MOTIVASI ORANG TUA MEMBERIKAN FASILITAS SMARTPHONE PADA ANAK USIA 5 – 12 TAHUN
MOTIVASI ORANG TUA MEMBERIKAN FASILITAS SMARTPHONE PADA ANAK
USIA 5 – 12 TAHUN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai Salah
Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
ARGO DWI LISTYANTO
NIM: 07810032
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Argo Dwi Listyanto
Nim
: 07810032
Fakultas / Jurusan
: Psikologi
Perguruan Tinggi
: Universitas Muhammadiyah Malang
Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul :
Motivasi Orang Tua Memberikan Fasilitas Smartphone Pada Anak Usia 5-12 Tahun
1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam
bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.
2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan
hak bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila
pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan
undang-undang yang berlaku.
Mengetahui
Malang,16 Juli 2014
Ketua Program Studi
Yang Menyatakan
Materai
6000
Yuni Nurhamida S. Psi, M.Si
Argo Dwi Listyanto
iii
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................
ii
SURAT PERNYATAAN.........................................................................
iii
KATA PENGANTAR...............................................................................
iv
DAFTAR ISI.............................................................................................
v
DAFTAR TABEL ....................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................
vii
Abstrak.......................................................................................
1
Latar Belakang………………………………………………
2
Pengertian Motivasi………………….....................................
5
Pengertian Orang Tua………………………………………..
6
Anak Usia 5-12 Tahun…………………………………………. 7
Motivasi Orang Tua untuk ”Memberikan” Fasilitas
Smartphone Pada Anak………………………………………
7
Metode Penelitian……………………………………………
8
Subyek Penelitian……………………………………………
8
Metode Pengumpulan Data………………………………….
8
Prosedur Penelitian…………………………………………..
9
Metode Analisa Data…………………………………………
10
Hasil Penelitian……………………………………………….
10
Deskripsi Data..........................................................................
10
Diskusi.....................................................................................
12
Simpulan dan Implikasi............................................................
15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................
LAMPIRAN
v
17
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1
Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian............................................... 9
Tabel 2
Distribusi Responden Orang Tua Berdasarkan
Jenis Kelamin...................................................................................... 10
Tabel 3
Distribusi Responden Orang Tua Berdasarkan
Pekerjaan............................................................................................. 11
Tabel 4
Distribusi Responden Orang Tua Berdasarkan
Pendapatan…………………………………………………………. 11
Tabel 5
Distribusi Orang Tua yang Memberikan Fasilitas
Smartphone Pada Anak Berdasarkan Alasan Terpenting.................... 12
vi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Skala Try Out
2. Hasil Uji Realibilitas
3. Hasil Uji Validitas
4. Skala Penelitian
5. Hasil Rata-rata, Standar Deviasi, dan Z Skor
vii
Motivasi Orang Tua Memberikan Fasilitas Smartphone Pada Anak
Usia 5-12 Tahun
Argo Dwi Listyanto
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
[email protected]
Motivasi merupakan penggerak atau pendorong sebuah kebutuhan seseorang menuju
suatu perbuatan atau tujuan tertentu. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui motivasi apa yang dimiliki orang tua
untuk memberikan fasilitas smartphone kepada anaknya yang berusia 5-12 tahun.
Penelitian ini menggunakan teknik analisa data z-score dengan menggunakan skala
Likert dengan jumlah responden sebanyak 75 responden. Teknik pengambilan
sampel menggunakan purposive sampling dengan instrumen yang digunakan ialah
skala motivasi. Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data dapat diketahui bahwa
motivasi orang tua memberikan fasilitas smartphone pada anak usia 5-12 tahun ada
beberapa hal kebutuhan yang meliputi kebutuhan rasa aman, aktualisasi diri,
fisiologikal, harga diri dan sosial. Namun motivasi orang tua yang sebenarnya yang
paling besar dalam memberikan smartphone pada anaknya ialah kebutuhan rasa
aman terhadap anaknya dengan persentase sebesar 37,3%.
Kata Kunci: Motivasi
Motivation is stimulus or drive a certain person’s needs towards an action or certain
purpose. This research is quantitative descriptive research which intend to know
what motivation which parents has to give smartphone facility to their children
which still on 5-12 years. This research using z-score analysis data techniques with
using Likert scale with amount of 75 respondents. Techniques sampling used
purposive sampling with instrument that used are motivation scale. As the result and
data analysis can be known that parents’s motivation to give smartphone facility to
their children on 5-12 years are there a few needs that include safety needs, self
actualization, physiological, esteem needs, and social. But the biggest truly
motivation of parents on giving smartphone to their children are secure needs
towards their children within percentage of 37,3%.
Keyword: Motivation
1
2
Di era digital saat ini perkembangan teknologi komunikasi telah melalui
perkembangan yang sangat pesat. Terbukti dengan banyaknya bermunculan
perangkat telekomunikasi dengan teknologi high class. Kemunculan teknologi
telekomunikasi yang high class ini juga di dorong oleh kebutuhan manusia untuk
menghadapi rumitnya berbagai masalah yang dihadapi dan diselesaikan dalam waktu
cepat dan singkat.
Dari sekian banyaknya alat telekomunikasi yang kita ketahui, mungkin teleponlah
yang paling banyak menguasai kehidupan masyarakat saat ini, terutama telepon
genggam. Mulai dari kalangan petani, mahasiswa, pejabat dan lainnya menggunakan
telepon genggam. Disamping hemat, mudah dan murah juga dapat memperkecil
resiko bagi pemakainya. Terlebih lagi saat ini masyarakat kita dikejutkan dengan
hadirnya smartphone atau telepon pintar. Smartphone ini merupakan telepon
genggam yang mempunyai kemampuan tingkat tinggi, terkadang dengan fungsi yang
menyerupai komputer atau laptop. Tentunya banyak sekali fasilitas-fasilitas yang
diberikan oleh smartphone sehingga saat ini banyak sekali peminatnya. Menurut
Barker (2010) menyatakan bahwa smartphone adalah telepon yang menyatukan
kemampuan-kemampuan terdepan; ini merupakan bentuk kemampuan dari Wireless
Mobile Device (WMD) yang dapat berfungsi seperti sebuah komputer dengan
menawarkan fitur-fitur seperti personal digital assistant (PDA), akses internet,
email, dan Global Positioning System (GPS). Smartphone juga memiliki fungsifungsi lainnya seperti kamera, video, MP3 players, sama seperti telepon biasa.
Dengan kata lain, smartphone dapat dikategorikan sebagai mini-komputer yang
memiliki banyak fungsi dan penggunanya dapat menggunakannya kapanpun dan
dimanapun. Dan seperti yang ditulis oleh Kamus Oxford Online (2013) mengatakan
bahwa Smartphone adalah telepon yang memiliki kemampuan seperti komputer,
biasanya memiliki layar yang besar dan sistem operasinya mampu menjalankan
tujuan aplikasi-aplikasi yang umum. Jadi bila ditarik benang merahnya smartphone
merupakan telepon pintar yang diciptakan untuk memudahkan segala keperluan bagi
si penggunanya.
Jika awalnya pengguna smartphone ini adalah para pejabat atau karyawan swata,
wanita karir juga eksekutif muda, terutama khususnya kaum dewasa, lalu beralih ke
remaja hingga anak-anak bahkan anak usia dini. Biasanya kaum dewasa
menggunakan smartphone bertujuan untuk menambah relasi bisnis, menjalin kontak
dengan relasi, keluarga, tutor, murid, pasangan dan sebagainya. Begitu pula pada
kaum remaja tujuan mereka menggunakan smartphone untuk menambah teman baru
atau bergabung dengan kumpulan peer group yang ada di sosial media. Lain dengan
halnya anak-anak, pada masa anak-anak hal smartphone merupakan benda yang
belum benar-benar dibutuhkan pada masa ini. Seperti dikutip di artikel yang ditulis
oleh amanda (2013) menjelaskan bahwa kemajuan jaman juga menjadi kemajuan
berfikir bagi anak-anak. Banyak yang menjadikan smartphone itu disalahgunakan.
Seperti untuk mengakses situs-situs yang tidak perlu atau malah tidak diperbolehkan.
Pemakaian smartphone yang tidak diawasi oleh orang dewasa, terutama pemakaian
untuk anak-anak ataupun remaja malah akan menjerumuskan mereka menjadi hal
yang tidak baik. Bisa saja mereka menjadi malas belajar, dan mengakses informasi
yang tidak perlu mereka tahu. Tidak hanya itu saja, anak-anak menggunakan
3
smartphone hanya sebagai mainan, seperti yang dikutip di artikel centroone (2014)
Dalam sebuah penelitian, perangkat ini sering berfungsi sebagai mainan.
Keberadaannya bahkan bisa mengganti boneka beruang saat tidur malam. Seperti
dikutip dari Mashable di dalam artikel centroone (2014), bukan boneka beruang atau
mainan lain yang sering menemani anak sekarang tidur malam. Kebanyakan diantara
mereka memilih membawa smartphone ke tempat tidur. Fenomena kecanduan
smartphone pada anak telah mendapat sorotan sejak lama dan dibahas dalam USA
TODAY. Dalam sebuah kasus, seorang gadis 11 tahun di Korea bahkan tak bisa
lepas dari smartphonenya. Ia gemar menulis pesan untuk teman-temannya dan
memberi makan hamster digitalnya.
Selain digunakan sebagai mainan, smartphone juga menjadi penyebab utama
kecelakaan pada anak-anak saat di jalan, seperti yang ditulis di artikel memobee
(2013) Sebuah laporan mengungkapkan, ledakan penggunaan smartphone sedang
disalahkan untuk kenaikan yang mengkhawatirkan dalam jumlah anak yang tewas
dan terluka di jalan-jalan Inggris. Anak-anak yang menyeberang jalan akan
terganggu akibat sibuk dengan ponsel mereka masing-masing. Seperti mengirim
pesan, browsing internet, bermain game, memposting tweet, atau menulis status di
Facebook sehingga tidak memperhatikan jalanan. Statistik baru yang
mengkhawatirkan mengungkapkan bahwa kecelakaan serius di jalan yang
melibatkan anak-anak muda pada umur sepuluh tahun - khususnya di kalangan
perempuan. Laporan itu mengatakan fenomena smartphone adalah faktornya. "Ada
korelasi yang jelas antara penggunaan teknologi dan waktu kecelakaan serius dengan
anak-anak - terutama pada saat meninggalkan sekolah untuk hari itu." Orang tua
memberikan ponsel kepada anak-anak mereka pada usia muda yang sering dibelikan
untuk alasan keamanan pribadi tetapi dalam beberapa kasus anak-anak mereka yang
telah merengek ingin dibelikan ponsel untuk bersaing dengan teman mereka, kata
para ahli. Hampir setengah dari anak-anak berusia sepuluh memiliki smartphone, dan
hampir tiga perempat pada umur 12 tahun. Umur 11 tahun dinilai sebagai umur yang
rentan memiliki ponsel smartphone dan terjadi berbagai kecelakaan akibatnya.
Dampak negatif dari penggunaan gadget seperti smartphone pada anak usia dini
salah satunya adalah berpengaruh buruk pada otak anak khususnya bagian otak PFC
(Pre Frontal Cortecs). Seperti yang di paparkan oleh Kompas.com (2011) "Memberi
anak usia di bawah 20 tahun BlackBerry akan merusak bagian otak PFC
(preFrontalCortecs)." Demikian bunyi suatu pernyataan di Facebook yang dikutip
seseorang dari Twitter. Sekarang ini, smartphone seperti BlackBerry memang sudah
menjadi "mainan" anak-anak SD. Namun, benarkah dampaknya bisa sejauh itu?
Psikolog Elly Risman dari Yayasan Kita dan Buah Hati seperti yang dikutip oleh
Kompas.com (2011), bisa menjelaskan kebenaran mengenai kerusakan otak ini, yang
berkaitan dengan konten pornografi jika diakses menggunakan smartphone.
Kerusakan pada bagian di otak akibat pornografi pernah diungkap oleh seorang
psikiater dari Amerika Serikat, Mark Kastleman. Elly mengatakan, otak depan pada
anak sebetulnya belum berkembang baik. Bagian otak depan ini akan matang pada
usia 25 tahun. Otak depan merupakan pusat yang memerintahkan tubuh untuk
melakukan sesuatu. Sementara reseptornya yang mendukung otak depan adalah otak
4
belakang, yang menghasilkan dopamin, yaitu hormon yang menghasilkan perasaan
nyaman atau rileks pada seseorang. Bila sejak dini anak sudah terpapar oleh
pornografi, rekamannya akan sulit dihapus dari ingatan dan pikiran untuk jangka
waktu yang lama. Bila tidak diantisipasi, anak bisa kecanduan karena pengaruh
hormon dopamin yang dihasilkan ketika anak menikmati pornografi. Akibatnya,
sistem pada bagian otak depan mengalami kekacauan dan tubuh jadi tak lagi
memiliki kontrol diri.
Hasil riset neuroscience lainnya dari Donald Hilton Jr, ahli bedah otak dan dokter
terkemuka dari Texas seperti yang dikutip oleh Kompas.com (2011), menemukan
bahwa pornografi sesungguhnya adalah penyakit, karena dapat mengubah struktur
dan fungsi otak, dengan kata lain merusak otak di lima bagian. Kecanduan
pornografi ini menurutnya lebih berat ketimbang kecanduan kokain. Penelitian dari
American Academic of Child Psychology juga memaparkan kemungkinan buruknya
smartphone, yakni hilangnya kreativitas di usia muda karena dalam pengerjaan
tugas-tugas yang sifatnya akademis, anak-anak cenderung mengandalkan mesin
pencari dalam internet yang memungkinkan mereka melakukan copy-paste.
Smartphone memang memiliki banyak kelebihan. Dunia bagai dalam genggaman
tangan. Selain bertelepon, anak-anak bisa mencari apa pun dengan bantuan situs
pencari seperti Google atau Yahoo!. Anak juga dimungkinkan selalu terhubung
dengan jejaring sosial seperti Facebook, Friendster, Twitter, Kaskus, dan sebagainya.
Fasilitas-fasilitas ini, di satu sisi menyimpan potensi menyebarkan aneka informasi
yang belum layak diakses oleh anak. Misalnya saja, anak mencari situs-situs dewasa
lewat Google atau Yahoo!. Atau setiap hari sibuk berjejaring sosial yang
membuatnya lupa keluarga dan lupa belajar. Belum lagi di jejaring sosial ini sudah
banyak terdengar anak-anak menjadi korban pelecehan orang dewasa, baik secara
emosional maupun fisik (anak dibawa kabur oleh kenalannya di dunia maya).
Sayangnya, tak sedikit orangtua yang justru memberikan smartphone kepada anakanaknya yang masih terbilang polos. Alasannya, agar orangtua dapat berkomunikasi
kapanpun dengan anak, ingin anaknya ikut tren dan percaya diri dalam bergaul, atau
sekadar menuruti rengekannya. Fenomena yang kemudian terjadi, anak tampak
begitu lekat dengan smartphone-nya. Ia baru merasa aman dan eksis bila selalu
terhubung dengan orang lain. Kalau tidak, ia khawatir dirinya dikucilkan, sehingga
anak selalu membawa kemanapun smartphone-nya. Ia lebih mementingkan
berkomunikasi dengan orang-orang "nun jauh" di sana ketimbang dengan orangorang di sekelilingnya.
Bila dilihat dari beberapa kasus diatas, banyak sekali dampak yang tidak baik dari
penggunaan smartphone bagi anak-anak. Tetapi dari hal ini mengapa orang tua masih
tetap membelikan atau memberikan fasilitas ini kepada anaknya, dan tentunya orang
tua mempunyai motif untuk memberikan fasilitas smartphone kepada anaknya.
Dengan ini maka peneliti ingin meneliti motivasi apa yang dimiliki orang tua untuk
memberikan fasilitas smartphone kepada anaknya yang berusia 5-12 tahun.
5
Motivasi
Pengertian umum motivasi menurut Panji Anoraga (2009), motivasi dikatakan
sebagai kebutuhan yang mendorong perbuatan ke arah suatu tujuan tertentu. Setiap
manusia pada hakikatnya mempunyai sejumlah kebutuhan yang pada saat-saat
tertentu menuntut pemuasan, di mana hal-hal yang dapat memberikan pemuasan
pada suatu kebutuhan adalah menjadi tujuan dari kebutuhan tersebut. Prinsip yang
umum berlaku bagi kebutuhan manusia adalah, setelah kebutuhan itu terpuaskan,
maka setelah beberapa waktu kemudian, muncul kembali dan memungut pemuasan
lagi.
Batasan mengenai motivasi sebagai “The process by which behavior is energized and
directed” (suatu proses, di mana tingkah laku tersebut dipupuk dan diarahkan), para
ahli psikologi memberikan kesamaan antara motif dengan needs (dorongan,
kebutuhan). Dari batasan di atas, dapat dsimpulkan, bahwa motif adalah yang
melatar belakangi individu untuk berbuat mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan pengertian mengenai motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif.
Atau dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi motif.
Kebutuhan-kebutuhan manusia pada umumnya dapat dibagi menjadi dua
golongan:
a. Kebutuhan primer, yang pada umumnya merupakan kebutuhan faal, seperti
lapar, haus, seks, tidur, suhu yang menyenangkan dan lain sebagainya.
Semua ini adalah kebutuhan-kebutuhan faal yang merupakan syarat
kelangsungan hidup seseorang. Kebutuhan-kebutuhan semacam ini timbul
dengan sendirinya atau sudah ada sejak seseorang lahir, sehingga disebut
kebutuhan primer.
b. Kebutuhan Sekunder, yang timbul dari interaksi antara orang dengan
lingkungannya seperti kebutuhan untuk bersaing, bergaul, bercinta,
ekspresi diri, harga diri dan sebagainya. Kebutuhan sekunder inilah yang
paling banyak berperan dalam motivasi seseorang.
Adapun ciri-ciri motif individu adalah sebagai berikut :
a. Motif adalah majemuk
Dalam suatu perbuatan sebenarnya tidak hanya mempunyai suatu tujuan
tetapi beberapa tujuan yang berlangsung secara bersama-sama.
b. Motif dapat berubah-rubah
Motif bagi seseorang seringkali mengalami perubahan. Hal ini disebabkan
keinginan manusia selalu berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan atau
kepentingannya.
c. Motif berbeda-beda bagi individu
Dua orang yang melakukan pekerjaan yang sama, ternyata memiliki motif
yang berbeda.
d. Beberapa motif tidak disadari oleh individu
Banyak tingkah laku manusia yang tidak disadari oleh pelakunya, sehingga
beberapa dorongan yang muncul, karena berhadapan dengan situasi yang
kurang menguntungkan, lalu ditekan di bawah sadarnya.
6
Menurut Prof. PF. Drucker (Munandar, 2001), motivasi berperan sebagai pendorong
kemauan dan keinginan seseorang. Dan inilah motivasi dasar yang mereka usahakan
sendiri untuk menggabungkan dirinya dengan organisasi untuk turut berperan dengan
baik.
Adapun teori Tata Tingkat-Kebutuhan dari Maslow (Munandar, 2001) yang
berpendapat bahwa kondisi manusia berada dalam kondisi mengejar yang
berkesinambungan. Jika satu kebutuhan dipenuhi, langsung kebutuhan tersebut
diganti oleh kebutuhan lain. Proses berkeinginan secara nonstop memotivasi kita
sejak lahir sampai meninggal. Maslow selanjutnya mengajukan bahwa ada lima
kelompok kebutuhan, yaitu:
1. Kebutuhan fisiologikal (faali). Kebutuhan yang timbul berdasarkan kondisi
fisiologikal badan kita, seperti kebutuhan untuk makanan dan minuman,
kebutuhan akan udara segar (Oksigen).
2. Kebutuhan rasa aman. Kebutuhan ini masih sangat dekat dengan
kebutuhan fisiologis.
3. Kebutuhan sosial. Kebutuhan ini mencakup memberi dan menerima
persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki (belonging).
4. Kebutuhan harga diri (esteem needs). Kebutuhan harga diri meliputi dua
jenis:
a. Yang mencakup faktor-faktor internal, seperti kebutuhan harga diri,
kepercayaan-diri, otonomi dan kompetensi;
b. Yang mencakup faktor-faktor eksternal kebutuhan yang menyangkut
reputasi seperti mencakup kebutuhan untuk dikenali dan diakui
(recognition), dan status.
5. Kebutuhan aktualisasi-diri. Kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai
dengan kemampuan yang dirasakan dimiliki. Kebutuhan ini mencakup
kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan
potensinya secara penuh. Kebutuhan ini menekankan kebebasan dalam
melaksanakan tugas pekerjaannya.
Orang Tua
Mengenai pengertian orang tua dalam kamus besar bahasa Indonesia seperti yang
ditulis oleh Zaldy (2010) disebutkan “Orang tua artinya ayah dan ibu” . Sedangkan
menurut Miami yang dikutip Kartini Kartono (Zaldy, 2010) dikemukakan “Orang tua
adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul
tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya. Kemudian
seorang ahli Psikologi Ny. Singgih D Gunarsa (Zaldy, 2010) dalam bukunya
psikologi untuk keluarga mengatakan, “Orang tua adalah dua individu yang berbeda
memasuki hidup bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan kebiasaankebiasaan sehari-hari.
Setiap orang tua dalam menjalani kehidupan dalam berumah tangga tentunya
memiliki tugas dan peran yang sangat penting, ada pun tugas dan peran orang tua
terhadap anaknya dapat dikemukakan dapat dikemukakan sebagai berikut; (1).
Melahirkan, (2). Mengasuh, (3). Membesarkan, (4). Mengarahkan kepada
kedewasaan serta menanamkan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku.
7
Disamping itu juga harus mampu mengembangkan potensi yang ada pada diri anak,
memberi teladan dan mampu mengembangkan pertumbuhan pribadi dengan penuh
tanggung jawab dan penuh kasih sayang.
Anak Usia 5-12 Tahun
Sebenarnya anak TK menginjak kisaran usia 5-6 tahun dan sedangkan anak SD
menginjak kisaran usia 6-12 tahun. Mengenai keterampilan motorik kasar, seorang
anak prasekolah tidak lagi berusaha keras hanya untuk berdiri tegak dan berjalan
berkeliling. Ketika anak-anak dapat melangkahkan kakinya secara lebih yakin dan
bertindak dengan tujuan tertentu, dengan sendirinya anak-anak akan melakukan
aktivitas berkeliling di lingkungannya (Edward & Sarwark, 2005; Gallahue &
Ozmun, 2006) yang di kutip oleh Santrock (2012). Seperti yang ditulis di buku LifeSpan Development oleh Santrock (2012) menjelaskan bahwa ketika berusia 3 tahun,
anak-anak gemar melakukan gerakan-gerakan sederhana, seperti melompat serta
berlari ke depan dan ke belakang; semua ini dilakukan untuk sekadar menyenangkan
hati ketika menampilkan aktivitas ini. Pada usia 4 tahun, anak-anak masih menikmati
berbagai aktivitas sejenis, namun kini mereka menjadi lebih berani. Kemudian ketika
usia 5 tahun, anak-anak mengembangkan jiwa petualang yang lebih besar bagi
dibandingkan ketika mereka berusia 4 tahun.
Mengenai keterampilan motorik halus, Santrock (2012) menjelaskan bahwa di usia 3
tahun, kadang-kadang anak-anak sudah mampu memungut obyek-obyek yang paling
kecil dengan menggunakan ibu jari dan telunjuknya, meskipun agak canggung. Pada
usia 4 tahun, koordinasi motorik halus anak sudah memperlihatkan yang bersifat
substansial dan ia juga menjadi lebih cermat. Ketika menginjak usia 5 tahun,
koordinasi motorik halus anak-anak telah memperlihatkan kemajuan yang lebih jauh
lagi. Tangan, lengan, dan tubuh, semuanya bergerak bersama di bawah komando
mata. Lalu seperti yang di tulis oleh Ratih di kompas.com (2013) Fase berikutnya
adalah usia 6 tahun, yaitu usia anak mulai melakukan pendidikan formal. Pada usia
ini sudah ada aturan yang jelas, yaitu belajar di dalam kelas dan tidak lagi banyak
main-main walaupun masih ada sisi bermainnya.
Motivasi Orang Tua untuk ”Memberikan” Fasilitas Smartphone Pada Anak
Orang tua selalu berupaya untuk memberikan fasilitas kepada anaknya dengan
harapan orang tua dapat memenuhi kebutuhan anaknya, termasuk di dalamnya yaitu
mengenai pemberian fasilitas smartphone pada anak.
Pemberian fasilitas
smartphone pada anak pada dasarnya orang tua hanya memberikan fasilitas tersebut
dengan tujuan tertentu, salah satunya kemudahan dalam proses pengawasan kepada
anak. Fasilitas smartphone yang diberikan kepada anak hanya bersifat sementara
sehingga kepemilikan barang atau smartphone hanya menjadi wewenang penuh dari
orang. Pemberian fasilitas smartphone pada anak hanya bertujuan komunikasi yang
dilakukan dengan orang tua dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan harapan dan
kebutuhan anak, dalam hal ini proses komunikasi dapat berjalan sesuai dengan
harapan.
8
METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak usia dini terutama
pendidikan TK - SD. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik
Purpossive Sampling, merupakan teknik non probability sampling yang memilih
orang-orang yang terseleksi oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri khusus yang dimiliki
oleh sampel tersebut yang dipandang mempunyai sangkut paut dengan ciri-ciri atau
sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Singgih dan Fandy, 2000).
Sampel yang digunakan adalah orang tua yang memberikan fasilitas smartphone
kepada anaknya yang masih usia dini, total sampel yang diambil dalam penelitian ini
berjumlah 75 orang. Penelitian dilaksanakan di Kota Malang.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala.
Skala yang digunakan adalah skala motivasi teori tata tingkat-kebutuhan dari
Maslow. Skala tersebut dirancang berdasar metode skala dari Likert dengan empat
kategori pilihan, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat
Tidak Sesuai (STS). Subjek diminta menyatakan tanggapannya terhadap pernyataanpernyataan dalam skala dengan memilih satu dari empat kategori tersebut. Skoring
didasarkan pada pilihan tersebut dan pengelompokkan item skala, apakah favourable
atau unfavourable. Untuk item-item favourable, pilihan SS mendapat skor 4, S
mendapat skor 3, TS mendapat skor 2 dan STS mendapat skor 1. Sebaliknya untuk
item-item unfavourable, pilihan SS mendapat skor 1, S mendapat skor 2, TS
mendapat skor 3 dan STS mendapat skor 4.
Menurut Azwar (2000) validitas adalah sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu
alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat
dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi
ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya
pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan
pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah. Pada penelitian
ini, digunakan validitas Pearson berdasarkan rumus korelasi product moment.
Proses validasi alat ukur menggunakan metode try out tidak terpakai sehingga skala
disebar sebanyak dua kali untuk digunakan sebagai dasar validitas. Selanjutnya skor
item yang tidak valid tidak digunakan untuk proses pengujian berikutnya. Validitas
item berdasarkan nilai korelasi skor item dengan total yang menunjukkan bahwa
sebanyak 7 item yang gugur. Adapun secara detail hasil uji validitas dapat
ditunjukkan pada tabel 1.
9
Tabel 1. Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian
Alat Ukur
Kebutuhan fisiologikal
(faali)
Kebutuhan rasa aman
Kebutuhan sosial
Kebutuhan harga diri
(esteem needs)
Kebutuhan
untuk
mengaktualisasikan diri
Jumlah
Jumlah
Item
yang
diujikan
8
Jumlah Item
Valid
Indeks
Validitas
7
0,368-0,540
6
4
0,400-0,617
8
10
7
7
0,392-0,745
0,386-0,717
6
6
0,390-0,591
38
31
Berdasarkan tabel 1 diperoleh hasil dari 38 item skala motivasi yang diujikan ada 31
item yang valid setelah dilakukan pengujian statistik menggunakan program SPSS
versi 13,00. Indeks dari pengujian skala berkisar 0,368 yang terendah dan 0,741 yang
tertinggi.
Reliabilitas adalah ketepatan atau tingkat presisi suatu alat ukuran atau alat
pengukur. Uji reliabilitas digunakan untuk menguji sejauh mana instrumen tersebut
dapat diberikan hasil yang relatif sama bisa dilakukan pengukuran kembali terhadap
subyek yang sama. Dalam penelitian ini, reliabilitas diukur dengan metode
konsistensi internal dengan teknik Reliabilitas Alpha (Azwar 2000).
Indeks reliabilitas alat ukur Penelitian menggunakan alat ukur skala motivasi dengan
Alpha 0,895, dapat disimpulkan bahwa instrumen yang dipakai dalam penelitian ini
adalah reliable, yang dibuktikan nilai Cronbach Alpha diperoleh hasil sebesar 0,895
lebih dari 0,6 atau 60% (Azwar, 2000). Hal ini membuktikan bahwa instrumen yang
digunakan dala penelitian ini memiliki validitas dan reliabilitas yang cukup
memadai.
Prosedur penelitian
Tahap persiapan dalam penelitian ini yaitu meliputi; a) membuat alat instrument
berupa skala. b) melakukan uji instrument penelitian (try out) yang diberikan kepada
30 orang tua anak SDN Merjosari No 2 dengan skala motivasi yang berjumlah 38
item kepada 70 orang tua murid. Proses try out dilaksanakan pada tanggal 20-27
Februari 2014. c) Melakukan uji validitas terhadap hasil uji coba yang telah
dilakukan dan ditemukan item yang memenuhi validasi adalah sebanyak 31 item.
10
Tahap pelaksanaan yaitu meliputi: a) Skala Motivasi telah dikatakan valid diberikan
kepada subyek, dalam hal ini orang tua yang memberikan fasilitas smartphone
kepada anaknya yang berusia 5-12 tahun baik Laki-laki maupun perempuan. b)
Memberikan skala motivasi yang telah divalidasi kepada orang tua yang memberikan
fasilitas smartphone kepada anaknya yang berjumlah 75 orang secara door to door
(rumah ke rumah). c) Di lakukan selama 7 hari mulai tanggal 20-27 Maret 2014 pada
daerah kelurahan Merjosari Malang.
Hal-hal yang menghambat si peneliti dalam pengambilan data ialah; tidak
diberikannya izin dari pihak sekolah pada saat si peneliti ingin mengambil data try
out, cuaca malang yang sering hujan menghambat peneliti untuk mengambil data,
belum lagi subyek adalah orang tua yang pasti punya waktu untuk bekerja sehingga
peneliti harus mencari waktu untuk bisa bertemu dan mengambil data dengan
memberikan skala.
Adapun hal-hal yang mendukung si peneliti dalam pengambilan data yaitu meliputi;
mendapatkan izin dari pihak sekolah lain pada saat si peneliti ingin mengambil data
try out, mendapatkan informasi yang mendukung dari pihak lingkungan setempat
untuk mengambil data, dan dari pihak RT setempat juga mendukung si peneliti untuk
pengambilan data dari orang tua setempat.
Metode Analisa Data
Setelah data diperoleh maka peneliti melakukan analisa data dengan menggunakan
teknik Deskriptif kuantitatif.
HASIL PENELITIAN
Deskripsi Data
Dari kuesioner yang disebarkan kepada 75 responden dapat diperoleh gambaran jenis
kelamin responden yang sebagaimana dijelaskan pada bagian berikut ini :
Tabel 2 Distribusi Responden Orang Tua Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Jumlah Responden
Laki-laki
66
Perempuan
9
Jumlah
75
Sumber: Data primer diolah
Prosentase
88%
12%
100%
Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui gambaran para responden yaitu orang tua yang
memberikan smartphone kepada anaknya, yaitu jenis kelamin laki-laki sebanyak 66
atau 88% sedangkan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 9 atau 12%. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah berjenis kelamin lakilaki. Banyaknya responden yang berjenis kelamin laki-laki dikarenakan banyaknya
11
kepala rumah tangga yang menjadi responden penelitian dan kelompok responden
tersebut menjadi pengambil keputusan dalam pembelian smartphone.
Tabel 3 Distribusi Responden Orang Tua Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan
Jumlah Responden
Wiraswasta
27
Karyawan swasta
12
PNS
36
Jumlah
75
Sumber: Data primer diolah
Prosentase
36%
16%
48%
100%
Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui gambaran mengenai pekerjaan para responden,
dimana sebanyak 27 responden atau 36% memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta,
sebanyak 12 responden atau 16% bekerja sebagai karyawan swasta dan sebanyak 36
responden 48% bekerja sebagai PNS. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jenis
pekerjaan mempengaruhi jumlah pendapatan yang dimiliki oleh responden sehingga
menentukan kemampuan dalam keputusan pembelian produk yang dilakukan. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa dengan semakin tingginya pendapatan responden maka
kemampuan daya beli yang dimiliki oleh responden juga tinggi.
Tabel 4 Distribusi Responden Orang Tua Berdasarkan Pendapatan
Pendapatan
< 1 juta
1-3Juta
> 3 juta
Jumlah
Sumber: Data primer diolah
Jumlah Responden
3
45
27
75
Prosentase
4%
60%
36%
100%
Berdasarkan tabel 4, dapat diketahui bahwa sebanyak 3 responden atau 4% memiliki
pendapatan < 1 juta, sebanyak 45 responden atau 60% memiliki tingkat pendapatan
1-3 juta dan sebanyak 27 responden atau 36% memiliki pendapatan > 3 juta.
Berdasarkan distribusi responden berdasarkan pendapatan maka dapat diketahui
bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendapatan yaitu sebesar 1-3 juta.
Pendapatan tersebut secara langsung mempengaruhi kemampuan daya beli yang
dimiliki oleh respsonden sehingga memberikan dukungan atas keputusan pembelian
yang dilakukan untuk mengetahui motivasi orang tua dalam memberikan fasilitas
smartphone pada anak berusia 5-12 tahun, maka sebagai bahan interpretasi terhadap
hasil analisis dapat dilihat bagaimana distribusi jawaban para responden mengenai
alasan terpenting dalam memberikan fasilitas smartphone pada anak-anak mereka.
12
Tabel 5 Distribusi Orang Tua yang Memberikan Fasilitas Smartphone Pada
Anak Berdasarkan Alasan Terpenting
Alasan Terpenting
Kebutuhan Rasa Aman
Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan Fisiologikal (Faali)
Kebutuhan Harga Diri
Kebutuhan Sosial
Jumlah
Jumlah
28
22
13
6
6
75
Prosentase
37,3%
29,3%
17,3%
8%
8%
100%
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa dari 75 responden motivasi orang tua
dalam memberikan fasilitas smartphone pada anaknya berdasarkan alasan terpenting
pertama ialah kebutuhan rasa aman yaitu sebanyak 28 orang tua atau 37,3% yang
menempatkan sebagai alasan terpenting dalam memberikan fasilitas smartphone
pada anaknya. Kemudian 22 orang tua atau 29,3% dari responden yang
menempatkan kebutuhan aktualisasi diri sebagai alasan terpenting kedua.
Selanjutnya dari 13 orang tua atau 17,3% responden menempatkan kebutuhan
fisiologikal (faali) sebagai alasan terpenting ketiga setelah kebutuhan aktualisasi diri.
Kemudian diikuti 6 orang tua atau 8% responden yang menempatkan kebutuhan
harga diri sebagai alasan terpenting keempat dan 6 orang tua atau 8% responden
yang menempatkan kebutuhan sosial sebagai alasan terakhir.
DISKUSI
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa dari 75 responden motivasi orang
tua dalam memberikan fasilitas smartphone pada anak berusia 5-12 tahun
berdasarkan alasan terpenting pertama yaitu pemenuhan kebutuhan rasa aman yaitu
sebanyak 28 responden atau 37,3%. Orang tua memberikan fasilitas smartphone
pada anaknya menunjukkan bahwa para orang tua mempertimbangkan dalam
kemudahan proses untuk menghubungi anak ketika pulang sekolah ataupun berada
diluar dan kebutuhan untuk menjaga hubungan baik dengan anak. Kebutuhan
tersebut merupakan upaya dari orang tua untuk memberikan jaminan rasa aman anak
ketika anak berada jauh dari jangkauan orang tua. Pemenuhan kebutuhan rasa aman
lebih diutamakan karena adanya keinginan orang tua agar anak merasakan
mendapatkan perlindungan dari orang tua meskipun ketika diluar rumah misalnya
ketika sang anak pulang sekolah dan pada saat itu belum ada yang menjemputnya
maka perasaan kekhawatiran muncul pada orang tua agar bagaimana keamanan sang
anak tetap terjamin dengan memberikan anak sebuah smartphone agar bisa
menghubunginya. Kebutuhan rasa aman dilakukan untuk mengurangi tingkat
kekhawatiran orang tua kepada anaknya, jadi rasa aman dapat memberikan dukungan
agar orang tua tidak berfikir secara negatif dengan kondisi anak ketika tidak berada
disamping orang tua. Menurut Munandar (2001) Kebutuhan ini mencakup kebutuhan
untuk dilindungi dari bahaya dan ancaman fisik.
13
Selanjutnya alasan terpenting kedua orang tua dalam memberikan fasilitas
smartphone kepada anaknya yaitu kebutuhan aktualisasi diri yaitu sebanyak 22
responden atau 29,3%. Hasil analisis menunjukkan bahwa selama ini para orang tua
dalam memberikan fasilitas smartphone pada anak berusia 5-12 tahun dikarenakan
untuk mengembangkan
kreatifitas anak dan untuk membantu anak dalam
menciptakan ide-ide baru baik itu untuk menyelesaikan tugas dari sekolah maupun
untuk hanya sekedar mengembangkan potensi yang dimiliki sang anak. Kebutuhan
aktualiasi diri pada orang tua menunjukkan kemampuan orang tua untuk memberikan
dukungan atas keberadaan anaknya sehingga proses aktulisasi diri orangtua dapat
tercermin dari kondisi anakknya. Menurut Munandar (2001) menunjukkan bahwa
kebutuhan aktualisasi-diri merupakan kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai
dengan kemampuan yang dirasakan dimiliki. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan
untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan potensinya secara
penuh. Kebutuhan ini menekankan kebebasan dalam melaksanakan tugas
pekerjaannya.
Selanjutnya orang tua menempatkan alasan terpenting ketiga yaitu kebutuhan
fisiologikal (faali) yaitu sebanyak 13 responden atau 17,3%. Hasil analisis
menunjukkan bahwa selama ini dalam memberikan fasilitas smartphone pada anak
berusia 5-12 tahun orang tua memiliki kebutuhan dalam upaya untuk pemenuhan
kebutuhan akan kelancaran komunikasi dengan anak.
Orang tua juga
mempertimbangkan pentingnya keberadaan smartphone untuk peningkatan
pengetahuan anak dan kebutuhan untuk mendapatkan smartphone berkualitas untuk
anak. Selanjutnya untuk pemenuhan kebutuhan akan smartphone yang memiliki fitur
yang lengkap untuk memberikan hiburan kepada anak. Upaya orang tua tersebut
menjadikan pertimbangan dalam upaya untuk memberikan dukungan fisiologikal
(faali) dari orang tua untuk memanfaatkan secara maksimal peranan smartphone
untuk kebutuhan komunikasi pada anak dan kebutuhan pemenuhan teknologi pada
anak agar anak mengenal dan belajar bagaimana menggunakan teknologi pada usia
muda.
Kebutuhan akan smartphone dalam masa sekarang ini bukan menjadi barang atau
produk yang mewah, sehingga hampir seluruh lapisan masyarakat mampu memiliki
smartphone tersebut seperti halnya dalam pemenuhan kebutuhan pokok atau
mendasar seperti sandang, pangan dan papan. Dengan kondisi ini menjadikan
keberadaan smartphone menjadi salah satu kebutuhan fisiologikal (faali) yang
keberadaannya setidaknya harus terpenuhi. Demikian pula motivasi orang tua dalam
memberikan fasilitas smartphone kepada anaknya. Menurut Munandar (2001)
Kebutuhan fisiologikal (faali). Kebutuhan yang timbul berdasarkan kondisi
fisiologikal badan kita, seperti kebutuhan untuk makanan dan minuman, kebutuhan
akan udara segar (Oksigen). Kebutuhan fisiologikal merupakan kebutuhan primer
atau kebutuhan dasar, yang harus dipenuhi. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka
individu berhenti eksistensinya. Jika dilihat dari kondisi saat ini, kebutuhan
penggunaan smartphone pada masyarakat kota saat ini seakan akan menempati
kebutuhan yang sama dengan kebutuhan faali.
14
Kemudian orang tua menempatkan alasan terpenting urutan keempat dalam
memberikan fasilitas smartphone pada anaknya ialah kebutuhan harga diri yaitu
sebanyak 6 responden atau 8% . Kenyataan tersebut dapat membuktikan bahwa
selama ini para orang tua dalam memberikan fasilitas smartphone pada anak berusia
5-12 tahun yaitu memenuhi kebutuhan untuk meningkatkan harga diri, kebutuhan
meningkatkan status sosial dan pemenuhan kebutuhan akan meningkatkan
kepercayaan diri. Upaya ini menunjukkan bahwa orang tua selalu berupaya untuk
meningkatkan dukungan terkait dengan diakui keberadaannya di masyarakat terkait
melalui pemberian fasilitas smartphone pada anak. Munandar (2001) menyatakan
bahwa kebutuhan harga diri (esteem needs), meliputi faktor internal, seperti
kebutuhan harga diri, kepercayaan-diri, otonomi dan kompetensi dan yang mencakup
faktor-faktor eksternal kebutuhan yang menyangkut reputasi seperti mencakup
kebutuhan untuk dikenali dan diakui (recognition), dan status. Pemenuhan kebutuhan
ini sesuai dengan upaya orang tua dalam rangka pemenuhan harga diri.
Kemudian orang tua menempatkan alasan terpenting yang terakhir dalam
memberikan fasilitas smartphone pada anak yaitu kebutuhan sosial yaitu sebanyak 6
responden atau 8%. Para orang tua dalam memberikan fasilitas smartphone pada
berusia 5-12 tahun lebih dikarenakan adanya upaya orang tua untuk memberikan
fasilitas smartphone agar anak mudah bergaul dengan teman-temannya walaupun
diluar aktifitas sekolah, adanya upaya orang tua untuk mengawasi anak pada saat
anaknya bergaul dengan temannya dan agar orang tua bisa mendapatkan kabar
tentang sekolah ataupun kabar tentang anaknya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
orang tua selalu memberikan kebebasan kapada anak untuk melakukan sosialisasi
dengan kondisi atau lingkungan dimana anak berada dan fasilitas smartphone
sebagai pendukung atas upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Pergaulan bagi anak adalah sangat penting agar si anak mampu berkomunikasi
dengan teman-temannya hal ini juga dibutuhkan untuk perkembangan si anak ketika
dewasa kelak nanti. Menurut Munandar (2001) Kebutuhan sosial ini mencakup
memberi dan menerima persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki (belonging). Setiap
orang ingin menjadi anggota kelompok sosial, ingin mempunyai teman, kekasih.
Kebutuhan sosial erat kaitannya dengan kebutuhan dalam melakukan hubungan
dengan individu yang lain,sehingga penggunaan smartphone menjadi pendorong
untuk meningkatkan kualitas hubungan dengan sesama. Orang tua dalam
memberikan fasilitas smartphone kepada anak lebih dikarenakan adanya rasa cinta
kasih,bentuk cinta kasih tersebut yaitu dengan memberikan fasilitas yang anak
butuhkan dimana salah satunya yaitu smartphone. Fungsi utama dari smartphone
bagi orang tua yaitu sebagai penghubung ketika orang tua berperan sebagai teman
bagi anaknya, dimana seorang anak akan lebih bersifat terbuka ketika melakukan
komunikasi melalui smartphone dengan orang tuanya.
Hasil penelitian ini didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Drucker (1983),
motivasi berperan sebagai pendorong kemauan dan keinginan seseorang. Hal ini
menunjukkan dengan adanya keinginan orang tua untuk memberikan fasilitas
smartphone kepada anaknya berdasarkan dorongan kebutuhan rasa aman terhadap
anaknya ketika berada di sekolah ataupun di luar rumah, selain itu juga orang tua
mempunyai dorongan kebutuhan aktualisasi diri untuk mendorong kemajuan potensi
15
dan kreatifitas si anak. Dengan semakin berprestasi si anak maka orang tua juga akan
merasa bangga bila anaknya tumbuh cerdas. Orang tua sekarang akan tetap
memberikan smartphone kepada anaknya berdasarkan semakin majunya teknologi
komunikasi saat ini sehingga membuat keberadaan smartphone adalah mutlak perlu
seperti kebutuhan fisiologikal (faali). Kemudian dengan memberikan smartphone
kepada anak maka orang tua juga semakin dipandang oleh orang disekitar dorongan
inilah yang memperkuat orang tua untuk memberikan fasilitas smartphone kepada
anaknya yaitu dorongan kebutuhan harga diri. Dan dorongan yang terakhir yang
membuat orang tua memberikan smartphone pada anaknya ialah kebutuhan sosial.
Kebutuhan ini adalah salah satu wujud kasih sayang orang tua kepada anaknya.
Dengan memberikan smartphone, orang tua tetap bisa menghubungi si anak pada
saat si anak berada di sekolah maupun di tempat lain yang jaraknya jauh dari orang
tua, orang tua pun juga bisa berkomunikasi dengan mudah dengan anaknya pada saat
bekerja. Hal-hal inilah yang mendorong orang tua untuk memberikan fasilitas
smartphone pada anak berusia 5-12 tahun.
SIMPULAN DAN IMPLIKASI
Simpulan
Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa motivasi
orang tua yang memberikan fasilitas smartphone pada anak berdasarkan alasan
terpenting ialah pemenuhan kebutuhan rasa aman sebesar 37,3%, kebutuhan
aktualisiasi diri sebesar 29,3%, kebutuhan fisiologikal (faali) sebesar 17,3%,
kebutuhan harga diri sebesar 8% dan diikuti kebutuhan sosial sebesar 8%.
Implikasi
1. Bagi orang tua
a. Orang tua harus berupaya untuk mengendalikan pemakaian smartphone bagi
anak, dikarenakan dengan pemakaian yang secara terus menerus maka akan
memberikan dampak yang kurang baik terhadap perkembangan dan
tanggungjawab seorang anak.
b. Diharapkan orang tua harus memberikan arahan kepada anak sehingga tidak
secara terus menerus menggunakan dan memiliki tangung jawab atas tugas
yang harus diselesaikan.
c. Orang tua harus tetap menanamkan moral agama pada anak agar bisa
menyaring dampak negatif dari pengaruh global yang diberikan smartphone.
Sehingga anak tetap berperilaku baik dan benar.
d. Orang tua harus memberikan pemahaman kepada anaknya agar tidak
menggunakan smartphone terlalu sering karena dapat merusak mata si anak
akibat radiasi yang dipancarkan oleh smartphone.
e. Orang tua harus mengajarkan hal-hal yang positif dari penggunaan smartphone
pada anaknya misalnya; menerjemahkan, melatih dan menghafal kata-kata
bahasa inggris yang berguna untuk pelajarannya, atau mengajarkan untuk
memotret alam atau hewan-hewan seperti serangga sehingga muncul
16
pemahaman pada anak untuk mencintai, merawat, dan melindungi alam dan
yang ada di sekitarnya.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk mengembangkan atau menyempurnakan
penelitian karena pembahasan mengenai Motivasi ini sendiri masih luas. Sehingga
diharapkan dapat menemukan faktor yang lebih besar kaitannya dengan motivasi
serta dapat menggunakan subjek dengan sejumlah dan variasi yang lebih beragam
dan dapat menggunakan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan motivasi yang
tidak di teliti dalam penelitian ini misalnya hubungan, pengaruh, perilaku konsumen
dan sebagainya. Dengan harapan penelitian selanjutnya dapat mengembangkan dari
penelitian ini.
17
Daftar Pustaka
Adi Cahyo (2012). Anak Pun Kini Mulai Kecanduan Smartphone. Retrieved Januari
18, 2014, from http://www.centroone.com/lifestyle/2012/12/1a/anak-pun-kinimulai-kecanduan-smartphone/
Amanda (2013). Fenomena Smartphone di Kalangan Masyarakat Modern. Retrieved
Januari 18, 2014, from http://amanda2609.blogspot.com/2013/05/fenomenasmartphone-di-kalangan.html
Azwar, S. (2004). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Backer, Elisa. (2010).Using Smartphone and Facebook in A Major Assessment: The
Student Experience. E-Journal. Australia: University of Ballarat.
Drucker, Peter F. (1983). Management Tasks, Responsibilities and Practice. Saduran
PPM. Jakarta: Gramedia
Kompas.com (2011). Pengaruh Gadget Pada Otak Anak. Retrieved Januari 18, 2014,
from
http://female.kompas.com/read/2011/01/06/14083113/Pengaruh.Gadget.pada.O
tak.Anak
Memobee.com (2013). Smartphone Adalah Penyebab Utama Terjadi Kecelakaan
Pada Anak-anak Saat di Jalan. Retrieved Januari 18, 2014, from
http://www.memobee.com/smartphone-adalah-penyebab-utama-terjadikecelakaan-pada-anak-anak-saat-di-jalan-8227-news.html
Munandar, A.S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-Press
Oxford Dictionary. (2005). Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current
English.-7th Edition. New York: Oxford University Press.
Oxford Dictionary. (2013). Definition of Smartphone in English.
http://oxforddictionaries.com/definition/english/smartphone?q=smartphone.ht
ml (diakses tanggal 16 Desember 2013).
Panji Anoraga, S.E., M.M. (2009). Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta
Ratih Zulhaqi (2013). Ingat Efeknya…Biarkan Anak Tumbuh Sesuai Usianya!
Retrieved Januari 21, 2014, from
http://edukasi.kompas.com/read/2013/10/14/1618542/Ingat.Efeknya.Biarkan.A
nak.Tumbuh.Sesuai.Usianya.
Santrock, J. W (2002). Life-Span Development Edisi 5. Jakarta: Erlangga
Singgih Santoso & Fandy Tjiptono. (2000). Riset Pemasaran Konsep dan Aplikasi
dengan SPSS. PT. Gramedia, Jakarta.
18
Wikipedia
Ensiklopedia
Bebas.
(2013).
Telepon
Cerdas.
http://id.wikipedia.org/wiki/Telepon_cerdas.html
(diakses
tanggal
16
Desember 2013)
Zaldy Munir (2010). Peran dan Fungsi Orang Tua Dalam Mengembangkan
Kecerdasan Emosional Anak (Online). Di akses tanggal 21 Januari 2014, dari
http://zaldym.wordpress.com/2010/07/17/peran-dan-fungsi-orang-tua-dalammengembangkan-kecerdasan-emosional-anak/
USIA 5 – 12 TAHUN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai Salah
Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
ARGO DWI LISTYANTO
NIM: 07810032
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Argo Dwi Listyanto
Nim
: 07810032
Fakultas / Jurusan
: Psikologi
Perguruan Tinggi
: Universitas Muhammadiyah Malang
Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul :
Motivasi Orang Tua Memberikan Fasilitas Smartphone Pada Anak Usia 5-12 Tahun
1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam
bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.
2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan
hak bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila
pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan
undang-undang yang berlaku.
Mengetahui
Malang,16 Juli 2014
Ketua Program Studi
Yang Menyatakan
Materai
6000
Yuni Nurhamida S. Psi, M.Si
Argo Dwi Listyanto
iii
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................
ii
SURAT PERNYATAAN.........................................................................
iii
KATA PENGANTAR...............................................................................
iv
DAFTAR ISI.............................................................................................
v
DAFTAR TABEL ....................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................
vii
Abstrak.......................................................................................
1
Latar Belakang………………………………………………
2
Pengertian Motivasi………………….....................................
5
Pengertian Orang Tua………………………………………..
6
Anak Usia 5-12 Tahun…………………………………………. 7
Motivasi Orang Tua untuk ”Memberikan” Fasilitas
Smartphone Pada Anak………………………………………
7
Metode Penelitian……………………………………………
8
Subyek Penelitian……………………………………………
8
Metode Pengumpulan Data………………………………….
8
Prosedur Penelitian…………………………………………..
9
Metode Analisa Data…………………………………………
10
Hasil Penelitian……………………………………………….
10
Deskripsi Data..........................................................................
10
Diskusi.....................................................................................
12
Simpulan dan Implikasi............................................................
15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................
LAMPIRAN
v
17
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1
Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian............................................... 9
Tabel 2
Distribusi Responden Orang Tua Berdasarkan
Jenis Kelamin...................................................................................... 10
Tabel 3
Distribusi Responden Orang Tua Berdasarkan
Pekerjaan............................................................................................. 11
Tabel 4
Distribusi Responden Orang Tua Berdasarkan
Pendapatan…………………………………………………………. 11
Tabel 5
Distribusi Orang Tua yang Memberikan Fasilitas
Smartphone Pada Anak Berdasarkan Alasan Terpenting.................... 12
vi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Skala Try Out
2. Hasil Uji Realibilitas
3. Hasil Uji Validitas
4. Skala Penelitian
5. Hasil Rata-rata, Standar Deviasi, dan Z Skor
vii
Motivasi Orang Tua Memberikan Fasilitas Smartphone Pada Anak
Usia 5-12 Tahun
Argo Dwi Listyanto
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
[email protected]
Motivasi merupakan penggerak atau pendorong sebuah kebutuhan seseorang menuju
suatu perbuatan atau tujuan tertentu. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui motivasi apa yang dimiliki orang tua
untuk memberikan fasilitas smartphone kepada anaknya yang berusia 5-12 tahun.
Penelitian ini menggunakan teknik analisa data z-score dengan menggunakan skala
Likert dengan jumlah responden sebanyak 75 responden. Teknik pengambilan
sampel menggunakan purposive sampling dengan instrumen yang digunakan ialah
skala motivasi. Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data dapat diketahui bahwa
motivasi orang tua memberikan fasilitas smartphone pada anak usia 5-12 tahun ada
beberapa hal kebutuhan yang meliputi kebutuhan rasa aman, aktualisasi diri,
fisiologikal, harga diri dan sosial. Namun motivasi orang tua yang sebenarnya yang
paling besar dalam memberikan smartphone pada anaknya ialah kebutuhan rasa
aman terhadap anaknya dengan persentase sebesar 37,3%.
Kata Kunci: Motivasi
Motivation is stimulus or drive a certain person’s needs towards an action or certain
purpose. This research is quantitative descriptive research which intend to know
what motivation which parents has to give smartphone facility to their children
which still on 5-12 years. This research using z-score analysis data techniques with
using Likert scale with amount of 75 respondents. Techniques sampling used
purposive sampling with instrument that used are motivation scale. As the result and
data analysis can be known that parents’s motivation to give smartphone facility to
their children on 5-12 years are there a few needs that include safety needs, self
actualization, physiological, esteem needs, and social. But the biggest truly
motivation of parents on giving smartphone to their children are secure needs
towards their children within percentage of 37,3%.
Keyword: Motivation
1
2
Di era digital saat ini perkembangan teknologi komunikasi telah melalui
perkembangan yang sangat pesat. Terbukti dengan banyaknya bermunculan
perangkat telekomunikasi dengan teknologi high class. Kemunculan teknologi
telekomunikasi yang high class ini juga di dorong oleh kebutuhan manusia untuk
menghadapi rumitnya berbagai masalah yang dihadapi dan diselesaikan dalam waktu
cepat dan singkat.
Dari sekian banyaknya alat telekomunikasi yang kita ketahui, mungkin teleponlah
yang paling banyak menguasai kehidupan masyarakat saat ini, terutama telepon
genggam. Mulai dari kalangan petani, mahasiswa, pejabat dan lainnya menggunakan
telepon genggam. Disamping hemat, mudah dan murah juga dapat memperkecil
resiko bagi pemakainya. Terlebih lagi saat ini masyarakat kita dikejutkan dengan
hadirnya smartphone atau telepon pintar. Smartphone ini merupakan telepon
genggam yang mempunyai kemampuan tingkat tinggi, terkadang dengan fungsi yang
menyerupai komputer atau laptop. Tentunya banyak sekali fasilitas-fasilitas yang
diberikan oleh smartphone sehingga saat ini banyak sekali peminatnya. Menurut
Barker (2010) menyatakan bahwa smartphone adalah telepon yang menyatukan
kemampuan-kemampuan terdepan; ini merupakan bentuk kemampuan dari Wireless
Mobile Device (WMD) yang dapat berfungsi seperti sebuah komputer dengan
menawarkan fitur-fitur seperti personal digital assistant (PDA), akses internet,
email, dan Global Positioning System (GPS). Smartphone juga memiliki fungsifungsi lainnya seperti kamera, video, MP3 players, sama seperti telepon biasa.
Dengan kata lain, smartphone dapat dikategorikan sebagai mini-komputer yang
memiliki banyak fungsi dan penggunanya dapat menggunakannya kapanpun dan
dimanapun. Dan seperti yang ditulis oleh Kamus Oxford Online (2013) mengatakan
bahwa Smartphone adalah telepon yang memiliki kemampuan seperti komputer,
biasanya memiliki layar yang besar dan sistem operasinya mampu menjalankan
tujuan aplikasi-aplikasi yang umum. Jadi bila ditarik benang merahnya smartphone
merupakan telepon pintar yang diciptakan untuk memudahkan segala keperluan bagi
si penggunanya.
Jika awalnya pengguna smartphone ini adalah para pejabat atau karyawan swata,
wanita karir juga eksekutif muda, terutama khususnya kaum dewasa, lalu beralih ke
remaja hingga anak-anak bahkan anak usia dini. Biasanya kaum dewasa
menggunakan smartphone bertujuan untuk menambah relasi bisnis, menjalin kontak
dengan relasi, keluarga, tutor, murid, pasangan dan sebagainya. Begitu pula pada
kaum remaja tujuan mereka menggunakan smartphone untuk menambah teman baru
atau bergabung dengan kumpulan peer group yang ada di sosial media. Lain dengan
halnya anak-anak, pada masa anak-anak hal smartphone merupakan benda yang
belum benar-benar dibutuhkan pada masa ini. Seperti dikutip di artikel yang ditulis
oleh amanda (2013) menjelaskan bahwa kemajuan jaman juga menjadi kemajuan
berfikir bagi anak-anak. Banyak yang menjadikan smartphone itu disalahgunakan.
Seperti untuk mengakses situs-situs yang tidak perlu atau malah tidak diperbolehkan.
Pemakaian smartphone yang tidak diawasi oleh orang dewasa, terutama pemakaian
untuk anak-anak ataupun remaja malah akan menjerumuskan mereka menjadi hal
yang tidak baik. Bisa saja mereka menjadi malas belajar, dan mengakses informasi
yang tidak perlu mereka tahu. Tidak hanya itu saja, anak-anak menggunakan
3
smartphone hanya sebagai mainan, seperti yang dikutip di artikel centroone (2014)
Dalam sebuah penelitian, perangkat ini sering berfungsi sebagai mainan.
Keberadaannya bahkan bisa mengganti boneka beruang saat tidur malam. Seperti
dikutip dari Mashable di dalam artikel centroone (2014), bukan boneka beruang atau
mainan lain yang sering menemani anak sekarang tidur malam. Kebanyakan diantara
mereka memilih membawa smartphone ke tempat tidur. Fenomena kecanduan
smartphone pada anak telah mendapat sorotan sejak lama dan dibahas dalam USA
TODAY. Dalam sebuah kasus, seorang gadis 11 tahun di Korea bahkan tak bisa
lepas dari smartphonenya. Ia gemar menulis pesan untuk teman-temannya dan
memberi makan hamster digitalnya.
Selain digunakan sebagai mainan, smartphone juga menjadi penyebab utama
kecelakaan pada anak-anak saat di jalan, seperti yang ditulis di artikel memobee
(2013) Sebuah laporan mengungkapkan, ledakan penggunaan smartphone sedang
disalahkan untuk kenaikan yang mengkhawatirkan dalam jumlah anak yang tewas
dan terluka di jalan-jalan Inggris. Anak-anak yang menyeberang jalan akan
terganggu akibat sibuk dengan ponsel mereka masing-masing. Seperti mengirim
pesan, browsing internet, bermain game, memposting tweet, atau menulis status di
Facebook sehingga tidak memperhatikan jalanan. Statistik baru yang
mengkhawatirkan mengungkapkan bahwa kecelakaan serius di jalan yang
melibatkan anak-anak muda pada umur sepuluh tahun - khususnya di kalangan
perempuan. Laporan itu mengatakan fenomena smartphone adalah faktornya. "Ada
korelasi yang jelas antara penggunaan teknologi dan waktu kecelakaan serius dengan
anak-anak - terutama pada saat meninggalkan sekolah untuk hari itu." Orang tua
memberikan ponsel kepada anak-anak mereka pada usia muda yang sering dibelikan
untuk alasan keamanan pribadi tetapi dalam beberapa kasus anak-anak mereka yang
telah merengek ingin dibelikan ponsel untuk bersaing dengan teman mereka, kata
para ahli. Hampir setengah dari anak-anak berusia sepuluh memiliki smartphone, dan
hampir tiga perempat pada umur 12 tahun. Umur 11 tahun dinilai sebagai umur yang
rentan memiliki ponsel smartphone dan terjadi berbagai kecelakaan akibatnya.
Dampak negatif dari penggunaan gadget seperti smartphone pada anak usia dini
salah satunya adalah berpengaruh buruk pada otak anak khususnya bagian otak PFC
(Pre Frontal Cortecs). Seperti yang di paparkan oleh Kompas.com (2011) "Memberi
anak usia di bawah 20 tahun BlackBerry akan merusak bagian otak PFC
(preFrontalCortecs)." Demikian bunyi suatu pernyataan di Facebook yang dikutip
seseorang dari Twitter. Sekarang ini, smartphone seperti BlackBerry memang sudah
menjadi "mainan" anak-anak SD. Namun, benarkah dampaknya bisa sejauh itu?
Psikolog Elly Risman dari Yayasan Kita dan Buah Hati seperti yang dikutip oleh
Kompas.com (2011), bisa menjelaskan kebenaran mengenai kerusakan otak ini, yang
berkaitan dengan konten pornografi jika diakses menggunakan smartphone.
Kerusakan pada bagian di otak akibat pornografi pernah diungkap oleh seorang
psikiater dari Amerika Serikat, Mark Kastleman. Elly mengatakan, otak depan pada
anak sebetulnya belum berkembang baik. Bagian otak depan ini akan matang pada
usia 25 tahun. Otak depan merupakan pusat yang memerintahkan tubuh untuk
melakukan sesuatu. Sementara reseptornya yang mendukung otak depan adalah otak
4
belakang, yang menghasilkan dopamin, yaitu hormon yang menghasilkan perasaan
nyaman atau rileks pada seseorang. Bila sejak dini anak sudah terpapar oleh
pornografi, rekamannya akan sulit dihapus dari ingatan dan pikiran untuk jangka
waktu yang lama. Bila tidak diantisipasi, anak bisa kecanduan karena pengaruh
hormon dopamin yang dihasilkan ketika anak menikmati pornografi. Akibatnya,
sistem pada bagian otak depan mengalami kekacauan dan tubuh jadi tak lagi
memiliki kontrol diri.
Hasil riset neuroscience lainnya dari Donald Hilton Jr, ahli bedah otak dan dokter
terkemuka dari Texas seperti yang dikutip oleh Kompas.com (2011), menemukan
bahwa pornografi sesungguhnya adalah penyakit, karena dapat mengubah struktur
dan fungsi otak, dengan kata lain merusak otak di lima bagian. Kecanduan
pornografi ini menurutnya lebih berat ketimbang kecanduan kokain. Penelitian dari
American Academic of Child Psychology juga memaparkan kemungkinan buruknya
smartphone, yakni hilangnya kreativitas di usia muda karena dalam pengerjaan
tugas-tugas yang sifatnya akademis, anak-anak cenderung mengandalkan mesin
pencari dalam internet yang memungkinkan mereka melakukan copy-paste.
Smartphone memang memiliki banyak kelebihan. Dunia bagai dalam genggaman
tangan. Selain bertelepon, anak-anak bisa mencari apa pun dengan bantuan situs
pencari seperti Google atau Yahoo!. Anak juga dimungkinkan selalu terhubung
dengan jejaring sosial seperti Facebook, Friendster, Twitter, Kaskus, dan sebagainya.
Fasilitas-fasilitas ini, di satu sisi menyimpan potensi menyebarkan aneka informasi
yang belum layak diakses oleh anak. Misalnya saja, anak mencari situs-situs dewasa
lewat Google atau Yahoo!. Atau setiap hari sibuk berjejaring sosial yang
membuatnya lupa keluarga dan lupa belajar. Belum lagi di jejaring sosial ini sudah
banyak terdengar anak-anak menjadi korban pelecehan orang dewasa, baik secara
emosional maupun fisik (anak dibawa kabur oleh kenalannya di dunia maya).
Sayangnya, tak sedikit orangtua yang justru memberikan smartphone kepada anakanaknya yang masih terbilang polos. Alasannya, agar orangtua dapat berkomunikasi
kapanpun dengan anak, ingin anaknya ikut tren dan percaya diri dalam bergaul, atau
sekadar menuruti rengekannya. Fenomena yang kemudian terjadi, anak tampak
begitu lekat dengan smartphone-nya. Ia baru merasa aman dan eksis bila selalu
terhubung dengan orang lain. Kalau tidak, ia khawatir dirinya dikucilkan, sehingga
anak selalu membawa kemanapun smartphone-nya. Ia lebih mementingkan
berkomunikasi dengan orang-orang "nun jauh" di sana ketimbang dengan orangorang di sekelilingnya.
Bila dilihat dari beberapa kasus diatas, banyak sekali dampak yang tidak baik dari
penggunaan smartphone bagi anak-anak. Tetapi dari hal ini mengapa orang tua masih
tetap membelikan atau memberikan fasilitas ini kepada anaknya, dan tentunya orang
tua mempunyai motif untuk memberikan fasilitas smartphone kepada anaknya.
Dengan ini maka peneliti ingin meneliti motivasi apa yang dimiliki orang tua untuk
memberikan fasilitas smartphone kepada anaknya yang berusia 5-12 tahun.
5
Motivasi
Pengertian umum motivasi menurut Panji Anoraga (2009), motivasi dikatakan
sebagai kebutuhan yang mendorong perbuatan ke arah suatu tujuan tertentu. Setiap
manusia pada hakikatnya mempunyai sejumlah kebutuhan yang pada saat-saat
tertentu menuntut pemuasan, di mana hal-hal yang dapat memberikan pemuasan
pada suatu kebutuhan adalah menjadi tujuan dari kebutuhan tersebut. Prinsip yang
umum berlaku bagi kebutuhan manusia adalah, setelah kebutuhan itu terpuaskan,
maka setelah beberapa waktu kemudian, muncul kembali dan memungut pemuasan
lagi.
Batasan mengenai motivasi sebagai “The process by which behavior is energized and
directed” (suatu proses, di mana tingkah laku tersebut dipupuk dan diarahkan), para
ahli psikologi memberikan kesamaan antara motif dengan needs (dorongan,
kebutuhan). Dari batasan di atas, dapat dsimpulkan, bahwa motif adalah yang
melatar belakangi individu untuk berbuat mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan pengertian mengenai motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif.
Atau dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi motif.
Kebutuhan-kebutuhan manusia pada umumnya dapat dibagi menjadi dua
golongan:
a. Kebutuhan primer, yang pada umumnya merupakan kebutuhan faal, seperti
lapar, haus, seks, tidur, suhu yang menyenangkan dan lain sebagainya.
Semua ini adalah kebutuhan-kebutuhan faal yang merupakan syarat
kelangsungan hidup seseorang. Kebutuhan-kebutuhan semacam ini timbul
dengan sendirinya atau sudah ada sejak seseorang lahir, sehingga disebut
kebutuhan primer.
b. Kebutuhan Sekunder, yang timbul dari interaksi antara orang dengan
lingkungannya seperti kebutuhan untuk bersaing, bergaul, bercinta,
ekspresi diri, harga diri dan sebagainya. Kebutuhan sekunder inilah yang
paling banyak berperan dalam motivasi seseorang.
Adapun ciri-ciri motif individu adalah sebagai berikut :
a. Motif adalah majemuk
Dalam suatu perbuatan sebenarnya tidak hanya mempunyai suatu tujuan
tetapi beberapa tujuan yang berlangsung secara bersama-sama.
b. Motif dapat berubah-rubah
Motif bagi seseorang seringkali mengalami perubahan. Hal ini disebabkan
keinginan manusia selalu berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan atau
kepentingannya.
c. Motif berbeda-beda bagi individu
Dua orang yang melakukan pekerjaan yang sama, ternyata memiliki motif
yang berbeda.
d. Beberapa motif tidak disadari oleh individu
Banyak tingkah laku manusia yang tidak disadari oleh pelakunya, sehingga
beberapa dorongan yang muncul, karena berhadapan dengan situasi yang
kurang menguntungkan, lalu ditekan di bawah sadarnya.
6
Menurut Prof. PF. Drucker (Munandar, 2001), motivasi berperan sebagai pendorong
kemauan dan keinginan seseorang. Dan inilah motivasi dasar yang mereka usahakan
sendiri untuk menggabungkan dirinya dengan organisasi untuk turut berperan dengan
baik.
Adapun teori Tata Tingkat-Kebutuhan dari Maslow (Munandar, 2001) yang
berpendapat bahwa kondisi manusia berada dalam kondisi mengejar yang
berkesinambungan. Jika satu kebutuhan dipenuhi, langsung kebutuhan tersebut
diganti oleh kebutuhan lain. Proses berkeinginan secara nonstop memotivasi kita
sejak lahir sampai meninggal. Maslow selanjutnya mengajukan bahwa ada lima
kelompok kebutuhan, yaitu:
1. Kebutuhan fisiologikal (faali). Kebutuhan yang timbul berdasarkan kondisi
fisiologikal badan kita, seperti kebutuhan untuk makanan dan minuman,
kebutuhan akan udara segar (Oksigen).
2. Kebutuhan rasa aman. Kebutuhan ini masih sangat dekat dengan
kebutuhan fisiologis.
3. Kebutuhan sosial. Kebutuhan ini mencakup memberi dan menerima
persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki (belonging).
4. Kebutuhan harga diri (esteem needs). Kebutuhan harga diri meliputi dua
jenis:
a. Yang mencakup faktor-faktor internal, seperti kebutuhan harga diri,
kepercayaan-diri, otonomi dan kompetensi;
b. Yang mencakup faktor-faktor eksternal kebutuhan yang menyangkut
reputasi seperti mencakup kebutuhan untuk dikenali dan diakui
(recognition), dan status.
5. Kebutuhan aktualisasi-diri. Kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai
dengan kemampuan yang dirasakan dimiliki. Kebutuhan ini mencakup
kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan
potensinya secara penuh. Kebutuhan ini menekankan kebebasan dalam
melaksanakan tugas pekerjaannya.
Orang Tua
Mengenai pengertian orang tua dalam kamus besar bahasa Indonesia seperti yang
ditulis oleh Zaldy (2010) disebutkan “Orang tua artinya ayah dan ibu” . Sedangkan
menurut Miami yang dikutip Kartini Kartono (Zaldy, 2010) dikemukakan “Orang tua
adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul
tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya. Kemudian
seorang ahli Psikologi Ny. Singgih D Gunarsa (Zaldy, 2010) dalam bukunya
psikologi untuk keluarga mengatakan, “Orang tua adalah dua individu yang berbeda
memasuki hidup bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan kebiasaankebiasaan sehari-hari.
Setiap orang tua dalam menjalani kehidupan dalam berumah tangga tentunya
memiliki tugas dan peran yang sangat penting, ada pun tugas dan peran orang tua
terhadap anaknya dapat dikemukakan dapat dikemukakan sebagai berikut; (1).
Melahirkan, (2). Mengasuh, (3). Membesarkan, (4). Mengarahkan kepada
kedewasaan serta menanamkan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku.
7
Disamping itu juga harus mampu mengembangkan potensi yang ada pada diri anak,
memberi teladan dan mampu mengembangkan pertumbuhan pribadi dengan penuh
tanggung jawab dan penuh kasih sayang.
Anak Usia 5-12 Tahun
Sebenarnya anak TK menginjak kisaran usia 5-6 tahun dan sedangkan anak SD
menginjak kisaran usia 6-12 tahun. Mengenai keterampilan motorik kasar, seorang
anak prasekolah tidak lagi berusaha keras hanya untuk berdiri tegak dan berjalan
berkeliling. Ketika anak-anak dapat melangkahkan kakinya secara lebih yakin dan
bertindak dengan tujuan tertentu, dengan sendirinya anak-anak akan melakukan
aktivitas berkeliling di lingkungannya (Edward & Sarwark, 2005; Gallahue &
Ozmun, 2006) yang di kutip oleh Santrock (2012). Seperti yang ditulis di buku LifeSpan Development oleh Santrock (2012) menjelaskan bahwa ketika berusia 3 tahun,
anak-anak gemar melakukan gerakan-gerakan sederhana, seperti melompat serta
berlari ke depan dan ke belakang; semua ini dilakukan untuk sekadar menyenangkan
hati ketika menampilkan aktivitas ini. Pada usia 4 tahun, anak-anak masih menikmati
berbagai aktivitas sejenis, namun kini mereka menjadi lebih berani. Kemudian ketika
usia 5 tahun, anak-anak mengembangkan jiwa petualang yang lebih besar bagi
dibandingkan ketika mereka berusia 4 tahun.
Mengenai keterampilan motorik halus, Santrock (2012) menjelaskan bahwa di usia 3
tahun, kadang-kadang anak-anak sudah mampu memungut obyek-obyek yang paling
kecil dengan menggunakan ibu jari dan telunjuknya, meskipun agak canggung. Pada
usia 4 tahun, koordinasi motorik halus anak sudah memperlihatkan yang bersifat
substansial dan ia juga menjadi lebih cermat. Ketika menginjak usia 5 tahun,
koordinasi motorik halus anak-anak telah memperlihatkan kemajuan yang lebih jauh
lagi. Tangan, lengan, dan tubuh, semuanya bergerak bersama di bawah komando
mata. Lalu seperti yang di tulis oleh Ratih di kompas.com (2013) Fase berikutnya
adalah usia 6 tahun, yaitu usia anak mulai melakukan pendidikan formal. Pada usia
ini sudah ada aturan yang jelas, yaitu belajar di dalam kelas dan tidak lagi banyak
main-main walaupun masih ada sisi bermainnya.
Motivasi Orang Tua untuk ”Memberikan” Fasilitas Smartphone Pada Anak
Orang tua selalu berupaya untuk memberikan fasilitas kepada anaknya dengan
harapan orang tua dapat memenuhi kebutuhan anaknya, termasuk di dalamnya yaitu
mengenai pemberian fasilitas smartphone pada anak.
Pemberian fasilitas
smartphone pada anak pada dasarnya orang tua hanya memberikan fasilitas tersebut
dengan tujuan tertentu, salah satunya kemudahan dalam proses pengawasan kepada
anak. Fasilitas smartphone yang diberikan kepada anak hanya bersifat sementara
sehingga kepemilikan barang atau smartphone hanya menjadi wewenang penuh dari
orang. Pemberian fasilitas smartphone pada anak hanya bertujuan komunikasi yang
dilakukan dengan orang tua dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan harapan dan
kebutuhan anak, dalam hal ini proses komunikasi dapat berjalan sesuai dengan
harapan.
8
METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak usia dini terutama
pendidikan TK - SD. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik
Purpossive Sampling, merupakan teknik non probability sampling yang memilih
orang-orang yang terseleksi oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri khusus yang dimiliki
oleh sampel tersebut yang dipandang mempunyai sangkut paut dengan ciri-ciri atau
sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Singgih dan Fandy, 2000).
Sampel yang digunakan adalah orang tua yang memberikan fasilitas smartphone
kepada anaknya yang masih usia dini, total sampel yang diambil dalam penelitian ini
berjumlah 75 orang. Penelitian dilaksanakan di Kota Malang.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala.
Skala yang digunakan adalah skala motivasi teori tata tingkat-kebutuhan dari
Maslow. Skala tersebut dirancang berdasar metode skala dari Likert dengan empat
kategori pilihan, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat
Tidak Sesuai (STS). Subjek diminta menyatakan tanggapannya terhadap pernyataanpernyataan dalam skala dengan memilih satu dari empat kategori tersebut. Skoring
didasarkan pada pilihan tersebut dan pengelompokkan item skala, apakah favourable
atau unfavourable. Untuk item-item favourable, pilihan SS mendapat skor 4, S
mendapat skor 3, TS mendapat skor 2 dan STS mendapat skor 1. Sebaliknya untuk
item-item unfavourable, pilihan SS mendapat skor 1, S mendapat skor 2, TS
mendapat skor 3 dan STS mendapat skor 4.
Menurut Azwar (2000) validitas adalah sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu
alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat
dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi
ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya
pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan
pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah. Pada penelitian
ini, digunakan validitas Pearson berdasarkan rumus korelasi product moment.
Proses validasi alat ukur menggunakan metode try out tidak terpakai sehingga skala
disebar sebanyak dua kali untuk digunakan sebagai dasar validitas. Selanjutnya skor
item yang tidak valid tidak digunakan untuk proses pengujian berikutnya. Validitas
item berdasarkan nilai korelasi skor item dengan total yang menunjukkan bahwa
sebanyak 7 item yang gugur. Adapun secara detail hasil uji validitas dapat
ditunjukkan pada tabel 1.
9
Tabel 1. Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian
Alat Ukur
Kebutuhan fisiologikal
(faali)
Kebutuhan rasa aman
Kebutuhan sosial
Kebutuhan harga diri
(esteem needs)
Kebutuhan
untuk
mengaktualisasikan diri
Jumlah
Jumlah
Item
yang
diujikan
8
Jumlah Item
Valid
Indeks
Validitas
7
0,368-0,540
6
4
0,400-0,617
8
10
7
7
0,392-0,745
0,386-0,717
6
6
0,390-0,591
38
31
Berdasarkan tabel 1 diperoleh hasil dari 38 item skala motivasi yang diujikan ada 31
item yang valid setelah dilakukan pengujian statistik menggunakan program SPSS
versi 13,00. Indeks dari pengujian skala berkisar 0,368 yang terendah dan 0,741 yang
tertinggi.
Reliabilitas adalah ketepatan atau tingkat presisi suatu alat ukuran atau alat
pengukur. Uji reliabilitas digunakan untuk menguji sejauh mana instrumen tersebut
dapat diberikan hasil yang relatif sama bisa dilakukan pengukuran kembali terhadap
subyek yang sama. Dalam penelitian ini, reliabilitas diukur dengan metode
konsistensi internal dengan teknik Reliabilitas Alpha (Azwar 2000).
Indeks reliabilitas alat ukur Penelitian menggunakan alat ukur skala motivasi dengan
Alpha 0,895, dapat disimpulkan bahwa instrumen yang dipakai dalam penelitian ini
adalah reliable, yang dibuktikan nilai Cronbach Alpha diperoleh hasil sebesar 0,895
lebih dari 0,6 atau 60% (Azwar, 2000). Hal ini membuktikan bahwa instrumen yang
digunakan dala penelitian ini memiliki validitas dan reliabilitas yang cukup
memadai.
Prosedur penelitian
Tahap persiapan dalam penelitian ini yaitu meliputi; a) membuat alat instrument
berupa skala. b) melakukan uji instrument penelitian (try out) yang diberikan kepada
30 orang tua anak SDN Merjosari No 2 dengan skala motivasi yang berjumlah 38
item kepada 70 orang tua murid. Proses try out dilaksanakan pada tanggal 20-27
Februari 2014. c) Melakukan uji validitas terhadap hasil uji coba yang telah
dilakukan dan ditemukan item yang memenuhi validasi adalah sebanyak 31 item.
10
Tahap pelaksanaan yaitu meliputi: a) Skala Motivasi telah dikatakan valid diberikan
kepada subyek, dalam hal ini orang tua yang memberikan fasilitas smartphone
kepada anaknya yang berusia 5-12 tahun baik Laki-laki maupun perempuan. b)
Memberikan skala motivasi yang telah divalidasi kepada orang tua yang memberikan
fasilitas smartphone kepada anaknya yang berjumlah 75 orang secara door to door
(rumah ke rumah). c) Di lakukan selama 7 hari mulai tanggal 20-27 Maret 2014 pada
daerah kelurahan Merjosari Malang.
Hal-hal yang menghambat si peneliti dalam pengambilan data ialah; tidak
diberikannya izin dari pihak sekolah pada saat si peneliti ingin mengambil data try
out, cuaca malang yang sering hujan menghambat peneliti untuk mengambil data,
belum lagi subyek adalah orang tua yang pasti punya waktu untuk bekerja sehingga
peneliti harus mencari waktu untuk bisa bertemu dan mengambil data dengan
memberikan skala.
Adapun hal-hal yang mendukung si peneliti dalam pengambilan data yaitu meliputi;
mendapatkan izin dari pihak sekolah lain pada saat si peneliti ingin mengambil data
try out, mendapatkan informasi yang mendukung dari pihak lingkungan setempat
untuk mengambil data, dan dari pihak RT setempat juga mendukung si peneliti untuk
pengambilan data dari orang tua setempat.
Metode Analisa Data
Setelah data diperoleh maka peneliti melakukan analisa data dengan menggunakan
teknik Deskriptif kuantitatif.
HASIL PENELITIAN
Deskripsi Data
Dari kuesioner yang disebarkan kepada 75 responden dapat diperoleh gambaran jenis
kelamin responden yang sebagaimana dijelaskan pada bagian berikut ini :
Tabel 2 Distribusi Responden Orang Tua Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Jumlah Responden
Laki-laki
66
Perempuan
9
Jumlah
75
Sumber: Data primer diolah
Prosentase
88%
12%
100%
Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui gambaran para responden yaitu orang tua yang
memberikan smartphone kepada anaknya, yaitu jenis kelamin laki-laki sebanyak 66
atau 88% sedangkan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 9 atau 12%. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah berjenis kelamin lakilaki. Banyaknya responden yang berjenis kelamin laki-laki dikarenakan banyaknya
11
kepala rumah tangga yang menjadi responden penelitian dan kelompok responden
tersebut menjadi pengambil keputusan dalam pembelian smartphone.
Tabel 3 Distribusi Responden Orang Tua Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan
Jumlah Responden
Wiraswasta
27
Karyawan swasta
12
PNS
36
Jumlah
75
Sumber: Data primer diolah
Prosentase
36%
16%
48%
100%
Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui gambaran mengenai pekerjaan para responden,
dimana sebanyak 27 responden atau 36% memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta,
sebanyak 12 responden atau 16% bekerja sebagai karyawan swasta dan sebanyak 36
responden 48% bekerja sebagai PNS. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jenis
pekerjaan mempengaruhi jumlah pendapatan yang dimiliki oleh responden sehingga
menentukan kemampuan dalam keputusan pembelian produk yang dilakukan. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa dengan semakin tingginya pendapatan responden maka
kemampuan daya beli yang dimiliki oleh responden juga tinggi.
Tabel 4 Distribusi Responden Orang Tua Berdasarkan Pendapatan
Pendapatan
< 1 juta
1-3Juta
> 3 juta
Jumlah
Sumber: Data primer diolah
Jumlah Responden
3
45
27
75
Prosentase
4%
60%
36%
100%
Berdasarkan tabel 4, dapat diketahui bahwa sebanyak 3 responden atau 4% memiliki
pendapatan < 1 juta, sebanyak 45 responden atau 60% memiliki tingkat pendapatan
1-3 juta dan sebanyak 27 responden atau 36% memiliki pendapatan > 3 juta.
Berdasarkan distribusi responden berdasarkan pendapatan maka dapat diketahui
bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendapatan yaitu sebesar 1-3 juta.
Pendapatan tersebut secara langsung mempengaruhi kemampuan daya beli yang
dimiliki oleh respsonden sehingga memberikan dukungan atas keputusan pembelian
yang dilakukan untuk mengetahui motivasi orang tua dalam memberikan fasilitas
smartphone pada anak berusia 5-12 tahun, maka sebagai bahan interpretasi terhadap
hasil analisis dapat dilihat bagaimana distribusi jawaban para responden mengenai
alasan terpenting dalam memberikan fasilitas smartphone pada anak-anak mereka.
12
Tabel 5 Distribusi Orang Tua yang Memberikan Fasilitas Smartphone Pada
Anak Berdasarkan Alasan Terpenting
Alasan Terpenting
Kebutuhan Rasa Aman
Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan Fisiologikal (Faali)
Kebutuhan Harga Diri
Kebutuhan Sosial
Jumlah
Jumlah
28
22
13
6
6
75
Prosentase
37,3%
29,3%
17,3%
8%
8%
100%
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa dari 75 responden motivasi orang tua
dalam memberikan fasilitas smartphone pada anaknya berdasarkan alasan terpenting
pertama ialah kebutuhan rasa aman yaitu sebanyak 28 orang tua atau 37,3% yang
menempatkan sebagai alasan terpenting dalam memberikan fasilitas smartphone
pada anaknya. Kemudian 22 orang tua atau 29,3% dari responden yang
menempatkan kebutuhan aktualisasi diri sebagai alasan terpenting kedua.
Selanjutnya dari 13 orang tua atau 17,3% responden menempatkan kebutuhan
fisiologikal (faali) sebagai alasan terpenting ketiga setelah kebutuhan aktualisasi diri.
Kemudian diikuti 6 orang tua atau 8% responden yang menempatkan kebutuhan
harga diri sebagai alasan terpenting keempat dan 6 orang tua atau 8% responden
yang menempatkan kebutuhan sosial sebagai alasan terakhir.
DISKUSI
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa dari 75 responden motivasi orang
tua dalam memberikan fasilitas smartphone pada anak berusia 5-12 tahun
berdasarkan alasan terpenting pertama yaitu pemenuhan kebutuhan rasa aman yaitu
sebanyak 28 responden atau 37,3%. Orang tua memberikan fasilitas smartphone
pada anaknya menunjukkan bahwa para orang tua mempertimbangkan dalam
kemudahan proses untuk menghubungi anak ketika pulang sekolah ataupun berada
diluar dan kebutuhan untuk menjaga hubungan baik dengan anak. Kebutuhan
tersebut merupakan upaya dari orang tua untuk memberikan jaminan rasa aman anak
ketika anak berada jauh dari jangkauan orang tua. Pemenuhan kebutuhan rasa aman
lebih diutamakan karena adanya keinginan orang tua agar anak merasakan
mendapatkan perlindungan dari orang tua meskipun ketika diluar rumah misalnya
ketika sang anak pulang sekolah dan pada saat itu belum ada yang menjemputnya
maka perasaan kekhawatiran muncul pada orang tua agar bagaimana keamanan sang
anak tetap terjamin dengan memberikan anak sebuah smartphone agar bisa
menghubunginya. Kebutuhan rasa aman dilakukan untuk mengurangi tingkat
kekhawatiran orang tua kepada anaknya, jadi rasa aman dapat memberikan dukungan
agar orang tua tidak berfikir secara negatif dengan kondisi anak ketika tidak berada
disamping orang tua. Menurut Munandar (2001) Kebutuhan ini mencakup kebutuhan
untuk dilindungi dari bahaya dan ancaman fisik.
13
Selanjutnya alasan terpenting kedua orang tua dalam memberikan fasilitas
smartphone kepada anaknya yaitu kebutuhan aktualisasi diri yaitu sebanyak 22
responden atau 29,3%. Hasil analisis menunjukkan bahwa selama ini para orang tua
dalam memberikan fasilitas smartphone pada anak berusia 5-12 tahun dikarenakan
untuk mengembangkan
kreatifitas anak dan untuk membantu anak dalam
menciptakan ide-ide baru baik itu untuk menyelesaikan tugas dari sekolah maupun
untuk hanya sekedar mengembangkan potensi yang dimiliki sang anak. Kebutuhan
aktualiasi diri pada orang tua menunjukkan kemampuan orang tua untuk memberikan
dukungan atas keberadaan anaknya sehingga proses aktulisasi diri orangtua dapat
tercermin dari kondisi anakknya. Menurut Munandar (2001) menunjukkan bahwa
kebutuhan aktualisasi-diri merupakan kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai
dengan kemampuan yang dirasakan dimiliki. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan
untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan potensinya secara
penuh. Kebutuhan ini menekankan kebebasan dalam melaksanakan tugas
pekerjaannya.
Selanjutnya orang tua menempatkan alasan terpenting ketiga yaitu kebutuhan
fisiologikal (faali) yaitu sebanyak 13 responden atau 17,3%. Hasil analisis
menunjukkan bahwa selama ini dalam memberikan fasilitas smartphone pada anak
berusia 5-12 tahun orang tua memiliki kebutuhan dalam upaya untuk pemenuhan
kebutuhan akan kelancaran komunikasi dengan anak.
Orang tua juga
mempertimbangkan pentingnya keberadaan smartphone untuk peningkatan
pengetahuan anak dan kebutuhan untuk mendapatkan smartphone berkualitas untuk
anak. Selanjutnya untuk pemenuhan kebutuhan akan smartphone yang memiliki fitur
yang lengkap untuk memberikan hiburan kepada anak. Upaya orang tua tersebut
menjadikan pertimbangan dalam upaya untuk memberikan dukungan fisiologikal
(faali) dari orang tua untuk memanfaatkan secara maksimal peranan smartphone
untuk kebutuhan komunikasi pada anak dan kebutuhan pemenuhan teknologi pada
anak agar anak mengenal dan belajar bagaimana menggunakan teknologi pada usia
muda.
Kebutuhan akan smartphone dalam masa sekarang ini bukan menjadi barang atau
produk yang mewah, sehingga hampir seluruh lapisan masyarakat mampu memiliki
smartphone tersebut seperti halnya dalam pemenuhan kebutuhan pokok atau
mendasar seperti sandang, pangan dan papan. Dengan kondisi ini menjadikan
keberadaan smartphone menjadi salah satu kebutuhan fisiologikal (faali) yang
keberadaannya setidaknya harus terpenuhi. Demikian pula motivasi orang tua dalam
memberikan fasilitas smartphone kepada anaknya. Menurut Munandar (2001)
Kebutuhan fisiologikal (faali). Kebutuhan yang timbul berdasarkan kondisi
fisiologikal badan kita, seperti kebutuhan untuk makanan dan minuman, kebutuhan
akan udara segar (Oksigen). Kebutuhan fisiologikal merupakan kebutuhan primer
atau kebutuhan dasar, yang harus dipenuhi. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka
individu berhenti eksistensinya. Jika dilihat dari kondisi saat ini, kebutuhan
penggunaan smartphone pada masyarakat kota saat ini seakan akan menempati
kebutuhan yang sama dengan kebutuhan faali.
14
Kemudian orang tua menempatkan alasan terpenting urutan keempat dalam
memberikan fasilitas smartphone pada anaknya ialah kebutuhan harga diri yaitu
sebanyak 6 responden atau 8% . Kenyataan tersebut dapat membuktikan bahwa
selama ini para orang tua dalam memberikan fasilitas smartphone pada anak berusia
5-12 tahun yaitu memenuhi kebutuhan untuk meningkatkan harga diri, kebutuhan
meningkatkan status sosial dan pemenuhan kebutuhan akan meningkatkan
kepercayaan diri. Upaya ini menunjukkan bahwa orang tua selalu berupaya untuk
meningkatkan dukungan terkait dengan diakui keberadaannya di masyarakat terkait
melalui pemberian fasilitas smartphone pada anak. Munandar (2001) menyatakan
bahwa kebutuhan harga diri (esteem needs), meliputi faktor internal, seperti
kebutuhan harga diri, kepercayaan-diri, otonomi dan kompetensi dan yang mencakup
faktor-faktor eksternal kebutuhan yang menyangkut reputasi seperti mencakup
kebutuhan untuk dikenali dan diakui (recognition), dan status. Pemenuhan kebutuhan
ini sesuai dengan upaya orang tua dalam rangka pemenuhan harga diri.
Kemudian orang tua menempatkan alasan terpenting yang terakhir dalam
memberikan fasilitas smartphone pada anak yaitu kebutuhan sosial yaitu sebanyak 6
responden atau 8%. Para orang tua dalam memberikan fasilitas smartphone pada
berusia 5-12 tahun lebih dikarenakan adanya upaya orang tua untuk memberikan
fasilitas smartphone agar anak mudah bergaul dengan teman-temannya walaupun
diluar aktifitas sekolah, adanya upaya orang tua untuk mengawasi anak pada saat
anaknya bergaul dengan temannya dan agar orang tua bisa mendapatkan kabar
tentang sekolah ataupun kabar tentang anaknya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
orang tua selalu memberikan kebebasan kapada anak untuk melakukan sosialisasi
dengan kondisi atau lingkungan dimana anak berada dan fasilitas smartphone
sebagai pendukung atas upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Pergaulan bagi anak adalah sangat penting agar si anak mampu berkomunikasi
dengan teman-temannya hal ini juga dibutuhkan untuk perkembangan si anak ketika
dewasa kelak nanti. Menurut Munandar (2001) Kebutuhan sosial ini mencakup
memberi dan menerima persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki (belonging). Setiap
orang ingin menjadi anggota kelompok sosial, ingin mempunyai teman, kekasih.
Kebutuhan sosial erat kaitannya dengan kebutuhan dalam melakukan hubungan
dengan individu yang lain,sehingga penggunaan smartphone menjadi pendorong
untuk meningkatkan kualitas hubungan dengan sesama. Orang tua dalam
memberikan fasilitas smartphone kepada anak lebih dikarenakan adanya rasa cinta
kasih,bentuk cinta kasih tersebut yaitu dengan memberikan fasilitas yang anak
butuhkan dimana salah satunya yaitu smartphone. Fungsi utama dari smartphone
bagi orang tua yaitu sebagai penghubung ketika orang tua berperan sebagai teman
bagi anaknya, dimana seorang anak akan lebih bersifat terbuka ketika melakukan
komunikasi melalui smartphone dengan orang tuanya.
Hasil penelitian ini didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Drucker (1983),
motivasi berperan sebagai pendorong kemauan dan keinginan seseorang. Hal ini
menunjukkan dengan adanya keinginan orang tua untuk memberikan fasilitas
smartphone kepada anaknya berdasarkan dorongan kebutuhan rasa aman terhadap
anaknya ketika berada di sekolah ataupun di luar rumah, selain itu juga orang tua
mempunyai dorongan kebutuhan aktualisasi diri untuk mendorong kemajuan potensi
15
dan kreatifitas si anak. Dengan semakin berprestasi si anak maka orang tua juga akan
merasa bangga bila anaknya tumbuh cerdas. Orang tua sekarang akan tetap
memberikan smartphone kepada anaknya berdasarkan semakin majunya teknologi
komunikasi saat ini sehingga membuat keberadaan smartphone adalah mutlak perlu
seperti kebutuhan fisiologikal (faali). Kemudian dengan memberikan smartphone
kepada anak maka orang tua juga semakin dipandang oleh orang disekitar dorongan
inilah yang memperkuat orang tua untuk memberikan fasilitas smartphone kepada
anaknya yaitu dorongan kebutuhan harga diri. Dan dorongan yang terakhir yang
membuat orang tua memberikan smartphone pada anaknya ialah kebutuhan sosial.
Kebutuhan ini adalah salah satu wujud kasih sayang orang tua kepada anaknya.
Dengan memberikan smartphone, orang tua tetap bisa menghubungi si anak pada
saat si anak berada di sekolah maupun di tempat lain yang jaraknya jauh dari orang
tua, orang tua pun juga bisa berkomunikasi dengan mudah dengan anaknya pada saat
bekerja. Hal-hal inilah yang mendorong orang tua untuk memberikan fasilitas
smartphone pada anak berusia 5-12 tahun.
SIMPULAN DAN IMPLIKASI
Simpulan
Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa motivasi
orang tua yang memberikan fasilitas smartphone pada anak berdasarkan alasan
terpenting ialah pemenuhan kebutuhan rasa aman sebesar 37,3%, kebutuhan
aktualisiasi diri sebesar 29,3%, kebutuhan fisiologikal (faali) sebesar 17,3%,
kebutuhan harga diri sebesar 8% dan diikuti kebutuhan sosial sebesar 8%.
Implikasi
1. Bagi orang tua
a. Orang tua harus berupaya untuk mengendalikan pemakaian smartphone bagi
anak, dikarenakan dengan pemakaian yang secara terus menerus maka akan
memberikan dampak yang kurang baik terhadap perkembangan dan
tanggungjawab seorang anak.
b. Diharapkan orang tua harus memberikan arahan kepada anak sehingga tidak
secara terus menerus menggunakan dan memiliki tangung jawab atas tugas
yang harus diselesaikan.
c. Orang tua harus tetap menanamkan moral agama pada anak agar bisa
menyaring dampak negatif dari pengaruh global yang diberikan smartphone.
Sehingga anak tetap berperilaku baik dan benar.
d. Orang tua harus memberikan pemahaman kepada anaknya agar tidak
menggunakan smartphone terlalu sering karena dapat merusak mata si anak
akibat radiasi yang dipancarkan oleh smartphone.
e. Orang tua harus mengajarkan hal-hal yang positif dari penggunaan smartphone
pada anaknya misalnya; menerjemahkan, melatih dan menghafal kata-kata
bahasa inggris yang berguna untuk pelajarannya, atau mengajarkan untuk
memotret alam atau hewan-hewan seperti serangga sehingga muncul
16
pemahaman pada anak untuk mencintai, merawat, dan melindungi alam dan
yang ada di sekitarnya.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk mengembangkan atau menyempurnakan
penelitian karena pembahasan mengenai Motivasi ini sendiri masih luas. Sehingga
diharapkan dapat menemukan faktor yang lebih besar kaitannya dengan motivasi
serta dapat menggunakan subjek dengan sejumlah dan variasi yang lebih beragam
dan dapat menggunakan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan motivasi yang
tidak di teliti dalam penelitian ini misalnya hubungan, pengaruh, perilaku konsumen
dan sebagainya. Dengan harapan penelitian selanjutnya dapat mengembangkan dari
penelitian ini.
17
Daftar Pustaka
Adi Cahyo (2012). Anak Pun Kini Mulai Kecanduan Smartphone. Retrieved Januari
18, 2014, from http://www.centroone.com/lifestyle/2012/12/1a/anak-pun-kinimulai-kecanduan-smartphone/
Amanda (2013). Fenomena Smartphone di Kalangan Masyarakat Modern. Retrieved
Januari 18, 2014, from http://amanda2609.blogspot.com/2013/05/fenomenasmartphone-di-kalangan.html
Azwar, S. (2004). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Backer, Elisa. (2010).Using Smartphone and Facebook in A Major Assessment: The
Student Experience. E-Journal. Australia: University of Ballarat.
Drucker, Peter F. (1983). Management Tasks, Responsibilities and Practice. Saduran
PPM. Jakarta: Gramedia
Kompas.com (2011). Pengaruh Gadget Pada Otak Anak. Retrieved Januari 18, 2014,
from
http://female.kompas.com/read/2011/01/06/14083113/Pengaruh.Gadget.pada.O
tak.Anak
Memobee.com (2013). Smartphone Adalah Penyebab Utama Terjadi Kecelakaan
Pada Anak-anak Saat di Jalan. Retrieved Januari 18, 2014, from
http://www.memobee.com/smartphone-adalah-penyebab-utama-terjadikecelakaan-pada-anak-anak-saat-di-jalan-8227-news.html
Munandar, A.S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-Press
Oxford Dictionary. (2005). Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current
English.-7th Edition. New York: Oxford University Press.
Oxford Dictionary. (2013). Definition of Smartphone in English.
http://oxforddictionaries.com/definition/english/smartphone?q=smartphone.ht
ml (diakses tanggal 16 Desember 2013).
Panji Anoraga, S.E., M.M. (2009). Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta
Ratih Zulhaqi (2013). Ingat Efeknya…Biarkan Anak Tumbuh Sesuai Usianya!
Retrieved Januari 21, 2014, from
http://edukasi.kompas.com/read/2013/10/14/1618542/Ingat.Efeknya.Biarkan.A
nak.Tumbuh.Sesuai.Usianya.
Santrock, J. W (2002). Life-Span Development Edisi 5. Jakarta: Erlangga
Singgih Santoso & Fandy Tjiptono. (2000). Riset Pemasaran Konsep dan Aplikasi
dengan SPSS. PT. Gramedia, Jakarta.
18
Wikipedia
Ensiklopedia
Bebas.
(2013).
Telepon
Cerdas.
http://id.wikipedia.org/wiki/Telepon_cerdas.html
(diakses
tanggal
16
Desember 2013)
Zaldy Munir (2010). Peran dan Fungsi Orang Tua Dalam Mengembangkan
Kecerdasan Emosional Anak (Online). Di akses tanggal 21 Januari 2014, dari
http://zaldym.wordpress.com/2010/07/17/peran-dan-fungsi-orang-tua-dalammengembangkan-kecerdasan-emosional-anak/