Model Sistem Produksi Pemasok – Produsen dalam Lingkungan Jit dengan Mempertimbangkan Produk Non-Conforming dan Garansi Produk

Simposium Nasional RAPI XII - 2013 FT UMS

ISSN 1412-9612

MODEL SISTEM PRODUKSI PEMASOK – PRODUSEN DALAM
LINGKUNGAN JIT DENGAN MEMPERTIMBANGKAN
PRODUK NON-CONFORMING DAN GARANSI PRODUK

Slamet Setio Wigati, Agustinus Gatot Bintoro
Program studi Teknik Industri, Fakultas teknologi Industri,
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl. Babarsari 43 Yogyakarta, Indonesia
yayan@mail.uajy.ac.id, a.bintoro@mail.uajy.ac.id

Abstrak
Penelitian ini mengembangkan model sistem produksi terintegrasi antara pemasok-produsen/buyer
dalam lingkungan JIT. Model yang dikembangkan adalah model dengan satu pemasok dan satu
produsen/buyer, dengan mempertimbangkan 1adanya produk yang tidak memenuhi spesifikasi
rancangan (non-conforming) dan 2garansi produk yang diberikan pemasok kepada produsen/buyer
dan garansi produk yang diberikan produsen ke konsumen.
Buyer merupakan perusahaan yang menerapkan sistem JIT sehingga permintaan ke buyer jumlahnya
tidak banyak. Pada penelitian ini, karena pemasok adalah IKM atau industry rumahan, maka

pemasok memproduksi sesuai dengan ukuran lot buyer. Periode garansi yang diberikan pemasok
kepada buyer dan periode garansi yang diberikan buyer kepada konsumen sudah ditentukan lebih
dahulu sehingga variabel keputusan dalam penelitian ini adalah ukuran lot produksi (Q) yang
optimal.
Model matematik yang dikembangkan adalah model total ongkos gabungan yang terdiri dari total
ongkos pemasok dan total ongkos buyer. Solusi yang optimal, yaitu ukuran lot produksi yang optimal
(Q*) yang meminimumkan ongkos gabungan akan ditentukan secara analitik. Contoh numerik akan
diberikan untuk memberikan ilustrasi penyelesaian masalah.
Kata kunci: Model sistem produksi, produk non-conforming, garansi, total cost gabungan
Pendahuluan
Saat ini persaingan untuk memenangkan pasar tidak hanya pada level produsen tetapi juga pada level rantai
pasoknya, sehingga implementasi komponen-komponen teknis JIT menjadi hal penting dalam manajemen produksi.
Banyak praktisi yang telah menerapkan manajemen rantai pasok ramping (lean supply chain management), kembali
memperhatikan filosofi Just-in-Time (JIT) dalam menjalankan manajemen produksi untuk memenangkan persaingan
di pasar (Nieuwenhuyse dan Vandaele, 2006). JIT pertama kali dikembangkan dan dikenalkan oleh Toyota Motor
Co. Ltd., mempunyai filosofi dasar perampingan sistem dengan eliminasi waste. yaitu mengeliminasi sesuatu yang
tidak menambah nilai produk. White, et. al. (1990) mengidentifikasi sepuluh komponen teknis implementasi JIT,
yaitu: perbaikan kualitas, penurunan waktu setup, grup teknologi, keseragaman beban kerja, tenaga kerja multi
fungsi, fokus pada perusahaan, Kanban, total productive maintenance (TPM), total quality control (TQC) dan
pengiriman tepat waktu.

Penelitian tentang penentuan ukuran batch ekonomis (UBE) atau economic manufacturing quantity (EMQ)
telah lama mendapatkan perhatian, dan beberapa peneliti telah mengembangkan model EMQ klasik yang lebih
aplikatif (Hax dan Candea, 1984; Silver dan Peterson, 1985). Model EMQ klasik menggunakan asumsi bahwa
sistem produksi berjalan sempurna, sehingga semua produk merupakan produk conforming atau memenuhi
persyaratan mutu (Silver, et.al.,1998). Tetapi pada banyak situasi, tidak semua produk yang dihasilkan memenuhi
persyaratan mutu. Mutu produk yang dihasilkan sangat tergantung pada kondisi atau status proses produksi, dan
proses produksi dapat mengalami deteriorasi (penurunan kemampuan) dengan bertambahnya jumlah produk yang
dihasilkan. Deteriorasi ini mengakibatkan kondisi proses berubah dari status in control menjadi out-of-control. Pada
saat berada pada status out-of-control, proses produksi akan menghasilkan lebih banyak produk non-conforming,
yaitu produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu.
Penelitian untuk menentukan UBE/EMQ dan panjang siklus produksi dengan mempertimbangkan faktor
deteriorasi proses produksi, telah banyak dilakukan [lihat Rossenblatt dan Lee (1986), Porteus (1986), Lee (1992),
Groenevelt et. al. (1992), Kim dan Hong (1997)]. Rossenblatt dan Lee (1986) telah mempelajari pengaruh nonconforming item, yang disebabkan oleh proses yang mengalami deteriorasi, terhadap EMQ. Sedangkan Groenevelt
et. al. (1992) meneliti pengaruh kerusakan mesin terhadap EMQ. Lee dan Rossenblatt (1987) mempertimbangkan
I-43

Simposium Nasional RAPI XII - 2013 FT UMS

ISSN 1412-9612


model EMQ dengan pengendalian siklus produksi dan inspeksi secara bersamaan dan variabel keputusan pada
penelitian ini adalah kuantitas produksi dan jumlah inspeksi per siklus. Pada Affisco et. al. (2002), non-conforming
item diminimasi dengan melakukan perbaikan terhadap mutu dari proses produksi. Untuk sistem yang mengalami
deteriorasi, tindakan perawatan preventif biasanya efektif untuk menjaga status sistem tetap berada pada status incontrol dan dapat mengurangi ongkos reparasi atau pengerjaan ulang produk (rework). Tseng et. al. (1998)
mengembangkan model EMQ dengan mempertimbangkan kebijakan perawatan preventif dan tindakan perawatan
tidak selamanya sempurna dalam artian bahwa setelah dilakukan perawatan kondisi sistem dapat lebih buruk dari
kondisi sebelumnya. Semua penelitian-penelitian tersebut menggunakan ukuran performansi total ongkos produksi
dan rework dari non-conforming item. Wang dan Shue (2001a) menentukan ukuran batch dan kebijakan inpeksi
secara simultan dengan menggunakan kriteria minimasi ekspektasi ongkos per unit waktu.
Untuk item yang dijual dengan garansi, non-conforming item dapat mempengaruhi ongkos perbaikan
kerusakan selama masa garansi (disebut ongkos garansi). Hal ini juga berlaku untuk komponen-komponen dari
suatu produk yang dijamin oleh garansi. Yeh et al. (2000) mempertimbangkan ongkos garansi ke dalam modelnya
untuk memperoleh panjang siklus produksi optimal, yang meminimasi total ongkos manufaktur dan garansi per item
(unit). Pada model Yeh et. al. (2000) tersebut, setiap produk yang rusak selama masa garansi diperbaiki dengan
reparasi minimum (minimal repair), artinya kondisi produk setelah diperbaiki sama dengan kondisi sebelum rusak
[Barlow dan Proschan (1965)]. Wang dan Shue (2001b) meneliti pengaruh ongkos garansi terhadap ukuran batch
yang ekonomis. Mereka memodelkan perubahan proses produksi dari status in-control ke status out-of-control dan
perubahan ini dimodelkan dengan distribusi probabilitas diskrit.
Ongkos perbaikan selama masa garansi sangat tergantung pada pola kerusakan produk. Karakteristik
kerusakan produk dapat dijelaskan dengan fungsi laju kerusakan dan kurva fungsi laju kerusakan produk secara

umum berbentuk bathtub (Ross, 1983). Pada phase awal laju kerusakan produk tinggi dan cenderung menurun,
kemudian cenderung konstan pada phase pemakaian dan akan menaik. Salah satu penyebab laju kerusakan yang
tinggi pada periode awal penggunaan adalah non-conforming item yang terjual ke konsumen. Dan ini selanjutnya
mengakibatkan rata-rata jumlah klaim garansi untuk item ini relatif besar.
Pengendalian kualitas, baik pada tahap proses produksi maupun produk akhir, dapat dilakukan untuk
mengurangi produk cacat, sehingga dapat menekan ongkos sebelum penjualan (atau ongkos rework) dan ongkos
setelah penjualan (atau ongkos garansi). Arentsen et al (1996) menekankan pentingnya integrasi kontrol kualitas
dengan aktivitas lantai produksi untuk menjamin kualitas dari produk yang dihasilkan. Penelitian EMQ yang
melibatkan faktor kualitas telah mendapatkan perhatian (Lihat diantaranya, Lee dan Rossenblatt (1987), Sung dan
Ock (1992), dan Wang dan Sheu (2001b) ).
Penelitian ini mengembangkan model sistem produksi terintegrasi antara pemasok-produsen/buyer dalam
lingkungan JIT. Model yang dikembangkan adalah model dengan satu pemasok dan satu produsen/buyer, dengan
mempertimbangkan 1adanya produk yang tidak memenuhi spesifikasi rancangan (non-conforming) dan 2garansi
produk yang diberikan pemasok kepada produsen/buyer dan garansi produk yang diberikan produsen ke konsumen.
Model yang dikembangkan bertujuan untuk menentukan UBE, yaitu ukuran lot produksi yang meminimumkan total
ongkos gabungan antara pemasok dan produsen/buyer.
Karakteristik Sistem
Penelitian ini mengembangkan model sistem produksi terintegrasi antara pemasok-produsen/buyer dalam
lingkungan JIT. Sistem produksi pada pemasok mengubah bahan baku menjadi barang setengah jadi atau
komponen dengan sistem make to stock dengan laju produksi konstan. Seiring dengan berjalannya produksi maka

mesin produksi pada pemasok dapat berpindah status dari in-control ke out-of-control. Perpindahan status ini dapat
menyebabkan kualitas produk yang dihasilkan tidak seluruhnya dapat memenuhi spesifikasi rancangan (nonconforming product) sehingga produk mengalami defect dan diperlukan rework pada produk defect tersebut. Pada
saat setup ulang, sistem produksi dikembalikan lagi ke status in-control (dilakukan restorasi). Ongkos restorasi
diperlukan untuk mengembalikan sistem produksi kembali ke status in-control.
Pemasok memproduksi produk setengah jadi atau komponen, di mana produk atau komponen tersebut dijual
ke buyer dengan garansi. Buyer mengubah komponen dari pemasok menjadi produk jadi dengan volume produksi
yang konstan, sehingga permintaan dari buyer ke pemasok bersifat deterministik statis. Buyer merupakan
perusahaan yang menerapkan sistem JIT sehingga permintaan ke buyer jumlahnya tidak banyak. Pada penelitian ini,
karena pemasok adalah IKM atau industry rumahan, maka pemasok memproduksi sesuai dengan ukuran lot buyer.
Buyer memesan produk pada pemasok sebesar D unit per periode waktu sesuai dengan kecepatan produksi
buyer. Pemasok memulai setup yang dilanjutkan dengan proses produksi dengan kecepatan produksi sebesar p
untuk lot berukuran Q unit, yang akan dikirim ke buyer. Selama berproduksi, mesin produksi pada pemasok dapat
berpindah status dari in control ke out of control. Waktu terjadinya perubahan status ini bersifat random dengan
mengikuti distribusi eksponensial. Perubahan status ini menyebabkan kualitas produk yang dihasilkan tidak
seluruhnya dapat memenuhi spesifikasi rancangan (non-conforming product) sehingga produk mengalami defect dan
I-44

Simposium Nasional RAPI XII - 2013 FT UMS

ISSN 1412-9612


diperlukan rework pada produk defect tersebut.Pemasok memberikan garansi terhadap produk (dalam hal ini adalah
produk setengah jadi atau komponen) kepada buyer dengan lama garansi W. Jika terjadi kerusakan terhadap
komponen tersebut selama periode garansi maka ongkos perbaikan komponen tersebut ditanggung oleh pemasok,
buyer hanya menanggung biaya kirim untuk klaim garansi tersebut. Buyer akan memberikan garansi ke konsumen
sebesar W1, dimana W1 > W. Selama periode dari W ke W1 maka buyer akan menanggung biaya perbaikan
komponen tersebut. Periode garansi yang diberikan pemasok kepada buyer (W) dan periode garansi yang diberikan
buyer kepada konsumen sudah ditentukan lebih dahulu sehingga variabel keputusan dalam penelitian ini adalah Q.
Produk bersifat repairable (dapat diperbaiki) dan dijual ke buyer dengan Failure Free Warranty dengan
garansi selama W. Setiap produk yang mengalami kerusakan akan diperbaiki dengan minimal repair, sehingga
kondisi produk setelah diperbaiki sama seperti kondisi komponen sesaat sebelum terjadi kerusakan. Dengan
demikian, kerusakan produk selama masa garansi dapat diasumsikan akan mengikuti proses non-homogeneous
poisson process (NHPP) dengan failure rate r ( t ) .
Model matematik yang dikembangkan adalah model total ongkos gabungan yang terdiri dari total ongkos
pemasok dan total ongkos buyer. Total ongkos pemasok terdiri dari ongkos setup, ongkos simpan, ongkos rework
produk non conforming dan ongkos garansi. Toal ongkos buyer terdiri dari ongkos pesan, ongkos simpan, ongkos
transport produk yang mengalami klaim garansi dan ongkos garansi produk setelah periode garansi yang diberikan
pemasok . Solusi yang optimal, yaitu ukuran lot produksi yang optimal (Q*) yang meminimumkan ongkos gabungan
akan ditentukan secara analitik.
Formulasi Model

Pada bagian ini akan diformulasikan model UBE gabungan yang merupakan pengembangan model-model
yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu, yaitu model UBE gabungan, dimana model ini memperhatikan
produk yang defect (nonconforming product) karena adanya perpindahan status dari in control ke out of control,
serta dengan mempertimbangkan garansi pada sistem JIT.
Notasi-notasi yang akan digunakan dalam penulisan model adalah sebagai berikut:
Q
: ukuran lot produksi pemasok dalam unit
D
: jumlah permintaan dalam unit per periode
P
: Kecepatan produksi pemasok dalam unit per periode
Hp
: ongkos simpan produk oleh pemasok dalam Rp/unit/periode
Hb
: ongkos simpan produk oleh buyer dalam Rp/unit/periode
: ongkos pemesanan untuk buyer ke pemasok setiap memesan dalam Rp atau $
K
Cs
: ongkos setup untuk pemasok pada setiap setup dalam Rp atau $
W

: periode
X
: Bilangan random yang menunjukkan waktu terjadinya out of control
f(X) : pdf dari X
f(X) : λe λ
: prosentase produk defect yang diproduksi pada saat out of control
θ
Cr
: ongkos rework untuk produk defect dalam Rp/unit
Cm : biaya perbaikan dengan minimal repair oleh pemasok pada saat terjadi kerusakan selama periode garansi W
dalam Rp./unit
Cg
: biaya perbaikan dengan minimal repair pada saat terjadi kerusakan oleh buyer setelah garansi yang
diberikan pemasok dalam Rp./unit
Ct
: ongkos untuk mengirimkan klaim garansi per unit ke pemasok oleh buyer (Rp./unit)
W
: periode garansi dari pemasok ke buyer
W1 : perode garansi dari buyer ke konsumen, dimana W1 > W
r1() : hazard rate komponen yang memenuhi syarat (conforming-item) dengan parameter 1 dan β1

r2() :hazard rate komponen yang tidak memenuhi syarat (nonconforming-item) dengan parameter 2 dan β2
TC
: ekspektasi total ongkos gabungan per unit waktu (Rp/unit waktu)
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Tidak terjadi stock out pada sistem persediaan pemasok - buyer.
2.
Komponen bersifat “repairable”.
3.
Kapasitas gudang, kapasitas produksi dan modal tidak terbatas.
4.
Masing-masing ongkos diketahui dan bersifat konstan.
5.
Prosentase produk defect bersifat konstan.
6.
Setiap terjadi kegagalan produk selalu berakibat klaim garansi.
7.
Besarnya lot produksi sama dengan lot pemesanan.
8.
Single pemasok dan single buyer

9.
Klaim garansi dilakukan dengan minimal repair
I-45

Simposium Nasional RAPI XII - 2013 FT UMS

ISSN 1412-9612

Andaikan TCp dan TCb merepresentasikan ekspektasi total ongkos produsen dan distributor per lot serta
dan TC merupakan ekspektasi total ongkos gabungan per unit waktu, maka ekspektasi total ongkos gabungan per
unit waktu adalah:
TC  TCp  TCb
(1)
Ekspektasi ongkos pada pemasok meliputi ongkos setup, ongkos simpan, ongkos rework produk defect dan
ongkos perbaikan karena garansi. Ekspresi matematik untuk masing-masing komponen ongkos yang ditanggung
pemasok adalah sebagai berikut:
a. Ongkos Setup ( Csp )
Setup diperlukan setiap awal siklus produksi pada saat akan mulai memproduksi sejumlah ukuran lot, sehingga
ongkos setup merupakan perkailan antara jumlah setup yang dilakukan dengan ongkos per sekali setup, atau
secara matematik dapat diekspresikan sebagai berikut:

D
(2)
Csp  Cs
Q
b. Ongkos Simpan ( Cip )
Produk jadi yang disimpan memerlukan ongkos yang disebut sebagai ongkos inventori/ongkos simpan. Ongkos
ini merupakan perkailan antara rata-rata inventori produk jadi dengan ongkos simpan per unit produk. Secara
matematik dapat diekspresikan sebagai berikut:
Q
Cip  Hp
(3)
2
c. Ongkos Rework Produk Defect
Jumlah produk defect dalam satu siklus produksi adalah:
jika x  t
0
N
P(t  x) jika x  t



(4)

Sehingga ekspektasi jumlah produk defect dalam satu sikulus produksi adalah:

E[ N]  P(t  x)f (x)dx
t

(5)

0

Dimana t = siklus produksi
t = Q/P
Jika waktu terjadinya out of control mengikuti distribusi eksponensial, maka
f (x )  e x
Dengan memasukkan persamaan f(x) dan t serta dilakukan integrasi maka diperoleh:
 Q



 Pe P  Q  P 



E[ N]  


(6)

Ekspektasi jumlah produk defect per unit waktu adalah: (D/Q)E[N]. Oleh karena itu ekspektasi ongkos rework
dapat dituliskan dengan persamaan berikut:

Crp  Cr

D
E[ N]
Q

(7)

d. Ongkos Garansi ( Cgp )
Pemasok menerapkan keijakan garansi free-minimal repair, untuk semua produk yang mengalami kerusakan
pada periode garansi, sehingga buyer hanya menanggung ongkos kirim produk ke pemasok. Dengan mengunakan
asumsi bahwa kerusakan produk conforming dan non-conforming mengikuti nonhomogeneous process dengan
intensitas r ( ) , maka ekspektasi jumlah klaim garansi dalam periode garansi W untuk tiap unit produk adalah:

 r1 () d untuk produk yang conforming dan

W

0

 r2 () d untuk produk non conforming.

W

0

Ekspektasi jumlah klaim garansi bagi pemasok selama periode garansi W adalah:
I-46

Simposium Nasional RAPI XII - 2013 FT UMS



ISSN 1412-9612



w
w

D 
E[ N] r 2() d  (Q  E[ N]) r1 () d

Q
0
0


Jika Cgp adalah ekspektasi total ongkos garansi produk selama periodeW, maka:






D 
(8)
E[ N] r 2() d  (Q  E[ N]) r1 ( ) d

Q
0
0


Dengan menjumlahkan semua komponen ongkos pada pemasok, maka ekspektasi total ongkos pemasok
dapat ditentukan.
Ekspektasi ongkos pada buyer meliputi ongkos pesan, ongkos simpan, ongkos transportasi klaim garansi dan
ongkos garansi selama periode dari W sampai W1 atau selama garansi yang diberikan oleh pemasok habis, tetapi
buyer masih menanggung garansi sampai periode garansi yang diberikan kepada konsumen (W1). Ekspresi
matematik untuk masing-masing komponen ongkos adalah sebagai berikut:
a. Ongkos Pesan ( Cpb )
Ongkos pesan merupakan perkalian biaya per sekali pesan dengan banyaknya pemesanan. Sedangkan banyaknya
pemesanan merupakan banyaknya permintaan dibagi dengan kuantitas per sekali pesan.
D
(9)
Cpb  K
Q
Cgp  Cm

w

w

b. Ongkos Simpan ( Cib )
Ongkos simpan merupakan perkalian antara rata-rata persediaan produk dengan ongkos simpan produk
Q
Cib  Hb
(10)
2
c. Ongkos Transportasi Klaim Garansi ( Ctd )
Ongkos transportasi klaim garansi merupakan ongkos transportasi yang dikeluarkan oleh buyer karena adanya
klaim garansi dari konsumen yang dalam hal ini adalah komponen produk jadi yang merupakan produk dari
pemasok.
w
w

D
(11)
Ctb  Ct E[ N ] r 2() d  (Q  E[ N ]) r1 () d

Q
0
0


d. Ongkos Garansi ( Cgb )
Ongkos garansi yang dikeluarkan oleh buyer adalah ongkos minimal repair karena adanya produk yang
memerlukan klaim garansi dari periode W sampai W1, merupakan perkalian antara ongkos minimal repair yang
dikeluarkan buyer dengan ekspektasi jumlah klaim garansi dari periode W sampai W1.
W1
W1

D
(12)
Cgb  Cg E[ N ] r 2() d  (Q  E[ N ]) r1 () d

Q
W
W


Dengan menjumlahkan semua komponen ongkos buyer, maka ekspektasi total ongkos buyer dapat
ditentukan.
Jika ekspektasi total ongkos pemasok adalah TCp dan ekspektasi total ongkos buyer adalah TCb serta TC
merepresentasikan ekspektasi total ongkos gabungan per unit waktu, maka ekspektasi total ongkos gabungan per
unit waktu adalah adalah:

  Q


 Pe P  Q  P 

D
Q
D 

TC  Cs  K   Hp  Hb  Cr
Q
2
Q










Cm  Ct  D E[ N ]  r 2() d  (Q  E[ N ])  r1 () d 


Q




w

w

0



0





W1
W1


D
Cg E[ N ] r 2( ) d  (Q  E[ N ]) r1 ( ) d

Q
W
W


Persamaan yang diperoleh merupakan persamaan dalam fungsi Q , dimana Q merupakan ukuran lot produksi.

I-47

(13)

Simposium Nasional RAPI XII - 2013 FT UMS

ISSN 1412-9612

Analisis Model
Analisis dilakukan untuk mendapatkan karakteristik dari ukuran lot produksi optimal (Q*) yang
meminimumkan ekspektasi total ongkos gabungan. Nilai Q* dapat diperoleh dengan mencari turunan ekspektasi
total ongkos gabungan terhadap Q ( dTC / dQ ). Turunan tersebut disamadengankan nol. Pada penelitian ini waktu
antar kerusakan produk mengikuti distribusi Weibull dengan parameter α dan β.
Turunan ekspektasi total ongkos gabungan terhadap Q ( dTC / dQ ) adalah:
Q


1
CrD 
dTC
D
D
P   



Cs  K   Hp  Hb  Cr
E[ N ] 
e


2
dQ
Q 
Q2
Q2


w
w
 2 1
1 1


 (   1 )
Cm  Ct  D2 E[ N ]  2 (   2 )
d  (Q  E[ N ]) 1
d  

1
2
Q 
0
0


 

 Q
 Q
  
  

  


 

P
P
  
  
    e
   e

w
w
1
 2 1





1
  
  1 (   1 )

Cm  Ct   

   2 (   2 )
d  
d   1  







Q
1
2
 
 0
0


 




 






 









Cg







W1
W1
 1
 1


 2 (   2 ) 2
1 (   1 ) 1
D 
E[ N ]
d  (Q  E[ N ])
d  

2
1
Q2 
W
W



 

 Q
 Q
  

  
  


 

P
P
   
  
    e
   e
W
1
W
1
   (    )  2 1
    (    ) 1 1 
  
D 


2
2
1
1



d
1
Cg  
d 
 



Q 



2
1
 
W
 W

 




 






 







Pada nilai Q 0, nilai dTC / dQ   dan pada Q  , nilai dTC / dQ   serta nilai

(14)

 0 yang berarti fungsi
dQ 2
dTC / dQ merupakan fungsi naik maka akan ada Q* yang diperoleh dari dTC / dQ  0 yang unik.
2

d TC

Contoh Numerik
Bagian ini akan membahas contoh numerik untuk model yang telah dikembangkan. Langkah ini digunakan
untuk memberikan ilustrasi solusi optimal dan untuk mengetahui perilaku model yang telah dibuat dengan
menetapkan beberapa nilai parameter. Parameter-parameter yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai parameter model

D  
Cs 

Hp 
Hb 


(unit/bulan) 
(Rp) 
(Rp) 
(Rp/unit/bulan) 
(Rp/unit/bulan) 
(bulan) 

1000 
200000
100000
100 
300 
12 


Cm 
Ct 
Cg 
Cr 
W1 

(unit/bulan) 
(Rp/unit) 
(Rp/unit) 
(Rp/unit) 
(Rp/unit) 
(bulan) 

10000 
1000 
500 
1100 
500 
24 

θ 
λ 
α1 
β1 
α2 
β2 

0,8 

0,1 
1,1 
0,2 
0,2 

Solusi optimal yang diperoleh pada contoh numerik dengan parameter seperti pada Tabel 1 adalah Q* =
790.9218.
Hasil turunan kedua ekspektasi total ongkos gabungan terhadap Q sebesar 1.175912565 > 0, yang berarti
diperoleh ekspektasi total ongkos gabungan minimum.
Gambar 1 memperlihatkan grafik hubungan ekspektasi total ongkos gabungan terhadap Q pada nilai
parameter seperti Tabel 1.
I-48

Simposium Nasional RAPI XII - 2013 FT UMS

ISSN 1412-9612

TC

Gambar 1. Grafik hubungan ekspektasi total ongkos gabungan terhadap Q
Kesimpulan
Ukuran lot produksi/pengiriman yang optimal baik bagi pemasok maupun buyer dapat diperoleh dan
meminimumkan ekspektasi ongkos rantai pasok gabungan. Model ini dapat mengkoordinasi pemasok dam buyer
utamanya akibat pengiriman bertahap lot demi lot karena penerapan JIT.
Penelitian ini dilakukan dengan asumsi bahwa ukuran lot produksi pemasok sama dengan ukuran pemesanan oleh
buyer dan lamanya garansi yang diberikan pemasok sudah ditentukan lebih dulu. Penelitian lanjutan dapat dilakukan
dengan mempertimbangkan frekuensi pemesanan pada setiap lot produksi dan lama garansi merupakan variabel
keputusan.
Daftar Pustaka
Affisco, J., F., Paknejad, M., J., dan Nasri, F., 2002, Quality improvement and setup reduction in the joint economic
lot size model, European Journal of Operational Research, Vol. 142, Hal. 497-508.
Barlow, R. E. dan Proschan, F., 1965, Mathematical theory of reliability, John Wiley, New York.
Blischke, W.R. dan Murthy, D.N.P., 1994, Warranty Cost Analysis, Marcel Dekker, New York.
Golhar, D.Y. dan Sarker, B.R., 1992, Economic Manufacturing Quantity in Just-in Time Delivery System,
Int.J.Prod.Res., 30(5), 961-972.
Hax, A.C. dan Candea, D., 1984, Production and Inventory Management, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New
Jersey.
Jamal, A.M.M dan Sarker, B.R., 1993, An Optimal Batch Sice for a Production System Operating Under a Just-in
Time Delivery System, International Journal of Production Economics, Vol.32, Hal. 255-260.
Kim, H.C. dan Hong, Y., 1997, An Extended EMQ Model for Failure Prone Machine with general Lifetime
Distribution, International Journal Production Economics, Vol.49, Hal. 215-223.
Kim, S.L. dan Ha, D., 2003, “A JIT Lot-Splitting Model for Supply Chain Management: Enhancing Buyer-Supplier
Linkage”, International Journal of Production Economics, Vol. 86, Hal. 1-10.
Lee, H.L., 1992, Lot Sizing to Reduce Capacity Utilization in A production Process with Defective Items, Process
Correction, and Rework. Management Science, Vol.38, Hal.1314-1328.
Nieuwenhuyse, I.V., dan Vandaele, N., 2006, The Impact of delivery lot splitting on delivery reliability in a twostage supply chain, International Journal of Production Economics, Vol. 104, Hal. 694-708.
Pearson, J., dan Wilson, J., 1990, The Composition and Scope of JIT, Operation Management Riview, 7 (3&4), 918.
Porteus, E.L., 1986, Optimal Lot Sizing, Process Quality Improvement and Setup Cost Reduction, Operations
Research, Vol. 34, Hal. 137-144.
Ross, S.M., 1983, Stochastics Processes, Willey, New York.
Rosenblatt, M.J. dan Lee, H.L., 1986, “Economic production cycles with imperfect production processes”, IIE
Transaction, Vol. 18, Hal. 48-55
Silver, E.A., dan Peterson, R., 1985, Decision System for Inventory Management and Production Planning, Willey,
New York.
Silver, E.A., Pyke, D.F dan Peterson, R., 1998, Inventory Management and Production Scheduling, John Wiley and
Sons, New York.

I-49

Simposium Nasional RAPI XII - 2013 FT UMS

ISSN 1412-9612

Sung, C.S., and Ock, Y.S., 1992, Optimal Production Policy for a Single-Product Single-Machine Problem With
Intermediate Machine Inspection Allowed, International Journal of Production Economics, Vol. 28, Hal. 8594.
Tseng, S., T., Yeh, R., H., Ho, W., T., 1998, Imperfect maintenance policies for deteriorating production systems,
International Journal of Production Economics, Vol. 55, Hal. 191-201.
Wang, C., H., and Sheu, S., H., 2001a, The effect of the warranty cost on the imperfect EMQ model with general
discrete shift distribution, Production Planning and Control, Vol. 12, No. 6, Hal. 621-628.
Wang, C., H., and Sheu, S., H., 2001b, Simultaneous determination of the optimal production-inventory and product
inspection policies for a deteriorating production system, Computer and Operation Research, Vol. 28, Hal.
1093-1110.
Yeh, R. H., Ho, W. S. dan Tseng, S. T., 2000, “Optimal production run length for products sold with warranty”,
European Journal of Operational Research, Vol. 120, Hal. 575-582.

I-50