Kajian Aplikasi lnsektisida Curacron 500 EC (Profenofos) Pada Bayam (Amaranthus tricolor L.) di Daerah Simpang Tiga Kota Pekanbaru

KAJIAN APLIKASI
INSEKTISIDA CURACRON 500 EC (Profenofos)
PADA BAYAM ( Amaranthus tricolor L.)
DI DAERAH SIMPANG TIGA KOTA PEKANBARU

OLEH :

IRFANDRI

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
Penelitian tentang Kajian Aplikasi

lnsektisida Curacron 500 EC

(Profenofos) pada Bayam (Amaranthus tricolor L.) di Daerah Simpang Tiga
Kota Pekanbaru telah dilakukan dari bulan April hingga Juli 2002 di Simpang
Tiga Pekanbaru dan di Laboratorium Kimia lnstrumen Jurusan Kimia FMlPA

Universitas Andalas dan UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Sumatera Barat.
Dampak ekonomi dilakukan dengan metode survai dengan cara wawancara
dan pengisian kuesioner kepada dua puluh orang petani sayur Simpang Tiga
Kota Pekanbaru yang dipilih secara acak, sedangkan dampak residu pada
bayam dan dalam tanah dilakukan dengan penanaman bayam di areal milik
petani dengan perlakuan (1) aplikasi insektisida satu kali pada umur 8 hari
setelah tanam (hst), aplikasi dua kali pada umur 8 dan 13 hst, aplikasi tiga kali
pada umur 8, 13 dan 18 hst dan kontrol. Sebagai perbandingan juga diambil
empat contoh bayam dari empat orang petani.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi insektisida dua kali tidak
berbeda nyata dengan aplikasi insektisida tiga kali dalam ha1 persentase dan
intensitas serangan hama. Kadar residu insektisida pada bayam dan dalam
tanah tidak terdeteksi sehingga dianggap belum menimbulkan dampak negatif
terhadap kesehatan masyarakat. Analisis usaha budidaya bayam menunjukkan
bahwa BEP harga bayam Rp. 1014,4 /kg dengan BIC ratio 1,577 sehingga
meningkatkan pendapatan petani yang mana 20 % berpendapatan Rp.
36.600,-Ihari, 70 % berpendapatan 73.200,-Ihari dan 10 % berpendapatan
108.336,-lhari. Tidak terdeteksinya kandungan residu insektisida pada bayam
menunjukkan bahwa sayuran bayam dari daerah Simpang Tiga Pekanbaru
aman dikonsumsi dan berpeluang untuk dieskspor.


PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang berjudul

" Kajian Aplikasi lnsektisida Curacron 500 EC (Profenofos) Pada Bayam
(Amaranthus tricolor L.) di Daerah Simpang Tiga Kota

Pekanbaru "

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara
jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, November 2002
Yang menyatakan

Irfandri
NIP : 132 240 004


KAJIAN APLIKASI
INSEKTISIDA CURACRON 500 EC (Profenofos)
PADA BAYAM ( Amaranthus tricolor L.)
DI DAERAH SIMPANG TIGA KOTA PEKANBARU

IRFANDRI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Tesis

:


Nama
NHP
Program Studi

:
:
:

Kajian Aplikasi lnsektisida Curacron 500 EC (Profenofos)
Pada
Bayam
(Amaranthus tricolor L.) di Daerah
Simpang Tiga Kota Pekanbaru
Irfandri, SP
P. 10500001
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

.,+

Mengetahui

1. Komisi Pembimbing
n

Dr. RTM. S
/

mihard'a M Acr. (Chem)
Ketua

/
Dr. Ir. Suriono H. Sutiahio, MS.
Anggota

Angy ota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Pengelolaa
Sumberdaya Alam dan Lingkung

Prof. Dr. Ir. h'l. Sri Saeni, MS.


Tanggal Lulus : 31 Desember 2002

'

.

L -

.

- ,-.. .-., :!:93
,I

Penulis adalah anak ke-lima dari delapan bersaudara yang dilahirkan di
CupaklSolok Propinsi Sumatera Barat pada tanggal 28 April 1968 dari
perkawinan H. Burhanuddin dengan Jamilah. Penulis menikah dengan Mariani,
SP pada tanggal 15 Juli 1998 dan telah dikarunia seorang putri Salsabila
Rifani.
Menamatkan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 01 Cupak pada
tahun 1981 , sekolah menengah lanjutan tingkat pertama di SMP Negeri 02

Solok pada tahun 1984 dan sekolah menengah lanjutan tingkat atas di SMA
Negeri 01 Solok pada tahun 1987. Melanjutkan pendidikan di Universitas Bung
Hatta dari tahun 1987 sampai 1989. Tahun 1989 melanjutkan pendidikan di
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas
Andalas, menerima Tunjangan lkatan Dinas (TID) dari DlKTl pada tahun 1993
dan menamatkan pendidikan sarjana pada tahun 1995.
Bekerja di PT. Coca Cola Van Java Cabang Padang dari tahun 19951996 , di Perguruan Buddhi Tangerang dari tahun 1996 - 1999. Dari tahun
1999 sampai saat ini sebagai staf pengajar di Jurusan Agronomi Fakultas
Pertanian Universitas Riau. Pada tahun 2000 mendapat kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan Program Megister Sains pada Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana lnstitut
Pertanian Bogor.

.

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian


yang dilaksanakan sejak bulan April 2002 ini adalah

pencemaran pestisida dengan judul " Kajian Aplikasi lnsektisida Curacron 500
EC (Pmfenofos) pada Bayam (Amaranthus tricolor L.) di Daerah Simpang Tiga
Kota Pekanbaru ".
Sejak pelaksanaan penelitian hingga penyusunan tesis ini, penulis
mendapat bantuan yang berarti dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan penghargaan dan
mengucapan teimakasih kepada yang terhormat :
1. Bapanda H. Burhanuddin dan lbunda Jamilah serta seluruh keluarga

yang telah memberi dukungan moril dan materil.
2. lstri tercinta Mariani, SP dan ananda tersayang Salsabila Rifani yang
telah memberi dukungan dan pengorbanan moril dan materil.
3. Dr. RTM. Sutamihardja , M Ag. (Chem), Dr. Ir Dadang, MSc.

dan Dr.

Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS. selaku pembimbing yang telah banyak

memberi saran.
4. Sumizar Tanjung, staf Laboratorium Kimia lnstrumen Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan llmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas
serta Drs Yarman Diar. Mkes beserta seluruh staf laboratorium UPTD
Balai Laboratorium Kesehatan Propinsi Sumatera Barat yang telah
membantu penulis dalam analisis residu pestisida.
5. Bapak Paimin dan keluarga serta petani sayur di daerah Simpang Tiga

Kota Pekanbaru atas kerjasamanya dan telah membantu penulis di
lapangan.

6. Teman-teman Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lingkungan Program Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor khususnya
angkatan 2000
Akhir kata semoga hasil penelitian ini memberikan manfaat dan
sumbangan pengetahuan yang berharga.

Bogor, Agustus 2002


lrfandri

DAFTAR IS1
Halaman
PRAKATA ............................................................................
DAFTAR IS1 ...........................................................................
DAFTAR TABEL .....................................................................
DAFTAR GAMBAR ..................................................................
DAFTAR LAMPIRAN................................................................
I.

PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang......................................................
1.2. Perumusan Masalah ..............................................
I.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................

1.4. Hipotesis..............................................................

II.


TINJUAN PUSTAKA
2.1 . Pengertian Pestisida...............................................
2.2.

Penggolongan Pestisida .........................................

2.3.

Residu Pestisida dalam Tanaman ............................

2.4. Degradasi Residu Pestisida ....................................
2.5

Ill.

Tanaman Bayam...................................................

BAHANDANMETODE
3.1. Tempat dan Waktu ................................................
3.2. Bahan dan Alat ......................................................
3.3. Metode ...............................................................
3.4. Pelaksanaan ........................................................
3.5

Pengamatan ........................................................

3.6

Analisis Data........................................................

IV.

HASlL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Lokasi.............................................
4.2. Keadaan Umum Petani Responden .........................
4.3. Pengaruh Aplikasi Pestisida Terhadap Serangan Hama
4.3.1 . Persentase Serangan Hama ...........................
4.3.2. Intensitas Serangan Hama .............................
4.4. Dampak Aplikasi Pestisida......................................
4.4.1. Residu Pestisida Pada Bayam..........................
4.4.2. Residu Pestisida Dalam Tanah.........................
4.5

Dampak Ekonomi ..................................................
4.5.1 . Pendapatan Petani.........................................
4.5.2. Tenaga Kerja.............................................

V.

4.6

Dampak Pada Kesehatan Masyarakat ......................

4.7

Peluang Ekspor.....................................................

KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .......................................................
5.2. Saran ...............................................................

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................
LAMPIRAN.............................................................................

DAFTAR TABEL
Tabel

Halaman

1. Nilai LDS0dan LCs0 akut profenofos terhadap beberapa
biotik ... ... ... ......... ............ ................................ .......

11

2. Residu insektisida diazinon pada selada pada interval yang
berbeda sebelum panen ...... .........................................

14

3. Residu metomil yang dideteksi pada strawberri, tomat dan
ketimun setelah beberapa hari aplikasi.. . ..........................

14

4. Efek pembilasan air terhadap residu metomil yang
diperlakukan pada strawberri, tomat dan ketimun.. .............

19

5. Pengaruh pencucian dan pemasakan terhadap kadar residu
insektisda pada kubis ....... ..................... .......................

19

6. Sifat agronomi tujuh varietas bayam......... ............ ............

22

7. Nilai skor dengan tingkat kerusakan............ .................. ...

28

Luas Kota Pekanbaru dirinci per-kecamatan Tahun 2000.. ...

33

8

9. Kondisi umum petani responden di daerah Simpang Tiga
Kota Pekanbaru ...... ...... ............... ...............................

35

10. Pestisida yang dipakai petani sayur di Simpang Tiga Kota
Pekanbaru..................................................................

42

11. Nilai rata-rata persentase serangan hama pada sayuran
bayam pada saat panen ... ... .........................................

51

12. Nilai rata-rata intensitas serangan harna pada bayam pada
saat panen .............................. .................. ...... ............

53

13. Kandungan residu insektisida pada bayam pada berbagai
perlakuan ..................................................................

54

14. Kandungan residu insektisida dalam tanah dengan berbagai
perlakuan................................................................

57

15. Rata-rata produksi dan pendapatan petani sayur Simpang
Tiga Kota Pekanbaru.. . ... ... ............... ... ......... ................

59

16. Keluhan yang dirasakan petani setelah aplikasi pestisida ....

62

17. Kasus keracunan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Pekanbaru April 2001 - April 2002... ............ ....................

63

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Halaman

1. Rumus bangun profenofos ........................................

10

2. Model kualitatif perjalanan pestisida formulasi ECNVP

setelah aplikasi ........................................................
3. Degradasi pestisida dalam lingkungan..........................
4. Sebaran umur petani sayur Simpang Tiga

15
18

Kota

Pekanbaru..............................................................

37

5. Tingkat pendidikan petani sayur Simpang Tiga Kota

38

Pekanbaru...............................................................
6. Jumlah petani yang mendapat bantuan teknis................

38

7. Kegiatan pembukaan lahan melalui aplikasi herbisida......

39

8. Kegiatan penyiraman yang dilakukan petani sayur
Simpang Tiga Kota Pekanbaru ...................................

41

9. Kegiatan pengendalian OPT pada sayuran ...................

43

10. Kegiatan pencucian sayuran sebelum dipasarkan ...........

47

11. Aktifitas muat sayuran ke mobil untuk dipasarkan ke
daerah Kerinci .........................................................

48

12. Bagan pemasaran sayuran di Pekanbaru .....................

49

Penanganan wadah bekas pestisida ............................

49

13

14. Nilai rata-rata persentase serangan hama pada bayam
pada saat panen .......................................................

51

15. Nilai rata-rata intensitas serangan hama pada bayam
pada saat panen......................................................

53

16. Rata-rata pendapatan petani sebelum bercocok tanam
sayur .....................................................................

59

Pendapatan petani setelah bercocok tanam sayur ..........

60

18. Kegiatan budidaya sayuran dengan menggunakan kasa ..

66

17

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1. Peta Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru................

2. Peta Kota Pekanbaru ................................................
3. Peta Propinsi Riau ...................................................
4 . Denah percobaan.....................................................

5. Bagan pengambilan sampel........................................
6. Daftar bahan aktif yang dihentikan pendaftarannya untuk

bidang pengelolaan tanaman ......................................
7. Data

suhu,

curah

hujan,

lama

penyinaran dan

kelembaban udara Bulan Mei 2002..............................
8. Analisis Usaha Tani Budidaya Bayam ..........................
9. Hasil analisis residu pestisida pada bayam dan dalam

tanah.....................................................................

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Pengembangan komoditi hortikultura terutama sayuran mempunyai
prospek yang cerah. Hal ini terlihat dengan semakin meningkatnya
permintaan atas komoditi tersebut baik di pasar domestik maupun
internasional. Sayuran merupakan salah satu bahan pangan yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh manusia, karena dalam sayuran tersebut terkandung
berbagai macam vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh
manusia untuk menjaga kesehatan. Kandungan aneka vitamin dan mineral
pada sayuran tidak dapat disubsitusi oleh makanan pokok.
Tanaman bayam merupakan salah satu jenis sayuran daun yang telah
lama dikenal masyarakat has. Saat ini bayam sudah tersebar luas di daerah
beriklim tropis dan sedang. Di daerah subtropis seperti Belanda, sayuran
jenis bayam yaitu Spinach diproduksi untuk keperluan komersial melalui
penciptaan varietas-varietas Spinach hibrida (Rukmana, 1994). Di Indonesia
bayam merupakan salah satu sayuran yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat dengan berbagai jenis masakan seperti tumis, sup dan lain-lain.
Meningkatnya kontribusi sektor industri di Propinsi Riau dari 27,45 %
pada tahun 1994 menjadi 30,89 % pada tahun 1996 mengakibatkan jumlah
penduduk yang mencari kerja di propinsi ini juga meningkat. Hasil sensus
tahun 2000 menunjukkan jumlah penduduk Riau 4,75 juta jiwa dengan laju
pertumbuhan pertahun dari tahun 1990
Peningkatan

jumlah

penduduk

juga

-

2000 relatif tinggi yaitu 3,99 %.
mengakibatkan

meningkatnya

permintaan akan kebutuhan pokok termasuk permintaan akan sayuran .
Tingginya permintaan akan sayuran membuka peluang usaha bagi petani
dan pengusaha di daerah ini untuk mengembangkan sayuran terutama
sayuran dataran rendah (BPS , BPS Kota Pekanbaru & Bappeda Kodya
Pekanbaru ,2000)

Daerah Simpang Tiga Kota Pekanbaru merupakan salah satu daerah
pengembangan sayuran dengan luas lebih kurang dua puluh hektar dengan
kondisi lahan yang relatif datar . Sayuran yang dibudidayakan di daerah ini
meliputi bayam yang merupakan jenis sayuran yang paling banyak
dibudidayakan , kangkung dan selada.
Dewasa ini permintaan pasar dalam dan luar negeri terhadap komoditi
sayuran ini mengalami peningkatan. Peluang untuk memposisikan komoditi
ini menjadi semakin berarti dalam perekonomian daerah, apalagi Propinsi
Riau merupakan daerah segitiga kerjasama pertumbuhan Indonesia,
Malaysia dan Singapura (Indonesia Malaysia Singapura Growth Triangle).
Meningkatnya permintaan pasar tersebut menyebabkan penanaman sayuran
di daerah Simpang Tiga Kota Pekanbaru semakin berkembang dan intensif
Berkembang dan intesifnya penanaman sayuran di daerah Simpang
Tiga Kota Pekanbaru ini tentu akan memberikan berbagai dampak terhadap
lingkungan sekitarnya, baik dampak positif maupun negatif.
positifnya meliputi terbukanya

Dampak

lapangan kerja, peningkatan pendapatan

petani dan masyarakat sekitarnya serta peningkatan harga tanah di sekitar
lokasi.

Sedangkan

dampak

negatif

meliputi

konflik

sosial

serta

berkembangnya populasi serangga hama karena ketersediaan sumberdaya
makanan yang terus menerus. Kondisi ini mengharuskan petani untuk
mengadakan pengelolaan populasi serangga hama pada areal pertanaman
mereka, agar produksi sayuran tetap tinggi dengan mutu yang baik.
Salah satu cara pengelolaan hama yang dilakukan adalah dengan
mengaplikasikan insektisida. Harga sayuran yang berfluktuasi dan adanya
kecenderungan sebagian besar konsumen yang menginginkan produk
sayuran yang bebas dari kerusakan yang diakibatkan oleh serangan hama
telah mendorong petani untuk meningkatkan aplikasi insektisida, bahkan
tidak jarang insektisida itu diaplikasi beberapa hari sebelum panen atau pada
saat akan panen.

Penggunaan insektisida secara intensif dan kurang bijaksana telah
menimbulkan dampak negatif yang telah banyak dilaporkan. Dampak
tersebut menurut Oka (1995) dan Untung (1992) meliputi : (1) timbulnya
resistensi organisme penggangu tumbuhan terhadap pestisida yang
digunakan; (2) timbulnya resurjensi, yaitu meningkatnya populasi organisme
penggangu tumbuhan sasaran setelah aplikasi pestisida; (3) ledakan hama
sekunder; yaitu hama lain yang masih dianggap tidak membahayakan
muncul dan berperan menjadi hama utama; (4) terbunuhnya musuh alami
organisme penggangu tumbuhan seperti

predator dan parasitoid; (5)

terbunuhnya organisme bukan sasaran seperti katak, burung, ular dan hewan
berguna lainnya; (6) adanya residu pada tanaman budidaya; (7) timbulnya
magnifikasi, yaitu makin tingginya kosentrasi residu pada mata rantai
makanan berikutnya sebagai akibat penggunaan pestisida yang persisten; (8)
terjadinya pencemaran pada tanah, air serta udara; dan (9) menimbulkan
keracunan pada manusia seperti keracunan akut dan kronik yang dapat
mematikan.
Adanya residu insektisida dalam bahan sayuran yang telah melampaui
ambang batas yang ditentukan dapat membahayakan kesehatan konsumen,
terutama konsumsi sayuran segar sebagai lalap yang tanpa pengolahan
terlebih dahulu. Jonathan ( I 988) melaporkan bahwa kadar residu klorpirifos
pada kubis yang baru siap dipanen setara dengan besar dosis yang
diaplikasikan. Nurmalah (1992) melaporkan ditemukannya residu insektisida
profenofos, deltametrin, klorpirifos dan permetrin pada beberapa sayuran di
Lembang, Pengalengan dan Kertasari, Bandung. Harun (1995) yang meneliti
residu pestisida pada beberapa sayuran di pasar swalayan dan pasar umum
di Bogor juga menemukan adanya residu pestisida pada beberapa sayuran.
Residu pestisida yang ditemukan antara lain mankozeb (Dithane M-45)
0,0029 ppm, klorotalonil (Daconil 75 WP) 0,0018 ppm dan metiram (Polycom
80 WP) 0,011 ppm pada buah tomat, sedangkan permetrin (Ambush 20 EC)
0,0014 ppm, karfap hidroksida (Padan 50 SP) 0,0025 ppm dan endosulfan

(Fanodan 35 EC) 0,0032 ppm dijumpai pada kubis. Meskipun pada umumnya
residu tersebut masih relatif rendah, namun bila dikonsumsi terus menerus
dalam waktu

yang lama diduga dapat

membahayakan kesehatan

masyarakat.
Oleh karena itu untuk menghindari dan mengurangi dampak yang
ditimbulkan akibat pemakaian insektisida sangat diperlukan pemantauan
secara rutin baik jenis insektisida, dosis, frekuensi penyemprotan dan rentang
waktu aplikasi terakhir dengan panen yang aman. Dalam era perdagangan
bebas yang sangat kompetitif

proses produksi produk yang kurang

memperhatikan lingkungan tentu tidak dapat bersaing di pasar internasional,
termasuk salah satunya yaitu kandungan residu yang terdapat dalam produk
tersebut. Negara lain bersikap tegas dalam menetapkan baku keamanan
produksi hortikultura. Singapura berkali-kali memusnahkan sayuran yang
dipasok dari Tanah Karo, Sumatera Utara

karena kandungan residu

pestisida yang melebihi ambang batas (Suara Pembaharuan, April . 1995)
1.2. Perurnusan Masalah

Berdasarkan pengamatan di lapangan dan wawancara dengan petani
sebelumnya, bahwa usaha tani sayuran dataran rendah di daerah Simpang
Tiga Kotamadya Pekanbaru telah berkembang pesat dan sangat intensif.
Dalam pengelolaan serangga hama petani menggunakan berbagai jenis
insektisida seperti Curacron 500 EC (profenofos), Dursban 20 EC
(klorpirifos), Decis 2,5 EC (deltametrin) dan sebagainya untuk mengamankan
produksi sayuran mereka. Curacron 500 EC (profenofos) merupakan jenis
insektisida yang dominan digunakan oleh petani.
Adanya kecenderungan peningkatan pemakaian insektisida dalam
rangka peningkatan produksi sayuran , tentu akan menimbulkan dampak
negatif yaitu timbulnya resistensi, resurjensi, ledakan hama sekunder,
terbunuhnya musuh alami seperti predator dan parasitoid, terbunuhnya

organisme bukan sasaran, adanya residu pada sayuran dan pencemaran
pada tanah, air serta udara (Oka, 1995 dan Untung, 1992).
Populasi musuh alami yang menurun dapat menyebabkan serangan
serangga hama meningkat. Keadaan ini

mendorong petani untuk

meningkatkan baik frekuensi aplikasi maupun konsentrasi cairan semprot.
Adanya kecenderungan sebagian besar konsumen yang menginginkan
produk sayuran yang berkualitas baik dan bebas dari serangan hama , telah
mendorong petani untuk mengaplikasikan insektisida pada sayuran yang
dibudidayakan

hingga

menjelang

panen

tanpa

mempertimbangkan

kandungan residu yang terdapat dalam sayuran tersebut. Cara aplikasi
seperti ini tentu akan berdampak buruk terhadap lingkungan yang mana 70%
insektisida yang diaplikasikan itu akan jatuh dan mencemari tanah serta
kemungkinan akan diserap lagi oleh tanaman. Hal ini

tentu akan

membahayakan konsumen yang mengkonsumsi sayuran bayam tersebut
yang diduga telah mengandung residu insektisida
Pemakaian berbagai jenis insektisida tersebut apakah sudah sesuai
dengan petunjuk pemakaiannya , rentang waktu aplikasi terakhir insektisida
dengan panen apakah sudah aman dan sesuai petunjuk, berapa banyak
kandungan residu insektisida yang terdapat dalam sayuran bayam, dampak
residu terhadap kesehatan masyarakat serta tingkat pendapatan petani
sayur, sedangkan data tentang hal-ha1 tersebut belum ada. Untuk itu sangat
diperlukan penelitian tentang " Kajian Aplikasi lnsektisida Curacron 500 EC
(Profenofos) Pada Bayam (Amaranthus tricolor. L.) di Daerah Simpang Tiga
Kodya Pekanbaru".

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengkaji tingkat pendapatan dan
pengetahuan petani tentang insektisida; (2) menguji kadar residu insektisida
yang terdapat pada bayam dan dalam tanah dengan berbagai frekuensi

dengan kandungan residu pada bayam dan (4) menjajaki dampak residu
insektisida terhadap kesehatan petani dan masyarakat.
sebagai umpan balik kepada produsen
Manfaat penelitian adalah :(I)
agar frekuensi dan rentang waktu aplikasi terakhir pestisida lebih diperhatikan
untuk menghindari kandungan residu yang membahayakan kesehatan
konsumen, (2) informasi bagi konsumen terhadap kandungan residu
pestisida dalam sayuran bayam, (3) dasar pemikiran untuk pemantauan
residu pestisida berikutnya, dan (4) bahan pertimbangan bagi pengambil
kebijakan.
I.4. Hipotesis

Berdasarkan permasalahan di atas , maka hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah :
1.

lntensif dan kurang bijaksananya pemakaian insektisida di daerah
Simpang Tiga

Kota Pekanbaru akan menimbulkan dampak

pencemaran pestisida yang tinggi pada sayuran dan pada tanah .
2.

Rentang waktu aplikasi insektisida terakhir dengan panen yang
sangat dekat akan menyebabkan kandungan residu pestisida yang
tinggi pada bayam.

3.

Tingginya kandungan residu insektisida yang terdapat pada bayam
akan

menggangu

mengkonsumsinya.

kesehatan

produsen,

konsumen

yang

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pestisida

Pestisida secara harfiah berarti pembunuh hama yang berasal dari
kata pest (hama) dan cide (membunuh). Pestisida mencakup bahan-bahan
kimia yang digunakan untuk mengendalikan jasad hidup yang merugikan
manusia, tumbuhan, ternak dan sebagainya yang diusahakan manusia untuk
kesejahteraan hidupnya, agar kerugian dan gangguan dapat ditekan
seminimum mungkin ( Sastroutomo, 1992; Tarumingkeng, 1992; Ware, 1986;
Wudianto, 1992).
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang
pengawasan dan peredaran, penyimpanan, dan penggunaan pestisida,
pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain, jasad renik dan virus dan
biopestisida yang digunakan untuk memberantas dan mencegah hama dan
penyakit yang merusak tanaman, pada bagian-bagian tanaman atau hasil
pertanian,

memberantas

pertumbuhan

yang

gulma,

tidak

mematikan

diinginkan,

daun

mengatur

dan

atau

mencegah
merangsang

pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk,
memberantas hama-hama air, memberantaslmencegah binatang-binatang
dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan, dan dalam alat
pengangkutan yang dapat menyebabkan suatu penyakit pada manusia atau
binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan tanaman, tanah dan air
(Peraturan-Peraturan Tentang Pestisida, 1985; Wudianto, 1992).
Definisi pestisida menurut The United State Federal Environmental
Pesticide Control Act adalah :
(1) Semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas,
mencegah atau menangkal gangguan oleh serangga, binatang
pengerat, nematoda, cendawan, gulma, bakteri, jasad renik yang
dianggap hama kecuali virus, bakteri atau jasad renik yang terdapat
pada manusia dan binatang lainnya;

(2)

Semua zat atau campuran zat yang digunakan sebagai pengatur
pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman (Natawigena, 1989).

2.2. Penggolongan Pestisida

Penggolongan pestisida dapat dikategorikan dari berbagai dasar yaitu
1. Penggolongan berdasarkan jasad sasaran ;

Ditinjau dari sasarannya, pestisida dapat digolongkan menjadi
akarisida

(pembunuh tungau

atau

caplak),

nematisida

(pembunuh

nematoda), rodentisida (pembunuh binatang pengerat), herbisida (pembunuh
gulma), insektisida (pembunuh serangga), dan fungisida (pembunuh jamur
atau cendawan). Pestisida yang paling banyak digunakan dalam jumlah yang
cukup besar untuk meningkatkan produksi pertanian adalah herbisida,
fungisida

dan

insektisida

(Matsumura,

1985;

Sastroutomo,

1992;

Tarumingkeng, 1992).
2. Penggolongan berdasarkan bahan asal :

a. Pestisida organik alam, misalnya dari tanaman nimba dan
tembakau
b. Pestisida organik sintetik seperti klor-organik, fosfat organik,
karbamat

c. Pestisida an-organik seperti asefat, tembaga sulfat
d. Pestisida mikroba seperti bakteri Bacillus thuringiensis Berliner
3. Penggolongan berdasarkan bentuk formulasi pestisida ;

a. Granule atau butiran.
b. Tepung, seperti tepung yang dapat dilarutkan dalam air (soluble
powder) dan tepung yang dapat disuspensikan dalam air
(wettable powdefl.

c. Debu atau dust.
d. Cairan, meliputi cairan yang dapat diemulsikan dalam air
(emulsifiable concentrate) dan cairan pekat yang dapat
dilarutkan dalam air (water soluble concentrate).

4. Penggolongan berdasarkan cara kerja pestisida

Menurut Ekha (1991) berdasarkan

cara kerjanya pestisida dapat

dibedakan menjadi empat golongan yaitu :
a. Pestisida racun kontak
Pestisida jenis ini membunuh jasad sasaran dengan masuk ke
dalam tubuh melalui kulit, menembus saluran darah, atau dengan
melalui sasaran pernafasan.
b. Pestisida racun perut
Pestisida jenis ini mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran
memakan bagian tanaman yang terkena pestisida tersebut
c. Pestisida sistemik
Zat tersebut dapat ditranslokasikan ke berbagai bagian tanaman
melalui jaringan. Hama akan mati kalau menghisap cairan
tanaman.
d. Pestisida Fumigan
Zat tersebut mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran
terkena uap atau gas.
Berdasarkan kandungan bahan aktifnya insektisida dapat digolongkan
menjadi:
1. Hidrokarbon berklor
Hidrokarbon berklor dicirikan dengan:
a. keberadaan atom hidrogen, karbon, klorin, dan kadang-kadang
oksigen, termasuk beberapa ikatan C-CL.
b. Keberadaan rantai karbon siklik (termasuk cincin benzena)
c. Sedikitnya bagian yang aktif.
d. Sifat apolaritas dan lipofilik.
e. Sifat ketidakreaktifan dari senyawa tersebut.
lnsektisida yang termasuk dalam senyawa ini adalah DDT, BHC, klordane,
dan dieldrin.

2. lnsektisida organofosfat.
Lebih dari 30% dari insektisida yang terdaftar adalah organofosfat.
Ribuan senyawa organofosfat telah diuji untuk digunakan sebagai insektisida,
dan telah banyak ditemukan tentang pengaruh biokimia terhadap syaraf, baik
untuk invertebrata maupun vertebrata.
organofosfat,

mempunyai

Baik fosfat, maupun senyawa

karakteristik

sebagai

penghambat

asetilkolinesterase. lnsektisida organofosfat digunakan sebagai racun perut
dan racun kontak, sebagai fumigan, dan sebagai insektisida sistemik.
Bahan aktif profenofos adalah turunan dari fenil organofosfat. Nama
kimia profenofos adalah 0-(4-bromo-2-klorofeni1)-0-etil -S-propil fosforotioat
vorthing 1979). Cara kerja profenofos yaitu sebagai racun kontak dan
racun perut, bersifat non-sistemik dan mempunyai spektrum yang luas.
Profenofos berupa cairan berwarna kuning pucat dengan titik didih
1 1 0 ' ~(0,001 mm Hg) dan tekanan uap 1,3 mPA pada 2 0 ' ~ . Massa jenis
profenofos 1,455 g/cm3 pada 2 0 ' ~dan dapat larut dalam air pada 2 0 ' ~
dengan konsentrasi 20 mgll, tetapi profenofos akan lebih cepat larut dalam
pelarut organik. Profenofos terhidrolisa pada 2 0 ' ~dan sifat racunnya akan
hilang sebesar 50% (tin) dalam waktu 93 hari pada pH 5, dalam waktu 14,6
hari pada pH 7 dan dalam waktu 5,7 hari pada pH 9 worthing 1979).
lnsektisida ini stabil dalam kondisi netral dan agak asam, tetapi tidak stabil
pada kondisi basa (Fam Chemical Handbook7989 dalam Handajani 1996).
Rumus bangun profenofos seperti pada Gambar 1

0

Gambar 1. Rumus bangun profenofos

Tabel 1. Nilai LD50dan LC50 akut profenofos terhadap beberapa biotik
Biotik

I Eksposur /

Pengujian

~ntra-oral
lnhalasi
Dermal
Media Air
Media Air
Media Air

LD5o
LC50
LD5o
LC50
LC50
LC50

Tikus
Kelinci
Rainbow Trout
Bluegill Sunfish
Daphnia magna
(Zooplankton)
Mallard (aves)
Bobwhite

1

714 mglkg berat badan
> 2,7 mgll udara (4 jam)
>2,020 mglkg berat badan
0,025 mgll (96 jam)
0,5 ppm (96 jam)
0,0014mgll (48 jam,)

1

Dietary
LC50
1,646 ppm (8hari,dietary)
Dietary
LC50
56,97 ppm (8 hari,dietary)
Sumber : http://www.horizononline.com/MSDS Sheetsl83. txt
Menurut Matsumura (1985), senyawa organofosfat bekerja dengan
cara mempengaruhi sistem syaraf.

Mekanisme kerjanya terhadap

metabolisme serangga yaitu menghambat kerja enzim kolinesterase. Gejala
yang ditimbulkan oleh senyawa organofosfat adalah terlalu aktif, gerakan
tidak terkoordinasi, kejang-kejang dan akhirnya menyebabkan kematian.
Profenofos digunakan untuk mengendalikan serangga dan tungau (Worthing,
1979).

3. lnsektisida Piretroid (Piretrin sintetik)
lnsektisida deltametrin termasuk dalam golongan piretroid sintetik yang
mempunyai

toksisitas

tinggi

terhadap

serangga

ordo

Lepidoptera,

Homoptera, Diptera dan Coleoptera. Piretroid alami berasal dari bunga
Chrysanthemum cinerariaefolium (Asteraceae). Karena kebutuhan akan
senyawa yang lebih stabil di lapangan maka dilakukan modifikasi dari turunan
piretrin alami.

lnsektisida golongan piretroid,

khususnya deltametrin

mempunyai efek mematikan yang sangat cepat pada serangga, mempunyai
toksisitas rendah terhadap mamalia ( Cremlyn, 1980; Squiban et a/., 1989).
lnsektisida ini sangat tidak larut dalam air, tetapi mempunyai kelarutan yang
baik dalam beberapa pelarut organik ( Hassall, 1990). Rumus molekul
deltametrin adalah CnHI9Br2NO3 .

Mekanisme kerja deltametrin terutama mempengaruhi sistem syaraf
pusat dan tepi serta merangsang sel-sel untuk menghasilkan impuls syaraf
yang berulang-ulang dan akhirnya menyebabkan kelumpuhan (Ware, 1986).
Gejala keracunan pada serangga yang diberi pertakuan dengan senyawa
piretroid berupa timbulnya aktifitas yang berlebihan (hiperaktif), diikuti dengan
gerakan kejang-kejang, kemudian kelumpuhan dan pada akhirnya serangga
tersebut mati (Matsumura, 1985).
4. lnsektisida Karbamat

lnsektisida karbamat adalah insektisida anti asetilkholinesterase yang
ditemukan setelah fosfat organik. lnsektisida karbamat adalah derivate dari
fisostigimin (physostigimine, juga disebut inserin), yang merupakan alkoloida
utama dari tanaman Physostigma venenosum (kacang kalabar). Fisostigmin
merupakan perintang (inhibitor) kolinesterase Walaupun senyawa tersebut
efektif sebagai penghambat kholinesterase serangga, tetapi bahan aktif
karbamat tidak sesuai sebagai insektisida, karena reaktivitasnya terhadap
garam dan pelarut hidroklorid bahkan senyawa tersebut terlalu polar untuk
penetrasi kutikula serangga. lnsektisida karbamat modern sudah dimodifikasi
dengan mengeliminasi bagian yang polar (polar moiety) dari fisostigmin agar
supaya

karbamat

dapat

menembus

kutikel

dan

selubung

saraf

(Tarimungkeng, 1992).
Gugus aktif karbamat memiliki keistimewaan yaitu, grup metil bersifat
sebagai insektisida, grup aromatik sebagai herbisida dan benzimidazol
sebagai fungisida.
5. lnsektisida Biologi Bacillus thuringiensis (Bt)

B. thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen pada serangga.
Bakteri ini tergolong ke dalam Kelas Schizomycetes, Ordo Eubacteriles,
Famili Bacillacrea (Bteinhaus, 1949 dalam Trizelia, 1994).

Toksisitas B. thuringiensis terhadap serangga dipengaruhi oleh strain
bakteri dan spesies serangga yang terinfeksi. Faktor pada bakteri yang
mempengaruhi toksisitasnya adalah struktur kristalnya, yang salah satu strain
mungkin mempunyai ikatan yang lebih mudah dipecah oleh enzim yang
dihasilkan oleh serangga, ukuran molekul protein yang menyusun kristal
(Burgerjon & Martouret, 1971 dalam Trizelia, 1994) dan susunan molekul
asam amino dan kandungan karbohidrat dalam kristal (Tyrell et a/., 1981
dalam Trizelia, 1994).
Faktor yang ada pada serangga yang mempengaruhi toksisitas B.
thuringiensis adalah perbedaan keadaan pada saluran pencernaan larva,
seperti apabila pH dalam mesenteron di atas 8,9 kristal akan larut dan
mengeluarkan toksin (Deacon, 1983 dalam Trizelia, 1994)
2.3. Residu Pestisida dalam Tanaman

Yang dimaksud dengan residu adalah bahan kimia pestisida yang
terdapat di atas atau di dalam benda dengan implikasi waktu atau penuaan
(aging), perubahan kimia (alteration) atau kedua-duanya (Tarumingkeng,
1992). Menurut Mc Ewen dan Stephenson (1979), residu pestisida dalam
bahan makanan khususnya sayuran, selain dari pestisida yang langsung
diaplikasikan pada tanaman dapat juga karena terkontaminasi atau karena
tanaman ditanam pada tanah yang mengandung residu pestisida yang
persisten.
Menurut Sutamihardja et al., (1982), tidak hanya

gulma yang

dipengaruhi oleh pestisida, tetapi juga beberapa jenis tumbuhan seperti
tanaman sayur-sayuran, buah-buahan dan tanaman makanan lainnya. Hal ini
disebabkan pada waktu aplikasi pestisida terhadap hama dan penyakit
tanaman, terjadi deposit pestisida dan akhirnya menjadi residu pada tanaman
tersebut.
Pada lingkungan alami pestisida dipindahkan ke berbagai bagian
lingkungan pada permukaan tanah (akibat erosi), aliran air, sungai dan laut,

angin dan berbagai jasad hidup yang berpindah tempat. Komponenkomponen lingkungan seperti unsur-unsur hayati, suhu, air dan udara
merubah pestisida melalui mekanisme biologi, fisik , kimia atau biokomia
menjadi bahan-bahan lain yang masih beracun atau bahan yang
toksisitasnya telah hilang sama sekali (Le Grand, 1970; USDA, 1990;
Tarumingkeng, 1992)
Jumlah residu yang tertinggal pada tanaman tergantung antara lain :
cara, waktu, banyak aplikasi dan dosis tiap aplikasi. Hasil penelitian
Dibyantoro (1979) ; Ahmed & lsmail (1995) menyatakan bahwa semakin
dekat rentang waktu aplikasi terakhir dengan panen residu yang tertinggal
pada tanaman semakin banyak seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2 dan

Tabel 2. Residu insektisida diazinon pada selada pada interval waktu
yang berbeda sebelum panen

1

Konsentrasi Aplikasi
cclliter air

I

Hari
(sebelum panen)
0
1
2
2,50
3
4
7
Sumber : Dibyantoro, 1979

Jumlah Residu
(ppm)
6,70
5,lO
3,40
1,90
1,50
0,80

Tabel 3. Residu metomil yang dideteksi pada strawberri, tomat
dan ketimun setelah beberapa hari aplikasi
Waktu

1

RESIDUa(ppm)
Strawberri

Ketimun

0,80
0,20
0,07

1,08
0,61
0.19

I ,YU

3

1,20

7

nrc

14

Tomat

U,I/

21
0,03
a Rata rata dari tiaa analisis
ND. Tidak ~erdeteksi

Sumber : Ahmed & lsmail(1995)

1

,

Menurut Susilo (1986) dan Satroutomo (1992), sebagaian besar (90%)
dari pestisida khususnya organokhlorin yang diserap 'oleh manusia adalah
melalui rantai makanan. Senyawa ini dapat bertahan lama di alam dan akan
tertimbun di dalam badan hewan dan manusia melalui sistem makanan.
Kebanyakan tertimbun dalam jaringan lemak baik pada hewan maupun
manusia. Untuk menelaah tersebut dikemukakan suatu model kualitatif
perjalanan pestisida formulasi ECNVP seperti terlihat pada Gambar 2 (Oka
dan Sukardi, 1982).
Pestisida
Formulasi ECMlP

1
i

"

"dara
i Pencemaran

an ah lair

I

Fotodekomposisi
Perkolasi

!

......

Transportasi i
Akumulasi i.b

Hama

Musuh
alami

Manusia

;

lkan besar

i

Organisme
bukan sasaran
lkanfecil

i

Pembe-

i saran

i biologis
zooplankton

-+ Pengairan

>

Danadlaut

j

Milcroplankton......1

Air tanahlsungai

Gambar 2. Model kualitatif perjalanan pestisida formulasi ECNVP
setelah diaplikasikan
Penelitian Rengam (1992) dan Sumatra (1991) menginformasikan
bahwa penderita kelompok semarlakut memperoleh residu pestisida baik dari
lingkungan maupun dari dalam makanan seperti air susu ibu, sayuran dan air
minum. Soemarwoto et a/., (1978), membuktikan bahwa dari empat jenis
sayuran yang dijual di pasar Kosambi Bandung ditemukan 2 - 4 mglkg residu
pestisida jenis diazinon pada wortel.
Residu pestisida pada produk pertanian sangat berbahaya karena efek
toksiknya yang akumulatif dan kronis antara lain sebagai zat karsinogenik,

menyebabkan cacat lahir atau keguguran, perubahan materi genetik dan
sebagainya (Mott &Snyder, 1987). Badan perlindungan lingkungan AS, EPA
memperkirakan bahwa residu telah menyebabkan penyakit kanker bagi
sekitar 6000 orang per tahun (secara kasar dalam 417.000 jiwa untuk
populasi 2,5 milyar) (Buzby et a/., 1997).
Keracunan akut pestisida di Indonesia tahun 1979 - 1986 terjadi pada
2.671 orang dengan jumlah yang meninggal 2.092 orang. Kasus tersebut
terjadi di 24 propinsi yang tersebar di 98 wilayah kabupaten (Kusnoputranto,
1995). Keracunan kronis akibat pestisida berupa gangguan kesehatan karena
seseorang mengkonsumsi makanan yang mengandung residu pestisida.
Untuk melindungi konsumen atau masyarakat dari bahaya keracunan
pestisida, WHOIFAO telah menetapkan batas maksimum atau toleran
berdasarkan Maximum Residue Limits (MRL) yang boleh terkandung dalam
makanan atau komoditas pertanian. MRL dinyatakan sebagai banyaknya
residu pestisida untuk setiap berat bahan makanan. Penentuan batas
maksimum didasarkan dan dihitung dari nilai Acceptable Daily lntake (ADI).
AD1 didefinisikan sebagai jumlah residu pestisida yang boleh dicerna selama
satu hari, yang tidak memberikan pengaruh jelek terhadap kesehatan
manusia. Menurut FAONVHO (1966); Uclaf (1982), MRL dapat dihitung
dengan menggunakan rumus :
AD1 x

MRL =

BW

....................

x 1 000 mglkg

M
Dimana : MRL = Maximum Residue Limits
AD1 = Acceptable Daily lntake (mglkg berat badan)
BW = Berat badan rata-rata (kg)
M

= Jumlah makanan yang dikonsumsi (food intake)(gr)

Banyak negara industri membuat peraturan yang cukup ketat untuk
menekan penggunaan pestisida, dan mulai mengembangkan strategi
pengelolaan hama alternatif. Sebagai konsekuensi dari kebijaksanaan ini,
kontaminasi dalam makanan menunjukkan penurunan. Pemerintah melalui
Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian No.881 dan
771 tanggal 22 Agustus 1996 menerbitkan penetapan Batas Maksimal
Residu pada 218 jenis pestisida yang beredar di Indonesia. Dalam
pelaksanaan di lapangan cukup banyak kasus yang sama sekali tidak
tersentuh keputusan bersama yang telah dibuat. Pestisida merupakan
masukan teknologi yang dianggap tidak dapat digantikan pada situasi
mempertahankan swasembada pangan meskipun peraturan yang dibuat
sudah cukup baik, termasuk pelarangan penggunaan 57 jenis pestisida pada
tahun 1986 untuk tanaman padi (Sutanto, 2002)
Usaha pemerintah untuk menerbitkan Keputusan Bersama tentang
BMR relatif terlambat karena negara lain mulai melaksanakan pemantauan
dan pengawasan BMR secara terprogram sejak tahun tujuh puluhan.
Sebagai contoh Negara Swedia, melalui Badan Pangan Nasional (NFA) telah
melaksanakan pemantauan residu pestisida pada sayuran dan buah sejak
tahun 1972 (Anderson dan Hellquist, 1996 dalam Sutanto, 2002).
2.4. Degradasi Residu Pestisida

Residu pestisida dapat hilang atau terurai, proses ini kadang-kadang
berlangsung dengan konstan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
ini adalah penguapan, pencucian, pelapukan, degradasi enzimatik dan
translokasi. Dalam jumlah yang sedikit, pestisida dalam tanaman dapat hilang
sama sekali karena proses metabolisme yang berkaitan dengan proses
pertumbuhan tanaman itu sendiri. Degradasi residu pestisida mengikuti
Hukum

Kinetika Ordo Utama yaitu berhubungan dengan banyaknya

pestisida yang diberikan (deposit) dan faktor waktu akan diperoleh garis lurus
seperti Gambar 3 (Tarumingkeng, 1992).

Log
Deposit

waktu
Gambar 3. Degradasi Pestisida dalam Lingkungan
Keterangan ; a.
b.

- Menurut Hukum Kinetika Ordo Utama

- Keadan yang berlangsung di alam

Menurut Tarumingkeng (1992) dan Matsumura (1985) residu
permukaan dapat hilang karena pencucian (pembilasan), penggosokan dan
hidrolisis. Pembilasan bukan hanya untuk pestisida yang larut dalam air,
tetapi juga terhadap pestisida lipofilik. Dalam waktu 1-2 jam setelah tanaman
diperlakukan dengan pestisida, kemungkinan besar 90 deposit telah hilang
karena tercuci jika terjadi hujan, sisanya terurai oleh sinar ultraviolet. Menurut
Matsunaka (1972) beberapa pestisida hilang setelah digunakan karena
tercuci oleh air hujan, penguapan spontanitas atau tejadi degradasi oleh
sinar matahari pada permukaan daun. Beberapa pestisida yang bersifat
sistemik dapat masuk ke dalam jaringan tanaman sehingga hasil
metabolisme dapat membentuk senyawa lain atau tertinggal dalam tanaman.
Ahmed & lsmail (1995) menyatakan pembilasan air dapat mereduksi
pestisida sangat tinggi pada interval awal atau permulaan seperti yang
disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Efek pembilasan air terhadap residu metomil yang
diperlakukan pada strawberri, tomat dan ketimun

Sumber : Ahmed & lsmail(1995)
Pengaruh pencucian dan pemasakan terhadap insektisida pada kubis
telah dipelajari oleh Santoso dan Wirawan yang dikutip oleh Tjahyadi dan
Gayatri (1994). Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa pencucian
dan pemasakan dapat menurunkan kandungan residu beberapa jenis
insektisida pada kubis seperti yang disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh pencucian dan pemasakan terhadap kadar residu
insektisida pada kubis

Kadar Residu (ppm)

lnsektisida

Tidak dicuci
I

Dicuci

Diazinon
1,88
Monokrotofos
1,93
Profenofos
137
Sumber : Tjahyadi & Gayatri (1994)

I

I

I

Dimasak

1

0,14
0.23
0,29

I

I

0,32
1,01
1,21

1

Dalam aplikasinya sebagian besar pestisida akan jatuh ke tanah dan
membentuk deposit. Deposit pestisida dalam tanah dipengaruhi oleh : (1)
kemampuan absorbsi pestisida oleh partikel-partikel tanah dan bahan
organik; (2) pencucian (washing-off) oleh air hujan; (3) penguapan, terutama
penguapan air; (4) degradasi atau aktivasi oleh jasad renik dalam tanah ; (5)
dekomposisi fisikokimia maupun aktivasi yang terjadi karena kondisi dan
komponen-komponen tanah yang bersifat katalisator; (6) dekomposisi oleh
cahaya matahari (photodecomposition); (7) translokasi melalui sistem hayati
(biological system) baik tanaman maupun binatang ke lingkungan yang lain.
Kandungan bahan organik yang tinggi dalam tanah menghambat penguapan

pestisida. Kelembaban tanah, kelembanan udara, suhu tanah dan porositas
tanah merupakan faktor-faktor lain yang juga menentukan penguapan
pestisida. Penguapan pestisida biasanya terjadi bersama-sama dengan
penguapan

air

yang

sering

disebut

ko-destilasi

(co-destilation)

(Tarumingkeng, 1992).
2.5. Tanaman Bayam

Tanaman bayam bukan merupakan tanaman asli Indonesia melainkan
berasal dari Amerika tropika. Dalam perkembangannya, dari Amerika Latin
bayam dipromosikan sebagai tanaman sumber protein, terutama bagi negara
berkembang (Rukmana, 1994)
Keluarga bayam-bayaman (Amaranthaceae) terdiri dari banyak spesies.
Klasifikasi secara umum menurut Benson (1957) adalah sebagai berikut :
Divisi

Spermatophyta

Klas

Angiospermae

Subklas

Dicotyledone

Ordo

Caryophylales

Family

Amaranthaceae

Genus

Amaranthus

Spesies

Amaranthus tricolor

Bayam mengandung gizi yang tinggi dengan komposisi zat gizi yang
lengkap. Komposisi zat gizi yang terdapat dalam tiap100 gram bayam adalah

: kalori 20 kal; protein 2,40 gr; lemak 0,30 gr; karbohidrat 3,20 gr; kalsium 81
mg; fosfor 55 mg; zat besi 3,O mg; vitamin A 9.420 SI; vitamin B1 0,10 mg;
vitamin B2 0,20 mg; vitamin C 59,O mg; niacin 0,60 mg; dan serat 0,60 mg.
Selain itu bagian akar bayam dapat menyembuhkan berbagai penyakit
seperti menurunkan panas, kencing manis, diare, membersihkan darah dan
sebagainya. Tanaman bayam juga dapat dimanfaatkan untuk perawatan
kesehatan dan merawat rambut agar tumbuh sehat (Bandini & Aziz, 1999).

Bayam mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan
tumbuh, sehingga dapat ditanam di dataran rendah sampai pegunungan
(dataran tinggi ) lebih kurang 2000 meter dari atas permukaan laut. Tanaman
bayam dapat tumbuh kapan saja baik pada waktu musim hujan maupun
musim kemarau. Tanaman ini membutuhkan air cukup banyak sehingga
paling tepat ditanam pada awal musim hujan yaitu sekitar bulan Oktober November. Namum demikian tanaman ini dapat juga ditanam pada awal
musim kemarau yaitu sekitar bulan Maret - April. Bayam sebaiknya ditanam
pada tanah yang gembur dan cukup subur, karena tekstur tanah yang berat
akan menyulitkan produksi dan panennya. Tanah netral ber-pH 6 - 7 paling
baik untuk bayam agar dapat tumbuh dengan optimal (Nazaruddin, 1995).
Menurut Edmon et a., (1951), pertumbuhan bayam dipengaruhi oleh suhu
dan panjang hari. Bayam termasuk tanaman hari panjang. Pada periode hari
pendek tanaman ini biasanya membentuk daun dan batang, sedangkan
pada periode hari panjang membentuk bunga dan buah (biji). Bayam
termasuk tanaman pencinta cahaya, untuk pertumbuhannya bayam
memerlukan cahaya matahari penuh (Harjadi, 1989).
Dalam kenyataan di lapangan, penggolongan jenis bayam dibedakan
atas dua macam, yaitu bayam liar dan bayam budidaya. Bayam liar itu sendiri
dikenal dua jenis yaitu bayam tanah (A. blitum L.) dan bayam berduri (A.
spinosus L.). Kedua jenis bayam ini umumnya tumbuh liar, artinya jarang

atau tidak diusahakan orang. Ciri utama bayam liar adalah batangnya merah
dan daunnya kaku (kasap). Jenis bayam budidaya dibedakan atas dua
macam yaitu bayam cabut atau bayam sekul alias bayam putih (A. tricolor
L.) dan bayam tahunan atau bayam skop. Bayam cabut memiliki ciri-ciri yaitu
batang kemerah-merahan atau hijau keputih-putihan dan mempunyai bunga
yang keluar dari ketiak cabang. Bayam cabut yang batang merah disebut
bayam merah sedangkan batangnya putih disebut bayam putih. Bayam
tahunan, bayam skop atau bayam kakap (A. hybridus L.) dengan ciri-cirinya
memiliki daun lebar-lebar yang dibedakan atas dua spesies yaitu A.

hybdridus caudatus L., memiliki daun agak panjang dan runcing, bewarna

hijau kemerah-merahan atau merah tua dan bunganya tersusun dalam
rangkaian panjang terkumpul pada ujung batang sedangkan A. hybridus
paniculatus L. mempunyai dasar daun yang lebar sekali, bewarna hijau,

rangkaian bunga panjang tersusun secara teratur dan besar-besar pada
ketiak daun (Rukmana, 1995).
Hingga saat ini terdapat sekurang-kurangnya tujuh varietas bayam
yang dinyatakan unggul, dan masih mungkin terus bertambah dari waktu ke
waktu. Pada skala budidaya intensif dan komersil bayam tahunan diusahakan
sebagai bayam cabut. Tujuh varietas bayam unggul pilihan yang dievaluasi
selama 4 tahun percobaan di Balai Penelitian Hortikultura Lembang yang
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Sifat Agronomi tujuh varietas bayam
Produksi

Varietas
Giti Hijau

I

(tonlha)
8.40

Giti Merah

7,90

Maksi

13,20

Raja

15,80

Betawi

7,10

Skop

11,30

Hijau

g,qo

Ciri Tanaman

1I Sedikit bercabang, batang dan daun bewarna hijau muda
Sedikit bercabang, batang bewarna kemrah-merahan dan
daunnya belang merah
Hampir tidak bercabang, batang dan daun bewama
kekuning-kuningan, bunga bergerombol pada ujung batang
Bercabang banyak, batang dan daun bewarna hijau
kekuning-kuningan
Bercabang sedikit, batang dan daun bewarna hijau tua
Bercabang cukup banyak, batang bewama kemerahmerahan, daun hijau keputih-putihan sampai hijau muda
Bercabang sedikit, batang dan daun bewarna hijau keputihputihan

Sumber : Sunarjo (1986) dalam Rukmana (1995)
Beberapa varietas bayam cabut unggul lainnya adalah cempaka 10 dan
Cempaka 20 dari PT. Est-West Seed Indonesia (Rukmana, 1995)
Dalam budidaya bayam sering dijumpai berbagai kendala, khusus
gangguan oleh organisme pengganggu tanaman (OPT) antara alin :
1. Hama yang sering menyerang daun bayam adalah Spodoptera litura,
Lamprosema indica, Chrysodeixis chalcites, Crocidolomia binotalis,
Plutella xylostella, Plusia signata, Aphis sp., Locusta sp. dan Bemis