Penggunaan Hak Ingkar Notaris Pada Perkara Perdata Dan Pidana

Penggunaan Hak Ingkar Notaris Pada Perkara Perdata Dan Pidana
(Studi Penelitian Di Kota Medan)
Hamidah
Program Studi Magister Kenotariatan
Program Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara
Dalam praktek sering terjadi perlakuan-perlakuan yang kurang wajar terhadap
Notaris dalam hubungannya dengan hak ingkar ini apabila seorang Notaris dipanggil
untuk dimintai keterangannya menyangkut akta atau dipanggil sebagai saksi dalam
hubungannya dengan suatu peranjian yang dibuat dengan akta di hadapan Notaris yang
bersangkutan. Bagi pihak-pihak tertentu, apakah itu oleh karena disengaja atau karena
tidak mengetahui tentang adanya peraturan perundang-undangan mengenai hak ingkar
tersebut seolah-olah dianggap tidak ada rahasia jabatan Notaris, demikian juga tidak ada
hak ingkar dan Notaris.
Melihat adanya kenyataan seperti itu, hal ini merupakan suatu kenyataan yang
pahit, bahwa di kalangan para Notaris sendiri ada yang tidak atau kurang memahami
tentang hak ingkar ini dan baru kemudian setelah mengetahuinya mempergunakannya di
dalam persidangan, setelah ia sebelumnya memberikan keterangan-ketarangan di hadapan
penuntut umum, hal mana selain merupakan pelanggaran terhadap sumpah rahasia
jabatan Notaris, juga dapat menimbulkan kesan, bahwa bagi para Notaris tidak ada hak
ingkar.

Untuk meneliti mesalah tersebut di atas dilakukan penelitian yang bersifat
deskriptif analitis, lokasi penelitian dipilih di kota Medan, populasinya seluruh Notaris
yang ada di Kota Medan akan tetapi diambil sampelnya sebanyak 10% dan populasi yang
sekaligus sebagai responden dan narasumbernya adalah Hakim, Jaksa, Polisi dan
Pengacara. Dalam penelitian ini digunakan studi dokumen dan wawancara sebagai sarana
dalam pengumpulan data.

1
e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara

Dari hasil penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1.

Dalam perkara perdata yang dicari adalah kebenaran formil (formele

waarheid)

artinya apabila seorang Notaris yang dipanggil sebagai saksi di persidangan
mengenai akta yang dibuat di hadapannya, maka pada prinsipnya akta Notaris itu
sudah cukup (mewakili) dirinya untuk dijadikan sebagai alat bukti sehingga tidak

diperlukan lagi kehadiran Notaris tersebut. Dalam hal ini Notaris lebih leluasa untuk
menggunakan hak ingkarnya.
2.

Dalam perkara pidana yang dicari adalah kebenaran materiil (materie/e waarheid).
Alat bukti keterangan saksi pada umumnya merupakan alat bukti yang paling utama
sehingga Notaris tidak bisa menggunakan hak ingkamya karena hak ingkar itu tidak
berlaku efektif. Hal ini disebabkan karena ada peraturan khusus yang
mengenyampingkan peraturan umum, dalam hal ini KUHAP mengenyampingkan
Undang-Undang Jabatan Notaris.

3.

Pada asasnya setiap warga Negara wajib memberikan kesaksian di muka
persidangan. Artinya keterangan-keterangan yang diberikan sangatlah membantu
dalam proses persidangan. Dari segi pidana, keingkaran dari Notans untuk
memberikan kesaksian di muka persidangan akan dituntut berdasarkan Pasal 161
KUHAP dan Pasal 224 jo Pasal 522 KUHP sehingga pada kenyataannya hampir
dapat dikatakan hak ingkar Notaris tidak digunakan dalam perkara pidana karena
sanksi yang diberikan oleh Undang Undang Jabatan Notaris tersebut tidak pernah

terealisasi.

Kata-Kata Kunci:

Hak Ingkar
Notaris
Perkara Perdata Dan Pidana

2
e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara