BUDAYA HEDONIS DALAM FILM GARASI (Analisis Semiotik Pada Film GARASI Karya Agung Sentausa)
BUDAYA HEDONIS DALAM FILM GARASI(Analisis Semiotik Pada Film
GARASI Karya Agung Sentausa)
Oleh: Dimas Andhika Abdi Negara ( 01220144 )
communication science
Dibuat: 20070719 , dengan 2 file(s).
Keywords: Budaya Hedonis, Film, Analisis Semiotik
ABSTRAK
Dunia remaja sebagai salah satu tema yang kerap kali diangkat ke atas media massa, karena
dunia remaja merupakan dunia yang penuh kecenderungan akan gaya hidup. Beberapa film
industri yang mengarahkan dirinya kepada para penonton remaja, banyak menampilkan kondisi
budaya hedonisme. Gambaran budaya hedonisme yang terdapat dalam film dengan segmen
kaum remaja pada dasarnya dilatari oleh gaya hidup kaum remaja yang memang sangat dekat
dengan gaya hidup kaum remaja itu sendiri, dimana mereka selalu berpenampilan serta
berperilaku untuk identitas dirinya, serta orientasi pada prinsip kesenangan dalam dunia hidup
kebebasan yang terdapat dalam dunia remaja. Adapun rumusan masalah yang ada Bagaimanakah
makna budaya hedonis direpresentasikan dalam film GARASI karya Agung Sentausa.
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami makna budaya hedonis yang
terdapat dalam film GARASI karya Agung Sentausa.
Hedonisme lahir dalam masyarakat industri yang banyak menampilkan gaya hidup dan perilaku
yang konsumtif. Dalam budaya hedonis, banyak dilatari oleh perkembangan industri yang
banyak memproduksi bendabenda konsumtif yang dapat mencitrakan seseorang dengan orang
lain. Sedangkan film dibentuk oleh teknik narasinya, yang juga dikelompokkan oleh
kemungkinankemungkinan teknik yang dapat mempertinggi nilai kenyataan pada film. Film
merupakan sebuah bahasa kompleks yang mematuhi aturanaturan tertentu, yang ditentukan oleh
sebuah keragaman tandatanda yang bermacammacam (montage, posisi, musik, suara, karakter
tokoh, dan lainlain). Analisis semiotik merupakan analisis terstruktur sehingga akan
memungkinkan terbacanya nilainilai atau belief system yang digunakan sebagai referensi untuk
mengkonstruksikan makna. Semiotik sendiri lebih memberi kemungkinan bagi upaya
pembongkaran praktik ideologi dalam teks film dan ia sendiri memberikan ruang bagi
pengeksplorasian yang lebih mendalam.
Metodologi penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan pendekatan dengan metode analisis
semiotik berdasarkan konsep semiotik Pierce yang memperhatikan elemen tanda yaitu, indeks,
ikon, simbol dan semiotik Barthes, dimana tanda dimaknai secara denotasi dan konotasi tanpa
mengesampingkan mitos yang ada, untuk memperoleh gambaran atau pengertian yang umum
dan relatif menyeluruh mencakup permasalahan yang diteliti. Jenis penelitian ini adalah
penelitian interpretatif kualitatif. Dengan fokus penelitiannya adalah, makna budaya hedonis
yang dianggap representatif. Ruang lingkup penelitian ini adalah film GARASI yang tersaji
dalam bentuk audio visual, dengan total durasi 120 menit. Data primer dalam penelitian ini
berupa film GARASI yang didokumentasikan dalam bentuk VCD (Video Compact Disc), lalu
VCD tersebut diputar menggunakan VCD Player dan diobservasi berdasarkan dengan analisa
yang dipergunakan, lalu shot dan scene yang mewakili budaya hedonis akan dipotong dengan
menggunakan program Xing MPEG Player. Sedangkan data sekunder diperoleh dari buku, web
(internet), artikel, serta bahan tertulis lainnya untuk menunjang kelengkapan data penelitian.
Budaya hedonis dalam film GARASI itu sendiri terdapat dalam bentuk mengapresiasikan diri
dalam bermusik, baik bermain musik ataupun menikmati sajian musik itu sendiri, kemudian
aktifitas mendatangi toko kaset dan café serta cara berpenampilan maupun pergaulan antar
remaja. Aktifitas tersebut dianggap mewakili budaya hedonis karena aktifitas tersebut hanya
untuk kepuasan batin semata dan pada umumnya digunakan sebagai “pelarian” dari masalah
yang sedang dihadapi. Dari analisis diatas peneliti menyimpulkan budaya hedonis telah menjadi
sebuah kebutuhan dan aktifitas atau tindakan tersebut juga mengandung unsur prestise,
dikarenakan semakin sering remaja melakukan hal tersebut diatas, maka remaja tersebut telah
dianggap “gaul” atau telah mewakili identitas dari dirinya. Dengan begitu remaja akan lebih
mudah diterima oleh lingkungan bergaulnya.
GARASI Karya Agung Sentausa)
Oleh: Dimas Andhika Abdi Negara ( 01220144 )
communication science
Dibuat: 20070719 , dengan 2 file(s).
Keywords: Budaya Hedonis, Film, Analisis Semiotik
ABSTRAK
Dunia remaja sebagai salah satu tema yang kerap kali diangkat ke atas media massa, karena
dunia remaja merupakan dunia yang penuh kecenderungan akan gaya hidup. Beberapa film
industri yang mengarahkan dirinya kepada para penonton remaja, banyak menampilkan kondisi
budaya hedonisme. Gambaran budaya hedonisme yang terdapat dalam film dengan segmen
kaum remaja pada dasarnya dilatari oleh gaya hidup kaum remaja yang memang sangat dekat
dengan gaya hidup kaum remaja itu sendiri, dimana mereka selalu berpenampilan serta
berperilaku untuk identitas dirinya, serta orientasi pada prinsip kesenangan dalam dunia hidup
kebebasan yang terdapat dalam dunia remaja. Adapun rumusan masalah yang ada Bagaimanakah
makna budaya hedonis direpresentasikan dalam film GARASI karya Agung Sentausa.
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami makna budaya hedonis yang
terdapat dalam film GARASI karya Agung Sentausa.
Hedonisme lahir dalam masyarakat industri yang banyak menampilkan gaya hidup dan perilaku
yang konsumtif. Dalam budaya hedonis, banyak dilatari oleh perkembangan industri yang
banyak memproduksi bendabenda konsumtif yang dapat mencitrakan seseorang dengan orang
lain. Sedangkan film dibentuk oleh teknik narasinya, yang juga dikelompokkan oleh
kemungkinankemungkinan teknik yang dapat mempertinggi nilai kenyataan pada film. Film
merupakan sebuah bahasa kompleks yang mematuhi aturanaturan tertentu, yang ditentukan oleh
sebuah keragaman tandatanda yang bermacammacam (montage, posisi, musik, suara, karakter
tokoh, dan lainlain). Analisis semiotik merupakan analisis terstruktur sehingga akan
memungkinkan terbacanya nilainilai atau belief system yang digunakan sebagai referensi untuk
mengkonstruksikan makna. Semiotik sendiri lebih memberi kemungkinan bagi upaya
pembongkaran praktik ideologi dalam teks film dan ia sendiri memberikan ruang bagi
pengeksplorasian yang lebih mendalam.
Metodologi penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan pendekatan dengan metode analisis
semiotik berdasarkan konsep semiotik Pierce yang memperhatikan elemen tanda yaitu, indeks,
ikon, simbol dan semiotik Barthes, dimana tanda dimaknai secara denotasi dan konotasi tanpa
mengesampingkan mitos yang ada, untuk memperoleh gambaran atau pengertian yang umum
dan relatif menyeluruh mencakup permasalahan yang diteliti. Jenis penelitian ini adalah
penelitian interpretatif kualitatif. Dengan fokus penelitiannya adalah, makna budaya hedonis
yang dianggap representatif. Ruang lingkup penelitian ini adalah film GARASI yang tersaji
dalam bentuk audio visual, dengan total durasi 120 menit. Data primer dalam penelitian ini
berupa film GARASI yang didokumentasikan dalam bentuk VCD (Video Compact Disc), lalu
VCD tersebut diputar menggunakan VCD Player dan diobservasi berdasarkan dengan analisa
yang dipergunakan, lalu shot dan scene yang mewakili budaya hedonis akan dipotong dengan
menggunakan program Xing MPEG Player. Sedangkan data sekunder diperoleh dari buku, web
(internet), artikel, serta bahan tertulis lainnya untuk menunjang kelengkapan data penelitian.
Budaya hedonis dalam film GARASI itu sendiri terdapat dalam bentuk mengapresiasikan diri
dalam bermusik, baik bermain musik ataupun menikmati sajian musik itu sendiri, kemudian
aktifitas mendatangi toko kaset dan café serta cara berpenampilan maupun pergaulan antar
remaja. Aktifitas tersebut dianggap mewakili budaya hedonis karena aktifitas tersebut hanya
untuk kepuasan batin semata dan pada umumnya digunakan sebagai “pelarian” dari masalah
yang sedang dihadapi. Dari analisis diatas peneliti menyimpulkan budaya hedonis telah menjadi
sebuah kebutuhan dan aktifitas atau tindakan tersebut juga mengandung unsur prestise,
dikarenakan semakin sering remaja melakukan hal tersebut diatas, maka remaja tersebut telah
dianggap “gaul” atau telah mewakili identitas dari dirinya. Dengan begitu remaja akan lebih
mudah diterima oleh lingkungan bergaulnya.