PENDAHULUAN Strategi Peningkatan Keamanan Konsumsi Dendeng Sapi Melalui Perbaikan Formulasi dan Teknik Preparasi Yang Mampu Mereduksi Residu Nitrit dan Senyawa Malonaldehida

2 dapat terbentuk pada bahan makanan, nitrosamin dapat pula terbentuk pada saluran pencernaan yang didukung kondisi asam dari lambung Honikel, 2008. Senyawa lain yang dapat dihasilkan selama pengolahan dendeng adalah malonaldehida MDA yang merupakan produk reaksi oksidasi lipida Legowo et al., 2002; Handoyo, 2010. Senyawa MDA berkorelasi dengan tingkat ketengikan, semakin tinggi jumlahnya maka produk semakin tercium bau tengik. Seperti halnya nitrosamin, MDA bersifat toksik, genotoksik dan mutagenik Shamberger et al., 1977; Li et al., 2010, karena dapat bereaksi dengan DNA membentuk DNA adduct Omaye, 2004. Selain itu MDA juga dapat terbentuk di dalam tubuh akibat reaksi oksidasi lipida oleh senyawa radikal bebas yang terdapat dalam tubuh. Radikal bebas dalam tubuh dapat dihasilkan dari proses transpor elektron, atau dari hasil metabolisme senyawa xenobiotik, termasuk senyawa karsinogenik seperti halnya nitrosamin. Keberadaan senyawa radikal bebas tersebut akan mempengaruhi aktivitas enzim antioksidan tubuh, seperti superoksida dismutase SOD dan katalase. Meskipun proses pembuatan dendeng sangat potensial menghasilkan senyawa yang berbahaya, namun penambahan bumbu yang banyak mengandung antioksidan dapat menghambat pembentukan senyawa berbahaya tersebut. Jenis dan komposisi bumbu yang ditambahkan dalam pembuatan dendeng dapat berbeda, tetapi ciri khas rasa dendeng yang umum terdapat di pasaran wilayah pulau Jawa adalah rasa manis dan aroma ketumbarnya yang dominan. Bumbu yang ditambahkan menurut laporan Suryati et al. 2012 umumnya berupa garam, gula merah, bawang putih, ketumbar, lengkuas, asam jawa dan merica. Modifikasi komposisi penggunaan bumbu yang dikombinasikan dengan teknik curing basah dan perendaman dalam air sebelum penggorengan, pada penelitian sebelumnya penelitian tahap II terbukti dapat menghambat pembentukan senyawa MDA dan mereduksi residu nitrit hingga pada taraf yang tidak dapat dideteksi. Selanjutnya penelitian ini tahap III, yang merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya, melakukan pengujian keamanan konsumsi dendeng sapi secara in vivo dengan menggunakan tikus sebagai hewan percobaan. Dendeng sapi yang dibuat dengan menggunakan metode dan formulasi bumbu terpilih pada tahap II digunakan sebagai pakan perlakuan sumber protein tikus pada tahap III. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang keamanan konsumsi dendeng sapi hasil modifikasi tersebut secara komprehensif. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA

Definisi dan Pengertian Dendeng Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dendeng adalah sayatan daging yang diberi rempah-rempah kemudian dikeringkan Depdikbud, 2002. Daging yang digunakan biasanya daging sapi atau rusa. Dendeng dapat memiliki orientasi rasa manis, asin dan juga pedas tergantung dari daerah mana dendeng tersebut berasal Azman, 2006. Menurut Fong et al. 1996, dendeng merupakan produk daging kering yang berasal dari Indonesia yang mirip dengan jerky. Dendeng bersifat awet karena paduan bumbu, gula merah dan pengurangan kadar air. Paduan tersebut menghasilkan karakteristik produk yang manis, dan warna coklat gelap. Dendeng dapat dimakan sebagai cemilan atau sebagai lauk nasi. Dendeng disajikan setelah digoreng sebentar untuk menghasilkan flavor dan citarasa yang disukai. Hal ini didukung pernyataan Huang dan Nip 2001, yaitu bahwa dendeng memiliki rasa manis yang disebabkan penambahan gula merah, serta memiliki flavor yang khas karena penambahan bumbu-bumbu yang banyak. Hal inilah yang membedakan dendeng dengan produk daging semi basah lainnya, seperti meat jerky, biltong dan sejenisnya. Cara penyajian meat jerky berbeda dengan dendeng. Meat jerky merupakan bahan makanan siap saji USDA-FSIS 2007, sedangkan dendeng umumnya disajikan setelah digoreng terlebih dahulu. Sebagai bahan pangan siap saji, meat jerky memiliki risiko terhadap kontaminasi mikroba, seperti pernyataan The Jerky FAQ 2007, laporan Keene et al. 1997 dan Midura et al. 1972, sehingga daging yang digunakan harus dapat dipastikan berasal dari ternak yang sehat dengan penanganan daging yang higienis karena produk tidak mengalami proses pemanasan pada taraf yang dapat memusnahkan mikroba patogen. Menurut Huang dan Nip 2001 meat jerky tidak boleh mengandung kadar air lebih dari 45, dengan a w 0,70 sampai 0,75. Hal tersebut penting untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba pada produk. Namun demikian berdasarkan laporan Fernandez-Salguero et al. 1994 a w beef jerky sekitar 0,86. Selanjutnya Huang dan Nip 2001 juga menyatakan bahwa dendeng sayat memiliki a w 0,52-0,67, sedangkan dendeng giling 0,62-0,66 dengan kadar air 26. Berdasarkan uraian di atas, secara prinsip proses pengolahan dendeng dan meat jerky memiliki kesamaan, yaitu sama-sama melalui tahap pemberian bumbu pada lembaran daging yang tipis, dan pengeringan. Perbedaannya adalah pada jenis bumbu, cara penyajian dan metode pembuatan lembaran dagingnya. Selain itu kedua produk dapat dikategorikan sebagai olahan daging semi basah intermediate moisture 4 meat yang memiliki aktivitas air dari 0,60 sampai 0,91 Fernandez-Salguero et al., 1994; Huang dan Nip, 2001, dengan kadar air 15-50 Huang dan Nip, 2001. Beberapa Hasil Penelitian Tentang Dendeng Sapi yang Telah Dilakukan Berdasarkan metode pembuatan lembaran tipis daging yang digunakan terdapat dua jenis dendeng, yaitu dendeng sayat atau iris Azman, 2006, dan dendeng giling Margono et al., 1993; Huang dan Nip, 2001; Darmadji et al., 1990. Fong et al. 1996 melaporkan prosedur pembuatan dendeng sayat yang sedikit berbeda dengan metode Margono et al. 1993, yaitu dengan melakukan pengeringan pada suhu bertahap dari 70 o C selama 1 jam dilanjutkan dengan 50 o C selama 2 jam. Menurut Soputan 2000 dendeng daging sapi iris yang disimpan selama 30 hari pada suhu kamar 27 o C mempunyai mutu yang lebih baik, dengan rasa direspon suka oleh panelis, dibandingkan dengan dendeng daging sapi giling. Jenis dan komposisi bumbu yang digunakan pada proses pembuatan dendeng sapi berbeda-beda seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Beberapa formulasi dendeng daging sapi dari berat daging Jenis bahan Formulasi I a Formulasi II b Formulasi III c Daging - - - Jinten 0,10 - - Garam 3,00 0,40 2,50 Lengkuas 10,00 10,00 2,50 Ketumbar 2,50 1,00 1,50 Bawang putih 2,50 0,50 1,50 Bawang merah 2,50 1,00 5,00 Gula merah 30,00 20,00 30,00 Asam jawa 1,00 - 3,00 Merica 0,20 1,00 1,00 Sumber: a Suryati et al. 2005; b Setiawaty 1985; c Sriwahyuni 1986 Meskipun SNI 1992 mempersyaratkan kadar air dendeng maksimal 12 BSN, 1992, namun data dari beberapa hasil penelitian dan survei dari beberapa produsen dendeng menunjukkan nilai yang lebih dari 12, yaitu 13,3-33,1 Purnomo, 1987; Bintoro et al., 1987; Soputan, 2000; Handoyo, 2010; Suryati et al., 2012. Kadar air dari berbagai hasil penelitian tersebut lebih dapat diterima jika mengelompokkan dendeng sebagai produk semi basah, yang memiliki kadar air 15-50 Huang dan