Lapis Permukaan ITP Lapis Pondasi ITP

II-53 Koefisien kekuatan relatif Kekuatan bahan Jenis Bahan MS kg Kt kgcm2 CBR a1 a2 a3 0,14 100 Pondasi macadam basah 0,12 60 Pondasi macadam kering 0,14 100 Batu pecah kelas A Batu pecah kelas B 0,13 80 0,12 60 Batu pecah kelas C Sirtupitrun kelas A 0,13 70 Sumber : Perkerasan Lentur Jalan Raya 1999 Silvia Sukirman • Di dalam pemilihan material sebagai lapisan pada perkerasan harus diperhatikan tebal minimum perkerasan yang besarnya dapat dilihat pada Tabel 2.43. Tabel 2.43 Tebal Minimum Lapisan Perkerasan

a. Lapis Permukaan ITP

Tebal Minimum cm Bahan 3,00-6,70 5 Lapen aspal macadam, HRA, Asbuton, Laston 6,71-7,49 7,5 Lapenaspal macadam, HRA, Asbuton, Laston 7,50-9,99 7,5 Asbuton, Laston ≥10,00 10 Laston Sumber : Perkerasan Lentur Jalan Raya 1999 Silvia Sukirman

b. Lapis Pondasi ITP

Tebal minimum cm Bahan 3,00 15 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen atau kapur II-54 ITP Tebal minimum cm Bahan 3,00-7,49 20 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen atau kapur 7,90-9,99 10 Laston atas 20 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen atau kapur, pondasi macadam 10,00 - 12,24 15 Laston atas 20 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen atau kapur, pondasi macadam, lapen, laston atas ≥ 12,15 25 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen atau kapur, pondasi macadam, lapen, laston atas Sumber : Perkerasan Lentur Jalan Raya 1999 Silvia Sukirman Struktur perkerasan lentur secara tipikal dapat dilihat pada Gambar 2.14. Sumber : SKBI 2.3.26.1987 Gambar 2.14 Tipikal Struktur Perkerasan Lentur 2.4.4 Prosedur Perhitungan Tebal Perkerasan Kaku Metode-metode untuk perencanaan perkerasan kaku ada bermacam-macam metode, diantaranya adalah Metode Bina Marga. Adapun prosedur perhitungannya sebagai berikut: Lapis permukaan Lapis pondasi atas Lapis pondasi bawah Tanah dasar II-55

1. Besaran-besaran rencana

Menurut rencana didasarkan pada jumlah sumbu kendaraan niaga Comercial Vehicle kurang lebih 2 tahun terakhir.

2. Karakteristik kendaraan :

- Jenis kendaraan niaga dengan berat total 5 ton. - Konfigurasi sumbu ƒ Sumbu tunggal dengan roda tunggal STRT ƒ Sumbu tunggal dengan roda ganda STRG ƒ Sumbu tandem dengan roda ganda ST d RG ƒ Sumbu tridem dengan roda ganda ST r RG

3. Prosedur perhitungan tebal perkerasan:

- Hitung LHR hingga akhir umur rencana - Menghitung jumlah kendaraan niaga JSKN = 365 x JSKNH x R Keterangan : JSKN : Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga JKNH : Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga Harian R : Faktor pertumbuhan lalu lintas yang besarnya tergantung pada faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan i dan umur rencana n ƒ 1 log 1 1 i i R e M + − + = Æ Untuk i konstan selama umur rencana n i ≠ 0 ƒ 1 1 1 log 1 1 − − − + + − + = m e M i m n i i R Æ Setelah m tahun pertumbuhan lalu lintas tidak terjadi lagi ƒ [ ] 1 log 1 1 1 1 log 1 1 i i i i i R e m n m e M − − + + + + − + = − Æ Setelah waktu tertentu pertumbuhan lalu lintas berbeda dengan sebelumnya. n tahun pertama Æ 1, i ≠ 0 m tahun pertama Æ 1, i ≠ 0 II-56 - Hitung prosentase masing-masing kombinasi konfigurasi beban sumbu terhadap jumlah sumbu kendaraan niaga harian JSKNH. - Hitung jumlah repetisi komulatif tiap-tiap kombinasi konfigurasibeban sumbu pada jalur rencana. JSKN x JSKNH i x C x F KB Keterangan : JSKN = Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga JSKNH = Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga Harian JSKNHi = Kombinasi terhadap JSKNH C = Koefisien distribusi F KB = Faktor keamanan beban sumbu yang sesuai dengan penggunaan jalan Faktor koefisien distribusi C dapat dilihat pada Tabel 2.44. Tabel 2.44 Koefisien Distribusi Jumlah Lajur Kendaraan Niaga 1 Arah 2 Arah 1 Lajur 1 1 2 Lajur 0,7 0,5 3 Lajur 0,5 0,475 4 Lajur 0,5 0,45 5 Lajur 0,5 0,425 6 Lajur 0,5 0,40 Sumber : SKBI 2.3.28.1998 - Faktor Keamanan Beban: ƒ Jalan tol : F KB = 1.20 ƒ Jalan Arteri : F KB = 1.10 ƒ Kolektorlocal : F KB = 1.00 - Kekuatan tanah dasar Subgrade CBR Tanah Dasar Efektif ditentukan dengan grafik pada gambar 2.15. II-57 Gambar 2.15a Tebal Pondasi Bawah Minimum untuk Perkerasan Kaku Gambar 2.15b CBR Tanah Dasar efektif dan Tebal Pondasi Bawah 4. Kekuatan Beton Kekuatan beton untuk perancangan tebal perkerasan beton semen dinyatakan dalam kekuatan lentur tarikmodulus of rupture MR dengan satuan kgcm 2 dalam keadaan memaksa, minimum 30 kgcm 2 . II-58 Bila dengan standar lainnya : SNI T-15-1991-03 : c cf f f 7 , = MPa ACI 318-83 : c cf f f 62 , = MPa cf f = Kuat lentur tarik beton MPa c f = Kuat tekan karakteristik b eton usia 28 hari MPa

5. Perencanaan Tebal Pelat

Tebal plat acuan dapat ditentukan dengan grafik pada gambar 2.16 berikut ini. Gambar 2.16 Grafik Perencanaan f cf = 4.25 MPa, Beton dengan ruji, Lalu lintas luar kota, Fkb = 1.1 Tebal Pelat Beton mm II-59

6. Analisa Fatik dan Analisa Erosi

Dari tebal pelat acuan dilakukan analisa fatik dan analisa erosi. Analisa fatik menggunakan Faktor Rasio Tegangan FRT, sedangkan analisa erosi menggunakan Faktor Erosi FE yang dapat ditentukan dengan Tabel 2.45. FRT = Tegangan Ekuivalen TE Kuat Tarik Lentur Beton f cf Analisa fatik dan analisa erosi dapat dilakukan dengan menggunakan nomogram pada gambar 2.17 dan gambar 2.18 sehingga ditentukan repetisi tegangan ijin pelat. Jumlah prosentase repetisi tegangan yang terjadi terhadap repetisi tegangan ijin dari kedua analisa harus lebih kecil dari 100. Tabel 2.45 Tegangan Ekuivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Kaku tanpa Bahu Beton Pd T-14-2003 II-60 Gambar 2.17 Analisa Erosi berdasarkan Faktor Erosi, tanpa Bahu Beton II-61 Gambar 2.18 Analisa Fatik berdasarkan Faktor Rasio Tegangan, dengan tanpa Bahu Beton

7. Perencanaan Tulangan dan sambungan

Penulangan berfungsi untuk : - Membatasi lebar retakan dan jarak retak - Mengurangi jumlah sambungan II-62 - Mengurangi biaya pemeliharaan

8. Penulangan pada perkerasan beton bersambung

A s = fs g h M L × × × × × 2 µ Dimana : A s = Luas tulangan yang dibutuhkan mm 2 m’ µ = Koefisien gesek antara pelat beton dengan pondasi dibawahnya = 1,3 plastik M = berat jenis beton kgm 3 L = Jarak antar sambungan tepi bebas pelat m = 5 h = Tebal pelat yang ditinjau m = 0.26 g = percepatan gravitasi ms 2 fs = Tegangan tarik baja MPa, digunakan baja U 400 σ y = 400 MPa = 0.6 x σ y ¾ Tulangan Memanjang A s min = 0,6 x h x b ¾ Tulangan Melintang As min = 0,1 x h x b

9. Penulangan pada perkerasan beton menerus

2 , 3 , 1 100 F nfb fy fb Ps − − = Keterangan : Ps = Prosentase tulangan memanjang terhadap penampang beton fb = Kuat tarik beton 0,4 – 0,5 MR fy = Tegangan leleh baja n = EyEb → modulus elastisitas bajabeton F = Koefisien gesek antara pelat dan pondasi Ps min = 0,6 − Kontrol terhadap jarak retakan kritis II-63 h 3 . . . . 2 2 fb Eb S fp u p n fb Lcr − = Keterangan : Lcr = Jarak antara retakan teoritis fb = Kuat tarik beton 0,4 – 0,5 MR n = EyEb → modulus elastisitas bajabeton p = Luas tulangan memanjang m 2 u = 4d KelilingLuas tulangan → 2 4 1 d d π π fp = Tegangan lekat antara tulangan dengan beton = 2,16 d bk σ S = Koefisien susut beton 400 x 10 6 Eb = Modulus elastisitas beton 16600 bk σ − Penempatan Tulangan Penempatan tulangan melintang sebagai berikut: ƒ lebih dari 65 mm untuk tebal pelat h kurang dari 20 cm; ƒ maksimum h 3 untuk tebal pelat lebih dari 20 cm; Tulangan memanjang ditempatkan diatas tulangan melintang. Gambar 2.19 Penempatan Tulangan II-64

10. Perencanaan Sambungan

a. Sambungan Susut Contraction Joint − Berfungsi untuk mengendalikan tegangan lenting warping stressed dan retakan akibat susut. − Sambungan susut dibentuk dengan memasang pengisi yang sudah terbentuk atau dengan menggergaji hingga kedalaman seperempat tebal pelat. − Waktu penggergajian dilakukan 8 sampai 20 jam setelah pengecoran − Lebar penggergajian minimum 3 – 5 mm. − Untuk penyaluran beban setiap sambungan susut harus dipasang dowel salah satu ujung dilumuri anti lengket dipasang selubung PVC. Ukuran dowel yang digunakan antara lain : Tabel 2.46 Diameter Dowel No. Tebal Pelat Beton; h mm Diameter dowel mm Panjang mm Jarak mm 1 125 - 140 20 450 300 2 140 - 160 24 450 300 3 160 - 190 28 450 300 4 190 - 220 33 450 300 5 220 - 250 36 450 300 Sumber : Perencanaan dan Pelaksanaan Perkerasan Jalan Beton Semen.2002 − Celah sambungan harus ditutup dengan joint sealer. − Jarak sambungan susut melintang yaitu : • 4 – 5 meter untuk perkerasan beton bersambung tanpa tulangan • 8 – 15 meter untuk perkerasan beton bersambung tanpa tulangan II-65 • Untuk perkerasan beton menerus dengan tulangan sesuai kemampuan pelaksanaan lebih besar dari 100 meter. Gambar 2.20 Sambungan Pelaksanaan Melintang b. Sambungan Pelaksanaan Construction Joint − Sambungan pelaksanaan ditempatkan pada perbatasan akhir pengecoran dan awal pengecoran berikutnya. − Sambungan pelaksanaan memanjang dengan bentuk lidah alur harus dilengkapi tie bars. − Batang tie bars merupakan tulangan ulir dengan diameter minimum 16 mm, pajang 800 m dan jarak antar tulangan 750 mm. Gambar 2.21 Sambungan Pelaksanaan Memanjang II-66 − Sedangkan untuk sambungan pelaksanaan melintang harus dilengkapi dengan dowel.

c. Sambungan Muai Isolasi Expansionn Joint