Nama David Rivaldy Kelas 9 3 Tugas Kemuh

Nama : David Rivaldy
Kelas : 9 – 3
Tugas : Kemuhammadiyahan
Organisasi Muhammadiyah Dulu Dan Sekarang
A. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta pada 8 Dzulhijjah 1330 H/18
November 1912 oleh Muhammad Darwis yang kemudian dikenali sebagai K.H. Ahmad Dahlan.
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai
pedagang. Melihat keadaan umat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh
dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka
kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis. Oleh kerana itu
beliau memberikan pengertian keagamaan di rumahnya di tengah kesibukannya sebagai Khatib
dan pedagang.
Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan
merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji Ahmad Dahlan
(Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci
dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih
pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada
ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari
Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari
Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn

Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan
Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Ssudi
Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih
ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan
justru membawa ide dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.
Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk mengaktualisasikan
gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan dengan kawan-kawan dari Boedi
Oetomo yang tertarik dengan masalah agama yang diajarkan Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo
dan R. Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan
di Kweekscholl Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler,




yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai
Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan
setelah Kyai wafat. Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman,
nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai
Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan
tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian

diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui shalat istikharah (Darban, 2000: 34). Artinya, pilihan
untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana
tradisi kyai atau dunia pesantren.
Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk
mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, menurut Adaby Darban (2000: 13)
secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyah
Diniyah Islamiyah, yang didirikannya pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut merupakan
rintisan lanjutan dari ”sekolah” (kegiatan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam) yang
dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran yang mengandung
ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Dalam tulisan Djarnawi
Hadikusuma yang didirikan pada tahun 1911 di kampung Kauman Yogyakarta tersebut,
merupakan ”Sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah sekolah agama, yang tidak diselenggarakan
di surau seperti pada umumnya kegiatan umat Islam waktu itu, tetapi bertempat di dalam sebuah
gedung milik ayah Kyai Dahlan, dengan menggunakan meja dan papan tulis, yang mengajarkan
agama dengan dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu umum.
Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330
Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama
”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember
1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang
pertama, tahun 1912), yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22

Agustus 1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan
ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah. Dalam
artikel 1 dinyatakan, ”Perhimpunan itu ditentukan buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November
1912. Namanya ”Muhammadiyah” dan tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya
(Artikel 2), ialah: a. menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu
‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan b.
memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya.”
Terdapat hal menarik, bahwa kata ”memajukan” (dan sejak tahun 1914 ditambah dengan
kata ”menggembirakan”) dalam pasal maksud dan tujuan Muhammadiyah merupakan kata-kunci
yang selalu dicantumkan dalam ”Statuten Muhammadiyah” pada periode Kyai Dahlan hingga
tahun 1946 (yakni: Statuten Muhammadiyah Tahun 1912, Tahun 1914, Tahun 1921, Tahun 1931,
Tahun 1931, dan Tahun 1941). Sebutlah Statuten tahun 1914: Maksud Persyarikatan ini yaitu:
Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di Hindia Nederland,
Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam
kepada lid-lidnya.
Dalam pandangan Djarnawi Hadikusuma, kata-kata yang sederhana tersebut mengandung
arti yang sangat dalam dan luas. Yaitu, ketika umat Islam sedang dalam kelemahan dan
kemunduran akibat tidak mengerti kepada ajaran Islam yang sesungguhnya, maka
Muhammadiyah mengungkap dan mengetengahkan ajaran Islam yang murni itu serta


menganjurkan kepada umat Islam pada umumnya untuk mempelajarinya, dan kepada para ulama
untuk mengajarkannya, dalam suasana yang maju dan menggembirakan.
Pada AD Tahun 1946 itulah pencantuman tanggal Hijriyah (8 Dzulhijjah 1330) mulai
diperkenalkan. Perubahan penting juga terdapat pada AD Muhammadiyah tahun 1959, yakni
dengan untuk pertama kalinya Muhammadiyah mencantumkan ”Asas Islam” dalam pasal 2 Bab
II., dengan kalimat, ”Persyarikatan berasaskan Islam”. Jika didaftar, maka hingga tahun 2005
setelah Muktamar ke-45 di Malang, telah tersusun 15 kali Statuten/Anggaran Dasar
Muhammadiyah, yakni berturut-turut tahun 1912, 1914, 1921, 1934, 1941, 1943, 1946, 1950
(dua kali pengesahan), 1959, 1966, 1968, 1985, 2000, dan 2005. Asas Islam pernah dihilangkan
dan formulasi tujuan Muhammadiyah juga mengalami perubahan pada tahun 1985 karena
paksaan dari Pemerintah Orde Baru dengan keluarnya UU Keormasan tahun 1985. Asas Islam
diganti dengan asas Pancasila, dan tujuan Muhammadiyah berubah menjadi ”Maksud dan tujuan
Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud
masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata’ala”. Asas Islam dan
tujuan dikembalikan lagi ke ”masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” dalam AD
Muhammadiyah hasil Muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta.
Kelahiran Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat dengan sikap,
pemikiran, dan langkah Kyai Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu memadukan paham Islam
yang ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang membuka
pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberi karakter yang khas dari kelahiran dan

perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari. Kyai Dahlan, sebagaimana para pembaru
Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang khas, memiliki cita-cita membebaskan umat Islam dari
keterbelakangan dan membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang
meliputi aspek-aspek tauhid (‘aqidah), ibadah, mu’amalah, dan pemahaman terhadap ajaran
Islam dan kehidupan umat Islam, dengan mengembalikan kepada sumbernya yang aseli yakni
Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shakhih, dengan membuka ijtihad.
Mengenai langkah pembaruan Kyai Dahlan, yang merintis lahirnya Muhammadiyah di
Kampung Kauman, Adaby Darban (2000: 31) menyimpulkan hasil temuan penelitiannya sebagai
berikut:”Dalam bidang tauhid, K.H A. Dahlan ingin membersihkan aqidah Islam dari segala
macam syirik, dalam bidang ibadah, membersihkan cara-cara ibadah dari bid’ah, dalam bidang
mumalah, membersihkan kepercayaan dari khurafat, serta dalam bidang pemahaman terhadap
ajaran Islam, ia merombak taklid untuk kemudian memberikan kebebasan dalam ber-ijtihad.”.
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia
mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauhjauhnya.”
(QS. An-Nisa, ayat 116)
Faktor utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman K.H. Ahmad
Dahlan terhadap Al Qur’an dalam menelaah, membahas, meneliti dan mengkaji kandungan
isinya. Dalam surat Ali Imran ayat 104 dikatakan bahwa: “ Dan hendaklah ada diantara kamu
sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan

mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. Memahami seruan diatas,
K.H. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk membangun sebuah perkumpulan, organisasi atau

perserikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada pelaksanaan misi dakwah
Islam amar ma’ruf nahi munkar di tengah masyarakat.
 Visi dan Misi Muhammadiyah
1. Visi
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan
watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqomah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam
amar ma’ruf nahi munkar di semua bidang dalam upaya mewujudkan Islam sebagai rahmatan
lil’alamin menuju terciptanya/terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Hadist yang menerangkan:
‫ )رواه‬.‫عنماطل نما تقططيوققوونن‬
‫عنماطل أ ننح لق‬
‫ب طإلنى اللطه نقانل أ نودنوقمنها نوطإون نق لنل نونقانل اك ول نقفووا طمنن ال ن و‬
‫ قسطئنل الن ل نطب لقي صلم أ ن لقي ال ن و‬: ‫ت‬
‫عن ونها نقال ن و‬
‫عاطئنشنة نرطضني اللقه ن‬
‫عون ن‬
‫ن‬

(‫البخارى‬

Artinya :” Dari Aisyah r.a. berkata : Nabi pernah ditanya :”Manakah amal yang paling dicintai
Allah? Beliau bersabda :”Yang dilakukan secara terus menerus meskipun sedikit”. Beliau
bersabda lagi :”Dan lakukanlah amal-amal itu, sekadar kalian sanggup melakukannya.” (HR.
Bukhari)

2. Misi
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar memiliki misi :
1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang dibawa oleh
para Rasul sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw.
2. Memahami agama dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk
menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan.
3. Menyebar luaskan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an sebagai kitab Allah terakhir
dan Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia.
4. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
 Faktor Internal dan Eksternal Lahirnya Muhammadiyah
a. Faktor obyektif yang bersifat Internal
 Kelemahan dan praktek ajaran Islam.
Kelemahan praktek ajaran agama Islam dapat dijelaskan melalui dua bentuk,

1. Tradisionalisme
Pemahaman dan praktek Islam tradisionalisme ini ditandai dengan pengukuhan yang kuat
terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan menutup kemungkinan untuk melakukan
ijtihad dan pembaharuan-pembaharuan dalam bidang agama. Paham dan praktek agama seperti
ini mempersulit agenda ummat untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan baru yang banyak
datang dari luar (barat). Tidak jarang, kegagalan dalam melakukan adaptasi itu termanifestasikan
dalam bentuk-bentuk sikap penolakan terhadap perubahan dan kemudian berapologi terhadap
kebenaran tradisional yang telah menjadi pengalaman hidup selama ini.
2. Sinkretisme
Pertemuan Islam dengan budaya lokal disamping telah memperkaya khasanah budaya
Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format-format sinkretik, percampuradukkan antara
sistem kepercayaan asli masyarakat-budaya setempat. Sebagai proses budaya,
percampuradukkan budaya ini tidak dapat dihindari, namun kadang-kadang menimbulkan
persoalan ketika percampuradukkan itu menyimpang dan tidak dapat dipertanggungjawabkan
dalam tinjauan aqidah Islam. Orang Jawa misalnya, meski secara formal mengaku sebagai

muslim, namun kepercayaan terhadap agama asli mereka yang animistis tidak berubah.
Kepercayaan terhadap roh-roh halus, pemujaan arwah nenek moyang, takut pada yang angker,
kuwalat dan sebagainya menyertai kepercayaan orang Jawa. Islam, Hindu, Budha dan animisme
hadir secara bersama-sama dalam sistem kepercayaan mereka, yang dalam aqidah Islam banyak

yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara Tauhid.
 Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan sistem pendidikan Islam
yang khas Indonesia. Transformasi nilai-nilai keIslaman ke dalam pemahaman dan kesadaran
umat secara institusional sangat berhutang budi pada lembaga ini. Namun terdapat kelemahan
dalam sistem pendidikan Pesantren yang menjadi kendala untuk mempersiapkan kader-kader
umat Islam yang dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan zaman. Salah satu kelemahan itu
terletak pada materi pelajaran yang hanya mengajarkan pelajaran agama, seperti Bahasa Arab,
Tafsir, Hadist, Ilmu Kalam, Tasawwuf dan ilmu falak. Pesanteren tidak mengajarkan materimateri pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia, fisika, ekonomi dan lain
sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat Islam untuk memahami perkembangan
zaman dan dalam rangka menunaikan tugas sebagai khalifah di muka bumi ini. Ketiadaan
lembaga pendidikan yang mengajarkan kedua materi inilah yang menjadi salah satu latar
belakang dan sebab kenapa KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, yakni untuk
melayani kebutuhan umat terhadap ilmu pengetahuan yang seimbang antara ilmu agama dan
ilmu duniawi.
b. Faktor Objektif yang Bersifat Eksternal

Kristenisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran
Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang terprogram dan sistematis

untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi kristen.
Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah
Kolonialisme Belanda. Missi Kristen, baik Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki
dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini
didukung dan dibantu oleh dana-dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristen
inilah yang terutama mengguggah KH. Ahmad Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari
pemurtadan.
 Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan
Islam di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik, ekonomi maupun kebudayaan.
Ditambah dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan
terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk
melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan
Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajahan melalui
pendekatan kultural, terutama upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur
pendidikan.
 Gerakan Pembaharuan Timur Tengah
Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu mata rantai
dari sejarah panjang gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah, Ibnu Qayyim,
Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan

lain sebagainya. Persentuhan itu terutama diperolah melalui tulisan-tulisan Jamaluddin al-Afgani
yang dimuat dalam majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh KH. Ahmad Dahlan. Tulisan-

tulisan yang membawa angin segar pembaharuan itu, ternyata sangat mempengaruhi KH. Ahmad
Dahlan, dan merealisasikan gagasan-gagasan pembaharuan ke dalam tindakan amal yang riil
secara
terlembaga.
Dengan melihat seluruh latar belakang kelahiran Muhammadiyah, dapat dikatakan bahwa KH.
Ahmad Dahlan telah melakukan lompatan besar dalam beritijtihad. Prinsip-prinsip dasar
perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak kuat pada al-Quran dan Sunnah, namun implementasi
dalam operasionalisasinya yang memeiliki karakter dinamis dan terus berubah-ubah sesuai
dengan perkembangan zaman Muhammadiyah banyak memungut dari berbagai pengalaman
sejarah secara terbuka (misalnya sistem kerja organisasi yang banyak diilhami dari yayasanyayasan Katolik dan Protestan yang banyak muncul di Yogyakarta waktu itu.
B. Perkembangan Muhammadiyah di Indonesia
➊. Muhammadiyah Pada Masa Penjajahan

Pada masa ini, perintisan yang dilakukan K.H.A.Dahlan mengarah pada ajakan untuk
melaksanakan islam secara benar sesuai dengan tuntunan AL-Qur’an dan As-sunah shahihah,
wujud rintisan K.H.A.Dahlan antara lain :
1. Pada tahun 1898, beliau meluruskan arah kiblat secara benar dengan serong kearah barat
laut 24,5 derajat.
2. Bermula dari sekolah yang dirintis di teras rumah K.H.A Dahlan dan akhirnya beliau
membangun gedung standard school med de Qur’an hingga akhirnya pendidikan
Muhammadiyah terus berkembang.
3. K.H.A Dahlan yang dibantu K.H.Suja’ merintis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
pada 15 Februari1923.
4. Pada tahun 1922, didirikan mushala khusus wanita.
Pada 23 Februari 1923, K.H.A Dahlan wafat. Namun perjuangan Muhammadiyah tetap
dilanjutkan oleh murid-murid beliau dan terus mengalami perkembangan seperti :
✯. H. Karim Amrullah yang bergelar H. Rasul pemimpin perkumpulan Sandi Aman di Padang

bergabung dengan Muhammadiyah.

✯. Dipercayakannya Consul-Consul di luar pulau Jawa kepada :

1.
2.
3.
4.

AR Sutan Mansyur consul untuk pulau Sumatera.
M.Hasan Tjorong consul untuk pulau Kalimantan.
D.Muntu consul untuk pulau Sulawesi.
Muhammadiyah Pada Masa Kemerdekaan

Rasa kecintaan Muhammadiyah terhadap tanah air dibuktikan dengan di bentuknya perkumpulan
Hisbul Wathan yang berarti pembela tanah air. Beberapa aktivisnya yaitu bapak Sarbini dan
Jend.Sudirman.
Setelah Indonesia merdeka, putera terbaik Muhammadiyah Ki Bagus Hadikusuma menjadi
anggota BPUPKI untuk merumuskan Pancasila.Pada 17 Agustus 1945, Muhammadiyah
membidani lahirnya partai Masyumi yang diresmikan pada 7 November 1945.

➋. Muhammadiyah Pada Masa Orde Lama

Kemenangan Partai Masyumi pada 1955, membuat PKI dan antek-anteknya menaruh dendam
hingga menuduh Masyumi terlibat dalam pemberontakan PRRI di Sumatera. PKI membujuk
penguasa pada saat itu untuk membubarkan Masyumi yang tentu akan mengancam eksistensi
Muhammadiyah. Tetapi,keputusan tertingi tetap di tangan presiden Soekarno.
Dampak dari permasalahan tersebut, banyak
aktivis Muhammadiyah dijebloskan ke penjara yakni :

tokoh

Masyumi

yang

notabene

a. Buya HAMKA
b. Mr.Kasman Singidimejo
c. dr.Yusuf Wibisono
Pada 1959, dikeluarkan dekrit presiden yang memberi waktu pada Masyumi untuk membubarkan
diri. Lalu dalam rangka menyelamatkan Muhammadiyah dari hasutan PKI terhadap presiden,
diberikanlah predikat “Anggota Setia Muhammadiyah” kepada Ir.Soekarno.
➌. Muhammadiyah Pada Masa Orde Baru

Pada masa ini, Muhammadiyah menata kembali organisasinya dan turut membantu pemerintah
dalam menumpas PKI. Namun setelah cukup lama berkuasa, mulai terjadi penyelewenganpenyelewengan. Semua organisasi Massa dan politik tidak ada yang boleh menentang kata-kata
pemerintah. Pada 1977, munculnya krisis moneter yang menyerang bangsa Indonesia. Hal ini
mendorong para aktivis untuk ikut bersama gelombang masyarakat untuk melengserkan rezim
orde baru. Akhirnya pada 22 Mei 1998, rezim orde baru tumbang, dan digantikan dengan Masa
Reformasi yang satu diantara penggeraknya ialah Prof. DR.H.Amien Rais.
➍. Muhammadiyah Pada Masa Reformasi

Dalam sidang Tanwir di Semarang pada 1998, Muhammadiyah merelakan Prof.DR.H. Amien
Rais untuk melepaskan jabatannya sebaga Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah guna menjaga
agar kondisi perpolitikan tidak menghambat gerak juang Muhammadiyah.
Pada Sidang Tanwir Muhammadiyah bulan Februari 2002 di Bali, Muhammadiyah merumuskan
khittah berbangsa dan bernegara yang isi nya mempertegas statement Ujung Pandang dan
Khittah Surabaya.
Muhammadiyah mengihimbau kadernya yang berpolitik riil agar memperhatikan :
☞.

Mengedepankan kejujuran

☞.

Menjadi Uswatun Khasanah

☞.

Melakukan Islah

C. Maksud dan Tujuan Muhammadiyah
Rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah sejak berdiri hingga sekarang ini telah mengalami
beberapa kali perubahan redaksional, perubahan susunan bahasa dan istilah. Tetapi, dari segi isi,
maksud dan tujuan Muhammadiyah tidak berubah dari semula. Pada waktu pertama berdirinya
Muhamadiyah memiliki maksud dan tujuan sebagai berikut:

☛ Rumusan pertama Menyebarkan pengajaran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam

kepada penduduk bumi-putra, di dalam residensi Yogyakarta. Dan Memajukan hal agama Islam
kepada anggota-anggotanya.
☛ Rumusan kedua terjadi setelah muhammadiyah meluas ke berbagai daerah di luar Yogyakarta.
Memperhatikan jumlah cabang yang ada di luar Yogyakarta maka maksud dan tujuan
muhammadiyah harus direvisi sesuaii dengan keadaan riil yang dialaminya. Adapun isinya
adalah memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam di Hindia
Belanda, serta memajukan dan menggembirakan hidup sepanjang kemauan Agama Islam kepada
sekutu-sekutunya.
☛ Rumusan ketiga rumusan ketiga ini terjadi ketika masa pendudukan Jepang di Indonesia.
Pemerintahan fasis ini mengharuskan terjadinya perubahan redaksional yang sesuai dengan yang
dikehendakinya. Maka rumusanya adalah sesuai dengan kepercayaan untuk mendirikan
kemakmuran bersamaseluruh Asia Timur Raya dibawah pimpinan Dai Nippon, dan memang
diperintahkan oleh Allah maka perkumpulan ini:
ⓐ. Hendaknya menyiarkan agama Islam, serta melatihkan hidup yang selaras dengan tuntunannya.
ⓑ. Hendak melakukan pekerjaan perbaikan umum.
ⓒ. Hendak memajukan pengetahuan dan keepandaian serta budi pekerti yang baik kepada
anggoya-anggotanya.
☛ Rumusan keempat terjadi setelah Muktamar Muhammadiyah ke 31 di Yogyakarta. Adapaun
rumusanya adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
☛ Rumusan kelima ini diubah pada Muktamar Muhammadiyah ke 34 di Yogyakarta. Perubahan ini
hanya pada redaksionalnya saja dari kata dapat mewujudkan menjadi terwujudnya. Sihingga
rumusan resminya adalah, Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
☛ Rumusan keenam terjadi pada Muktamar Muhammadiyah ke 41 di Surakarta. Pada tahun itu
Muhammadiyah harus merubah maksud dan tujuan azaznya, dikarenakan kehadiran Undangundang nomor 8 tahun 1985 tentang kewajiban setiap ormas, baik agama maupun non agama
untuk mencantumkan asas pancasila. Adapun maksud dan tujuan hasil Muktamar ke 41 itu
adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama,
adil, dan makmur yang diridhai Allah SWT.
☛ Rumusan ketujuh Muhammadiyah adalah gerakan Islam, Dakwah Amar ma’ruf Nahi Munkar,
berasaskan Islam yang bersumber pada al Qur’an dan As-Sunnah.
✦ . Kesimpulan

Muhammadiyah adalah salah satu orgnisasi Islam pembaharu di Indonesia. Gerakan
Muhammadiyah yang dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan sesungguhnya merupakan salah satu
mata rantai yang panjang dari gerakan pembaharuan Islam. maksud dan tujuan Muhamadiyah,
yaitu Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama,
adil dan makmur yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.