diatur adalah suhu 30
o
Cmenit, hingga suhu akhir kolom 230
o
C dan dipertahankan selama 25 menit. Gas helium digunakan sebagai gas dengan
tekanan 1 kgcm
2
dan udara untuk FID masing-masing adalah 0,5 kgcm
2
. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan standar ester metil asam lemak
dan kuantifikasi masing-masing jenis asam lemak dilakukan dengan perbandingan terhadap standar internal C17:0
Kromatogram yang diperoleh digunakan untuk menentukan persentase komposisi asam lemak menggunakan persamaan :
a. Penentuan persen asam lemak
Persen total lemak = 100 - pelarut Persen puncak asam lemak
Persen asam lemak = x 100
persen total puncak asam lemak
b. Penentuan respon faktor R
f
standar asam lemak:
area SI
a
mg asam lemak
b
R
f
= x
mg SI
b
area asam lemak
a
c. Penentuan kadar asam lemak sampel
WSI mg
c
area asam lemak
d
Konsentrasi asam lemak mgg = x R
f
x W minyak g area SI
d
Keterangan :
a
area pada kromatogram hasil penyuntikan standar metil asam lemak
b
berat masing-masing asam lemak dalam standar ester metil asam lemak
c
jumlah standar internal C17:0 yang ditambahkan ke dalam sampel
d
area pada kromatogram hasil penyuntikan sampel
Kadar air, Metode Vakum AOAC, 1995
Sampel minyak sebanyak 5.0 g dimasukkan ke dalam cawan aluminium. Sampel lalu dikeringkan dalam oven vakum pada suhu 20-25
C dan tekanan dibawah 100 mmHg hingga bobotnya konstan. Cawan dan sampel tersebut
selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Bobot konstan terjadi jika pada selang selama 1 jam pengeringan perubahan bobot kurang
daro 0.05. Perhitungan kadar air sebagai berikut :
Bobot yang hilang g Kadar air
= x 100 basis basah Bobot sampel g
Nilai log P Halling, 1990; Hariyadi, 1996.
Nilai log P digunakan sebagai alat untuk menduga posisi baru keseimbangan suatu sistem reaksi dengan menggunakan sistem pelarut yang
lain. Nilai log P campuran pelarut A dan pelarut B ditentukan dengan memakai rumus empiris, proporsional dengan fraksi molar X, sesuai dengan
persamaan dibawah ini:
Keterangan : Log P = nilai logaritma koefisien partisi suatu pelarut pada sistem dua fase
P = koefisien
partisi X
= fraksi molar dari pelarut Log P
A dan B
= X
A
log P
A
+ X
B
log P
B
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan
Pada tahap awal penelitian dilakukan terlebih dahulu persiapan dan karakterisasi bahan baku serta studi literatur mengenai berbagai jenis penjerap
yang berpotensi dalam menjerap karotenoid, untuk penentuan jenis penjerap potensial yang akan dipilih untuk diuji dan dioptimasi di laboratorium.
Persiapan dan karakterisasi bahan baku
Pada tahap awal penelitian dilakukan karakterisasi bahan baku yang digunakan dalam penelitian. Bahan baku utama yang digunakan dalam
penelitian ini adalah minyak sawit kasar CPOCrude Palm Oil. Bahan baku CPO yang digunakan mula-mula dianalisis untuk mengetahui kadar air, kadar
asam lemak bebas, konsentrasi karotenoid serta komposisi asam lemaknya. Karakterisasi minyak sawit kasar yang digunakan disajikan pada Tabel 8
Tabel 8 Karakteristik minyak sawit kasar CPO
Karakteristik Satuan
Nilai
Kadar air 0.15
Kadar asam lemak bebas 3.50
Kadar karotenoid μgg 635.44
Komposisi asam lemak Asam laurat 12:0
0.66 Asam miristat 14:0
2.08 Asam palmitat 16:0
42.17 Asam stearat 18:0
2.45 Asam oleat 18:1
28.16 Asam linoleat 18:2
14.56 Asam linolenat 18:3
1.30 Kadar air dan kadar asam lemak bebas minyak sawit kasar yang
digunakan dalam penelitian ini masih memenuhi standar kualitas minyak sawit kasar menurut SNI Standar Nasional Indonesia. Kadar air maksimal minyak
sawit kasar menurut SNI nomor 01-2901-1995 adalah 2.0 dan kadar asam lemak bebas maksimal 5.0. Asam palmitat adalah asam lemak dominan
dalam minyak sawit kasar dengan jumlah sebesar 42.17, sedangkan asam oleat merupakan asam lemak dengan jumlah terbesar kedua setelah palmitat
yaitu sebesar 28.16 disusul asam linoleat sebanyak 14.56. Hasil analisis komposisi asam lemak secara lengkap tersaji pada Lampiran 2.
Studi literatur dilaksanakan dengan melakukan koleksi dan review berbagai penelitian yang berkaitan dengan adsorbsi karotenoid. Dari hasil
review beberapa penjerap mempunyai potensi sebagai penjerap karotenoid, antara lain : abu sekam padi, alumina, arang aktif, ASF, bentonit, bleaching
earth , C-18, Galeon V2, MgO. Dari beberapa penelitian yang dilaporkan,
arang aktif efektif untuk menjerap karotenoid demikian pula dengan bleaching earth
. Keduanya sering digunakan secara komersial di industri sebagai bahan pemucat minyak nabati. Dilaporkan oleh Naibaho 1983
pemucatan minyak sawit dimaksudkan untuk menghilangkan warna merah kuning yang disebabkan oleh karotenoid minyak sawit yang tidak disenangi
oleh konsumen. Sesuai dengan persyaratan warna minyak sawit yang telah dipucatkan tidak boleh melebihi 2.5 merah dan 25 kuning Lovibond
Tintometer Lebih lanjut Naibaho melaporkan pemucatan minyak sawit yang telah
dikenal antara lain adalah pemucatan dengan cara adsorbsi dengan menggunakan bahan pemucat seperti tanah liat dan karbon aktif. Kombinasi
pemucatan panas heat bleaching dengan pemucatan penjerap minyak sawit yang umum dikembangkan ialah kombinasi pemucatan panas. Pemucatan
minyak dengan tanah asam akan lebih baik jika dibandingkan dengan hasil pemakaian tanah netral. Dengan adanya sifat tersebut maka tanah liat
monmorillonit dapat diasamkan dengan asam mineral. Karakteristik penjerap arang aktif dan bleaching earth yang diperoleh dari PT. Madu Lingga
Perkasa, Gersik Sukabumi tersaji pada Tabel 9 dan 10 selanjutnya hasil Desk study
koleksi dan review berbagai penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan adsorbsi karotenoid disajikan pada Tabel 11
Tabel 9 Karakteristik penjerap arang aktif
Karakteristik Keterangan
Bahan baku tempurung kelapa
Proses karbonisasi destilasi kering
Suhu destilasi 550
C Waktu destilasi
3 jam Bentuk arang aktif
butiran kasar Rendemen 29
Kadar air 6.4
Kadar abu 2.1
Tabel 10 Karakteristik penjerap bleaching earth
Karakteristik Keterangan
Kadar air 8
pH 2.50 Asam untuk aktivasi
Asam sulfat Ukuran partikel
200 mesh Luas permukaan
195 m
2
gm Berat jenis
0.53 grml Jenis tanah
montmorillonite Daerah asal
Gersik; Sukabumi
Komposisi kimia :
SiO
2
65.0 Al
2
O
3
12.0 Fe
2
O
3
3.0 CaO 0.2
MgO 1.5 TiO
2
0.3 Na
2
O 0.5 K
2
O 0.2
Tabel 11 Beberapa penjerap yang berpotensi menjerap karotenoid
JENIS PENJERAP
PELARUT METODA
KAROTEN ppm
RECOVERI
KETE - RANGAN
PUSTAKA
Diaion HP20
Isopropano- lol dan
n-heksana Kromatografi
Adsorpsi,dg kolom
berjacket, suhu 40-60
C 10
5
40 – 65 Baharin,98
Alumina Isopropanol ol dan n-
heksana Kromatografi
Adsorpsi,dg kolom
berjacket, suhu 40-60
C 10
5
40 – 65 Baharin,98
Silica Gel Isopropano-
lol dan n-heksana
Kromatografi Adsorpsi,dg
kolom berjacket,
Suhu 40-60 C
10
5
40 – 65 Baharin,98
Galeon V
2
Aseton, Petroleum-
Eter PE Adsorbsi,
50 C,
350 rpm, 60menit,
hampa vacum mengadsorb
karoten 90.41
Naibaho,83
ASF Aseton, Petroleum-
Eter PE Adsorbsi,
50 C,
350 rpm, 60 menit,
hmpa vacum mengadsorb
karoten 87.54
Naibaho,83
Karbon Aktif
n-heksana pemurni
an minyak goreng bekas
Ferry, 2002 Karbon
Aktif : Alumina
Adsorbsi, 1 jam, saring
Mutu minyak goreng naik
50-90 Ita C.M.,
1991 Bentonit;
Bleaching earth
Nilai absorben
rendah, minyak jernih
Yulianto, 2004
MgO : Al2O3
PE : Aseton 1:3
Kolom Kromatografi
890,60 Sahidin,
2001 MgO :
Al2O3 PE : Aseton
1:1 Kolom
Kromatografi 644,12
Sahidin, 2001
C-19 Adsorpsi
Fase Terbalik
8.000 – 9.000
90 Choo,1989
Karbon Adsorpsi
5.000 –
7.000 50
Choo,1989 Karbon
Aktif Adsorpsi
3.700 –
5.600 80
Choo,1989 Mg Silikat :
Arang Aktif 1:1
Adsorpsi, 100
C Efisiensi
pemakai an minyak
goreng Nugraha
W.S., 2004
Penentuan Penjerap Yang Efektif
Pemilihan bahan pengekstrak atau pelarut yang digunakan untuk melarutkan komponen-komponen bioaktif dari tanaman merupakan tahap
paling penting dan menentukan untuk mencapai tujuan dan sasaran pelarutan. Menurut Houghton dan Raman 1998 terdapat dua pertimbangan utama
dalam pemilihan bahan pelarut. Pertama, harus mempunyai daya larut yang tinggi terhadap bahan yang akan dilarutkan, dalam hal ini untuk
mengoptimalkan perolehan senyawa bioaktif yang diinginkan. Kedua, tidak berbahaya dan tidak bersifat racun. Pertimbangan lain untuk memilih pelarut
juga berdasarkan pada titik didihnya, mudah tidaknya terbakar. Pelarut yang digunakan harus bersifat inert terhadap bahan baku, mudah didapat dan murah
harganya. Pada penelitian ini digunakan pelarut n-heksana yang mengacu pada hasil peneliti sebelumnya bahwa n-heksana merupakan pelarut yang umum
digunakan dalam metode ekstraksi pelarut Hamilton, 1980. Selanjutnya menurut Proctor et al., 1994 pelarut n-heksana efektif digunakan sebagai
bahan pelarut atau pengekstrak minyak. Demikian halnya Shills et al. 1994 mengatakan bahwa untuk ekstraksi komponen yang larut dalam lemak
dianjurkan menggunakan pelarut yang dapat merusak struktur sel, mendenaturasi protein dan dapat melarutkan fraksi lemak, dalam hal ini adalah
n-heksana. Pertimbangan dari segitoksisitas bahan pengekstrak, etanol dan n- heksana merupakan pelarut yang rendah atau kurang bahayanya secara
biologis, sehingga cocok digunakan untuk mengekstrak karotenoid Taungbodithan et al.,1998.
Peluang penggunaan arang aktif dan bleaching earth sebagai penjerap karotenoid dari minyak sawit kasar berdasarkan hasil desk study yang
dilakukan pada tahap pendahuluan. Penentuan penjerap yang effektif menjerap karotenoid ditentukan melalui perlakuan 1 arang aktif dengan konsentarsi
10 bv terhadap minyak sawit kasar CPO yang telah dilarutkan dengan larutan n-heksana 2 arang aktif 20 bv terhadap minyak sawit kasar CPO
yang telah dilarutkan dengan larutan n-heksana 3 bleaching earth 2 bv
144.65 270.28
417.35 579.94
736.31
0.00 100.00
200.00 300.00
400.00 500.00
600.00 700.00
800.00
10 30
50 70
90
Konsentrasi CPO dalam n-heksana bv K
a ro
te n
o id
te rj
e ra
p
ug k a
ro te
noi dg a
ra ng a
k ti
f
terhadap minyak sawit kasar CPO yang telah dilarutkan dengan larutan n- heksana.
Penjerapan dengan arang aktif 10 bv
Dilakukan isolasi karotenoid dari minyak sawit kasar CPO dengan menggunakan penjerap arang aktif dengan konsentrasi 10 bv terhadap CPO
yang telah dilarutkan dengan pelarut n-heksana. Konsentrasi minyak sawit kasar dalam n-heksana bv dibuat lima tingkat konsentrasi yaitu berturut-
turut: 10, 30, 50, 70 dan 90 masing-masing dibuat volume sampai 50 ml.
Gambar 19 Jumlah karotenoid yang terjerap pada penjerap arang aktif 10 bv dalam berbagai konsentrasi larutan CPO
Data yang disajikan pada Gambar 19 dan Lampiran 3 terlihat bahwa proses isolasi karotenoid menggunakan penjerap arang aktif 10 bv, jumlah
karotenoid yang terjerap meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi larutan CPO. Pada konsentrasi larutan CPO dalam pelarut n-heksana 10 bv,
karotenoid yang terjerap sebesar 144.65 ugg penjerap arang aktif 10, meningkat sampai 736.31 ugg penjerap arang aktif 10 pada konsentrasi
larutan CPO dalam pelarut n-heksana 90 bv. Dengan proses isolasi yang sama penelitian dilanjutkan dengan menggunakan penjerap arang aktif 20
bv.
Penjerapan dengan arang aktif 20 bv
Dilakukan isolasi karotenoid dari minyak sawit kasar dengan menggunakan penjerap arang aktif dengan konsentrasi 20 bv terhadap
minyak sawit kasar yang telah dilarutkan dengan pelarut n-heksana.
314.84 256.73
200.03 134.18
69.97
0.00 50.00
100.00 150.00
200.00 250.00
300.00 350.00
10 30
50 70
90
Konsentrasi CPO dalam n-heksana bv K
a rot
e noi
d t e
rj e
ra p
u g
k a
ro te
n o
id g
a ra
n g
a k
tif
Konsentrasi minyak sawit kasar dalam n-heksana bv dibuat lima tingkat konsentrasi yaitu berturut-turut: 10, 30, 50, 70 dan 90 masing-
masing dibuat volume sampai 50 ml dan hasil penelitian disajikan pada Gambar 20.
Gambar 20 Jumlah karotenoid yang terjerap pada penjerap arang aktif 20 bv dalam berbagai konsentrasi larutan CPO
Pada Gambar 20 dan data yang disajikan pada Lampiran 4 terlihat bahwa proses penjerapan karotenoid menggunakan penjerap arang aktif 20
bv, jumlah karotenoid yang terjerap meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi larutan CPO, tetapi jika dibandingkan dengan penggunaan
penjerap arang aktif 10 bv terlihat bahwa dengan peningkatan konsentrasi penjerap arang aktif dari 10 bv menjadi 20 bv jumlah karotenoid yang
terjerap menurun yang dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20. Pada konsentrasi larutan CPO dalam pelarut n-heksana 10 bv menggunakan penjerap arang
aktif 10 bv karotenoid yang terjerap sebesar 144.65 ugg arang aktif sedangkan jika menggunakan penjerap arang aktif 20 bv karotenoid yang
terjerap hanya 69.97 ugg arang aktif, demikian pula hasil yang ditunjukkan pada konsentrasi larutan CPO dalam pelarut n-heksana 90 bv menggunakan
penjerap arang aktif 10 bv karotenoid yang terjerap sebesar 736.31 ugg penjerap arang aktif sedangkan jika menggunakan penjerap arang aktif 20
bv karotenoid yang terjerap hanya 314.84 ugg arang aktif. Naibaho 1983 melaporkan penjerap arang aktif menunjukkan daya
penjerap terendah yaitu dalam proses pemucatan penurunan karotenoid sebesar
2665.19 7697.05
10554.72 12619.13
13103.35
0.00 2000.00
4000.00 6000.00
8000.00 10000.00
12000.00 14000.00
10 30
50 70
90
Kons e ntras i CPO dalam n-he k sana bv K
a ro
te n
o id
te rj
e ra
p
ug k a
rot e
noi d
g bl
e a
c hi
ng e
a rt
h
38.94 sedangkan jika menggunakan penjerap tanah pemucat Galeon V
2
penurunan karotenoid sebesar 68.50. Dari hasil penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 19 dan Gambar
20, penambahan jumlah penjerap arang aktif dari 10 bv menjadi 20 bv tidak meningkatkan jumlah karotenoid yang terjerap Kemudian pada
penelitian lanjut dicoba mengisolasi karotenoid dari minyak sawit kasar CPO menggunakan penjerap bleaching earth dengan konsentrasi 2 bv.
Penjerapan dengan bleaching earth 2 bv
Proses isolasi karotenoid dari minyak sawit kasar CPO menggunakan penjerap bleaching earth dengan konsentrasi 2 bv terhadap minyak sawit
kasar yang telah dilarutkan dengan pelarut n-heksana. Konsentrasi minyak sawit kasar dalam n-heksana bv dibuat lima tingkat konsentrasi yaitu
berturut-turut: 10, 30, 50, 70 dan 90 masing-masing dibuat volume sampai 50 ml, hasil penelitian disajikan pada Gambar 21.
Perlakuan pemucatan minyak sawit kasar seperti yang dilakukan di industri pemurnian minyak, menggunakan penjerap bleaching earth dengan
konsentrasi 2 sampai dengan 4 bv.
Gambar 21 Jumlah karotenoid yang terjerap pada penjerap bleaching earth
2 bv dalam berbagai konsentrasi larutan CPO
Hasil penelitian yang disajikan pada Gambar 21 dan Lampiran 5 terlihat bahwa proses isolasi karotenoid menggunakan penjerap bleaching
earth 2 bv, jumlah karotenoid yang terjerap meningkat seiring dengan
144.65 270.28
417.35 579.94
736.31 69.97
134.18 200.03
256.73 314.84
13103.35 12619.13
10554.72 7697.05
2665.19
0.00 2000.00
4000.00 6000.00
8000.00 10000.00
12000.00 14000.00
10 30
50 70
90
Kons entras i CPO dalam n-hek sana bv K
ar o
ten o
id yan
g t
er jer
ap
ug k a
rot e
noi d
g pe nj
e ra
p
Arang aktif 10 bv Arang aktif 20 bv
Bleaching earth 2 bv
meningkatnya konsentrasi larutan CPO. Pada konsentrasi larutan CPO dalam pelarut n-heksana 10 bv, karotenoid yang terjerap sebesar 2665.19 ugg
bleaching earth 2, meningkat sampai 13103.35 ugg penjerap bleaching
earth 2 pada konsentrasi larutan CPO dalam pelarut n-heksana 90 bv.
Selanjutnya dari data yang tersaji pada Gambar 21 dan Gambar 22 serta data yang tersaji pada Lampiran 5 sampai dengan Lampiran 7, penjerap
bleaching earth dengan konsentrasi 2 bv merupakan penjerap yang efektif
untuk mengisolasi karotenoid dari minyak sawit kasar, dibandingkan dengan arang aktif dengan konsentarsi 10 bv ataupun 20 bv, karena mampu
menjerap karotenoid kurang lebih 22 kali lebih besar jika dibandingkan dengan penjerap arang aktif 10 bv dan mampu menjerap karotenoid kurang
lebih 48 kali lebih besar jika dibandingkan dengan penjerap arang aktif 20 bv.
Gambar 22 Jumlah karotenoid yang terjerap pada penjerap arang aktif 10 dan 20 bv serta penjerap bleaching earth 2 bv dalam
berbagai konsentrasi larutan CPO
Untuk selanjutnya pada proses isolasi karotenoid dari CPO, penjerap bleaching earth
merupakan penjerap yang terseleksi untuk digunakan pada proses penelitian selanjutnya.
98.45 95.23