Sekilas tentang Riba dan Bunga Bank

menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada memperoleh keuntungan yang sah menurut syariah, dan memberikan zakat 50 . Dari nilai instrumental di atas, lahir akad perjanjian yang dilandasi oleh prinsip – prinsip dasar bangunan ekonomi tersebut. Akad perjanjian dalam aktivitas ekonomi tersebut dapat digunakan dalam praktik lembaga keuangan syariah. Akad yang digunakan membawa pengaruh terhadap banyak hal, antara lain hubungan hukum antara bank dengan nasabah, produk yang ditawarkan oleh bank, dan pricing sistem penghitungan pembagian keuntungan insentif yang diperoleh bank maupun nasabah.

B. Sekilas tentang Riba dan Bunga Bank

Sebelum diuraikan perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia, akan diuraikan terlebih dahulu beberapa pandangan tentang riba 51 . Hal ini penting, karena semua akad atau transaksi pada lembaga keuangan syariah dilandasi oleh adanya larangan riba. Pandangan 50 Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah, Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, Alvabet, Jakarta, 1999. hal. 29 51 Riba menurut etimologi berarti az ziyaadah tambahan .Rahmat Syafe’I, Fiqh Muamalah untuk IAIN, STAIN, PTAIS dan Umum, Pustaka Setia, Bandung, 2004, hal. 259. Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan. Namun yang dimaksud riba dalam ayat Qur’an adalah setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibernarkan syariah.yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang, yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti transaksi jual beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek. Dalam transaksi simpan pinjam dana secara konvensional, si pemberi pnjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam kecuali kesempatan dan factor waktu yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Yang tidak adil di sini ialah si peminjam diwajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak harus, mutlak, pasti untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut. Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Tazkia Cendekia, Jakarta, 2001, hal. 38. samawi, dan riba dalam pandangan ekonomi. 52 1. Larangan Riba dalam Al Qur’an 53 Al Qur’an banyak memuat ayat yang berisi larangan riba disertai dengan penyebab, akibat, dan ancaman bagi orang yang memungut riba. Ayat tersebut atara lain : Q.S. Ar Rum ayat 39, Surat Al Baqarah ayat 275 s.d. 280 , Q. S. Ali Imran ayat 130 , Q.S. An Nisa ayat 161. Arti Surat Ar Ruum ayat 39 : “Dan sesuatu riba yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia,maka riba tidak menambah disisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridlaan Allah, maka orang-orang yang berbuat demikian itulah orang yang melipatgandakan pahalanya . Arti Q.S. Al Baqarah ayat 275 : “Orang – orang makan mengambil riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syetan karena tekanan penyakit gila, keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata berpendapat bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepada-Nya larangan dari tuhannya lalu terus berhenti dari mengambil riba , maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu sebelum datang larangan dan urusannya terserah kepada Allah. Orang yang mengurangi mengambil riba maka orang–orang itu adalah penghuni penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya”. Arti Q.S. An Nisa Ayat 161 : 52 Remy. 1999. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia. Pustaka Grafiti. Jakarta.hal. 6. 53 Ayat-ayat Al qur’an berbicara tentang riba, baik pada ayat yang turun pada priode Mekkah ayat Makkiyah maupun ayat yang turun pada periode Madinah ayat Madaniyyah . LPPM UNISBA, Riba dan Perbankan, Bandung, 1993, hal. 2 2. Larangan Riba dalam Al hadist 54 : Dalam amanat terakhirnya pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriah, Rasulullah SAW masih menekankan sikap Islam yang melarang riba : “Ingatlah bahwa kamu akan menghadap tuhanmu dan Dia Pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu, utang akibat riba harus dihapuskan. Modal uang pokok kamu adalah hak kamu. Tidak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan”. Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, Tinggalkanlah tujuh dosa yang dapat membinasakan. Sahabat bertanya,’ apakah itu Ya rasulullah ? Jawab Nabi 1 syirik mempersekutukan Allah ; 2 berbuat sihir tenung ; 3 membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali yang hak; 4 makan harta riba; 5 makan harta anak yatim; 6 melarikan diri dari perang jihad pada saat berjuang ; 7 menunuduh wanita mukminat yang sopan berkeluarga dengan tuduhan zina 55 . 3. Larangan Riba dalam Agama Samawi Yahudi- Nasrani 56 Orang – orang yahudi dilarang mempraktikan memungut bunga. Hal ini terdapat dalam Old Testament Perjanjian Lama , maupun Undang – undang Talmud. Kitab Exodus, Deuteronomy maupun 54 Syahdaeni, Remy.Ibid, hal. 8 55 Rahmat Syafe’I Op.cit., hal. 261 56 Sampai abad 13 ketika kekuasaan gereja di Eropa masih dominant, riba dilarang oleh gereja dan hukum Canon. Namun akhir abad 13 pengaruh gereja ortodox mulai melemah dan orang mulai kompromi dengan riba. Di Inggris pelarangan riba di cabut tahun 1545 pada zaman pemerintahan Raja Hendri VIII. Pada zaman inilah istilah usury riba diganti dengan istilah interest bunga . Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, Salemba Empat, Jakarta, 2002. Hal 29. Lihat pula Syahdaeni, Remy.Op.Cit, hal. 9 “Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apa pun yang dapat dibungakan “. Walaupun dalam Kitab Perjanjian baru tidak ditegaskan tentang larangan bunga, namun orang nasrani Kristiani memandang bahwa beberapa ayat dalam Kitab tersebut harus dijadikan pedoman tentang larangan riba, misalnya dalam Lukas 6 : 34 – 5 mengecam adanya praktik riba. Beberapa Pendeta memberikan pendapatnya tentang bunga, maisalnya St. Basil 329 – 379 menganggap mereka yang memakan bunga sebagai orang yang tidak berperikemanusiaan. St. Ambrose mengecam pemakan bunga sebagai penipu atau pembelit rentenir . 4. Riba Menurut Teori Ekonomi Para ahli ekonomi yang terkenal, baik itu yang klasik, neo klasik dan modern semua sependapat bahwa pungutan bunga merupakan hambatan bagi perkembangan dan pertumbuhan proyek-proyek yang memberikan keuntungan keuntungan kecil. Bunga menyebabkan kesulitan yang sangat dalam bahkan tidak memungkinkan, baik bagi pemerintah local, maupun nasional, khususnya dalam perkembangan ekonomi, untuk mencetuskan gagasan atau melanjutkan proyek-proyek kesejahteraan sosial yang baru dengan margin keuntungan yang rendah yang bagi masyarakat nilainya tidak dapat diukur. 57 Pakar ekonomi berpandangan bahwa riba membawa dampak inflatoir yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang. Hal tersebut disebabkan karena salah satu elemen dari penentuan harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga yang akan ditetapkan pada suatu barang. Dampak lain adalah bahwa hutang, dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjam dan tingginya biaya bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila bunga atas hutang tersebut dibungakan. 57 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Economic Doctrnes of Islam Jilid 4, Penerjemah Nastangin, dan Soeroyo, Dana Bhakti Wakaf, Jakarta, 1996, hal. 340 ekonomi yang dikenal dengan Paradidgma Baru dalam Ekonomi Ekonomi tahun 2001 dan Bruce Greenwald dalam bukunya “Toward New Paradigm in Monetery Economics” . Paradigma ini mirip konsep ekonomi Islam. Mengenai bunga menurut paradigma ini kebijakan moneter konvensional yang menggunakan instrumen suku bunga untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar, harus diubah dengan menjadi kebijakan yang berdasarkan kepada mekanisme permintaan dan penawaran kredit. Dengan demikian focus teori ekonomi moneter terbaru menurutnya adalah pengaturan ketersediaan kredit bukan penghaturan suku bunga ataupun jumlah uang yang beredar. 58 Bunga bank menurut Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Bunga IntersatFa’idah Pertama : Pengertian Bunga Interest dan Riba. Bunga Interestfa’idah adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang al-qardh yang di per-hitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatanhasil pokok tersebut,berdasarkan tempo waktu,diperhitungkan secara pasti di muka,dan pada umumnya berdasarkan persentase. Riba adalah tambahan ziyadah tanpa imbalan yang terjadi karena penagguhan dalam pembayaran yang di perjanjikan sebelumnya, dan inilah yang disebut Riba Nasi’ah. Kedua : Hukum Bunga interest Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada jaman Rasulullah SAW, Ya ini Riba Nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk Riba, dan Riba Haram Hukumnya. Praktek Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram,baik di lakukan oleh Bank, Asuransi,Pasar Modal, Pegadian, Koperasi, Dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu. Ketiga : Bermu’amallah dengan lembaga keuangan konvensional 58 Harian Umum Republika, 16 Oktober 2004 keuangan Syari’ah dan mudah di jangkau,tidak di bolehkan melakukan transaksi yang di dasarkan kepada perhitungan bunga. Untuk wilayah yang belum ada kantorjaringan lembaga keuangan Syari’ah,diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip dharurathajat.

C. Dasar Hukum Bank Syariah di Indonesia