Tugas CI FK 2015 Kelas Ganjil

Bayi Sehat Lahir dari Satu Sel Zigot Tunggal, Mungkinkah?
FK 2015 - Kelas A

Fertilisasi adalah penyatuan gamet pria dan wanita yang dalam keadaan normal terjadi
di ampula, yaitu sepertiga atas oviduktus. Oleh sebab itu, baik ovum maupun sperma harus
diangkut dari tempat produksi mereka di gonad ke ampula. Gamet pria tersebut diwakili oleh
sperma, sedangkan gamet wanita diwakili oleh ovum. Kedua gamet tersebut merupakan sel
haploid (2n). Fertilisasi menyebabkan terbentuknya suatu fusi antara sel telur dengan sel
sperma yang membuat sebuah sel baru, yaitu zigot, sel yang bertipe diploid. (Sherwood,
2013)
Pada saat ovulasi, sperma dapat menembus kanalis servikalis. Pada satu ejakulasi,
hanya beberapa ribu dari ratusan juta sperma yang dapat mencapai tempat fertilisasi.
Sebagian besar sperma telah mati sebelum mencapai tempat fertilisasi. Ekor sperma
digunakan untuk alat gerak bagi sperma menuju ovum. Sperma dapat menembus korona
radiata dengan memakai enzim – enzim yang dia miliki. Dalam satu jam, nukleus sperma dan
sel telur menyatu berkat adanya suatu sentrosom yang disediakan oleh sperma untuk
membawa kromosom pria dan wanita untuk bersatu. Sehingga terbentuklah hasil fusi kedua
sel tersebut dengan nama zigot. Diperlukan sel gamet jantan dan wanita, yaitu sperma dan
ovum, agar terbentuk zigot yang kelak akan berkembang menjadi bayi. (Sherwood, 2013)
Zigot sacara alamiah hanya dapat terbentuk dengan mekanisme rumit tersebut. Akan tetapi,
teknologi telah membawa banyak perubahan. Teknologi, yang kini telah merasuki seluruh

aspek kehidupan termasuk kedokteran, memberi manusia harapan dan kemungkinan untuk
melakukan apa yang tampak sulit pada kondisi alamiah.
Kita tidak dapat menolak bahwa kemajuan teknologi telah membawa banyak manfaat
dan kesempatan. Kemajuan teknologi ini membuka pintu akses berbagai cabang ilmu
pengetahuan, satu di antaranya adalah bioteknologi. Banyak hal pada bioteknologi yang
berkembang karena kemajuan teknologi. Beberapa tahun yang lalu, orang-orang akan
ketakutan dengan penyakit-peyakit aneh yang bahkan namanya saja belum pernah mereka
dengar. Namun, saat ini sel punca yang di dapat dari sel-sel ginjal dapat menyembuhkan
penyakit gagal ginjal turunan, ketulian, dan kelainan penglihatan yang dinamakan sindrom

Alport (Chen, 2015). Bioteknologi adalah salah satu hal luar biasa dalam sejarah umat
manusia.
Bioteknologi berasal dari kata bios bermakna hidup dan technos bermakna kemajuan.
Bioteknologi

adalah

kemajuan

hidup


menggunaan

teknologi

dan

sains.

Dalam

pengembangannya, bioteknologi harus mempertimbangkan aspek-aspek dalam hidup
manusia, termasuk etika dan norma nilai dalam masyarakat. Ilmuan harus memperhatikan
pertimbangan-pertimbangan tersebut mengingat kehiduan manusia lebih kompleks.
Bioteknologi harus memiliki tujuan yang jelas, untuk membawa mnafaat pada kehidupan
manusia. Tanpa bermanfaat, sebuah penelitian hanyalah sebuah penelitian.
Salah satu cabang bioteknologi adalah pada bidang reproduksi. Bioteknologi di
bidang reproduksi termasuk bayi tabung dan inseminasi buatan. Bayi tabung adalah termasuk
di dalam fertilisasi yang dibantu, sehingga fertilisasi tidak terjadi secara langsung. Inseminasi
adalah salah satu teknik bioteknologi reproduksi dimana sperma yang telah dipilih

kualitasnya yang dirasa bagus utnuk kemudian diinjeksikan atau dimasukkan ke dalam rahim
perempuan. Teknik-teknik inseminasi pada dasarnya semua sama, hanya yang membedakan
adalah cara menginjeksi sperma ke dalam rahim. Sedangkan bayi tabung atau IVF, singkatan
dari In vitro Fertilization, adalah teknik dimana fertilisasi terjadi di luar tuba fallopii
perempuan, dimana oosit ditempatkan di tempat yang ideal sehingga kesempatan terjadi
fertilisasi akan lebih besar, dan jika sudah selesai fertilisasi, oosit yang sudah dibuahi itu akan
dimasukkan kembali ke rahim perempuan.
Penelitian pada bayi tabung ini kemudian berkembang hingga berujung kepada
penelitian tentang kloning. Ada dua bentuk kloning yaitu kloning yang bersifat reproduksi
dan koning seluler. Kloning reproduksi adalah memperbanyak atau mengklon makhluk hidup
menggunakan transfer sel somatik ke sel telur. Sedangkan kloning seluler contohnya seperti
stem cell atau jaringan untuk donor organ dengan cara mengklon sel. Pada topic bahasan kali
ini kloning merupakan teknologi yang memberikan alternatif jawaban atas kemungkinan
terlahirnya seorang bayi sehat dari hanya satu sel zigot tunggal, tanpa peran pembuahan
sperma.
Percobaan kloning telah berhasil dilakukukan pada hewan. Pada kloning hewan,
misalkan pada domba Dolly, prosedur kloning dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama
dimulai dengan pengambilan sel puting susu seekor domba. Sel ini disebut sel somatis (sel
tubuh). Dari domba betina lain diambil sebuah ovum (sel telur) yang kemudian dihilangkan


inti selnya. Proses berikutnya adalah fusi (penyatuan) dua sel tersebut dengan memberikan
kejutan listrik yang mengakibatkan ‘terbukanya’ membran sel telur sehingga kedua sel bisa
menyatu. Dari langkah ini telah diperoleh sebuah sel telur yang berisi inti sel somatis.
Ternyata hasil fusi sel tersebut memperlihatkan sifat yang mirip dengan zigot, dan akan mulai
melakukan proses pembelahan. Sebagai langkah terakhir, ‘zigot’ tersebut akan ditanamkan
pada rahim induk domba betina, sehingga sang domba tersebut hamil. Anak domba yang lahir
itulah yang dinamakan Dolly, dan memiliki sifat yang sangat sangat mirip dengan domba
donor sel puting susu tersebut di atas.
Pada perkembangannya, Dolly, mamalia pertama yang berhasil diklon terbukti
menderita arthritis pada usianya yang masih muda. Namun tidak ada pembenaran untuk riset
dengan tujuan menghasilkan anak manusia melalui teknik ini. Ini disebabkan, konon, cloning
pada manusia lebih rumit dengan resiko yang besar dan sangat potensial terjadi kesalahan.
Para ilmuwan khawatir, penggunaan teknik ini pada manusia akan memunculkan malformasi
(kelainan bentuk tubuh atau cacat). Para ilmuwan juga amat risau dengan risiko medik dan
ketidakpastian yang berhubungan dengan kloning manusia. Salah satu kekhawatirannya
adalah jika seorang bayi diklon, maka kromosomnya akan cocok dengan usia donor.
Misalnya seorang anak hasil cloning yang berusia 5 tahun akan tampak seperti berumur 10
karena mendapat kromosom dari donor berusia 5 tahun , dengan disertai risiko penyakit
jantung dan kanker. Resiko buruk juga mengintai para wanita yang memutuskan mengandung
bayi cloning. Menurut ahli perkembangan embryo pada mamalia, Prof. Richard Gardner, para

wanita tersebut beresiko terkena satu jenis kanker yang tidak biasa dan unik pada manusia,
yang menyerang rahim, yaitu chorio carcinoma (kanker korion).
Kloning pada manusia sempat diisukan berhasil dilakukan oleh sekelompok sekte
keagamaan di Bahama, Raëlism, dalam naungan perusahan bernama Clonaid. Mereka
mengklaim bahwa pada 26 Desember 2002 lalu kloning telah berhasil di lakukan pada
manusia sehingga melahirkaan seorang bayi sehat yang bernaman “eve” (CNN, 2003).
Namun, klaim dari Raëlism ini akhirnya dinyatakan sebagai tipuan setelah mereka gagal
untuk membuktikan eksperimen atau bukti kloning tersebut (The NY Times, 2003) (The
Guardian, 2003).
Kloning pada manusia akan tetap menjadi sesuatu yang sangat kontroversial
mengingat manusia dan martabatnya. Kloning pada manusia akan menghasilkan perdebatan
antara

pihak pro dan kontra. Mereka yang mengadvokasi percobaan kloning manusia

memiliki motif kurang lebih karena ‘kita bisa’. Sedangkan, motif di balik banyak pihak yang
menentang kloning manusia adalah kurang lebih karena ‘percobaan ini akan menjadi hal yang
tidak wajar’. Peringatan harus benar – benar diberikan sejak awal (Strong, 2005).
Alasan di balik pertentangan kloning adalah utamanya masalah hubungannya dengan
keselamatan prosedur, ketidakmampuan untuk mendapatkan persetujuan, mungkin identitas

dan individualitas anak kloning terganggu, distorsi hubungan keluarga dan nilai-nilai,
sangkaan kurang baik oleh lingkungan di sekitarnya, memperlakukan anak sebagai objek dan
produk dari bio-teknologi, dan akhirnya melanggar kitab suci. Ada juga laporan dari fetus
binatang dan keturunannya ternyata mengalami cacat bawaan. Risiko terhadap keturunan ini
jelas menjadi argument kuat dalam ditentangnya kloning manusia. Sedangkan, alasan dibalik
didukungnya kloning manusia adalah antara lain karena untuk mempertahankan kebebasan
reproduksi dan keluarga, kebebasan pilihan bagi individu untuk berkembangbiak, hak atas
privasi genetic, pelestarian kebebasan ilmiah untuk melakukan prosedur baru, dan metode
baru yang mungkin untuk memerangi sterilitas (Galton, 1999).
Kloning boleh jadi menjadi jawaban atas pertanyaan ‘mungkinkah bayi sehat lahir
dari zatu sel zigot tunggal tanpa peran sperma?’. Namun, disadari atau tidak, kloning pada
manusia mungkin akan dapat menciptakan konsep keabadian di mana orang yang sama,
namun terus digantikan oleh kloning yang lebih muda, dapat terus hidup di dunia ini. Orang
tersebut dapat dikatakan sebagai abadi. Pada kasus ini, bukan kloning yang dipermasalahkan,
namun apakah konsep keabadian ini cocok untuk berjalan di masyarakat kita?

Referensi:
Sherwood, L., 2013. Introduction to Human Physiology 8 eds. Virginia : West Virginia
University.
Chen, W., Huang, J., Yu, X., Lin, X., dan Dai, Y., 2015. Generation of Induced Pluripotent

Stem Cells from Renal Tubular Cells of a Patient with Alport Syndrome.
International Journal of Nephrology and Renovascular Disease [e-journal] 101-109.
Tersedia di: https://www.dovepress.com/generation-of-induced-pluripotent-stem-cellsfrom-renal-tubular-cells--peer-reviewed-article-IJNRD [Diakses 17 September 2015].

The Guardian, 2003. Rael defends claims of cloned baby. [online] Tersedia di:
http://edition.cnn.com/2003/ALLPOLITICS/01/03/cf.opinion.rael/ [Diakses 17
September 2015].
The New York Times, 2003. Scientist in Clone Tests Says Hoax Is Possible. [online] Tersedia
di: http://www.nytimes.com/2003/01/07/national/07CLON.html [Diakses 17
September 2015].
The Guardian, 2003. Scientist cries hoax as cult fails to provide clone proof. [online] Tersedia
di:
http://www.theguardian.com/science/2003/jan/07/genetics.internationaleducationnews
[Diakses 17 September 2015].
Strong, C., 2005. Reproductive Cloning Combined with Genetic Modification. Journal of
Medical Ethics [e-journal], 31(11) 654–658. Tersedia di:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1734050/pdf/v031p00654.pdf.
[Diakses 17 September 2015].
Galton, D.J., 1999. Flesh of My Flesh: the Ethics of Cloning Humans. Journal of Medical
Ethics [e-journal], 430. Tersedia di:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC479286/pdf/jmedeth00006-0068.pdf.
[Diakses 17 September 2015].