As, Fatimah As, al-Hasan As, dan AI- Husain As), sudah cukup untuk membantah anggapan bahwa ayat at-tathir itu khusus ditujukan untuk istri-istri Nabi Saw, atau mereka termasuk dalamnya bersama ahli kisa '. Jika Anda ingin menelaah lebih mendalam, silakan merujuk pada kitab kami asy-Syi'ah wa hujjatuhum fil Tasyayyu'.

Aku katakan, apa yang kami sebutkan telah jelas bahwa ayat at-thathir diturunkan khusus ditujukan kepada lima orang ahli kisa' (Rasulullah Saw, 'Ali As, Fatimah As, al-Hasan As, dan al-Husain As), dan ayat itu juga menunjukkan bahwa mereka telah terpelihara (maksum) dari segala dosa dan kesalahan yang dapat menimpa selain mereka, baik dosa kecil maupun dosa besar. Dan juga telah terbukti secara sah dalam nash-nash yang qath'i (pasti) bahwa khalifah sesudah Rasulullah Saw adalah 'Ali bin abu Thalib As tanpa ada keraguan, dan sesudahnya adalah anaknya, yaitu al-Hasan, kemudian al-Husain As, kemudian sembilan orang dari anak keturunan al-Husain As secara berturut-turut,

yang terbukti kesahihannya menurut Ahlus Sunnah dan Syi'ah.

sesuai

nash-nash

Dalil atas pengakuan kami ini adalah dua hal: Pertama, kemaksuman. Syarat seorang imam

(khalifah) dalam pandangan Syi'ah haruslah orang yang maksum (terpelihara dari kesalahan dan perbuatan dosa). Sebab, seorang imam yang diikuti dan menjadi pegangan sesudah Nabi Saw, apabila tidak maksum, maka

11 perkataannya tidak dijamin dari kesalahan, dan kejujurannya

pun tidak dapat diterima sepenuhnya. Dan ketetapan kemaksuman imam sama seperti ketetapan kemaksuman nabi. Ayat at-tathir secara jelas menunjukkan kemaksuman Amirul Mukminin 'Ali bin Abl Thalib As dan kedua anaknya, al-Hasan dan al-Husain.

Oleh karena itu, kekhalifahan itu dikhususkan bagi mereka, bukan selain mereka: Mereka adalah para imam dan khalifah sesudah Rasulullah Saw, dan setiap orang (imam) dari mereka menunjuk imam sesudahnya, demikianlah seterusnya sampai kepada Imam al-Mahdi al-Muntazhar- semoga Allah mencepatkan kemunculannya. Perkataan mereka harus dijadikan pegangan karena selain mereka tidaklah maksum.

Kedua, Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As sering kali melontarkan pemyataan bahwa ialah yang berhak menjadi khalifah dalam berbagai kesempatan, sebagaimana tercatat dalam buku-buku sejarah, di antaranya khutbahnya yang terkenal dengan sebutan "asysyiqsyiqiyyah", di antaranya ia berkata dalam khutbah itu, "Sungguh, Ibnu Abi Quhafah (Abu Bakar) telah mengenakan pakaian kekhalifahan, padahal ia benar-benar tahu bahwa posisiku terhadapnya (kekhalifahan tersebut) adalah laksana poros pada tempat penggilingan, banjir tidak dapat sampai kepadaku, dan burung tidak dapat terbang tinggi di atasku."

Demikian juga yang termasuk melontarkan pemyataan bahwa Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As yang berhak menjadi khalifah sesudah Rasulullah Saw adalah ash-Shiddiqah al-Muthahharah, penghulu kaum wanita, putri Rasulullah Saw dan jantung hati beliau, Fatimah az-Zahra, dan juga kedua putranya, al-Hasan dan

11 al-Husain, juga kesembilan imam dari anak keturunan Imam

al-Husain As. Oleh karena itu, wajib bagi umat Islam seluruhnya untuk membenarkan pemyataan mereka itu karena mereka ini adalah orang-orang yang maksum sehingga tidak mungkin mereka berdusta. Sebab, berdusta termasuk perbuatan dosa dan ini telah dihilangkan dari mereka sesuai ayat at-tathir. Maka, sangatlah jelas bahwa yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah Saw adalah Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As. Dalil atas berhaknya Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah Saw tidak terbatas pada ayat yang mulia itu saja, tetapi masih banyak lagi dalil dan hujah-hujah yang sangat kuat dan jelas, yang tidak terbilang karena banyaknya. Bahkan, para penentangnya pun mengakui akan hal itu Seorang tokoh ulama besar Syi'ah pada masanya, yaitu Ayatullah al-'Uzhma al-Imam al-Hasan bin Yusuf bin Muthahar, yang terkenal dengan sebutan al-' Allamah al- Hulli rahimahullah telah mengumpulkan dua ribu dalil bahwa 'Ali As adalah orang yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah Saw, yaitu seribu dalil yang merupakan dalil akli (akal atau nalar) dan seribu dalil naqli (berdasarkan al-Quran dan hadis), kitab tersebut dinamainya al-Alfain (Dua Ribu).

Ayat Mubâhalah

Allah Swt berfirman, "Siapa yang membantahmu tentang kisali Isa sesudah

datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya),"Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, wanita-wanita kami dan wanita-

11 wanita kamu, diri kami dan diri kamu, kemudian marilah

kita bermubâhalah kepada Allah dan kita minta supaya lakna Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (Qs. Ali Imran [3]: 61).

Telah disepakati oleh para mufasir dari semua mazhab dan aliran, bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan lima orang yang suci, mereka adalah: Muhammad, 'AIi, Fatimah, aI-Hasan dan asI-Husain. Pada saat itu, banyak orang laki-Iaki dari sahabat RasuIullah Saw., tetapi ia tidak memanggil seorang pun dari mereka, kecuali 'Ali, al-Hasan, dan al-Husain. Kemudian juga terdapat istri- istri Nabi Saw dan kaum wanita dari Bani Hiisyim tetapi Rasulullah Saw tidak memanggil seorang pun dari mereka, kecuali putri dan belahan hati beliau saja, yaitu Fatimah Az- Zahra As.

Semua orang yang berilmu mengetahui bahwa yang dimaksud dengan "diri kami" dalam ayat tersebut adalah saudara Rasulullah Saw, yang kedudukannya bagi beliau adalah seperti Harun As bagi Musa As, ia adalah Imam Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As Allah Swt telah menjadikan Amirul Mukminin 'Ali As dalam ayat yang mulia tersebut sebagai "diri" Muhammad Saw.

Demi Allah, sesungguhnya ini merupakan keutamaan agung yang telah Allah khususkan bagi mereka, bukan kepada yang lainnya dari umat ini. Ibnu Hajar dalam Shawâ'iq-nya 41 telah menyebutkan riwayat dari Ad-Darn

Quthni bahwa 'Ali (a.s.) pada' hari diadakannya musyawarah untuk mengangkat seseorang menjadi khalifah (sebagai pengganti 'Umar) mengemukakan hujah kepada

12 orang-orang yang hadir pada saat itu, "Aku bertanya kepada

kalian dengan bersumpah kepada Allah, adakah seseorang dari kalian yang lebih dekat dalam hal kekerabatan kepada Rasulullah Saw daripada aku, dan yang oleh beliau ia dijadikan sebagai dirinya, anak-anaknya sebagai anak-anak beliau, dan wanitanya sebagai wanita beliau, selain daripada aku?"

Mereka menjawab, "Tidak ada." Salah seorang penyair memuji Imam 'Ali a.s. dalam syaimya, Dan ia ('Ali As) dalam ayat mubâhalah adalah diri al- Mushthafa Tidak ada orang yang lain selain dirinya saja.

Selain itu, hadis tentang ayat mubâhalah ini sangat terkenal, para mufasir, perawi had is, dan ahli sejarah, dan semua yang meneatat kejadian-kejadian pacta tahun kesepuluh Hijriah menyebutkan peristiwa mubâhalah ini yang terjadi pada tahun itu (mubâhalah adalah masingmasing pihak di antara orang-orang yang berbeda pendapat berdoa kepada Allah dengan sungguh-sungguh agar Allah menjatuhkan laknat kepada pihak yang berdusta.

Pada peristiwa ini, Nabi Saw mengajak utusan Nasrani Najran ber-mubâhalah, tetapi akhimya mereka mengurungkan niatnya dan menerima perjanjian dengan Nabi Saw, yaitu setelah melihat wajah-wajah suci yang agung: Nabi Saw., 'AIi, Fatimah, AI-Hasan, dan AI- Husain).

Ar-Razi menyebutkan dalam tafsimya al-Kabir, setelah mengemukakan peristiwa mubâhalah tersebut, "Ketahuilah, sesungguhnya riwayat ini telah disepakati

14 kebenarannya oleh para ahli tafsir dan hadis ..."

Az-Zamakhsyari menyebutkan dalam tafsirnya al- Kasysyâf tentang penafsiran ayat mubâhalah, "Diriwayatkan bahwa ketika Nabi Saw mengajak mereka (utusan Nasrani Najran) ber-mubâhalah, mereka berkata, 'Kami hendak pulang dahulu dan memikirkan hal itu.' Kemudian ketika mereka berkumpul dengan sesama mereka sendiri, mereka berkata kepada seorang pendeta, yang pendapatnya selalu diikuti oleh mereka, "Wahai hamba al-Masih, bagairnana menurutmu (dalam mubâhalah ini)?"

Pendeta itu berkata, 'Oemi Allah, kalian telah mengetahui wahai kaum Nasrani, bahwasanya Muhammad itu adalah seorang nabi yang diutus. Oia telah datang kepada kalian dengan ilmu yang meyakinkan tentang kisah 'Isa. Demi Allah, setiap kaum yang ber-mubâhalah dengan seorang nabi, pasti orang-orang tua mereka binasa dan anak-anak mereka tidak ada yang tumbuh dewasa. Kalau kalian tetap melaksanakan mubâhalah, pasti kalian akan binasa. Dan apabila kalian enggan mengikuti mereka dan kalian tetap mengikuti agama kalian serta kalian akan tetap tinggal di tempat kalian berada sekarang ini, maka tinggalkanlah orang itu (Nabi Saw.) dan pulanglah kalian ke negeri kalian!'

Kemudian Rasulullah Saw datang dengan menggendong al-Husain sambi! menggandeng al-Hasan, sedang Fatimah berjalan di belakang beliau, dan' Ali berjalan di belakangnya, ia bersabda, "Jika aku berdoa, maka aminkanlah doaku!"

Melihat kedatangan Rasulullah Saw, AI-Hasan, AI- Husain Fatimah, dan 'Ali, itu, Uskup Najran berkata, 'Wahai orang-orang Nasrani, sesungguhnya aku melihat

10 wajah-wajah, yang jika mereka itu berdoa kepada Allah

agar menghi!angkan sebuah gunung dari tempatnya, pasti Allah akan menghi langkannya karena doa mereka itu.

Oleh karena itu, janganlah kalian ber-mubâhalah dengan mereka karena kalian pasti akan binasa (jika bermubâhalah dengan mereka), dan tidak akan tertinggal satu pun orang Nasrani di permukaan bumi ini sampai hari kiamat.

Maka, utusan Najran itu berkata, 'Wahai Abal Qasim, kami berpendapat bahwa kami tidak akan ber- mubâhalah denganmu dan bahwa kami mengakui agamamu, sedangkan kami tetap berada dalam agama kami.

Rasulullah Saw bersabda, "Kalau kalian enggan bermubâhalah, maka masuklah ke dalam agama Islam, niscaya kalian memperoleh hak sebagaimana yang diperoleh oleh kaum Muslim, dan kalian juga menjalankan kewajiban sebagaimana yang diwajibkan kepada mereka."

Akan tetapi, utusan Nasrani Najran tersebut menolak seruan Rasulullah Saw. Maka, beliau bersabda kepada mereka, "Kalau demikian, maka aku akan memerangi kalian."

Mereka berkata, "Kami tidak mempunyai kemampuan untuk berperang dengan orang-orang Arab. Akan tetapi, kami mengadakan perjanjian denganmu bahwa engkau tidak akan memerangi kami, tidak akan menakut- nakuti kami, dan engkau tidak akan mengeluarkan kami (secara paksa) dari agama kami, maka kami akan membayar kepadamu setiap tahunnya dua ribu potong baju, yaitu seribu potong baju pada bulan Shafar dan seribu potong baju pada bulan Rajab, dan tiga puluh baju besi biasa." Kemudian, Rasulullah Saw menerima perdamaian dengan

12 utusan Nasrani Najran itu berdasarkan perjanjian yang

mereka ajukan tersebut. Lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya (kekuasan-Nya), sesungguhnya kebinasaan telah mendekati penduduk Najran, sekiranya mereka tidak tunduk, niscaya mereka akan diubah menjadi kera dan babi, dan akan dinyalakan api pada lembah mereka, serta Allah akan membinasakan Najran dan penduduknya seluruhnya, bahkan burung yang berada di pepohonan, dan tidaklah akan berlalu setahun sehingga semua orang Nasrani akan dibinasakan." 42

Aku katakan, sesungguhnya ini adalah kemuliaan dan keutamaan yang agung yang tidak diperoleh oleh seorang pun sebelum mereka dan tidak akan didapatkan oleh seorang pun sesudah mereka.

Ketahuilah, sesungguhnya hadis-hadis yang menegaskan bahwa turunnya ayat mubâhalah itu ditujukan kepada Ahlulbait: 'Ali, Fatimah, AI-Hasan, dan AI-Husain, adalah hadis-hadis sahih yang mencapai derajat mutawatir.

Hadis-hadis tersebut dikemukakan oleh para ahli tafsir, hadis, sejarah, dan semua yang mencatat kejadian- kejadian pada tahun kesepuluh Hijriah, dan peristiwa mubâhalah tersebut terjadi pada tahun itu.

Berikut ini, saya kemukakan sebagian dari para imam Ahlus Sunnah wal Jamaah yang meriwayatkan hadis tentang ayat mubâhalah tersebut. Di antara mereka adalah:

Al-Hafizh Abu 'Abdillah Muslim bin Hajjaj an- Naisaburi meriwayatkan dalam Shabîb-nya, "Qutaibah bin Sa'id bin Muhammad bin 'Ubaid bercerita kepada kami, keduanya berkata, 'Hatim (Ibnu lsma'il) bercerita kepada

11 kami dari Sakir bin Mismar, dari 'Amir bin Sa'ad bin Abi

Waqqash, dari ayahnya (Sa'ad bin Abi Waqqash) yang berkata, "Mu'awiyah bin Abi Sufyan memerintahkan Sa'ad (untuk mencaci 'Ali bin Abi Thalib As, tetapi ia menolak). Lalu, Mu'awiyah berkata (kepada Sa'ad), "Apa yang mencegahmu untuk mencaci Abu Turab ('Ali bin Abi Thalib As)?"

Sa'ad menjawab, "Sesungguhnya aku telah mendengar tiga hal yang disabdakan Rasulullah Saw baginya, maka aku seka!i-kali tidak akan mencacinya, seandainya satu saja dari ketiga hal itu disabdakan untukku, maka hal itu lebih aku sukai daripada aku mendapatkan sekumpulan unta merah (harta benda yang paling berharga di kalangan bangsa Arab)." Lalu Sa'ad menyebutkan ketiga hal tersebut sampai pada perkataannya, Dan ketika turun ayat, maka Rasulullah Saw memanggil 'Ali, Fatimah, aI- Hasan, dan alHusain, lalu ia berdoa, "Ya Allah, mereka adalah keluargaku." 43

Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam Musnad- nya,"Abdullah bercerita kepada kami, ia berkata, "Ayahku bercerita kepadaku, ia berkata, Qutaibah bin Sa'id bercerita kepada kami, Hatim bin Isma'il bercerita kepada kami dari Bakir bin Mismar, dari 'Umar bin Sa'ad, dari ayahnya yang berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda kepadanya ('Ali bin Abi Thalib a.s.) dan beliau menjadikannya sebagai penggantinya (di Madinah) dalam salah satu peperangannya..." sampai pada perkataan Sa'ad, "Dan ketika turun ayat, "Maka katakanlah (kepadanya), "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak

43 . Lihat, Al-Hafizh Abu 'Abdillah Muslim bin Hajjaj an-Naisaburi,

11 kamu… (Qs. Ali Imran [3]:61) kemudian Rasulullah Saw

memanggil 'Ali, Fatimah, al-Hasan, dan al-Husain, lalu beliau berdoa, "Ya Allah, mereka adalah keluargaku." 44

Ath- Thabari menyebutkan dalam Tafsir-nya 45 hadis- hadis tentang ayat mubâhalah itu dari jalur yang berbeda-beda

dari 'Ali bin Zaid, as-Suda, Qatiidah, Tsana' bin Zaid, dan dari al-Yasykuri.

As-Suyuthi menyebutkannya dalam ad-Durrul Mantsûr, dari Jabir, dan pada akhir riwayat itu, Jabir berkata, "(Diri kami) adalah Rasulullah Saw dan 'Ali, (anak-anak kami) adalah Al-Hasan dan Al-Husain, dan (wanita-wanita kami) adalah Fatimah." 46

Al-Wahidi menyebutkannya dalam Asbâbun Nuzul, hal. 47 dan ia berkata dalam akhir riwayat itu, "Asy-Sya'bi berkata, "(Anak-anak kami) adalah al-Hasan dan al- Husain(wanita-wanita kami) adalah Fatimah, dan (Diri kami) adalah 'Ali bin Abi Thalib Ra."

Al-Qanduzi menyebutkannya dalam Yanâbi'ul Mawaddah, hal. 43, dengan jalur yang sangat banyak bahwa 'Ali adalah diri Rasulullah Saw sesuai nash ayat yang mulia tersebut (ayat mubâhalah).

Asy-Syablanji menyebutkan di dalam Nurul Abshâr bahwa yang dimaksud dengan (wanita-wanita kami) adalah Fatimah, (anak-anak kami) adalah al-Hasan dan al-Husain, dan (diri kami) adalah diri (Nabi Saw) dan' Ali As.

Dan juga di antara yang meriwayatkan hadis tentang ayat mubâhalah adalah:

Ath-Thabari dalam Dzakhairul Uqba, hal 25.

44 . Lihat, Ahmad bin Hanbal, Musnad, jil. 1, hal. 185. 45 . Lihat, ath- Thabari, Tafsir, jil. 3, hal. 192.

11 Al-Kanji asy-Syafi'i dalam Kifayatuth Thalib, hal. 54.

Al-Hakim dalam al-Mustadrak, jil. 3, hal. 150. Abu Na'im dalam Dalâilun Nubuwwah, hal. 297. Al-Baghawi dalam Ma'âlimut Tanzil, jil. 1, hal. 302.

Fakhruddin ar-Razi dalam Tafsir-nya, jil. 8, hal. 85. Adz-Dzahabi dalam ringkasannya pada kitab Mustadrak al-Hâkim, jil. 3, hal. 150.

Ibnu al-Atsir dalam Usudul Ghâbah, jil 4, hal. 25. Ibnu al-Jauzi dalam at-Tadzkirah, hal. 17. Al-Qurthubi dalam al-Jâmi' li Ahkâmil Qur 'ân, jil. 4, hal. 104. AL-Baldhiiwi dalam Tafsir-nya, jil. 2, hal. 22. Ibnu Hajar Al-'Asqalani dalam al-Ishâbah, jil 32, hal. 503. Syaikh Muhammad bin Thalhah asy-Syafi'i dalam

Mathâlibis Sa'ul, hal. 7, ia berkata, "Adapun ayat mubâhalah, para perawi yang tepercaya (tsiqah) telah meriwayatkan bahwa ia ditujukan kepada 'Ali, Fatimah, Al-Hasan dan Al- Husain, ..."

Masih banyak lagi para mufasir, perawi hadis, dan sejarawan, yang namanya tidak mungkin disebutkan satu per satu dalam buku ini, yang menegaskan bahwa ayat mubâhalah diturunkan berkenaan dengan lima orang yang disucikan 47 (Rasulullah Saw, 'Ali, Fatimah, al-Hasan, al-

47 . Aku katakan, tidaklah mengherankan bahwa ayat mubâhalah ini dan ayat-ayat lainnya diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang telah

dikhususkan oleh Allah Swt. Al-'Allamah al-Hujjah as-Sayyid al-Kasyani secara bagus menuturkan dalam bukunya Mashâbihul Jinan, halaman 167, "Sesungguhnya lima orang ahli kisa' (Rasulullah Saw, 'Ali As, Fatimah As, al-Hasan As, dan al-Husain As) adalah orang-orang yang telah disucikan otch Allah Ta'ala dari segala dosa dan dipelihara-Nya dati

11 Husain).

Sayyidina al-Imam al-Bahrani dalam kitab Ghayatul Marâm, hal. 300, membahas ayat mubâhalah dan diturunkannya berkenaan dengan 'Ali, Fatimah, al-Hasan dan al-Husain, ia menyebutkan sembilan belas hadis melalui jalur Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan lima belas hadis melalui jalur Syi'ah.

Ayatullah al-Hujjah as-Sayyid Syihabuddin al- Mar'asyi an-Najafi dalam komentarnya atas kitab Ihqâqul Haqq, karya al-Imam as-Sa'id asy-Syahid Qadhi Nurud Din at-Tastari rahiimahullah, halaman 46, menyebutkan banyak imam dari Ahlus Sunnah yang menegaskan bahwa ayat mubâhalah diturunkan berkenaan dengan lima orang yang disucikan (Rasulullah Saw, 'Ali As, Fatimah As, al-Hasan As, dan al-Husain As), silahkan Anda merujuk ke kitab tersebut.

Aku katakan, ayat mubâhalah yang mulia ini secara jelas menunjukkan bahwa yang wajib menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah Saw adalah 'Ali bin Abi Thalib As. Sebab, Allah Swt telah menjadikan 'Ali sebagai diri Muhammad Saw, dari segi ilmunya, akhlaknya, kemuliannya, keberaniannya, kesabarannya, wataknya yang mulia, kasih sayangnya terhadap orang-orang lemah, ketegasannya terhadap orang-orang yang zalim, dan kedudukannya yang tinggi yang ditetapkan Allah Swt

mereka sebagai hujah atas makhluk-Nya seluruhnya. Allah ta'ala telah rela menjadikan mereka sebagai para imam bagi kaum Mukmin dan panutan bagi kaum Muslim. Dan karena merekalah Dia menciptakan langit dan bumi serta menjadikan mereka sebagai perantara dan pintu- pintu-Nya yang Dia didatangi melaluinya; cahaya-cahaya-Nya yang dengan mereka Dia memancarkan cahaya-Nya; dan tali-Nya, yang

11 kepadanya, hanya saja ia bukan seorang nabi, sebagaimana

sabda Rasulullah Saw kepadanya, "Kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi sesudahku."

Oleh karena itu, tidak boleh mendahulukan orang lain atas 'Ali secara mutlak. Sebab, mendahulukan orang lain atasnya, seperti mendahulukan orang lain atas Rasulullah Saw, hal yang demikian tidak dibenarkan menurut syariat.

Ayat al-Mawaddah (Kecintaan kepada Ahlulbait)

Allah Swt berfirman, Katakanlah, "Aku tidak (meminta sesuatu upah pun atas seruanku

kecuali kecintaan kepada keluargaku." (Qs. Asy-Syura [42]: 23).

Para mufasir Syi'ah semuanya bersepakat bahwa ayat yang mulia tersebut (ayat al-mawaddah) khusus ditujukan kepada Ahlulbait, yaitu 'Ali, Fatimah, al-Hasan dan al- Husain.

Demikian juga hal itu diriwayatkan dalam kitab-kitab tafsir Ahlus Sunnah wal Jamaah dan kitab-kitab sahih serta musnad mereka. Akan tetapi, walaupun kebanyakan mereka mengakui bahwa ayat almawaddah diturunkan berkenaan dengan Ahlulbait, ada juga sebagian kecil kelompok dari

mereka 48 yang sengaja mempertentangkan makna ayat tersebut dan menafsirkannya dengan penafsiran yang

berlawanan dengan apa yang diturunkan Allah. Adapun mazhab Ahlulbait semuanya bersepakat bahwa yang dimaksud dengan al-qurba (kerabat) dalam ayat yang mulia tersebut adalah qurba Rasulullah Saw, mereka

48 . Seperti Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Katsir serta orang-orang yang

11 adalah: 'Ali, Fatimah, al-Hasan, dan al-Husain, yang mereka

ini adalah kerabat terdekat Rasulullah Saw. Adapun yang dimaksud dengan kebaikan pada ayat al-mawaddah tersebut adalah kecintaan kepada mereka (Ahlulbait) dan memperwalikan mereka, dan bahwa Allah Ta'ala adalah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri kepada orang-orang yang memperwalikan mereka ini. Hal ini merupakan kesepakatan di kalangan Syi'ah, yang sama sekali tidak ada perselisihan pendapat dalam hal ini, bahkan ini merupakan suatu keharusan dalam mazhab Ahlulbait, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis-hadis yang bersumber dari para Imam Ahlulbait.

Bahkan, Ahlus Sunnah wal Jarnaah juga meriwayatkan hadis-hadis yang berkenaan dengan hal itu, di antara mereka adalah:

Ahmad meriwayatkan dalam al-Manâqib, ath- Thabrani, al-Hakim, dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu 'Abbas (sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Hajar al-Haitsami dalam tafsir ayat 14 di antara ayat-ayat yang dia sebutkan dalam pasal pertama dari bab kesebelas dalam kitab Shawa'iq-nya) yang berkata, "Ketika ayat (al-mawaddah) ini turun, para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah kerabatmu yang kami diwajibkan mencintai mereka ini?" Rasulullah Saw menjawab, "Mereka adalah 'Ali, Fatimah, Al- Hasan, dan Al-Husain."

Hadis dari Ibnu 'Abbas Ra ini juga diriwayatkan

49 oleh Ibnu al-Mundzir, Ibnu Mardawaih, 50 al-Muqrizi, al- Baghawi, dan ats-Tsa'labi dalam kitab-kitab tafsir mereka.

49 . Sebagaimana disebutkan oleh an-Nabhani dalam Arbâ 'in-nya

422 As-Suyuthi 51 juga meriwayatkannya dalam ad-Durrul Mantsur,

al-Hafizh Abu Na'im dalam Hilyah-nya, al-Hamuyini dalam Farâ'id-nya, dan al-Wahidi dan Ibnu al-Maghazili dalam al- Manâkib.

Az-Zamakhsyari meriwayatkannya dalam al-

52 Kasysyâf, 53 Muhibbuddin ath-Thabari dalam Adz-Dzakha'ir, An-Naisaburi dalam Tafsir-nya, Ibnu Thalhah asy-Syafi'i

dalam Mathâlibus Sa'ul dan ia mensahihkannya, ar-Razi dalam Tafsir-nya, Abus Sa'ud dalam tafsirnya Hamisy Tafsir

54 ar-Razi, 55 an-Nasafi dalam tafsirnya Hamisy Tafsir al-Khazin, Abu Hayan dalam tafsirnya, 56 Ibnu Shibagh al-Maliki dalam al-Fushulul Muhimmah, 57 al-Hafizh al-Haitsami dalam al-

Majma, 58 al-Kanji asy-Syafi'i dalam Kifayatuth Thalib, 59 dan al- 'Asqalani dalam al-Mawahib, dan ia berkata, "Allah telah

mewajibkan seluruh makhluk-Nya untuk menyayangi kerabat Rasulullah Saw dan mewajibkan mencintai keseluruhan Ahlulbaitnya yang mulia dan keturunannya. Allah Ta'ala berfirman, "Katakanlah aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kecintaan kepada keluargaku." (Qs. asy-Syura [42]: 23)

Dan juga yang termasuk meriwayatkan hadis yang berkenaan dengan ayat al-mawaddah adalah: Az-Zarqani

51 . Disebutkan oleh an-Nabhani dalam asy-Syaraful Mu-bbad. 52 . Lihat, Az-Zamakhsyari, al-Kasysyâf, Jil. 2, hal.339 53 . Lihat, Muhibbuddin ath-Thabari, adz-Dzakhâ'ir, hal. 25 54 . Lihat, Abus Sa'ud, Hamisy Tafsir ar-Razi Jil. 7 hal. 665 55 . Lihat, an-Nasafi, Hamisy Tafsir al-Khazin Jil. 4, hal. 99. 56 . Lihat, Abu Hayan, Tafsir-nya, jil. 9, hal. 516 ز 57 . Lihat, Ibnu Shibagh al-Maliki, al-Fushûlul Muhimmah, hal. 12. 58 . Lihat, al-Hafizh al-Haitsami, al-Majma, jil. 9, hal. 168.

424 dalam Syarhul Mawahib, 60 Asy-Syablanji dalam Nurul

Abshâr, 61 ash-Shabban dalam al-Is'âf pada catatan kaki Nurul Abshâr, 62 Ibnu Hajar dalam ash-Shawâ'iqul Muhriqah, 63 dan as-

Suyuthi dalam Ihyâ'ul Mayyit pada catatan kaki al-Ittihâf. 64 Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahîh-nya 65 dari Ibnu 'Abbas Ra bahwa ia ditanya tentang firman Allah Swt "...kecuali kecintaan kepada al-qurba" (Qs. asy -Syura [42J: 23)

(Sa'id bin Jubair berkata bahwa) ia berkata, "al-qurba adalah qurba (keluarga) Muhammad Saw". Ath-Thabari meriwayatkan dalam Tafsir-nya, dari Sa'id bin Jubair tentang firman Allah Swt, "Katakanlah,"Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kecintaan kepada al qurba." (Qs. asy-Syura [42J: 23) ia berkata, "Yaitu qurba (keluarga) Rasulullah Saw." 66

Ibnu Hajar al-'Asqalani meriwayatkan dalam al- Kafsusy Syaf fi Takhriji Ahâditsil Kasyaf, ia berkata, "ath- Thabrani, Ibnu Abi Hatim, dan al-Hakim meriwayatkan dalam Manaqibusy Syafi'i dari riwayat Husain al-Asyqar, dari Qais bin Ar-Rabi', dari al-A'masy, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu 'Abbas bahwa Rasulullah Saw ditanya, "Wahai Rasulullah, siapakah kerabatmu yang telah diwajibkan atas kami untuk mencintai mereka?' Rasulullah Saw menjawab, "Ali, Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husain dan anak keturunan

60 .Lihat, Az-Zarqani, Syarhul Mawâhib, jil. 7, hal. 3 dan 21. 61 . Lihat, Asy-Syablanji, Nurul Abshâr hal. 112. 62 . Lihat, ash-Shabban, al-Is'âf pada catatan kaki Nurul Abshâr, hal. 105. 63 . Lihat, Ibnu Hajar, ash-Shawâ'iqul Muhriqah hal. 101 dan 130. 64 . Lihat, as-Suyuthi, Ihyâ'ul Mayyit hal. 239. 65 . Lihat, al-Bukhari, Shahîh, jil. 6, hal. 129.

420 keduanya." 67

Al-Qanduzi al-Hanafi meriwayatkan dalam Yanâbi'ul Mawaddah, ia berkata, "Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dengan sanad dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas bahwa turunnya ayat tersebut (ayat al- mawaddah) ditujukan pada lima orang (Rasulullah Saw, 'Ali, Fatimah, al-Hasan dan al-Husain)." 68

Ath-Thabrani meriwayatkan dalam kitabnya al- Mu'jam al-Kabir turunnya ayat itu berkenaan dengan lima orang (Rasulullah Saw, 'Ali, Fatimah, al-Hasan dan al- Husain).

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dalam tafsimya turunnya ayat itu berkenaan dengan lima orang (Rasulullah Saw, 'Ali, Fatimah, al-Hasan, dan al-Hasan).

Al-Hakim meriwayatkan dalam al-Manâqib turunnya ayat itu berkenaan dengan lima orang (Rasulullah Saw, 'Ali, Fatimah, al-Hasan, dan Al-Hasan).

Al-Wahidi meriwayatkan dalam al-Wasith turunnya ayat itu berkenaan dengan lima orang (Rasulullah Saw, 'Ali, Fatimah, al-Hasan, dan al-Husain).

Abu Na'im al-Hafizh meriwayatkan dalam Hilyatul Auliya' turunnya ayat itu berkenaan dengan lima orang (Rasulullah Saw, 'Ali, Fatimah, al-Hasan dan al-Husain).

Ats-Tsa'labi meriwayatkan dalam tafsimya turunnya ayat itu berkenaan dengan lima orang (Rasulullah Saw, 'Ali, Fatimah, al-Hasan, dan al-Husain).

Al-Hamuyini juga meriwayatkan dalam Farâ'id

67 . Lihat, Ibnu Hajar al-'Asqalani, al-Kafsusy Syaf fi Takhriji Ahâditsil Kasyaf, hal. 145.

68 . Lihat, al-Qanduzi al-Hanafi, Yanâbi'ul Mawaddah hal. 106, cetakan

422 Simthain turunnya ayat itu berkenaan dengan lima orang

(Rasulullah Saw, 'Ali, Fatimah, al-Hasan dan al-Husain). Abu Bakar bin Syihabuddin asy-Syafi'i meriwayatkan dalam kitabnya Rasyfatush Shâdi sebuah hadis Nabi Saw, "Sesungguhnya Allah menjadikan upahku atas seruanku ini kepada kalian adalah kecintaanmu kepada keluargaku, dan sesungguhnya aku akan menagih kalian atas kecintaan kalian kepada keluargaku ini besok pada hari kiamat."

Ahmad meriwayatkan hadis tersebut dalam al- Manâqib dan ath-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir dan juga selain keduanya.

Ibnu 'Abbas Ra berkata, "Ketika turunnya ayat, "Katakanlah, Aku tidak meminta kepadamu upah pun atas

seruanku kecuali kecintaan kepada al-qurba" (Qs. Asy-Syura [42]:

23) para sahabat bertanya, 'Wahai Rasulullah, siapakah kerabatmu yang diwajibkan atas kami untuk mencintai mereka?' Rasulullah Saw menjawab, "Ali, Fatimah, dan kedua anak mereka (al-Hasan dan al-Husain)."

Al-Baghawi menukilkan dalam tafsimya dan juga ats- Tsa'labi dalam tafsirnya dari Ibnu 'Abbas Ra yang berkata bahwa ketika turunnya ayat, "Katakanlah, Aku tidak meminta kepadamu upah pun atas seruanku kecuali kecintaan kepada al- qurba" (Qs. Asy-Syura [42]: 23) ada sekelompok orang yang berkata di dalam diri mereka, "Ia (Rasulullah Saw) hanyalah menghendaki agar kita mencintai kerabatnya." Kemudian, Jibril mengabarkan kepada Nabi Saw tentang tuduhan mereka itu, lalu Allah Swt menurunkan firman-Nya, "Bahkan mereka berkata: "Dia (Muhammad) telah mengada- adakan dusta terhadap Allah." (Qs. asy-Syura [42): 24)

Lalu, mereka pun berkata, "Wahai Rasulullah, kami bersaksi bahwa engkau adalah orang yang berkata benar."

421 Lalu Allah Swt menurunkan firman-Nya, "Dan Dialah yang

menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Qs. asy-Syura [42]: 25)

Ath-Thabrani meriwayatkan dalam al-Mu'jam al- Ausath dan al-Mu'jam al-Kabir dari Abu Thufail yang meriwayatkan khutbah yang disampaikan oleh Imam al- Hasan As, di antaranya ia berkata, "Dan aku termasuk Ahlulbait yang Allah Swt telah mewajibkan (hamba- hamba-Nya) untuk mencintai dan memperwalikan mereka, dan di antara firman-Nya yang diturunkan kepada Muhammad Saw adalah, "Katakanlah, Aku tidak meminta kepadamu upah pun atas seruanku kecuali kecintaan kepada al- qurba" (Qs. Asy-Syura [42]: 23)

Dalam riwayat lain (di antara khutbah Imam al- Hasan As) dikatakan, "Dan aku termasuk Ahlulbait yang Allah telah mewajibkan atas setiap Muslim untuk mencintai mereka, dan Allah telah menurunkan firman-Nya berkenaan dengan mereka, "Katakanlah, Aku tidak meminta kepadamu upah pun atas seruanku kecuali kecintaan kepada al- qurba. Dan siapa saja yang mengerjakan kebaikan niscaya akan Kami tambahkan pada kebaikannya itu" (Qs. Asy-Syura [42]:

23) dan mengerjakan kebaikan (dalam ayat itu) adalah mencintai Ahlulbait." As-Sadi meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas Ra tentang firman Allah Swt, "Katakanlah, Aku tidak meminta kepadamu upah pun atas seruanku kecuali kecintaan kepada al-qurba. " (Qs. Asy-Syura [42]: 23) ia berkata bahwa ia adalah kecintaan kepada keluarga Muhammad Saw.

Al-Hakim meriwayatkan dalam al-Mustadrak dari 'Umar bin' Ali, dari ayahnya, dan' Ali bin al-Husain, ia

421 berkata, "al-Hasan bin 'Ali berkhutbah ketika 'Ali As

terbunuh, ia memuji Allah dan menyanjung-Nya, lalu sampai pada perkataannya, "Dan sesungguhnya kami dari Ahlulbait, yang Allah telah menghilangkan dosa dari mereka dan menyucikan mereka sesuci-sucinya, dan sesungguhnya kami dari Ahlulbait, yang Allahtelah mewajibkan atas setiap Muslim untuk mencintai mereka. Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman kepada NabiNya, "Katakanlah, Aku tidak meminta kepadamu upah pun atas seruanku kecuali kecintaan kepada al- qurba. Dan siapa saja yang mengerjakan kebaikan niscaya akan Kami tambahkan pada kebaikannya itu" (Qs. Asy-Syura [42]:

23) dan mengerjakan kebaikan (dalam ayat itu) adalah mencintai kami Ahlulbait." 69

Al-Hafizh adz-Dzahabi juga menyebutkan hadis tersebut dalam ringkasan al-Mustadrak, 70 pada catatan kaki

al-Mustadrak. Az-Zamakhsyari meriwayatkan dalam al-Kasysyâf ia berkata, "Diriwayatkan bahwa ketika turunnya ayat tersebut (ayat al-mawaddah), para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah kerabatmu dimana kami telah diwajibkan untuk mencintai mereka?' Rasulullah Saw menjawab, "Ali, Fatimah, dan kedua anak mereka (al-Hasan

dan al-Husain)." 71 Diriwayatkan dari 'Ali Ra bahwa ia berkata, "Aku

pernah mengadukan kepada Rasulullah Saw bahwa orang- orang dengki kepadaku. Lalu, Rasulullah Saw bersabda, "Apakah engkau tidak rela tergolong dari empat orang yang pertama-tama masuk ke dalam surga yaitu: aku, engkau. al-

69 . Lihat, al-Hakim, al-Mustadrak, jil. 3, hal. 172.

70 . Lihat, Al-Hafizh adz-Dzahabi, ringkasan al-Mustadrak, jil. 3, hal. 127.

421 Hasan dan al-Husain ..." Hadis ini diriwayatkan oleh al-

Karimi dari Ibnu 'A'isyah dengan sanad dari 'Ali Ra. Ath- Thabrani meriwayatkan dari hadis Abu Rafi' bahwa Nabi Saw bersabda, "Surga diharamkan bagi siapa saja yang menzalimi Ahlibaitku dan menyakitiku, yaitu dengan menyakiti keturunanku."

Al-Khawarizmi meriwayatkan dalam kitabnya Maqtalul Husainis turunnya ayat al-mawaddah berkenaan dengan lima orang (Rasulullah Saw, 'Ali, Fatimah, al-Hasan dan al-Husain).

Muhammad bin Thalhah Asy-Syafi'i meriwayatkan dalam Mathâlibus Sa'uf di berkata, "Adapun mereka ini ('Ali, Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husain) merupakan Dzawil qurba (keluarga Nabi Saw), hal itu telah ditegaskan dalam riwayat- riwayat yang sahih dan diterima dalam Musnad-Musnad dan buku-buku sejarah, yang bersumber dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas bahwa ketika turunnya firman Allah, "Katakanlah, Aku tidak meminta kepadamu upah pun atas seruanku kecuali kecintaan kepada al-qurba. Dan siapa saja yang mengerjakan kebaikan niscaya akan Kami tambahkan pada kebaikannya itu" (Qs. Asy-Syura [42]: 23) para sahabat bertanya, "Wahai Rasululllah siapakah kerabatmu itu yang telah diwajibkan atas kami untuk mencintai mereka?' Rasulullah Saw bersabda, "Ali, Fatimah, dan kedua anak

mereka (al-Hasan dan al-Husain)." 72 Ats-tsa'labi meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw

pernah memandang 'Ali, Fatimah, al-Hasan dan al-Husain, lalu beliau bersabda, "Aku memerangi orang yang memerangi kalian dan berdamai kepada orang yang berdamal dengan kalian."

421 Al-Hijâzi meriwayatkan dalam tafsirnya al-Wâdhih

tentang ayat al-mawaddah itu, dia berkata, "Mereka adalah 'Ali, Fatimah, dan kedua anak mereka (al-Hasan dan al- Husain)," lalu ia berkata, "Diriwayatkan bahwa penjelasan tentang hal tersebut dan Rasulullah Saw, dan ia menjelaskan apa yang datang dari Allah 'Azza wa Jalla." 73

Al-Kanji asy-Syafi'i meriwayatkan dalam Kifâyatuth Thâlib dengan menghapus sanadnya dari Jabir bin' Abdillah yang berkata, "Pernah seorang Arab Badui mendatangi Nabi Saw seraya berkata, "Wahai Muhammad, sampaikanlah kepadaku Islam!" Nabi Saw bersabda, "Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalab hamba dan Rasul-Nya." Orang Arab Badui itu berkata, "Apakah engkau meminta upah kepadaku atas seruanmu itu?' Nabi Saw menjawab, "Tidak, kecuali kecintaanmu kepada al-qurba (keluarga)." Ia bertanya, "Keluargaku atau keluargamu?" Nabi Saw menjawab, "Keluargaku." Orang Arab Badui itu berkata, "Berikanlah kepadaku tanganmu, aku akan berbaiat kepadamu, dan kepada siapa saja yang tidak mencintaimu dan juga tidak mencintai keluargamu, maka baginya laknat Allah." Nabi Saw menjawab, 'Amin (kabulkanlah doanya

wahai Allah)." 74 Masih banyak lagi hadis-hadis sahih dan mutâwatir

yang diriwayatkan melalui jalur Ahlus Sunnah wal Jamaah, lihatlah pada kitab-kitab mereka, niscaya Anda akan terkejut karena banyaknya hadis-hadis tentang ayat al-mawaddah itu yang Anda jumpai dalam kitab-kitab mereka.

Ayatullah an-Nassabah (ahli nasab) as-Sayyid

73 .Lihat, al-Hijâzi al-Wâdhih, hal. 8.

421 Syihabuddin al-Mar'asyi an-Najafi, dalam komentarnya

terhadap kitab Ihqâqul Haqq, karya al-Imam as-Sa'id asy- Syahid al-Qadhi Nurullah at-Tastari, telah mengumpulkan hadis-hadis yang sangat banyak yang bersumber dari riwayat Ahlus Sunnah dengan menyebutkan riwayat-riwayat mereka. Demikian juga Syaikhuna al-Hujjah al-Mujahid al-Kabir Fakkhrusy Syi'ah (kebanggaan Syi'ah) al-'Allamah al-Amini dalam kitabnya al-Ghadir, 75 silakan Anda rujuk ke kitab

tersebut. Demikianlah, kitab-kitab Ahlus Sunnah sendiri telah membenarkan pengakuan Syi'ah akan hak 'Ali dan seluruh Ahlulbaitnya dan kebenaran itu memang akan senantiasa tampak jelas, tidak akan pernah dapat ditutup-tutupi. Segala puji bagi Allah.

Dengan demikian, telah jelaslah bahwa ayat al- mawaddah tersebut menunjukkan bahwa imam dan khalifah sesudah Rasulullah Saw adalah al-Imam Amirul Mukminin 'Ali As. Sebab, ayat tersebut secara jelas menunjukkan bahwa mencintai 'Ali adalah wajib hukumnya, dimana Allah Swt telah menjadikan kecintaan terhadap keluarga Nabi saw upah terhadap seruan Rasulullah Saw. Dan ini juga menunjukkan kemaksuman keluarga Nabi Saw. Sebab, jika saja mereka melakukan kesalahan, maka wajib untuk meninggalkan kecintaan kepada mereka, sesuai firman Allah Swt, "Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, saling berkasih sayang dengan orang- orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya." (Qs. al Mujadalah [58]: 22).

Selain 'Ali As (dan keluarganya) tidaklah maksum. Jadi, tidak diragukan lagi, yang berhak menjadi khalifah

421 sesudah Rasulullah Saw adalah 'Ali As.

Ayat Shalawat

Allah Swt berfirman, Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya

bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Qs. al Ahzab: [33]: 56).

Seluruh ulama Syi'ah bersepakat bahwa ayat shalawat ini diturunkan untuk Nabi dan keluarga beliau yang suci. Demikian juga banyak ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah yang mengikuti mereka tentang diturunkannya ayat yang mulia tersebut.

Muhammad bin Idris asy-Syafi'i meriwayatkan dalam Musnad-nya "Ibrahim bin Muhammad mengabarkan kepada kami, Shafwan bin Sulaim mengabarkan kepada kami, dari Aba Salamah bin 'Abdurrahman, dari Abu Hurairah bahwa ia berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana cara kami bershalawat kepadarnu?" ia bersabda, "Yaitu, hendaknya kamu berkata, 'Allahumma shali 'ala Muhammad wa Ali Muhammad. kama shalailta 'ala Ibrahim, wabarik 'ala Muhammad wa Ali Muhammad, kama barakta 'ala Ibrahim wa Ali Ibrahim (Ya Allah, bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau bershalawat kepada Ibrahim, dan berkatilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau memberkati Ibrahim dan keluarga Ibrahim), kemudian ucapkan salam kepadaku." 76

Ibnu Hajar meriwayatkan dalam Shawa'iq-nya ia berkata, "Telah diriwayatkan hadis sahih dari Ka'ab bin 'Ujrah yang berkata, 'ketika ayat (shalawat) ini turun, kami

442 (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, kami telah

mengetahui bagaimana kami harus mengucapkan salam kepadamu, maka bagaimana kami harus bershalawat kepadamu?' Rasulullah Saw bersabda, "Ucapkanlah, "Allâhumma shalli 'ala Muhammad wa Âli Muhammad (Ya Allah, bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad)." Kemudian ia berkata, "Diriwayatkan dari Rasulullah Saw bahwa ia bersabda, "Janganlah kalian bershalawat kepadaku dengan shalawat batra' (buntung)!" Para sahabat bertanya, " Apa shalawat batra' itu?' Beliau bersabda: "Yaitu, kalian mengucapkan, "Allahumma shali 'ala Muhammad (Ya Allah, bershalawatlah kepada Muh.ammad)," kemudian kalian diam. Akan tetapi, katakanlah, "Allahumma shali 'ala Muhammad wa Ali Muhammad (Ya kepada Muhammad dan keluarga Allah, bershalawatlah sMuhammad)." 77

Al-Qurthubi meriwayatkan di dalam tafsimya al-Jami' li Ahkâmil Qur'ân 78 riwayat-riwayat yang banyak jumlahnya

yang menunjukkan harus disertakannya keluarga Nabi Saw bersama Nabi Saw ketika seseorang bershalawat kepada beliau.

Ibnu al-'Arabi al-Andalusi al-Maliki menyebutkan dalam kitabnya Ahkâmul Qur'ân 79 beberapa riwayat yang

menunjukkan bahwa ayat shalawat (Qs. al-Ahzab [33]: 56) tersebut diturunkan untuk Nabi Saw dan keluarganya yang suci.

Masih banyak lagi tokoh-tokoh ulama Ahlus Sunnah yang meriwayatkan bahwa ayat shalawat tersebut diturunkan

77 . Lihat, Ibnu Hajar, Shawa'iqul Muhriqah, hal. 144. 78 . Lihat, Al-Qurthubi, al-Jami' li Ahkâmil Qur'ân, jil. 14, hal. 233 dan 234. 79 . Lihat, Ibnu al-'Arabi al-Andalusi al-Maliki, Ahkâmul Qur'ân, jil. 4, hal.

444 berkenaan dengan Nabi Saw dan keluarga beliau, yang tidak

mungkin disebutkan secara lengkap dalam buku ini. Berikut ini kami sebutkan secara ringkas para perawi dan sumber-sumber yang meriwayatkan hadis tentang ayat shalawat dan bahwa ia diturunkan berkenaan dengan Nabi Saw dan keluarga beliau yang suci (Ahlulbait).

1. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, jil. 6, hal 12.

2. Al-Wahidi dalam Asbâbun Nuzul, hal. 271.

3. Al-Baghawi dalam Ma'âlimut Tanzil yang dicetak pada catatan kaki Tafsir al-Khazin, jil. 5, hal. 225.

4. Al-Hakim dalam al-Mustadrak, jil. 3, hal. 148.

5. Al-Fakhrur Razi dalam tafsimya al-Kabir, jil. 25, hal. 226.

6. Al-Hafizh Abu Na'im al-Ishfahani dalam Kitab Akhbâr Isfahân, jil. 1, hal. 131.

7. Al-Hafizh Abu Bakar al-Khathib dalam Târikh Baghdâd, jil. 6, hal. 216

8. Ibnu 'Abdul Barr al-Andalusi dalam Tajridut Tamhid, hal. 185.

9. An-Naisaburi dalam Tafsir-nya, jil. 22, hal. 30.

10. Al-Alusi dalam Ruhul Ma'âni, jil. 22, hal. 32.

11. Muhibbudin ath-Thabari dalam Dzakhâ'irul 'Uqbâ, hal.

12. An-Nawawi dalam kitabnya Riyâdhush Shâlihin, hal. 455.

13. Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya, jil. 3, hal. 506 .

14. Ath-Tbabari dalam Tafsir-nya, jil. 22, hal. 27.

15. Al-Khazin dalam Tafsir-nya, jil. 5, hal. 226.

16. As-Suyuthi asy-Syafi'i dalam Ad-Durrul Mantsur, jil. 5, hal. 215, dan dalam Bughyatul Wi'âh, hal. 442.

17. Asy-Syaukani dalam al-Fathul Qadir, jil. 4, hal. 293.

18. Abu Bakar al-Hadhrami dalam Rasyfatush Shâdi, hal.

19. As-Sayyid Ibrahim Naqib (Mesir) dalam Kitab al- Bayan wat Ta'rif, jil. 2, hal. 134.

20. Syaikh Muhammad Idris al-Hanafi dalam kitabnya At-Ta'liqush Shahih fi Syarhil Mashabih, jil. 1, hal. 401- 402.

Aku katakan, dikhususkannya mereka (Ahlulbait) dalam shalawat, tanpa selain mereka, merupakan dalil yang jelas atas ketinggian derajat dan keagungan kedudukan mereka. Oleh karena itu, tidaklah sah shalat seorang Muslim, siapa pun dia, tanpa bershalawat kepada mereka.

An-Naisaburi berkata dalam tafsirnya tentang firman Allah Swt,"Katakanlah, Aku tidak meminta kepadamu upah pun atas seruanku kecuali kecintaan kepada al-qurba. " (Qs. Asy- Syura [42]: 23) "Cukuplah sebagai kemuliaan bagi keluarga Rasulullah Saw dan kebanggaan bagi mereka ditutupnya tasyahud dengan menyebut mereka dan bershalawat kepada mereka di dalam setiap shalat."

Muhibbuddin ath-Thabari meriwayatkan dalam Dzakhâ'irul 'Uqbâ dari Jabir Ra sesungguhnya ia berkata, "Seandainya aku mengerjakan shalat, tetapi aku tidak bershalawat di dalamnya kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, aku memandang bahwa shalatku itu tidak akan

diterima." 80 Al-Qadhi 'Iyadh meriwayatkan dalam asy-Syifâ dari

Ibnu Mas'ud dari Nabi Saw, "Barang siapa yang mengerjakan shalat, tetapi ia tidak bershalawat di dalamnya kepadaku dan Ahlulbaitku, maka shalatnya itu tidak akan

442 diterima." 81

Ar-Razi berkata dalam Tafsir-nya, "Sesungguhnya doa kepada keluarga Rasulullah Saw menempati kedudukan yang agung. Oleh karena itu, doa ini dijadikan pada penutupan tasyahud (dalam shalat), dan ucapan doa, "Allâhumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala Âli Muhammad, warham Muhammad wa Âli Muhammad," adalah keagungan yang tidak terdapat pada selain keluarga Rasulullah Saw (Ahlulbait). Maka, semuanya ini menunjukkan bahwa mencintai keluarga Muhammad Saw wajib hukumnya." 82

Lebih lanjut, Ar-Razi berkata, "Ahlulbait Nabi Saw menyamai Nabi Saw dalam lima perkara: dalam shalawat dalam tasyahud, dalam ucapan salam, dalam kesucian, dalam diharamkannya menerima sedekah (zakat), dan dalam kecintaan."

Maka, semua yang telah kami sebutkan ini adalah bukti jelas bahwa bershalawat kepada mereka (Ahlulbait) diperintahkan di dalam shalat. Semua ini diterangkan dalam kitab-kitab fiqih, tafsir, dan hadis.

Akan tetapi, setelah aku melihat hadis-hadis tersebut, yang jumlahnya sangat banyak, aku sangat heran dan bingung, mengapa mereka (Ahlus Sunnah wal Jamaah) lebih mendahulukan dan mengutamakan orang lain daripada Ahlulbait. Dan yang lebih mengherankan lagi dansangat membingungkanku adalah ucapan Ibnu Abil Hadid dalam awal tulisannya dalam ulasannnya pada buku Nahjul Balâghah (Kumpulan Khutbah Imam 'Ali bin Abi Thalib As yang dikumpulkan oleh Syarif Ar-Radhi), ia berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah mendahulukan al-mafdhul (yang

81 . Lihat, al-Ghadir, jil. 2, hal. 303.

441 keutamaannya di bawah orang lain) atas orang yang al-fadhil

(yang mempunyai keutamaan/lebih utama)." Sesungguhnya apa yang diucapkan oleh Ibnu Abil Hadid tersebut bertentangan dengan Kitab Allah (Al- Quran) dan Sunnah Rasulullah Saw. Sebab, Allah Swt dan Rasul-Nya tidak rela jika orang yang keutamaannya di bawah orang lain (al-mafdhul) didahulukan atas orang yang lebih utama (al-fâdhil), demikian juga dengan orang yang mempunyai akal yang sehat, dia tidak akan rela dengan hal itu. Bahkan, hal itu merupakan keburukan, menurut akal dan syariat.

Kemudian bagaimana suatu kaum berani mencela Syi'ah, yang mereka itu adalah para pengikut setia Ahlulbait dan yang memperwalikan Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman (Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As), sedangkan Allah Swt telah berfirman, "Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi walinya (pemimpinnya), sesungguhnya pengikut Allah itulah yang pasti menang (Qs. al-Maidah [5]: 56)

Oleh karena itu, Syi'ah hanya berpegang teguh pada setiap yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, dan mereka sekali-kali tidak akan berpaling dari keduanya.

Kesimpulannya, berdasarkan ayat shalawat (Qs. al- Azhab [33]:56) yang mulia itu, 'Ali As adalah orang yang paling berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah Saw. sebab, ia telah dibarengkan oleh Allah Swt bersama Nabi Saw dalam shalawat. Oleh karena itu, tidaklah boleh mendahulukan orang lain atas 'Ali As, sebagaimana tidak boleh mendahulukan orang lain atas Rasulullah Saw. Renungkanlah hal ini, wahai pembaca yang budiman.

Ayat at-Tabligh dan Hadis Ghadir Khum

Allah Swt berfirman, "Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari

Tuhanmu. an jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat- Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia." (Qs. al-Maidah [5]: 67)

Allah Swt memerintahkan Nabi-Nya di Ghadir Khum untuk menyampaikan ayat yang mulia tersebut. Para mufasir, baik Syi'ah maupun Ahlus Sunnah, sepakat bahwa ayat tersebut turun di Ghadir Khum berkenaan dengan 'Ali bin Abi Thalib As, yaitu perihal pelaksanaan perintah imamah (kepemimpinan). Ayat tersebut merupakan nash tentang kekhalifahan yang agung dan kepemimpinan keagamaan yang paling besar. Tidak ada yang meragukannya kecuali orang yang mengikuti hawa nafsu dan karena kefanatikan yang buta. Selain itu, yang menentang kekhalifahan 'Ali As tersebut, dia juga menentang ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis yang mutâwatir, yang disepakati kesahihannya, baik oleh Syi'ah maupun Ahlus Sunnah.

Oleh karena itu, binasalah orang yang mengingkari kepemimpinan Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As karena ia termasuk dalam prinsip agama yang sudah pasti kebenarannya.

Al-'Alamah al-Hujah as-Sayid al-'Abas al-Kasyani menyatakan dalam kitabnya Mashâbîhul Jinân, 83 "Hari Raya

Idul Ghadir yang agung adalah Hari Raya Allah yang paling besar dan Hari Raya keluarga Muhammad Saw. Hari Ghadir

83 . Kisah, al-'Alamah al-Hujah as-Sayid al-'Abas al-Kasyani, Mashâbîhul

441 adalah Hari Raya yang paling mulia dan agung di kalangan

mereka. Sebab, pada hari itulah Rasulullah Saw telah menunjuk 'Ali sebagai imam dan khalifah sepeninggal beliau, yang disaksikan oleh kumpulan orang (para sahabat Nabi Saw) yang sangat banyak. Lalu Rasulullah Saw memerintahkan kaum Muslim yang hadir saat itu untuk membaiat 'Ali As dan menerima kepemimpinannya. Peristiwa ini terjadi pada haji wada' di suatu tempat yang bemama "Ghadir Khum", yang berjarak sekitar tiga mil dari Juhfah. Hal ini terjadi setelah pulangnya Rasulullah Saw dari melaksanakan ibadah haji antara Makkah dan Madinah.

Sebelumnya Jibril As telah turun di Dhajnan, namun Nabi Saw khawatir terhadap penentangan kaumnya. Ia berdoa, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku baru saja melewati masa jahiliah. Jika aku melakukan perintah ini (penunjukan 'Ali As sebagai khalifah sepeninggal beliau), niscaya mereka akan berkata, "Ia (Nabi Saw) telah melakukan sesuatu untuk anak pamannya (' Ali As)"

Kemudian Jibril As turun untuk yang kedua kalinya kepada Nabi Saw pada siang hari itu, ia berkata, "Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah menyampaikan salam kepadamu dan Dia berfirman kepadamu, "Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia." (Qs. al-Maidah [5]: 67)

Ketika itu yang hadir bersama Nabi Saw dalam haji wada' itu lebih dari seratus ribu jamaah haji. Lalu ia diperintahkan untuk memanggil kembali orang-orang yang telah lebih dahulu pulang (meninggalkan tempat itu) dan menahan orang-orang yang belum meninggalkan tempat

441 tersebut, kemudian menancapkan bendera untuk 'Ali serta

menyampaikan kepada manusia apa yang telah diturunkan Allah tentangnya. Jibril juga menyampaikan bahwa Allah 'Azza wa Jalla telah menjaganya dari gangguan manusia.

Setelah Nabi Saw sampai di Ghadir Khum. Ia memerintahkan muazzin (tukang azan) untuk menyerukan, "Ash-shalah jami'ah!". Ketika itu cuaca sangat panas, begitu panasnya sehingga sekiranya ada orang yang melemparkan daging ke tanah, niscaya daging itu akan matang. Kemudian ia memerintahkan agar orang-orang menuju ke dua pangkal pohon, lalu ia memerintahkan agar mereka membersihkan sekeliling pohon tersebut dan menumpuk beberapa batu sehingga menjadi seperti mimbar serta menghamparkan kain di atasnya. Kemudian ia naik di atasnya sehingga ketika orang-orang sudah berkumpul, ia mulai berkhutbah dengan mengeraskan suaranya agar dapat didengar oleh orang banyak itu. Setelah Nabi Saw memuji dan menyanjung Allah serta memberikan nasihat kepada umatnya itu, ia bersabda: ""Sesungguhnya aku telah mendapatkan panggilan dan tidak lama lagi aku akan memenuhi panggilan itu (ajal sudah dekat). Sudah tiba waktunya bagiku untuk segera meninggalkan kalian." Kemudian ia menarik lengan atas 'Ali dan mengangkatnya tinggi-tinggi sehingga orang-orang melihat kedua ketiak Rasulullah Saw yang putih, lalu ia bersabda, "Wahai orang-orang, bukankah aku ini lebih utama bagi kalian daripada diri kalian sendiri?" Para sahabat menjawab, "Benar, wahai Rasulullah."

Lalu ia bersabda, "Ya. Allah (saksikanlah), barangsiapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka ini 'Ali juga sebagai maulanya (pemimpinnya). Ya Allah, belalah orang yang membelanya

441 dan musuhilah orang yang memusuhinya, tolonglah orang

yang menolongnya dan terlantarkanlah orang yang menelantarkannya, bencilah orang yang membencinya dan bantulah orang yang membantunya, cintailah orang yang mencintainya dan muliakanlah orang yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah menyempurnakan agama ini bagi kalian dengan (mengakui) wilayâh-nya (kepemimpinan 'Ali) dan imâmah. Sesungguhnya tidak ada yang membenci 'Ali kecuali orang yang celaka, dan tidak ada yang mencintainya kecuali orang yang bertakwa.

"Ayyuhannas, janganlah kalian kembali menjadi kafir (murtad) sepeninggalku, yang sebagian kalian membunuh sebagian yang lain. Sesungguhnya aku telah meninggalkan kepada kalian, yang apabila kalian berpegang teguh kepadanya, pasti kalian tidak akan tersesat, Yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan keturunanku Ahlulbaitku. Sesungguhnya keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga keduanya berjumpa denganku di haudh (telaga Nabi Saw di akhirat)."

"Ayyuhannas, umat yang sebelum kalian banyak yang sudah tersesat. Ketahuilah, aku adalah jalan Allah yang lurus (Shirathullahi al-mustaqim) yang telah diperintahkan kepada kalian untuk menempuh jalan petunjuk ini, kemudian 'Ali sesudahku, kemudian anak keturunanku dari sulbinya adalah para imam yang memberikan petunjuk dengan hak (kebenaran).

Sesungguhnya aku telah menjelaskan dan memberikan pemahaman kepada kalian dan ini, 'Ali, yang akan memberikan pemahaman kepada kalian sesudahku.

Ketahuilah, sesungguhnya aku menyerukan kalian untuk bersalaman dengan tanganku, untuk membalat dan mengukuhkan 'Ali (sebagai pemimpin).

441 Ketahuilah, sesungguhnya aku telah membaiat Allah

dan 'Ali juga telah membaiat-Nya, dan sesungguhnya aku mengambil baiat untuknya ('Ali As) dari Allah. Maka, barang siapa yang melanggar baiatnya, niscaya akibat ia melanggar baiatnya itu akan menimpa dirinya sendiri; dan barang siapa menepati baiatnya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar".

'Umar bin al-Khathab yang saat itu hadir berkata kepada 'Ali, "Selamat atasmu Wahai Ibnu Abi Thalib! Engkau telah menjadi maulaku (pemimpinku) dan maula (pemimpin) setiap Mukmin dan Mukminah."

Abu Sa'id al-Khudri berkata, 'Sebelum kami meninggalkan tempat itu, turunlah ayat, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu." (Qs. al Maidah [5]: 3)

Kemudian Nabi Saw bersabda, "Allahu Akbar atas penyempumaan-Nya (untukku) agama ini, pencukupan-Nya (untukku) nikmat-Nya, dan keridhaan Tuhan terhadap risalahku dan wilayah (kepemimpinan) 'Ali As sesudahku."

Kemudin Hasan bin Tsabit berdiri, dia berkata, "Wahai

kepadaku untuk mendendangkan, berkenaan dengan 'Ali, beberapa bait syair!" Ia bersabda, "Katakanlah! Semoga Allah memberkatimu wahai Hasan." Maka, Hasan berkata, Pada hari al-Ghadir Nabi memanggil mereka Di Khum dan panggilan Rasul pun didengarkan. Ia bersabda, "Siapakah maula dan wali kalian?" Mereka menjawab dan tidak ada yang pura-pura buta,

Rasulullah,

izinkanlah

"Tuhanmu maula kami, sedangkan engkau wali kami dan engkau tidak pernah melihat kami menentang

402 kepemimpinan."

Lalu ia bersabda, "Berdirilah Wahai 'Ali! Sesungguhnya aku rela engkau menjadi imam dan pemberi petunjuk setelahku. Barangsiapa yang menjadikan aku maulanya, maka ini ('Ali) adalah walinya juga." Oleh karena itu, jadilah penolong yang tulus baginya. Di sanalah ia berdoa, "Ya Allah, tolonglah orang yang menolongnya. Dan musuhilah orang yang memusuhi 'Ali," Kemudian al-'Alamah al-Kasyani menyebutkan

dalam kitab tersebut Mashâbîhul Jinân, "Para sejarawan Muslimin dari berbagal mazhab telah menyebutkan posisi Nabi Saw pada hari al-Ghadir dan penunjukannya kepada 'Ali untuk menjadi khalifah. Oleh karena itu, cukuplah hari yang bersejarah tersebut menjadi hari yang mulia dan agung, yang diabadikan oleh para sejarawan, penulis, dan penyair dalam buku-buku tafsir, hadis, sejarah, dan adab. Silakan Anda rujuk pada kitab al- 'Aqâbah dan al-Ghadir, dan cukuplah kedua buku itu bagi Anda."

Aku katakan, para ulama Islam seluruhnya bersepakat bahwa turunnya ayat, "Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia." (Qs. al-Maidah [5]: 67) berkenaan dengan Amirul Mukminin 'Ali As, khususnya pengukuhan kekhalifahan untuknya pada hari tersebut.

Hadis Ghadir Khum ini merupakan hadis mutâwatir yang diriwayatkan para sejarawan dan para perawi hadis dari berbagal mazhab dalam Islam dan disahihkan oleh tokoh- tokoh besar ulama dari kedua mazhab (Syi'ah dan Ahlus Sunnah). Hanya orang yang keras kepala lagi sombong yang

404 menolak hadis Ghadir Khum ini. Hadis Ghadir Khum ini

sebagiannya diriwayatkan secara panjang lebar oleh para perawi hadis dan sebagiannya lagi diriwayatkan secara ringkas oleh para perawi hadis yang lain.

Bahkan, para perawi hadis Ghadir Khum ini mencapal jumlah yang tidak terdapat dalam hadis-hadis selainnya. Hadis ini diriwayatkan tidak kurang dari seratus lima puluh sahabat yang turut serta dalam Perang Badar dan para tokoh sahabat yang lainnya. Adapun yang meriwayatkan hadis ini dari tabi'in, jumlahnya mencapai delapan puluh empat perawi.

Sedangkan para ulama dan ahli hadis dari Ahlus Sunnah yang meriwayat hadis Ghadir Khum jumlahnya mencapai tiga ratus enam puluh perawi, ini yang dapat aku kumpulkan dari sumber-sumber sejarah, hadis, dan tafsir dari kitab-kitab Ahlus Sunnah, sedangkan di luar itu, tentu masih banyak lagi yang belum aku temukan sumbernya.

Barangkali para perawi hadis Ghadir Khum ini yang terlewatkan dari kami jauh lebih banyak daripada yang telah kami sebutkan. Ini tidak mengherankan karena jamaah haji yang saat itu bersama Rasulullah Saw yang mendengarkan hadis Ghadir Khum ini, jumlahnya lebih dari seratus ribu orang. Dengan sendirinya, para jamaah haji itu ketika pulang ke negerinya masing-masing akan menceritakan peristiwa agung tersebut kepada keluarga dan handai taulannya.

Hanya kelompok kecil tertentu saja, yang hatinya dipenuhi oleh kebencian dan kedengkian kepada Ahlulbait, yang mengingkari hadis Ghadir Khum ini.

Adapun Syi'ah, seluruhnya sepakat bahwa hadis Ghadir Khum ini adalah hadis sahih, bahkan mencapai derajat mutâwatir.

400 Ketika hadis Ghadir Khum ini tidak dapat lagi

kesahihannya, orang-orang yang dalam hatinya ada kedengkian kepada Ahlulbait mencoba menakwilkan kata "maula" dalam hadis tersebut sesuai dengan keinginan hawa nafsu mereka. Terkadang mereka menakwilkan kata "maula" dengan orang yang mencintai, dan yang lainnya menakwilkannya dengan penolong. Dan di antaranya juga ada yang memberikan penakwilan dengan mengecilkan makna hadis itu, yaitu mereka berkata bahwa Nabi Saw berkhutbah di Ghadir Khum itu untuk menerangkan kedudukan 'Ali As kepada kaum Muslim. Atau dengan kata lain, menurut mereka, bukan sebagai penunjukan 'Ali As sebagai khalifah.

Demikianlah penakwilan-penakwilan yang mereka lakukan guna menyimpangkan makna sebenamya dari hadis tersebut, Yaitu penunjukan Amirul Mukminin 'Ali As sebagai imam dan khalifah sesudah Rasulullah Saw.

Adapun perkataan orang yang berusaha menimbulkan keraguan tentang kata "wali" dalam hadis Ghadir Khum tersebut, walaupun kata tersebut memang mengandung beberapa makna, seperti yang mereka sebutkan di antaranya, pecinta dan penolong, tetapi kedua makna tersebut tidak sesuai dengan konteks hadis tersebut. "Wali" dalam hadis Ghadir Khum tersebut bermakna pemimpin atau orang yang paling berhak menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur urusan kaum Muslim atau negara (pemerintahan), sesuai dengan ayat wilâyah, yaitu firman Allah Swt, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka ruku." (Qs. al-Maidah [5]: 55).

402 Selain itu, hadis Ghadir Khum, sabda Rasulullah

Saw dalam khutbahnya yang panjang, di antaranya, ia bersabda, "Wahai manusia, bukankah aku ini lebih utama bagi orang-orang Mukmin daripada diri mereka sendiri?" Ia mengucapkannya tiga kali, dan dalam setiap sabdanya tersebut, para sahabat selalu menjawab, "Benar, Wahai Rasulullah," lalu Rasulullah Saw mengangkat lengan tangan 'Ali As tinggi-tinggi seraya bersabda, "Barang siapa menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka ini, 'Ali, maulanya (pemimpinnya) juga."

Jadi, hadis Ghadir Khum sama dengan ayat wilâyah (Yaitu menegaskan kepemimpinan 'Ali As atas diri orang- orang yang beriman).

Adapun perkataan para pembangkang bahwa Rasulullah Saw berdiri seraya berkhutbah di Ghadir Khum tersebut hanyalah untuk menerangkan kedudukan 'Ali As, hal ini adalah pernyataan yang menyesatkan.

Sebab, 'Ali As bukanlah orang yang sebelumnya yang tidak dikenal sehingga Rasulullah Saw perlu menjelaskan kedudukannya kepada orang banyak pada saat cuaca yang sangat panas, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Semua orang telah mengenal kedudukan 'Ali As yang sangat tinggi, seorang pahlawan Islam yang gagah berani, yang turut serta dalarn semua peperangan bersama Rasulullah Saw (kecuali Perang Tabuk, yang saat itu dia diperintahkan Nabi Saw untuk tetap tinggal di Madinah menggantikan posisi ia) yang telah menegakkan agama ini dengan pedangnya.

Kemudian dalil paling kuat yang menjadi pegangan kami bahwa 'Ali As adalah orang yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah Saw adalah Khutbah yang

401 disampaikan oleh Amirul Mukminin 'Ali As di Masjid Jami'

ar-Rahbah (Irak), sebagaimana disebutkan oleh para ahli sejarah-ketika ia telah menjadi khalifah. Dalam khutbahnya tersebut, Amirul Mukminin 'Ali As mengingatkan kaum Muslim yang hadir saat itu tentang khutbah Rasulullah Saw di Ghadir Khum berkenaan dengan dirinya.

Amirul Mukminin 'Ali As berkata dalam kbutbah tersebut, "Aku bertanya dengan bersumpah kepada Allah kepada setiap Muslim yang mendengar sabda Rasulullah Saw yang ia sampaikan di Ghadir Khum? Hendaklah berdiri orang yang menyaksikan khutbah Rasulullah Saw tersebut, dan janganlah berdiri kecuali orang yang benar-benar melihat dengan matanya dan mendengar dengan kedua telinganya."

Kemudian berdirilah tiga puluh sahabat Nabi Saw dua belas di antara mereka adalah para sahabat yang turut serta dalam Perang Badar. Mereka bersaksi bahwa Nabi Saw mengangkat tangannya ('Ali As), lalu ia bersabda kepada orang-orang, "Bukankah kalian mengetahui bahwa sesungguhnya aku lebih utama bagi orang-orang Mukmin daripada diri mereka sendiri?" Mereka menjawab, "Benar." Lalu ia bersabda, "Barang siapa yang menganggap bahwa aku adalah maulanya (pemimpinnya), maka ini ('Ali As) adalah maulanya juga. Ya Allah! tolonglah orang yang menolongnya dan musuhilah orang yang memusuhinya."

Anda tentu tahu bahwa tiga puluh orang sahabat tersebut tidak mungkin bersepakat dalam kebohongan, Yaitu dalam kesaksian mereka tentang sabda Nabi Saw di Ghadir Khum berkenaan dengan Amirul Mukminin 'Ali As. Imam Syarafuddin rahimahullah berkata dalam

401 kitabnya 84 setelah

hadis tersebut, "Sesungguhnya tidak tersembunyi bahwa hari Ar-Rahbah (Yaitu ketika Imam' Ali As berkhutbah di Masjid Jami' ar- Rahbah mengingatkan kaum Muslim tentang hadis Ghadir Khum) bahwa ia terjadi pada masa kekhalifahan Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As. Imam 'Ali As dibaiat (menjadi khalifah) pada tahun tiga puluh lima Hijriah, sedangkan hari Ghadir Khum terjadi pada haji wada' (perpisahan), yaitu pada tahun sepuluh Hijriah. Dengan demikian, jarak antara dua peristiwa tersebut (hari Ghadir Khum dan hari dibaltnya Imam' Ali As menjadi khalifah) paling sedikit dua puluh lima tahun. Banyak kejadian yang telah terjadi pada masa dua puluh lima tahun tersebut, di antaranya, menyebarnya wabah kolera, peperangan, dan penaklukan-penaklukan pada masa khalifah-khalifah sebelumnya.

menukilkan

Jarak waktu yang panjang tersebut, seperempat abad, yang dalam masa itu telah banyak peristiwa besar, seperti peperangan, penaklukan, dan menyebarnya wabah kolera, tentu telah memusnahkan banyak sahabat yang menyaksikan hadis Ghadir Khum, terutama generasi tua mereka, dan juga para pemuda dari kalangan sahabat yang bergegas dalam mempersembahkan jiwa mereka dalam jihad di jalan Allah.

Oleh karena itu, yang tersisa dari mereka hanyalah sedikit dan yang masih hidup di antara mereka itu banyak yang tersebar di muka bumi. Oleh karena itu yang menyaksikan khutbah Amirul Mukminin 'Ali As di ar- Rahbah itu hanyalah mereka yang ketika itu bersama Imam' Ali As di Irak, dan mereka hanya terdiri dari kaum

401 laki-Iaki saja, tanpa ada kaum wanitanya. Walaupun

demikian, telah berdiri tiga puluh sahabat Nabi Saw yang dua belasnya di antara mereka adalah para sahabat yang ikut serta dalam Perang Badar, mereka bersaksi tentang hadis Ghadir Khum tersebut, boleh jadi, ada beberapa orang dari mereka karena kebenciannya (terhadap Imam' Ali As) tidak mau berdiri untuk menyampaikan kesaksian mereka tentang hadis Ghadir Khum tersebut, di antara mereka adalah Anas bin Malik. Imam 'Ali As bertanya kepadanya, "Mengapa engkau tidak berdiri bersama para sahabat Rasulullah Saw lalu engkau bersaksi sesuai yang engkau dengar tentang hal itu (khutbah Rasulullah Saw di Ghadir Khum)?"

Anas bin Malik berkata, "Wahai Amirul Mukminin, aku telah berusia lanjut dan aku telah lupa akan hal itu." Kemudian 'Ali As berkata, "Jika engkau berdusta, maka semoga Allah menimpakan kepadamu penyakit belang yang tidak akan tertutupi oleh serbanmu." Lalu sebelum sampai Anas bin Malik bangun dari tempat duduknya, ia telah terkena penyakit belang pada wajahnya. Setelah kejadian itu, Anas sering berkata, "Aku telah terkena doa (kutukan) dari seorang hamba yang saleh." 85

Seandainya saja ada kesempatan bagi Imam Ali As untuk mengumpulkan semua sahabat Nabi Saw yang masih hidup, laki-laki dan perempuan, kemudian ia menanyakan

85 . Aku katakan, "Sesungguhnya ini merupakan kekeramatan yang besar bagi Imam Ali as. Peristiwa ini telah disebutkan oleh banyak para

sejarawan, diantaranya Ibnu Qutaibah ad-Dinuwari dalam kitabnya al- Ma'ârif, hal. 194 dan Ahmad bin Hambal dalam Musnad-nya, jil. 1, hal. 119, yang menyebut kan,…kemudian berdirilah orang-orang (para sahabat Nabi saw) kecuali tiga orang yang tidak ikut berdiri, lalu

401 kepada mereka, sebagaimana ia telah menanyakannya

kepada orang-orang yang hadir di Masjid Ar-Rahbah tersebut, niscaya akan bersaksi kepadanya jauh lebih banyak, beberapa kali lipat, daripada tiga puluh sahabat Rasulullah Saw yang telah bersaksi tersebut, apalagi kalau dia melakukannya di Hijaz dan jarak waktunya belum begitu lama dari hari Al-Ghadir.

Berikut ini kami sebutkan sebagian riwayat yang dikemukakan oleh para musafir dan para imam hadis tentang ayat:

"Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat- Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia." (Qs. al-Maidah [5]: 67) Ayat:

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu." (Qs. al Maidah [5]: 3)

Ayat, "Seorang peminta telah meminta kedatangan azab" .(Qs. al- Ma'arij [70]: 1) Dan hadis Nabi Saw "Barang siapa menjadikan aku

maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga" dan lainnya yang ada kaitannya dengan topik ini adalah diturunkan berkenaan dengan kekhususan 'Ali As, yaitu perihal kekhalifahannya yang agung dan keimamahannya yang terbesar sesudah Rasulullah Saw.

Para ulama besar kaum Muslim telah meriwayatkan hadis Ghadir Khum dengan sanad yang mutâwatir, yang menegaskan bahwa ia merupakan kekhususan Imam Amirul

401 Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As.

Al-Wahidi berkata dalam kitabnya, "Sesungguhnya ayat, "Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat- Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia." (Qs. al- Maidah [5]: 67) diturunkan di Ghadir Khum berkenaan dengan 'Ali bin Abi Thalib As." 86

As-Suyuthi berkata dalam kitabnya Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaih dan ibn 'Asakir meriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri babwa ayat, "Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia." (Qs. al-Maidah [5]: 67) diturunkan kepada Rasulullah Saw pada hari Ghadir Khum berkenaan

dengan 'Ali bin Abi Thalib As." 87 As-Suyuthi juga berkata, "Ibn Mardawaih

meriwayatkan dari ibn Mas'ud yang berkata, "Kami biasa membaca pada masa Rasulullah Saw: Ya ayyhuhâr Rasulu, balligh ma unzila ilalka mir Rabbika anna 'Aliyyan maulal Mu'minin, wa in lam taf'al fama ballaghta risiâlatah. Wallâhuya'shimuka minan nas. "Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia." (Qs. al-Maidah [5]: 67)

Ar-Razi berkata dalam Tafsir al-Kabir, "Para mufasir menyebutkan sebab turunnya ayat ini (Qs. al-Ma'idah [5]: 67)

86 . Lihat, al-Wahidi, Asbâbun Nuzûl, hal. 150.

401 menurut beberapa pandangan, di antaranya, (kesepuluh)

bahwa ia diturunkan berkenaan dengan keutamaan 'Ali bin Abi Thalib As. Ketika ayat ini diturunkan, Rasulullah Saw memegang tangan 'Ali seraya bersabda, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali maulanya (pemimpinnya) juga. Ya Allah, tolonglah orang yang menolongnya dan musuhilah orang yang memusuhinya." Lalu 'Umar Ra menemui 'Ali sambil mengucapkan, "Selamat atasmu Wahai Ibn Abl Thalib! Engkau telah menjadi maulaku (pemimpinku) dan maula (pemimpin) setiap Mukmin dan Mukminah." Pandangan ini menurut ibn 'Abbas, al-Barra' bin' Azib, dan Muhammad bin 'Ali." 88

An-Naisaburi berkata dalam Tafsir-nya yang dicetak di halaman pinggir tafsir Ibnu Jarir, "Sesungguhnya ayat ini (Qs. al-Ma'idah [5]: 67) diturunkan berkenaan dengan keutamaan 'Ali bin Abi Thalib (radhiyallâhu wa karramallâhu wajhah) pada hari Ghadir Khum." 89

Asy-Syaukani berkata dalam Tafsir-nya, "Abusy Syaikh meriwayatkan dari al Hasan bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya Allah mengutusku dengan sebuah risalah, yang aku merasa berat melaksanakannya karena aku tahu bahwa orang-orang akan mendustakanku, maka Dia mengancamku bahwa aku akan melaksanakan perintah itu, atau Dia akan menyiksaku, lalu turunlah ayat, "Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia." (Qs. al-Maidah [5]: 67)

88 . Lihat, ar-Razi Tafsir al-Kabir ,jil. 3, hal. 636

422 Lalu ia menyebutkan, sebagaimana yang telah

disebutkan oleh as-Suyuthi, bahwa ayat tersebut diturunkan pada hari Ghadir Khum berkenaan dengan 'Ali bin Abl Thalib (As), dan bahwa mereka (para sahabat) biasa membacamya (pada masa Rasulullah Saw), "Anna 'Aliyyan maulâl Mu'minin" (bahwa 'Ali adalah maula (pemimpin) kaum Mukmin). 90

Al-Qanduzi al-Hanafi berkata dalam kitabnya, "Ats- Tsa'labi meriwayatkan dari Ibnu Shalih dari Ibnu 'Abas dan dari Muhammad al-Baqir Ra bahwa ayat ini (Qs. al-Maidah [5]: 67) diturunkan berkenaan dengan 'Ali (As)." 91

Al-Alusi berkata dalam Tafsir-nya dari Ibnu 'Abbas Ra yang berkata bahwa ayat ini (Qs. al-Maidah [5]: 67) diturunkan berkenaan dengan 'Ali karramallahu Ta'ala wajhah. Yaitu, Allah Swt. telah memerintahkan Rasulullah Saw untuk mengabarkan wilâyah (kepemimpinan) 'Ali kepada manusia, narnun ia khawatir orangorang akan berkata bahwa (ia melakukan itu karena) ia mencintai anak pamannya (' Ali As). lalu mereka akan mengecam hal itu. Kemudian, Allah Ta'ala menurunkan ayat tersebut kepadanya. Kemudian ia pun melaksanakan perintah tersebut (mengumumkan wilâyah 'Ali As) pada hari Ghadir Khum. Rasulullah Saw memegang tangan 'Ali As seraya bersabda, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maula- nya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga. Ya Allah, tolonglah orang yang menolongnya dan musuhilah orang yang memusuhinya." 92

Kemudian al-Alusi menyebutkan sarna seperti yang

90 . Lihat, asy-Syaukani, Tafsir , jil. 2, hal. 57 91 . Lihat, al-Qanduzi al-Hanafi, Yanâbi'ul Mawadah, hal. 120.

424 disebutkan oleh as-Suyuthi dalam ad-Durrul Mantsur.

Dan dalam tafsir al-Manâr, yang dinisbatkan pada Syaikh Muhammad 'Abduh disebutkan bahwa ayat tersebut (Qs. al-Maidah [5]: 67) diturunkan pada hari Ghadir Khum berkenan dengan 'Ali bin Abi Thalib (As), ia menyebutkannya dari Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaih, dan Ibnu 'Asakir, kemudian ia menyebutkan sebuah riwayat dari Ibnu 'Abbas bahwa ayat tersebut diturunkan kepada Rasulullah Saw di Ghadir Khum, sebagaimana disebutkan oleh al-Alusi. 93

Adapun ayat, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu." (Qs. al Maidah [5]: 3)

Disebutkan dalam ad-Durrul Mantsur, dari riwayat Ibnu Mardawaih dan Ibnu 'Asakir dari Abu Sa'id al-Khudri yang berkata, "Ketika Rasulullah Saw telah mengangkat 'Ali As pada hari Ghadir Khum dan ia telah mengumumkan wilâyah (kepemimpinan) baginya, Jibril As. turun dengan membawa ayat ini, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu." (Qs. al Maidah [5]:

3) 94 Dan juga dari riwayat keduanya, Ibnu Mardawaih

dan Ibnu 'Asakir, dan riwayat al-Khathib dari Abu Hurairah disebutkan, "Ketika hari Ghadir Khum, yaitu hari kedelapan belas Dzulhijjah, Nabi Saw bersabda, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga," Allah menurunkan

93 . Lihat, Syaikh Muhammad 'Abduh, Tafsir al-Manâr, jil. 6, hal. 463.

420 firman-Nya, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu

agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu." (Qs. al Maidah [5]: 3)

Di dalam Târikh Baghdâd, karya al-Khathib, dengan sanad yang bersambung kepada Abu Hurairah, di antaranya, disebutkan, "Ketika Nabi Saw mengangkat tangan 'Ali bin Abi Thalib (As) seraya bersabda, "Bukankah aku ini walinya kaum Mukmin?" Para sahabat menjawab, "Benar, Wahai RasuIullah." Ia bersabda, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga. Kemudian 'Umar bin Khattab berkata, "Selamat atasmu wahai Ibnu Abi Thalib, engkau telah menjadi maulaku dan maula setiap Muslim!" Lalu turunlah ayat, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu." (Qs. al Maidah [5]:

3) 95 Dan disebutkan dalam Farâ'idus Simthain, karya al-

Hamuyini, pada bab kedua belas, dengan sanad yang bersambung kepada Abu Sa'id al-Khudri bahwa Rasulullah Saw pada hari Ghadir 'Khum menyerukan orang-orang kepada 'Ali (As), yaitu pada hari Kamis, ketika itu ia memanggil 'Ali, lalu ia mengangkat tangan 'Ali tinggi-tinggi sehingga tampaklah kedua ketiak ia yang putih. Kemudian belum sampai orang-orang berpencar, turunlah ayat, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu." (Qs. al Maidah [5]: 3)

Kemudian Rasulullah Saw bersabda, "Allahu Akbar atas penyempumaan agama ini dan penyempurnaan nikmat-

422 Nya serta keridhaan Tuhan dengan risalahku dan wilâyah 'Ali

(As) sesudahku." Kemudian ia bersabda, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga. Ya Allah, cintailah orang yang mencintainya. musuhilah orang yang memusuhinya, tolonglah orang yang menolongnya, dan telantarkanlah orang yang menelantarkannya."

Al-Khawarizimi meriwayatkannya dalam kitabnya al- Manâqib, halaman 80. Disebutkan dalam Târikh al-Ya'qubi bahwa akhir ayat yang diturunkan kepada Rasulullah Saw yaitu, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu." (Qs. al Maidah [5]: 3) adalah riwayat yang sahih, benar, dan jelas, dan ia diturunkan pada hari pengangkatan Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib (As) di

Ghadir Khum. 96 Demikian juga mereka menyebutkan tentang ayat al-

Ma'ârij bahwa ia diturunkan berkenaan dengan 'Ali As. Asy-Syablanji berkata dalam kitabnya, "Imam ats-- Tsa'labi menukilkan dalam tafsimya bahwa Sufyan bin 'Uyainah ditanya tentang firman Allah Ta'ala, "Seseorang peminta telah meminta kedatangan azab yang akan terjadi." (Qs. al-Ma'ârij [70]: 1) berkenaan dengan siapakah ayat itu diturunkan? Maka, Sufyan bin 'Uyainah berkata kepada si penanya tersebut, "Sungguh, engkau telah menanyakan kepadaku suatu pertanyaan yang belum pernah ditanyakan oleh seseorang sebelummu. Ayahku telah menceritakan kepadaku dari Ja'far bin Muhammad As dari bapak-

421 bapaknya ('alalhimus salam) bahwa Rasulullah Saw ketika

berada di Ghadir Khum menyeru kepada orang-orang untuk berkumpul, setelah mereka berkumpul, ia mengangkat tangan 'Ali As seraya bersabda, " Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga."

Kemudian berita itu menyebar ke seluruh negeri, dan sampai juga kepada al-Harits bin Nu'man al-Fihri yang segera mendatangi Rasulullah Saw dengan menunggangi untanya. Sesampainya di hadapan Rasulullah Saw, ia menghentikan untanya, lalu turun dari untanya. Kemudian ia berkata, "Wahai Muhammad, engkau telah memerintahkan agar kami bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan bahwa engkau adalah Rasul-Nya, maka kami menerima, engkau memerintahkan kami agar kami mengerjakan shalat fardu yang lima, kami pun menerimanya, engkau memerintahkan kami agar kami mengeluarkan zakat, kami juga menerima, engkau memerintahkan kami agar kami melaksanakan puasa Ramadhan kami juga menerimanya; dan engkau juga memerintahkan kami agar kami menunaikan haji, kami juga menerima; kemudian engkau belum puas dengan semua ini sehingga engkau mengangkat tangan anak pamanmu Ali bin Abi Thalib As engkau mengutamakannya di atas kami, lalu engkau berkata, "Barang siapa yang menjadikan aka sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) di Ghadir Khum menyerukan kepada orang- orang untuk berkumpul, setelah mereka berkumpul, ia mengangkat tangan 'Ali As seraya bersabda, "Barang siapa yang menjadi aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga. Apakah hal ini ni

421 adalah sesuatu yang berasal darimu sendiri atau dari

(perintah) dari Allah?" Nabi Saw menjawab, "Demi Allah, yang tidak ada tuhan kecuali Dia, sesungguhnya ini adalah (perintah) dari Allah 'Azza wa Jalla.

Kemudian al-Harits berpaling menuju ke untanya sambil berkata, "Ya Allah! Jika yang dikatakan Muhammad itu benar, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih."

Belum sampai al-Harits ke untanya, Allah telah melemparinya dengan batu yang menimpa di atas kepalanya…lalu Allah Swt menurunkan ayat, "Seorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal terjadi, untuk orang-orang kafir, yang tidak seorang pun dapat menolaknya, (yang datang) dari Allah, Yang mempunyai tempat-tempat naik." (Qs. al- Ma'arif [70] 1-3) 97

Disebutkan dalam kitab Farâ'idus Simthain, bab kelima belas, dengan sanad dari Imam Abul Hasan al- Wahidi yan berkata bahwa ia telah membaca kepada Syaikhnya, al-Ustadz Abu lshaq ats-Tsalabi, dalam tafsirnya bahwa Sufyan bin 'Uyainah pernah ditanya tentang firman Allah 'Azza wa Jalla, lalu dia mengisahkannya sebagaimana yang tertera dalam Nurul Abshâr.

Ibn Shibah al-Maliki mengisahkan hal itu dalam al- Fushûlul Muhimmah, halaman 26-27. Dan Sibth lbn al-Jauzi mengisahkannya dalam Tadzkirah-nya, halaman 19, di antaranya dikatakan, "Rasulullah Saw menjawab, sementara kedua matanya merah padam (karena kemarahannya), "Demi Allah, yang tidak ada Tuhan kecuali Dia, sesungguhnya ia (perintah)

421 dari Allah, dan bukan dariku," Nabi Saw mengucapkannya

tiga kali, …(lalu Ibnu al-Jauzi menyebutkan sampai akhir hadis)."

Abu as-Sa'ud berkata dalam tafsirnya yang dicetak di halaman pinggir Tafsir ar-Razi, "Dikatakan bahwa orang tersebut adalah al-Harits bin Nu'man al-Fihri. Yaitu, ketika sampai kepadanya sabda Rasulullah Saw, "Barang siapa menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga, '(lalu Abu as-Sa'ud menyebutkan sampai akhir hadis)."

Sedangkan dalam Nuzhah, karya Ash Shafwari, disebutkan, "Aku melihat pada Tafsir al-Qurthubi dalam Surah "Sa-'ala" (al-Ma'ârij), ketika Nabi Saw bersabda, "Barang siapa menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga", an-Nadhr bin al-Harits berkata kepada Rasulullah Saw "Engkau telah memerintahkan kami dengan dua kalimat syahadat dari Allah, maka kami menerima, engkau memerintahkan kepada kami untuk mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat, maka kami pun menerima, kemudian engkau belum puas sehingga engkau mengutamakan di atas kami anak pamanmu Ali bin Abi Thalib As), Allahkah yang memerintahkanmu akan hal ini, ataukah dari dirimu sendiri?" Rasulullah Saw menjawab, "Demi Allah, yang tidak ada Tuhan kecuali Dia, sesungguhnya urusan ini adalah (perintah) dari sisi Allah."

Kemudian Ash-Shafwari menyebut sampai akhir hadis. 98 Adapun hadis, "Barangsiapa yang menjadikan aku

sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga" diriwayatkan dalam Musnad

421 Ahmad bin Hanbal dengan sanadnya dari al-Barra' bin' Azib

yang berkata, "Kami bersama-sama Rasulullah Saw dalam perjalanan kami, lalu kami turun di Ghadir Khum. Ketika itu diserukan panggilan shalat berjamaah, lalu disapukan untuk Rasulullah di bawah antara dua pohon, lalu ia melaksanakan (mengimami) shalat zuhur. Kemudian ia mengangkat tangan 'Ali As seraya bersabda, "Bukankah kalian mengetahui bahwa aku lebih utama bagi orang- orang yang beriman daripada diri mereka sendiri?" Para sahabat menjawab, "Benar."

Nabi bersabda lagi, "Bukankah kalian mengetahui bahwa aku lebih utama bagi setiap Muskmin daripada dirinya sendiri?" Para sahabat menjawab, "Benar."

Kemudian Rasulullah mengangkat tangan 'Ali As seraya bersabda, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya) maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga. Ya Allah, tolonglah orang yang menolongnya, dan musuhilah orang yang memusuhinya." 99

Al-Barra' bin 'Azib berkata, "Lalu 'Umar menemui 'Ali sambil berkata, "Selamat atasmu wahai Ibn Abi Thalib, engkau telah menjadi maula (pemimpin) setiap Mukmin dan Mukminah."

Ahmad bin Hanbal juga meriwayatkan dalam Musnad-nya dari 'Athiyyah al-Aufi yang berkata, "Aku bertanya kepada Zaid bin Arqam, "Saudara iparku menceritakan kepadaku darimu sebuah hadis berkenaan dengan 'Ali As pada hari Ghadir Khum, aku ingin mendengarnya langsung darimu." Zaid bin Arqam berkata, "Sesungguhnya kalian Wahai sekalian penduduk Irak,

421 terdapat hal-hal pada kalian." Aku katakan kepadanya,

"Aku tidak mempunyal suatu dosa padamu." Maka, dia berkata, "Benar. Kami pernah di Juhfah, lalu Rasulullah Saw mendatangi kami pada waktu zuhur, ketika itu ia mengangkat lengan tangan 'Ali As, Nabi bersabda, "Wahai orang-orang, bukankah kalian mengetahui bahwa aku lebih utama bagi orang-orang yang beriman daripada diri mereka sendiri?" Mereka (para sahabat) menjawab, "Benar." Lalu Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya pemimpinnya) juga." 100

Ahmad bin Hanbal juga meriwayatkan dalam Musnad-nya dengan sanadnya dari Maimun hadis yang semisalnya. 101

Ia juga meriwayatkan dalam Musnad-nya dari 'Ali As bahwa Nabi Saw bersabda pada hari Ghadir Khum, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya)

juga." 102 Ibnu Majah meriwayatkan hadis tersebut dalam

Sunan-nya dari al-Barra' bin 'Azib. 103 An-Nasa'i meriwayatkan dalam Khashâ'ish 'Ali As

dari Sa'ad yang berkata, "Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga". Pada halaman yang sarna dalam bukunya tersebut, dia meriwayatkan dengan sanadnya dari Zaid bin Arqam yang

100 . Idem, hal. 368 101 . Idem, hal. 372 102 . Lihat, Ahmad bin Hanbal, Musnad, jil. 2, hal. 372.

421 berkata, "Rasulullah Saw berdiri menyampaikan khutbah, ia

bersabda, "Bukankah kalian mengetahui bahwa aku ini lebih utama bagi setiap Mukmin daripada dirinya sendiri?" Para sahabat menjawab, "Benar. Kami bersaksi bahwa engkau benar-benar lebih utama bagi setiap Mukmin daripada dirinya sendiri." Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga." Nabi berkata hal itu sambil memegang tangan 'Ali As. 104

Ibnu 'Abdi Rabihi meriwayatkan dalam al-'Iqdul Farid ketika menyebutkan hujah al-Ma'mun di hadapan para fuqaha dalam keutamaan 'Ali bin Abi Thalib As, di antara ucapan al-Ma'mun adalah Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga. Ya Allah, tolonglah orang yang menolongnya, dan

musuhilah orang yang memusuhinya." 105 As-Suyuthi meriwayatkan dalam kitabnya hadis,

"Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga." 106

As-Suyuthi juga meriwayatkan dalam kitabnya hadis, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya)

juga." 107 Dalam Kunuzul Haqâ'iq yang dicetak dalam halaman

104 . Lihat, An-Nasa'I, Khashâ'ish 'Ali As, hal. 22. 105 . Lihat, Ibnu 'Abdi Rabihi, al-'Iqdul Farid, jil. 3, hal. 38. 106 . Lihat, As-Suyuthi ,Târikhul Khulafâ, hal. 65.

412 pinggir al-Jami'ush Shaghir diriwayatkan hadis yang mulia

tersebut, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga." 108

Dalam Is'âfur Raghîbin yang dicetak pada halaman pinggir Nurul Abshâr disebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda pada hari Ghadir Khum, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga. Ya Allah, tolonglah orang yang menolongnya, musuhilah orang yang memusuhinya, cintailah orang yang mencintainya, bencilah orang yang membencinya, belalah orang yang membelanya, terlantarkanlah orang yang menelantarkannya, dan jadikanlah kebenaran itu selalu bersamanya di mana saja dia

berada." 109 Hadis ini diriwayatkan oleh tiga puluh sahabat Nabi Saw yang kebanyakan riwayatnya sahih atau hasan.

Dalam ar-Riyâdhun Nadhrah, karya al-Muhib ath- Thabari, diriwayatkan dari 'Umar bahwa dia berkata, "Ali maula (pemimpin) bagi siapa saja yang menjadikan

Rasulullah Saw maulanya (pemimpinnya)." 110 Juga disebutkan pada halaman yang sarna dalam

buku tersebut, dari Salim bahwa 'Umar pemah ditanya, "Sesungguhnya engkau memperlakukan 'Ali As dengan perlakuan yang tidak engkau lakukan kepada seorang pun dari sahabat Rasulullah Saw yang lain?" 'Umar menjawab, "Sesungguhnya ia adalah maulaku."

Dalam Mashâbihus Sunnah diriwayatkan dari Nabi Saw bahwa ia bersabda, "Barang siapa yang menjadikan aku

108 . Kunuzul Haqâ'iq, jil. 2, hal. 117. 109 . Is'âfur Raghîbin, hal. 151.

414 sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah

maulanya (pemimpinnya) juga." 111 Disebutkan dalam Hilyâtul Auliya dari Nabi Saw

bahwa ia bersabda, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga." 112

Dalam Natsrul La'âli disebutkan beberapa keutamaan 'Ali bin Abi Thalib As, di antaranya, sabda Rasulullah Saw, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga. Ya Allah, tolonglah orang yang

menolongnya, dan musuhilah orang yang memusuhinya." 113 Dalam Syaraful Mu'âbad diriwayatkan hadis Nabi

Saw, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga." 114

Dalam Tadzkiratul Huffazh juga disebutkan hadis Nabi Saw "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya

(pemimpinnya) juga." 115 Disebutkan dalam Târikh Baghdad, karya al-Khathib,

dari Anas, dia berkata, "Aku mendengar Nabi Saw bersabda, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga. Ya Allah, tolonglah orang yang

111 . Mashâbihus Sunnah, jil. 2, hal. 220. 112 . Hilyatul Auliya, jil. 4, hal. 23. 113 . Natsrul La'ali, hal. 166 114 . Syaraful Mu'abad, jil 3

410 menolongnya, dan musuhilah orang yang memusuhinya." 116

Dan masih banyak lagi hadis-hadis semacam itu yang diriwayatkan dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah, yang tidak mungkin disebutkan semuanya dalam buku ini. Akan tetapi, untuk menambah kejelasan, kami akan menyebutkan nama-nama perawi dan sumbemya, yang meriwayatkan hadis Ghadir Khum tersebut, yaitu:

Al-Wahidi dalam Asbâbun Nuzul, halaman 150 Muhammad bin Thalhah asy-Syafi'i dalam Mathâlibus

Sa'ul. Fakhruddin ar-Razi dalam tafsirnya Mafâtihul Ghaib, jilid 12, halaman 50.

Ats-Tsa'labi dalam Tafsir-nya, halaman 120. As-Suyuthi dalam ad-Durrul Mantsûr, jilid 2, halaman

298. Ibn Shibagh al-Maliki dalam al-Fushûlul Muhimmah. At-Tirmidzi dalam Shahîh-nya, jilid 2, halaman 297,

dan ia berkata, "Ini hadis hasan sahih." Al-Hakim dalam al-Mustadrak, jilid 3, halaman 109- 110, dan ia berkata, "Ini adalah hadis sahih sesuai persyaratan al-Bukhari dan Muslim."

Dan Adz-Dzahabi tidak memberikan komentar apa- apa.

Ibn Katsir dalam al-Bidâyah wa Nihâyah, jilid 5 Al-Ya'qubi dalam Târikh-nya, jilid 2, halaman 93. lbn Hajar dalam Shawâ'iq-nya pasal kelima, bab pertama, dan ia berkata, "Sesungguhnya ini adalah hadis sahih, tidak ada keraguan di dalamnya, yang telah diriwayatkan oleh banyak para perawi hadis, seperti: at- Tirmidzi, dan an-Nasa'i, dan Ahmad, dan jalur riwayatnya

412 sangatlah banyak. Hadis ini diriwayatkan oleh enam belas

sahabat Nabi Saw. Dan dalam riwayat Ahmad disebutkan bahwa tiga puluh sahabat Nabi Saw bersaksi bagi 'Ali bahwa mereka mendengar hadis tersebut (hadis Ghadir Khum), yaitu pada masa kekhalifahannya, dan kebanyakan sanad hadisnya sahih dan hasan."

Ibn Katsir berkata dalam al-Bidâyah wa Nihâyah, "Hadis ini (Ghadir Khum) telah mendapat banyak perhatian dari Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, pengarang kitab tafsir dan sejarah, yang telah mengumpulkan dua jilid buku berkenaan dengan hadis tersebut. Ia meriwayatkan hadis itu, dalam dua jilid buku itu, dengan menyebutkan riwayat-riwayat dan lafal hadisnya." 117

Demikian juga yang dilakukan oleh al-Hafizh al- Kabir Abus Qasim bin' Asakir yang meriwayatkan banyak hadis berkenaan dengan khutbah (Ghadir Khum) tersebut.

Al-Qunduzi al-Hanafi berkata dalam Yanâbi'ul Mawaddah, "Diriwayatkan dari Abul Ma'ali al-Juwaini, yang digelari dengan Imamul Haramain, Ustad Abu Ahmad al- Ghazali, bahwa ia merasa heran dan berkata, "Aku pernah melihat satu jilid kitab di Baghdad di tangan seorang penjual kitab, yang di dalamnya tertulis riwayat-riwayat hadis Ghadir Khum pada kitab tersebut pada jilid kedua puluh delapan, yaitu sabda Rasulullah Saw, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga." Kemudian riwayat tentang hadis itu dilanjutkan pada kitab berikutnya, yaitu jilid kedua puluh sembilan. Aku katakan, sebenarnya hadis-hadis yang berkenaan dengan hari Ghadir Khum yang telah aku

411 tuliskan sangatlah sedikit dibandingkan dengan hadis-hadis

yang diriwayatkan dalam topik ini" 118 Al-Imamul Akbar Ayatullah al-'Uzhma al-Mujahid

al'Azhim as-Sayyid Hamid Husain an-Naisaburi al-Hindi Ra telah menukilkan dalam Juz'ul Ghadir nama-nama seratus ulama yang menyebutkan hadis Ghadir Khum, yang semuanya berasal dari tokoh-tokoh terkemuka Ahlus Sunnah. Demikian juga Sayyiduna al-Hujjah Maulana al- Mujahid as-Sayid Syihabuddin al-Mar'asyi an-Najafi, dia melakukan hal yang sarna dalam komentarnya terhadap kitab Haqâiqul saq, karya al-Imam as-Sa'id asy-Syahid al- Qadhi Nurud Din at- Tustari, juga Syaikhuna al-Mufdi Hujjatuth Tha'ifah asySyaikh al-Amini al-Mujahid al-'Azhim dalarn kitabnya al-Ghadir, dan Sayyiduna al-Akbar Ayatulah al-Hujjah al-Imam al-Mujahid as-Sayid Ibn Thawus Ra dalam kitabnya al-Iqbâl, halaman 663, yang telah menukilkan dari tokoh-tokoh besar ulama Ahlus Sunnah bahwa mereka telah meriwayatkan hadis Ghadir Khum dan telah mensahihkannya.

Orang-Orang Memberikan Ucapan Selamat kepada 'Ali As

Setelah Rasulullah Saw menyampaikan khutbahnya yang agung tersebut (di Ghadir Khum), ia memerintahkan umatnya yang hadir saat itu, di antaranya, Abu Bakar dan 'Umar serta tokoh-tokoh Quraisy lainnya, juga kaum Anshar, bahkan Umahatul Mu'minin (istri-istri Nabi Saw), untuk memberikan ucapan selarnat kepada Amirul Mukminin 'Ali As atas karunia Allah Swt yang berupa pangkat yang tinggi, yaitu ditetapkan baginya al-Wilayah

411 (kepemimpinan) dan kekhalifahan dalam agama Allah

Peristiwa besar tersebut telah diriwayatkan oleh para ulama besar Ahlus Sunnah, di antaranya:

kitabnya al-Wilâyah meriwayatkan hadis dengan sanadnya dari Zaid bin Arqam yang berkata, "Dan orang yang mula-mula menjabat tangan Nabi Saw dan 'Ali adalah Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman, Thalhah, Zubair, kaum Muhajirin dan Anshar serta yang lainnya. Demikianlah baiat itu terus berlangsung sampai pelaksanaan shalat Zuhur dan Asar dalam satu waktu dan berlanjut sampai pada pelaksanaan shalat maghrib dan isya dalam satu waktu, baiat dan jabat tangan tersebut berlangsung tiga kali."

Ath-Thabari

dalam

Ad-Daru Quthni telah meriwayatkan, sebagaimana disebutkan oleh ibn Hajar dalam Shawâ'iq-nya, Pasal Kelima, Bab Pertama, bahwa Abu Bakar dan 'Umar ketika mendengar sabda Nabi Saw, tersebut (hadis Ghadir Khum), keduanya berkata kepada Imam' Ali As, "Engkau telah menjadi maula (pemimpin) setiap Mukmin dan Mukminah." Dan pemah dikatakan kepada 'Umar, "Sesungguhnya engkau memperlakukan (menghormati) 'Ali yang tidak engkau lakukan kepada seorang pun dari Sahabat Nabi Saw." 'Umar berkata, "Sesungguhnya ia ('Ali) adalah maulaku (pemimpinku)."

Al-Hafizh Abu Sa'id an-Naisaburi menyebutkan dalam kitabnya Syaraful Mushaffâ dengan sanadnya sampai kepada al-Barra' bin' Azib dengan redaksi dari Ahmad bin Hanbal, dan dengan sanad lain dari Abu Sa'id al-Khudri dan redaksi juga dari Ahmad bin Hanbal, bahwa Nabi Saw bersabda, "Ucapkanlah selamat kepadaku! Sesungguhnya Allah Ta'ala telah mengkhususkan aku dengan kenabian dan

411 mengkhususkan Ahli Baitku dengan imamah." Lalu 'Umar

bin al-Khathab menemui Amirul Mukminin 'Ali seraya berkata, "Beruntunglah engkau wahai Abul Hasan, engkau telah menjadi maulaku (pemimpinku) dan maula (pemimpin) setiap Mukmin dan Mukminah."

Pengarang kitab Raudhatush Shafâ berkata dalam kitabnya setelah menyebutkan hadis Ghadir Khum, "Kemudian Rasulullah Saw duduk dalam sebuah kemah dan ia mendudukkan Amirul Mukminin 'Ali di kemah yang lain, lalu ia memerintahkan orang-orang untuk memberikan ucapan selamat kepada 'Ali dalam kemahnya, setelah kaum laki-laki selesai memberikan ucapan selamat kepada 'Ali, Nabi memerintahkan Ummahatul Mukminin (istri-istri Nabi) untuk pergi menemui 'Ali dan memberikan ucapan selamat kepadanya." 119

Pengarang kitab Habîbus Siyar berkata dalam kitabnya, "Kemudian Amirul Mukminin 'Ali As duduk dalam kemah yang dikhususkan untuknya, lalu orang-orang pun berdatangan memberikan ucapan selamat, termasuk di antara mereka adalah Abu Bakar dan 'Umar. Kemudian 'Umar berkata, "Selamat atasmu wahai ibn Abi Thalib, engkau telah menjadi maulaku (pemimpinku) dan maula (pemimpin) setiap Mukmin dan Mukminah." Kemudian Nabi Saw memerintahkan istri-istrinya untuk menemui 'Ali As dan memberikan ucapan selamat kepadanya." 120

Di antara yang meriwayatkan hal tersebut adalah Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya, jilid 4, halaman 281, ath-Thabari dalam Tafsir-nya, jilid 3, halaman 428, Ibnu Mardawaih dalam Tafsir-snya, ats-Tsa'labi dalam Tafsir-nya,

119 . Raudhatush Shafâ, jil. 1, hal. 173

411 al-Baihaqi, al-Khathib al-Baghdadi, Ibnu al-Maghazili dalam

Manâqib-nya, al-Ghazali dalam kitabnya Sirrul 'Alâmin, halaman 9, asy-Syahrastani dalam al-Milal wa Nihal, dan Abul Faraj Ibnul Jauzi al-Hanbali dalam Manaqîb-nya.

Di antaranya juga, ar-Razi dalam tafsimya al-Kabir, jilid 3, halaman 636, al-Kanji asy-Syafi'i dalam Kifâyatuth Thâlib, al-Muhib ath-Thabari asy-Syafi'i dalam Riyâdhu Nadhrah, jilid 2, halaman 169, al-Hamuyini dalam Farâ'idus Simthain, bab ketiga belas, Abul Fida' Ibnu Katsir asy-Syafi'i dalam al-Bidâyah wa Nihâyah, jilid 5, halaman 209, al-Muqrizi dalam al-Khuthah, jilid 2, halaman 223, Ibnu Shibagh al- Maliki dalam al-Fushûlul Muhimmah, halaman 25, as-Suyuthi dalam Jam'ul Jawâmi', as-Samhudi dalam Wafâ'ul Wafâ bi Akhbâri Dâril Mushthafâ, jilid 2, halaman 173, dan ibn Hajar dalam ash-Shawâ'iqul Muhriqah, halaman 26, serta masih banyak lagi para imam hadis, tafsir, dan sejarah, yang tidak mungkin disebutkan semuanya dalam buku ini.

Sungguh tepat sekali apa yang dikatakan oleh al- Ghazali dalam kitabnya Sirrul 'Alamin, dalam makalah keempat, ia berkata, "Akan tetapi, bersinarlah hujah pada permulaannya dan orang-orang pun bersepakat atas kandungan hadis yang disabdakan Rasulullah pada hari Ghadir Khum dengan kesepakatan semua orang. Nabi bersabda, "Barang siapa menjadikan aku maulanya (pemimpinnya) maka 'Ali maulanya (pemimpinnya) juga," Lalu 'Umar berkata, "Selamat atasmu wahai Abul Hasan, engkau telah menjadi maulaku (pemimpinku) dan maula (pemimpin) setiap Mukmin dan Mukminah." Ini adalah penerimaan, kerelaan, dan kesepakatan. Akan tetapi, setelah itu mereka terkalahkan oleh hawa nafsu dengan mencintai kekuasaan dan tongkat kekhalifahan dan akhimya mereka

411 mengingkari janji yang telah mereka ucapkan itu, lalu

mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan menukamya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima."

Aku katakan, segala puji bagi Allah yang menjadikan al Ghazali berkata sesuatu yang benar dalam kitabnya Sirul 'Alâmin, yang hal itu merupakan hujah kami dan penetapan apa yang menjadi keyakinan kami.

Akan tetapi sangat disayangkan karena siapa saja di antara mereka yang meriwayatkan hadis-hadis yang menguatkan pendapat dan keyakinan Syi'ah atas penetapan dan paling berhaknya Amirul Mukminin 'Ali As dan anak keturunannya sebagai khalifah dituduh sebagai Syi'ah. Padahal sebagian dari mereka yang dituduh berpaham Syi'ah itu adalah orang- orang yang sangat fanatik dengan mazhab mereka (Ahlus Sunnah), bahkan mereka itu telah melemparkan tuduhan- tuduhan dusta terhadap Syi'ah. Akan tetapi, Allah Swt telah menjadikan mereka itu berkata ucapan yang benar (berkenaan dengan penetapan Amirul Mukminin 'Ali sebagai khalifah sepeninggal Rasulullah Saw), maka mereka berkata hakikat kebenaran karena kebenaran itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi daripadanya, sebagaimana dituturkan dalam hadis sahih yang terkenal.

Adapun Syi'ah, mereka adalah panji-panji ilmu, ketulusan, dan ijtihad yang telah memenuhi bumi dengan ilmu, amal, dan ketulusan dalam ucapan, meskipun musuh- musuh mereka tidak henti-hentinya menuduhkan mereka dengan berbagai tuduhan dusta dan keji.

Renungkanlah baik-baik wahai pembaca yang budiman dan berpikiran jernih, bagaimana Allah Swt menampakkan kebenaran Syi'ah dari buku-buku mereka

411 sendiri (ulama Ahlus Sunnah). Sebab, kebenaran itu pasti

akan muncul, walaupun memerlukan waktu yang cukup lama, baik orang-orang itu menghendaki maupun tidak menghendakinya. Sedangkan kebatilan itu pasti akan lenyap, baik mereka menghendaki maupun tidak menghendakinya.

Kami telah mempersembahkan kepada Anda, dalam buku kami ini, hadis-hadis yang berkaitan dengan hari Ghadir Khum, tetapi sebenamya masih sangat banyak lagi hadis yang sengaja ditutup-tutupi oleh orang-orang yang hatinya telah diliputi oleh kebencian dan kedengkian terhadap Amirul Mukininin 'Ali As, terutama pada masa Mu'awiyah menduduki jabatan khalifah. Beberapa hukuman dan tekanan berat telah ditetapkan kepada siapa saja yang berani meriwayatkan badis-hadis yang menerangkan keutamaan Imam' Ali As. Akan tetapi, sugguh sangat mengagumkan bahwasanya Allah Swt tetap menampakkan kedudukan Imam 'Ali As dan memenuhi alam semesta ini dengan hadis-hadis yang menuturkan keutamaan- keutamaannya.

Dalam pembahasan kita ini, kami mencukupkan dengan apa yang telah kami sampaikan tentang topik Ghadir Khum karena hal ini sudah cukup bagi orang-orang yang berakal. Sekiranya kami memaparkan topik ini secara panjang lebar, tentu kami akan memenuhi halaman-halaman buku yang sangat tebal. Oleh karena itu, barangsiapa yang memerlukan penjelasan yang lebih mendetail, silakan ia merujuk pada buku-buku tebal yang membahas topik kita ini, sebagaimana yang telah kami sebutkan nama-nama buku-buku tersebut sebelumnya.

Kalimat "maula" berarti, "Lebih utama dalam hal pengaturan," inilah yang lerkenal dan biasa dipakai dalam

412 bahasa Arab, sebagaimana disebulkan dalam al-Quran

"Tempat kamu adalah neraka. Ia adalah tempat yang lebih utama bagi kamu." (Qs. al-Hadid [57]: 15).

Dikatakan "maula al-'abdi", yakni orang yang paling berhak dalam hal pengaturan seorang hamba sahaya. Sabda Nabi Saw, "Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai maulanya, maka 'Ali adalah maulanya juga," sebelumnya didahului dengan sabdanya, "Bukankah aku ini lebih berhak bagi kalian daripada diri kalian sendiri?" Hadis itu berarti, "Barang siapa yang menjadikan aku lebih utama bagi dirinya sendiri, maka 'Ali lebih utama bagi dirinya sendiri." Dengan demikian, 'Ali As lebih utama dalam pengaturan urusan mereka, dan tidak ada yang lebih utama dalam hal pengaturan urusan kecuali seorang khalifah dan imam. Ini merupakan nash yang jelas tentang kepemimpinan agama dan urusan dunia bagi Imam 'Ali bin Abi Thalib As. Arti ini telah dipahami oleh para pendengar yang fasih dalam perkataan Arab, seperti 'Umar bin al-- Khathib, Hasan bin Tsabit, dan Harits bin Nu'man al-Fihri, sebagaimana ucapan mereka itu telah kami sebutkan sebelumnya.

Oleh karena itu, sebagaimana tidak diperbolehkan mendahulukan seseorang atas Nabi Saw demikian juga tidak boleh mendahulukan seseorang atas 'Ali As.

Demikian juga, yang menunjukkan kepada kita bahwa arti "maula" adalah lebih berhak dalam hal imamah dan kepemimpinan adalah ucapan selamat (baca: baiat) para sahabat kepada 'Ali As, sebagaimana yang telah kami sebelum ini. Sesungguhnya yang mendorong para sahabat melakukan hal itu (ucapan selamat dan baiat kepada Imam 'Ali As) ketika mereka mendengar sabda Nabi Saw pada

414 hari Ghadir Khum, adalah karena mereka memahami

bahwa makna "maula" adalah kepemimpinan dan imamah, yang karenanya 'Ali As patut mendapat ucapan selamat dari mereka, bukan sekadar makna pertolongan atau kecintaan.

Sebagaimana dorongan bagi 'Umar bin al-Khathab untuk memperlakukan (menghormati) 'Ali As yang tidak dia lakukan kepada seorang pun dari sahabat Rasulullah Saw dan ucapannya, "Sesungguhnya dia ('Ali) adalah maulaku," adalah karena ia memahami dan mengetahui bahwa arti "maula" adalah pemimpin dan imam, bukan sekadar penolong. Seandainya dikatakan bahwa makna "arti" dari ucapan 'Umar tersebut adalah "penolong", maka jawaban 'Umar itu tidak ada artinya karena itu berarti, "Sesungguhnya ia ('Ali) adalah penolongku." Selain itu, tentu penanya juga sudah mengetahui bahwa para sahabat itu saling tolong- menolong di antara mereka.

Seandainya arti "maula" berarti "penolong", tentu 'Umar tidak akan sampai marah ketika ada dua orang Arab Badui mendatanginya untuk memutuskan hukuman atas pertengkaran yang terjadi di antara keduanya. 'Umar berkata kepada 'Ali As, "Putuskanlah hukuman di antara keduanya Wahai Abal Hasan!" Lalu, salah seorang di antara kedua orang Arab Badui itu berkata sambil mengejek, "Orang inikah yang akan menghakimi masalah di antara kami?" Begitu mendengar ucapan orang tersebut, 'Umar langsung melompat menerkam orang Arab Badui itu, lalu Umar berkata kepadanya dalarn keadaan murka, "Celaka kamu, tidakkah kamu tahu siapakah ia? Ia adalah maulaku dan maula setiap Mukmin dan Mukminah."

Pada kesempatan yang lain, pernah seseorang berselisih dengan 'Umar dalam suatu masalah, lalu 'Umar

410 berkata, "Di antara perselisihan saya dan kamu ada orang

yang duduk ini (yang akan menghakimi perselisihan yang terjadi di antara kita)," 'Umar menunjuk kepada 'Ali As. Kemudian orang itu berkata, "Orang gendut ini?" Ketika 'Umar mengetahui bahwa orang itu merendahkan dan meremehkan 'Ali As, ia langsung bangkit dari tempat duduknya seraya mencengkeram orang itu dan membantingnya ke tanah. Kemudian ia berkata, "Tahukah kamu siapakah orang yang kamu remehkan ini? Ia adalah maulaku dan maula setiap Muslim." Diriwayatkan oleh al- Muhib ath-Thabari dalam ar-Riyâdh an-Nadhrah, jilid 2, halaman 170, dan al-Khawarizimi dalam Manâqib-nya, halaman 97, dengan jalur riwayat yang sahih dari 'Umar.

Sekiranya 'Umar tidak memahami bahwa arti kata "maula" adalah kepemimpinan, tentu ia akan berkata, "Orang ini adalah penolongku dan penolong setiap Muslim."

Selain itu, kecintaan dan pertolongan termasuk perkara-perkara yang diketahui seluruh kaum Muslim sehingga tidak perlu lagi keterangan tambahan dari al-Quran dan hadis.

Allah Swt berfirman, "Sesungguhnya oramg-orang mukmin adalah bersaudara..." (Qs. al-Hujurat [49]: 10)

"(Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain." (Qs. Taubat [9]: 71) " ….keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih

sayang sesame mereka." (Qs. al-Fath [49]; 29) Juga tidak perlu turun wahyu yang mengancam Rasulullah Saw dengan tidak menyampaikan amanat-Nya jika ia tidak menyampaikan apa yang diperintahkan itu.

412 Kemudian Rasulullah Saw menyampaikan secara terang-

terangan apa yang diperintahkan kepadanya dan ia pun menanggung kesulitan yang amat besar itu. Lalu Nabi memerintahkan lebih dari seratus dua puluh ribu sahabatnya untuk berhenti di Ghadir Khum dalam cuaca yang sangat panas, kemudian Nabi menyampaikan khutbahnya yang agung tersebut seraya mengangkat tangan 'Ali As, ia bersabda, "Barang siapa yang menjadikan aku maulanya, maku 'Ali adalah maulanya juga," maka semua itu menunjukkan pada perkara yang sangat besar yang perlu diterangkan kepada umatnya, yaitu kepemimpinan umat.

Selain itu, jika yang dimaksudkan dalam sabdanya tersebut adalah sekadar kecintaan dan pertolongan, niscaya tidaklah turun ayat akmâltu tentang telah disempurnakan agama dan dicukupkannya nikmat setelah turunnya ayat persaudaraan di antara sesama Mukmin Aku katakan, penjelasan ini sudah cukup bagi orang-orang yang berpikir dan merupakan hujah yang menguatkan argumen Syi'ah tentang penetapan 'Ali As sebagai khalifah sepeninggal Rasulullah Saw sekaligus mematahkan segala penakwilan dan penentangan musuh-musuh Syi'ah.

Selain apa yang telah kami sebutkan, masih banyak lagi dalil-dalil, baik dari al-Quran maupun hadis, yang menetapkan Amirul Mukminin 'Ali As sebagai khalifah sepeninggal Rasulullah Saw. Banyak ulama dari Syi'ah dan Ahlus Sunnah yang telah mengarang kitab berkaitan dengan topik Ghadir Khum, termasuk yang masih berupa manuskrip yang jumlahnya tidak terhitung karena banyaknya.

Ketahuilah, apa yang telah kami persembahkan kepadamu wahai pembaca budiman, seperti lima ayat dari

411 al-Quran al-Majid, yaitu: ayat al-wilâyah, ayat at-Tathir, ayat al-

mubâhalah, ayat al-mawaddah, dan ayat at-tabligh adalah menunjukkan kekhususan Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As dengan kekhalifahan langsung sepeninggal Rasulullah Saw. Kelima ayat tersebut sangat jelas menunjukkan hal itu (penetapan 'Ali As sebagai khalifah) sebagaimana diriwayatkan oleh para ulama Islam dan disahihkan oleh tokoh-tokoh besar ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah, terutama para ulama Syi'ah.

Oleh karena itu, sudah selayaknya bagi orang yang berpikiran jernih dan mempunyai jiwa yang bebas serta hati yang sehat untuk menerima apa yang telah kami sampaikan dan meninggalkan kefanatikan buta. Sebab, Syi'ah tidak mendatangkan sesuatu, tetapi mereka menetapkan keyakinannya berdasarkan al-Quran dan Sunnah. Dimanakah letak celaan dan kecaman terhadap orang (mazhab) yang menetapkan hujahnya berdasarkan al-Quran dan Sunnah, bahkan dari ucapan-ucapan para tokoh ulama yang menentang mazhabnya?

Dan sebagai tambahan dari apa yang telah kami sampaikan kepada Anda wahai pembaca budiman, al-Imam as-Sa'id asy-Syahid' al-Mujahid al-Akbar as-Sayid al-Qadhi Nurullah at-Tustara rahimahullah telah menyebutkan delapan puluh empat ayat lain yang diturunkan berkenaan dengan 'Ali As dan Ahlulbait, yang kebanyakan riwayatnya bersumber dari kitab-kitab Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Demi Allah, wahai pembaca yang bijak, apakah setelah ini semua orang dibenarkan untuk tetap meragukan prioritas 'Ali untuk menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah Saw?

Sungguh, hanya orang yang keras kepala dan

411 sombong saja yang tetap meragukan prioritas 'Ali untuk

menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah Saw setelah mengetahui dalil-dalil yang sangat jelas yang telah kami sampaikan.

Demi Allah, aku tidak tahu alasan apa yang hendak disampaikan oleh Ahlus Sunnah pada Hari Perhitungan, pada hari ketika mata terbelalak, pada hari ketika hati menyesak sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan, dan sampai kapan penolakan mereka menelaah kitab-kitab para ulama Syi'ah yang berbakti? Sampai kapan kekeraskepalaan itu terus berlangsung? Dan sampai kapan pula ketidakadilan ini terus berlangsung terhadap hak Rasulullah Saw dan washiy (penerima wasiat)-nya, Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As?

Ya Allah, saksikanlah! Sesungguhnya kami telah menyempumakan hujah dan menunjukkan jalan yang lurus serta memudahkan jalan itu bagi saudara-saudara kami Ahlus Sunnah. Ya Allah, berilah mereka petunjuk, sebagaimana Engkau telah memberikan petunjuk kepada kami; dan bimbinglah mereka, sebagaimana Engkau telah membimbing kami karena sesungguhnya Engkau adalah Pemberi petunjuk dan bimbingan ke jalan yang lurus.

Sesungguhnya Engkau telah berfirman dalam Kitab- Mu, "Sesunnguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir." (Qs. al-Insan [76]: 3) Dan Engkau juga telah berfirman, "Maka, barang siapa yang ingin (beriman), hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir), biarlah ia kafir." (Qs. al Kahfi [18]: 29)

Syi'ah dan Sunnah

Syi'ah adalah golongan yang berpegang teguh pada Sunnah Nabawiyah yang bersumber dari penghulu para nabi Saw dan mereka sedikit pun tidak akan pernah berpaling darinya selamanya. Mereka berpegang pada al- 'urwâtul wusqâ (buhul tali yang amat kuat), berjalan pada jalannya yang lurus, dan mengambil dari para imam yang suci yang dipelihara dari kesalahan dan dosa (al-ma'shumin). Mereka mengikuti Sunnah yang tidak ada keraguan dan kebimbangan di dalamnya, Sunnah yang lurus yang tidak ada kebengkokan padanya. Mereka hanya mengambil riwayat hadis dari jalur para imam mereka dengan sanad yang kuat dan dipercaya, dari imam yang maksum dan juga sepertinya dan demikian seterusnya sampai Rasulullah Saw dari Jibril, dari Allah Yang Maha Agung.

Para sejarawan tidak pernah meriwayatkan kepada kita bahwa seorang pun dari para imam Ahlulbait itu mengambil atau berguru kepada seorang sahabat, tabiin, atau lainnya. Bahkan, orang-orang yang berguru kepadanya, sedangkan para imam Ahlulbait tidak pernah berguru kepada seorang pun.

Imam Ja'far ash-Shadiq As berkata, "Sungguh mengherankan orang-orang itu, mereka berkata bahwa mereka mengambil ilmu mereka semuanya dari Rasulullah Saw lalu mereka mengetahuinya dan mendapatkan petunjuk. Mereka memandang bahwa kami Ahlulbait tidak mengambil ilmu Rasulullah Saw dan tidak mendapatkan petunjuk dengannya. Sesungguhnya kami adalah keluarga dan keturunannya, di rumah kamilah wahyu turun, dan dari rumah kami pula ilmu menyebar kepada manusia. Maka, apakah kalian berpendapat bahwa mereka mengetahui dan

411 mendapatkan petunjuk, sedangkan kami bodoh dan sesat?"

Imam Muhammad al-Baqir As berkata, "Seandainya kami menceritakan kepada orang-orang dengan pendapat dan hawa nafsu kami, niscaya kami akan binasa. Akan tetapi, kami menceritakan kepada mereka dengan hadis-hadis yang kami menyimpannya dari Rasulullah Saw sebagaimana mereka menyimpan emas dan perak mereka."

Imam Ja'far ash-Shadiq As berkata, "Hadisku adalah hadis ayahku, hadis ayahku adalah hadis kakekku, hadis kakekku adalah hadis al-Husain, hadis al-Husain adalah hadis al-Hasan, hadis al-Hasan adalah hadis Amirul Mukminin ('Ali As), hadis Amirul Mukminin adalah hadis Rasulullah, dan hadis Rasulullah adalah firman Allah."

Imam Ja'far ash-Shadiq As juga berkata, "Barang siapa menceritakan hadis dari kami, niscaya pada suatu hari kami akan menanyakannya. Apabila dia berkata benar tentang kami, maka sesungguhnya dia berkata benar terhadap Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi, apabila dia mengada-adakan kedustaan terhadap kami, maka sesungguhnya dia mengada-adakan kedustaan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Sebab, kami apabila meriwayatkan hadis, kami tidak berkata, "Berkata fulan dan fulan". Akan tetapi, kami berkata, "Allah berfirman dan Rasul-Nya bersabda."

Selain itu, Syi'ah hanya mau menerima hadis yang tidak bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh para imam Ahlulbait dan tidak pula bertentangan dengan al- Quran. Sebab, mereka mengetahui secara yakin apa yang terjadi pada masa kekuasaan Bani Umayyah, khususnya pada masa tirani Mu'awiyah, yaitu suatu masa yang hadis menjadi barang dagangan yang dapat diperjualbelikan. Pada

411 masa itu, seorang perawi hadis dibayar nilai hadisnya sesuai

dengan kadar pengaruhnya pada jiwa, seperti pujian dan celaan.

Di antaranya hadis yang diriwayatkan oleh orang- orang kepercayaan Mu'awiyah, "Yang dipercaya itu ada tiga, yaitu: aku, Jibril, dan Mu'iiwiyah."

Di antaranya hadis Fathu Makkah (Penaklukan Makkah), yaitu, "Barang siapa yang masuk rumah Abu Sufyan, maka dia aman," seakan-akan rumahnya menjadi tempat yang suci, seperti Baitul Haram.

Di antaranya, khutbah-khutbah yang berisikan cacian kepada Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As dan keluarganya, bahkan cacian ini mencapai tujuh puluh ribu mimbar, sebagaimana diriwayatkan dalam berbagai sumber Ahlus Sunnah.

Oleh karena itu, Syi'ah tidak mau menerima riwayat- riwayat dari mereka para perawi pembohong dan pemalsu hadis. Pada masa yang diliputi kegelapan tersebut, Mu'awiyah telah menamakan dirinya, demikian juga para pengikutnya, "Ahlus Sunnah wal Jamaah" sebagai tipu muslihat terhadap Syi'ah 'Ali. Akan tetapi, pada hakikat dan realitasnya, Syi'ahlah yang layak disebut sebagai Ahlus Sunnah karena mereka mengambil Sunnah dari sumbemya yang murni, yaitu para imam Ahlulbait, yang sumbemya dari Rasulullah Saw. Mereka menerima hadis para imam Ahlulbait tersebut tanpa keraguan sedikit pun, dan mereka senantiasa bertanya kepada mereka (para imam Ahlulbait) tentang segala sesuatu yang mereka butuhkan.

Misalnya, Imam Ja'far Ash-Shadiq As, berkumpul di sekeliling tokoh-tokoh ulama terkemuka yang jumlah yang sangat besar. Bahkan, Abul Hasan al-Wasya berkata kepada

411 sebagian penduduk Kufah, "Aku menjumpai dalam masjid

ini, yaitu Masjid Kufah, empat ribu Syaikh dari kalangan ahli wara' dan agama, yang semuanya berkata, "Imam Ja'far bin Muhammad menceritakan kepadaku."

Berikut ini, kami akan menyebutkan kepadamu sebagian hadis yang menjadi bukti kebenaran keyakinan Syi'ah, yang kami akan meriwayatkannya dari sumber- sumber Ahlus Sunnah.

Hadis Peringatan

Nabi Saw bersabda, "Ini 'Ali adalah pembantuku, washiy (penerima wasiat)-ku, dan khalifahku sepeninggalku." Hadis di atas banyak diriwayatkan oleh para imam hadis dan sejarah, baik dari Syi'ah maupun Ahlus Sunnah, dalam kitab- kitab sahih mereka dan Musnad mereka. Mereka mengakui kesahihan hadis tersebut.

Ath-Thabari menyebutkan dalam Târikh-nya dari Abil Hamid yang berkata, "Salamah menceritakan kepada kami, ia berkata, "Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada saya, dari 'Abdul Ghafar bin Qasim, dari al-Minhal bin 'Umar, dari 'Abdullah bin al-Harits bin Naufal bin al- Harits bin' Abdul Muthalib, dari 'Abdullah bin 'Abbas, dari 'Ali bin Abi Thalib As yang berkata, "Ketika ayat ini diturunkan kepada Rasulullah Saw, "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmua yang terdekat." (Qs. asy-Syu'ara' [26]: 214)

Rasulullah Saw memanggilku, lalu ia bersabda, "Wahai 'Ali, sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku, Berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat!

Maka, menjadi sempitlah dadaku karenanya, dan aku

412 pun tahu, kapan saja aku memulal berkata perkara ini kepada

mereka, niscaya aku akan melihat sesuatu yang tidak aku sukai dari mereka. Oleh karena itu, aku diam saja sehingga Jibril datang seraya berkata, "Wahai Muhammad, sesungguhnya kamu jika tidak mengerjakan apa yang diperintahkan kepadamu, niscaya Tuhanmu akan menyiksamu." Maka, buatkan untuk kami (wahai 'Ali) satu mangkuk makanan, yang di dalamnya ada sepotong kaki kambing, dan semangkuk penuh susu. Kemudian kumpulkanlah untukku Bani 'Abdul Muthalib sehingga aku berkata kepada mereka dan menyampaikan apa yang telah diperintahkan (Allah) kepadaku."

Kemudian aku memanggil mereka, sedangkan jumlah mereka pada hari itu sekitar empat puluh orang laki- laki, di antara mereka terdapat paman-pamannya, yaitu: Abu Thalib, Hamzah, al-' Abbas, dan Abu Lahab.

Ketika mereka sudah berkumpul di rumah Rasulullah Saw, ia menyuruhku untuk mengeluarkan makanan yang telah kubuatkan untuk mereka, lalu aku pun mengambilkan makanan itu. Ketika aku meletakkan makanan itu, ia mengambil daging kambing itu seraya memotongnya dengan giginya, kemudian ia melemparkan daging itu ke pinggiran mangkuk yang berisi makanan, kemudian ia bersabda, 'Makanlah dengan nama Allah!' Lalu, mereka pun makan sekenyang-kenyangnya. Demi Allah, yang jiwa 'Ali berada dalam genggaman-Nya, semua yang hadir memakan makanan yang aku hidangkan itu.

Kemudian ia bersabda kepadaku, "Berilah mereka minum!' Lalu, aku mengambilkan mangkuk yang berisi susu itu, mereka pun semuanya minum sepuasnya. Ketika Rasulullah Saw hendak memulai berbicara, Abu Lahab

414 mendahuluinya, ia berkata, "Sungguh, kawan kalian ini

(Muhammad Saw.) telah menyihir kalian." Maka, orang- orang pun berpencar (meninggalkan Rasulullah Saw) sebelum Rasulullah Saw sempat berbicara kepada mereka.

Lalu Rasulullah Saw bersabda kepadaku, 'Wahai 'Ali, orang ini (Abu Lahab) telah mendahuluiku, sebagaimana yang kamu dengar ucapannya, sehingga orang-orang pun berpencar (meninggalkanku) sebelum aku sempat berbicara kepada mereka. Oleh karena itu, ulangilah besok membuat makanan sebagaimana yang telah kamu buat, kemudian kumpulkanlah mereka kepadaku!'

'Ali As berkata, aku tunaikan perintah itu. Kemudian aku kumpulkan (kembali) mereka, lalu ia menyuruhku menghidangkan makanan, aku pun mendekatkan makanan kepada mereka, lalu ia melakukan sebagaimana yang ia lakukan kemarin. Kemudian mereka makan sekenyang-kenyangnya, lalu ia bersabda kepadaku, 'Berilah mereka minum!' Aku mengambilkan mangkuk yang berisi susu itu, lalu mereka pun minum sepuasnya.

Kemudian Rasulullah Saw berbicara, "Wahai Bani 'Abdil Muththalib, sesungguhnya aku, demi Allah, tidak mengetahui seorang pemuda pun di kalangan orang Arab yang datang kepada kaumnya lebih utama daripada apa yang aku datang dengannya. Sesungguhnya aku telah datang kepada kalian dengan membawa kebaikan dunia dan akhirat. Dan sesungguhnya Allah Swt telah menyerukan kalian kepada seruan-Nya. Lalu, siapakah di antara kalian yang akan membantuku dalam perkara ini sehingga ia akan menjadi saudaraku, washiyy (penerima wasiat)-ku, dan khalifahku di tengah-tengah kalian?"

Semua orang diam, lalu aku berkata, sedangkan aku

410 orang yang paling muda di antara mereka, "Aku wahai Nabi

Allah, yang akan menjadi pembantumu atas seruanmu ini." Kemudian, ia memegang leher belakangku, kemudian ia bersabda, "Sesungguhnya orang ini ('Ali As) adalah saudaraku, washiyy-ku, dan khalifahku di tengah-tengah kalian, maka dengarkanlah dan taatilah dia!"

Maka, orang-orang bangkit dari tempat duduknya sambil tertawa di antara sesama mereka, lalu mereka berkata kepada Abu Thalib, "Sesungguhnya ia (Muhammad Saw) telah memerintahkan kepadamu agar engkau mendengarkan anakmu ('Ali) dan menaatinya."

AI-'Allamah al-Hujjah al-Amini berkata dalam kitabnya al-Ghadir, 121 setelah menyebutkan hadis tersebut,

"Hadis dengan lafal tersebut juga diriwayatkan oleh Abu Ja'far al-Iskafi al-Mutakallim al-Mu'tazili al-Baghdadi, wafat pada tahun 240 Hijriah, dalam kitabnya Naqdhul 'Utsmaniyyah dan ia berkata, "Sesungguhnya hadis ini diriwayatkan dalam riwayat yang sahih." 122

Al-Faqih Burhanuddin menukil hadis tersebut dalam Anbâ 'u Nujabâ 'ul Abnâ', halaman 44-48. Ibnul Atsir dalam al-Kâmil, halaman 24. Abul Fida' 'Imaduddin ad-Dimasyqi dalam Târikh-

nya, jil. 1, hal. 116. Syihabuddin aI-Khafaji dalam Syarhusy Syafâ, karya al-Qadhi 'Iyadh, jil. 3, hal. 37, dan ia berkata, "Disebutkan di dalam ad-Dalâ 'il, al-Baihaqi, dan lainnya dengan sanad yang sahih.

Al-Khiizin 'Ala'uddin al-Baghdadi dalam tafsimya, halaman 390.

121 . Lihat, al-'Allamah al-Hujjah al-Amini, al-Ghadir , jil. 2, hal. 279.

412 Al-Hafizh as-Suyuthi dalam Jam 'ul Jawâmi' kamâ fi

Tartibihi, jil. 6, hal. 392, yang ia nukil dari ath-Thabari, dan pada halaman 397 dari enam orang hafizh, yaitu: Abu Ishaq, Ibn Jarir, Ibn Abi Hatim, Abu Nu'aim, dan al-Baihaqi.

Ibn Abil Hadid dalam Syarh Nahjul Balâghah, jil. 3, hal. 254. Sejarawan George Zaidan menyebutkannya dalam Târikh at-Tamaddun alI-Islâmi, jil. 1, hal. 31. Dan Ustad Muhammad Husain Haikal di dalam Hayâtu Muhammad, hal. 104, cetakan pertama. Para perawi hadis tersebut di atas semuanya tepercaya, kecuali Abu Maryam 'Abdul Ghaffar bin al- Qasim, ia dilemahkan oleh sebagian kalangan tertentu hanya karena ia berpaham Syi'ah. Akan tetapi, Ibn 'Uqdah memuji Abu Maryam dengan pujian yang sangat tinggi, sebagaimana disebutkan di dalam Lisânul Mizân,jil. 4, hal. 43.

Para hafizh dan imam hadis serta tokoh-tokoh ulama terkemuka lainnya telah meriwayatkan dar!nya hadis tersebut, dan tidak seorang pun dari mereka yang mencela atau berkata bahwa hadis tersebut lemah karena di antara perawinya adalah Abu Maryam ('Abdul Ghaffar bin al- Qasim), bahkan mereka berhujah dengannya dalam Dalâ'ilun Nubuwwah wa Khashâ'ishun Nabawiyyah (Tanda-Tanda Kenabian dan Kekhususan-Kekhususan Nabi Saw).

Abu Ja'far al-Iskafi dan Syihabuddin juga telah mensahihkan hadis tersebut, dan demikian as-Suyuthi dalam Jam'ul Jawâmi' kama fi Tartibihi, jil. 6, hal. 396, yang menyebutkan bahwa Ibn Jarir ath-Thabari mensahihkan hadis tersebut dan menyebutkan bahwa hadis ini juga diriwayatkan dengan sanad yang lain, yang para perawinya semuanya tsiqah (tepercaya).

411 Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan hadis

tersebut dalam Musnad-nya, jil. 1, hal. 111, dengan sanad yang semua perawinya adalah perawi hadis sahih, yang tidak diragukan lagi, yaitu: Syarik, al-A'masy, al-Minhal, dan 'Ibad.

Kemudian al-'Allamah al-Amini berkata, "Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya, jil. 1, hal. 159, dari 'Affan bin Muslim 'tsiqah (tepercaya)' dari Abu 'Iwanah 'tsiqah', dari 'Utsman bin al-Mughirah 'tsiqah', dari Abu Shadiq Muslim al-Kufi tsiqah', dari Rabi'ah bin Najidz "tabi'in al-Kufi tsiqah", dari 'Ali Amirul Mukminin."

Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh ath-Thabari dalam Târikh-nya, jil. 1, hal. 217, dan al-Hafizh an-Nasa'i dalam al-Khashâ'ish, halaman 18.

asy-Syafi'i juga meriwayatkan hadis tersebut i dalam al-Kifâyah, hal. 89, dan Ibn Abil Hadid dalam Syarh Nahjul Balâghah, jil. 3, hal. 255.

Dan al-Hafizh

al-Kanji

Al-Hafizh Ibnu Mardawaih meriwayatkan, sebagaimana dinukil oleh as-Suyuthi di dalam Jam'ul Jawâmi', juga disebutkan dalam Kanzul 'Ummâl, jil. 6, hal. 401, setelah menyebutkan permulaan hadis tersebut, kemudian Rasulullah Saw bersabda, "Wahai Bani 'Abdul Muththalib, sesungguhnya Allah telah mengutusku kepada makhluk secara umum, dan kepada kalian secara khusus. Dia berfirman, "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." (Qs. asy-Syura [26]: 214)

Aku menyeru kepada kalian dengan dua kalimat yang ringan di lisandan berat dalam mizân (timbangan), yaitu kesaksian tidak ada Tuhan kecuali Allah dan aku adalah Rasul Allah. Siapakah yang bersedia menyambut seruanku ini dan membantuku, niscaya ia menjadi

411 saudaraku, pembantuku, washiyy-ku, ahli warisku, dan

khalifahku sepeninggalku?" Akan tetapi, tidak ada seorang pun dari mereka yang menyambut seruan itu, lalu 'Ali berdiri seraya berkata, "Aku wahai Rasulullah."

Beliau bersabda, "Duduklah kamu!" Kemudian ia mengulangi lagi untuk yang kedua

kalinya, tetapi mereka tetap diam saja. Kemudian, 'Ali kembali berdiri seraya berkata, "Aku wahai Rasulullah."

Nabi Saw bersabda. "Duduklah kamu'" Kemudian beliau mengulangi lagi untuk yang ketiga

kalinya, tetapi tetap tidak ada seorang pun di antara mereka yang menyambut seruan itu. Lalu, 'Ali berdiri seraya berkata, "Aku wahai Rasulullah."

Ia bersabda, "Duduklah! Engkau adalah saudaraku, pembantuku, washiyy-ku, ahli warisku, dan khalifahku sepeninggalku."

AI-Imamul Akbar as-Sayyid 'Abdul Husain Syarafuddin Ra berkata dalam kitabnya al-Murâja 'ât (Dialog Sunnah Syi'ah), hal. 119, "Hadis ini (hadis peringatan Nabi Saw. kepada para kerabatnya terdekat) juga disebutkan oleh Muhammad Husain Haikal al-Mishri dalam kitabnya Hayâtu Muhammad, cetakan pertama, tetapi ia tidak menyebutkannya kembali pada cetakan kedua dan ketiga dalam kitabnya tersebut.

Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahîh-nya, Ahmad dalam Musnad-nya, 'Abdullah bin Ahmad di dalam Ziyâdât al-Musnad, Ibnu Hajar al-Haitsami di dalam Jam 'ul Fawâ'id, Ibnu Qutaibah dalam 'Uyûnul Akhbâr, Ibnu 'Abdi Rabbih dalam al- 'Iqdul Farid, AI-Jahizh dalam Risâlah-nya tentang Bani Hasyim, dan Ats-Tsa'iabi dalam Tafsir-nya.

411 Aku katakan, hadis ini (hadis peringatan) Nabi Saw

kepada para kerabatnya terdekat) merupakan dalil yang terang dan hujah yang meyakinkan bahwa khalifah sepeninggal Rasulullah Saw adalah 'Ali bin Abi Thiilib As. Sebab, Rasulullah Saw mengeluarkan penyataan tentang perkara ini pada awal dakwahnya dan menjadikan 'Ali As sebagai pembantunya dalam dakwahnya ini, dimana ketika itu orang-orang yang hadir di rumahnya tidak ada satu pun yang menyambut seruan itu kecuali 'Ali As. Rasulullah Saw hingga menawarkan tiga kali kepada mereka untuk membantunya dalam dakwahnya, yang orang itu akan menjadi khalifah sepeninggalnya. Akan tetapi, setiap kali tawaran itu diajukan, setiap kali itu pula hanya 'Ali As yang bangkit berkata, "Aku wahai Rasulullah."

Akbirnya, pada kali ketiganya, Rasulullah Saw bersabda kepada 'Ali As, "Engkau (wahai 'Ali) adalah saudaraku, pembantuku (dalam dakwah ini), washiyy-ku, dan khalifahku sepeninggalku."

Demi Allah, wahai pembaea yang berpikiran bebas dan objektif, apakah ada nash lain yang lebih tegas daripada nash ini tentang kekbalifahan 'Ali As ini sepeninggal Rasulullah Saw secara langsung?

Wahai kaum Muslimin, mengapa masih saja ada kefanatikan setelah adanya nash yang tegas tentang kekbalifahan 'Ali As langsung sepeninggal Rasulullah Saw yang diriwayatkan sendiri oleh Ahlus Sunnah wal Jamaah?

Hadis Tsaqalain

Nabi Saw bersabda, "Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian tsaqalain (dua peninggalan yang sangat berharga). yaitu: Kitabullah (al-Quran) dan

411 keturunanku Ahlulbaitku, selama kalian berpegang teguh

kepada keduanya nisacaya kalian tidak akan sesat selamanya."

Hadis di atas sangat terkenal sehingga tidak perlu lagi disebutkan sumbernya karena ia diriwayatkan oleh dua golongan, Ahlus Sunnah dan Syi'ah, dan keduanya pun mengakui kesahihan hadis tersebut. Hadis ini dikenal oleh kalangan khusus dan umum, bahkan dihafal oleh anak kecil, orang besar, alim, dan orang bodoh sekali pun.

Akan tetapi, para perawi berselisih dalam redaksi hadis yang mulia ini, namun perselisihan ini tidak mengubah makna dan substansi hadis tersebut. Perbedaan ini membuktikan bahwa Rasulullah Saw mengucapkan sabdanya tersebut dalam beberapa tempat dan kesempatan, sebagaimana banyaknya perawi hadis tersebut menunjukkan bahwa beliau mengucapkan sabdanya tersebut dalam beberapa tempat yang berbeda.

Di antaranya, ketika Nabi Saw melaksanakan Haji Wada' pada hari Arafah di hadapan kumpulan orang banyak; dan juga pada hari Ghadir Khum dalam khutbahnya yang terkenal itu; dan di antaranya pula, ketika ia sakit menjelang kewafatannya, yaitu ketika ia berwasiat bagi umatnya. 123

Kami akan menyebutkan kepadamu wahai pembaca yang budiman, sebagian Imam Ahlus Sunnah yang meriwayatkan hadis tsaqalain tersebut di dalam kitab-kitab sahih mereka, sunan, musnad, tafsir, sejarah, dan lainnya, dengan sanad dan jalur yang beragam agar menambah kejelasan dan ketenangan.

Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam Musnad-nya

123 . Lihat, al-Imam al-Hujjah asy-Syaikh, Muhammad al-Husain al-

411 dari Abu Sa'id al-Khudri dari Nabi Saw, ia bersabda,

"Sesungguhnya telah dekat bagiku untuk dipanggil (Tuhanku), aku pun akan memenuhi panggilan itu. Dan sesungguhnya aku tinggalkan tsaqalain (dua peninggalan yang sangat berharga) kepada kalian, yaitu: Kitabullah 'Azza wa Jalla dan keturunanku. Kitabullah adalah tali (Allah) yang terbentang dari langit ke bumi, dan keturunanku Ahlulbaitku. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui telah memberi tahuku bahwa keduanya tidak akan berpisah sehingga keduanya berjumpa denganku di Haudh. Oleh karena itu, perhatikanlah kalian dalam memperlakukan keduanya sepeninggalku. " 124

Ahmad bin Hanbal juga meriwayatkan dalam sumber yang sama, halaman 26, dari Abu Sa'id al-Khudri hadis yang lain. Demikian juga pada halaman 59, dari Abu Sa'id al- Khudri hadis yang lain.

Ia juga meriwayatkan pada juz keempat, halaman 367, dari Zaid bin Arqam hadis yang lain. Disebutkan dalam Shahîh Muslim bahwa Nabi Saw bersabda, "Dan aku tinggalkan kepada kalian tsaqalain (dua peninggalan yang berharga), salah satunya adalah Kitabullah (al-Qur'an) yang dalamnya mengandung petunjuk dan cahaya. Ambillah kitabullah itu dan berpegang teguhlah kepadanya," ia menganjurkan dengan dorongan yang kuat agar umatnya berpegang teguh kepada Kitabullah. Kemudian ia bersabda, "Dan Ahlulbaitku, aku mengingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlulbaitku, aku

ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlulbaitku." 125 Imam Muslim juga menyebutkan hadis yang lain

124 . Lihat, Ahmad bin Hanbal, Musnad, jil. 3, hal. 17.

411 (berkenaan dengan perintah berpegang teguh pada al-Quran

dan Ahlulbait) dalam Shahîh-nya,jil. 7, halaman 122. Al-Muttaqi al-Hindi meriwayatkan dalam Kanzul 'Ummal 126 hadis yang redaksinya hampir sarna dengan yang

diriwayatkan oleh Muslim sebelum ini. Di dalam Shahîh at-Tirmidzi diriwayatkan dari Jabir bin 'Abdillah AI-Anshari yang berkata, "Aku melihat Rasulullah Saw. di dalam Haji Wada' (Haji Perpisahan) di atas untanya 'AI-Qushwa' (nama unta Rasulullah Saw.)', beliau berkhutbah. Aku mendengar beliau bersabda, "Ayyuhannas, sesungguhnya aku telah tinggalkan kepada kalian, yang apabila kalian berpegang teguh dengannya, kalian tidak akan tersesat, yaitu: Kitabullah (Al-Quran) dan

keturunanku Ahlulbaitku." 127 At-Tirmidzi juga menyebutkan di dalam Shahîh-nya

dari Zaid bin Arqam bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian, yang apabila kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan tersesat sepeninggalku. Salah satunya lebih agung daripada yang lainnya, yaitu: Kitabullah (al-Quran), ia adalah tali yang terbentang dari langit ke bumi, dan keturunanku Ahlulbaitku. Keduanya (al-Quran dan Ahlulbait) tidak akan pernah berpisah sehingga berjumpa denganku di telaga Haudh. Oleh karena itu, perhatikanlah bagaimana kalian memperlakukan keduanya sepeninggalku."

At- Tirmidzi berkata setelah meriwayatkan hadis tersebut, "Hadis ini adalah hadis hasan." Ath-Thabari meriwayatkan hadis ini di dalam Dzakhâ'irul 'Uqbâ, halaman 16.

AI-Hakim

126 . Lihat, Al-Muttaqi al-Hindi, Kanzul 'Ummal, jil. 7, hal. 112.

412 meriwayatkannya dalam al-Mustadrak dari Zaid bin Arqam

bahwa Nabi Saw bersabda pada Haji Wada', "Sesungguhnya aku telah tinggalkan kepada kalian tsaqalain (dua peninggalan yang sangat berharga), yang salah satu dari keduanya lebih besar daripada yang lain: Kitabullah (al-Quran) dan keturunanku. Oleh karena itu, perhatikanlah kalian dalam memperlakukan

keduanya sepeninggalku. Sebab, sesungguhnya keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga

berjumpa denganku di Haudh." 128 Al-Hakim juga meriwayatkan hadis ini dalam al-

Mustadrak, halaman 148 dan 532, dan setelah menyebutkan hadis tersebut, ia berkata, "Hadis ini sahih sesuai syarat (yang ditetapkan oleh) al-Bukhari dan Muslim."

Adz-Dzahabi juga meriwayatkan hadis tersebut dalam Talkhîsh al-Mustadrak. AI-Qunduzi al-Hanafi meriwayatkan hadis tsaqalain ini dalam Yanâbi'ul Mawaddah.

Dan ia juga meriwayatkan, halaman 36, dari Imam 'Ali ar-Ridha As sesungguhnya ia berkata tentang al-'itrah (keturunan Rasulullah Saw.) ini, "Dan mereka inilah yang telah disabdakan oleh Rasulullah Saw, "Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian tsaqalain (dua peninggalan yang sangat berharga), yaitu: Kitabullah (al-Quran) dan Itrah (Ahlulbaitku). Ketahuilah! Sesungguhnya keduanya (al- Quran dan Ahlulbait) tidak akan pernah berpisah sehingga keduanya berjumpa denganku di Haudh. Oleh karena itu, perhatikanlah

dalam memperlakukan keduanya sepeninggalku. At-Tirmidzi berkata setelah meriwayatkan hadis tersebut, "Hadis ini adalah hadis hasan." Ath-Thabari meriwayatkan hadis ini dalam

414 Dzakhâ'irul 'Uqbâ, halaman 16. Al-Hakim meriwayatkannya

dalam al-Mustadrak dari Zaid bin Arqam bahwa Nabi Saw bersabda pada Haji Wada "Sesungguhnya aku telah meninggalkan kepada kalian tsaqalain (dua peninggalan yang sangat berharga), yang salah satu dari keduanya lebih besar daripada yang lain: Kitabullah (AI-Quran) dan keturunanku. Oleh karena itu, perhatikanlah kalian dalam memperlakukan keduanya sepeninggalku. Sebab, sesungguhnya keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga berjumpa denganku di Haudh.."

Al-Hakim juga meriwayatkan hadis ini dalam al- Mustadrak, halaman 148 dan 532, dan setelah menyebutkan hadis tersebut, ia berkata, "Hadis ini sahih sesuai syarat (yang ditetapkan oleh) al-Bukhari dan Muslim."

Adz-Dzahabi juga meriwayatkan hadis tersebut dalam Talkhîsh al-Mustadrak. AI-Qundfizi al-Hanafi meriwayatkan hadis tsaqalain ini dalam Yandâi'ul Mawaddah.

Dan ia juga meriwayatkan, halaman 36, dari Imam 'Ali ar-Ridha As sesungguhnya ia berkata tentang al- 'itrah (keturunan Rasulullah Saw.) ini, "Dan mereka inilah yang telah disabdakan oleh Rasulullah Saw., 'Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian tsaqalain (dua peninggalan yang sangat berharga), yaitu: Kitabullah (al-Quran) dan keturunan (itrah) Ahlulbaitku. Ketahuilah! Sesungguhnya keduanya (al-Quran dan Ahlulbait) tidak akan pernah berpisah sehingga keduanya berjumpa denganku di Haudh. Oleh karena itu, perhatikanlah kalian

dalam memperlakukan keduanya sepeninggalku. Ayyuhannas, janganlah kalian mengajari mereka karena sesungguhnya mereka itu lebih tahu daripada kalian."

Ibn Katsir meriwayatkan hadis tsaqalain ini dalam

410 Tafsir-nya, jil. 3, halaman 486. Ibn Hajar meriwayatkan

dalam Shawâ'iq-nya hadis tsaqalain ini dengan jalur riwayat yang banyak, dan pada Bab Kesebelas dalam kitab tersebut, ia berkata, "Ketahuilah! Sesungguhnya hadis yang memerintahkan (kaum Muslim) berpegang teguh pada Kitabullah dan Ahlulbait Nabi Saw itu mempunyai jalur riwayat yang banyak, ia diriwayatkan oleh lebih dari dua puluh sahabat Nabi Saw. Dalarn suatu riwayat, ia mengucapkan hadisnya tersebut pada waktu Haji Wada' di 'Arafah; dalam riwayat lain, ia sabdakan di Madinah, yaitu ketika ia sakit parah dan di kamarnya yang ketika itu para sahabatnya berkumpul; dalam riwayat lain, ia mengucapkannya di Ghadir Khum; dan pada riwayat yang lain, beliau mengucapkannya ketika ia berkhutbah sepulangnya ia dari Thaif.

Riwayat-riwayat tersebut sama sekali tidak bertentangan karena sangat mungkin Nabi Saw mengulangi sabdanya tersebut kepada para sahabatnya di beberapa tempat yang berbeda. Sebab, ia sangat memperhatikan hal yang sangat penting tersebut, yaitu: al-Quran dan al- 'itrah ath-thahirah (keturunan Nabi Saw yang suci)."

Di dalam Târikh al-Ya'qubi disebutkan bahwa Nabi Saw bersabda, "Ayyuuhannas, sesungguhnya aku akan mendahului kalian (menghadap Tuhanku), sedangkan kalian akan mendatangiku di Haudh. Dan sesungguhnya aku akan menanyakan kepada kalian tentang tsaqalain (dua peninggalan yang sangat berharga). Oleh karena itu, perhatikanlah

dalam memperlakukan keduanya sepeninggalku.: Para sahabat bertanya, "Apakah itu tsaqalain wahai Rasulullah?"

412 Rasulullah Saw menjawab, 'Tsaqal (peninggalan yang

sangat berharga) yang salah satunya adalah Kitabullah, ujung talinya yang satu berada di tangan Allah, sedangkan ujung yang satunya lagi berada di tangan kalian. Maka, berpegang teguhlah kalian dengannya, janganlah kalian sampai tersesat dan jangan pula mengubahnya. Dan Keturunanku Ahlulbaitku."

Masih banyak para imam hadis yang meriwayatkan hadis tsaqalain ini, di antara mereka adalah: Ad-Darimi dalam Sunan-nya,jil. 2, halaman 432. An- Nasa'i dalam Khashâ 'ish-nya, halaman 30. AI-Kanji asy-Syafi'i dalam Kifâyatuth Thâlib, Bab Pertama, halaman 2. Abu Dawud dan Ibnu Majah al-Quzwaini dalam

kitab keduanya. Abu Na'im aI-Ishfahani dalam Hilyah-nya, jil. I, halaman 355. Ibnu al-Atsir dalam Asadul Ghâbah, jil. 2, halaman

12, dan jil. 3. halaman 147. Ibn 'Abdi Rabbih dalam AI-'lqdul Farid, jil. 2, halaman 158 dan 346. Ibn AI-Jauzi dalam Tadzkiratul Khawâsh, bab kedua belas, halaman 332. Al-Halibi asy-Syiifi'i dalam lnsânul 'Uyûn, jil. 3, halaman 308. Ats-Tsa'iabi dalam al-Kasyfu wal Bayân tentang tafsir ayat al- i'tishâm dan tafsir ayat ats-tsaqalân. AI-Fakhrur Razi dalam Tafsir-nya, jil. 3, halaman 18, tentang tafsir ayat al-i'tishâm. An-Naisaburi dalam Tafsir-nya, jil. I, halaman 349, tentang tafsir ayat al-i'tishâm.

411 Al-Khazin dalam Tafsir-nya, jil. I, halaman 257,

tentang tafsir ayat al-a'tishâm, dan dalam jil. 4, halaman 94, tafsir ayat al-mawaddah. Dan tentang tafsir ayat, ar-rahman.

Ibn Katsir ad-Dimasyqi dalam Tafsir-nya, jil. 4, halaman 113, tentang tafsir ayat al-mawaddah., dan jil. 3, halaman 485, tentang tafsir ayat at-tathhir, dan juga dalam Târikh-nya, jil. 5, tentang hadis Ghadir Khum.

Ibn Abil Hadid dalam Syarh Nahjul Balâghah, jil. 6, halaman 130, tentang makna al- 'itrah.

Asy-Syablanji dalam Nurul Abshâr, halaman 99. Ibn Shibagh al-Maliki dalam al-Fushulul Muhimmah,

halaman 25. Al-Hamuyini dalam Farâ'idus Simthain dengan sanadnya dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas. Dan al-Baghawi asy-Syafi'i dalam Mashâbilush Sunnah, jil. 2, halaman 205-206. Al-Imam Syarafuddin al-Musawi Ra berkata dalam kitabnya al-Murâja'ât (Dialog Sunnah Syi'ah), halaman 22, "Hadis yang menunjukkan keharusan berpegang teguh kepada tsaqalain (al-Quran dan Ahlulbait) adalah hadis yang sahih, bahkan mutawatir, yang diriwayatkan oleh lebih dari dua puluh sahabat. Rasulullah Saw telah menyampaikan hadis tersebut dalam beberapa tempat dan kesempatan.

Nabi Saw pernah menyampaikan hadis tsaqalain itu pada hari Ghadir Khum, ia juga pernah menyampaikannya pada hari Arafah pada waktu Haji Wada', pernah ia sampaikan sepulang dari Thaif, pernah ia sampaikan di atas mimbarnya di Madinah, dan pernah juga ia sampaikan di kamarnya yang diberkati, yang ketika itu ia sedang sakit dan kamarnya waktu itu dipenuhi oleh para sahabat. Ia bersabda, "Ayyuhannas sudah dekat saatnya nyawaku akan dicabut

411 dengan cabutan yang cepat, lalu aku pun akan meningalkan

kalian. Sungguh, aku telah memberikan nasihat kepadamu. Maafkanlah aku. Ketahuilah! Sesungguhnya aku telah tinggalkan kepadamu Kitabullah dan Itrah Ahlulbaitku."

Kemudian ia meraih tangan 'Ali dan mengangkatnya, ia bersabda, "Ali bersama al-Qur'an dan al- Qur'an bersama 'Ali, keduanya tidak akan berpisah sehingga berjumpa denganku di Haudh."

Hadis ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani, an- Nabhani dalam Arba'inal Arbâi'in, dan as-Suyuthi dalam Ihyâ'ul Mayyit.

Dan engkau tahu bahwa khutbah Rasulullah Saw, itu tidaklah terbatas pada kalimat itu saja. Sebab, tidaklah mungkin dikatakan kepada orang yang hanya mengucapkan kalimat pendek seperti itu bahwa ia berkhutbah kepada kami. Akan tetapi, politik sungguh telah mengunci lisan para perawi hadis dan menahan pena para penulis. Kendati demikian, setetes air dari lautan tersebut telah memadai dan mencukupi, dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.

Ihwal hadis tsaqalain, al-Allamah al-Hujjah al-Kabir as-Sayid Hasyim al-Bahrani menyebutkan dalam bukunya Ghayatul Maram, hal. 211, tiga puluh sembilan jalur riwayat dari Ahlus Sunnah, sebagaimana ia menyebutkannya dalam buku yang sama, hal. 217, delapan puluh dua jalur riwayat dari Syi'ah dari Ahlulbait.

Hadis tsaqalain ini juga disebutkan oleh as-Sayid al- Ajal al-Mubajjal (yang diagungkan) al-Imam al-Akbar pemuka mazhab Ahlulbait Ayatullah al-Uzmah as-Sayid Mir Hamid Husain an-Naisaburi, kemudian al-Hindi, dalam 'Aqabât-nya.

Masih banyak lagi yang meriwayatkan hadis

411 tsaqalain ini, bahkan jumlah mereka mencapai sekitar dua

ratus ulama dari berbagai mazhab, dan lebih dari tiga puluh sahabat Nabi Saw, yang seluruhnya meriwayatkan hadis tersebut dari Nabi Saw.

Aku katakana, siapa saja yang berpikiran jernih dan objektif, niscaya ia akan mengakui kesahihan hadis tsaqalain tersebut, yang menunjukkan bukti yang nyata dan jelas atas kekhalifaan Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As dan anak keturunannya, sebelas Imam Maksum. Sebab, Nabi Saw, telah menyandingkan mereka (Ahlulbait) dengan al- Qur'an. Al-Qur'an adalah rujukan utama bagi umat Islam, tidak ada yang meragukan hal itu, dari mulai awal dakwah sampai akhir dunia, demikian juga 'Ali dan anak keturunannya yang diberkati, sebelas Imam Ahlulbait As.

Rasulullah Saw juga telah menjadikan berpegang teguh kepada keduanya, al-Qur'an dan Ahlulbait, sebagai syarat terbebas dari kesesatan, sedangkan barangsiapa yang berpaling dari keduanya, niscaya akan celaka dan binasa. Oleh karena itu, ia menyandingkan Ahlulbait dengan al- Qur'an dan memerintahkan umatnya untuk berpegang teguh kepada keduanya secara bersamaan. Dengan demikian, tidak diperbolehkan bagi kaum Muslimin untuk hanya mengikuti salah satu dari keduanya dan meninggalkan yang lainnya.

Oleh karena itu, setiap Muslim dan Muslimah wajib berpegang teguh kepada tsaqalain, al-Qur'an dan Ahlulbait, secara bersamaan; bukan hanya mengikuti al-Qur'an lalu meninggalkan Ahlulbait, atau sebaliknya. Al-Qur'an dan Ahlulbait merupakan satu tali ikatan yang kuat, yang tidak mungkin diputuskan di antara keduanya, satu sama lainnya saling bergandengan erat. Akan tetapi Ahlulbait adalah lisan yang berbicara, sedangkan al-Qur'an diam, tidak berbicara.

411 Kita tidak akan mampu berpegang teguh kepada al-

Qur'an, tanpa melalui jalan Ahlulbait. Lantaran, pengetahuan tentang al-Qur'an, seperti menyingkap rahasia-rahasianya, membedakan antara yang muhkam dan mutasyabihat, dan nasikh dan mansukhnya tidak akan benar, kecuali dengan keterangan dan penjelasan mereka. Oleh karena itu, mengikuti keduanya secara bersamaan adalah jalan keselamatan, tidak ada keraguan tentang hal itu.

Adapun orang yang berpaling dari keduanya, atau salah satu darinya, ia akan binasa dan merugi, ia tidak akan mendapatkan keselamatan. Lantaran, Rasulullah Saw sendiri yang memerintahkan umatnya untuk berpegang teguh kepada keduanya secara bersama-sama, sedangkan ia tidaklah pernah memerintahkan atau melarang sesuatu yang sia-sia. Ia tidaklah mengucapkan sesuatu mengikuti hawa nafsunya, ucapannya itu tidak lainya hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya. Oleh karena itu, merupakan keharusan dan kewajiban berpegang teguh kepada al-Qur'an dan Ahlulbait Nabi Saw yang telah disucikan, demi mendapatkan keselamatan dan keberuntungan yang besar serta kenikmatan yang abadi.

Imam Syarafuddin al-Musawi berkata dalam al- Murâja'ât (Dialog Sunni-Syiah), hal. 23 (dalam edisi Arabnya), "Sesungguhnya pemahaman (yang benar) dari sabda Nabi Saw, "Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian, yang apabila kalian berpegang teguh kepada keduanya, niscaya kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah dan Itrahti (keturunanku)," adalah siapa saja yang tidak berpegang teguh kepada keduanya secara bersamaan, niscaya ia akan tersesat.

Hal ini dikuatkan dalam sabda Nabi Saw, ihwal hadis

411 tsaqalain yang diriwayatkan oleh ath-Thabarani, ia bersabda,

"Janganlah kalian mendahului keduanya sehingga kalian akan binasa, janganlah kalian tertinggal dari keduanya sehingga kalian akan binasa, dan janganlah kalian mengajari mereka karena sesungguhnya mereka itu lebih tahu daripada kalian."

Ibnu Hajar berkata, "Sabda Rasulullah Saw, Janganlah kalian mendahului keduanya sehingga kalian akan binasa, janganlah kalian tertinggal dari keduanya sehingga kalian akan binasa, dan janganlah kalian mengajari mereka karena sesungguhnya mereka itu lebih tahu daripada kalian," menunjukkan bahwa mereka (Ahlulbait) harus didahulukan dalam kedudukan-kedudukan yang tinggi dan tugas-tugas

keagamaan…" 129

129 . Kemudian Imam Syarafuddin al-Musawi Rah mengatakan dalam komentarnya atas pernyataan Ibnu Hajar tersebut, "Lihatlah dalam bab

wasiat Nabi Saw, hal. 153 dalam kitabnya ash-Shawâiq, "Kemudian tanyalah kepadanya mengapa ia lebih mendahulukan al-Asy'ari daripada mereka (para Imam Ahlulbait) dalam ushuluddin dan imam fiqih yang empat (Abu Hanifah, Malik, Ahmad bin Hanbal dan asy-Syafi'i) daripada mereka? Dan mengapa ia juga lebih mengedepankan 'Imran ibnu Haththan dan semisalnya dari golongan Khawarij daripada mereka, lebih mendahulukan Muqatil bin Sulaiman seorang penganut paham Murji'ah dalam ilmu tafsir daripada mereka, dan lebih mendahulukan Ma'ruf dan semisalnya dalam ilmu akhlak dan perilaku serta obat-obat dan penyembuhan jiwa mereka? Kemudian bagaimana mungkin ia mengakhirkan kekhilafahan umum dari Nabi Saw, saudara dan walinya, yang tidak ada seorang pun yang dapat menyampaikan sesuatu dari Nabi Saw selain melaluinya, yaitu Ali bin Abi Thalib As, kemudian ia mengutamakan urusan khilafah kepada anak-anak cecak (Marwan bin Hakam) daripada anak-anak Rasulullah Saw?" Oleh karena itu, barangsiapa yang berpaling dari Ahlulbait Nabi Saw yang telah disucikan itu dari semua yang telah kami sebutkan itu, yaitu dari kedudukan- kedudukan yang tinggi dan tugas-tugas keagamaan, lalu ia mengikuti para

411 Aku katakan, "Sesungguhnya Rasulullah Saw

menamakan keduanya (al-Qur'an dan Ahlulbait) "tsaqalain" lantaran keduanya sangat penting dan sangat berharga. Dalam bahasa Arab, sesuatu yang sangat serius dan agung serta sangat berharga nilainya biasanya disebut sebagai "tsaqal." Sebab berpegang teguh kepada keduanya bukanlah perkara yang mudah dan sederhana. Beramal dengan apa yang telah diwajibkan Allah Swt berkenaan dengan hak-hak keduanya sangatlah berat, di antaranya Ibnu Hajar dalam ash- Shawâ'iq, bab "wasiat Nabi Saw" dan juga as-Suyuthi.

Oleh karena itu, hal itu menunjukkan bahwa khilafah dan imamah terbatas pada mereka saja. Semoga Allah Swt merahmati orang yang melantunkan syair ini:

Mereka (Ahlulbait) sejajar dengan Kitabullah Hanya saja, Kitabullah itu diam sedangkan mereka itu

kitab yang berbicara Hadis tsaqalain ini juga dapat dijadikan dalil kemaksuman Ahlulbait, sebagaimana al-Qur'an merupakan kitab yang maksum, tidak ada keraguan tentang kemaksumannya. Sebab, Nabi Saw telah memerintahkan umatnya untuk merujuk kepada mereka sepeninggalnya, yang hal ini tidak terwujud kecuali terhadap orang-orang yang telah dipelihara Allah Swt dari kesalahan dan dosa.

Kemaksumam mereka (Ahlulbait) juga merupakan petunjuk jelas bahwa khilafah dan imamah hanya berlaku bagi mereka karena ia merupakan syarat dalam khilafah dan imamah. Sedangkan orang-orang selain mereka tidaklah maksum dari kesalahan dan dosa, sebagaimana disepakati oleh kaum Muslimin.

dikatakan sebagai orang yang berpegang teguh kepada Ahlulbait Nabi

Hadis Manzilah

Hadis manzilah ini merupakan sabda Nabi Saw kepada 'Ali As, "Apakah engkau tidak puas wahai 'Ali, kedudukanmu di sisiku ibarat kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi sepeninggalku."

Kaum Muslimin sepakat terhadap kesahihan hadis yang mulia tersebut, dan mereka meriwayatkan hadis tersebut dalam kitab-kitab sahih dan musnad mereka, dengan sanad-sanad yang kuat dan jalur yang banyak.

Sebab mengapa Rasulullah Saw menyampaikan hadis yang mulia ini adalah, sebagaimana yang diriwayatkan para ahli hadis dan sejarah, bahwa ketika ia hendak berangkat dalam perang Tabuk, ia menugaskan 'Ali untuk menggantikan Nabi Saw dalam mengurus Madinah. 'Ali As berkata kepada Nabi Saw, "Aku tidaklah merasa tenang bila engkau pergi ke suatu tempat, kecuali aku ikut bersamamu." Nabi Saw bersabda, "Apakah engkau tidak puas (tenang) wahai 'Ali, kedudukanmu di sisiku, seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi sepeninggalku."

Kita tidak mungkin menyebutkan semua sumber yang meriwayatkan hadis ini dalam buku sederhana ini lantaran perawi dan sumbernya sangat banyak dengan jalur yang beragam. Akan tetapi, kami akan mencoba menyebutkan beberapa perawi dan sumber hadis tersebut kepada Anda untuk mengukuhkan hujjah kami dan menambah faidah untuk kita semua.

Al-Bukhari meriwayatkan hadis manzilah ini dalam Shahîh-nya, jil. 3, hal. 54, bab "Peperangan", subbab "Perang Tabuk", juga dalam jil. 2, hal. 185, bab "Permulaan Ciptaan," bab "Manaqib 'Ali bin Abi Thalib As."

Muslim meriwayatkan hadis manzilah ini dalam

414 Shahîh-nya, jil. 3, hal. 236 dan 237, bab "Keutamaan

Sahabat," subbab "Keutamaan-keutaman 'Ali As." Ahmad meriwayatkannya dalam Musnad-nya, jil. 1, hal. 98, 118 dan 119. Al-Hakim dalam al-Mustadrak, jil. 3, hal. 109 dan ia mensahihkanya sesuai syarat yang ditetapkan oleh Bukhari dan Muslim.

Ibnu 'Abdil Barr meriwayatkannya dalam al-Isti'âb, jil.

2, hal. 473, dalam biografi 'Ali. Al-Muttaqi al-Hindi dalam Kanzul 'Ummâl, jil. 6, hal. 152-153. Ibnu Hajar al-Asqalani dalam al-Ishâbah, jil. 2, hal. 507, dalam biografi 'Ali. Ibnu Hajar dalam ash-Shawâiqul Muhriqah, hal. 30 dan 74. Asy-Syablanji dalam Nurul Abshâr, halaman 68.

Ibnu 'Abdi Rabbih dalam al- 'Iqdul Farîd, jil. 2, halaman 94. An-Nasa'i dalam Khasâ'ish-nya, halaman 7 dan 15. Al-Hafizh Abu Na'im dalam Hilyatul Auliyâ', jil. 7, halaman 96 Ibnu Hisyam dalam as-Siyar, jil. 2, halaman 520.

Abul Fida' dalam al-Bidâyah wan Nihâyah, jil. 7, halaman 339. Al-Muhibb ath-Thabari dalam Dzakhâ'irul 'Uqbâ, halaman 63. Al-Qunduzi dalam Yanâbi'ul Mawaddah, halaman 204. AI-Khawarizmi dalam al-Manâqib, halaman

79. Ibnu 'Asakir dalam Târikh-nya, jil. 4, halamn 96. Ibnu al-Atsir dalam Asadul Ghâbah, jil. 4, halaman 26. Ibnu Abil Hadid dalam Syarh Nahjul Balâghah, jil. 2, halaman 495.

Al-Kanji asy-Syafi'i dalam Kifâyatuth Thâlib, halaman 148.

410 Ibn AI-Jauzi di dalam Shafwatush Shafwah, jil. 1,

halaman 120. Abu Bakar al-Baghdadi dalam Târikh Baghdâd, jil. 2, halaman 432.

As-Sibth Ibnu al-Jauzi dalam at-Tadzkirah, halaman

22. Adz-Dzahabi dalam Tadzkiratul Hufâzh, jil. 2, halaman 95. Ibnu Sa'ad dalam ath-Thabâqatul Kubra, jil. 3, halaman 24. Al-Hamuyini dalam Farâ'idus Simthain, masih berupa manuskrip.

Ibnu al-Maghazili asy-Syafi'i dalam kitabnya Manâqib Amirul Mu'minin 'alaihis Salam, masih berupa manuskrip. Kelompok yang meriwayatkan hadis manzilah dari Ahlus Sunnah ini jumlahnya mencapai tiga puluh orang, yang kami tuturkan kepada Anda agar membuktikan kebenaran yang kami yakini, tentang wilâyah dan imâmah Ahlulbait.

Selain itu, hadis manzilah ini tidak diragukan lagi kesahihannya sesuai kesepakatan (ijma) kaum Muslim dari semua mazhab dan aliran. Bahkan, Mu'awiyah, imam kelompok durjana dan musuh Amirul Mukminin 'Ali As, orang yang memeranginya, melaknatnya di atas mimbar- mimbar kaum Muslimin, dan memerintahkan mereka untuk melaknat Imam' Ali As, tetapi meskipun permusuhannya yang demikian besar itu terhadap Imam' Ali As, ia tidak membantah hadis manzilah.

Karena besarnya kebencian Mu'awiyah al-mujrim (pelaku kejahatan) terhadap 'Ali As, ia pada suatu hari berkata kepada Sa'ad bin Abi Waqqash, "Apa yang mencegahmu untuk mencaci Abu Turab ('Ali As)?" Sa'ad menjawab, "Adapun setelah aku mendengar tiga hal yang telah disabdakan oleh Rasulullah Saw, oleh karena itu aku

412 tidak akan pemah mencacinya, seandainya aku mendapatkan

satu dari ketiga hal itu, niscaya lebih aku sukai daripada mendapatkan sekawanan unta merah (harta yang paling berharga di kalangan Arab). Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda (kepada 'Ali As), ketika itu ia memerintahkannya dalam suatu peperangan (Perang Tabuk) untuk tetap tinggal (menggantikan posisinya mengurus penduduk di Madinah), "Apakah engkau tidak puas (wahai 'Ali), kedudukanmu di sisiku, seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi sepeninggalku? 130

Hadis manzilah ini juga dinukil oleh setiap penulis yang membahas Perang Tabuk dari kalangan ahli hadis dan sejarah.

Ia juga dinukil oleh setiap penulis yang menuliskan biografi Imam' Ali As dari semua mazhab, baik terdahulu maupun yang terkemudian.

Dan juga diriwayatkan oleh setiap ulama dan para imam yang menulis tentang manakib Ahlulbait dan keutamaan-keutamaan sahabat.

Hadis manzilah (kedudukan 'Ali di sisi Nabi Saw seperti kedudukan Harun di sisi Musa) ini diakui kesahihannya oleh para ulama terdahulu dan terkemudian.

Aku katakan, hadis manzilah yang mulia ini secara jelas menunjukkan keutamaan Amirul Mukminin 'Ali As menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah Saw secara langsung.

130 . Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya, jil. 2, hal. 234. Bab "Keutamaan-keutamaan 'Ali", al-Hakim dalam al-Mustadrak, pada

permulaan hal. 109, jil. 3, dan ia mensahihkanya sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim, dan adz-Dzahabi dalam Talkhish-nya, dan ia mengakui

411 Imam Syarafuddin Ra. berkata dalam kitabnya al--

Murâja'ât (Dialog Sunnah-Syi'ah), "Hadis (manzilah) ini secara jelas menunjukkan dalil yang kuat lagi meyakinkan dan keterangan yang nyata bahwa 'Ali adalah putra mahkota Rasulullah Saw dan khalifah sepeninggalnya. Bukankah Anda melihat bahwa Nabi Saw telah menjadikan 'Ali sebagai walinya di dunia dan akhirat, ia mengutamakannya atas semua kerabat, menempatkan posisi 'Ali di sisinya seperti Harun di sisi Musa, dan ia tidak mengecualikan dalam semua kedudukan kecuali kenabian.

Anda mengetahui kedudukan yang paling terang bagi Harun di sisi Musa adalah pembantunya (dalam misi dakwahnya), meneguhkan dengannya kekuatannya, sekutunya dalam urusannya, dan menggantikannya dalam memimpin kaumnya serta diwajibkan bagi seluruh umatnya untuk menaatinya, sebagaimana firman Allah Swt, "Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, yaitu Harun, saudaraku, teguhkanlah denganya kekuatanku, dan jadikanlah ia sekutu dalam urusanku."(Qs. Thaha [20]: 29-32).

Firman Allah Swt, "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan

orang-orang yang membuat kerusakan." (Qs. al-A'raf [7]:142)

Dan firman Allah Swt, "Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa." (Qs. Thaha [20]: 36)

Dengan demikian, 'Ali sesuai nash tersebut adalah khalifah Rasulullah Saw pada kaumnya, pembantunya dalam keluarganya, dan sekutunya dalam urusannya berkenaan dengan kekhalifahan, bukan kenabian dan orang yang paling utama di kalangan umatnya serta orang yang berhak terhadapnya, baik selama hidup maupun setelah kematian,

411 dan ia wajib ditaati oleh umatnya, seperti Hamn yang wajib

ditaati oleh umat Musa pada zaman Musa. Rasulullah Saw juga telah menerangkan perkara ini lebih jelas sehingga tampak sangat terang dengan sabdanya, "Sesungguhnya tidak patut bagiku untuk pergi, kecuali engkau menjadi khalifahku." Sabda ini merupakan nash yang sangat jelas bahwa 'Ali As adalah khalifah Rasulullah, bahkan ia adalah nash yang terang bahwa bila Nabi Saw pergi, sedangkan ia tidak menjadikan 'Ali sebagai khalifahnya, maka ia telah melakukan sesuatu yang tidak patut ia lakukan. Sebab, hal ini merupakan perintah dari Allah 'Azza wa Jalla untuk menjadikan 'Ali sebagai khalifahnya, sebagaimana diriwayatkan berkenaan dengan tafsir tirman Allah Swt, "Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika engkau tidak kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. (Qs. al-Maidah [5]: 67)

Kemudian perhatikanlah secara saksama sabda Nabi Saw, "Sesungguhnya tidak patut bagiku untuk pergi, kecuali engkau menjadi khalifahku," niscaya engkau akan mendapati keduanya menuju pada satu tujuan. Dan hendaknya Anda juga jangan melupakan sabda Nabi Saw kepada 'Ali As, "Engkau adalah wali (pemimpin) setiap Mukmin sepeninggalku" karena sesungguhnya ia merupakan nash yang jelas bahwa 'Ali As adalah pemimpin (khalifah) dan yang menggantikannya dalam memimpin umatnya (sepeninggal Nabi Saw), sebagaimana dikatakan oleh al-Kumait Rah, "Dan sebaik-baik pimpinan setelahnya adalah walinya ('Ali As) Sumber ketakwaan dan sebaik-baik yang terdidik."

Al-'Allamah al-Hujjah al-Amini berkata dalam

411 kitabnya al-Ghadir, sabda Nabi Saw, "Apakah engkau fidak

puas wahai 'Ali, kedudukanmu di sisiku, seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi sepeninggalku," 131 ia memberikan penetapan, yaitu derajat,

amal, kedudukan, kekuasan, dan pemerintahan bagi Amirul Mukminin 'Ali As kecuali apa yang telah dikecualikan berupa kenabian.

Sebagaimana kedudukan Harun di sisi Musa, 'Ali As juga khalifah Nabi Saw dan ia menempatkan kedudukan 'Ali As seperti kedudukannya sendiri, bukan sekadar menugaskannya di Madinah, sebagaimana yang diduga sebagian orang. Sebab, sebelum penugasan ini, Rasulullah Saw telah menugaskan beberapa sahabatnya yang lain di beberapa negeri dan Madinah.

Rasulullah Saw biasa memerintahkan para sahabatnya dalam suatu misi peperangan, tetapi ia tidak pemah berkata kepada seorang pun di antara mereka, sebagaimana yang ia katakan kepada 'Ali As, sesungguhnya kedudukan ini khusus bagi 'Ali As saja, bukan untuk yang lainnya.

Hadis manzilah ini juga merupakan dalil kekhalifahan Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As sepeninggal Rasulullah Saw secara langsung, dan juga menunjukkan kemaksuman Imam 'Ali As, sama sebagaimana kemaksuman Harun, kecuali kenabian, sebagaimana yang telah Anda ketahui.

Hadis Safinah Nuh

Hadis ini merupakan sabda Nabi Saw, "Perumpamaan Ahlulbaitku seperti bahtera Nub, barang

411 siapa yang menaikinya, niscaya ia akan selamat; dan barang

siapa tertinggal darinya, niscaya ia akan tenggelam dan binasa."

Seluruh ulama Islam sepakat akan kesahihan hadis di atas (hadis safinah) dan termasuk hadis yang sangat terkenal, dimana riwayatnya hampir mencapai batas mutawatir. Hadis safinah tersebut diriwayatkan oleh tokoh- tokoh ulama dari dua golongan Islam, Ahlus Sunnah dan Syi'ah, yang jumlahnya melampaui seratus hafizh (penghafal Qur'an), imam hadis, dan ahli sejarah dalam kitab-kitab sahih dan musnad mereka. Mereka mengakui kesahihan hadis tersebut dan menerimanya dengan penerimaan yang baik.

AI-Hakim meriwayatkan dalam al-Mustadrak dengan sanad dari Hanasy al-Kinani, ia berkata, "Aku mendengar Abu Dzar berkata, sedangkan ia memegang pintu Ka'bah, "Barangsiapa mengenalku, maka aku sebagaimana yang kalian kenali; dan barang siapa yang tidak mengenalku, maka perkenalkanlah aku adalah Abu Dzarr. Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, "Perumpamaan Ahlulbaitku seperti bahtera Nuh barangsiapa yang menaikinya, niscaya ia akan selamat; dan barangsiapa yang

tertinggal darinya, niscaya ia akan tenggelam dan binasa." 132 Al-Hakim berkata, "Hadis ini sahih sesuai syarat Muslim."

Ath-Thabrani meriwayatkan di dalam Al-Ausath dari Abu Sa'id dari Nabi Saw, ia bersabda, "Sesungguhnya perumpamaan Ahlulbaitku di tengah-tengah kalian seperti bahtera Nuh barangsiapa yang menaikinya, niscaya ia akan selamat, sedangkan orang yang tertinggal darinya, niscaya ia akan tenggelam."

Ibnu Hajar meriwayatkan di dalam Shawâ'iq-nya,

411 yang bersumber dari jalur yang berbeda-beda, dimana satu

sama lainnya saling menguatkan, sabda Nabi Saw, "Sesungguhnya perumpamaan Ahlulbaitku di tengah-tengah kalian seperti bahtera Nuh barangsiapa yang menaikinya, niscaya ia akan selamat." 133

Di dalam riwayat Muslim disebutkan, "... dan barangsiapa yang tertinggal darinya, niscaya ia akan tenggelam. " Dan dalam riwayat yang lain disebutkan, "... binasa."

Nabi Saw bersabda, "Sesungguhnya perumpamaan Ahlulbaitku di tengah-tengah kalian seperti pintu pengampunan bagi Bani Israil, barangsiapa yang memasukinya, niscaya ia akan diampuni. " Dan dalam riwayat yang lain disebutkan, "... diampuni dosa-dosanya." Nabi Saw bersabda di tempat yang lain dengan jalur yang banyak, dimana sebagiannya menguatkan yang lain, "Perumpamaan Ahlulbaitku...," dalam riwayat yang lain disebutkan, "Sesungguhnya perumpamaan Ahlulbaitku...," dalam riwayat yang lain disebutkan, "Bahwa perumpamaan Ahlulbaitku...," dan dalam riwayat yang lain disebutkan, "Ketahuilah, sesungguhnya perumpamaan Ahli Bailku di tengah-tengah kalian seperti bahtera Nuh di tengah-tengah kaumnya; barangsiapa yang menaikinya, niscaya ia akan selamat; dan barangsiapa yang tertinggal darinya, niscaya ia akan tenggelam."

Dalam riwayat yang lain disebutkan, "Barangsiapa yang menaikinya, niscaya ia akan selamat, sedangkan barangsiapa yang meninggalkannya, niscaya ia akan tenggelam. Dan sesungguhnya perumpaman Ahlulbaitku di tengah-tengah kalian seperti pintu pengampunan Bani Israil,

411 barangsiapa yang memasukinya, niscaya ia akan diampuni."

Kemudian Ibnu Hajar berkata, sesudah menyebutkan hadis safinah tersebut dan hadis lainnya yang semisalnya, "Sisi perumpamaan mereka (Ahlulbait) dengan bahtera Nuh adalah bahwa barangsiapa yang mencintai mereka dan mengagungkan mereka, sebagai bentuk pengungkapan terima kasih karena nikmat yang Dia karuniakan kepadanya, serta mengikuti petunjuk ulama mereka (Ahlulbait), niscaya ia akan selamat dari kegelapan pembangkangan. Dan barangsiapa yang tertinggal dari mereka, niscaya ia akan tenggelam dalam laut kekufuran terhadap nikmat (yang dikaruniakan kepadanya) dan binasa dalam kesesatan..." 134

Al-Hamuyini meriwayatkan dalam Farâ'idush Shimthain dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas yang berkata, "Rasulullah Saw bersabda kepada 'Ali bin Abi Thalib, 'Wahai 'Ali, aku adalah kota hikmah. sedangkan engkau adalah pintunya, dan kota tidaklah didatangi kecuali

134 . Imam Syarafuddin berkata dalam al-Murâja 'ât (Dialog Sunnah Syi'ah), halaman 25, ketika menyebutkan hadis yang mulia ini (hadis

safmah), ia menukilkan hadis tersebut dari Ibnu Hajar, kemudian ia mengomentari ucapan pendusta dan an-nashibi ini (yaitu Ibnu Hajar), "Perhatikanlah ucapannya, kemudian katakanlah kepadaku, mengapa ia (Ibnu Hajar) sedikit pun tidak mengikuti petunjuk ulama mereka (ulama Ahlulbait) dalam furu'uddin (cabangcabaang agama) dan akidah- akidahnya, tidak sedikit pun dalam masalah Ushul Fiqih dan kaidah-- kaidahnya, tidak sedikit pun dalam hal ilmu-ilmu Sunnah dan Kitab, dan juga tidak sedikit pun mengikuti ulama Ahlulbait dalam hal akhlak, perilaku, dan adab. Dan mengapa ia (Ibnu Hajar) tertinggal dari mereka (ulama Ahlulbait) serta menenggelamkan dirinya dalam lautan kekufuran nikmat dan membinasakan dirinya dalam kebinasaan kesesatan? Semoga Allah memaatkannya atas setiap kebohongan-kebohongannya yang

412 dari pintunya. Bohonglah orang yang mengaku, bahwa ia

mencintaiku, namun ia membencimu. Sebab, sesungguhnya engkau dariku dan aku darimu. Dagingmu dari dagingku, darahmu dari darahku, ruhmu dari ruhku, rahasiamu dari rahasiaku, dan hal-hal yang jelas darimu adalah dariku. Engkau adalah imam umatku dan khalifahku sepeninggalku. Berbahagialah orang yang menaatimu, celakalah orang yang menentangmu, beruntunglah orang yang menjadikanmu sebagai walinya (pemimpinnya), merugilah orang yang memusuhimu, beruntunglah orang yang mengikutimu, dan binasalah orang yang meninggalkanmu. Perumpamaanmu dan perumpamaan para imam dari keturunanmu sepeninggalku, seperti bahtera Nuh. Barangsiapa yang naik dalamnya, ia akan selamat, dan barangsiapa yang tertinggal darinya, ia akan tenggelam. Dan perumpamaan kalian seperti bintang-bintang, setiap kali ada bintang yang terbenam, muncul bintang lain sampai hari kiamat."

Ibnu al-Maghazali asy-Syafi'i meriwayatkan dalam Fadhâ'il-nya dengan sanad dari Harun ar-Rasyid, dari al- Mahdi, dari al-Manshur, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Ibnu 'Abbas Ra, ia berkata, "Rasulullah Saw bersabda, "Perumpamaan Ahlulbaitku seperti Nuh, barangsiapa yang menaikinya, niscaya ia akan selamat, dan barangsiapa yang tertinggal darinya, niscaya ia akan binasa."

Asy-Syablanji meriwayatkan dalam Nurul Abshâr dari sekelompok para imam hadis dari beberapa sahabat Nabi Saw sesungguhnya Nabi Saw. bersabda, "Perumpamaan Ahlulbaitku di tengah-tengah kalian seperti bahtera Nub, barangsiapa yang menaikinya, niscaya ia akan selamat, dan barangsiapa yang tertinggal darinya, niscaya ia akan binasa."

414 Hadis yang mulia ini juga telah sampai pada derajat

mutawatir di kalangan Syi'ah. Aku katakan, ini merupakan ringkasan hadis dari topik kita ini yang kami persembahkan kepada pembaca budiman, dan sebenamya masih banyak lagi yang sengaja kami tinggalkan untuk menghemat tempat dan waktu. Kami akan menyebutkan kepadamu wahai pembaca yang mulia, sebagian nama yang meriwayatkan hadis yang mulia tersebut (hadis safinah) dari kalangan ulama Ahlus Sunnah, yaitu Muslim dalam Shahîh-nya, Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya, Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Târikh-nya, al- Hakim an-Naisaburi dalam Mustadrak-nya, al-Hamuyini dalam Dzakhâ'irul 'Uqbâ, Abu Na'im al-Ishfahani dalam Hilyah-nya dan dalam Dalâ'ilun Nubuwwah, al-Khathib al- Baghdadi dalam Târikh Baghdâd, Ibnu al-Atsir dalam Asadul Ghâbah, al-Fakhrurazi dalam Tafsir-nya, Ibnu Thalhah asy- Syafi'i dalam Mathâlibus Sa'ul, Muhibb ath-Thabari asy-Syafi'i dalam ar-Riyâdhun Nadhrah, Ibnu al-Jauzi dalam at-Tadzkirah, Ibnu ashShibagh al-Maliki dalam al-Fushulul Muhimmah, as- Suyuthi dalam al-Jâmi'ush Shaghir, Ibnu Hajar dalam Shawâ'iq- nya, asy-Syablanji dalam Nurul Abshâr, ash-Shabban al- Mishri dalam al-Is'âf dalam catatan kaki Nurul Abshâr, al- Qunduzi al-Hanafi dalam Yanâbi'ul Mawaddah, al-Kanji asy- Syafi'i dalam Kifâyatuth Thâlib, as-Samhudi, Abu al-- Muzhaffar as-Sam'ani, as-Sakhawi, dan masih banyak lagi dari ulama-ulama terkemuka Ahlus Sunnah.

Dan yang termasuk mengakui kesabihan hadis tersebut adalah Imam asy-Syafi'i, al-'Ujaili telah menisbatkan kepadanya di dalam Dzakhîratul Ma'âli bait-bait syair berikut ini,

Ketika aku telah menyaksikan manusia

410 Telah terbawa oleh mazhab-mazhab mereka

Dalam lautan kesesatan dan kebodohan Aku naik dengan nama Allah bahtera keselamatan

Mereka adalah Ahlulbait Bail al-Musthafa penutup para rasul.

Kemudian ketahuilah wahai pembaca yang budiman, sesungguhnya hadis yang mulia ini yang diriwayatkan dari pengemban risalah Saw. telah menutup jalan-jalan

yang bercabang-cabang serta tidak meninggalkan kecuali satu jalan, yaitu jalan Ahlulbait yang terang benderang.

Sesungguhnya perumpamaan Ahlulbait dengan bahtera Nuh oleh Nabi Saw merupakan kewajiban yang nyata dalam mengikuti mereka, baik dalam perkataan maupun perbuatan mereka, dan diharamkannya mengikuti siapa saja yang menentang mereka. Sesungguhnya selamatnya orang yang menaiki sebuah bahtera dari musibahg karam disebabkan oleh bahtera itu bebas dari cacat, seandainya bahtera itu terdapat cacat (kerusakan) di dalamnya, niscaya akan binasalah orang yang menaikinya, tanpa sedikit pun ada keraguan tentang hal itu. Sebab, gelombang dan badai di lautan sangatlah besar, saling berbenturan laksana gunung, sebagaimana dihikayatkan oleh al-Qur'an.

Allah Swt berfirman, "Dan bahtera itu itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedangkan anak itu berada di tempat yang jauh terpencil, "Hai anakku, naiklah (ke bahtera) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir." (Qs. Hud [11]: 42)

412 Akan tetapi, anaknya itumenolak menaiki kapal itu

karena durhaka. Allah Swt berfirman, "Anaknya menjawab, "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat

memeliharaku dari air bah. .. (Nuh menjawab perkataan anaknya itu dengan ucapannya), "Tidak ada (sesuatu pun) yang melindungi hari ini dari azab Allah (sarna sekali) selain Allah saja, Yang Maha Penyayang (dengan menaiki bahtera). (Akan tetapi, orang kafir itu terus-menerus menentang karena kesombongan yang melampaui batas).

"Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan." (Qs. Hud [11];43) Yaitu, orang-orang yang tetap dalam kekafiran mereka, mereka dibinasakan oleh gelombang badai dan Allah memusnahkan mereka. Segala puji bagi Allah atas binasanya orang-orang kafir.

Demikian juga dengan keadaan para Imam Ahlulbait 'alaihimus salam (semoga salam kesejahteraan senantiasa dilimpahkan kepada mereka) bersama umat ini. Yaitu, barangsiapa yang kembali kepada mereka (para Imam Ahlulbait), mengikuti jalan mereka yang lurus, dan berpegang teguh pada tali mereka yang kukuh, yang tidak akan pernah putus, serta mengambil dari mereka pokok- pokok agama ini (ushuluddin) dan cabang-cabangnya (furu'uddin), berperilaku dengan akhlak mereka yang agung, beradab dengan adab mereka yang mulia, dan tetap kukuh dalam ber-wilâyah kepada mereka (menjadikan mereka sebagai imam dan pemimpin) serta tulus dalam kecintaan kepada mereka, dengan tidak mendahulukan orang lain atas mereka, niscaya ia akan selamat dari petaka karam (dari lautan kesesatan) dan mendapatkan keberuntungan yang paling besar serta memperoleh keamanan dari azab Allah

dan di hari kiamat kelak, sesuai janji Allah dan Rasul-Nya.

Akan tetapi, barang siapa yang tertinggal dari mereka (para Imam Ahlulbait, yakni tidak mau mengikuti mereka) adalah seperti orang yang mencari perlindungan pada hari terjadinya banjir yang hebat ke gunung untuk melindunginya dari azab Allah, maka ia disambar oleh gelombang badai sehingga ia tenggelam dan binasa. Demikianlah keadaannya orang yang tidak mengikuti para Imam Ahlulbait, ia akan dibinasakan oleh gelombang- gelombang fitnah yang berlapis-lapis, yang sebagiannya mengikuti yang lain, seperti gelombang air bah yang terjadi pada zaman Nuh As, sarna persis tidak ada perbedaan, sesuai nash hadis.

Al-Imamul Akbar, al-Mujtahid ash-Shalih, al- Mujahid, as-Sayyid al-Muhsin al-Amin al-'Amili Rah berkata dalam kitabnya A 'yânusy Syi'ah, jil. 3, halaman 265, ketika ia menyebutkan hadis yang mulia tersebut (hadis safinah), "Ungkapan mana lagi yang lebih mengandung makna yang jelas daripada sabda Nabi Saw, "Barangsiapa yang menaikinya, niscaya ia akan selamat, dun barangsiapa yang terlinggal darinya, niscaya ia akan hinasa atau tenggelam?" Oleh karena itu, sebagaimana setiap orang yang naik bersama Nuh ke dalam bahteranya akan selamat dari tenggelam, sedangkan orang yang tidak mau naik bersamanya akan tenggelam dan binasa, demikian juga setiap orang yang mengikuti Ahlulbait, sesungguhnya ia telah menempuh di atas jalan kebenaran dan selamat dari kemarahan Allah serta beruntung dengan mendapatkan keridhaan-Nya.

Adapun orang yang menentang Ahlulbait, pasti ia akan binasa dan jatuh dalam kemurkaan Allah dan azab- Nya. Ini merupakan bukti kemaksuman mereka (para Imam

411 Ahlulbait). Sebab, jika tidak demikian halnya, maka tidaklah

setiap orang yang mengikuti mereka pasti akan selamat, sedangkan orang yang menentang mereka pasti akan binasa.

Dan ini adalah hal umum yang bersifat khusus, sebagaimana yang telah lalu di dalam hadis tsaqalain, dan yang dimaksudkan hanyalah para Imam Ahlulbait yang telah disepakati keutamaan mereka. Mereka terkenal dengan ilmu, keutamaan, kezuhudan, kewara '-an, dan ibadah. Demikian juga telah disepakati bahwa selain mereka (para Imam Ahlulbait) tidak ada yang maksum, sedangkan orang yang tidak maksum tidaklah dijamin bahwa pengikutnya akan selamat dan penentangnya akan binasa..."

Aku katakan, sesungguhnya hadis yang mulia ini merupakan hujjah yang tidak terbantahkan dan dalil yang kuat atas keyakinan Syi'ah dan pengikut Ahlulbait bahwa khalifah sepeninggal Rasulullah Saw adalah 'Ali bin Abi Thalib As dan sesudahnya adalah keturunannya yang terpilih, dan ini sesuai dengan nash hadis bahwa siapa saja yang berpegang teguh dengan Ahlulbait akan selamat, sedangkan yang menentang mereka pasti akan binasa.

Oleh karena itu, tidaklah benar bagi seseorang untuk menyanggah hujah Ahlulbait dan mengikuti selain mereka, lalu ia mengaku mendapatkan keselamatan. Aku memohon kepada Allah Swt agar memberikan petunjuk kepada kaum Muslimin pada jalan yang lurus dan menyatukan mereka untuk mengikuti kebenaran serta mengilhamkan kepada mereka pendapat yang benar. Sesungguhnya Dia adalah Zat Yang Memberi petunjuk pada jalan yang lurus.

Hadis Kota IImu

Hadis ini merupakan sabda Nabi Saw, "Aku adalah kota ilmu. Sedangkan 'Ali pintunya." Sesungguhnya hadis yang mulia ini (hadis kota ilmu) termasuk hadis sahih yang disepakati oleh seluruh ulama Islam, yaitu: para hafizh (penghafal Qur'an), sejarawan, dan imam hadis. Hadis ini telah dinukil secara mutawatir dari para sahabat Nabi Saw dan tabiin dari kalangan ulama Islam dari berbagai aliran.

Adapun dari kalangan sahabat yang meriwayatkan hadis tersebut sangatlah banyak, di antara mereka adalah: Al-Imam Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As; Al-Imam al-Hasan bin 'Ali As; 'Abdullah bin' Abbas, Jabir bin' Abdillah al-Anshari;

'Abdulliih bin Mas'ud, Hudzaifah bin al-Yaman, 'Abdullah bin 'Umar, Anas bin Malik, dan' Amru bin Ash.

Sedangkan dari kalangan tabiin yang meriwayatkan hadis tersebut di antara mereka adalah: Al-Imam Zainal 'Abidin 'Ali bin al-Husain As dan anaknya (al-Imam Muhammad al-Baqir As), Asbagh bin Nubatah, Jarir, al-Harits bin' Abdillah al-Hamdani al-Kufi, Sa'ad bin Tharif al-Hanzhali al-Kufi, Sa'ad Ibnu Zubair al- Asadi al-Kufi, Salamah bin Kuhail al-Hadhrami al-Kufi, Sulaiman bin Mihran al-Asadi al-A'masy al-Kufi, 'Ashim bin Hamzah as-Saluli al-Kufi, 'Abdullah bin 'Utsman Ibnu Khainam al-Qari' al-Makki, 'Abdurrahman bin 'Utsman, 'Abdullah bin Husailah al-Muradi Abu 'Abdillah ash- Shunabihi, dan Mujahid bin Jubair Abul Hajja al-Makhzumi al-Makki.

Adapun dari kalangan ulama yang mensahihkan hadis tersebut atau menghasankannya sangatlah banyak, di

411 antara mereka adalah:

Ath-Thabari dalam Tahdzibul Atsâr, al-Hakim dalam al-Mustadrak, as-Suyuthi dalam Jam'ul Jawami, al-Bairuni dalam Asnal Mathâlib, al-Muttaqi dalam Kanzul 'Ummâl, Fadhlullah bin Rauzabahan asy-Syirazi dalam kitabnya Ibthâul Bâthil, al-Fairuzi Abadi dalam Naqdush Shahîh, Ibnu Hajar al-'Asqalani dalam sebagian fatwanya, sebagaimana disebutkan oleh as-Suyuthi dalam al-La'âli al-Mashnû'ah dan Jam 'ul Jawâmi', as-Sakhawi dalam al-Maqâshid al-Hasanah, Muhammad bin Yusuf asy-Syami dalam Subulul Hudâ war Rasyâd fi Asmâ'il Khairil 'Ibâd, Ibnu Hajar dalam ash- Shawâ'iqul Muhriqah dan al-Munahil Makkiyyah fi Syarhil Qashidah al-Kamziyyah, al-Manawi dalam Faidhul Qadir Syarhul Jâmi 'ush Shaghîr, 'Abdul Haqq ad-Dahlawi dalam al- Luma 'ât, dan ash-Shabban al-Mishri dalam Is'âfur Râghibin.

Sumber-sumber ini yang dapat kami sebutkan, sedangkan yang tidak kami sebutkan masih lebih banyak lagi, dimana semuanya merupakan para ulama terkemuka.

Hadis safinah ini diriwayatkan oleh para ulama terkemuka di dalam kitab-kitab sahih dan musnad mereka, di antaranya:

Al-Hakim menyebutkan dalam al-Mustadrak, ia berkata, "Abul 'Abbas Muhammad bin Ya'qub menceritakan kepada kami, Muhammad bin 'Abdur Rahim al-Harawi menceritakan kepada kami di Ramlah, Abush Shalt Abdus Salam bin Shalih menceritakan kepada kami, Abu Mu'awiyah menceritakan kepada kami dari al-A'masy, dari Mujahid, dari Ibnu 'Abbas Ra yang berkata, "Rasulullah Saw, bersabda, "Aku adalah kota ilmu, sedangkan 'Ali adalah pintunya, Barangsiapa yang ingin masuk ke sebuah

411 kota, hendaklah dia mendatangi pintunya." 135

Hadis ini sahih sanadnya, tetapi al-Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya. Al-Khathib al-Baghdadi menyebutkan dalam Târikh Baghdâdi, ia berkata, "Yahya bin 'Ali ad-Daskuri menceritakan kepada kami, Abu Bakar Muhammad bin al- Muqri menceritakan kepada kami di Isfahan, Abu ath- Thayyib Muhammad bin' Abdush Shamad ad-Daqqaq aI- Baghdadi menceritakan kepada kami, Ahmad bin 'Abdillah Abu Ja'far al-Maktab menceritakan kepada kami, 'Abdur Razzaq menceritakan kepada kami, Sutyan Ats- Tsauri menceritakan kepada kami dari 'Abdullah bin 'Utsman bin Khaitsam, dari 'Abdurrahman bin 'Utsman yang berkata, "Aku mendengar Jabir bin' Abdillah Ra berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw, sambil memegang tangan 'Ali bin Abi Thalib As, bersabda, "Ini adalah pemimpin orang- orang yang saleh, yang memerangi orang-orang yang durhaka. Allah akan menolong orang yang menolongnya dan menelantarkan orang yang menelantarkannya. Aku adalah kota ilmu sedangkan 'Ali adalah pintunya, barangsiapa hendak memasuki suatu kota, hendaklah ia mendatangi (melewati) pintunya." 136

dalam Yanâbi'ul Mawaddah, ia berkata, "Ibnu 'Adi dan al-Hakim

Al-Qunduzi

menyebutkan

meriwayatkan dari Jabir yang berkata, "Rasulullah Saw bersabda, "Aku adalah kota ilmu, sedangkan 'Ali pintunya. Barangsiapa yang menghendaki ilmu, hendaklah dia

mendatangi pintunya." 137

135 . Lihat, Al-Hakim, al-Mustadrak, jil. 3, hal. 126. 136 . Lihat, Al-Khathib al-Baghdadi, Târikh Baghdâdi, jil. 2, hal. 377.

411 Ibnu Hajar menyebutkan dalam Shawâ'iq-nya, ia

berkata, "Diriwayatkan dari al-'Uqaili dan Ibnu 'Adi dari Ibnu 'Umar yang berkata, "Rasulullah Saw bersabda, "Aku adalah kota ilmu, sedangkan 'Ali adalah pintunya." Dan dalam riwayat yang lain disebutkan, "Barangsiapa yang menghendaki ilmu, hendaklah ia mendatangi pintunya." 138

Ibn Katsir menyebutkan dalam al-Bidâyah wan Nihâyah, ia berkata, "Suwaid bin Sa'id meriwayatkan dari Syarik, dari Salamah, dari ash-Shunabihi, dari 'Ali secara marfu', "Aku adalah kota ilmu, sedangkan 'Ali adalah pintunya. Barangsiapa yang menghendaki ilmu, hendaklah

ia mendatangi pintu kota. " 139 AI-Muttaqi menyebutkan di dalam Kanzul 'Ummâl

yang dicetak pada catatan kaki al-Musnad, ia berkata, "Diriwayatkan hadis dari 'Ali sama seperti yang tercantum dalam al-Bidâyah wan Nihâyah." 140

Ibnu 'Abdil Barr menyebutkan dalam al-Isti'âb, ia berkata, "Diriwayatlkan dari Nabi Saw sesungguhnya ia bersabda, "Aku adalah kota ilmu, sedangkan 'Ali adalah pintunya. Barangsiapa yang menghendaki ilmu, hendaklah ia

mendatangi pintunya." 141 Al-Muhibb ath-Thabari menyebutkannya dalam ar-

Riyâdhun Nadhrah. 142 Ia juga meriwayatkan hadis tersebut dari jalur Ibnu

'Umar seperti yang telah disebutkan dalam al-Isti'âb. Ia juga menyebutkan hadis tersebut dalam

138 . Lihat, Ibnu Hajar, Shawâ'iq, hal.37. 139 . Lihat, Ibn Katsir, al-Bidâyah wan Nihâyah, jil. 7, hal. 358. 140 . Lihat, AI-Muttaqi, Kanzul 'Ummâl, jil. 5, hal. 30. 141 . Lihat, Ibnu 'Abdil Barr, al-Isti'âb, jil. 2, hal. 461.

022 Dzakhâ'irul Uqbâ. 143

Ibnu Abil Hadid al-Mu'tazili menyebutkannya dalam Syarh Nahjul Balâghah. 144

Masih banyak lagi para ulama Ahlus Sunnah yang meriwayatkan hadis yang mulia tersebut di dalam kitab-kitab karangan mereka dan kitab-kitab sahih dan musnad, seperti Ibnu al-Atsir dalam Asadul Ghâbah, jil. 4, halaman 22.

Al-Kanji asy-Syafi'i dalam Kifâyatuth Thâlib, halaman

99. Al-Hamuyini dalam Farâ'idus Simthain, manuskrip. Adz-Dzahabi dalam Talkhishul Mustadrak. jil. 3,

halaman 126. Ibnu Hajar al-'Asqalani dalam Lisânul Mizân, jil. 1, halaman 432, dan dalam Tahdzib at-Tahdzib, jil. 6, halaman 320. As-Sakhawi dalam al-Maqâshidul Hasanah, halaman

97. An-Nabhani dalam al-Fathul Kabir, jil. 1, halaman 276. As-Suyuthi dalam Târikhul Khulafâ', halaman 170, dan dalam al-Jâmi'ush Shaghîr, jil. 1, halaman 364. Ibnu al-Jauzi dalam Tadzkiratul Khawâsh, halaman 53. Dan masih banyak lagi selain mereka yang tidak

mungkin disebutkan semuanya dalam buku ini. Singkat kata, hadis dalam topik kita ini (hadis kota ilmu) secara nyata menunjukkan kekhalifahan Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As sepeninggal Rasulullah Saw secara langsung, yaitu sabda Nabi Saw, "Aku adalah

143 . Lihat, Al-Muhibb ath-Thabari Dzakhâ'irul Uqbâ, hal. 77. 144 . Lihat, Ibnu Abil Hadid al-Mu'tazili, Syarh Nahjul Balâghah, jil. 2, hal.

024 kota ilmu, sedangkan 'Ali pintunya." Sebab, Rasulullah Saw

telah menjadikan 'Ali As sebagai pintu kota yang didatangi oleh para pencari ilmu dari semua penjuru.

Ia tidak memberikan mandat yang mulia ini kepada seorang pun dari sahabatnya, keeuali kepada 'Ali As karena tidak adanya kemampuan seorang pun dari mereka dalam menjalankan tugas yang berat ini.

Al-Imamul Akbar, al-Mujadid al-A'zham, Sayyidu ath-Tha'ifah, as-Sayyid Mir Hamid Husain an-Naisaburi al- Hindi menyebutkan dalam kitabnya 'Aqabâtul Anwâr hadis Nabi Saw, "Aku adalah kota ilmu, sedangkan 'Ali pintunya." Kemudian ia menjadikan hadis tersebut sebagai dalil kekhalifahan Amirul Mukminin 'Ali As sepeninggal Nabi Saw secara langsung.

Ia mengemukakan delapan puluh dalil yang kuat dan hujjah yang kukuh serta keterangan yang sangat jelas tentang

hal tersebut. Silakan Anda rujuk kitab Aqabâtul Anwâr. 145

145 . Sesungguhnya kitab 'Aqabâtul Anwâr adalah termasuk kitab yang paling agung dan paling penting. Ia merupakan mutiara dari mutiara-

mutiara zaman dan merupakan barang berharga yang langka serta kebanggaan masanya. Belum pemah seorang penulis pun yang mengarang kitab sebagus itu. Demi Allah, pena ini tidak sanggup menyifatkan mutiara yang berharga ini, yang dengannya Allah Swt memberikan petunjuk-Nya kepada kepada manusia dan golongan-- golongan dalam jumlah yang sangat besar, di India dan negeri-negeri lainnya. Mereka menerima dan menjadi pengikut mazhab Ahlulbait, yang tidak ada sedikit pun keraguan tentang kebenarannya. Kitab ini pada permulaannya ditulis oleh al-Imamul Akbar dan seorang marji' tertinggi pada masanya, yaitu Ayatullah al-'Uzhma as-Sayyid Mir Hamid Husain anNaisaburi al-Hindi, yang nasabnya bersambung kepada Imam Musa al- Kazhim As. Ia menulis beberapa jilid di antaranya, lalu ia menghadap Tuhannya (wafat) sebelum sempat menyelesaikan kitabnya tersebut.

Kesimpulan

Sesungguhnya kelima hadis yang telah kami sebutkan adalah hadis-hadis sahih yang diriwayatkan dalam kitab-kitab hadis Ahlus Sunnah, yang semuanya membuktikan kebenaran apa yang menjadi keyakinan kami perihal kekhalifahan Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib sepeninggal Rasulullah Saw secara langsung, yaitu:

1. Hadis Peringatan

2. Hadis Tsaqalain

3. Hadis Manzilah

4. Hadis Safinah Niill (Bahtera Nuh)

5. Hadis Kota IImu

Kelima hadis tersebut kami persembahkan kepadamu wahai pembaca budiman setelah sebelumnya kami sampaikan lima ayat al-Quran, maka kesemuanya menjadi bilangan sepuluh yang sempurna.

Dengan sepuluh dalil yang sempurna ini, yang ditetapkan dan disahihkan oleh oleh para ulama Islam, baik dari golongan Ahlus Sunnah apalagi Syi'ah, dengan demikian menjadi nyata dan tidak ada dasarnya lagi mengingkari kekhalifahan 'Ali bin Abi Thalib as sepeninggal Rasulullah Saw secara langsung.

Oleh karena itu, besar sekali harapan kami agar saudara-saudara kami dari kalangan Ahlus Sunnah mau

yaitu al-Imam al-Mujahid al-Marji' al-'Azhim Ayatullah al-Hujjah as- Sayyid Nashir Husain, ia menulis beberapa jilid di antaranya, lalu ia pun memenuhi panggilan Tuhannya sebelum sempat menyelesaikan tulisannya itu. Kemudian datang giliran cucunya, yaitu Samahatul 'Allamah al-Hujjah al-Mujahid Maulana as-Sayyid Muhammad Sa'id, ia menyempumakan pusaka yang agung ini sehingga jumlahnya mencapai

022 mengikuti kebenaran ini dan meninggalkan cacian terhadap

saudara-saudara mereka dari kalangan Syi'ah. Sebab, mereka itu (Syi'ah) mengikuti jalan Ahlulbait Nabi Saw sepenuhnya. Mereka tidak akan pernah sekali-kali meninggalkan Ahlulbait dan berpaling kepada selain mereka atau berpaling dari mereka. Mereka berlepas tangan dari tuduhan-tuduhan dusta dan keji yang dialamatkan kepada mereka oleh musuh-musuh mereka, seperti Ibnu Taimiyyah, Ibnu Hazm, Ibnu Hajar, Ahmad Amin al-Mishri, Musa Jarullah, Muhammad Tsabit al-Mishri, al-Hafnawi, al-Jabhan, dan Syaikh Nuh yang mengeluarkan fatwa dengan mengafirkan Syi'ah, memerangi mereka, menawan istri-istri mereka, dan memperbudak anak keturunan mereka serta merampas harta benda mereka, baik mereka itu bertobat maupun tidak bertobat, dan juga orang-orang yang mengikuti jalan mereka yang batil dari kalangan pengikut Bani Umayyah dan Bani Marwan.

Kami berlindung kepada Tuhan Pemilik 'Arsy yang agung dari golongan yang berlaku zalim terhadap kami, pengikut mazhab Ahlulbait Nabi Saw.

Kami juga berharap dari saudara-saudara kami Ahlus Sunnah untuk mengemukakan fakta-fakta tentang Syi'ah serta meninggalkan cacian dan semua hal yang tidak mendatangkan keridhaan Allah Swt, dan hendaknya mereka juga tidak menuliskan tentang Syi'ah hal-hal yang tidak ada dalam kitab-kitab mereka (menyebar fitnah), atau yang bukan merupakan prinsip-prinsip mazhab mereka. Sebab, pada faktanya, sekarang ini banyak orang dari berbagai agama dan aliran yang mengikuti mazhab Ahlulbait secara berbondong-bondong setelah mereka menemukan kebenaran mazhab ini.

021 Sesungguhnya aku menyampaikan nasihatku yang

berharga ini karena aku mengetahui bahwa banyak penulis dari kalangan Ahlus Sunnah, yang sangat disayangkan, yang tulisan mereka penuh dengan cacian dan tuduhan keji yang tidak berdasar terhadap saudara-saudara mereka dari kalangan Syi'ah, para pengikut mazhab Ahlulbait Nabi Saw., yang tulisan mereka ini sarna sekali tidak dapat diterima oleh jiwa yang bersih dan akal yang sehat.

Demi Allah, sesungguhnya mereka, para pengikut mazhab Ahlulbait, adalah kelompok Muslim dan golongan yang beriman pada setiap yang datang (bersumber) dari Allah dan Rasul-Nya. Mereka tetap dalam keadaan yang demikian dari awal kenabian sampai hari kiamat. Aku tidak mendapatkan dosa dan kesalahan pada mereka, kecuali mereka ini tidak mau mendahulukan orang lain atas Ahlulbait Nabi Saw.

Apakah hal itu merupakan dosa wahai kaum Muslim, sedangkan dalil-dalil Al-Quran dan Sunnah menguatkan keyakinan mereka itu?

Setelah aku menyampaikan nasihat-nasihatku ini, sebagian di antara mereka ada yang merasa puas dan mau menerima. dan sebagian lain di antara mereka ada yang berkata kepadaku, "Engkau telah menyimpang dari mazhabmu dan condong pada mazhab Syi'ah."

Maka, aku jawab sebagaimana jawaban Imam asy- Syafi'i,

Jika mencintai keluarga Nabi dikatakan Syi 'ah, Maka saksikanlah jin dan manusia bahwa aku adalah Syi 'ah.[]

Jumhur ulama Islam, para imam hadis dan sejarah, dari kalangan Ahlus Sunnah dan Syi'ah telah meriwayatkan hadis tentang dua belas khalifah dalam kitab-kitab sahih dan musnad mereka dengan jalur yang berbeda-beda.

Ahmad bin Hanbal meriwayatkan di dalam Musnad- nya dari asy-Sya'bi dari Masruq yang berkata, "Kami pemah duduk-duduk dalam majelis 'Abdullah bin Mas'ud, ia mengajarkan al-Qur'an kepada kami. Tiba-tiba ada seorang pria yang berkata kepadanya, "Wahai Aba 'Abdurrahman, apakah kalian telah bertanya kepada Rasulullah Saw tentang berapa khalifah yang dimiliki oleh umat ini?"

Maka, 'Abdullah bin Mas'ud berkata, "Tidak ada seorang pun yang bertanya kepadaku tentang hal itu sejak aku datang ke Irak." Kemudian ia berkata, 'Ya, kami telah menanyakan hal itu kepada Rasulullah Saw, lalu ia menjawab, "Dua belas, seperti bilangan pemimpin Bani Israil."

Ahmad bin Hanbal juga meriwayatkan hadis tersebut dengan jalur yang lain. 146

Ia juga meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Jabir bin Samurah yang berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda pada Haji Wada', Agama ini senantiasa akan

146 . Lihat, Musnad Ahmad bin Hanbal, jil. 1, hal. 406

021 mengalahkan orang yang memusuhinya dan orang yang

menentangnya tidak akan membahayakannya sehingga berlalu dua belas pemimpin dari umatku, semuanya berasal dari Quraisy. 175

Muslim meriwayatkan dalam Shahîhnya dari Jabir bin Samurah yang berkata, "Aku bersama ayahku pemah masuk menemui Nabi Saw, lalu aku mendengar ia bersabda, "Sesungguhnya Urusan (agama) ini tidak akan punah sehingga berlalu dua belas khalifah. Kemudian ia berkata sesuatu yang samar bagiku, maka aku menanyakan hal itu kepada ayahku. Ayahku berkata bahwa ia bersabda,

"Semuanya berasal dari Quraisy." 147 Muslim juga meriwayatkan dalam Shahîh -nya dari

Nabi Saw bahwa ia bersabda, "Agama ini akan tetap tegak berdiri sehingga tiba hari kiamat dan ada pada mereka dua belas khalifah, semuanya berasal dari Quraisy." 148

Dalam riwayat yang lain, "Urusan manusia akan senantiasa berjalan selama mereka dipimpin oleh dua belas orang laki-laki, semuanya berasal dari Quraisy."

Dalam riwayat yang lain, "Agama Islam ini akan senantiasa mulia selama dipimpin oleh dua belas khalifah, semuanya berasal dari Quraisy."

Dalam riwayat yang lain, "Agama ini akan senantiasa mulia dan kukuh selama dipimpin oleh dua belas khalifah, semuanya berasal dari Quraisy."

Dalam Sunan at- Tirmidzi disebutkan hadis yang sama, tetapi dengan menggantikan kata "khalifah" menjadi

147 . Lihat, , Muslim, Shahîh , jil. 2, hal. 79, Bab Sesungguhnya Orang- orang itu Mengikuti Quraisy.

021 "amir". 149

Dalam Shahih al-Bukhâri dari Jabir bin Samurah bahwa Nabi Saw bersabda, "Setelahku ada dua belas amir (khalifah), "lalu beliau berkata sesuatu yang tidak aku dengar. Ayahku berkata bahwa ia bersabda, "Semuanya berasal dari Quraisy." 150

Al-Bukhari juga meriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda, "Perkara ini (kekhalifahan) akan senanliasa berada pada Quraisy selama masih ada dua belas orang dari

mereka." 151 Al-Muttaqi menyebutkan dalam Kanzul 'Ummâl dari

Nabi Saw sesungguhnya ia bersabda, "Setelahku ada dua belas khalifah." 152

Ibn Hajar menyebutkan dalam Shawa'iq-nya, "Ath- Thabrani meriwayatkan dari Jabir bin Samurah bahwa Nabi Saw bersabda, 'Setelahku ada dua belas amir (khalifah), semuanya berasal dari Quraisy." 153

Dalam Irsyâddus Sari dan Sunan Abi Dawud diriwayatkan dari jalur asy-Sya'bi dari Jabir bin Samurah bahwa Nabi Saw bersabda, "Agama ini akan senantiasa mulia selama dipimpin oleh dua belas khalifah."

Dan juga dalam Sunan Abi Dawud diriwayatkan dari jalur Isma'il bin Abi Khalid dari ayahnya dari Jabir bin Samurah bahwa Nabi Saw bersabda, "Agama ini akan senantiasa tegak berdiri sehingga berlalu dua belas khalifah,

149 . Lihat, Sunan at- Tirmidzi, jil. 2. 150 . Lihat, Shahîh al-Bukhâri, jil. 4, bab Hukum-hukum. 151 . Idem, Bab Manakib Quraisy dan dalam bab Para Khalifah berasal

dari Quraisy. 152 . Lihat, al-Muttaqi, Kanzul 'Ummâl Jil. 6, hal. 160.

021 semuanya disepakati oleh umat ini." 154

As-Sadyi, penulis kitab tafsir, menyebutkan (hadis dua belas imam) sebagaimana yang dinukilkan oleh penulis ash-Shirâtul Mustaqim, kemudian ia berkata, "Hadis-hadis tersebut (tentang dua belas imam) menunjukkan dua belas imam dari keturunan Muhammad Saw, dan tidak ada yang sejalan dengan pembatasan dua belas imam tersebut kecuali Syi'ah Imamiyah."

Al-Qunduzi al-Hanafi menyebutkan dalam Yanâbi'ul Mawaddah' dari kitab Mawaddah al-Qurbâ dengan sanadnya dari Jabir bin Samurah yang berkata, "Aku pemah bersama ayahku di rumah Nabi Saw lalu aku mendengar Nabi Saw bersabda, "Setelahku ada dua belas khalifah kemudian ia memelankan suaranya, maka aku bertanya kepada ayahku apa yang ia pelankan suaranya itu. Ayahku menjawab, ia bersabda, "Semuanya dari Bani Hasyim."

Hadis-hadis tentang dua belas khalifah tersebut hanya dapat terapkan pada mazhab Syi'ah lmamiyah yang mengakui dua belas imam atau khalifah. Adapun selain Syi'ah lmamiyah sarna sekali tidak dapat diterapkan pada mereka karena mereka membolehkan kepemimpinan di tangan seorang selain dari Quraisy. Selain itu, jumlah raja dari Bani Umayyah dan 'Abbasiyah melebihi dua belas orang. Apabila dikatakan bahwa yang dimaksud dengan dua belas khalifah adalah orang-orang saleh di antara mereka, maka jawabnya adalah: pertama, orang-orang saleh sesuai pengakuanmu di antara para khalifah Bani Umayyah dan 'Abbasiyah jumlahnya tidak mencapai dua belas orang. Kedua, jika pendapatmu itu benar, maka hal ini mengharuskan adanya selang waktu antara seorang imam dengan imam yang lain sehingga terdapat kekosongan zaman dari imam. Hal tidak ini dapat dibenarkan sesuai hadis sahih yang diriwayatkan dari Nabi Saw., "Barangsiapa mati dalam keadaan tidak mengenal imam lamannya, maka ia mati dalam keadaan mati jahiliah."

021 Ia meriwayatkan dari Samak bin Harb hadis yang

serupa.Ia juga meriwayatkan dari asy-Sya'bi dari Masruq dari Ibn Mas'fid bahwasanya dia berkata, "Sesungguhnya Nabi kita Saw telah mengabarkan kepada kita bahwa sepeninggal beliau akan ada dua belas orang khalifah seperti bilangan pemimpin (naqib) Bani Israil.

Ia juga berkata dalam bab yang sarna, "Yahya bin al-Hasan menyebutkan dalam kitab al-'Umdah dua puluh jalur riwayat bahwa para khalifah sepeninggal Nabi Saw dua belas orang, semuanya dari berasal dari Quraisy, dalam Shahîh al-Bukhâri tiga jalur riwayat, dalam Shahîh Muslim sembilan jalur riwayat, dalam Sunan Abi Dawud tiga jalur riwayat, dalam Sunan at-Tirmidzi satu jalur, dan dalam al- Hamidi tiga jalur." Kemudian ia berkata,"Sebagian muhaqqiq (periset) menyebutkan bahwa

hadis-hadis yang menunjukkan bahwa para khalifah sepeninggal Nabi Saw ada dua belas orang sangatlah terkenal, yang diriwayatkan melalui jalur yang banyak, dan ditinjau dari konteks zaman dan tempat diketahui bahwa yang dimaksud oleh Rasulullah Saw dengan hadis-hadis Nabi Saw adalah dua belas (imam) dari Ahli Baitnya dan keturunannya. Sebab, hadis-hadis tersebut tidak mungkin diterapkan pada para khalifah sepeninggal beliau dari kalangan sahabatnya karena jumlahnya yang sedikit (kurang dari dua belas orang), dan tidak mungkin diterapkan pada raja-raja dari Bani Umayyah karena jumlah mereka yang melebihi dua belas orang dan juga karena kezaliman mereka yang melampaui batas, kecuali 'Umar bin 'Abdul 'Aziz, selain itu mereka juga bukan dari Bani Hasyim karena Nabi Saw bersabda, "Mereka semuanya dari Bani Hasyim."

Oleh karena itu, hadis-hadis tentang dua belas

042 khalifah tersebut hanya dapat diterapkan pada para imam

dua belas dari Ahlul bait Nabi Saw dan keturunannya. Sebab, mereka adalah orang-orang yang paling alim pada zaman mereka, paling mulia, paling wara', paling bertakwa, paling mulia nasabnya, dan paling mulia di sisi Allah. Ilmu mereka bersumber dari ayah dan kakek-kakek mereka yang bersambung kepada Nabi Saw dengan mewarisi ilmu mereka dan juga ilmu laduni. Demikianlah sebagaimana diketahui oleh para ahli ilmu dan tahkik, dan juga ahli kasyf dan taufik.

Di antara yang termasuk menguatkan makna sabda Nabi Saw tersebut adalah hadis tsaqalain (yaitu sabda beliau, "Aku telah tinggalkan kepada kalian dua hal yang sangat berharga, selama kalian berpegang teguh pada keduanya kalian tidak akan sesat selamanya, yaitu Kitabullah dan Ahlul Baitku"). Demikianlah yang dikatakan oeh al-Qunduzi al-Hanafi dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah, silakan Anda merujuk kepadanya.

Al-Qunduzi al-Hanafi juga meriwayatkan dalam kitabnya yang sama, Yanâbi'ul Mawaddah, dari Jabir yang berkata, "Rasulullah Saw bersabda, "Aku adalah pemuka para nabi, sedangkan aku pemuka para washi (penerima wasiat Nabi Saw untuk menjadi khalifah sepeninggalnya). Dan sesungguhnya washi-washi-ku setelahku ada dua belas, permulaannya adalah aku dan yang terakhir adalah al-Qa'im al-Mahdi. "

Syaikhul Islam al-Hamuyini asy-Syafi'i juga meriwayatkan hadis tersebut dalam kitabnya Farâ'idus Simthain dari Ibn 'Abbas Ra.

Hadis-hadis yang menegaskan bahwa mereka adalah washi-washi Rasulullah Saw dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah

044 sangatlah banyak, yang mencapai batas mutawatir, di

samping yang diriwayatkan dalam kitab-kitab Syi'ah. Al-Qunduzi al-Hanafi juga meriwayatkan dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah dari Salman yang berkata, "Aku pemah memasuki rumah Nabi Saw aku melihat Husain As sedang berada dalam pangkuannya. Nabi Saw mencium pipinya dan mulutnya, ia bersabda kepadanya, "Engkau adalah sayid, anak sayid dan saudara sayid. Engkau adalah imam, anak imam dan saudara imam. Engkau adalah hujah, anak hujah dan saudara hujah serta ayah dan hujah- hujah yang sembian, hujah yang kesembilan dari mereka adalah al-Qa'im al-Mahdi."

Demikian juga al- Hamuyini asy-Syafi'i meriwayatkan dalam Farâ'idus Simthain dari Ibn 'Abbas Ra yang berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, "Aku, Ali, Hasan, Husain, dan sembilan dari anak keturunan al-Husain disucikan dan dipelihara dari perbuatan dosa dan kesalahan (maksum)."

Dan juga diriwayatkan dalam kitab yang sarna dari Ibn 'Abbas bahwa Nabi Saw bersabda, "Sesungguhnya washi-washi-ku dan hujah-hujah Allah atas makhluk-Nya setelahku ada dua belas; yang pertama di antara mereka adalah saudaraku dan yang terakhirnya anakku." Ditanyakan kepada beliau, "Wahai Rasulullah, siapakah saudaramu itu?" Beliau menjawab, "Ali." Lalu beliau ditanya lagi, "Siapakah anakmu?" Beliau menjawab, "al-Mahdi, dialah yang akan memenuhi bumi dengan keadilan, sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi dengan kezaliman. Demi Dzat Yang Mengutusku dengan kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, seandainya tidak tersisa dari umur dunia kecuali satu hari, niscaya Allah akan

040 memanjangkan hari itu sehingga muncul pada hari itu

anakku al-Mahdi. Kemudian Ruhullah Isa bin Maryam turun, lalu dia akan shalat di belakang anakku, bumi pun akan bersinar dengan cahaya Tuhannya, dan kekuasaannya akan mencapai timur dan barat."

Dan juga disebutkan dalam Yanâbi'ul Mawaddah, bab ke-95, dari al-Manâqib dengan sanadnya dari Jabir bin' Abdillah yang berkata, "Rasulullah Saw bersabda, "Wahai Jabir, Sesungguhnya washi-washi-ku dan para imam kaum Muslim sesudahku permulaannya adalah 'Ali, kemudian Hasan, kemudian Husain, kemudian 'Ali bin Husain kemudian Muhammad bin Ali yang dikenal dengan al- Baqir, engkau akan menemuinya wahai Jabir. Maka, jika engkau bertemu dengannya, sampaikanlah salam dariku, kemudian Ja'far bin Muhammad, kemudian Musa bin Ja'far, kemudian 'Ali bin Musa, kemudian Muhammad bin 'Ali, kemudian 'Ali bin Muhammad kemudian Al-Hasan bin Ali, kemudian Al-Qa'im, namanya sama dengan namaku, gelarnya sama dengan gelarku. Anak Hasan bin Ali inilah yang kepadanya Allah Swt akan menaklukkan timur bumi dan baratnya. Dia akan mengalami masa kegaiban dari para pengikutnya, suatu kegaiban yang seseorang tidak akan tetap pada pendirian keimamannya kecuali yang hatinya telah telah diuji oleh Allah untuk beriman."

Jabir berkata, maka aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah orang-orang dapat mengambil manfaat dengannya pada masa kegaibannya itu?" Ia menjawab, "Ya, demi Dzat Yang Mengutusku dengan kenabian, sesungguhnya mereka mendapatkan cahaya dengan cahaya wilayahnya dalam masa kegaibannya, sebagaimana orang-orang mendapatkan manfaat dengan matahari meskipun terhalangi oleh awan.

042 Ini adalah sesuatu yang disembunyikan dari rahasia Allah

dan perbendaharaan ilmu Allah, maka rahasiakanlah hal ini kecuali kepada yang ahlinya. "

Juga disebutkan dalam Yanâbi'ul mawaddah, awal bab ke-76, juga dalam kitab al-Manâqib dengan sanadnya dari Jabir al-Anshari yang berkata, "Jandal bin Janadah pemah masuk menghadap Nabi Saw lalu ia menanyakan kepada beliau beberapa masalah, kemudian ia berkata, 'Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku tentang washi-washi-mu sepeninggalmu agar aku dapat berpegang teguh kepada mereka."

Nabi Saw menjawab, "Washi-washi-ku ada dua belas orang." Jandal berkata, "Demikianlah kami mendapatkan mereka dalam Taurat." Lalu dia berkata, "Wahai Rasulullah, beri tahukanlah kepadaku nama-nama mereka."

Nabi Saw menjawab, "Yang pertama di antara mereka adalah pemuka para washi, ayah para imam, 'Ali, kemudian kedua anaknya: al-Hasan dan al-Husain, maka berpegang teguhlah kamu kepada mereka, dan janganlah kamu terperdaya oleh kebodohan orang-orang yang bodoh. Apabila telah lahir 'Ali bin al-Husain Zainal Abidin, maka Allah akan menghendaki engkau menghadap kepada-Nya (waktu kematianmu) dan akhir perbekalanmu dari dunia ini adalah minuman susu yang engkau meminumnya."

Jandal berkata, "Kami mendapatkannya tertulis dalam Taurat. Dan dalam kitab-kitab para nabi disebutkan: Iliya, Syibran, dan Syabiran, maka ini adalah nama 'Ali, al- Hasan, dan al-Husain. Maka, siapakah setelah al-Husain dan siapa nama-nama mereka?"

Nabi Saw menjawab, "Jika telah terputus masa al-

041 Husain, maka imam setelahnya adalah 'Ali, ia dijuluki Zainal

Abidin, kemudian anaknya, yaitu Muhammad, ia dijuluki al- Bâqir, kemudian anaknya, yaitu Ja'far, ia dijuluki ash-Shâdiq, kemudian anaknya, yaitu Musa, ia dijuluki al-Kazhim, kemudian anaknya, yaitu Ali, ia dijuluki ar-Ridhâ, kemudian anaknya, yaitu Muhammad, ia dijuluki at-Taqi dan az-Zaki, kemudian anaknya, yaitu'Ali, ia dijuluki at-Taqi dan al-Hâdi, kemudian anaknya, yaitu al-Hasan, ia dijuluki al-Askari, kemudian anaknya, yaitu Muhammad, ia dijuluki al-Mahdi, al-Qâ'im, dan al-Hujjah, ia akan gaib, kemudian ia akan muncul dan memenuhi bumi ini dengan keadilan, sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi dengan kezaliman. Beruntunglah orang-orang yang bersabar dalam masa kegaibannya, beruntunglah orang-orang yang bertakwa atas hujah mereka. Merekalah orang-orang yang disifatkan Allah dalam Kitab-Nya."

"Petunjuk. bagi mereka yang bertakwa, yaitu mereka yang beriman kepada yang gaib." (Qs. Baqarah [2]: 2-3)

Kemudian ia membacakan ayat, Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah banwa

sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung." (Qs. Mujadilah [58]: 22)

AI-Hamuyini meriwayatkan dalam Farâ'idus Simthain dengan sanadnya dari Ibn 'Abbas yang berkata, "Pemah ada seorang Yahudi yang datang menemui Rasulullah Saw ia bemama Na'tsal. Ia bertanya, "Wahai Muhammad, aku hendak menanyakan kepadamu tentang beberapa hal yang senantiasa bergelora di dalam dadaku, jika engkau dapat menjawab pertanyaanku, niscaya aku akan memeluk agama Islam di hadapanmu."

Nabi Saw bersabda, "Tanyakanlah wahai Aba

041 'Amarah!"

Maka, ia (Na'tsal) menanyakan kepada Nabi Saw beberapa hal sampai pada pertanyaannya, "Beri tahukanlah kepadaku, siapakah washi-mu karena setiap nabi pasti mempunyai seorang washi (pengemban wasiat Nabi Saw untuk menjadi khalifah sepeninggalnya). Sesungguhnya nabi kami, Musa bin lmran, mewasiatkan kepada Yusya' bin Nun."

Nabi Saw menjawab, "Sesungguhnya washiyy-ku adalah 'Ali bin Abi Thalib, dan setelahnya adalah al-Hasan dan al-Husain, kemudian setelahnya adalah sembilan imam dari tulang sulbi al-Husain."

Ia (Na'tsal) berkata, 'Wahai Muhammad, beri tahukanlah kepadaku nama-nama mereka!." Nabi Saw menjawab, "Jika al-Husain telah meninggal dunia, maka penggantinya anaknya, 'Ali; jika 'Ali telah meninggal dunia, maka penggantinya anaknya, Muhammad; jika Muhammad telah meninggal dunia, maka penggantinya anaknya, Ja'far; jika Ja'far telah meninggal dunia, maka penggantinya anaknya, Musa; jika Musa telah meninggal dunia, maka penggantinya anaknya, 'Ali; jika 'Ali telah meninggal dunia, maka penggantinya anaknya, Muhammad; jika Muhammad telah meninggal dunia, maka penggantinya anaknya, 'Ali; jika 'Ali telah meninggal dunia, maka penggantinya anaknya, al-Hasan; dan jika al-Hasan telah meninggal dunia, maka penggantinya anaknya, al- Hujjah Muhammad al-Mahdi. Merekalah dua belas...."

Kemudian disebutkan bahwa orang Yahudi itu (Na'tsal) memeluk agama Islam dan dia mengabarkan bahwa dia mendapatkan nama-nama mereka (dua belas imam Ahlul bait) di dalam kitab-kitab para nabi yang telah

041 lalu, dan juga termasuk yang disampaikan kepada mereka

oleh Musa As. Al-Hamuyini meriwayatkan di dalam Fara'idus Simthain dan al-Khawarizmi al-Hanafi dengan sanadnya sampai kepada Abu Sulaiman, pengembala unta Rasulullah Saw, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, "Pada malam akan dimikrajkan ke langit, Allah yang Maha Agung berfirman kepadaku,

"Rasul telah beriman kepada al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya." (Qs. al Baqarah [2]: 285)

Kemudian aku berkata, "Demikian pula orang-orang yang beriman." Allah berfirman, 'Engkau benar. Wahai Muhammad, sesungguhnya Aku telah memandang penduduk bumi, lalu Aku memilihmu di antara mereka. Maka, Aku mengambil untukmu nama dari nama-nama-Ku. Oleh karena itu, setiap kali Aku disebut di suatu tempat, niscaya engkau juga disebut bersama-Ku. Aku adalah Mahmud (Yang Terpuji), dan engkau adalah Muhammad (yang dipuji).

Kemudian Aku memandang (penduduk bumi) untuk yang kedua kalinya, maka Aku memilih 'Ali di antara mereka. Aku pun menamakannya dengan nama-Ku. Wahai Muhammad, Aku telah menciptakanmu dan menciptakan 'Ali, Fatimah, al-Hasan, al--Husain dan para imam dari anak keturunan al-Husain dari cahaya-Ku. Aku juga telah mengemukakan wilayah kalian kepada penduduk langit dan bumi, maka barang siapa menerimanya, dia di sisi-Ku termasuk orang-orang yang beriman; dan barang siapa mengingkarinya, dia di sisi-Ku termasuk orang-orang yang kafir.

Wahai Muhammad, seandainya seorang hamba dari

041 hamba-hamba-Ku menyembah-Ku

sampai binasa, kemudian dia menghadap kepada-Ku dalam keadaan mengingkari wilayah kalian, niscaya Aku tidak akan mengampuninya. Wahai Muhammad, apakah engkau ingin melihat mereka?"

Aku menjawab, "Ya, wahai Tuhanku." Allah berfirman kepadaku, "Lihat ke arah kanan

'Arsy!" Lalu, aku melihat, tiba-tiba aku melihat 'Ali, Fatimah. Al-Hasan, al-Husain, 'Ali bin al-Husain, Muhammad bin 'Ali, Jafar bin Muhammad, Musa bin Ja'far, 'Ali bin Musa, Muhammad bin 'Ali, 'Ali bin Muhammad, al- Hasan bin 'Ali, dan Muhammad al-Mahdi bin alHasan, ia seperti bintang mutiara di tengah-tengah mereka.

Allah berfirman, "Wahai Muhammad, mereka adalah hujah-hujah-Ku atas makhluk-Ku, dan mereka adalah washi-washi-mu, sedangkan al-Mahd! di antara mereka akan bangkit dari keturunanmu. Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, sesungguhnya dia akan menuntut balas terhadap musuh-musuh-Ku dan memudahkan kepada wali- wali-Ku."

Muwaffaq bin Ahmad al-Hanaf'i meriwayatkan dalam Manâqib-nya dari Salman dari Nabi Saw bahwa beliau bersabda kepada al-Husain As, "Engkau adalah seorang imam, anak seorang imam dan saudara seorang imam serta ayah para imam yang sembilan, yang kesembilan di antara mereka adalah al-Qa'im."

Syihabuddin al-Hindi meriwayatkan dalam Manâqib- nya dengan sanadnya dari Nabi Saw bahwa ia bersabda, "(Akan lahir) dari keturunan al-Husain bin 'Ali para imam yang sembilan, yang kesembilan di antara mereka adalah al-

041 Qa 'im."

Al-Hamuyini meriwayatkan di dalam Farâ'idus Simthain dari Nabi Saw bahwa ia bersabda, "Barang siapa yang meninggalkan 'Ali sepeninggalku, dia tidak akan melihatku dan aku tidak akan melihatnya pada hari kiamat. Barang siapa menentang 'Ali, Allah akan mengharamkan untuknya surga, dan Dia akan menjadikan neraka sebagai tempatnya. Barang siapa menelantarkan 'Ali, Allah akan menelantarkannya pada hari kiamat. Dan barang siapa menolongnya, Allah akan menolongnya pada hari dia bertemu dengan-Nya dan Dia akan mengajarkan kepadanya hujahnya ketika dia dimintai pertanggung-jawaban."

Nabi Saw bersabda, "al-Hasan dan al-Husain adalah dua orang imam umatku setelah ayah mereka berdua. Keduanya adalah pemuka para pemuda penghuni surga, ibu mereka berdua pemuka kaum wanita, ayah mereka berdua pemuka washi-washi, dan dari keturunan al-Husain sembilan imam, yang kesembilan di antara mereka adalah al-Qa'im, dia adalah anakku. Ketaatan kepada mereka sama dengan ketaatan kepadaku dan penentangan kepada mereka sama dengan penentangan kepadaku. Hanya kepada Allah aku mengadukan orang yang mengingkari keutamaan mereka dan menyia-nyiakan hak mereka sepeninggalku. Cukuplah Allah sebagai Pelindung dan Penolong keturunanku dan para imam umatku, dan Dialah yang menyiksa orang-orang yang mengingkari hak mereka. Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali "

Al-Imamul Akbar, pemuka Syi'ah dan pembaharu syariat, Ayatullah al-'Uzhma, al-Mujahid al-A'zam, Muhammad bin Yusuf yang dikenal dengan sebutan al-

041 'Allamah al-Hilli menyebutkan dalam kitab Kasyful Haqq'

beberapa hadis tentang dua belas khalifah dengan jalur yang berbeda-beda, kemudian al-Fadhl bin Rauzabahan pun mengakui kesahihan hadis-hadis tersebut, padahal ia adalah seorang nashibi, yang sangat membenci Ahlulbait. Al-Fadhl berkata, "Apa yang disebutkan (oleh al-Hum) tentang hadis-hadis yang diriwayatkan berkenaan dengan dua belas khalifah adalah sahih dan diriwayatkan dalam kitab-kitab sahih..."

Aku katakan, telah diriwayatkan dari Nabi Saw hadis tentang dua belas khalifah dalam hadis yang sangat banyak, selain yang telah kami sebutkan di dalam kitab ini, seperti dalam al-Bayân, karangan al-Hafizh al-Kanji; Fashlul Khithâb, karya al-Khawajab Barsa al-Hanafi; Arba'in, karya Syaikh As'ad bin Ibrahim al-Hanbali; Arba'in, karya Ibn Abil Fawaris, dan kitab al-Hafizh Ibnu al-Khasyab dan selainnya, selain yang diriwayatkan melalui jalur Syi'ah yang jumlahnya sangat banyak.

Sayid Hasyim al-Bahrani meriwayatkan dalam kitabnya Ghâyatul Marâm, hadis dua belas khalifah melalui enam puluh enam jalur dengan sanad-sanadnya dari jalur Ahlus Sunnah. Ia menyebutkan tujuh jalur dari kitab Manaqib Amirul Mu'minin As, karya al-Maghazali asy- Syafi'i, ia meriwayatkan dari Musnad Ahmad bin Hanbal dan Shadrul A 'immah 'inda Ahlis Sunnah, karya al-Khawarzimi melalui dua belas jalur.

Ia meriwayatkan dari Abu Na'im al-Hafizh, dari al- Khathib dalam Târikh-nya, dan dari al-Hamuyini dua puluh tiga jalur, dari al-Fushûlul Muhimmah, karya Ibnu as Shibagh al-Maliki, dan dari Syarh Nahjul Balâghah, karya Ibn Abil Hadid, dua jalur.

002 Aku katakan, aku telah mendapatkan sebuab risalah

yang ditulis oleh seorang tokoh Islam terkemuka, Syaikh Kazhim Abu Nuh Rah, ia berisikan jalur-jalur riwayat hadis para imam berasal dari Quraisy. Dalam risalah tersebut, halaman 14, ia berkata, "al-'Allamab as-Sayyid Hasan Shadruddin meriwayatkan dalam kitabnya ad-Durârul Mûsawiyyah fi Syarhil 'Aqâ'idil Ja 'fariyyah hadis dua belas khalifab melalui jalur Ahmad bin Hanbal tiga puluh empat jalur, dan ia menyebutkan jalur-jalur Muslim, al-Bukhari, dan al-Hamidi, dan ia juga menyebutkan jalur-jalur riwayat yang kuat dengan menggabungkan di antara enam kitab sahih, riwayat ats- Tsa'labi, Abu Sa'id al-Khudri, Abu Burdah, Ibnu 'Umar, 'Abdurrahman bin Samurah, Jabir, Anas, Ibnu 'Abbas, 'Umar bin al-Khatthab, 'Aisyah dan riwayat Watsilah dan Abu Sulaiman ar-Ra'i.

Adapun riwayat 'Umar bin al-Khatthab, 'Ali bin al- Musayyib telah menyandarkan kepada 'Umar sabda Nabi Saw, "Para imam selepasku dua belas.."

Ad-Daurusti menyandarkan kepada Ibnu al- Mutsanna sesungguhnya ia bertanya kepada 'Aisyah, "Berapakah jumlah khalifah Rasulullah Saw?"

'Aisyah menjawab, "Sesungguhnya ia (Nabi Saw) telah mengabarkan kepadaku bahwa sepeninggalnya ada dua belas khalifah."

Ibnu al-Mutsanna berkata, "Beritahukanlah kepadaku nama-nama mereka!" Akan tetapi 'Aisyah enggan membeberkan nama- nama khalifah dua belas yang dimaksud kepadanya. Kemudian setelah menyebutkan jalur-jalur riwayat hadis dua belas khalifah, Sayid Hasan Shadruddin menyebutkan kitab-kitab karangan para ulama Ahlus

004 Sunnah yang meriwayatkan hadis tersebut, di antaranya

Manâqib Ahmad bin al-Hanbal, an-Nasa'i, Tanzilul Qur'ân fi Manâqib Ahlil Bait, karangan Abu Na'im al-Hafizh al- Ishfahani, Farâ'idus Simthain fi Fadhâ'ilil Murtadhâ waz Zahrâ karangan al-Hamayini asy-Syafi'i, Mathtâlibus Sa'ul, karya Muhammad bin Thalhah asy-Syafi'i, Kitâb al-Bayân, karya al- Kanji asy-Syafi'i, Musnad Fathimah, karya ad-Daru Quthni, Kitâb Fadhâi'lil Ahlil Bait, karya al-Khawarizimi al-Hanafi, al- Manâqib, karya Ibn al-Magbazili al-Faqih asy-Syafi'i, al- Fushulul Muhimmah, karya Ibnu Shibagh al-Maliki, Jawâhirul 'lqdâin, karya as-Samhadi al-Mishri, Dzakhâ'irul 'Uqbâ , karya al-Muhibb ath-Thabari, Mawaddatul Qurbâ, karya 'Ali bin Syihab al-Hamdani asy-Syafi'i, ash-Shawâ'iqul Muhriqah karya Ibn al-Haitsami, al-Ishâbah, karya Ibnu Hajar al-' Asqalani, Jâmi'ul Ushûl, Musnad Ahmad bin Hanbal, Musnad Abi Ya'la al- Mûshili, Musnad Abi Bakar al-Bazzâr, Ma'âjim, karya ath- Thabrani, Jâmi 'ush Shaghir, karya as-Suyuthi, dan Kanzud Daqâ'iq, karya al-Manawi.

Aku katakan, sesungguhnya riwayat-riwayat yang banyak dan bermacam-macam ini, yang sampai kepada kita melalui jalur riwayat Ahlus Sunnah, merupakan dalil yang paling kuat dan hujah yang paling nyata bahwa khalifah sepeninggal Rasulullah Saw secara langsung adalah Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As, kemudian setelahnya adalah anak keturunannya sebelas Imam Maksum. Mereka adalah khalifah-khalifah Rasulullah Saw dan imam-imam kaum Muslimin, satu demi satu hingga pada hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam (pada hari kiamat).

Siapa pun tidak akan sanggup mengingkari hadis- hadis tentang dua belas khalifah ini yang telah diriwayatkan

000 dalam hadis-hadis sahih dari jalur ulama Ahlus Sunnah dan

imam-imam hadis mereka, apalagi dari jalur Syi'ah, kecuali orang yang telah tumpul pikirannya dan hatinya telah tertutup (untuk menerima kebenaran).

Orang yang demikian itu adalah seperti yang difirmankan Allah Swt, "(mereka) itu tuli, bisu, dan buta, maka (oleh sebab itu)

mereka tidak mengerti." (Qs. al-Baqarah ."[2]: 171)

Dan firman-Nya, "Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tunan Yang

Mana Pemurah (al-Qur'an). Kami biarkan baginya setan (yang menyesatkannya) dan yang menjadi teman karibnya." (Qs. Az - Zuhruf [43]: 36)

Dan juga firman-Nya, "Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati

mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun engkau menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya." (Qs. al-Kahfi [18]:57)

Para ulama, dari seluruh mazhab dan aliran dalam Islam, menyebutkan riwayat-riwayat hadis yang tak terbilang, dalam kitab-kitab karangan mereka, kitab-kitab shahîh, dan musnad, tentang keutamaan Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As dan keturunannya yang suci, di antaranya:

Tidak Diperbolehkan melewati Shirâth tanpa Izin 'Ali

Ibnu Hajar meriwayatkan dalam ash-Shawâ'iqul Muhriqah, ia berkata, "Ibnuu as-Saman meriwayatkan bahwa Abu Bakar berkata tentang 'Ali, 'Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, "Tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk

melewati shirâth kecuali yang mendapatkan izin dari 'Ali." 155 Al-Khawarizmi meriwayatkan dalam Maqtalul Husain

dengan sanadnya dari al-Hasan al-Bashri dari ' Abdullah yang berkata, "Rasulullah Saw bersabda, 'Pada hari kiamat kelak, 'Ali bin Abi Thalib akan duduk di atas Firdaus, yaitu di atas puncak gunung yang tertinggi di surga, di atasnya adalah 'Arsy Tuhan semesta alam, dan di kaki gunungnya memancar sungai-sungai surga dan berpencar di dalam surga-surga. 'Ali duduk di atas kursi yang terbuat dari

155 . Lihat, Ibn Hajar, ash-Shawâ'iqul Muhriqah, hal. 78.

001 cahaya, yang mengalir di hadapannya Tasnim (nama sungai

di surga), tidak diperkenankan siapa pun untuk melewati shirâth, kecuali ada bersamanya pernyataan (pengakuan) terhadap wilayahnya dan wilayah Ahlulbaitnya, lalu pecintanya akan masuk surga, sedangkan orang yang membencinya akan masuk neraka." 156

Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh al Hamuyini asy-Syafi'i dalam Farâ'idus Simthain'. 157

Al-Muhibb ath-Thabari asy-Syafi'i meriwayatkannya dalam Ar-Riyâdhun Nadhrah. 158 Al-Khathib al-Baghdadi

meriwayatkannya dalam Târikh Baghdâd. 159 Ibnu al-Maghazili asy-Syafi'i dalam kitabnya al-Manâqib, dan Abu Bakar bin

Syihabuddin asy-Syafi'i dalam Rasyfatush Shâdi. Dan hadis ini juga diriwayatkan oleh sekelompok sahabat, selain Abu Bakar, Ibnu 'Abbas, dan Ibnu Mas'ud.

'Ali Pembagi Surga dan Neraka

Al-Khawarizimi al-Hanafi meriwayatkan dalam Manâqib-nya dari 'Ali bin Abi Thalib as yang berkata, "Rasulullah Saw bersabda, 'Wahai 'Ali, sesungguhnya kamu adalah pembagi surga dan neraka, dan sesungguhnya engkau mengetuk pintu surga, lalu engkau memasukinya tanpa hisab. '"

Seandainya Manusia Bersepakat dalam Mencintai 'Ali, Niscaya Allah Tidak Akan Menciptakan Neraka

156 . Lihat, al-Khawarizmi, Maqtalul Husain, jil. 2, hal. 39. 157 . Lihat, al Hamuyini asy-Syafi'i, Farâ'idus Simthain, jil. 1, hal. 54. 158 . Lihat, al-Muhibb ath-Thabari asy-Syafi'i, ar-Riyâdhun Nadhrah, jil. 2,

hal. 173, 177 dan 144.

001 Al-Qunduzi al-Hanafi meriwayatkan dalam Yanâbi'ul

Mawaddah dari al-Hamdani dari 'Umar bin al-Khathab yang berkata, "Nabi Saw bersabda, "Seandainya manusia bersepakat dalam mencintai 'Ali bin Abi Thalib, niscaya Allah tidak akan menciptakan neraka." 160

Al-'Allamah al-'Askari berkata dalam kitabnya Maqâm al-Imâm Amirul Mu'minin 'indal Khulafâ, 161 hadis ini

diriwayatkan dari 'Umar bin al-Khathab dan selainnya dari sahabat yang mulia oleh sekelompok ulama Ahlus Sunnah, di antaranya:

Al-Khawarizmi dalam kitabnya Maqtalul Husain, ia meriwayatkan hadis ini dengan sanadnya dari Ibnu 'Abbas bahwa dia berkata, "Rasulullah Saw bersabda, "Seandainya manusia bersepakat dalam mencintai 'Ali bin Abi Thalib,

niscaya Allah tidak akan menciptakan neraka." 162 Muhammad bin Shalih al-Hanafi meriwayatkan

dalam kitabnya al-Kawakib ad-Durri, dari 'Umar bin al-- Khathab yang berkata, "Nabi Saw bersabda, "Seandainya manusia bersepakat dalam mencintai 'Ali bin Abi Thalib,

niscaya Allah tidak akan menciptakan neraka." 163

Orang yang Paling Dekat kepada Rasulullah Saw adalah 'Ali As

Al-Khawarizmi al-Hanafi meriwayatkan dalam kitabnya Maqtalul Husain dengan sanad dari asy-Sya'bi yang

160 . Lihat, al-Qunduzi al-Hanafi, Yanâbi'ul Mawaddah, hal. 251. 161 . Lihat, al-'Allamah al-'Askari Maqâm al-Imâm Amirul Mu'minin 'indal

Khulafâ, hal. 54. 162 . Lihat, al-Khawarizmi Maqtalul Husain, jilid 2, hal. 38.

163 . Lihat, Muhammad bin Shalih al-Hanafi, al-Kawakib ad-Durri,

001 berkata, "Abu Bakar pernah memandang 'Ali ketika dia

datang seraya berkata, 'Barang siapa yang ingin memandang kepada orang yang paling dekat kepada Rasulullah Saw, paling mulia lagi paling agung kedudukannya di sisi Allah, maka hendaklah dia memandang kepada orang ini sambil menunjuk kepada 'Ali bin Abi Thalib-karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya ia ('Ali) benar-benar seorang yang amat belas kasihan terhadap manusia, dan sesungguhnya dia benar-benar seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun." 164

Aku katakan, hadis tersebut juga diriwayatkan oleh al-Muttaqi al-Hanafi dalam Kanzul 'Ummâl , 165 al-Muhibb

ath-Thabari asy-Syafi'i dalam ar-Riyâdhun Nadhrah, 166 , dan selain keduanya dengan sedikit perbedaan teks hadis.

"Wahai 'Ali, Tanganmu di Tanganku, Engkau Masuk Surga Bersamaku."

Al-Muhibb ath-Thabari meriwayatkan dalam Dzakâ'irul 'Uqbâ dari 'Umar bahwa ia berkata, "Aku

mendengar Rasulullah Saw bersabda kepada 'Ali, "Wahai 'Ali, tanganmu berada di tanganku, engkau masuk bersamaku pada hari hamat di tempat yang aku masuk

(surga) 167 …" Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh al-Muttaqi

dalam Kanzul 'Ummal, 168 dari Tarikh Ibnu 'Asakir, dan dari

164 . Lihat, al-Khawarizmi al-Hanafi, Maqtalul Husain, hal. 97.

165 . Lihat, al-Muttaqi al-Hanafi, Kanzul 'Ummâl jilid 6, halaman 393 166 . Lihat, al-Muhibb ath-Thabari asy-Syafi'i, ar-Riyâdhun Nadhrah, jil. 2,

hal. 163 167 . Lihat, al-Muhibb ath-Thabari, Dzakâ'irul 'Uqbâ, hal. 89.

001 Fadhâ'ilush Shahâbah , karya Abu Na'im, dan juga

diriwayatkan oleh Abu Bakar asy-Syafi'i dalam al-Ghîlâniyyat. Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh sekelompok ulama Ahlus Sunnah yang lain, di antaranya: al-Kanji asy- Syafi'i dalam Kifâyatuth Thâlib, dari Anas yang berkata, "Rasulullah Saw bersabda, 'Didatangkan pada hari kiamat seekor unta dari unta-unta surga, lalu engkau menungganginya wahai 'Ali, sedangkan lututmu menempel pada lututku, dan pahamu menempel pada pahaku, sehingga engkau masuk surga.." 169

Al-Hafizh meriwayatkan dari Salim dari Ibnu 'Umar, ia berkata, "Ketika 'Umar ditikam dan memerintahkan musyawarah untuk menunjuk penggantinya, ia berkata, "Apa mungkin yang akan dikatakan orang-orang tentang 'Ali? Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, "Wahai 'Ali, tanganmu berada di tanganku pada hari kiamat sehingga engkau masuk ke tempat yang aku masuk (surga)."

Aku katakan, sesungguhnya ini adalah hadis yang agung dan kedudukan yang agung bagi 'Ali As. Al-'Allamah al-'Askari berkata dalam kitabnya Maqâmul Imâm, 170 "Telah

diriwayatkan hadis yang banyak dari jalur ulama Ahlus Sunnah bahwa 'Ali As bersama Nabi Saw di surga, di antaranya hadis yang diriwayatkan di dalam Dzakâ'irul 'Uqbâ, halaman 89, dari Zaid bin Arqam bahwa Nabi Saw bersabda kepada 'Ali, 'Engkau bersamaku dalam istanaku di surga bersama Fatimah putriku," kemudian ia membaca ayat, " Sedangkan mereka bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan." (Qs. al-Hijr [15]:47)

Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam al-Manâqib

169 . Lihat, al-Kanji asy-Syafi'i dalam Kifâyatuth Thâlib hal. 76.

001 dan juga disebutkan dalam Dzakhâ'irul 'Uqba, dari 'Abdullah

bin Mas'ud, ia berkata, "Rasulullah Saw. bersabda kepada 'Ali, "Apakah engkau tidak rela bahwa engkau bersamaku dalam surga bersama al-Hasan dan al-Husain, dan keturunan kita di belakang kita, sedangkan istri-istri kita di belakang kelurunan kita, dan para Syi 'ah (pengikul) kita di sebelah kanan dan sebelah kiri kita." 171

"Kedudukan 'Ali di Sisiku, seperti Kedudukanku di Sisi Tuhanku."

Ibnu Hajar menyebutkan dalam ash-Shawâ'iqul Muhriqah, 172 lbnu as-Saman meriwayatkan dalam kitabnya al-

Muwâfaqah dari Ibnu 'Abbas, ia berkata, "Ketika Abu Bakar dan' Ali datang untuk menziarahi kuburan Rasulullah Saw" enam hari setelah wafatnya, 'Ali berkata kepada Abu Bakar, 'Majulah!' Yakni, masuklab lebih dabulu ke dalam kamar yang dalamnya terdapat kuburan Rasulullab Saw. Kemudian, Abu Bakar berkata, 'Aku tidak akan mendahului seseorang yang aku telah mendengar Rasulullab Saw bersabda, 'Kedudukan 'Ali di sisiku, seperli kedudukanku di sisi Tuhanku."

Aku katakan, banyak ulama Ahlus Sunnah yang meriwayatkan hadis tersebut dalam kitab-kitab mereka, di antaranya: Al-Muhibb ath-Thabari asy-Syafi'i dalam Dzakhâ'irul 'Uqba, halaman 64, dan dalam ar-Riyâdhun Nadhrah, jilid 2, halaman 163.

171 . Lihat, Dzakhâ'irul 'Uqba, halaman 90

"Sesungguhnya Allah Telah Menganugerahkan kepada Saudaraku, 'Ali bin Abi Thalib, Keutamaan- Keutamaan yang Tidak Terhitung."

Al-Kanji asy-Syafi'i meriwayatkan dalam Kifâyatuth Thâlib dengan sanad dari ash-Shadiq As, dari 'Ali bin al- Husain, dari ayahnya, dari Amirul Mukminin 'Ali As yang berkata, Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya Allah telah menganugerahkan kepada saudaraku, 'Ali bin Abi Thalib, keutamaan-keutamaan yang tidak terhitung dan sangat banyak. Barangsiapa menyebutkan salah satu keutamaan

dari keutamaan-keutamaannya, dan mengakuinya, nicaya Allah akan mengampuni dosanya yang telah lalu dan yang akan datang; barangsiapa yang menuliskan salah satu keutamaan dari keutamaannya, niscaya malaikat akan senantiasa memohonkan ampunan untuknya, selama tulisan itu masih ada; barangsiapa yang mendengarkan salah satu keutamaan dari keutamaannya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang diakibatkan oleh pendengarannya; dan barangsiapa yang memandang

berisikan keutamaan- keutamaannya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-

tulisan

yang

dosanya yang diakibatkan oleh penglihatannya." 173 Nabi Saw bersabda; "Memandang saudaraku, 'Ali,

merupakan ibadah dan menyebut (keutamaannya) juga merupakan ibadah. Allah tidak akan menerima iman seorang hamba Allah, kecuali dengan mengakui wilayâh-nya dan berlepas diri dari musuh-musuhnya."

"Aku Berdamai kepada Orang yang Berdamai dengan Penghuni Kemah Ini."

Al-Khawarizmi al-Hanafi meriwayatkan dalam kitabnya dengan sanad dari Yunus bin Sulaiman at-Tamimi, dari ayahnya, dari Zaid yang berkata, "Aku mendengar Abu Bakar berkata, "Aku pernah melihat Rasulullah Saw memasang sebuah kemah, sedangkan ia bersandar pada sebuah busur. Ketika itu, dalam kemah tersebut terdapat 'Ali, Fatimah, al-Hasan, dan al-Husain, lalu Rasulullah Saw bersabda,

"Wahai segenap kaum Muslim, aku berdamai kepada orang yang berdamai dengan penghuni kemah ini. Aku memerangi orang yang memerangi mereka. Aku menolong orang yang menolong mereka. Dan aku memusuhi orang yang memusuhi mereka. Tidak ada yang mencintai mereka kecuali orang yang berbahagia dan baik kelahirannya (lahir dari hasil pernikahan yang sah). Tidak ada yang membenci mereka kecuali orang yang celaka dan lahir dari hasil perbuatan zina."

Kemudian ada seseorang yang bertanya kepada laid, "Wahai Zaid, apakah engkau mendengar Abu Bakar berkata

hal itu?" Zaid menjawab, "Ya, demi Tuhan Pemilik Ka'bah." 174

Hadis ini juga diriwayatkan oleh 'Abdullah al-Hanafi dalam kitabnya Arjahul Mathâlib, halaman 309, dan al- Muhibb ath-Thabari asy-Syafi'i dalam ar-Riyâdhun Nadhrah.

"Kami Ahlulbait, Tidak Ada Seorang pun yang Dapat Dibandingkan dengan Kami."

Al-Qunduzi al-Hanafi meriwayatkan dalam Yanâbi'ul Mawaddah dari kitab Mawaddatul Qurbâ, karya al-Hamdani asy-Syafi'i, yang meriwayatkan dengan sanad dari Abu Wa'il dari Ibnu 'Umar yang berkata, "Dahulu kami jika menghitung sahabatsahabat Nabi Saw, kami biasa berkata, 'Abu Bakar, 'Umar, dan 'Utsman." Lalu ada seseorang yang berkata, 'Wahai Abu 'Abdurrahman, lalu 'Ali siapakah ia?"

Ibnu 'Umar menjawab, "Ali terrnasuk Ahlulbait, yang tidak dapat dibandingkan dengannya seorang pun. Ia ('AIi) bersama Rasulullah Saw dalam derajatnya. Sesungguhnya Allah berfirrnan, "Dan orang-orang beriman, dan anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka." (Qs. at-Thur [52]:21)

Oleh karena itu, Fatimah bersama Rasulullah Saw berada pada derajat yang sama, sedangkan 'Ali bersama mereka berdua.'"

Al-'Allamah al-'Askari berkata dalam kitabnya Maqâmul Imâm, "Sesungguhnya perkataan Ibnu 'Umar, "Ali adalah dari Ahlulbait, yang tidak dapat dibandingkan

dengannya seorang pun," 175 dikuatkan oleh banyak hadis Nabi Saw, di antaranya hadis yang diriwayatkan dalarn

Dzakhâ'irul 'Uqbâ karya al-Muhibb ath-Thabari asy-Syafi'i, halaman 17, dari Anas yang berkata, "Rasulullah Saw bersabda, 'Kami Ahlulbait tidak dapat dibandingkan dengan seorangpun."

Hadis ini juga diriwayatkan oleh 'Ubaidullah al-

020 Hanafi dalarn Arjahul Mathâlib, halaman 330, sama seperti

yang diriwayatkan dalam Dzakhâ'irul 'Uqbâ, hanya saja ia berkata, "Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dalarn al-Manâqib." Dalam kitab tersebut, pada halaman yang sama, dikatakan, "Ali As berpidato di atas mimbar, di antaranya ia berkata, 'Kami Ahlulbait Rasulullah Saw, tidak ada seorang pun yang dapat dibandingkan dengan kami."

Ad-Dailami meriwayatkan dalarn Firdausul Akhbâr dan dalam Yanâbi'ul Mawaddah, halaman 253, setelah menukilkan hadis yang diriwayatkan dari Ibnu 'Umar, ia berkata, "Abdullah bin Ahmad bin Hanbal pemah bertanya kepada ayahnya tentang pengutamaan sahabat, lalu ayahnya menjawab, "Abu Bakar, 'Umar, dan 'Utsman, kemudian ia diam."

'Abdullah berkata, "Wahai ayahku, di mana 'Ali bin Abi Thalib?" Ahmad bin Hanbal menjawab, "Ali adalah dari Ahlulbait, mereka (Abu Bakar, 'Umar dan 'Utsman) itu tidak dapat dibandingkan dengannya."

"'Ali Adalah Saudaraku, Khalifahku dan Orang yang

Mewarisi Ilmuku." At-Tirmidzi (Muhammad bin Shalih) al-Hanafi meriwayatkan dalam al-Kawâkib ad-Durri dari 'Umar yang berkata, "Ketika Rasulullah Saw mengikat persaudaraan di an tara para sahabatnya, ia bersabda, "Ini 'Ali adalah saudaraku di dunia dan akhirat, khalifahku dalam keluargaku, washiyy (penerima wasial unluk menjadi khalifah)-ku bagi umatku, orang yang mewarisi ilmuku, pembayar utangku, hartanya dariku dan hartaku darinya, memberikan kebaikan kepadanya sama dengan memberikan

022 kebaikan kepadaku, dan memberikan kemudaratan

kepadanya sama dengan memberikan kemudaratan kepadaku. Barang siapa yang mencinlainya, berarli dia lelah mencinlaiku; dan barang siapa yang membencinya, berarti dia lelah membenciku." 176

Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Qunduzi al- Hanafi dalam Yanâbi'ul Mawaddah, halaman 251. Aku katakan, sesungguhnya 'Umar mengakui bahwa 'Ali adalah washiyy Rasulullah Saw bagi umat dan khalifah dalam keluarganya, dan ia telah meriwayatkan hadis yang sama kandungan hadis ini dari Nabi Saw yang banyak jumlahnya, bahkan lebih dari dua ratus hadis. Kami telah mengumpulkan sebagian di antaranya dalam kitab kami asy- Syi'ah wa Hujjatuhum fit Tasyayyu' (Syi'ah dan Hujah Mereka di dalam Kesyi'ahan Mereka).

Alangkah baiknya, sekiranya 'Umar dengan segala pengakuan yang banyak tersebut, yang diriwayatkan di dalam kitabkitab Ahlus Sunnah, tidak melakukan hal-hal yang menciptakan hal yang merugikan (mudarat) Nabi Saw dan Ahlulbaitnya yang diberkati, seperti penyerbuannya ke rumah Fatimah dan pengumpulan kayu bakar untuk membakar rumahnya berikut orang yang ada di dalamnya serta pemaksaan yang dilakukannya terhadap 'Ali untuk melakukan baiat (kepada Abu Bakar), dan hal-hal lainnya yang bersumber darinya yang dilakukan secara sengaja terhadap orang-orang yang diperintahkan Allah Swt untuk mencintai mereka, sebagaimana firman-Nya, "Katakanlah, "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang (mawaddah) terhadap keluargaku." (Qs. asy-

176 . Lihat, at-Tirmidzi (Muhammad bin Shalih) al-Hanafi, al-Kawâkib ad-

021 Syura [42]:23)

Dan juga sabda Nabi Saw, "Aku wasiatkan kepada kalian Ahlulbaitku karena sesungguhnya mereka itu adalah titipanku (amanah) kepada kalian."

"Ali Adalah Orang yang Paling Utama yang Aku Tinggalkan Setelahku."

Al-Qunduzi al-Hanafi meriwayatkan dalam Yanâbi'ul Mawaddah dari kitab Mawaddatul Qurbâ, karya al-Hamdani asy-Syafi'i, dari lbnu 'Umar, ia berkata, "Pemah Salman al- Farisi berjalan melewati kami, ketika itu kami sedang dalam suatu perkumpulan. Ia bermaksud menengok seseorang. Tiba-tiba ada seseorang di antara kami yang berkata, 'Jika kalian mau, niscaya akan aku beri tahukan kepada kalian seorang yang paling utama di kalangan umat ini setelah Nabinya, dan ia lebih utama daripada dua orang laki-laki ini (Abu Bakar dan 'Umar).

Maka, Salman berkata, 'Jika kalian mau, niscaya akan aku beri tahukan kepada kalian seorang yang paling utama di kalangan umat ini setelah Nabinya, dan ia lebih utama daripada dua orang laki-laki ini, (

Abu Bakar dan 'Umar'). Kemudian Salman pergi. Salman ditanya, "Wahai Abu 'Abdillah, apa yang kamu katakan?"

Salman menjawab, 'Aku pemah menghadap Rasulullah

Saw, lalu aku bertanya kepadanya, "Apakah engkau telah berwasiat?" Rasulullah Saw. bersabda, "Wahai Salman, apakah engkau tahu, siapakah orang-orang yang mendapatkan wasiat (al-Aushiyâ')?'

Salman berkata, "Aku menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. " Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya Adam washiyy-nya adalah Syits, dan ia (Syits) adalah putranya yang

021 paling utama yang ditinggalkan setelahnya; washiyy Nuh

adalah Sam, dan ia (Sam) adalah orang yang paling utama yang ditinggalkan setelahnya; washiyy Musa adalah Yusya', dan ia adalah orang yang paling utama yang ditinggalkan setelah; washiyy Sulaiman adalah Ashif bin Barkhiya, dan ia (Ashif) adalah orang yang paling utama yang ditinggalkan setelahnya; washiyy 'Isa adalah Syam'un bin Barkhiya, dan ia adalah orang yang paling utama yang ditinggalkan setelahnya; dan sesungguhnya aku telah mewasiatkan (menjadikannya sebagai washiyy) kepada 'Ali, dan ia adalah orang yang paling utama yang aku tinggakan setelahku." 177

Aku katakan, at-Tirmidzi al-Hanafi telah meriwayatkan hadis seperti di atas dalam al-Kawâkib ad- Durri, halaman 133, bahkan hadis semacam ini telah diriwayatkan dalam riwayat yang berbeda-beda dari 'Umar dan Ibnu 'Umar dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah.

Jelaslah dari hadis ini dan yang semisalnya, yang sebagiannya telah kami sampaikan, bahwa setiap nabi yang telah lalu mempunyai seorang washiyy yang telah ditentukan dari sisi Allah, dan tidaklah dibenarkan bagi seorang nabi untuk meninggal dunia dalam keadaan ia tidak mewasiatkan kepada seseorang dan meninggalkan syariatnya diabaikan.

Demikian juga Rasulullah Saw, ia sudah semestinya telah berwasiat. Bukankah Anda tahu bahwa ia telah mewasiatkan kepada 'Ali pada hari ia memberikan peringatan kepada kerabatnya yang terdekat (asyiratakal aqrabin), pada hari Ghadir Khum, dan pada kesempatan yang berbeda-beda, sebagaimana telah dicatat dalam buku- buku sejarah. Bahkan, ketika dalam keadaan sakit yang membawa pada wafatnya, ia meminta kertas dan pena untuk

021 menuliskan wasiatnya agar mereka tidak tersesat selamanya.

Akan tetapi, hal itu ditolak oleh 'Umar dengan ucapannya, "Sesungguhnya nabi kalian telah meracau (mengigau)," dan ucapannya, "Pada kita telah ada Kitabullah yang itu sudah cukup bagi kita," seakan-akan Rasulullah Saw tidak tahu bahwa ada Kitabullah di tengah-tengah mereka.

Seandainya Rasulullah Saw tidak meninggalkan wasiat, niscaya ia bertentangan dengan para rasul dan nabi sebelumnya . Perhatikanlah hadis yang diriwayatkan oleh Salman tersebut dan hadis-hadis lainnya yang semacamnya yang diriwayatkan para sahabat Nabi Saw yang lain.

Dengan demikian, penunjukan seorang washiyy adalah merupakan kewajiban para nabi. Oleh karena itu, mereka menunjuk para washiyy mereka berdasarkan perintah Allah Swt, bukan dari diri mereka sendiri. Sebab, pengetahuan mereka terbatas sehingga mereka tidak diperkenankan menunjuk washiyy mereka berdasarkan kehendak mereka sendiri, tetapi mereka memasrahkannya kepada Allah karena Dialah yang mengetahui segala rahasia.

Allah Swt. berfirman, "Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka." (Qs. al- Qashash [28]:68)

"Sebaik-baik Laki-Laki Kalian Adalah 'Ali bin Abi Thalib."

AI-Qundtizi Al-Hanafi meriwayatkan di dalam Yanabi'ul Mawaddah21 dari kitab Mawaddatul Qurba; karangan AI-Hamdiini AsySyiifi'i dengan sanadnya dari Ibn 'Umar dari Rasulullah Saw. bahwasanya beliau bersabda, "Sebaik- baik laki-taki kalian adalah 'Ali bin Abi Thalib, sebaik-baik

021 pemuda kalian adalah al-Hasan dan al-Husain, dan sebaik-

baik wanita kalian adalah Fatimah binti Muhammad." Aku katakan, para ulama Ahlus Sunnah telah meriwayatkan hadis tersebut dan yang semisalnya di dalam kitab-kitab mereka.

AI-Muttaqi al-Hanafi meriwayatkan dalam Kanzul 'Ummâl, jilid 6, halaman 159, dari Ibnu 'Abbas sesungguhnya ia berkata, "Rasulullah Saw bersabda, "Ali adalah sebaik-baik manusia."

Dari Hudzaifah, ia berkata, "Aku mendengar Nabi Saw bersabda, "Ali adaJah sebaik-baik manusia barang siapa menolaknya, maka ia telah kufur." Demikian diriwayatkan oleh al-Hafizh ad-Dimasyqi dalam kitab at-Târikh dari al- Khathib al-Hafizh. Demikian juga disebutkan dari Jabir.

Dalam riwayat ahli hadis dari Syam disebutkan, "Tidak ada yang membencinya kecuali orang kafir." Dan dalam sebuah riwayat , A'isyah dari 'Atha', ia berkata, "Aku bertanya kepada 'A' isyah tentang 'Ali, lalu ia menjawab, "Ialah sebaik-baik manusia, tidak ada yang meragukannya kecuali orang kafir.'"

"Barangsiapa Mencintai 'Ali, Allab Akan Menerima Shalat dan Puasanya, dan Ia Sederajat Para Nabi."

Al-Khawarizmi meriwayatkan dalam Manâqib-nya dengan sanadnya dari Nafi', dari Ibnu 'Umar, ia berkata, "Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa mencintai 'Ali, Allah akan menerima shalat, puasanya, dan ibadah malamnya, Allah juga akan mengabulkan doanya. Barang siapa mencintai 'Ali. Allah akan memberikan kepada setiap tetesan keringat di badannya dengan ganjaran sebuah rumah di surga. Ketahuilah! Sesungguhnya yang mencintai keluarga

021 Muhammad, ia akan merasa aman ketika dihisab dan pada

mizan (timbangan amal) dan ketika menyeberangi shirâth. Ketahuilah! Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan mencintai keluarga Muhammad, maka aku yang menjaminnya masuk surga bersama para nabi. Dan ketahuilah! Sesungguhnya barang siapa yang membenci keluarga Muhammad, kelak akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tertulis di antara kedua matanya, 'Orang yang berputus asa dari rahmat Allah." 178

Muhammad bin Shalih al-Hanafi meriwayatkan dalam kitabnya al-Kawâkib ad-Durri", ia berkata, "Diriwayatkan dari 'Umar bin al-Khaththab sesungguhnya ia berkata, 'Nabi Saw bersabda, "Barangsiapa yang mencintaimu wahai 'Ali, ia akan sederajat bersama para nabi pada hari kiamat; dan barangsiapa membencimu.maka tidak dipedulikan ia mati dalam keadaan Yahudi atau Nasrani. "

Aku katakan, telah banyak diriwayatkan dari Rasulullah hadis-hadis yang menyebutkan faidah dan kegunaan mencintai Amirul Mukminin 'Ali As dan bahaya membencinya. Di antaranya, dalam Arjahul Mathâlib, karya 'Ubaidullah al-Hanafi disebutkan, "Diriwayatkan dari Ibn Mam'ud bahwa Nabi Saw bersabda, 'Mencintai keluarga Muhammad sehari lebih utama daripada beribadah selama setahun, dan barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan mencintai keluarga Muhammad, pasti ia akan masuk surga."

Dan dalam Kanzul 'Ummâl, karya al-Muttaqi al- Hanafi disebutkan, "Diriwayatkan dalam al-Mu'jam al-Kabir, karya ath-Thabrani, dan at-Târikh al-Kabir, karya Ibnu 'Asakir, dari Abu 'Ubaidah bin Muhammad bin 'Ammar bin Yasir, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, 'Rasulullah

021 Saw bersabda, "Aku mewasiatkan kepada orang yang

beriman kepadaku dan membenarkanku untuk berwilayah kepada 'Ali bin Abi Thalib. Barangsiapa yang menjadikan Ali sebagai walinya (pemimpinnya), berarti ia telah menjadikan aku sebagai walinya. Dan barang siapa yang menjadikan aku sebagai walinya, berarti ia telah menjadikan Allah sebagai Walinya. Barangsiapa yang mencintai 'Ali, berarti ia telah mencintaiku; barang siapa yang mencintaiku, berarti ia telah mencintai Allah; barangsiapa yang membenci 'Ali, berarti ia telah membenciku; dan barangsiapa yang membenciku, berarti ia telah membenci Allah Swt."

Ketahuilah! Bahwa kecintaan yang diriwayatkan dalam hadis tersebut dan hadis-hadis yang semisalnya bukanlah sekadar kecintaan yang dianggap oleh sebagian orang. Akan tetapi, kecintaan yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah kecintaan yang disertai dengan pengakuan terhadap wilâyah-nya (kepemimpinannya) yang umum.

Jelasnya, orang yang mendahulukan musuh orang yang dicintainya atas orang yang dicintainya itu adalah kecintaan yang palsu dan kedustaan yang nyata. Hal sangat jelas bagi setiap orang yang berpikiran jernih.

Rasulullah Saw tidak memaksudkan kecintaan yang disebutkan dalam hadis tersebut sekadar kecintaan saja, tetapi yang beliau maksudkan adalah kecintaan yang disertai dengan pengakuan terhadap wilâyah (kepemimpinan). Dalil kami akan hal itu adalah hadis-hadis yang banyak yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw yang mendorong umatnya untuk mencintai Ahlulbaitnya dan menjadikan mereka sebagai pemimpin.

Oleh karena itu, wajib hukumnya bagi setiap mukallaf untuk mengambil hukum-hukum agamanya, baik

012 ushhuluddin (pokok-pokok agama) maupun furu'uddin

(cabang-cabang agama) dari orang-orang yang telah dijamin kemaksuman mereka, sesuai nash AI-Quran dan hadis Rasulullah Saw, yaitu para Imam Ahlulbait.

Sebab, orang yang tidak dijamin kemaksumannya tidak tepat untuk mengemban tugas yang berat ini karena ia dapat melakukan kesalahan. Bisa jadi, dalam hal yang wajib, ia mengeluarkan fatwa yang sebaliknya (sebagaimana terjadi pada masa kekhalifahan 'Umar bin AI-Khaththab yang terjadi tidak hanya sekali).

Oleh karena itu, dalam keyakinan kami (Syi'ah) seorang imam wajib berdasarkan nash dari Allah Yang mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi, dan Rasulullah Saw. tidak mewasiatkan kekhalifahan kecuali kepada orang yang maksum, yang terpelihara dari dosa dan kesalahan, yang merupakan perintah dari Allah Swt.

"Engkau Adalah Saudaraku dan Pembantuku."

Al-Muttaqi al-Hanafi meriwayatkan dalam Kanzul 'Ummâl yang ia nukil dari kitab al-Mu'jam al-Kabir, karya ath- Thabrani, dengan sanadnya dari Ibnu 'Umar, ia berkata, "Rasulullah Saw bersabda kepada 'Ali, 'Bukankah aku telah membuatmu rela wahai 'Ali, engkau saudaraku, pembantuku, pembayar utangku, dan yang melaksanakan janjiku. Barangsiapa yang mencintaimu dalam masa hidupku, maka ia telah memenuhi janjinya; barangsiapa yang mencintaimu di masa hidupmu sepeninggalku, Allah akan mencapnya dengan keamanan dan keimanan; barangsiapa yang mencintaimu sepeninggalku, sedangkan ia tidak melihatmu, maka Allah akan mencapnya dengan keamanan dan keimanan serta akan menjadikannya merasa aman pada

014 hari kiamat; dan barangsiapa membencimu wahai 'Ali, ia

akan mati dalam keadaan mati jahiliah." Aku katakan, hadis ini adalah hadis sahih dan hasan, tidak ada keraguan tentang hal ini, sebagaimana ditegaskan oleh ath-Thabrani dan lainnya. Hadis ini juga dikuatkan oleh hadis-hadis lainnya yang diriwayatkan dalam kitab-kitab ulama Ahlus Sunnah, seperti disebutkan di dalarn kitab Hilyâtul Auliyâ', karya Abu Na'im, jilid I, halaman 86, Kanzul 'Ummâl, karya al-Muttaqi al-Hanafi, jilid 6, halarnan 155, dan lainnya.

Al-Muttaqi al-Hanafi meriwayatkan dalam Kanzul 'Ummâl" hadis lain dari Ibnu 'Abbas, dalamnya terdapat tambahan yang dinukilkan dari kitab al-Mu'jam al-Kabir, ia berkata, "Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa ingin hidup seperti hidupku, meninggal seperti meninggalku, dan menempati surga 'Aden yang ditanam oleh Tuhanku, maka hendaklah ia menjadilran 'Ali sebagai walinya (pemimpinnya) sepeninggalku, dan hendaklah ia mengikuli Ahlibaitku sepeninggalku karena sesungguhnya mereka adalah keturunanku. Mereka diciptakan dari tanahku dan dikaruniai pemahamanku dan ilmuku. Celakalah orang- orang yang mendustakan keutamaan mereka dari kalangan umatku, yang memutuskan silaturahimku pada mereka. Sungguh, mereka tidak akan mendapatkan syafaatku."

Sesungguhnya hadis yang agung ini diriwayatkan dari Nabi Saw yang telah disepakati kesahihannya oleh Ahlus Sunnah dan Syi'ah, bahkan juga disepakati oleh selain keduanya. Hadis ini secara jelas memerintahkan umat Nabi Saw untuk mencintai Ahlulbaitnya dan mengikuti keturunannya, baik dalam urusan agama maupun dunia mereka. Sebab, mereka (Ahlulbai Nabi Saw) telah dikaruniai

010 pemahaman dan ilmu Nabi Saw, sebagaimana ditegaskan

olehnya. Dengan demikian, mereka (Ahlulbait Nabi Saw.) memang layak untuk diikuti karena mereka telah dikaruniai pemahaman dan ilmu Nabi Saw, bukan hanya karena mereka itu sekadar keturunannya saja.

Hadis tersebut seperti hadis-hadis Nabi Saw yang lain yang dikenal dengan hadis "tsaqalain" dan hadis "safinah" secara jelas menegaskan bahwa keberuntungan dan keselamatan seseorang, baik di dunia maupun akhirat, bergantung pada berpegang teguhnya ia kepada Ahlulbaitdan naiknya ia ke dalam bahtera keselamatan dengan mengikuti mereka. Sebab, mereka (Ahlulbait) adalah perbendaharaan ilmu Rasulullah Saw dan mewarisi hikmatnya serta seluruh hal-lainnya yang dibutuhkan oleh seorang khalifah dan imam.

Rasulullah Saw menerangkan kepada para sahabat beliau agar mereka mengikuti jalan Ahlulbaitnya yang lurus dan berjalan pada jalan mereka yang terang, yang malamnya seperti siangnya, dan beliau sekali-kali tidak meninggalkan umatnya tanpa menunjuk seorang khalifah yang meneruskan kepemimpinan umat ini sepeninggal beliau. Seandainya Nabi Saw meninggalkan umatnya tanpa menunjuk seorang khalifah, maka sama saja ia mengantarkan umatnya pada kebinasaan.

Tentu, sekali-kali tidak akan pernah terjadi hal itu padanya. Sebab, perhatian dan kepeduliannya terhadap umat amat mendalam dan kasih sayangnya sangat besar kepada mereka.

"Bintang-Gemintang adalab Pelindung bagi Penduduk Langit, sedangkan Ahlulbaitku Adalab Perlindungan bagi Umatku."

Ibnu Hajar meriwayatkan dalam Shawâ'iq-nya dari Nabi Saw sesungguhnya ia bersabda, "Bintang-bintang adalah perlindungan bagi penduduk langit, sedangkan Ahlulbaitku adalah perlindungan bagi umatku."

Kemudian Ibn Hajar berkata, "Hadis ini diriwayatkan oleh sekelompok perawi dengan sanad yang dha'if (lemah)."

Aku katakan, perhatikanlah dengan penilaian yang adil ucapannya, "Hadis ini diriwayatkan oleh sekelompok perawi yang semuanya dengan sanad yang dha'if (lemah)," sesungguhnya ia benar-benar mempunyai maksud yang buruk. Sebab, hadis tersebut dikuatkan oleh hadis yang lain, yaitu sabda Nabi Saw, "Ahlulbaitku adalah pelindung bagi penduduk bumi. Jika Ahlulbaitku telah sirna, niscaya akan datang bagi penduduk bumi tanda-tanda kiamat yang telah dijanjikan kepada mereka. "

Dalam riwayat lain dari Ahmad bin Hanbal disebutkan, "Jika bintang-bintang telah sirma, niscaya penduduk bumi pun akan sima; dan jika Ahlibaitku telah sirna, niscaya akan simalah penduduk bumi."

Disebutkan dalam riwayat al-Hakim, dan ia mensahihkannya sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim, "Bintang-bintang adalah pelindung bagi penduduk bumi dari kekaraman, sedangkan Ahlibaitku pelindung bagi umatku dari perselisihan. Jika ada kabilah dari bangsa Arab yang menentang mereka (Ahlulbait), niscaya mereka akan senantiasa berselisih dan menjadi partai iblis."

011 Dan banyak lagi riwayat yang satu sama lainnya

saling menguatkan, misalnya sabda Nabi Saw., "Sesungguhnya perumpamaan Ahlulbaitku di tengah-tengah kalian seperti bahtera Nul!, barangsiapa yang menaikinya, niscaya ia akan selamat."

Dalam riwayat Muslim disebutkan, "... dan barang siapa yang tertinggal darinya, niscaya ia akan tenggelam, " dan di dalam riwayat yang lain, "Binasa."

Ibn Hajar meriwayatkan, "Sesungguhnya perumpamaan Ahlibaitku seperti pintu pengampunan bagi Bani Israil, barangsiapa yang memasukinya, niscaya ia akan diampuni."

Dan dalam riwayat lain, "Dosa-dosanya akan diampuni." 179

Penutupan Semua Pintu yang Menuju ke Masjid

Kecuali Pintu Rumah 'Ali An-Nasa'i meriwayatkan dalam Khashâ'ish-nya dari Zaid bin Arqam sesungguhnya ia berkata, "Dahulu

179 . Demikian diriwayatkan dalam ash-Shawâ'iqul Muhriqah, karya Ibn Hajar. Aku katakan, sesungguhnya Ibn Hajar meriwayatkan banyak

riwayat yang sesuai dengan keyakinan Syi'ah, dimana mereka ini adalah orang-orang yang memperwalikan Allah dan Rasul-Nya, serta 'Ali, Fatimah, al-Hasan, dan al-Husain, yang mereka ini adalah ashâbul kisâ, dimana mereka ini telah diajak oleh Rasulullah Saw untuk ber- mubahalah dengan kaum Nasrani dan Najran, dan juga sembilan (imam) dari keturunan al-Husain, kemudian setelah itu ia (Ibn tlajar) mengalamatkan celaan dan tuduhan terhadap Syi'ah untuk mengkhayalkan kepada pembaca bahwa mereka ilu bukan Syi'ah yang ada pada zaman permulaan Islam, lalu ia menganggap bahwa dirinyalah dan orang-orang yang semisalnya, dari golongan nawashib yang tercela, yang sebenamya Syi'ah.

011 beberapa orang dari sahabat Rasulullah Saw mempunyai

pintu yang menuju ke masjid. Lalu Rasulullah Saw bersabda, "Tutuplah pintu-pintu (yang menuju ke Masjid) kecuali pintu 'Ali."

Kemudian, beberapa orang membicarakan hal terscbut, lalu ia berpidato, setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya, kemudian ia bersabda, "Amma ba'du. Sesungguhnya aku telah memerintahkan untuk menutup pintu-pintu ini, kecuali pintu 'Ali. Kemudian tidak salah seorang dari kalian yang membicarakan hal itu. Demi Allah, aku tidak menutupnya dan tidak pula membukanya. Akan tetapi, aku diperintahlean (oleh Allah) dengan suatu perintah, dan aku pun mengikutinya."

Aku katakan, al-Hakim juga meriwayatkan hadis tersebut dalam Mustadrak-nya,jilid 3, halaman 125, dengan sanad yang berbeda dan terdapat sedikit perbedaan dalam teks hadis.

Al-Muhibb ath-Thabari juga meriwayatkannya dalam Dzakhâ'irul 'Uqbâ, halaman 76, demikian juga para tokoh ulama Ahlus Sunnah yang lainnya meriwayatkan hadis tersebut.

'Ali Bersama al-Qur'an dan al-Qur'an Bersama 'Ali

AI-Qunduzi al-Hanafi menyebutkan dalam Yanâbi'ul Mawaddah sebuah riwayat bahwa Nabi Saw bersabda ketika ia sakit yang membawa pada wafatnya, "Wahai orang-orang, sudah dekat waktunya nyawaku akan dicabut dengan cabutan yang cepat, dan sesungguhnya aku telah menasihatkan kepada kalian. Ketahuilah! Sesungguhnya aku telah meninggalkan kepada kalian dua peninggalan yang sangat berharga (tsaqalain), yaitu Kitabullah 'Au;; wa Jalla

011 dan keturunanku Ahlulbaitku."

Kemudian beliau memegang tangan 'Ali seraya bersabda, "'Ali bersama al-Quran, dan al-Quran bersama 'Ali. Keduanya tidak akan berpisah sehingga keduanya menjumpaiku di Haudh, aku akan menanyakan kepada keduanya apa yang kalian perselisihkan tentang keduanya. "

Al-Hamuyini meriwayatkan dalam Farâ'idush Shimthain, bab ke-36, dengan sanad dari Ummu Salamah Ra yang berkata, "Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sungguh aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda, "Ali bersama kebenaran, dan kebenaran bersama 'Ali. Keduanya tidak akan berpisah sehingga keduanya menjumpaiku di Haudh."

'Ali Pemimpin Kaum Muslim

Al-Qunduzi al-Hanafi meriwayatkan dalam Yanâbi'ul Mawaddah", halaman 55, dari Ibnu 'Abbas sesungguhnya ia berkata, "Rasulullah Saw bersabda kepada Ummu Salamah, "Wahai Ummu Salamah, 'Ali dariku dan aku dari 'Ali. Dagingnya dari dagingku dan darahnya dari darahku. Kedudukan 'Ali di sisiku, seperti kedudukan Harun di sisi Musa. Wahai Ummu Salamah, dengarkanlah dan saksikanlah, 'Ali adalah pemimpin kaum Muslim."

'Ali Pemimpin Bangsa Arab

Al-Qundfizi al-Hanafi juga meriwayatkan dalam Yanâbi'ul Mawaddah dari Anas bin Malik yang berkata, "Rasulullah Saw bersabda, "Siapakah pemimpin bangsa Arab?" Para sahabat menjawab, "Engkau wahai Rasulullah."

Ia bersabda, "Aku adalah pemimpin anak Adam, sedangkan 'Ali adalah pemimpin bangsa Arab."

'Ali adalab Makbluk yang Paling Dicintai oleh Allab dan Rasul-Nya

Al-Qunduzi al-Hanafi juga meriwayatkan dalam Yanâbi'ul Mawaddah dari Ahmad bin Hanbal dengan sanad dari Safinah, Maula Nabi Saw, bahwa ia berkata, "Pemah seorang wanita Anshar memberikan kepada Rasulullah Saw daging berupa dua ekor burung yang dipanggang dan dua potong roti. Lalu Nabi Saw berdoa, "Ya Allah, datangkanlah kepadaku makhluk-Mu yang paling dicintai oleh-Mu dan Rasul-Nya, lalu 'Ali datang, maka dia makan daging burung yang dipanggang itu bersama Nabi Saw sehingga keduanya merasa kenyang."

Aku katakan, hadis ini dikenal dengan hadis daging panggang burung.

'Ali Penakwil Al-Quran

Ibnu Hajar al-Asqalani meriwayatkan dalam al- Ishâbah dari 'Abdurrahman bin Basyir yang berkata, "Kami pemah duduk-duduk bersama Nabi Saw, ketika itu ia bersabda, "Ada seorang laki-la di antara kalian yang berperang karena penakwilannya, ebagaimana aku berperang karena penurunannya," Kemudian Bakar berkata, "Akukah itu wahai Rasulullah?' Ia menjawab, "Bukan." Lalu 'Umar berkata, "Akukah itu wahai Rasulullah?" Ia menjawab, "Bukan, tetapi orang yang sedang menjahit sandal."

Kemudian, kami keluar (untuk melihat, siapakah orang yang dimaksud itu), ternyata ia adalah 'Ali yamg sedang menjahit sandal Rasulullah Saw di kamar 'A'isyah, lalu kami pun memberikan kabar gembira itu kepadanya."

011 Aku katakan, hadis ini juga diriwayatkan oleh al-

Qunduzi dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah, halaman 90, al-Muhibb ath-Thabari juga meriwayatkan hadis tersebut dalam kitabnya Dzakhâ'irul 'Uqbâ, halaman 76, dengan sedikit perbedaan dalam teks hadisnya.

Allah Swt Memperkuat Nabi-Nya dengan 'Ali As

Al-Muhibb ath-Thabari meriwayatkan dalam Dzakhâ'irul 'Uqbâ dari Ibnu al Khamis yang berkata, "Rasulullah Saw bersabda, 'Ketika aku dimikrajkan ke langit, aku melihat pada kaki 'Arsy sebelah kanan, di tempat itu aku melihat sebuah tulisan yang aku pahaminya (tertulis), 'Muhammad Rasul Allah, aku memperkuatnya dengan 'Ali dan aku menolongnya dengan 'Ali."

Barang Siapa Membenci 'Ali, Allah Akan Menyungkurkan Mukanya ke dalam Neraka

Al-Qunduzi al-Hanafi meriwayatkan dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah dari al-Hamuyini asy-Syafi'i dalam Farâ'idus Simthain dan as-Sam'lini dalam al-Fadhâ'il dengan sanad dari Abuz Zubair dari Jabir bin' Abdillah al-Anshari Ra, ia berkata, "Kami pernah bersama Rasulullah Saw di Arafah, saat itu ia bersabda kepada Ali As, "Wahai 'Ali, letakkanlah telapak tanganmu pada telapak tanganku! Wahai 'Ali, aku dan engkau diciptakan dari satu pohon, aku adalah pangkalnya, sedangkan engkau adalah cabangnya, al-Hasan dan al-Husain merupakan ranting-rantingnya. Barangsiapa berpegangan pada ranting-rantingnya, niscaya ia akan masuk surga. Wahai 'Ali, seandainya umatku banyak mengerjakan shalat sehingga badannya membungkuk seperti busur, dan banyak berpuasa sehingga mereka menjadi seperli tali panah,

011 kemudian mereka membencimu, niscaya Allah akan

menyungkurkan muka mereka ke dalam neraka."

'Ali As adalah Orang yang Pertama Beriman kepada Nabi Saw

Al-Qunduzi al-Hanafi meriwayatkan dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah dari Abu Laila al-Ghifari sesungguhnya ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, "Akan terjadi pada umatku fitnah (perselisihan dan pertikaian). Jika hal itu telah terjadi, ikutilah 'Ali bin Abi Thalib karena sesungguhnya ia adalah orang yang pertama beriman kepadaku dan orang yang pertama kali bersalaman denganku pada hari kiamat. Ia adalah ash-Shiddiqul Akbar dan ia adalah Fâruq (pembeda antara hak dan batil) umat ini. Ia adalah pemimpin kaum Mukmin, sedangkan harta adalah pemimpin kaum munafik." 180

'Ali adalah Washiyy Rasulullah Saw

Al-Qunduzi al-Hanafi meriwayatkan dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah dari Ahmad bin Hanbal dari Anas bin Malik sesungguhnya ia berkata, "Kami pernah berkata kepada Salman, 'Tanyakanlah kepada Nabi Saw tentang washiyy-nya!' Lalu, Salman bertanya kepada Nabi Saw, "Wahai Rasulullah, siapakah yang menjadi washiyy-ku?' Kemudian, Nabi Saw berkata, "Wahai Salmdn. siapakah washiyy Milsd?" Salman menjawab, "Yusya' bin Nun." Nabi Saw bersabda, "Washiyy-ku, yang mewarisiku. yang membayarkan utangku dan menunaikan janjiku adalah 'Ali

bin Abi Thalib." 181

180 . Lihat, Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanâbi'ul Mawaddahh, hal. 82.

012 Ibn Mardawaih meriwayatkan dalam Manaqib-nya

dari Salman, ia berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah Saw, "Kepada siapa yang kami harus ikuti sepeninggalmu dan mempercayakan urusan kami?"

Rasulullah Saw menjawab, "Khalifahku, saudaraku, pembantuku. dan orang yang paling baik yang aku tinggalkan sepeninggalku adalah 'Ali bin Abi Thalib. Ialah yang menyampaikan dariku dan melaksanakan janjiku."

Ibn Mardawaih juga meriwayatkan dalam Manâqib- nya, Abu Na'im dalam Hilyatul Auliyâ', al-Kanji asy-Syafi'i dalam Kifâyatuth Thâlib, dan al-Khawarizmi dalam Maqtalul Husain dan Manâqib-nya dengan sedikit perbedaan dalam teks hadisnya dari Anas, ia berkata, "Nabi Saw bersabda kepada 'Ali, "Engkaulah yang menyampaikan risalahku sepeninggalku, menyampaikan dariku, memperdengarkan kepada manusia suaraku, dan mengajarkan Kitabullah kepada manusia apa-apa yang mereka tidak ketahui."

Ibn Abil Hadid al-Mu'tazili meriwayatkan dalam Syarh Nahjul Balâghah dari Abu Ja'far al-Iskafi sabda Nabi Saw kepada 'Ali ketika turunnya ayat, "Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat." (Qs. asy-Syura [26]214) Ali adalah saudaraku, washiyy-ku, dan khalifahku sepeninggalku."

Dan al-Muhibb ath-Thabari meriwayatkan dalam kitabnya Dzakhâ'irul 'Uqbâ dan al-Khawarizmi dalam kitabnya al-Manâqib dari Nabi Saw sesungguhya ia bersabda, "Setiap nabi mempunyai washiyy dan orang yang mewarisi ilmunya dan sesungguhnya 'Ali adalah washiyy-ku dan orang yang mewarisi ilmuku."

Sesungguhnya hadis-hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw yang menegaskan bahwa 'Ali As adalah

014 washiyy-nya sangatlah banyak, yang diriwayatkan dalam kitab-

kitab Ahlus Sunnah dan Syi'ah. Telitilah dengan saksama, niscaya Anda akan menemukan kebenaran ini. Maka, tidak ada alasan lagi bagi seseorang untuk menolak kebenaran ini (bahwa 'Ali As adalab khalifab Rasulullah Saw secara langsung sepeninggalnya) setelab sampai kepadanya keterangan yang nyata ini.

"Yaitu agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata pula." (Qs. al-Anfal [8]: 42)

Al-Hakim meriwayatkan dalam al-Mustadrak dari Abu Dzar al-Ghifari Ra sesungguhnya ia berkata, "Rasulullah Saw bersabda kepada 'Ali bin Abi Thalib, "Barangsiapa menaatiku, berarti ia telah menaati Allah; barangsiapa yang menentangku, berarti ia telah menentang Allah; barangsiapa yang menaatimu, berarti ia telah menaatiku; dan barangsiapa yang menentangmu, berarti ia

telah menentangku." 182

Barang Siapa yang Mencintai 'Ali, Allah Akan Mencintainya

Al-Hakim juga meriwayatkan dalam kitabnya al- Mustadrak dari Ibnu 'Abbas sesungguhnya ia berkata, "Nabi Saw pernah (pada suatu hari) memandang 'Ali As, lalu ia bersabda, 'Wahai 'Ali, engkau adalah pemimpin (Sayyid) di dunia dan pemimpin di akhirat. Kekasihmu adalah kekasihku dan kekasihku adalah kekasih Allah; musuhmu adalah musuhku, dan celakalah bagi orang yang membencimu sepeninggalku." 183

182 . Lihat, Al-Hakim, al-Mustadrak, jil. 3, hal. 128.

Mencintai 'Ali adalah Tanda Keimanan, Membencinya adalah Tanda Kemunafikan

Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam Musnad-nya dari 'Ali As, ia berkata, "Nabi Saw telah mewasiatkan kepadaku bahwa tidak ada yang mencintaimu kecuali Mukmin dan tidak ada yang membencimu kecuali orang munafik." 184

Al-Qunduzi al-Hanafi juga meriwayatkan hadis tersebut dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah, halaman 47, dengan jalur riwayat yang berbeda.

Al-Hakim meriwayatkan dalam kitabnya al- Mustadrak dari Abu Dzar Ra sesungguhnya ia berkata, "Kami dahulu mengenali orang-orang munafik dengan pendustaan mereka terhadap Allah dan Rasul-Nya, tidak mengerjakan shalat, dan kebeneian terhadap 'Ali bin Abi Thalib As." 185

Tiga Perkara yang Hanya Dimiliki oleh 'Ali As Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Ibnu 'Umar sesungguhnya ia berkata, "Kami biasa berkata pada zaman Nabi Saw, "Rasulullah Saw merupakan sebaik-baik manusia, kemudian Abu Bakar, kemudian 'Umar. Sungguh, telah dikaruniakan kepada 'Ali bin Abl Thalib As tiga perkara, seandainya aku diberikan satu saja di antara ketiga perkara tersebut, niscaya lebih aku sukai daripada aku mendapatkan sekawanan unta merah (harta yang paling berharga di kalangan bangsa Arab), yaitu; Rasulullah Saw menikahkannya dengan putrinya dan ia

184 . Lihat , Ahmad bin Hanbal, Musnad, jil 2, hal. 102.

012 mendapatkan keturunan darinya, penutupan semua pintu

yang menuju ke dalam masjid kecuali pintunya, dan pemberian bendera kepadanya pada hari Perang Khabar." 186

Allah Swt Mewajibkan Makhluk-Nya untuk Mencintai 'Ali As

Al-Qunduzi al-Hanafi meriwayatkan dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah dari al-Khawarizmi dengan sanad dari Imam Muhammad al-Baqir As dari Jabir bin 'Abdillah al- Anshari Ra sesungguhnya ia berkata, "Rasulullah Saw bersabda, "Jibril telah datang kepadaku dengan membawa selembar daun yang berwarna hijau dari surga, tertulis padanya, "Sesungguhnya Aku Allah telah mewajibkan makhluk-Ku untuk mencintai 'Ali, sampaikanlah wahai

kekasih-Ku hal itu dari-Ku." 187

'Ali As Tidur di Tempat Tidur Rasulullah Saw pada Malam Hijrah

Al-Hakim meriwayatkan dalam al-Mustadrak dari Ibnu 'Abbas sesungguhnya ia berkata, "Ali mengorbankan dirinya (semata-mata demi mencari keridhaan Allah) dan memakai pakaian Nabi Saw, lalu tidur di tempat tidurnya, padahal ketika itu kaum musyrik sedang mengincar Rasulullah Saw (untuk membunuhnya). Rasulullah Saw memakaikan selimutnya kepada 'Ali, sedangkan kaum musyrik Quraisy bermaksud membunuhnya.

Lalu mereka (kaum musyrik Quraisy) pun mengintai 'Ali karena disangkanya ia adalah Rasulullah Saw yang sedang tidur dengan memakai selimut. Ketika kaum

186 . Lihat , Ahmad bin Hanbal, Musnad, jil 7, hal. 20.

011 musyrik Quraisy menyerbu masuk ke dalam kamar

Rasulullah Saw, temyata yang mereka dapatkan adalah 'Ali, mereka lalu naik pitam seraya mencacinya..." 188

'Ali Menghancurkan Berhala yang Paling Besar

Al-Hakim meriwayatkan dalam al-Mustadrak dengan sanad yang sampai kepada 'Ali As sesungguhnya ia berkata, "Ketika malam hari Rasulullah Saw menyuruhku untuk tidur di atas tempat tidurnya, dan ia keluar dari rumahnya untuk melaksanakan hijrah, Rasulullah Saw membawaku ke tempat berhala-berhala, lalu ia bersabda, "Duduklah!' Maka, aku pun duduk di samping Ka'bah, kemudian Rasulullah Saw naik di atas pundakku, kemudian ia bersabda, 'Bangunlah" Maka, aku pun bangun mengangkatnya, lalu ketika ia mengetahui kelemahanku dalam mengangkatnya, ia bersabda, 'Duduklah!' Maka, aku pun duduk, lalu aku menurunkannya dari pundakku, kemudian ia bersabda kepadaku, 'Wahai 'Ali, naiklah di atas pundakku!" Maka, aku pun naik di atas pundaknya, kemudian ia bangkit seraya mengangkatku dan ia mengkhayalkan kepadaku seandainya aku mau, aku dapat meraih langit. Kemudian aku naik di atas Ka'bah. Kemudian Rasulullah Saw menjauh, lalu aku melemparkan berhala yang paling besar, yang dipahat dari besi. Ia bersabda kepadaku, 'Hancurkanlah ia!' Maka, aku pun terus berusaha menghancurkan berhala tersebut sampai aku berhasil menghancurkannya, lalu aku turun." 189

188 . Lihat, Al-Hakim, al-Mustadrak, jil. 3, hal. 4.

189 . Lihat, Al-Hakim, al-Mustadrak, jil. 3, hal. 5.

'Ali Menyampaikan Surat Barâ'ah (berlepas diri) kepada Penduduk Makkah

Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Waki' sesungguhnya ia berkata, "Isra'il berkata, 'Abu Ishaq berkata dari Zaid bin Yutsai', dari Abu Bakar bahwa Nabi Saw pernah mengutusnya untuk menyampaikan surat barâ'ah (pemakluman) kepada penduduk Makkah, yang kandungan surat itu adalah sebagai berikut:

"Orang musyrik tidak diperkenankan setelah tahun ini untuk melaksanakan ibadah haji, dan demikian juga tidak dibolehkan seseorang melakukan thawaf dalam keadaan telanjang. Tidaklah akan masuk surga kecuali jiwa yang berserah diri kepada Allah (Muslim). Barangsiapa antara ia dan Rasulullah ada masa perjanjian, maka tundalah perjanjian itu sampai pada masanya. Dan sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri (barâ'ah) dari orang-orang musyrik. Lalu, Abu Bakar melaksanakan tugas Rasulullah Saw yang diamanahkan kepadanya. Akan tetapi, setelah tiga hari Abu Bakar pergi dengan membawa surat itu, Rasulullah Saw bersabda kepada 'Ali, "Susullah Abu Bakar dan perintahkanlah ia untuk kembali kepadaku, dan sampaikanlah isi surat itu (kepada penduduk Makkah)!" Kemudian, 'Ali pun melakukan hal itu.

Kemudian setelah Abu Bakar datang menghadap Nabi Saw, ia menangis seraya berkata, "Wahai Rasulullah, apakah telah terjadi sesuatu pada diriku?"

Rasulullah Saw menjawab, "Tidak ada sesuatu yang terjadi pada dirimu kecuali kebaikan. Akan tetapi, aku diperintahkan untuk tidak menyampaikan surat itu (pemakluman kepada penduduk Makkah) kecuali diriku

011 sendiri atau seseorang dariku." 190

Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh banyak ulama, di antaranya: al-Muhibb ath-Thabari dalam Dzakhâ'irul 'Uqbâ, halaman 69, dengan sedikit perbedaan dalam teks hadis, at-Tirmidzi dalam Shahîh-nya, jilid 2, halaman 461, an-Naisaburi dalam al-Mustadrak lish Shahîbain, jilid 2, halaman 51, al-Muttaqi al-Hanafi dalam Kanzul 'Ummâl, jilid 1, halaman 246 dan 249, Ibnu Hajar al- 'Asqalani asy-Syafi'i dalam al-Ishâbah, jilid 2, halaman 509, dan Ibnu Hajar al-Haitsami dalam ash-Shawâ'iqul Mubriqah, halaman 19.

Iman 'Ali As Lebih Berat daripada Penduduk Langit dan Bumi

Al-Muhibb ath-Thabari meriwayatkan dalam kitabnya Dzakhâ'irul 'Uqbâ" dengan sanad dari 'Umar bin al- Khaththab sesungguhnya ia berkata, "Aku bersaksi terhadap Rasulullah Saw, sesungguhnya aku mendengar ia bersabda, "Seandainya tujuh petala langit dan bumi diletakkan pada sebuah sisi timbangan dan iman 'Ali diletakkan pada sisi

lainnya, niscaya iman 'Ali akan lebih berat." 191 Aku katakan, hadis ini juga diriwayatkan oleh banyak

tokoh ulama Ahlus Sunnah, di antaranya: ath-Thabari asy- Syafi'i dalam kitabnya yang lain ar-Riyâdhun Nadhrah, jilid 2, halaman 226, al-Qunduzi al-Hanafi dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah, halaman 254, al-Khawarizmi al-Hanafi dalam kitabnya al-Manâqib, halaman 78, al-Muttaqi dalam kitabnya Kanzul 'Ummâl, jilid 6, halaman 156, al-Kanji asy-Syafi'i dalam kitabnya Kifâyatuth Thâlib, halaman 129, dan Ash-

190 . Lihat, Ahmad bin Hanbal, Musnad, jil. 1, hal. 156.

011 Shufuri asy-Syafi'i dalam kitabnya Nuzhatul Majâlis, jilid 2,

halaman 240.

Pengakuan 'Umar terhadap Keutamaan 'Ali As

Ibn Hajar al-Haitsami meriwayatkan dalam kitabnya ash-Shawâ'iqul Muhriqah, Pasal "Penyebutan Pujian Sahabat terhadap 'Ali As", ia berkata, "Ibn Sa'ad meriwayatkan dalam kitabnya ath-Thabâqât dengan sanad dari Abu Hurairah yang berkata, "Umar bin AI-Khaththab berkata, "Ali adalah orang yang paling mengetahui (a'lam) di antara

kami tentang masalah hukum. 192 Ath-Thabari meriwayatkan di dalam ar-Riyâdhun

Nadhrah dari 'Umar bin AI-Khaththab, dia berkata, "'Orang yang paling mengetahui di antara kam; tentang masalah

hukum adalah 'Ali bin Abi Thalib." 193 As-Suyuthi meriwayatkan dalam kitabnya Târikh

Khulafâ hadis yang semisal itu di dalam bab tentang keutamaan 'Ali.

Ibnu 'Abdil Barr meriwayatkan dalam al-Isti'âb dari Sa'id bin al-Musayyib sesungguhnya ia berkata, "Umar berlindung (kepada Allah) dari suatu masalah yang sulit yang

tidak ada di dalamnya Abul Hasan." 194 Ath-Thabari juga menyebutkan riwayat tersebut

dalam kitabnya Dzakhâ'irul 'Uqbâ, halaman 82. Al-Muttaqi al-Hanafi menyebutkan riwayat itu dalam kitabnya Kanzul 'Ummâl dari 'Umar bahwasanya dia berkata, "Ya Allah, janganlah Engkau turunkan kepadaku masalah

192 . Lihat, Ibnu Hajar al-Haitsami, ash-Shawâ'iqul Muhriqah 193 . Lihat, Ath-Thabari, ar-Riyâdhun Nadhrah, hal

011 yang berat, kecuali Abul Hasan ada di sisiku." 195

Ath-Thabari meriwayatkan di dalam kitabnya Dzakhâ'irul 'Uqbâ bahwa 'Umar sering bertanya kepada 'Ali As dalam banyak masalah sulit yang dihadapinya, dan ucapan 'Umar, "Ya Allah, janganlah Engkau turunkan kepadaku masalah yang berat, kecuali Abul Hasan ('Ali) ada di sisiku."

Yahya bin 'Aqil juga menyebutkan bahwa 'Umar biasa berkata kepada 'Ali jika ia bertanya kepadanya suatu masalah, lalu 'Ali memecahkan masalahnya tersebut, "Semoga Allah tidak tetap menghidupkanku sesudahmu wahai 'Ali."

Dan diriwayatkan dari Abu Sa'id bahwa 'Umar berkata kepada 'Ali, setelah dia menanyakan kepada 'Ali suatu masalah dan' Ali telah menjawabnya, "Aku berlindung kepada Allah untuk hidup di dalam suatu hari, sedangkan engkau tidak ada di dalamnya wahai Abal Hasan."

Al-Kanji asy-Syati'i meriwayatkan dalam Kifâyatuth Thâlib, ia berkata, "Sa'id bin Jubair meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas dari 'Umar yang berkata, "Ali adalah orang yang paling mengetahui di antara kami tentang masalah hukum," kemudian "Umar berkata, "Aku mengikuti hal itu dari Rasulullah Saw" maka sekali-kali aku tidak akan pemah meninggalkannya."

Ibnu ash-Shibagh juga meriwayatkan hal itu dalam al-Fushûlul Muhimmah, halaman 17.

Ucapan 'Umar, "Tidaklah Sempurna Kemuliaan kecuali dengan (Mengakui) Wilayâh 'AIi."

Ibn Hajar meriwayatkan dalam kitabnya ash- Shawâ'iqul Muhriqah, ia berkata, "Ibnu 'Abdil Barr

011 meriwayatkan dalam aI-Isti'âb dari lbnul Musayyib, ia

berkata, "Umar berkata, 'Cintailah orang-orang yang mulia dan hendaklah kalian saling mencintai serta takutlah terhadap kehormatan kalian, janganlah ia sampai jatuh ke lembah yang paling bawah (nista). Ketahuilah! Sesungguhnya tidaklah sempurna kemuliaan kecuali dengan (mengakui) wilâyah 'Ali."

Ucapan 'Umar tersebut bersumber dari sabda Rasulullah Saw, yaitu dalam hadis terkenal yang diriwayatkan oleh banyak ulama Ahlus Sunnah, seperti: al-Hamuyini asy- Syafi'i dalam Farâ'idus Simthain, jilid 2, halaman 49, Ubaidullah al-Hanafi dalam Arjahul Mathâlib, halaman 320, dan az-Zamakhsyari dalam al-Kasyâf, jilid 2, halaman 339.

Az-Zamakhsyari meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Barangsiapa meninggal dalam keadaan mencintai keiuarga Muhammad, ia meninggal dalam keadaan syahid. Ketahuilah! Barangsiapa meninggal dalam keadaan mencintai keluarga Muhammad, ia meninggal dalam keadaan diampuni dosanya. Ketahuilah! Barangsiapa meninggal dalam keadaan mencintai keluarga Muhammad, ia meninggal dalam keadaan bertobat. Ketahuilah! Barangsiapa meninggal dalam keadaan mencintai keluarga Muhammad, ia meninggal dalam keadaan beriman, yang sempurna imannya. Ketahuilah! Barangsiapa, meninggal dalam keadaan mencintai keluarga Muhammad, malaikat maut akan memberinya kabar gembira dengan masuk surga, kemudian Munkar dan Nakir (juga akan mengabarkan hal yang sama).

Ketahuilah! Barangsiapa meninggal dalam keadaan mencintai keluarga Muhammad, ia akan diantar masuk ke dalam surga, sebagaimana pengantin perempuan diantar ke

012 rumah suaminya. Ketahuilah! Barangsiapa meninggal dalam

keadaan mencintai keluarga Muhammad, akan dibukakan baginya dalam kuburnya dua pintu ke surga. Ketahuilah! Barangsiapa meninggal dalam keadaan mencintai keluarga Muhammad, Allah akan menjadikan kuburnya sebagai tempat persinggahan para malaikat... "

Adakah kemuliaan yang lebih besar daripada kemuliaan yang didapatkan pecinta keluarga Muhammad? Dan apakah kemuliaan akan sempuma tanpa mencintai keluarga Muhammad?

Oleh karena itu, perkataan 'Umar tersebut sesuai dengan apa yang telah dikabarkan oleh Rasulullah Saw dari hasil kecintaan kepada keluarga Muhammad, dan 'Ali adalah salah seorang dari keluarga Rasulullah Saw yang paling mulia dan paling utama dengan penegasan dari Nabi Saw dalam banyak hadis beliau.

Aku katakan, hadis-hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw tentang keutamaan Amirul Mukminin 'Ali As dan Ahlulbait yang telah disucikan oleh Allah Swt. sangatlah banyak, tidak terhitung. Semua penulis yang menuliskan tentang keutamaan Ahlulbait, walaupun ia telah berusaha dengan segala upayanya, tetap tidak akan mampu menyebutkan semua keutamaan mereka.

Oleh karena itu, kami membatasi yang sekiranya cukup bagi orang-orang yang berpikir, yang mereka ini telah meluruskan niat mereka dan membebaskan diri mereka dari kefanatikan mazhab serta menjauhkan diri dari pertikaian golongan. Adapun pembaca kita yang tetap keras kepala, tidak mau menerima kebenaran yang hakiki, banyaknya hadis Nabi Saw yang diriwayatkan di dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah sama sekali tidak memberikan manfaat

014 kepadanya, apalagi hadis-hadis Rasulullah Saw yang

diriwayatkan dalam kitab-kitab Syi'ah, yang diriwayatkan melalui jalur para Imam Ahlulbait As.

Demi Tuhanmu, katakanlah kepadaku wahai pembaca yang budiman, masih adakah bantahan yang layak ditujukan kepada kami, setelah adanya nash-nash yang gamblang dan tegas yang menetapkan kebenaran terhadap keyakinan kami, para pengikut mazhab Ahlulbait?

Dan juga demi Tuhanmu, katakanlah kepadaku wahai pembaca Muslim yang adil, apakah diriwayatkan hadis-hadis sahih tentang keutamaan para sahabat Nabi Saw dalam kitab-kitab hadis Ahlus Sunnah, seperti hadis-hadis sahih, yang diriwayatkan tentang keutamaan-keutamaan Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib dan Ahlulbaitnya dalam kitab-kitab hadis Ahlus Sunnah?

Kemudian, apakah Allah Swt telah menghilangkan dosa dan noda kepada salah seorang dari sahabat Nabi Saw, sebagaimana Allah telah menghilangkan dosa dan noda dari Ahlulbait?

Adakah diturunkan firman Allah Swt kepada salah seorang dari sahabat Rasulullah Saw ayat, "Katakanlah, "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang (mawaddah) terhadap keluargaku." (Qs. asy-Syura [42]:23) selain 'Ali dan Ahlulbait?

Demi Tuhan Pemilik Ka'bah, tidak pernah sejarah menuturkan kepada kita salah seorang sahabat Nabi Saw yang memperoleh keutamaan seperti yang diperoleh oleh Amirul Mukminin 'Ali dan keluarganya, kecuali dalam hadis- hadis yang dibikin-bikin (hadis palsu) yang sengaja diciptakan oleh orang-orang, seperti Abu Hurairah, Samurah bin Jundab, dan para pemalsu hadis lainnya yang

010 semisal dengan keduanya.

Apakah layak setelah ini, ada orang lain yang lebih didahulukan daripada 'Ali dan Ahlulbait yang telah disucikan oleh Allah dari segala dosa dan noda, yang mereka ini selalu berada dalam jalan kebenaran, sesuai nash al-Quran dan hadis Nabi Saw yang mulia?

Ya Allah, hanya kepada-Mu kami mengadu, dan hanya kepadaMu pula kami berlindung dari musuh-musuh Muhammad dan Ahlulbaitbeliau. Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah yang Mahatinggi lagi Mahaagung. []

Kesaksian Nabi Saw terhadap 'Ali dan Ahlulbaitnya Al-Qunduzi al-Hanafi meriwayatkan dalam kitabnya

Yanâbi'ul Mawaddah tentang keluasan ilmu 'Ali dari kitab Fadhâ'il, karya Ibnu aI-Maghazali asy-Syafi'i dengan sanadnya dari Ibnu 'Abbas, ia berkata, "Nabi Saw bersabda, 'Ketika aku berada di hadapan Tuhanku, Dia berbicara kepadaku dan aku bermunajat kepada-Nya. (Ketahuilah') Setiap ilmu yang aku ketahui, pasti aku ajarkannya kepada

'Ali, ia adalah pintu ilmuku." 196 AI-Khawarizimi al-Hanafi juga meriwayatkan hadis

tersebut. Hadis tersebut juga diriwayatkan di dalam Yanâbi'ul

Mawaddah' dari al-Hamdani asy-Syafi'i dalam kitabnya Mawaddatul Qurbâ, dari Ibnu 'Abbas, dari Rasulullah Saw sesungguhnya ia bersabda, "Ilmu itu dibagi dalam sepuluh bagian, 'Ali diberi sembilan bagian, dan ia adalah orang yang paling tahu di antara manusia dalam bagian yang kesepuluh

itu." 197 Dalam kitab yang sama, Al-Qunduzi juga

meriwayatkan dengan sanad dari Ibnu 'Abbas dari Nabi Saw sesungguhnya ia bersabda kepada Ummu Salamah, "Wahai

196 . Lihat, Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanâbi'ul Mawaddah, bab ke-14. 197 . Idem, bab ke-59.

011 Ummu Salamah, 'Ali ini, dagingnya berasal dari dagingku

dan darahnya berasal dari darahku, dan ia kedudukannya di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi sesudahku. Wahai Ummu Salamah, dengarkanlah dan saksikanlah 'Ali ini adalah Amirul Mukminin dan pemimpim kaum Muslim. Ia ini ('Ali) adalah gudang ilmuku, ia adalah pintuku yang aku didatangi darinya, ia adalah saudaraku di dunia dan akhirat, dan ia bersamaku di tempat yang paling tinggi (di dalam surga). " 198

Hadis semacam ini juga diriwayatkan oleh aI- Hamuyini asy-Syafi'i dalam kitabnya Farâ'idus Simthain, al- Kanji asy-Syafi'i dalam kitabnya Kifâyatuth Thâlib, al- Khawarizimi alk-Hanafi dalam kitabnya al-Manâqib dalam bab ketujuh tentang keluasan khazanah ilmu 'Ali As, dan bahwa ia orang yang paling mengetahui masalah hukum di antara para sahabat Rasulullah Saw.

Al-Qunduzi al-Hanafi juga meriwayatkan dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah dari al-Khawarizmi dari Jabir al-Anshari Ra yang meriwayatkan hadis yang panjang dari Rasulullah Saw tentang manaqib 'Ali As, di antaranya ia bersabda, "Dan engkau (wahai 'AIi) adalah pintu ilmuku."

Ibnu Abil Hadid al-Mu'tazili juga meriwayatkan hadis Rasulullah Saw dalam Syarah-nya terhadap kitab Nahjul Balâghah, " 'Ali adalah perbendaharaan iImuku. "

Al-Qunduzi al-Hanafi juga meriwayatkan dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah al-Hamdani asy-Syafi'i dalam kitabnya Mawaddatul Qurbâ, dari Abu Dzar al-Ghifari Ra, ia berkata, "Rasulullah Saw bersabda, "Ali adalah pintu

198 . Hadis ini diperkuat oleh hadis Nabi Saw yang lain, yaitu sabdanya. "Aku adalah kota iImu, dan Ali adalah gerbangnya."

011 ilmuku dan yang menjelaskan kepada umatku tentang apa

yang atasnya aku diutus sepeninggalku. Mencintainya adalah tanda keimanan, membencinya adalah tanda kemunafikan, dan memandangnya adalah tanda kasih sayang." 199

Kemudian ia berkata, "Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Na'im," dan ia juga meriwayatkannya pada halaman 235 dari Abu Darda' yang berkata bahwa, "Rasulullah Saw. bersabda, "Ali adalah pintu ilmuku."

Al-Qunduzi al-Hanafi juga meriwayatkan dari kitab Mawaddatul Qurbâ, karya aI-Hamdani asy-Syafi'i, dari 'Umar bin al-Khaththab, ia berkata, "Sesungguhnya Nabi Saw ketika mengikat persaudaraan di antara para sahabatnya, ia bersabda, Ini 'Ali adalah saudaraku ...dan ia adalah orang yang mewarisi ilmuku."

Al-Qunduzi al-Hanafi juga meriwayatkan dari kitab Fadhâ'ilush Shahabah, karya as-Sam'iini, dengan sanadnya dari Abu Sa'id al-Khudri bahwa Nabi Saw bersabda tentang keutamaan 'Ali, "Dan ia ('AIi) adalah orang yang paling bersabar di kakangan orang-orang Islam, paling banyak ilmunya di antara mereka, dan paling dahulu memeuk Islam di antara mereka. "

Hadis semisal ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Abil Hadid dalam syarahnya atas kitab Nahjul Balâghah, al- Muhibb ath-Thabari di dalam Dzakhâ'irul 'Uqbâ dari Ahmad, dan al-Khawarizimi dalam al-Manâqib dalam sebuah hadis yang panjang.

Al-Qunduzi al-Hanafi juga meriwayatkannya dalam bab ke54 dari kitab al-Manâqib dengan sanadnya dari Jabir

199 . Lihat, Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanâbi'ul Mawaddah, bab ke-56, hal.

011 al-Anshari dalam sebuah hadis dari Nabi Saw yang di

dalamnya disebutkan para Imam Ahlulbait berikut nama- nama mereka, di antaranya Jabir berkata kepada Imam Muhammad al-Baqir As, "Wahai maulana (tuanku), sesungguhnya kakekmu, Rasulullah Saw, bersabda kepadaku, "Jika engkau bertemu dengannya (Imam Muhammad al-Baqir), sampaikanlah salamku kepadanya."

Kemudian Jabir berkata kepada Imam Muhammad al-Baqir, "Sesungguhnya ia telah mengabarkan kepadaku, sesungguhnya kalian adalah mam-imam yang membawa petunjuk dari Ahlulbaitnya sepeninggalnya. Kalian adalah orang yang paling arif di antara manusia ketika masih kanak- kanak, dan yang paling pandai di antara mereka pada waktu dewasa. Dan ia juga bersabda, "Janganlah kalian mengajari mereka karena mereka itu lebih pandai daripada kalian."

Al-Khawarizmi meriwayatkan dalam kitabnya al- Manâqib dengan sanadnya dari Ibnu Mas'ud, ia berkata, "Kami pernah berada di rumah Nabi Saw, lalu kami bertanya kepadanya tentang ilmu 'Ali. Kemudian, ia bersabda, "Hikmah itu dibagi dalam sepuluh bagian, 'Ali diberi sembilan bagian darinya, sedangkan orang-orang diberikan satu bagian."

Al-Qunduzi al-Hanafi juga meriwayatkan hadis itu dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah, bab ke-14, dari kitab al- Manâqib, karya Ibnu al-Maghazali, dari kitab Mawaddatul Qurbâ, dari kitab al-Firdaus, dan juga dari kitab Hilyatûl Auliyâ.

Kamaluddin asy-Syafi'i juga meriwayatkan hadis itu dalam Mathâlibus Sa'ul, dan al-Khawarizmi juga meriwayatkan dalam kitabnya al-Manâqib dengan sanadnya dari Salman Ra dari Nabi Saw bahwa ia bersabda, "Umatku

011 yang paling pandai adalah 'Ali."

Ia juga meriwayatkannya dari at-Tirmidzi dalam Syarhir Risâlah al-Mausûmah bi Fathi/ Mubin, dan al-Hamuyini meriwayatkannya dalam Farâ'idus Simthain, dalam bab ke-18, dari Salman dari Nabi Saw bahwa ia bersabda, "Umatku yang paling pandai sesudahku adalah 'Ali bin Abi Thalib."

Al-Khawarizmi juga meriwayatkan dalam kitabnya al-Manaqib dengan sanadnya dari Abu Sa'id al-Khudri dan Salman, keduanya berkata, "Nabi Saw bersabda, 'Sesungguhnya umatku yang paling tahu masalah hukum adalah 'Ali bin Abi Thdlib."

Al-Hamuyini meriwayatkan dalam Farâ'idus Simthain, dan al-Qunduzi al-Hanafi meriwayatkan darinya dalam kitabnya Yanâbi'u/ Mawaddah dengan sanadnya dari Salamah bin Kuhail, ia berkata, "Nabi Saw bersabda, 'Aku adalah kota hikmah, sedangkan 'Ali adalah pintunya. '"

Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Muhibb ath- Thabari dalam kitabnya Dzakhâ'irul 'Uqbâ dan Abu Thalhah asy-Syafi'i dalam Mathâlibus Sa'ul dari kitab Mashâbihul Baghawî.

Al-Muhibb Ath-Thabari meriwayatkan dalam Dzakhâ'irul 'Uqbâ dari Nabi Saw, ia bersabda, "Barangsiapa ingin melihat Adam dalam i!munya. Nuh dalam pemahamannya, Ibrahim dalam kesabarannya, Yahya bin Zakariyya di dalam kezuhudannya, dan Musa dalam kekuatannya maka hendaklah ia melihat 'Ali bin Abi Thalib."

Al-Qunduzi al-Hanafi juga meriwayatkan hadis itu dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah, dari kitab Musnad Ahmad bin Hanbal. Shahihul Baihâqi, dan Ibnu Abil Hadid al- Mu'tazili dalan syarahnya (ulasan) pada kitab Nahjul Balâghah

011 dari Nabi Saw bahwa ia bersabda, "Barang siapa ingin

melihat Adam dalam ilmunya, Nuh dalam tekadnya, Ibrahim dalam kesabarannya, Musa dalam kecerdasannya dan Isa dalam kezuhudannya, maka hendaklah ia melihat 'Ali bin Abi Thalib.

Al-Hamuyini asy-Syiifi'i meriwayatkan dalam Farâ'idhus Simthain, al-Khawarizmi dan Ibnu al-Maghazili dalam Manâqib-nya, Kamaluddin asy-Syafi'i dalam Mathâlibus Sa'ul, dari al-Baihaqi, Ibnush Shibagh al-Maliki dalam al- Fûshulul Muhimmah, Abu Na'im dalam Hilyatul Auliyâ, al- Kanji asy-Syafi'i dalam Kifâyatuth Thâlib, al-Khawarizmi dalam Maqtalul Husain, dan Ibnu Mardawaih dalam Manâqib- nya dari Anas bahwa Nabi Saw bersabda kepada 'Ali di rumah Ummu Habibah, "Sesungguhnya engkau penyampai risalahku

sepeninggalku, menyampaikan dariku, memperdengarkan kepada orang-orang suaraku, dan mengajarkan kepada orang-orang Kitabullah apa-apa yang mereka tidak ketahui."

Aku katakan, hal ini adalah sebagian kecil dari hadis- hadis Nabi Saw yang menunjukkan keutamaan ilmu Amirul Mukminin 'Ali dan Ahlulbaitnya yang diberkati daripada orang lain, dimana mereka telah dijadikan oleh Allah Swt sebagai perbendaharaan ilmu-Nya dan orang-orang kepercayaan-Nya atas hamba-hamba-Nya, sesuai dengan kesaksian Rasulullah Saw, orang yang dipercaya dalam ucapannya, dan apa yang diucapkannya tidak menurut hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.

Selain itu, hadis-hadis tentang keluasan ilmu Amirul Mukiminin 'Ali bin Abi Thalib dan Ahlulbaitnya tersebut sesungguhnya diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah

011 (tepercaya), yang telah terbukti kesahihannya, dari kalangan

ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Di samping itu, masih banyak lagi hadis tentang keluasan ilmu 'Ali dan Ahli Baitnya yang mulia yang diriwayatkan oleh para ulama Syi'ah, silakan Anda merujuk pada kitab-kitab mereka, niscaya Anda akan terpuaskan.

Kesaksian Abu Bakar 200 AI-Imam al-Bahrani meriwayatkan di dalam

Ghâyatul Marâm" dari at-Tirmidzi, ia termasuk tokoh besar ulama Ahlus Sunnab, ia berkata, "Abu Bakar berkata, 'Copotlah aku (dari jabatan khalifab) karena sesungguhnya 'Ali lebih berhak daripadaku di dalam urusan (kekhalifaban) ini." 201

200 . Ketika aku sedang menulis buku ini, aku mendapatkan dua risalah yang sangat bagus. Salah satunya ditulis oleh Samahatul 'Allamah al-

Kabir al-Hujjah Asy-Syahir al-Mujahid as-Sayyid 'Ali Naqi al-Haidari yang datang ke Baghdad (dan tinggal di sana). Risalah tersebut dinamakannya Madzhabu Ahlilbait. Yang kedua adalah karangan Samahatul 'Allamah al-H!ujjah asy-Syarif al-Muhaqqiq al-Mujahid as- Sayyid al-'Abbas al-Husaini al-Kasyani yang datang ke Karbala al- Muqaddasah (dan menetap di sana), Risalah tersebut dinamakannya asy- Syi'ah wal 'Itrah ath-Thahirah. Aku sangat terkesan dan kagum terhadap kedua risalah tersebut karena keindahan susunan kalimatnya. Dalam kedua risalah tersebut. dipaparkan kesaksian-kesaksian tokoh-tokoh besar umat dan para pemimpin mereka tentang Ahlulbait, yaitu ketinggian ilmu mereka, keutamaan mereka, dan lebih berhaknya mereka dalarn urusan kekhalifahan daripada selainnya. Di sini, aku telah mengutipkan apa yang rnemudahkan bagiku dari kedua kitab yang agung tersebut, yang sesuai dengan topik pernbahasan kita, persis apa yang tertulis dalam kedua kitab tersebut. Semoga Allah Swt. membalas amal kebaikan kedua sayid yang agung ini. Sayid aI-Haidari dan Sayid al- Kasyani, dengan sebaik-baik balasan.

012 At-Tirmidzi berkata, "Dalam riwayat disebutkan

bahwa ash-Shiddiq (Abu Bakar) berkata tiga kali, "Copotlah aku (dari jabatan khalifah) karena sesungguhnya aku bukanlah orang yang terbaik di antara kalian, sedangkan 'Ali berada di tengah-tengah kalian."

Kemudian at-Tirmidzi berkata, "Sesungguhnya ia (Abu Bakar) berkata yang demikian itu karena ia mengetahui secara benar dan pasti tentang keadaan 'Ali dan kedudukannya serta lebih berhaknya ia di dalam urusan kekhalifahan."

Kesaksian 'Umar

Ibnu Abil Hadid al-Mu'tazili meriwayatkan dalam syarahnya atas kitab Nahjul Balâghah dari 'Umar bin AI- Khaththab bahwa ia berkata, "Demi Allah, seandainya bukan karena ia-yakni 'Ali, niscaya tidak akan berdiri kukuh tiang Islam. Ia (' Ali) adalah orang yang paling mengetahui tentang masalah hukum di kalangan umat ini, orang yang paling dahulu memeluk Islam, dan orang yang paling utama."

Ibnu Abil Hadid juga meriwayatkan dalam kitab yang sarna dan juga al-Khawarizmi al-Hanafi meriwayatkan dalam Manâqib-nya dari Ibnu ' Abbas bahwa ia berkata, "Aku mendengar 'Umar berkata, ketika itu dalam rumahnya terdapat sekelompok orang yang sedang membicarakan tentang orang-orang yang paling dahulu memeluk Islam, 'Adapun 'AIi, maka aku mendengar Rasulullah Saw bersabda tentang tiga hal. Aku sangat berharap, seandainya aku bisa mendapatkan salah satu dari ketiga hal tersebut, niscaya hal itu lebih aku sukai daripada dunia dan seisinya. Ketika itu, aku, Abu 'Ubaidah, Abu Bakar, dan sekelompok

014 di antara sahabat beliau, tiba-tiba Nabi Saw menepuk

pundak 'Ali seraya bersabda, "Wahai 'Ali, engkau adalah orang pertama yang beriman di kalangan kaum Mukmin, orang Islam pertama yang memeluk agama Islam di antara kaum Muslimin, dan kedudukanmu di sisiku, seperti kedudukan Harun di sisi Musa."

Ahmad bin Hanbal meriwayatkan di dalam Musnad- nya dan al-Hakim di dalam Mustadrak-nya dari 'Umar bin al- Khaththab bahwa ia berkata, "Sungguh, telah diberikan kepada 'Ali bin Abi Thalib tiga hal, seandainya aku diberikan salah satunya dari ketiga hal tersebut, niscaya lebih aku sukai daripada (aku mendapatkan) sekawanan unta merah (harta yang paling berharga di kalangan bangsa Arab). Yaitu, Istrinya, Fatimah binti Rasulillah; bertempat tinggal di Masjid, diperbolehkan baginya apa yang diperbolehkan bagi Rasulullah Saw; dan diserahkannya kepadanya bendera pada waktu Perang Khaibar."

Ibnu Hajar menyebutkan dalam kitabnya ash- Shawâ'iqul Muhriqah dalam pasal yang di dalarnnya disebutkan pujian para sahabat Nabi Saw kepada 'Ali, ia berkata, "Ibnu Sa'ad meriwayatkan dalarn kitabnya ath- Thabaqât- dengan sanad dari Abu Hurairah, ia berkata, "Umar bin AI-Khaththab berkata, "Ali adalah orang yang paling mengetahui di antara kami tentang masalah

hukum." 202 Al-Muhibb ath-Thabari meriwayatkan dalam

Dzakhâ'irul 'Uqbâ' dari 'Umar bin AI-Khaththab, ia berkata, "Orang yang paling mengetahui di antara kami tentang

010 masalah hukum adalah 'Ali bin Abi Thalib." 203

As-Suyuthi meriwayatkan dalam kitabnya Târikhul Khulafâ, dalam bab tentang keutamaan-keutamaan 'Ali As, ia berkata, "Ibnu Sa'ad meriwayatkan dari 'Ali bahwasanya dia pemah ditanya, "Mengapa engkau orang yang paling banyak meriwayatkan hadis di kalangan sahabat Rasulullah Saw?"

'Ali As menjawab, "Sesungguhnya jika aku menanyakan sesuatu kepada Rasulullah Saw, ia memberitahukannya kepadaku. Dan jika aku diam, ialah

yang memberitahukannya kepadaku." 204 Kemudian As-Suyuthi berkata, "AI-Hakim

meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, ia berkata, 'Kami biasa berkata bahwa penduduk Madinah yang paling mengetahui tentang masalah hukum adalah 'Ali."

Ia berkata, 'Sa'id bin al-Musayyib berkata, "Umar bin aI-Khaththab berlindung kepada Allah dari masalah yang sulit, yang dalamnya tidak ada Abul Hasan (' Ali)."

Aku katakan, sesungguhnya berlindungnya 'Umar kepada Allah dari masalah yang sulit, yang di dalamnya tidak ada Abul Hasan (' Ali) diriwayatkan oleh banyak ulama terkemuka dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah, sebagaimana telah disebutkan sebelum ini.

Kesaksian A'isyah

Al-Hamuyini asy-Syafi'i meriwayatkan dalam kitabnya Farâ'idhus Simthain bahwa 'Aisyah berkata tentang 'Ali As, "Ia adalah yang paling mengetahui tentang Sunnah." Disebutkan dalarn riwayat al-Khawarizmi dari 'A'isyah, ia berkata, "Ia (' Ali) adalah orang yang paling mengetahui

203 . Lihat, al-Muhibb ath-Thabari, Dzakhâ'irul 'Uqbâ', jilid 2, hal. 98.

012 tentang Sunnah."

Al-Muhibb ath-Thabari meriwayatkan dalam kitabnya Dzakâd'irul 'Uqbâ ucapan 'A'isyah tentang 'Ali, "Adapun ia ('Ali), maka sesungguhnya ia adalah orang yang paling mengetahui tentang Sunnah."

Kesaksian 'A'isyah tersebut tentang Amirul Mukminin 'Ali As bahwa ia adalah orang yang paling mengetahui tentang Sunnah juga diriwayatkan oleh Ibnu 'Abdil Barr dalam kitabnya aI-Isti'âb, Ibnu Hajar dalam kitabnya ash-Shawâ'iqul Muhriqah, al-Muhibb ath-Thabari dalam kitabnya yang lain, yaitu ar-Riyâdhun Nadhrah, dan al- Khawarizmi dalam kitabnya al-Manâqib.

Dan al-Qunduzi al-Hanati meriwayatkan dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah dari 'A' isyah bahwa ia berkata tentang 'Ali, "Itulah sebaik-baik manusia, tidak ada yang meragukannya kecuali orang kafir."

Kesaksian 'Abdullah bin 'Abbas

Al-Qunduzi al-Hanafi rneriwayatkan kesaksian Ibnu 'Abbas tentang 'Ali As dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah dari kitab Fashlul Khithâb, "Sesungguhnya al-Quran diturunkan dalam tujuh huruf (bacaan). Pada setiap hurufnya terdapat ilmu lahir (zhâhir) dan ilmu batin, dan

sesungguhnya 'Ali rnenguasai iImu lahir dan batin." 205 Ia juga meriwayatkan dalam kitabnya yang sarna

Yanâbi'ul Mawaddah dari kitab ad-Durrul Manzhûm, karya al- Halabi asy-Syafi'i dari 'Abdullah bin 'Abbas bahwa ia berkata, "Telah diberikan kepada Imam' Ali As sembilan persepuluh bagian ilmu, dan sesungguhnya ia orang yang

011 paling pandai dalam sepersepuluh bagian yang lain." 206

AI-Qunduzi al-Hanafi juga meriwayatkan ucapan 'Abdullah bin' Abbas semacam itu di dalam al-Isti'âb, ar- Riyâdhun Nadhrah, dan Mathâlibus Sa'ul.

Ia juga meriwayatkan dari kitab Syarhul Fathul Mubin seperti itu, di antaranya ia berkata, "Dahulu para sahabat Nabi Saw merujuk kepadanya-yakni kepada 'AIi dalam hukum-hukum al-Quran dan mengambil darinya fatwa- fatwa, sebagaimana ucapan 'Umar pada beberapa kesempatan, "Seandainya tidak ada' AIi, pasti binasalah 'Umar."

Al-Muhibb ath-Thabari juga meriwayatkan ucapan Ibnu 'Abbas tersebut dalam kitabnya Dzakhâ'irul 'Uqbâ. Ibnu Abil Hadid AI-Mu'tazili meriwayatkan di dalam Syarh Nahjûl Balâghah dari Ibnu 'Abbas bahwa ia pemah ditanya, "Bagaimana perbandingan ilmumu dengan iImu anak pamanmu 'AIi?" Ibnu 'Abbas menjawab, "Seperti setetes air hujan di samudra yang luas."

Dan juga disebutkan dalam kitab Syifâ'ush Shudûr, karya an-Naqqas, yang diriwayatkan juga dari Ibnu 'Abbas bahwa ia berkata, "Sesungguhnya 'Ali mengetahui iImu yang diajarkan kepadanya dari Rasulullah, dan Rasulullah Saw diajarkan ilmu dari Allah. Oleh karena itu, iImu Nabi berasal dari ilmu Allah, sedangkan iImu 'Ali berasal dari iImu Nabi, dan iImuku berasal dari iImu 'Ali. IImu para sahabat Muhammad dibandingkan dengan iImu 'Ali adalah seperti setetes air di hadapan tujuh samudra."

AI-Qunduzi juga meriwayatkan hal itu dalam kitabnya Yandâi'ul Mawaddah, bab ke-14, dari al-Kalbi dari Ibnu 'Abbas.

011 AI-Muhibb ath- Thabari meriwayatkan dalam

kitabnya Dzakhâ'irul 'Uqbâ dari Ibnu 'Abbas bahwa ia pemah ditanya tentang 'Ali, maka ia menjawab, "Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada Abul Hasan ('Ali). Demi Allah, ia adalah panji petunjuk, tempat perlindungan orang-orang bertakwa, puncak gunung yang paling menjulang, tempat yang dituju, orang yang paling dermawan, puncak ilmu pengetahuan manusia, cahaya yang menyinari di dalam kegelapan, penyeru pada tujuan yang agung, dan orang yang berpegang teguh pada buhul tali yang amat kuat (al-'urwatul wutsqâ). Ia adalah orang yang paling mulia yang bermunajat (kepada Tuhannya) sesudah Muhammad al-Mushthafa, orang yang ikut shalat dengan menghadap dua kiblat, ayah dari dua orang cucu Nabi Saw (al-Hasan dan aI-Husain), dan istrinya (Fatimah) adalah sebaik-baik wanita. Dengan demikian, tidak ada seorang pun yang mengunggulinya. Aku belum pemah melihat orang yang sepertinya dan belum pernah pula aku melihat orang yang menyamainya."

Kesaksian 'Abdullah bin Mas'ud

AI-Qunduzi al-Hanafi meriwayatkan dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah dari kitab Mawaddatul Qurbâ, karya al-Hamdani asy-Syafi'i dari 'Abdullah bin Mas'ud bahwa ia berkata, "Aku telah membaca tujuh puluh surah (al-Quran) dari lisan Rasulullah Saw, dan aku telah membaca sisanya dari orang yang paling pandai di kalangan umat ini setelah Nabinya Saw, 'Ali bin Abi Thalib." 207

Riwayat ini juga disampaikan oleh AI-Khawarizmi al-Hanafi dan juga diriwayatkan oleh al-Qunduzi al-Hanafi

011 dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah dari kitab Farâ'idus

Simthain, karya al-Hamuyini asy-Syafi'i, dengan sanad dari Ibnu Mas'ud bahwa ia berkata, "Al-Quran ini telah diturunkan di dalam tujuh huruf (bacaan), di dalamnya ada ilmu lahir dan ilmu batin, dan sesungguhnya pada 'Ali terdapat ilmu al-Quran, baik lahir maupun batin." 208

AI-Qunduzi al-Hanafi juga menyebutkan riwayat tersebut dari kitab Fashlul Khitâb dari Ibnu Mas'ud. AI-Karajiki meriwayatkan dalam Kanzul 'Ummâl dari Ibnu Mas'ud bahwa ia berkata, "Hikmah itu dibagi dalam sepuluh bagian; 'Ali As diberi sembilan bagian, sedangkan orang-orang diberikan satu bagian, dan 'Ali adalah orang yang paling pandai di dalam satu bagian tersebut."

Disebutkan di dalam kitab al-Isti'âb dari Ibnu Mas'ud bahwa ia berkata, "Orang yang paling mengetahui tentang fara'idh (ilmu waris) di kalangan penduduk Madinah adalah 'Ali bin Abi Thalib."

Kesaksian ath-Thâghiyah (Orang yang Zalim) Mu'awiyah

Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Mu'awiyah bahwa ia berkata, "Sesungguhnya Rasulullah Saw telah mencurahkan ilmu yang banyak kepada 'Ali." Ia juga berkata, "Umar jika mengalami kesulitan, ia bertanya kepadanya, yakni kepada 'Ali."

Al-Muhibb ath-Thabari juga menyebutkan riwayat itu dalam kitabnya Dzakhâ'irul 'Uqbâ dengan sedikit perbedaan dalam redaksinya dan al-Hamuyini juga meriwayatkan dalam kitabnya Farâ 'idus Simthain, jilid 1, bab ke-68.

011 Ibn Abil Hadid meriwayatkan dalam Syarh Nahjul

Balâghah dari Mihfan ibnu Abi Mihfan adh-Dhabbi ketika ia berkata kepada Mu'awiyah, "Aku mendatangimu dari tempat seseorang yang paling kikir (yang ia maksud adalah 'Ali)."

Lalu, Mu'awiyah berkata kepadanya, "Celaka engkau, bagaimana engkau dapat berkata bahwa sesungguhnya ia (' Ali) adalah orang yang paling kikir? Padahal ia adalah orang yang seandainya memiliki sebuah rumah dari emas dan sebuah rumah dari

jerami, niscaya ia akan menafkahkan rumahnya yang dari emas sebelum menafkahkan rumahnya yang dari jerami.

Ia adalah orang yang menyapu baitul mal dan mengerjakan shalat di dalamnya. Ia adalah orang yang berkata, 'Hai emas dan perak, perdayakanlah orang selainku! Dan ia adalah orang yang tidak meninggalkan warisan, padahal seluruh isi dunia ada di tangannya, kecuali yang ada di Syam."

Kesaksian Dhirar di Hadapan ath-Thâghiyyah Mu'awiyah

Ibnu ash-Shibagh al-Maliki meriwayatkan dalam kitabnya al-Fushulul Muhimmah, Ibnu al-Jauzi dalam Tadzkiratul Khawwâsh, dan selain keduanya dari kalangan para penulis sejarah bahwa Dhirar bin Dhamrah pemah mendatangi Mu'awiyah. Lalu Mu'awiyah berkata Dhirar, "Ceritakanlah kepadaku tentang 'Ali!"

Dhirar berkata, "Maafkanlah aku. Aku tidak dapat menceritakannya kepadamu." Mu'awiyah berkata, "Tidak, engkau harus menceritakannya kepadaku."

011 Maka, Dhirar berkata, "Baiklah aku akan

menceritakannya kepadamu karena engkau telah memaksaku. Demi Allah, sesungguhnya ia ('Ali) adalah orang yang berpandangan jauh, kuat kepribadiannya, fasih dalam berbicara, adil dalam memutuskan hukum, dan sumber ilmu pengetahuan. Ucapannya memancarkan hikmah. Ia menjauhi dunia dan keindahannya, menyukai kegelapan malam (untuk beribadah dan bermunajat kepada Tuhannya). Ia banyak menangis dan panjang pikirannya, ia suka membolak-balikkan telapak tangannya dan berbicara pada dirinya. Ia lebih menyukai pakaian yang kasar dan makanan yang keras.Ia sederhana dalam penampilan, seperti layaknya seseorang di antara kami. Tidak ada pertanyaan kami yang tidak terjawab olehnya, dan jika kami mengundangnya, ia pasti datang.

Kami, demi Allah, walaupun kami sangat akrab dengannya dan ia pun sangat dekat kepada kami, tetapi kami hampir tidak pemah berbicara kepadanya karena kewibawaannya yang agung. Jika tersenyum, maka gigi- giginya seperti mutiara yang tersusun rapi. Ia memuliakan ulama dan mencintai kaum fakir miskin. Di sisinya, orang yang kuat tidak dapat berbuat semena-mena, sedangkan orang yang lemah tidak akan berputus asa dari keadilannya.

Aku bersaksi kepada Allah, sungguh pada suatu waktu, ketika malam sudah sunyi dan gelap gulita, ia memegangi janggutnya sambil berjalan mondar-mandir. Ia menangis tersedu-sedu, seperti tangisan orang yang sedang dirundung malang. Seakan-akan aku mendengarnya ia berkata, 'Hai dunia, perdayakanlab orang lain selain diriku! Apakab engkau menolakku atau rindu kepadaku? Jauh, jauh. Sungguh, aku telah menalakmu dengan tiga kali talak, yang

011 membuat aku tidak akan dapat rujuk lagi kepadamu.

Umurmu pendek, kehidupanmu hina, dan bahayamu besar. Ah, ah. Alangkah sedikitnya bekal, jauhnya perjalanan, dan gelapnya jalan."

Kemudian, Mu'awiyab menangis tersedu-sedu hingga air matanya membasahi janggutnya. Orang-orang yang hadir di majelis itu pun semuanya ikut menangis.

Kemudian Mu'awiyah berkata, "Semoga Allah merahmati Abul Hasan ('Ali). Memang, demi Allah, ia seperti yang engkau katakan." Lalu ia berkata, "Bagaimana kesedihanmu terhadapnya wahai Dhirar?"

Dhirar menjawab, "Seperti kesedihan seorang perempuan yang anaknya disembelih di pangkuannya. Tidak akan pernah berhenti tangisannya dan tidak akan pernah reda kesedihannya."

Kesaksian 'Amru bin 'Ash

Para penulis sejarah dan manâqib, di antaranya: al-- Khawarizmi al-Hanafi dalam Manâqib-nya, menyebutkan bahwa Mu'awiyah menulis surat kepada 'Amru bin' Ash, yang isinya adalah bujukan agar 'Amru bin' Ash mau bergabung bersamanya dalam memerangi Imam' Ali As. Kemudian, 'Amru bin' Ash membalas secara panjang lebar surat Mu'awiyah tersebut, yang di dalamnya ia menyebutkan keutamaan-keutamaan 'Ali. Di antaranya, ia berkata, "Adapun seruanmu kepadaku untuk melepaskan tali ikatan Islam dari leherku, menceburkan diri di dalam kesesatan bersamamu, pertolonganku kepadamu di dalam kebatilan, dan menghunus pedang di wajah 'Ali, sedangkan ia (' Ali) adalah saudara Rasulullah Saw, washiyy-nya, yang mewarisi ilmunya, yang membayarkan utangnya, dan yang

012 melaksanakan janjinya.

Kemudian 'Amr" bin' Ash menyebutkan sabda- sabda Rasulullah Saw tentang 'Ali As, seperti sabda Nabi Saw di Ghadir Khum,

"Ketahuilah' Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya) maka 'Ali adalah maulanya (pemimpinnya) juga. Ya Allah, tolonglah orang yang menolongnya. Musuhilah orang yang memusuhinya. Belalah orang yang membelanya. Dan telantarkanlah orang yang menelantarkannya."

Sabda Nabi Saw, "Ya Allah. Datangkanlah kepadaku makhluk-Mu yang paling Engkau cintai agar ia makan bersamaku daging burung ini." Lalu, datanglah 'Ali, kemudian makan bersama Nabi Saw.

Sabdanya, "Ali adalah imam orang-orang yang berbakti dan yang memerangi orang-orang yang durhaka. Allah akan menolong orang yang menolongnya dan menelantarkan orang yang menelantarkannya."

Sabdanya "'Ali

pemimpin kalian sepeninggalku." Sabdanya, "Sesungguhnya aku meninggalkan dua pusaka yang sangat berharga (tsaqalain) kepada kalian, yaitu Kitabullâh dan Itrahti (keturunanku)."

adalah

Dan sabdanya, "Aku adalah kota ilmu sedangkan 'Ali adalah pintunya." Kemudian 'Amru bin 'Ash menyebutkan kepada Mu'awiyah beberapa ayat al-Quran yang diturunkan berkenaan dengan 'Ali. Di antaranya:

Firman Allah Swt, .."Mereka menunaikan nazar …" (Qs. al-Insan [76]:7)

014 Firman Allah Swt,

"Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55)

Dan firman Allah Swt., "Katakanlah, "Aku tidak, meminta kepadamu sesuatu

upah pun atas seruanku kecuali kecintaan kepada keluargaku." (Qs. asy-Syura [42]:23)

. Kemudian 'Amru bin' Ash juga mel)yebutkan sdbda Nabi Saw. kepada 'AIi, "Apakah engkau tidak rela bahwa kedudukanmu di sisiku, seperti kedudukan Harun di sisi Musa. Berdamai denganmu sama dengan berdamai denganku dan berperang denganmu sama dengan berperang denganku. Wahai 'Ali barangsiapa mencintaimu, berarti ia mencintaiku; dan barang siapa membencimu, berarti dia membenciku. Barangsiapa mencitaimu, Allah akan memaslukkannya ke surga, dan barangsiapa membencimu, Allah akan menjebloskannya ke dalam neraka."

Kemudian 'Amru bin 'Ash berkata kepada Mu'awiyah, "Dan suratmu wahai Mu'iiwiyah, yang ini adalah jawabannya, tidaklah dapat memperdayakan orang yang mempunyai akal dan agama."

Perhatikanlah pemyataan orang yang licik lagi penipu ini, 'Amru bin' Ash, dan pengakuannya atas kebenaran yang dirampas, walaupun demikian ia tetap bersikeras di dalam kebatilan dan keluar dari imam zamannya, Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As, karena kerakusannya terhadap dunia.

Kesaksian Mu 'awiyah Ats- Tsani, (Kedua)

AI-Qunduzi al-Hanafi meriwayatkan dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah dari Ibnu al-Jauzi, dari al-Qadhi Abi Ya'la dalam kitabnya, ia berkata setelah menyebutkan perbuatan-perbuatan keji yang dilakukan oleh Yazid, "Sesungguhnya Mu'awiyah bin Yazid ketika tampuk kekuasaan berpindah ke tangannya, ia naik ke mimbar, lalu ia berpidato, 'Sesungguhnya kekhalifahan ini adalah tali Allah Ta'ala, dan sesungguhnya kakekku, Mu'awiyah, telah bersengketa dalam urusan ini (kekhalifahan) dengan pemangkunya yang sah dan orang yang lebih berhak

daripadanya, yaitu 'Ali bin Abi Thalib." 209 Ad-Damiri meriwayatkan di dalam Hayâtul

Hayawân, ia berkata, "Sesungguhnya Mu'awiyah bin Yazid berpidato di atas mimbar di hadapan penduduk Syam, ia berkata, "Ketahuilah! Sesungguhnya kakekku, Mu'awiyah, telah bersengketa di dalam urusan ini (kekhalifahan) dengan orang yang lebih berhak daripadanya ('Ali bin Abi Thalib As) dan daripada selainnya karena kekerabatannya kepada Rasulullah Saw dan keagungan keutamaannya serta orang yang paling dahulu memeluk Islam. Ia adalah tokoh Muhajirin yang paling besar kedudukannya, paling berani, dan paling banyak ilmunya."

Dia adalah orang yang pertama kali beriman, paling mulia kedudukan, dan paling dahulu persahabatannya (dengan Rasulullah Saw). Ia adalah anak paman Rasulullah Saw, menantunya, dan saudaranya. Rasulullah Saw telah mengawinkannya dengan putrinya, Fathimah, dan menjadikannya sebagai suaminya. Dia adalah ayah dari

012 kedua cucu Rasulullah Saw, pemuka pemuda ahli surga (al-

Hasan dan al-Husain) dan dia adalah orang yang paling utama di kalangan umat.

AI-Khawarizmi juga menyebutkan riwayat yang semacam itu dalam kitabnya.

Kesaksian 'Umar bin 'Abdul' Aziz Ibnu al-Jauzi al-Hanafi menyebutkan dalam Tadzkiratul Khawâsh dari 'Umar bin 'Abdul 'Aziz bahwa ia berkata, "Sepengetahuan kami, tidak ada seorang pun dari kalangan umat ini sesudah Rasulullah Saw yang lebih zuhud daripada 'Ali bin Abi Thalib..."

Ibnu Abil Hadid AI-Mu'tazili meriwayatkan di dalam syarahnya pada kitab Nahjul Balâghah tentang persidangan yang terkenal yang terjadi di persidangan 'Umar bin' Abdul' Aziz. Ketika itu, ada seorang laki-laki yang bersumpah dengan sumpah talak terhadap istrinya bahwa 'Ali As adalah orang yang paling baik dan orang yang paling utama di kalangan umat ini sesudah Nabinya Saw. Kemudian ayah si istri tersebut menyatakan bahwa ia (putrinya) telah jatuh talaknya dari suaminya tersebut. Kemudian, 'Umar bin 'Abdul 'Aziz mengumpulkan orang- orang dari Bani Hasyim dan Bani Umayyah, lalu dia memaparkan kepada mereka masalah tersebut.

Saat itu, ada seorang dari Bani Hasyim dari keluarga 'Aqil yang berdiri, dia berkata, "Sumpah laki-laki tersebut benar dan tidak jatuh talak terhadap istrinya itu." Kemudian ia berhujah dengan hadis Nabi Saw bahwa 'Ali adalah orang yang paling utama di kalangan umat ini.

Kemudian, 'Umar bin 'Abdul 'Aziz berkata, "Engkau benar wahai 'Aqil."

Kesaksian Abu Ja'far al-Manshur

Al-Qunduzi al-Hanafi meriwayatkan dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah, bab 65, dari kitab Fashlul Khithâb, karya Muhammad Khawiijah al-Bukhiiri, ketika menyebutkan manakib Imam Ja'far ash-Shadiq As dan setelah menyampaikan sanjungan dan pujian yang tinggi kepadanya serta menyifatkannya dengan ilmu yang berlimpah, ia berkata, "Pemah pada suatu malam, Abu Ja'far al-Manshur memanggil pembantunya seraya berkata, "Hadapkanlah kepadaku Ja'far ash-Shadiq sehingga aku

dapat membunuhnya.!" Muhammad Khawajah berkata, "Aku berkata, ia

(Imam Ja'far ash-Shadiq As) adalah seorang laki-laki yang telah berpaling dari dunia dan menghadapkan dirinya untuk menyembah Tuhannya, maka ia tidak membahayakanmu."

Al-Manshur berkata, "Sesungguhnya kamu berkata tentang keimamannya. Demi Allah, sesungguhnya ia imammu, imamku, dan imam seluruh makhluk, sedangkan kekuasaan itu membinasakan. Hadapkanlah ia kepadaku."

Kemudian disebutkan dalam sebuah riwayat tentang kekeramatan yang agung yang terjadi pada diri Imam Ja'far ash-Shiidiq As.

Aku katakan, perhatikanlah dengan saksama penguasa yang zalim tersebut, Abu Ja'far al-Manshur, bagaimana Allah menjadikannya mengucapkan perkataan yang benar melalui lisannya sehingga ia mengakui keimaman al-Imam Ja'far ash-Shadiq As atas semua makhluk dari sisi Allah. Akan tetapi, setelah itu ia segera membunuhnya dengan meracuninya, kemudian ia menangisinya begitu mendengar kabar kewafatannya. Akan tetapi, dengan segera

011 pula ia menulis surat kepada gubemumya di Madinah untuk

membunuh orang yang mendapatkan wasiat (melanjutkan keimamannya) dari Imam Ja'far ash-Shadiq As.

Al-Khawarizmi meriwayatkan dalarn kitabnya al- Manâqib dari Sulaiman bin Mihran dari al-Manshur bahwa ia menceritakan kepadanya kekeramatan-kekeramatan 'Ali, Fatimah, al-Hasan, dan al-Husain 'alaihimus salam dalam sebuah hadis yang sangat panjang. Pada akhir hadis itu dikatakan, Sulaiman berkata kepada al-Manshur, "Apakah Anda menjamin keamanan saya?"

Al-Manshur berkata, "Ya, saya jamin keamanan kamu." Sulaiman berkata, "Bagaimana menurutmu tentang orang yang membunuh mereka itu ('Ali, Fathimah, al-Hasan, dan al-Husain 'alaihimus salam)?" Al-Mansur menjawab, "Ia pasti akan masuk ke dalam

neraka, aku sarna sekali tidak meragukan hal itu." Sulaiman berkata, "Lalu bagaimana menurutmu tentang orang yang membunuh anak-anak mereka dan cucu- cucu mereka?"

Al-Mansur menundukkan kepalanya, kemudian dia berkata, "Wahai Sulaiman, kekuasaan itu membinasakan."

Kesaksian Harun ar-Rasyid

Al-Qunduzi al-Hanafi meriwayatkan dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah dari kitab Fashlul Khithâb, karya Muhammad Khawiijah al-Bukhari, tentang manâqib Ahlulbait 'alaihimus salam, yang disebutkannya satu demi satu, dan keutamaan-keutamaan mereka yang banyak serta ilmu mereka yang melimpah. Di antaranya disebutkan manâqib Imam Musa al-Kazhim As setelah menyebutkan ilmu Imam Musa al-Kazhim As, kesabarannya,

011 keutamaannya, dan kewara'-annya serta kekeramatannya, al-

Qunduzi berkata, "Al-Ma'mun meriwayatkan dari ayahnya, Harun ar-Rasyid, bahwa ia berkata kepada anak-anaknya tentang Musa al-Kazhim, 'Orang ini adalah imam manusia, hujah Allah atas makhluk-Nya, dan khalifah-Nya atas hamba-hamba-Nya. Aku adalah imam orang banyak secara lahiriah, dengan penguasaan, dan pemaksaan, sedangkan ia (Imam Musa al-Kazhim As), demi Allah, lebih berhak terhadap posisi Rasulullah Saw daripada aku dan daripada semua makhluk. Dan demi Allah, seandainya ia menentangku dalam urusan ini (kekhalifahan), niscaya aku akan membunuhnya karena sesungguhnya kekuasaan itu membinasakan." 210

Disebutkan di dalam bab yang sama, Harun ar- Rasyid berkata kepada al-Ma'mun "Wahai anakku, ini adalah orang yang mewarisi ilmu para nabi, ia ini adalah Musa bin Ja'far. Jika engkau menginginkan ilmu yang benar, engkau akan mendapatkannya pada orang ini (Musa bin Ja'far)."

Aku katakan, demi Allah ini adalah pengakuan yang terangterangan dari seorang penguasa yang zalim tentang hak orang-orang yang diwasiatkan oleh Rasulullah Saw dalam sabdanya, yaitu para Imam Ahlulbait.

Akan tetapi sangat disayangkan, orang yang mengakui hak imam, justru telah memenjarakannya berkali- kali dan berkali-kali pula menaruh raeun pada makanannya. Akhirnya, ia (Harun ar-Rasyid) memerintahkan As-Sanadi bin Syahik untuk membunuh Imam Musa al-Kazhim dengan racun, lalu ia pun melaksanakan perintah tersebut dengan membunuhnya dalam penjara, sebagaimana disebutkan oleh para sejarawan dari Ahlus Sunnah dan

011 Syi'ah. Pembunuhan yang disengaja terhadap Sang Imam ini,

apalagi ia adalah hujah Allah atas makhluk-Nya, mewajibkan ar-Rasyid untuk kekal di dalam neraka jahanam.

Kesaksian al-Ma'mun

Al-Qunduzi al-Hanafi meriwayatkan dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah surat al-Ma'mun yang ditujukannya kepada orang-orang dari Bani' Abbasiyah, yaitu ketika mereka berupaya untuk membatalkan keputusannya mengangkat Imam' Ali ar-Ridha sebagai putra mahkotanya. Dalam surat yang panjang lebar itu, al-Ma'mun menyebutkan keutamaan-keutamaan 'Ali bin Abl Thalib As, di antaranya ia berkata,

"Ia ('Ali bin Abl Thiilib a,s.) adalah orang yang paling mengetahui tentang agama Allah; ia adalah orang yang telah diangkat sebagai pemimpin (oleh Rasulullah Saw) di Ghadir Khum; ia adalah 'diri' Rasulullah Saw pada hari mubahalah (dengan kaum Nasrani Najran); dan Allah telah menghimpun untuknya manâqib dan ayat-ayat yang berisi pujian terhadapnya.

Kemudian, kami (Bani' Abbasiyah) dan anak keturunan 'Ali As dahulunya merupakan satu tangan sehingga Allah menakdirkan urusan ini (kekuasaan) kepada kami. Lalu kami mempersulit kepada mereka (anak keturunan 'Ali As) dan kami telah membunuh mereka lebih banyak daripada pembunuhan yang dilakukan oleh Bani Umayyah terhadap mereka."

Kesaksian Abu Hanifah

Diriwayatkan dari kitab Manâqib Ali bin Abi Thâlib dalam biografi Imam Ja'far ash-Shadiq As dari Musnad Abi

011 Hanifah disebutkan, "Al-Hasan bin Ziyad berkat,a, "Aku

mendengar Abu Hanifah ketika ia ditanya tentang siapakah orang yang paling faqih yang pernah engkau lihat?"

Abu Hanifah menjawab, Ja'far bin Muhammad. Ketika ia (Ja'far bin Muhammad) dihadapkan kepadanya, al- Manshur mengutus seseorang menemuiku dengan pesan, 'Wahai Abu Hanifah, sesungguhnya orang-orang telah diuji dengan Ja'far bin Muhammad, siapkanlah untuku masalah- masalah yang sulit! Lalu aku pun mempersiapkan empat puluh masalah, kemudian aku mengirimkannya kepada Abu Ja'far (al-Manshur), yang ketika itu sedang berada di Hirah.

Kemudian, aku mendatanginya, lalu aku memasuki majelisnya. Saat itu, aku melihat Ja'far (ash-Shadiq) duduk di sebelah kanannya, lalu ketika aku melihatnya, masuk ke dalam hatiku kewibawaan pada diri Ja'far (ash-Shadiq), yang tidak aku aku rasakan ketika aku melihat Abu Ja'far (al- Manshur). Lalu aku memberi salam kepadanya (Abu Ja'far AI-Manshur), kemudian ia memberi isyarat kepadaku, lalu aku pun duduk. Kemudian dia (al-Manshur) menoleh kepadaku seraya berkata, "Kemukakanlah masalah- masalahmu kepada Abu 'Abdilah (Imam Ja'far Ash-Shadiq As)!"

Lalu, aku pun mengemukakan kepadanya masalah- masalahku satu per satu, ia pun menjawab masalahku. Ia (Imam Ja'far ash-Shadiq As) berkata, "Kalian berpendapat demikian, sedangkan penduduk Madinah berpendapat demikian, dan kami berpendapat demikian..."

Demikianlah, kata Abu Hanifah, sehingga aku mengemukakan kepadanya empat puluh masalah yang aku hadapi dan tidak ada satu pun yang tidak terjawab olehnya.

Kemudian Abu Hanifah berkata, "Bukankah orang

011 yang paling alim adalah yang paling mengetahui perbedaan

orang-orang?" Kesaksian Abu Hanifah ini juga diriwayatkan dengan sedikit perbedaan dalam teksnya, namun tidak mengubah maknanya, dari Jâmi' Masânid Abi Hanifah, karya Qadhil Qudha al-Khawarizmi.

Kesaksian Malik bin Anas

Juga diriwayatkan dari kitab Manâqib Ali Abi Thâlib dalam biografi Imam Ja'far ash-Shadiq As bahwa Imam Malik bin Anas berkata, "Tidak pemah terlihat oleh mata, tidak pemah terdengar oleh telinga, dan tidak pula terlintas dalam hati manusia bahwa ada orang yang lebih utama daripada Ja'far ash-Shadiq, dalam hal keutamaan, ilmu, ibadah, dan ke-wara'-an."

Kesaksian Ahmad bin Hanbal

Muhammad bin asy-Syafi'i bin Thalhah asy-Syafi'i meriwayatkan dalam kitabnya Mathâlibus Sa'ul dari Ahmad bin Hanbal bahwa ia berkata, "Tidak ada seorang pun dari kalangan sahabat Rasulullah Saw, yang diriwayatkan berkenaan dengan keutamaan yang lebih banyak daripada 'Ali. "

Kesaksian Muhammad bin Idris asy-Syafi'i

Banyak ulama dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang meriwayatkan dalam kitab-kitab karangan mereka bahwa Imam asy-Syafi'i pemah ditanya tentang Imam 'Ali bin Abi Thalib, kemudiaan ia menjawab, "Apa yang harus aku katakan tentang seorang laki-laki yang musuh-musuhnya mengingkari keutamaannya karena

012 kedengkian dan ketamakan mereka, sedangkan orang-orang

yang mencintainya menyembunyikan keutamaannya karena ketakutan mereka. Akan tetapi, keutamaannya tersebar luas di antara kedua kelompok itu, yang meliputi barat dan timur."

Berikut ini beberapa bait syait Imam Asy-Syiifi'i tentang keutamaan 'Ali As dan Ahlulbaitnya, di antaranya yang disebutkan oleh Ibn Hajar dalam Shawâ'iq-nya, ia berkata, "Berkata Imam as-Syafi'i dalam pujiannya terhadap Ahlulbait Rasulullah Saw:

Wahai Ahli Bait Rasulullah, kecintaan terhadap kalian adalah suatu kewajiban dari Allah Dalam Al-Quran yang diturunkan-Nya Cukuplah keagungan yang besar bagi kalian bahwa barangsiapa yang tidak bershalawat kepada kalian, maka shalatnya tidak sah.

Di antaranya yang disebutkan oleh Ibnu ash- Shibagh al-Maliki dalam kitabnya al-Fushûlul Muhimmah bahwa Imam asy-Syafi'i berkata dalam salah satu bait syaimya, di antaranya:

Jika mencintai keluarga Muhammad dituduh sebagai Syi 'ah, maka saksikanlah jin dan manusia bahwa sesungguhnya aku ini adalah Syi'ah.

Imam asy-Syafi'i juga berkata, Seandainya

('Ali) menampakkan kedudukannya, niscaya orang-orang akan merebahkan diri seraya sujud kepadanya.

al-Murtadha

Dan asy-Syafi 'i meninggal, sedangkan ia tidak tahu, 'Ali Tuhannya ataukah Allah Tuhannya.

Imam asy-Syafi'!juga berkata,

Sampai mana aku dikecam, dan sampai kapan pula Aku dicela karena kecintaanku kepada pemuda ini ('Ali)? Apakah Fatimah dinikahkan dengan orang selain 'Ali? Dan apakah ada orang yang sepertinya?

Dan masih banyak lagi syair-syair yang dilantunkan oleh Imam asy-Syafi'i yang secara tegas menyebutkan keutamaan dan keagungan 'Ali dan Ahlulbaitnya daripada orang-orang selain mereka, sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam kitab- kitab karangan mereka. 211

211 . Wahai kaum Muslim, semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada kalian. Sesungguhnya aku menasihatkan kepada kalian dengan

nasihat yang tulus karena Allah Swt semata sebagaimana sabda Rasulullah Saw, 'Agama tu nasihat.' Lalu, seorang Muslim yang bijaksana sudah sepatutnya jika diajukan kepadanya suatu nasihat. niscaya ia akan menerimanya, walaupun nasihat itu berasal dari orang yang tidak sepaham dengannya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw., 'Ambillah nasihat walaupun dan mulut orang-orang kafir!' Apalagj di antara sesama Muslim di antara kita. Kami adalah saudara kalian seagama dan kita disatukan oreh kalimat "La ilaha iIIallah Muhammadur Rasulullah" (tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah), kita semua juga mengerjakan semua yang diperintahkan oleh syariat. seperti: shalat. puasa, hajj, dan mengeluarkan zakat. Sesungguhnya kesaksian imam-imam ka!ian yang empat tentang keutamaan Amirul Mukminin 'Ali dan Ahlulbaitnya yang telah disucikan dan diberkati oleh Allah Swt, menunjukkan secara jelas bahwa mereka itu (Ali dan Ahllbaitnya) lebih layak untuk diikuti daripada se!ain mereka. Lalu, apa yang merugikan kalian wahai kaum Muslim seandainya ka1ian mengikuti mazhab Ahlulbait yang bersumber dari Rasulu!lah Saw? Seandainya mazhab yang empat (Hanafi, Maliki, asy-Syafi'i, dan Hanbali) itu selamat, maka mazhab Ahlulbait. mazhab yang benar ini, tentu lebih seJamat. Semoga salam

010 Hal ini adalah sebagian kesaksian dari para tokoh

besar umat manusia dan pemimpin mereka dalam hal keutamaan sosok pribadi agung ini (Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As), yang tidak ada yang mengunggulinya kecuali Muhammad Saw, dan tidak ada seorang pun yang akan dapat menyamainya.

Sekiranya kami tidak mencukupkan diri dengan apa yang telah kami sebutkan perihal kesaksian-kesaksian ini dari para tokoh besar dan cendekiawan umat, lalu kami terus berupaya menggali semua kesaksian mereka tentang Imam' Ali As, niscaya kami akan memenuhi berjilid-jilid besar buku tentang keagungan Amirul Mukminin 'Ali As dan Ahlulbaitnya yang telah disucikan Allah dari segala dosa dan kesalahan. Bahkan, kami pun tetap tidak akan mampu menyebutkan semua riwayat yang menyebutkan tentang keagungan mereka.

Akan tetapi, sesungguhnya riwayat dan kesaksian para tokoh besar dan ulama-ulama kenamaan itu yang telah kami sebutkan itu telah mencukupi bagi orang yang menggunakan pendengarannya, sedangkan dia menyaksikan. []

mengikuti petunjuk.

Orang yang pertama memberikan nama Syi'ah kepada para pengikut Amirul Mukminin 'Ali As adalah Rasulullah Saw dan ia pula sebagai peletak dasar batu fondasinya serta penanam benihnya, sedangkan orang yang mengukuhkannya adalah Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As. Semenjak saat itu, para pengikut 'Ali dikenal sebagai Syi'ah 'Ali bin Abi Thalib.

Ibn Khaldun berkata di dalam Muqaddimah-nya, "Ketahuilah! Sesungguhnya Syi'ah secara bahasa artinya adalah sahabat dan pengikut. Dan di dalam istilah para fuqaha dan ahli kalam, dari kalangan salaf dan khalaf, sebutan Syi'ah ditujukan kepada para pengikut 'Ali dan anak

keturunannya." 212 Dan di dalam Khuthathu Syâm, karya Muhammad

Kurd 'Ali, cukuplah sebagai hujjah tentang penamaan istilah Syi'ah. Ia secara tegas berkata bahwa Syi'ah adalah sekelompok dari golongan sahabat Rasulullah Saw yang dikenal sebagai Syi'ah 'Ali. Muhammad Kurd' Ali berkata, "Adapun sebagian penulis yang berpandangan bahwa mazhab Tasyayyu' (Syi'ah) adalah ciptaan 'Abdullah bin Saba', yang dikenal dengan Ibn As-Sauda', maka itu merupakan khayalan belaka dan sedikitnya pengetahuan mereka tentang

212 . Lihat, Ibnu Khaldun, Muqaddimah, hal. 130.

011 mazhab Syi'ah." 213

Inilah kesaksian Muhammad Kurd' Ali, padahal ia dikenal bukan sebagai seorang Syi' ah, bahkan termasuk orang yang mendiskreditkan Syi'ah.

Sesungguhnya hadis-hadis Nabi Saw. menguatkan apa yang telah kami sebutkan, baik yang diriwayatkan melalui jalur ulama-ulama kenamaan Ahlus Sunnah apalagi yang diriwayatkan melalui jalur Syi'ah. Hadis-hadis yang ada mencapai batas mutawatir.

Berikut ini kami sampaikan beberapa hadis tersebut yang diriwayatkan melalui jalur riwayat Ahlus Sunnah, sebagai penjelasan dan penyempurnaan di dalam hujjah kami.

Ibn Hajar al-Haitsami meriwayatkan di dalam kitabnya ashShawâ'iqul Muhriqah dari Ibn 'Abbas sesungguhnya ia berkata, ketika Allah Ta'ala menurunkan ayat, " Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah Sebaik-baik makhluk." (Qs. al- Bayyinah [98]:7)

Rasulullah Saw bersabda kepada 'Ali, "Mereka itu adalah engkau dan Syi 'ahmu. Engkau dan Syi'ahmu akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan ridha kepada Allah dan Allah pun ridha kepada mereka. Adapun musuhmu akan datang pada hari kiamat dalam keadaan dimurkai (oleh

Allah) dan tertengadah (tangan mereka diangkat ke dagu)." 214 'Ali berkata, 'Siapakah musuhku?'

Rasulullah Saw. bersabda, "Yaitu orang yang berlepas diri darimu dan melaknatmu." 215

213 . Lihat, Khuthathu Syâm, jilid 5, hal. 156.

214 . Lihat, Ibn Hajar al-Haitsami, ash-Shawâ'iqul Muhriqah, hal. 128.

011 Al-Hakim meriwayatkan di dalam kitabnya dengan

sanadnya dari 'Ali bahwa ia berkata; "Rasulullah Saw. bersabda kepadaku, "Wahai 'Ali, bukankah engkau mendengar firman Allah Swt, " Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah Sebaik-baik makhluk." (Qs. al-Bayyinah [98]:7)

Mereka itu adalah Syi'ahmu. 216 Al-Hamuyini asy-Syafi'i meriwayatkan dalam

"Farâ'idus Simthain" dengan sanadnya dari Jabir, ia berkata, "Kami pemah berkumpul di rumah Nabi Saw, lalu 'Ali datang, kemudian ia bersabda, "Telah datang kepada kalian saudaraku." kemudian ia bersabda, "Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya orang ini ('Ali) dan Syi'ahnya adalah orang-orang yang beruntung kelak pada hari kiamat. Sesungguhnya ia ('Ali) adalah orang yang pertama kali di antara kalian yang beriman kepadaku, orang yang paling menepati janjinya dengan Allah. orang yang paling lurus dalam melaksanakan perintah Allah, orang yang paling berlaku adil di dalam memperlakukan rakyatnya, orang yang paling adil di dalam pembagian, dan orang yang paling agung di antara kalian di sisi Allah di dalam hal

!::!ajar mengucapkan kata-kata yang benar. Sebab, kebenaran itu memang tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi daripadanya. Oi dalam hat ini. hendaklah kita menanyakan kepada orang nawashib dan pendusta ini (Ibn tlajar) tentang orang yang bel1epas diri dari 'ali a.s. dan melaknatnya, apakah dia buka tuannya, yailu Mu'awfyah Ath- Thagh;yah (orang yang zalim) dan yang mengikuti jalannya? Mu'awiyah adatah orang yang membuat ketetapsn yang bUNk, yaitu pelaknatan terhadap pemuka para washiyy (Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib a.s.) di alas tujuh puluh ribu mimbar, sebagaimana yang dlrlwayatkan oleh para sejarawan.

011 kemuliaan." 217

Kemudian Jabir berkata, "Dan ayat ini diturunkan

berkenaan dengannya (yakni dengan 'Ali), " Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk." (Qs. al-Bayyinah [98]:7)

Dahulu, kata Jiibir lebih lanjut, para sahabat Muhammad Saw jika 'Ali datang, maka mereka biasa mengucapkan, "Telah datang sebaik-baik makhluk."

Hadis semisal ini juga diriwayatkan oleh al- Khawarizimi alHanafi di dalam Manâqib-nya dari Jabir Ra dari Rasulullah Saw.

Al-Khawarizmi juga meriwayatkan dalam Manâqib- nya dari al-Manshur ad-Dawaniqi dalam sebuah hadis yang panjang, di antaranya ia bersabda, "Dan sesungguhnya 'Ali dan Syi'ahnya kelak pada hari kiamat adalah orang-orang yang beruntung dengan masuk ke dalam surga.

Ia juga meriwayatkan di dalam kitabnya sarna dari Nabi Saw bahwa ia bersabda, "Wahai 'Ali, sesungguhnya Allah telah mengampunimu, keluargamu. Syi'ahmu, dan para pecinta Syi'ahmu.

Ia juga meriwayatkan dalam kitabnya yang sama dari Nabi Saw bahwa ia bersabda tentang keutamaan 'Ali,

"Sesungguhnya ia ('Ali) adalah orang yang paling pandai di antara manusia, orang yang paling dahulu masuk Islam. dan sesungguhnya ia dan Syi'ahnya adalah orang- orang yang beruntung besok pada hari kiamat."

Ia juga meriwayatkan di dalam Manâqib-nya, 218 ia berkata, 'an-Nashir lil Haqq meriwayatkan dalam sebuah

hadis bahwa ketika 'Ali maju menghadap Rasulullah Saw

217 . Lihat, Farii'idus Simthain, jilid 1, bab ke- 31.

011 untuk menaklukkan benteng Khaibar, Rasulullah Saw

bersabda kepadanya, "Sekiranya aku tidak khawatir sekelompok orang dari umatku akan berkata tentang dirimu, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berkata sesuatu tentang al-Masih ('Isa As), niscaya akan aku katakan tentang dirimu pada hari ini suatu perkataan, yang apabila engkau melewati orang banyak tentu mereka akan mengambi tanah bekas telapak kakimu dan dari bekas air wudhumu untuk mereka jadikan sebagai obat (mengambi/ keberkahan darinya).

Akan tetapi, cukup bagimu bahwa kedudukanmu di sisiku, seperti kedudukan Harun di sisi Musa hanya saja tidak ada nabi sesudahku. Sesungguhnya engkau membayarkan utangku dan engkau berperang di atas Sunnahku. Sesungguhnya engkau kelak di akhirat adalah orang yang paling dekat denganku, sesungguhnya engkau orang pertama yang menjumpaiku di Haudh dan orang pertama yang diberi pakaian bersamaku serta orang pertama yang masuk surga bersamaku dari kalangan umatku. Sesungguhnya Syi'ahmu berada di atas mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya. Dan sesungguhnya kebenaran senantiasa berada di lisanmu, hatimu, dan di hadapanmu.

Aku katakan, hadis semacam ini juga diriwayatkan di dalarn kitab Kifâyatuth Thâlib, karya al-Kanji asy-Syafi'i, Târikh Baghdâd, karya al-Khathib al-Baghdadi "Majmâ'uz Zawâ'id, dan kitab-kitab lainnya yang dikarang oleh ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Al-Khawarizimi juga meriwayatkan di dalam Manâqib-nya dalam sebuah hadis yang panjang dengan sanadnya dari Ibn 'Abbas bahwa Jibril telah mengabarkan kepada Nabi Saw bahwa 'Ali dan Syi'ahnya akan dibawa ke

011 dalam surga berombongan bersama Muhammad Saw."

Al-Qunduzi al-Hanafi meriwayatkan di dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah 219 dari kitab Mawaddatul

Qurbâ, karya al-Hamdani asy-Syafi'i, dari Abu Dzar dari Nabi Saw sesungguhnya ia bersabda:

"Sesungguhnya Allah memandang bumi dari 'Arsy-Nya, lalu Dia memilihku dan memilih 'Ali sebagai menantuku dengan menikahkannya dengan Fatimah al- 'Adzra al-Batul, dan Dia tidak memberikan hal itu kepada seorang pun dari nabi-nabi-Nya; Dia mengaruniakan kepadanya al-Hasan dan al-Husain dan tidak mengaruniai seorang pun yang seperti mereka berdua," hingga pada sabdanya, "Dia memasukkan Syi'ahnya ke dalam surga; dan Dia menjadikan aku sebagai saudaranya, dan tidak ada seorang pun yang bersaudarakan sepertiku. "

Kemudian Nabi Saw bersabda, "Ayyuhannas, barang siapa ingin memadamkan kemurkaan Tuhan dan ingin amalnya diterima oleh Allah, maka hendaklah ia mencintai 'Ali bin Abi Thalib. Sebab, sesungguhnya mencintai 'Ali bin Abi Thalib itu menambah keimanan, dan sesungguhnya mencintainya dapat meleburkan dosa-dosa sebagaimana api meleburkan timah."

Al-Qunduzi al-Hanafi juga meriwayatkan di dalam kitabnya Yanâbi'ul Mawaddah, dalam bab yang sama dan juga dari kitab yang sama dari Anas dari Nabi Saw bahwa ia bersabda, "Jibril telah menceritakan kepadaku, ia berkata. 'Sesungguhnya Allah mencintai 'Ali lebih daripada kecintaan- Nya kepada malaikat. Dan. tidak ada satu tasbih pun yang ditujukan kepada Allah kecuali Allah menciptakan darinya

011 seorang malaikat yang memohonkan ampun kepada pecinta

'Ali dan Syi'ahnya sampai hari kiamat, Al-Qunduzi al-Hanafi juga meriwayatkan dalam kitabnya yang sama, dalam bab yang sama dari kitab al- Firdaus dari Ummu Salamah dari Nabi Saw bahwa ia bersabda, "Ali dan Syi'ahnya mereka adalah orang-orang yang beruntung pada hari kiamat.

Ibn al-Maghazali asy-Syafi'i meriwayatkan di dalam Manâqibnya dengan sanadnya dari 'Ali, dari Nabi Saw bahwa ia bersabda, "Tujuh puluh ribu orang dari umatku akan masuk ke dalam surga tanpa dihisab," kemudian ia menoleh kepada 'Ali seraya bersabda, "Mereka adalah Syi'ahmu dan engkau adalah imam mereka. "

Al-Khawarizimi juga meriwayatkan hadis tersebut dalam Manâqib-nya, tetapi terdapat sedikit perbedaan dalam teks hadis tersebut, "Kemudian 'Ali As bertanya, "Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw menjawab, 'Mereka adalah Syi 'ahmu dan engkau adalah imam mereka."

Al-Kanji asy-Syafi'i meriwayatkan dalam kitabnya Kifâyatu ath-Thâlib" dari Jabir bin' Abdillah, ia berkata, "Kami pemah berkumpul bersama Nabi Saw, tiba-tiba 'Ali bin Abi Thalib datang, lalu ia bersabda, 'Telah datang kepada kalian saudaraku,' kemudian beliau bersabda, 'Demi jiwaku yang berada di dalam genggaman-Nya,' sesungguhnya orang ini ('Ali) dan Syi 'ahnya adalah orang-orang yang beruntung kelak pada hari kiamat. Sesungguhnya dia ('Ali) adalah yang' pertama kali di antara kalian yang beriman kepadaku, orang yang paling menepati janjinya dengan Allah, orang yang paling lurus dalam melaksanakan perintah Allah, orang yang paling berlaku adil di dalam memperlakukan rakyatnya.

222 orang yang paling adif di dalam pembagian, dan orang yang

paling agung di an/ara kalian di sisi Allah di dalam hal kemuliaan.

Kemudian Jabir berkata, "Dan ayat ini diturunkan

berkenaan dengannya ('Ali), " Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk." (Qs. al-Bayyinah [98]:7)

Dahulu, tutur Jabir lebih jauh, "Jika 'Ali datang pada suatu tempat dan di tempat itu berkumpul para sahabat Muhammad Saw jika 'Ali datang, maka mereka biasa mengucapkan, "Telah datang sebaik-baik makhluk."

Al-Kanji asy-Syafi'i berkata, "Demikianlah yang diriwayatkan oleh perawi hadis Syam, lbn 'Asakir, dalam kitabnya yang dikenal dengan Târikh Ibn 'Asakir, dengan jalur riwayat yang berbeda-beda.

Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Hamuyini asy- Syafi'i dalam kitabnya Farâ'idus Simthain, jilid pertama, bab ke-31; AlKhawarizimi al-Hanafi dalam Manâqib-nya; dan selain keduanya dari kalangan tokoh-tokoh ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Ibnus Shabiigh al-Maliki meriwayatkan dalam al- Fushûlul Muhimmah" dan asy-Syablanji asy-Syiifi'i di dalam Nurul Abshar' dari lbnu 'Abbas, ia berkata, "Ketika ayat ini turun, " Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk." (Qs. al-

Bayyinah [98]:7) Nabi Saw bersabda kepada 'Ali, "Engkau dan Syi'ahmu akan datang pada hari kiamat dalam keadaan ridha kepada Allah dan Allah pun ridha kepada mereka, sedangkan musuh-musuhmu datang dalam keadaan dimurkai

224 dan tertengadah (tangan mereka diangkat ke dagu)." 220

Ummu Salamah berkata, "Rasulullah Saw bersabda, "Ali dan Syi 'ahnya adalah orang-orang yang beruntung pada hari kiamat."

Hadis ini diriwayatkan oleh dari Kunuzûl Haqâiq, karya al-Manawi, dan dari Tadzkiratul Khawwâsh, karangan Sibth Ibn al-Jauzi, dengan sedikit perbedaan dalam teks hadisnya.

Ibnu al-Maghazali asy-Syafi'i meriwayatkan dalam Manâqib-nya dari Ibn 'Abbas, ia berkata, "Aku pemah bertanya kepada Rasulullah Saw tentang firman Allah Swt, " Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk." (Qs. al-Bayyinah [98]:7)

Kemudian, ia bersabda, "Jibril telah berkata kepadaku bahwa mereka itu adalah 'Ali dan Syi'ahnya. Mereka adalah orang-orang yang paling dahulu memasuki surga, yang didekatkan kepada Allah karena kemuliaannya."

Al-Khathib juga meriwayatkan hadis tersebut dalam Târikhnya dan Ibn Mardawaih di dalam al-Manâqib. Ibn Hajar meriwayatkan dalam Ash-Shawâ'iqul Muhriqah, ia berkata, "Ahmad meriwayatkan di dalam al- Manâqib, halaman 159, bahwa Nabi Saw bersabda kepada 'Ali, 'Wahai 'Ali, apakah engkau tidak ridha bahwa engkau bersamaku di dalam surga, sedangkan al-Hasan, al-Husain, dan kelurunan kita berada di belakang punggung kita, istri- istri kita berada di belakang keturunan kita, dan Syi'ah kita berada di sebelah kanan dan kiri kita,"

Kemudian ia meriwayatkan hadis yang lain dari ad-

220 Dailami bahwa Nabi Saw bersabda kepada 'Ali, "Wahai 'Ali,

sesungguhnya Allah telah mengampunimu, keturunanmu, keluargamu, dan Syi'ahmu."

Ibnu Hajar juga meriwayatkan dalam Shawâ'iq-nya, ia berkata, "Ath-Thabrani meriwayatkan bahwa Nabi Saw bersabda kepada 'Ali, "Orang yang mula-mula masuk surga adalah empat orang, yaitu: Aku, engkau, al-Hasan, dan al- Husain, sedangkan keturunan kita berada di belakang punggung kita, istri-istri kita berada di belakang keturunan kita, dan Syi 'ah kita berada di sebelah kanan dan kiri kita.

Masih banyak lagi hadis-hadis Nabi Saw yang diriwayatkan oleh para ulama terkemuka Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam bukubuku karangan mereka dan musnad- musnad serta kitab-kitab sahih mereka, yang berisikan pujian terhadap Syi'ah 'Ali dan Ahlulbaitnya yang telah disucikan oleh Allah dari segala dosa dan kesalahan, yang jumlahnya sangat banyak, bahkan tidak dapat dihitung.

Hujjatul Islam wal Muslimin al-'Allamah as-Sayyid al'Abbas al-Kasyani telah menghimpun dalam sebuah naskah (yang masih berbentuk manuskrip) sejumlah hadis Nabi Saw, yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw yang berisikan pujian terhadap Syi'ah. Hadis-hadis yang ia himpun dalam naskah tersebut mencapai seratus hadis, yang semuanya diriwayatkan melalui jalur riwayat Ahlus Sunnah wal Jamaah. Aku telah melihat naskah tersebut pada perpustakaannya di Kota Suci Karbala, yaitu pada ketika aku mengunjungi tanah suci tersebut pada tahun 1370 Hijriah. Aku kira naskah tersebut masih dalam bentuk manuskrip (tulisan tangan) bersama naskah- naskah yang lain yang jumlahnya sangat banyak.

Aku memohon kepada Allah Yang Mahakuasa

222 untuk memberikan taufik kepada Maulana al-Hujjah as-

Sayyid al-Kasyani dan seluruh ulama kita yang mulia dan berbakti, semoga mereka dapat mencetak dan menerbitkan kitab-kitab karangan mereka agar dengan kehadirannya dapat memberikan manfaat kepada umat Islam. Sesungguhnya Dia Mahadekat lagi Maha Mengabulkan doa hambahamba-Nya.[]

221

Rasulullah Saw adalah orang yang sangat penyayang dan pengasih terhadap umatnya. Oleh karena itu, mustahil beliau membiarkan umatnya atau tidak memberitahukan kepada mereka hal yang sangat penting, yaitu golongan yang selamat (firqa an-najiyah).

Aku katakan, sesungguhnya golongan yang selamat adalah mereka yang berpegang teguh pada ketaatan kepada Allah, Rasul-Nya, dan para Imam Ahlulbait beliau yang telah disucikan sesuci-sucinya oleh Allah dari segala dosa dan kesalahan, serta berlepas diri dari musuh-musuh mereka. Hal ini merupakan pengamalan sabda Rasulullah Saw dalam sebuah hadis yang telah disepakati kesahihannya, baik oleh Ahlus Sunnah maupun Syi'ah, yaitu sabda beliau, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maula-nya (pemimpinnya), maka ini 'Ali adalah maula-nya (pemimpinnya) juga. Ya Allah, cintailah orang yang mencintainya. musuhilah orang yang memusuhinya, tolonglah orang yang menolongnya, dan telantarkanlah orang yang menelantarkannya."

Adapun riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi Saw ketika ditanya tentang golongan yang selamat, siapakah golongan itu? Lalu ia bersabda, "Mereka (golongan yang selamat) adalah golongan yang mengikutiku dan para

221 sahabatku, " riwayat ini tidak sahih. Sebab, para sahabat

Nabi Saw tidak semuanya mengikuti Nabi Saw karena terbukti sebagian di antara mereka melakukan hal-hal yang tercela dan tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya.

Misalnya, Marwan al-Hakam, ia adalah ath-Tharid (orang yang telah diusir oleh Nabi Saw dari Madinah) bin ath-Tharid dan al-Mal'un (terkutuk) bin al-Ma'un; Mu'awiyah, 'Amru bin' Ash, ia adalah orang yang terkenal dengan kelicikan dan penipuannya; al-Mughlrah bin Syu'bah; dan masih banyak lagi yang lainnya.

Allah Swt berfirman, "Di antara orang-orang Arab Badui yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Engkau (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) kamilah yang mengetahui mereka. nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar." (Qs. at-Taubah [9]:101)

Sekiranya riwayat yang menyebutkan, "Mereka (golongan yang selamat) adalah golongan yang mengikutiku dan para sahabatku," adalah riwayat sahih, betapapun menurutku riwayat ini tidak sahih, maka mereka yang dimaksud adalah Ahlulbait Nabi Saw, mereka inilah yang telahd dijadikan oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai panutan bagi orang-orang yang berpikir. Rasulullah Saw telah memerintahkan umatnya agar berpegang teguh kepada Ahlulbaitnya dan melarang mereka untuk berpaling dari Ahlulbaitnya, sebagaimana ditegaskan dalam banyak sabda Nabi Saw.

Adapun pendapat yang berkata bahwa umat Nabi

221 sabda beliau yang telah disepakati kesahihannya, demikian

juga pendapat yang menyatakan bahwa umat beliau seluruhnya binasa.

Dengan demikian, golongan yang selamat hanyalah satu, sebagaimana menurut sabda Nabi Saw. Golongan ini (yang selamat) haruslah berbeda dengan golongan-golongan lainnya.

Syi'ah berbeda dengan golongan-golongan lainnya dalam banyak perkara yang khusus ada pada mereka. Misalnya, pendapat mereka (Syi'ah) tentang kemaksuman para imam dan dikhususkannya kekhalifahan bagi para Imam Ahlulbait dengan dalil-dalil yang mematahkan segala hujah para penentang mereka.

Oleh karena itu, jabatan khalifah tidak sah untuk selain para Imam Ahlulbait As, dan tidaklah sempurna peraturan umat yang dipimpin oleh seorang khalifah yang di luar mereka (para imam Ahlulbait).

Seandainya para sahabat Rasulullah Saw mengikuti ajaranajaran Nabi mereka, niscaya tidak akan terjadi pertentangan dan peperangan di antara sesama mereka. Akan tetapi, sayangnya banyak dari mereka yang keluar dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, maka terjadilah apa yang telah terjadi pada mereka (yaitu pertikaian dan peperangan).

Maka, cukuplah Allah sebagai Pelindung kami dan Dia adalah sebaik-baiknya Pelindung, dan tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung.

Sesungguhnya dalil-dalil dan nasihat yang telah kami sampaikan telah cukup bagi orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedangkan dia

221 menyaksikannya.

Sebagai akhir kalam dari bagian ini, sekali lagi kami sampaikan bahwa Syi'ah adalah kelompok Mukminin, yang berpegang teguh pada setiap yang berasal atau bersumber dari Rasulullah Saw dan dari Tuhannya. Syi'ah adalah golongan yang selamat, yang berpijak di atas jalan kebenaran serta benar dalam setiap keyakinannya.

Akan tetapi, orang-orang yang jahat mengalamatkan bennacam-macam tuduhan dusta dan keji terhadap Syi'ah, sedangkan ia berlepas diri (bersih) dari segala macam tuduhan dusta dan keji tersebut.

Silakan Anda merujuk kepada kitab-kitab karangan para ulama mereka dengan tulus, niscaya Anda akan mengetahui kebenaran ucapan kami.

Kalimat "Syi'ah" itu sendiri merupakan kemuliaan yang agung karena Al-Quran telah menyebutkannya dalam bentuk pujian. Allah Swt. berfirman,

" Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, Maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: "Ini adalah perbuatan syaitan, Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).(Qs. al-Qashash [28]:15)

Dan firman-Nya, " Dan Sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (syiah)." (Qs. ash-Shaffat [37]:83)

Artinya Ibrahim As adalah termasuk Syi'ah (golongan) Nuh As. Telah beberapa kali Anda membaca dalam buku ini sabda Rasulullah Saw. kepada 'Ali As, "Engkau dan Syi 'ahmu adalah orang-orang yang beruntung kelak pada hari kiamat.

Dengan demikian, Syi'ah mereka adalah pengikut agama Allah dan pengikut para nabi dan aushiya' (orang- orang yang telah mendapat wasiat dari Nabi Saw untuk meneruskan kepemimpinan Nabi Saw sepeninggalnya, yaitu para Imam Ahlulbait Nabi Saw). Dan segala puji bagi Allah Swt.[]

242

Setelah berita masuknya kami ke dalam mazhab Ahlulbait menyebar luas, aku didatangi oleh salah seorang ulama besar bermazhab asy-Syafi'i, ia adalah seorang alim yang terkenal dan terhormat di Kota Hilb. Ia menanyakan kepadaku dengan lemah lembut, "Mengapa engkau mengikuti mazhab Syi'ah dan meninggalkan mazhabmu (asy- Syafi'i)? Dan apa dalilmu bahwa Ali lebih berhak menjadi khalifah daripada Abu Bakar?"

Kemudian, aku pun mulai berdiskusi dengannya secara panjang lebar, dan diskusi ini pun terjadi secara berulang-ulang. Akhirnya, setelah melalui perdebatan yang panjang, ia pun merasa puas dan menerima dalil-dalil yang kami kemukakan kepadanya. 221

Di antara diskusi tersebut, ia menanyakan kepadaku penjelasan tentang siapakah yang lebih berhak menjadi khalifah, apakah Abu Bakar yang lebih berhak atau 'Ali? Aku menjawab, "Sesungguhnya masalah ini adalah sesuatu yang sangat jelas bahwa orang yang berhak menjadi khalifah langsung sepeninggal Rasulullah Saw adalah Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As, kemudian sepeninggalnya adalah al-Hasan al-Mujtaba As, kemudian al-Husain As yang

221 . Allah membukakan hatinya untuk menerima dan mengikuti

mazhab yang benar yaitu mazhab Ahlulbait al-Ja'fari.

240 syahid di Karbala, kemudian 'Ali bin al-Husain Zainal

Abidin, kemudian Muhammad bin Ali al-Baqir As, kemudian Ja'far bin Muhammad ash-Shadiq As, kemudian Musa bin Ja'far al-Kazhim As, kemudian 'Ali bin Musa ar- Ridha As, kemudian Muhammad bin 'Ali al-Jawad As, kemudian 'Ali bin Muhammad al-Hadi, kemudian al-Hasan bin 'Ali al-'Askari As, kemudian al-Hujjah bin al-Hasan al- Mahdi Imam al-Gha'ib al-Muntazhar (semoga Allah mempercepat kemunculannya).

Dalil Syi'ah akan hal tersebut adalah bersumber dari al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Saw, yang telah disepakati kebenarannya oleh Sunni dan Syi'ah. Kitab-kitab Syi'ah penuh dengan hujah dan dalil yang kuat, dan mereka menguatkan pendapat dan keyakinan mereka dari kitab-kitab kalian sendiri, Ahlus Sunnah wal Jamaah. Akan tetapi, kalian tidak mau merujuk ke kitab-kitab Syi'ah dan meneliti apa yang terkandung di dalamnya, dan hal ini merupakan bentuk kefanatikan yang buta."

Dalil al-Qur'an

Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan

orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs.

al-Maidah [5]:55)

Ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan wilâyah (kepemimpinan) 'Ali tanpa ada keraguan sedikit pun, sesuai ijma' (kesepakatan) Syi'ah dan mayoritas ulama Ahlus Sunnah wal Jamah, seperti ath- Thaban, ar-Razi, Ibn Katsir, dan banyak ulama lainnya, yang semuanya berkata bahwa

242 ayat yang mulia tersebut diturunkan berkenaan dengan 'Ali

As. 222 Tidaklah tersembunyi bagi setiap orang yang

berpikir bahwa Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung, Dialah yang mengutus para rasul kepada umat-umat manusia, Dia tidak bergantung pada kerelaan manusia. Demikian juga tentang perkara khilafah. Perkara ini merupakan ketetapan Allah, bukan dengan musyawarah atau pun dengan pemilihan. Sebab, kekhalifahan (khilafah) merupakan salah satu rukun (sendi) agama, sedangkan Allah Swt. tidaklah sekali-kali menyerahkan salah satu rukun dari rukun-rukun agama-Nya kepada pilihan umat manusia, dimana mereka ini tidak terlepas dari pengaruh hawa nafsunya (baca tidak maksum).

Akan tetapi, orang yang melaksanakan tugas khilafah sepeninggal Rasulullah Saw haruslah berdasarkan perintah Allah Swt dan orang yang maksum (terpelihara dari dosa dan kesalahan).

Ayat al-Maidah tersebut merupakan nash yang jelas dalam menetapkan kepemimpinan (wilâyah) 'Ali As, baik Syi'ah maupun kebanyakan mufasir Ahlus Sunnah sepakat bahwa orang yang memberikan zakat (sedekah) dalam keadaan ruku' adalah 'Ali, tidak ada pertentangan dalam hal ini. Oleh karena itu, dengan bersandar kepada ayat tersebut, 'Ali-lah yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah Saw.

Kemudian ia (ulama asy-Syafi'i) menyebutkan bahwa Abu Bakar lebih berhak menjadi khalifah karena ia telah menyumbangkan hartanya yang sangat banyak kepada Rasulullah Saw, ia telah menikahkan Nabi Saw dengan

241 putrinya ('A'isyah), dan ia juga telah menjadi imam shalat

jamaah ketika Nabi Saw sakit. Kemudian, aku katakan kepadanya, "Adapun bahwa Abu Bakar telah mempersembahkan hartanya yang sangat banyak, hal ini merupakan pengakuan yang membutuhkan dalil yang mengukuhkannya, sedangkan kami tidak mengakui hal tersebut."

Kemudian aku katakan kepadanya, "Dari mana ia (Abu Bakar) mendapatkan harta tesebut? Dan apakah hal tersebut terjadi di Makkah atau di Madinah?"

Jika engkau katakan bahwa itu terjadi di Makkah, maka sesungguhnya Nabi Saw ketika di Makkah tidak pernah mempersiapkan pasukan tentara dan tidak pernah pula membangun masjid. Demikian juga, orang-orang yang telah masuk Islam saat itu banyak yang berhijrah ke Habasyah (Etopia), sedangkan Nabi Saw dan seluruh Bani Hasyim (yang tetap tinggal di Mekkah) tidak diperbolehkan menerima zakat.

Selain itu, Nabi Saw adalah orang yang kaya dengan harta Khadijah.

Dan jika engkau katakan bahwa hal itu (infak harta) terjadi di Madinah, maka sesungguhnya Abu Bakar ketika berhijrah, dia hanya memiliki uang sebanyak enam ratus Dirham, yang sebagiannya telah ia tinggalkan untuk keluarganya. Ia hanya membawa uang yang tersisa dari harta tersebut, lalu ia, dan seluruh Muhajirin lainnya, hidup di tengah-tengah suku Anshar dalam keadaan membutuhkan bantuan mereka. Selain itu, Abu Bakar bukanlah seorang pedagang besar; kadang-kadang dia menjual pakaian yang ia pikul di pundaknya, lalu ia bawa ke tempat keramaian orang-orang, kadang-kadang ia mengajar anak-anak, dan kadang-kadang

241 pula ia menjadi tukang kayu, yang membikin pintu dan

yang semisalnya bagi orang yang memerlukannya. Adapun ia telah menikahkan Rasulullah Saw dengan putrinya, maka hal ini tidak mengharuskannya menjadi penguasa bagi kaum Muslimin. Adapun ia menjadi imam shalat berjamaah ketika Nabi Saw sakit, jika riwayat ini benar, maka ini tidak mengharuskannya menjadi imam kaum Muslimin dan khalifah yang agung. Sebab, shalat jamaah berbeda dengan masalah khilafah.

Telah diriwayatkan bahwa para sahabat Nabi Saw biasa mengimami shalat satu sama lain di antara sesama mereka, baik ketika di Madinah maupun dalam bepergian. Seandainya alasan yang engkau kemukakan benar, maka siapa saja di antara mereka (yang pernah menjadi imam shalat berjamaah) dapat menjadi khalifah.

Selain itu, hadis yang menyebutkan bahwa Abu Bakar mengimami shalat berjamaah hanya bersumber dari putrinya saja, yaitu 'A'isyah.

Sungguh, sangat mengherankan saudara-saudara kami Ahlus Sunnah ini, mereka mengemukakan hujah dengan dalil-dalil yang lemah tersebut, lalu mereka melupakan hadis-hadis yang diriwayatkan tentang 'Ali As, padahal hadis-hadis tersebut merupakan dalil yang sangat kuat dan diriwayatkan dalam jumlah yang sangat banyak.

Misalnya, hadis tentang peringatan Nabi Saw kepad aum kerabatnya yang terdekat Nabi Saw mengumpulkan kaum kerabatnya terdekat dengan perintah dari Allah, yaitu firman-Nya, "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat."(Qs. asy-Syu'ara' [26]: 214).

Ketika itu, Nabi Saw mengundang para kerabatnya yang berjumlah sekitar empat puluh orang. Nabi Saw

241 membuatkan makanan yang sedikit, tetapi dapat

mengenyangkan keempat puluh orang undangan tersebut. Setelah perjamuan, Nabi Saw bersabda kepada mereka, Wahai Bani Hasyim, siapakah di antara kalian yang ingin membantuku dalam urusanku ini?" Namun, tak seorang pun dari mereka yang menyambut ajakan tersebut, kemudian 'Ali As berkata, "Aku wahai Rasulullah. Aku akan membantumu (dalam urusanmu)."

Nabi Saw mengulangi ajakannya itu sampai tiga kali, dan setiap kali ia menyampaikan seruan tersebut, setiap kali itu pula 'Ali selalu menjawab, "Aku wahai Rasulullah."

Kemudian, Nabi Saw memegang tengkuk (leher bagian belakang) 'Ali seraya bersabda kepadanya, "Engkau adalah washiyy-ku dan khalifahku sepeninggalku. Maka dengarkanlah ia dan patuhilah perintahnya! "

Juga hadis Ghadir Khum yang terkenal, hadis tsaqalain, hadis manzilah (kedudukan 'Ali di sisi Rasulullah, seperti kedudukan Harum di sisi Musa), hadis safinah (perumpamaan Ahlulbait Rasulullah seperti bahtera Nuh. Barang siapa yang menaikinya, akan mendapatkan keselamatan; dan barang siapa yang meninggalkannya, akan karam dan binasa), hadis pintu pengampunan (seperti pintu pengampunan bagi Bani Israil. Barang siapa yang memasukinya, niscaya ia akan diampuni dosa-dosanya), hadis "Aku kota ilmu, dan 'Ali adalah pintunya", hadis persaudaraan

hijrah, Nabi Saw. mempersaudarakan 'Ali dengan dirinya sendiri, sementara ia mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar).

(pada

hari

Juga hadis penyampaian Surah Barâ'ah kepada kaum musyrik Makkah, hadis penutupan semua pintu yang

241 menuju Masjid Nabi Saw kecuali pintu rumah 'Ali, hadis

tentang pencabutan pintu gerbang Khaibar yang dilakukan oleh 'Ali seorang diri, hadis tentang terbunuhnya 'Amru bin 'Abdu Wudd di tangan 'Ali (dalam tanding perang Ahzab), dan dinikahkannya ia ('Ali) oleh Rasulullah Saw dengan putri kinasihnya, Fatimah azZahra' As.

Dan hadis-hadis lainnya tentang keutamaan Amirul Mukminin 'Ali As yang jumlahnya tak terhitung, sekiranya kami hendak menuliskannya, tentu akan memenuhi berjilid- jilid besar buku.

Apakah semua riwayat yang telah disepakati kesahihannya ini tidak menetapkan khilafah (kekhalifahan) 'Ali As, sedangkan riwayat-riwayat yang masih diperselisihkan, bahkan dipalsukan tersebut, menetapkan kekhalifahan Abu Bakar? Sungguh, hal ini adalah sesuatu yang sangat mengherankan.

Akhimya, setelah melalui diskusi yang panjang, ia merasa puas dan menerima dalil-dalil yang kami kemukakan kepadanya.

Kemudian ia telah keluar dari kami dalam keadaan bimbang terhadap mazhabnya, ia mengucapkan banyak terima kasih atas dalil-dalil yang kami sampaikan kepadanya. Lalu ia meminta dariku sebagian kitab Syi'ah dan kitab-kitab karangan para ulama Syi'ah, maka aku pun memberikan sebagian darinya, di antaranya beberapa kitab karangan al- Imam al-Hujjah al-Mujahid as-Sayyid 'Abdul Husain Syarafuddin.

Kami berharap kepada saudara-saudara kami Ahlus Sunnah, hendaknya mereka mau menelaah kitab-kitab karangan ulama-ulama besar Syi'ah, tanpa diiringi dengan kefanatikan. Di antaranya, kitab-kitab karangan aI-Imam al-

241 Hujjah al-Mujahid as-Sayyid 'Abdul Husain Syarafuddin,

kitab al-Ghadir, karangan Allamah al-Amini, kitab Ihqâqul Haqq dan kitab ash-Shawârimul Muhriqah, yang keduanya merupakan karangan asy-Syahid as-Sa'id Al-Imam Qadhi Nurullah, 'Abâqatul Anwâr, karya al-Imam as-Sayyid Hamid Husain al-Hindi, Ghayâtul Marâm, karya al-Imam al-Bahrani, As-Saqifah, karya al-'Allamah al-Muzhaffar, Dalâ'iul Sidqi, karya al-Hujjah al-Muzhaffar, dan Ashlusy Syi'ah wa Ushuluha, karya al-Imam Kasyiful Ghitha.

Diskusi dengan Salah Seorang Ulama AI-Azhar

Pada 7 Dzulqaidah 1371 H sebelum Zuhur, salah seorang tokoh terpandang di Kota Hilb, Ustad Sya'ban Abu Rasul, mengabarkan kepadaku bahwa salah seorang Syaikh (guru) al-Azhar, ia adalah seorang ulama besar dan penulis kenamaan, bermaksud mengunjungiku. Ustad Sya'ban Abu Rasul berkata kepadaku, "Kapan ia (syaikh al-Azhar itu) dapat berkunjung ke rumahmu?"

Aku katakan kepadanya, "Ahlan wa sahlan. Sungguh, aku mendapat kehormatan dengan kunjungannya itu. Silakan ia berkunjung kepadaku pada hari ini."

Lalu Syaikh al-Azhar itu mengunjungiku setelah shalat Asar. Setelah aku menyambut kedatangannya dan mempersilahkannya duduk, ia berkata kepadaku dengan lemah lembut, "Sesungguhnya aku sengaja mengunjungimu dengan maksud hendak menanyakan kepadamu, apa yang mendorongmu mengikuti mazhab Syi'ah dan meninggalkan mazhab Ahlus Sunnah asy-Syafi'i?"

Sebagaimana ia, Aku menjawab pertanyaannya dengan lemah lembut, aku katakan kepadanya, "Sebab- sebabnya banyak sekali, di antaranya: aku melihat perbedaan

241 yang banyak di antara sesama empat mazhab. Kemudian

aku mulai menyebutkan beberapa contoh perbedaan di antara empat mazhab itu. Lalu aku menyebutkan sebab- sebab yang mendorongku mengikuti mazhab Syi'ah, 'yang paling utama; adalah masalah khilafah (kekhalifahan), yang merupakan sebab yang paling besar dan menyebabkan terjadinya perselisihan di antara sesama kaum Muslim."

Sebab, sangatlah tidak masuk akal jika Rasulullah Saw meninggalkan umatnya tanpa menunjuk seorang penggantinya, yang memerintah dengan melaksanakan syariat Allah, sebagaimana para rasul yang lain yang menunjuk seorang washiy (yang menerima wasiat untuk meneruskan kepemimpinannya, yakni menjadi khalifahnya sepeninggalnya).

Menurutku, telah terbukti secara meyakinkan bahwa kebenaran ada bersama Syi'ah. Sebab, keyakinan mereka menegaskan bahwa Nabi Saw, telah berwasiat kepada 'Ali untuk menjadi khalifahnya sepeninggalnya (sebelum wafatnya bahkan sejak awal dakwah beliau), dan setelahnya adalah anak keturunannya, yaitu sebelas imam. Mereka (Syi'ah) ,mengambil hukum-hukum agama, mereka dari dua belas Imam Ahlulbait, yaitu para Imam Maksum (terpelihara dari dosa dan kesalahan) di dalam akidah mereka dengan dalil-dalil yang kuat.

Lantaran sebab itulah dan sebab-sebab yang lainnya,' aku mengikuti mazhab yang mulia ini, mazhab Ahlulbait. Selain itu, aku tidak menemukan satu pun dalil yang mewajibkan kita mengikuti salah satu dari mazhab yang empat. Sebaliknya, aku mendapatkan dalil-dalil yang sangat banyak yang mewajibkan kita mengikuti mazhab Ahlulbait yang menuntun setiap Muslim ke jalan yang lurus."

202 Kemudian aku paparkan kepadanya dalil-dalil yang

jelas dan tegas yang mewajibkan setiap Muslim mengikuti mazhab Ahlulbait. Semua yang hadir di rumahku saat itu, mendengarkan penjelasanku dengan seksama.

Lalu aku bertanya kepada kepada Syaikh al-Azhar itu, "Wahai Syaikh yang mulia, engkau adalah seorang ulama yang terhormat. Apakah engkau mendapatkan dalam al- Qur'an dan Sunnah Rasulullah Saw satu dalil pun yang mengarahkanmu untuk mengikuti salah satu dari empat mazhab yang empat (Hanafi, Maliki, asy-Syafi'i, dan Hanbali)?"

Ia menjawab, "Sekali-kali tidak." Kemudian aku katakan kepadanya, "Bukankah Anda

mengetahui bahwa mazhab yang empat (madzâhibul arba'ah) itu saling bertentangan satu sama lainnya dalam banyak masalah, dan dalam hal ini mereka tidak berlandaskan pada dalil yang kuat atau keterangan yang jelas dan nyata bahwa ialah yang benar, bukan yang lainnya? Orang yang terikat dengan salah satu mazhab dari empat mazhab tersebut hanyalah menyebutkan dalil-dalil yang tidak ada penopangnya. Sebab, ia tidak bersumber pada al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Saw. Ia seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.

Misalnya, seandainya Anda tanyakan kepada seseorang yang bennazhab Hanafi, 'Mengapa engkau memilih mazhab Hanafi, bukan yang lainnya? Dan mengapa engkau memilih Abu Hanifah sebagai imam untuk dirimu setelah seribu tahun dari kematiannya?

Niscaya orang tersebut tidak akan memberikan jawaban yang memuaskan hatimu. Demikian juga jika Anda

204 menanyakan hal yang sama kepada seseorang yang

mengikuti mazhab asy-Syafi'i, Maliki, atau Hanbali. Rahasia di balik itu adalah setiap imam dari empat mazhab tersebut bukanlah seorang nabi atau washiyy (orang yang menerima wasiat untuk meneruskan kepemimpinan nabi). Mereka tidak mendapatkan wahyu ataupun mendapatkan ilham, mereka hanya seperti ulama yang lain, dan orang yang seperti mereka amatlah banyak.

Kemudian mereka bukanlah sahabat Nabi Saw, kebanyakan mereka atau bahkan keseluruhan mereka tidak menjumpai Nabi Saw dan tidak pula menjumpai para sahabat Nabi Saw. Setiap orang dari mereka (imam mazhab yang empat) membuat mazhab untuk dirinya sendiri, ia mengikuti mazhabnya itu dan mempunyai pendapat- pendapat tersendiri, yang boleh jadi terdapat kesalahan atau kelalaian di dalamnya.

Dan setiap dari mereka mempunyai pendapat yang bermacam-macam, yang satu sama lainnya saling bertentangan. Akal sehat tidak akan dapat menerima hal itu, demikian pula hati yang bersih. Sebab, ia tidak berdasarkan pada dalil yang tegas dan kuat, yaitu al-Qur'an dan Sunnah Nabi Saw.

Maka, orang yang berpegangan atau mengikuti salah satu dari mazhab yang empat tersebut tidak mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat kelak di hadapan Allah pada Hari Perhitungan. Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah hujah yang jelas lagi kuat itu. Seandainya Allah menanyakan kepada orang yang mengikuti salah satu dari mazhab yang empat itu pada hari kiamat, dengan dalil apa engkau mengikuti mazhabmu ini? Tentu saja ia tidak mempunyai jawaban kecuali ucapannya, " Dan Demikianlah, Kami tidak mengutus

200 sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun dalam suatu negeri,

melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya Kami mendapati bapak- bapak Kami menganut suatu agama dan Sesungguhnya Kami adalah pengikut jejak-jejak mereka". (Qs. Az-Zukhruf [43]:23)

Atau, ia berkata,

" Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar Kami, lalu mereka menyesatkan Kami dari jalan (yang benar). (Qs. Al-Azhab [33]:67)

Kemudian aku katakan kepada syaikh al-Azhar itu, "Wahai Syaikh yang mulia, apakah seseorang yang mengikuti salah satu dari mazhab yang empat itu mempunyai jawaban kelak di hadapan Allah pada hari kiamat?"

Ia menundukkan kepalanya beberapa lama kemudian ia berkata, "Tidak." Kemudian aku katakan kepadanya, "Adapun kami yang mengikuti wilâyah (kepemimpinan) al-'itrah ath-thâhirah (keturunan yang suci), Ahlulbait Nabi Saw yang telah disucikan Allah sesuci-sucinya dari segala dosa, dan kami beribadah kepada Allah Swt dengan mengikuti fiqih al- Ja'fari, kami akan berkata kelak pada Hari Perhitungan, ketika kami berdiri di hadapan Allah Swt."

'Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memerintahkan kami dengan hal itu karena sesungguhnya Engkau telah berfirman di dalam Kitab-

Mu, " Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. Dan

bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya." (Qs. Al-Hasyr [59]:7)

Dan Nabi-Mu, Muhammad Saw, telah bersabda, sebagaimana yang telah disepakati kaum Muslim, "Sesungguhnya aku telah meninggalkan kepada kalian dua pusaka yang sangar berharga (ats-tsaqalain), yaitu Kitabullâh dan Itrah Ahlulbaitku; selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, niscaya kalian tidak akan tersesat selamanya, dan sesungguhnya keduanya tidak akan berpisah sehingga menjumpaiku di Haudh."

Dan Nabi-Mu juga telah bersabda, "Perumpamaan Ahlu/ Bairku di rengah-rengah kalian seperti bahrera Nuh barang siapa menaikinya, niscaya dia akan selamat; dan barangsiapa yang tertinggal darinya, niscaya dia akan tenggelam dan binasa."

Dan tidak diragukan lagi bahwa Imam Ja'far ash- Shadiq As adalah dari al-i'trah ath-thâhirah (keturunan yang suci), yaitu Ahlulbait Nabi Saw yang telah disucikan Allah sesuci-sucinya dari segala dosa. llmunya adalah ilmu ayahnya, ilmu ayahnya adalah ilmu kakeknya, yaitu Rasulullah Saw, sedangkan ilmu Rasulullah Saw bersumber dari Allah.

Selain itu, semua kaum Muslim telah sepakat akan kejujuran dan keutamaan Imam Ja'far Ash-Shiidiq As: Sesungguhnya ia (Imam Ja'far Ash-Shiidiq As) adalah seorang washiyy keenam dan Imam Maksum, sesuai keyakinan segolongan besar kaum Muslim, yaitu para pengikut mazhab Ahlubait, mazhab yang hak. Dan sesungguhnya ia adalah hujah Allah atas makhluk-Nya.

Imam Ja'far Ash-Shadiq As meriwayatkan hadis dari ayah dan datuknya yang suci, dan ia tidak berfatwa dengan pendapatnya sendiri. Hadisnya adalah "hadis ayahku dan

201 datukku". Sebab, mereka adalah sumber ilmu dan hikmah.

Mazhab Imam Ja'far ash-Shadiq As adalah mazhab ayahnya, dan mazhab kakeknya bersumber dari wahyu, yang tidak akan pernah berpaling sedikit pun darinya. Bukan dari hasil ijtihad, seperti lainnya yang berijtihad.

Oleh karena itu, orang yang mengikuti mazhab Ja'far bin Muhammad ash-Shadiq As dan mazhab kakek- kakeknya, berarti ia telah mengikuti mazhab yang benar dan berpegang teguh pada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw.

Setelah aku kemukakan dalil-dalil yang jelas dan kuat, Syaikh al-Azhar tersebut mengucapkan banyak terima kasih kepadaku dan ia pun sangat memuliakan kedudukanku.

Kemudian ia menanyakan tentang pandangan Syi'ah terhadap para sahabat Rasulullah Saw. Lalu, aku jelaskan kepadanya bahwa Syi'ah tidak menecela sahabat Rasulullah Saw secara keseluruhan. Akan tetapi, Syi'ah meletakkan mereka sesuai kedudukan mereka. Sebab, di antara mereka ada yang adil dan ada pula yang tidak adil, di antara mereka ada yang pandai dan ada pula yang bodoh, dan di antara mereka ada yang baik dan ada pula yang jahat.

Bukankah Anda tahu apa yang telah mereka lakukan pada hari Saqifah? Mereka telah meninggalkan jenazah Nabi mereka dalam keadaan terbujur kaku di atas tempat tidumya, mereka berlomba-lomba memperebutkan kekhalifahan. Setiap orang dari mereka beranggapan bahwa ialah yang berhak menjadi khalifah, seakan-akan ia adalah barang dagangan yang dapat diperoleh bagi siapa saja yang lebih dahulu mendapatkannya. Padahal mereka telah mendengar nash-nash yang tegas yang telah disampaikan oleh Nabi Saw

201 tentang kekhalifahan 'Ali bin Abi Thalib As, baik sejak awal

dakwahnya maupun hadis Ghadir Khum yang terkenal itu. Selain itu, mengurusi jenazah Rasulullah Saw lebih penting daripada urusan kekhalifahan. Bahkan, seandainya saja Rasulullah Saw tidak mewasiatkan seseorang untuk menjadi khalifahnya (Rasulullah Saw. secara tegas telah menunjuk 'Ali untuk menjadi khalifahnya), maka wajib bagi mereka untuk mengurusi jenazah Rasulullah Saw terlebih dahulu.

Kemudian setelah selesai mengurusi jenazah Rasulullah Saw, seyogyanya mereka menyatakan belasungkawa kepada keluarga beliau, seandainya saja mereka adalah orang-orang yang adi!.

Akan tetapi, dimanakah keadilan dan perasaan hati mereka, dimanakah keluhuran akhlak, dan dimanakah ketulusan dan kecintaan? Dan yang lebih menyakitkan lagi di dalam hati adalah penyerbuan mereka ke rumah belahan jiwa Rasulullah Saw, Fatimah az-Zahra As, yang dilakukan oleh sekitar lima puluh orang pria.

Mereka telah mengumpulkan kayu bakar untuk membakar rumah Fatimah dan semua orang yang di dalamnya. Sehingga ada seseorang yang berkata kepada 'Umar, "Sesungguhnya di dalam rumah tersebut terdapat al- Hasan, al-Husain, dan Fatimah."

Akan tetapi, 'Umar berkata, "Walaupun (di dalam rumah tersebut ada mereka)." Peristiwa ini banyak disebutkan oleh sejarawan

Ahlus Sunnah, 223 apalagi para sejarawan Syi'ah.

223 . Lihat al-Imâmah was Siyâsah. Ar-Riyadhun Nadhrah, Murujudz Dzahab, Ansâbul Asyrâf, al-Imâm 'Ali, karya 'Abdul Fattah 'Abdul Maqshud, Syarh

201 Semua orang tahu, baik orang yang berbakti maupun

orang yang jahat, bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Fatimah adalah belahan jiwaku. Barang siapa yang menyakitinya, maka ia

telah menyakitiku; barang siapa yang membuatnya murka, maka ia telah membuatku murka; barang siapa yang membuatku murka, maka ia teah membuat Allah murka; dan barang siapa membuat Allah murka, maka Allah akan menyungkurkan kedua lubang hidungnya ke dalam neraka. "

Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada para sahabat Nabi Saw secara jelas menunjukkan bahwa tidak semua sahabat itu adil. Silakan Anda merujuk ke Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh al-Muslim tentang hadis Haudh, niscaya Anda akan mendapatkan kebenaran pendapat Syi'ah tentang penilaian mereka terhadap para sahabat Nabi Saw.

Jika demikian adanya, maka dosa apakah bagi mereka (Syi'ah) jika mereka berpendapat bahwa banyak di antara sahabat Nabi Saw yang tidak adil, sedangkan banyak dari mereka sendiri (para sahabat Nabi Saw.) yang menunjukkan jati diri mereka sendiri.

Perang Jamal dan Perang Shiffin adalah dalil dan bukti yang paling jelas terhadap kebenaran pendapat mereka (Syi'ah). Dan al-Qur'an telah menyingkapkan banyak keburukan perbuatan di antara mereka (para sahabat Nabi Saw).

oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Anda akan mendapatkan bahwa mereka menyebutkan peristiwa yang menyedihkan dan memilukan hati ini. Adapun Syi'ah, para sejarawan mereka telah menyebutkan peristiwa yang menyakitkan hati ini berikut nama-nama mereka yang melakukan tindakan kejahatan ini. Mereka menyatakan bahwa perirstiwa penyerbuan ke rumah Fatimah As tersebut dipimpin oleh 'Umar "seorang pahlawan yang gagah berani" tetapi gagah berani

201 Bukankah Anda juga tahu apa yang telah dilakukan

oleh Mu'awiyah, 'Amru bin 'Ash, Marwan bin Hakam, Ziyad dan anaknya, Mughirah bin Syu'bah, 'Umar bin Sa'ad bin Abi Waqqash, Thalhah dan Zubair, yang keduanya telah memberikan baiat kepada Amirul Mukminin 'Ali As, tetapi keduanya kemudian melanggar baiatnya dan memerangi Imam mereka ('Ali bin Abi Thalib As) bersama 'A'isyah di Basrah, yang sebelumnya mereka telah melakukan kejahatan- kejahatan di kota tersebut (Basrah) yang tidak pantas dilakukan oleh seseorang yang mempunyai jiwa satria.

Selain itu, selama keberadaan Nabi Saw di tengah- tengah mereka (para sahabat beliau), banyak di antara mereka yang melakukan perbuatan nifâk (munafik), apakah kemudian setelah Nabi Saw menemui Tuhannya (wafat), mereka lantas menjadi adil semuanya?

Kita sama sekali tidak pernah mendengar bahwa ada salah seorang nabi di antara nabi-nabi yang diutus kepada umatnya, lalu semua umatnya menjadi adil. Bahkan, yang terjadl adalah sebaliknya. Al-Qur'an dan Sunnah telah menjelaskan kepada kita tentang hal itu.

Kemudian aku katakan kepada, Syaikh al-Azhar itu, "Bagaimana menurutmu wahai saudaraku yang mulia?" Ia menjawab, "Sungguh, apa yang telah engkau sampaikan telah memuaskanku, semoga Allah membalas kebaikanmu dengan balasan yang sebaik-baiknya."

Kemudian setelah terjadi diskusi yang panjang antara aku dengan syaikh al-Azhar itu, ia berkata, "Apakah engkau mengetahui bahwa engkau telah memasukkan keraguan di dalam hatiku perihal empat mazhab, dan aku juga telah condong pada mazhab Ahlulbait. Akan tetapi, aku ingin engkau membekaliku dengan sebagian kitab Syi'ah."

Kemudian, aku pun menghadiahkan kepadanya beberapa kitab Syi'ah, di antaranya: kitab karangan al-Imam Syarafuddin Dalâ'ilush Shidqi, dan al-Ghadir karya Allamah Amini. Di samping itu, aku juga menunjukkan kepadanya beberapa kitab Syi'ah yang lainnya.

Kemudian ia mohon diri meninggalkan rumahku sembari mengucapkan pujian dan terima kasih kepadaku, lalu ia pun pulang ke Mesir dalam keadaan ragu tentang akidah yang dianutnya selama ini. Kemudian setelah beberapa hari, datanglah surat kepadaku dari syaikh al-Azhar itu. Di antara isi surat tersebut, ia mengabarkan kepadaku bahwa dia telah menganut mazhab Ahlulbait dan menjadi seorang Syi'ah. Ia berjanji kepadaku untuk menulis buku tentang kebenaran Mazhab Ahlulbait.[]

Sesungguhnya apa yang telah kami persembahkan kepada para pembaca adalah bersumber dari al-Qur'an dan hadis-hadis Nabi Saw, yang diriwayatkan dalam hadis sahih dalam kitab-kitab sahih Sunni, dan merupakan bukti yang kuat terhadap kekhalifahan Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib sepeninggal Rasulullah Saw secara langsung (belâ fashl), sekiranya orang yang menentang kami berlaku adil.

Perhatikanlah dengan seksama dan sungguh- sungguh terhadap semua yang telah kami sebutkan dalam buku ini, yaitu hujjah dan keterangan yang jelas, dengan begitu niscaya akan tersingkap kebenaran yang hakiki bagi Anda dan akan memudahkan jalan bagi siapa saja yang hendak menempuh jalan kebenaran. Yaitu, orang-orang yang mengikhlaskan niatnya dan menjauhkan dirinya dari fanatisme mazhab yang membutakan hati dan pikiran sehat dan membinasakan.

Orang yang bersikeras dalam fanatismenya, tidak akan berguna riwayat, walaupun jumlahnya sangat banyak dan telah dikemukakan baginya seribu dalil.

Adapun orang yang mempunyai pikiran yang jemih dan akal yang cerdas, maka yang telah kami persembahkan, dalil-dalil al-Qur'an dan Sunnah, telah memadai baginya karena dalil-dalil tersebut adalah riwayat-riwayat yang sahih yang telah disepakati kebenarannya, baik di kalangan Sunni

222 maupun Syi'ah.

Selain itu, orang yang bersikeras di dalam kefanatikannya, bahkan seandainya Nabi Saw sendiri yang datang kepadanya dan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia tetap akan berada di dalam sikap keras kepalanya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh

salah seorang di antara mereka, yang keras kepala, kepada saudaraku "Seandainya Jibril turun, dan ikut bersamanya Muhammad dan 'Ali, aku tetap tidak akan membenarkan ucapanmu."

Hal itu terjadi ketika saudaraku mengajaknya berdialog, dan saudaraku telah memberikan kepadanya kitab al-Murâja'ât (Dialog Sunni-Syi'ah) agar ia melihat (membaca) apa yang ada di dalamnya. Kitab tersebut ada pada orang itu lebih dari sebulan lamanya, lalu dia mengembalikan kitab itu kepada saudaraku seraya berkata, "Sesungguhnya aku tidak suka membaca kitab-kitab Syi'ah. Oleh karena itu, aku sama sekali tidak membaca kitab ini (al-Murâja 'ât) selamanya."

Sesungguhnya buku yang hadir di hadapan Anda ini, insya Allah, akan tersebar luas di segenap penjuru dunia, yang akan dibaca oleh orang-orang Arab dan 'ajam (non-Arab), Muslim dan non-Muslim.

Sesungguhnya manusia itu bermacam-macam. Dan merupakan hal yang sulit mendapatkan kerelaan seluruh manusia, bahkan itu merupakan suatu hal yang mustahil diraih.

Semoga Allah Swt. mencurahkan rahmat-Nya kepada 'Ali al-Kailani, seorang pujangga berkebangsaan Palestina yang berkata,

Jika Tuhannya makhluk tidak meridhai makhluk-Nya, Maka bagaimana mungkin makhluk dapat diharapkan

224 keridhaannya.

Singkat kata, sesungguhnya buku ini akan dibaca oleh banyak pembaca, di antara mereka pasti ada yang akan memuji, dan di antara mereka juga akan ada yang mengkritik, bahkan mengecamnya.

Saya berharap dari pembaca yang budiman untuk tidak terburu-buru memberikan penilaian sebelum membaca sampai akhir buku. Setelah itu, ia dapat memberikan penilaiannya yang bijak, baik menerima maupun menolak.

Akan tetapi, aku tidak menduga bahwa orang yang berpikir positif dan bijak akan menolak dalil-dalil yang telah kami kemukakan karena ia bersumber dari kitab-kitab sandaran mereka sendiri, Ahlus Sunnah wal Jamaah. Oleh karena itu, jika dia tidak menerima dalil-dalil tersebut, maka hendaklah ia menyalahkan mereka, bukan kami, karena kami hanya menyampaikan apa yang bersumber dari mereka.

Akhir kalam, aku mengucapkan terima kasih kepada orang-orang (para ulama) yang telah menyebabkan kami memperoleh petunjuk dengan mengikuti mazhab yang benar, yaitu mazhab Ahlulbait. Khususnya kepada dua orang imam besar, dua tokoh terkemuka mazhab Ahlulbaiut dan marji' yang terbesar, yaitu Ayatullah al-'Uzhma al-Imam al-Mujahid as-Sayyid Agha Husain ath-Thabathaba'i al-- Buroujerdi, dan Ayatullah a;-'Uzhma al-Imam al-Mujahid as-Sayyid 'Abdul Husain Syarafuddin. Semoga Allah Swt membalas kebaikan kedua tokoh besar mazhab Ahlulbait ini atas jasa-jasanya terhadap Islam dan kaum Muslim, dan khususnya kepada penulis, dengan balasan yang sebaik- baiknya.

Saya selesai menuliskan naskah ini pada 29 Dzul Hijjah al-Haram 1380 H, di Kota Hilb, dalam

220 perpustakaanku, tempat aku mengajar dan menulis buku.

Segala puji bagi Allah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Lahir dan Yang Batin.[]

Dokumen yang terkait

PEWARNA ALAMI [Anthocyanin Production From Miana Leaves (Plectranthus scutellarioides) as Natural Pigment] Dhanang Puspita 1) , Yosephine Diana Tjahyono 1) , Yunius Samalukang 2) , Binerd Anthon Im Toy 2) , Norson Willem Totoda

0 2 6

Avoiding Roads to Nowhere: Fuel levy as a means of road financing to stimulate growth

0 0 7

Keterawetan Kayu Tropis dengan Proses Pengawetan Menggunakan Karbon Dioksida sebagai Pelarut Pembawa Treatability of Tropical Wood Species with Preservative Treatment Using Carbon Dioxide as a Carrier Solvent

0 0 5

Physical and Chemical Characteristic of Albizzia Sawdust as a Matrix in the Decomposition of Human Excreta Using Bio-toilet

0 0 7

Pemanfaatan Kayu Manis (Cinnamomun burmanii) Berdiameter Kecil untuk Balok I-joist sebagai Bahan Konstruksi (Utilization of Small-Diameter Cinammon Logs for I-joist Beam as Construction Material)

0 0 11

Potensi Ekstrak Tanin Daun dan Kulit Batang Surian sebagai Penghambat α-Glukosidase (Tannin Extract Potential of Surian Leaf and Bark as α-Glucosidase Inhibitor)

0 0 9

CATATAN SINGKAT Potency of freshwater fishes in Aceh waters as a basis for aquaculture development program

0 0 6

The utilization of thin film transistor liquid crystal display waste glass as a pozzolanic material

0 0 7

Thermally activated iron containing layered double hydroxides as potential catalyst for N2 O abatement q

0 0 10

Analysis of Human Resource Competency as Effort to Increase SMEs Economic Sector Productivity with Gender as Differentiating Variable

0 0 9