Factors influencing to the performances of Rural Extension Center (BPP) and their impacts to the behaviors of ricefield farmers in South Sulawesi

(1)

i

BALAI PENYULUHAN PERTANIAN (BPP) DAN

DAMPAKNYA PADA PERILAKU PETANI PADI

DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

MUH. HATTA JAMIL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

ii

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Balai Penyuluhan Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku Petani Padi di Sulawesi Selatan” adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Muh. Hatta Jamil NIM. I362060011


(3)

iii

MUH. HATTA JAMIL. Factors Influencing to the Performances of Rural Extension Center (BPP) and Their Impacts to the Behaviors of Ricefield Farmers in South Sulawesi. Advisors : AMRI JAHI, DARWIS S. GANI, MA’MUN SARMA and I GUSTI PUTU PURNABA.

Good performances of Rural Extension Center (Balai Penyuluhan Pertanian-BPP) are indicated through action programs that have both direct and indirect impacts to the farmer behavior in terms of increased competencies and participation, so that their agricultural business productivity is increase and sustain. It is expected in longer period that there is an increasing incomes and prosperity of the farmers and their families. This research was aimed to know factors related to the action programs as a representation of BPP performance and relationship between factors that potentially increase BPP performance and their impacts to the behavioral changes of ricefield farmers in South Sulawesi. Population of this research were all BPP located in 15 districts (regencies) in South Sulawesi (176 sub-districts/150 BPP). Determination of samples used Slovin method, number of samples was 109 BPP located within 109 sub-districts. Research design was done based on the ex post facto with method design of survey and interviews using questionnaires. Design of data analysis used approach of Structural Equation Modeling (SEM) model applying LISREL program. Results of the research showed that variables of BPP development, BPP management, human resources, guided farmers, BPP resources, and BPP adaptation were significantly influencing the action programs as BPP representative performances with correlation coefficient (R2) was 0.72, the remaining 28 percent was affected by other factors outside of the study. Those

factors directly influenced each others both insignificant and significant at

α = 0.05. Besides that, they also indirectly influenced farmer behavior as much as 0.78 unit. The influence of action program as representation of BPP performances to the farmer behavior was indicated by correlation coefficient (R2) of 0.61, the remaining 39 percent was influenced by other variables outside of the study. Strategic implication of this research become important to the farmer behaviors, and to the development of BPP performances through action programs to a better direction by considering BPP development, BPP management, human resources, guided farmers, BPP resources and BPP adaptation.

Keywords : Performances, development, management, resources, adaptation, action program, farmer behavior, BPP.


(4)

iv

MUH. HATTA JAMIL. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan Dampaknya pada Perilaku Petani Padi di Sulawesi Selatan. Di bawah bimbingan Amri Jahi, Darwis S. Gani, Ma’mun Sarma dan I Gusti Putu Purnaba.

Organisasi penyuluhan pertanian telah mengalami “disorganisasi” saat Indonesia memasuki era otonomi daerah. Kebijakan desentralisasi diterapkan pada beberapa bidang, termasuk bidang pertanian dan penyelenggaraan penyuluhan pertanian dari pemerintahan pusat ke daerah. Pelimpahan tersebut, berimplikasi terhadap struktur dan nomenklatur organisasi penyuluhan. Implikasi lainnya, sumberdaya yang dibutuhkan seperti sarana prasarana dan pembiayaan untuk melaksanakan tugas organisasi BPP secara khusus dan organisasi penyuluhan pertanian secara umum semakin minim dan bahkan tidak jelas.

Kinerja organisasi turut menentukan efektivitas dan efisiensi kinerja organisasi dalam menjabarkan dan melaksanakan program aksi Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). Hal tersebut diperlihatkan pada minimnya dukungan sumberdaya dan pembiayaan terhadap operasionalisasi BPP, sehingga kinerja organisasi BPP menjadi tidak memadai untuk mendukung tujuan organisasi BPP yang pada akhirnya akan membuat pengejawantahan tugas pokok dan fungsi anggota organisasi dan fungsi BPP tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Kedudukan BPP ditingkat kecamatan sesungguhnya merupakan titik sentral dalam struktur organisasi penyuluhan. Dapat dikatakan sebagai organisasi penyelenggaraan perubahan, karena BPP menerima pelimpahan tugas dari atas atau menerjemahkan kebijakan yang dirumuskan dari struktur atas, tetapi disisi lain juga dituntut memahami permasalahan dan menyelami aspirasi dari bawah (petani), kemudian menyelenggarakan penyuluhan pada wilayahnya. Karena itu, perumusan program aksi BPP harus terus dibangun dan dilengkapi untuk mendorong kinerja BPP.

Kinerja BPP tercermin dari rumusan dan penjabaran serta pelaksanaan program aksi hubungannya dengan pengembangan BPP, pengelolaan BPP, sumberdaya manusia BPP, petani binaan, sumberdaya BPP, adaptasi BPP, dan program yang berhubungan dengan perilaku petani. Kinerja organisasi BPP yang baik, harapannya akan berdampak pada kinerja anggota organisasi yang baik dan pada saat yang bersamaan diharapkan turut memengaruhi perilaku kliennya (petani) yang mendorong ke arah kompetensi dan partisipasi klien yang semakin tinggi dan pada akhirnya akan membantu klien meningkatkan produktivitas usahatani mereka dan dalam jangka panjang akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan keluarganya.

Tujuan penelitian: (1) mengidentifikasi faktor-faktor internal yang dapat meningkatkan kinerja BPP dalam bentuk program aksi pada perilaku petani dalam berusahatani padi di Sulawesi Selatan, (2) mengkaji pengaruh faktor-faktor internal, program aksi BPP pada perilaku petani dalam berusahatani padi di Sulawesi Selatan, (3) mengkaji derajat hubungan faktor-faktor internal yang berpengaruh pada program aksi BPP pada perilaku petani dalam mengembangkan


(5)

v

terhadap perubahan perilaku petani padi di Sulawesi Selatan.

Populasi penelitian adalah seluruh BPP yang terdapat di 15 kabupaten pada setiap kecamatan di Sulawesi Selatan (176 Kecamatan/150 BPP). Penentuan sampel menggunakan metode Slovin, sehingga jumlah sampel sebanyak 109 BPP yang berkedudukan di 109 Kecamatan pada 15 Kabupaten di Sulawesi Selatan.

Desain penelitian menggunakan metode survei dan wawancara dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan desain analisis data dilakukan dengan pendekatan model Structural Equation Modeling (SEM) yang menggunakan program LISREL.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengembangan BPP, pengelolaan BPP, sumberdaya manusia, petani binaan, sumberdaya BPP, dan adaptasi BPP berpengaruh nyata pada program aksi BPP. Koefisien pengaruh masing-masing peubah, yaitu : 0,21; 0,53; 0,23; 0,17; 0,54 dan 0,15 yang nyata pada α = 0,05, koefisian determinasi pengaruh secara bersama keenam peubah tersebut pada program aksi sebesar 72 persen, yang nyata pada α = 0,05. Dampak pengaruh program aksi pada perubahan perilaku petani padi sebesar 61 persen dengan koefisien pengaruh 0,78 yang nyata pada α = 0,05. Hal tersebut berarti, bahwa setiap peningkatan satu satuan program aksi berdampak pada perubahan perilaku petani ke arah kompetensi dan partisipasi yang meningkat sebesar 0,78 satuan.

Kesimpulan penelitian: pengembangan BPP, pengelolaan BPP, SDM, petani binaan, sumberdaya BPP dan adaptasi BPP berpengaruh nyata pada program aksi BPP. Sedangkan faktor-faktor internal yang berpengaruh pada program aksi BPP adalah : tujuan, strategi, tata kelola, kepemimpinan, pelatihan teknis, rasio antara penyuluh dengan petani, jumlah tenaga administrasi dan keuangan, jumlah kelompok binaan, luas WKBPP, pembiayaan, sarana dan prasarana, sistem informasi, uji coba teknologi pertanian, pengembangan masyarakat dan kerjasama dengan lembaga lain. Pengembangan BPP, pengelolaan BPP, SDM, petani binaan, sumberdaya BPP dan adaptasi BPP berpengaruh tidak langsung dan nyata pada perubahan perilaku petani, sedangkan program aksi melalui penciri pembentuknya, yaitu: programa, RDK, RDKK dan biaya operasional berpengaruh langsung dan nyata pada perilaku petani. Derajat hubungan antar peubah pengembangan BPP, pengelolaan BPP, SDM, petani binaan, sumberdaya BPP dan adaptasi BPP tergolong lemah dan tidak berbeda nyata. Derajat hubungan yang tergolong kuat adalah pada peubah pengembangan BPP dan sumberdaya BPP, pengembangan BPP dan SDM, pengelolaan BPP dan SDM, sumberdaya BPP dan SDM serta petani binaan dan sumberdaya BPP, sedangkan derajat hubungan antar peubah pengembangan BPP dan adaptasi BPP, pengembangan BPP dan petani binaan, pengembangan BPP dan pengelolaan BPP, pengelolaan BPP dan adaptasi BPP, pengelolaan BPP dan sumberdaya BPP, pengelolaan BPP dan petani binaan, SDM dan adaptasi, SDM dan petani binaan, petani binaan dan adaptasi serta sumberdaya BPP dan adaptasi BPP tergolong lemah. Program aksi BPP berdampak pada perubahan perilaku petani melalui dimensi programa penyuluhan, RDK, RDKK dan biaya operasional.

Kata Kunci : kinerja, pengembangan, pengelolaan, sumberdaya, adaptasi, program aksi, perilaku petani.


(6)

vi

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencatumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tujuan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya


(7)

vii

BALAI PENYULUHAN PERTANIAN (BPP) DAN

DAMPAKNYA PADA PERILAKU PETANI PADI

DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

MUH. HATTA JAMIL

Disertasi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Doktor pada

Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

viii Nama : Muh. Hatta Jamil NIM : I362060011

Program Mayor : Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS., M.Ec Anggota

Prof. Dr. Ir. Darwis S. Gani, MA Anggota

Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA Anggota

Mengetahui

Koordinator Program Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(9)

ix

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia, rahmat dan ridho-Nya, sehingga disertasi ini dapat dirampungkan dengan baik. Disertasi ini berjudul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan Dampaknya pada Perilaku Petani Padi di Provinsi Sulawesi Selatan” merupakan disertasi yang dianggap berguna dan bermanfaat bagi pengembangan penyuluhan di Indonesia, terutama dari segi organisasi BPP sebagai ujung tombak penyelenggaraan penyuluhan di Indonesia.

Selesainya disertasi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak, utamanya kepada ketua komisi pembimbing Bapak Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc, dan anggota komisi pembimbing Prof. Dr. Ir. Darwis S. Gani, MA, Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS., M.Ec. dan Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA., penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga atas segala budi baik Bapak-Bapak membimbing saya, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran. Semoga kebaikan yang diberikan kepada saya menjadi berkah bagi saya dan bagi Bapak-Bapak beserta keluarga. Ucapan terima kasih pula penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS dan Dr. Ir. Lukman Effendy, M.Si selaku penguji luar komisi, Bapak Prof. Dr. Ir. Darmawan Salman, MS dan Dr. Ir. Teddy R. Muliady, MM selaku pakar untuk uji kuesioner, Bapak Dr. Arif Satria, M.Si selaku Dekan Fak. Ekologi Manusia IPB dan Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc selaku koord. Prog. Mayor PPN IPB yang telah memberikan arahan dan bimbingan pada proses perkuliahan serta pelayanan akademik. Juga terima kasih kepada Bapak Rektor Unhas, Dekan Faperta Unhas, dan Kajur Sosek Faperta Unhas Prof. Dr. Ir. Bulkis, MS atas kesempatan yang diberikan melanjutkan studi S3 dan bantuan moril maupun materil dan kepada Bapak Dr. Djunaidi M. Dachlan, MS (Kepala Puslitbang Kebijakan dan Manajemen Unhas) dan Prof. Dr. Ir. Rahmawaty Nadja, MS atas bantuan moril dan materil selama penulis menempuh pendidikan. Terima kasih kepada Pemprov SulSel dan Pemkot Makassar atas ijin penelitian dan bantuan materilnya serta penyuluh, khususnya kepala BPP dan stafnya serta petani di SulSel yang telah memberikan informasi, saya sampaikan terima kasih.

Kepada Dr. M. Iqbal Bahua, Yohanis Kamagi dan seluruh teman-teman di PPN, PISPI dan pengurus Forum Wacana IPB 2009/2010 yang tidak dapat disebut namanya satu persatu, saya juga mengucapkan terima kasih. Terkhusus terima kasih saya sampaikan kepada orang tua, isteri dan anak-anakku dengan segenap pengorbanan dan kesabaran menemani selama penulis kuliah sampai saat penyelesaian studi serta saudara-saudaraku dan keluarga penulis atas segala dukungan dan doa serta kasih sayangnya selama ini.

Saya berharap semoga disertasi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Januari 2012. Muh. Hatta Jamil


(10)

x

anak kelima dari sembilan bersaudara, pasangan Bapak M. Jamil dan Ibu Sitti Nahra. Tahun 1996 penulis menikah dengan Ir. Debia Arida, MP dan telah dikaruniai lima anak, bernama Muhammad Rifqi Zulfahmi, Muhammad Mihraj Arib, Muhammad Aqil Atthatari, Muhammad Irsyad Muthahadar dan Dzakirah Taliyah Farizah. Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah atas di selesaikan di Makassar. Pendidikan Sarjana ditempuh pada tahun 1987 di Program Studi Sosek Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar, lulus tahun 1992. Pendidikan Magister Sains ditempuh pada tahun 1999 di Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP) Pascasarjana IPB Bogor, lulus pada tahun 2001. Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa S3 di Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan Pascasarjana IPB dengan beasiswa (BPPS) Dirjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional RI.

Tahun 1995 penulis diangkat sebagai PNS (tenaga edukatif) pada Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin sampai sekarang. Sejak menjadi Dosen penulis Pernah mengikuti Training On Course Agribusiness Management, The Institute for The Development Of Agricultural Cooperation In Asia (IDACA), Tokyo, Japan. Menghadiri Seminar International Enhancement of Extension System In Agriculture, Faisalabad, Pakistan, (Laison APO Pakistan). Editor Prosiding Sarasehan Nasional “Pemberdayaan Manusia Pembangunan yang Bermartabat.” terbit tahun 2008 yang diterbitkan PPN-IPB. Penulis buku Perencanaan Partisipatif dan Paradigma Pembangunan Masyarakat (ISBN, 2010), Menjadi salah seorang penulis dalam buku “Enhancement of Extension Systems in Agriculture” (ISBN, 2006). Pernah Menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan Wilayah Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indoensia (POPMASEPI) 1991-1992, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat POPMASEPI 1992-1994. Ketua Umum Forum Mahasiswa Pascasarjana (Forum Wacana) IPB 2009/2010. Deklator dan Pengurus Pusat Perhimpunan Sarjana Pertanian Indoensia (PISPI). Peserta dan Pemakalah pada International Roundtable Discussion di Universiti Putra Malaysia (2009), terakhir penulis mendapat kesempatan mengikuti Sandwich Program di Bremen University, Jerman, 2009/2010. Penulis pernah aktif di Pusat Studi Lingkungan Unhas (1989-1993), sekarang selain sebagai staf pengajar di Sosek Pertanian Unhas, juga aktif pada Pusat Studi kebijakan dan Manajemen Pembangunan (PSKMP) Unhas yang berganti nama menjadi Puslitbang Kebijakan dan Manajemen Unhas dari 1995 – Sekarang.


(11)

xi

DAFTAR TABEL ………. DAFTAR GAMBAR ………. DAFTAR LAMPIRAN ………. PENDAHULUAN ………. Latar Belakang ………. Masalah Penelitian ………... Tujuan Penelitian ………. Kegunaan Penelitian ……… Definisi Istilah ………... TINJAUAN PUSTAKA ……… Pengertian Kinerja ……… Penilaian Kinerja ……….. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja ………. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Organisasi ………. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Program Aksi BPP ………

Pengembangan BPP ……… Keunggulan Mutu BPP……… Sumberdaya Manusia ………. Sarana dan Pembiayaan ……….. Rencana Strategis ……… Hubungan Faktor-Faktor yang Memengaruhi

Kinerja Organisasi BPP ……… Masa Operasional ………... Luas Kebun Percontohan ……… Luas Wilayah Kerja ……… Jumlah Kelompok Binaan ……….. Jumlah Petani Binaan ………. Masa Kerja Staf ……….. Keunggulan Mutu BPP ……….

Tata Kelola ………. Kepemimpinan ……… Sistem Pengelolaan ………. Sumberdaya Manusia ………...

Jumlah Staf ………. Pendidikan Formal ………. Pelatihan Teknis ………. Penempatan Staf ……….. Pengembangan Staf ……….

Halaman xvi xv xvi 1 1 5 7 8 9 12 12 16 20 24 27 27 32 38 41 45 49 49 53 56 57 60 62 65 65 67 69 70 70 71 73 75 77


(12)

xii

Rencana Strategis ………... Visi ………... Misi ……….. Tujuan dan Sasaran ………. Arah Kebijakan ……… Program – Program ……….. Kegiatan ………….……….. Program Aksi ………... Rencana Pembelajaran ………. Materi Pembelajaran ……….... Media Pembelajaran ……….... Metoda Pembelajaran ……….. Biaya Operasional ……… Evaluasi ……… Peran BPP pada Kegiatan Usahatani ……… Perilaku Petani ………. Hubungan Kinerja BPP dengan Perilaku Petani ……….. KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ……….. Kerangka Berpikir ……… Hipotesis Penelitian ……….. METODE PENELITIAN ……….. Desain Penelitian ……….. Populasi dan Sampel ……… Populasi ……… Sampel ……….. Data dan Instrumentasi ………. Data ……….. Instrumentasi ……… Validitas dan Reliabilitas Instrumen ….………... Validitas Instrumen ………. Reliabilitas Instrumen ……….………. Pengumpulan Data ………... Analisis Data ……… HASIL DAN PEMBAHASAN ………. Hasil penelitian ………

Analisis Parameter Model Struktural

Kinerja BPP ……… 86 87 89 91 92 93 96 97 101 103 104 108 111 114 116 119 121 123 123 130 131 131 137 137 138 140 140 149 150 152 152 153 154 156 156 156


(13)

xiii

sumberdaya manusia, petani binaan, sumberdaya

BPP dan adaptasi BPP pada program aksi BPP ……….. Pengaruh pengembangan BPP, pengelolaan BPP,

sumberdaya manusia, petani binaan, sumberdaya

BPP dan adaptasi BPP pada perilaku petani ……….. Hubungan antar peubah pengembangan BPP,

pengelolaan BPP, sumberdaya manusia, petani

binaan, sumberdaya BPP dan adaptasi BPP ……… Pengaruh program aksi BPP pada

perubahan perilaku petani padi ……….. Pembahasan ………

Pengaruh pengembangan BPP

pada program aksi ………... Pengaruh pengelolaan BPP

pada program aksi ………. Pengaruh SDM pada

program aksi BPP ……….. Pengaruh petani binaan

pada program aksi BPP ………. Pengaruh sumberdaya BPP

pada program aksi BPP………. Pengaruh Adaptasi BPP

pada program aksi BPP………. Pengaruh Pengembangan BPP, Pengelolaan BPP, SDM, Petani Binaan, Sumberdaya BPP dan Adaptasi BPP

pada Program Aksi BPP ………. Pengaruh Pengembangan BPP, Pengelolaan BPP, SDM, Petani Binaan, Sumberdaya BPP dan Adaptasi BPP

pada Perubahan Perilaku Petani ………. Hubungan antar Peubah yang Berpengaruh

pada Program Aksi BPP ………. KESIMPULAN DAN SARAN……… Kesimpulan ………... Saran ………. DAFTAR PUSTAKA ……… LAMPIRAN ……….. 163 165 166 169 170 170 173 176 178 180 182 184 187 188 190 190 191 193 206


(14)

xiv

1. Rancangan pengujian model penelitian studi kinerja Organisasi BPP ……… 2. Peubah dan sub peubah model persamaan struktural ………. 3. Ukuran populasi BPP di Sulawesi Selatan ……….. 4. Ukuran sampel pada setiap kabupaten ……… 5. Dekomposisi pengaruh antar peubah/sub peubah

model kinerja BPP……… 6. Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah

pengembangan BPP, pengelolaan BPP, sumberdaya manusia, petani binaan, sumberdaya BPP, dan adaptasi BPP

berpengaruh pada program aksi BPP……….. 7. Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah

pengembangan BPP, pengelolaan BPP, sumberdaya manusia, petani binaan, sumberdaya BPP, adaptasi BPP dan

program aksi pada perilaku petani ……….. 8. Arah, koefisien dan t-hitung hubungan antar

peubah pengembangan BPP, pengelolaan BPP, sumberdaya manusia, petani binaan,

sumberdaya BPP, dan adaptasi BPP ………... 9. Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah

kinerja penyuluh pertanian pada

perubahan perilaku petani ………

Halaman

134 135 137 138

161

162

164

166


(15)

xv

1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Organisasi ……….… 2. Model logika pengembangan program ……… 3. Pengembangan BPP dengan pendekatan model logika …………. 4. Sistem organisasi terbuka ……… 5. Alur hubungan antar peubah penelitian ………. 6. Kerangka hipotetik model struktural peubah penelitian ………… 7. Estimasi seluruh parameter model struktural kinerja BPP……….. 8. Estimasi parameter model struktural kinerja BPP……… 9. Statistik t-hitung parameter model strukt ural kinerja BPP……….

Halaman 24 125 126 127 128 133 155 157 158


(16)

xvi

1. Output Lisrel parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian ………. 2. Kuesioner Penelitian ……….

Halaman

206 217


(17)

xvii Penguji Luar Komisi :

Penguji Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS

Pengajar Program Studi Penyuluhan Pembangunan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Lukman Effendy, M.Si Dosen STPP Bogor.

Penguji Ujian Terbuka : Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA Pengajar Program Studi Penyuluhan Pembangunan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Teddy R. Muliady, MM

Kepala Balai Pelatihan Pertanian Jambi Kementerian Pertanian RI


(18)

Latar Belakang

Organisasi penyuluhan pertanian telah mengalami “disorganisasi” saat Indonesia memasuki era otonomi daerah. Kebijaksanaan desentralisasi diterapkan pada beberapa bidang, termasuk bidang pertanian dan penyelenggaraan penyuluhan pertanian dari pemerintahan pusat ke daerah. Pelimpahan tersebut, berimplikasi terhadap struktur dan nomenklatur organisasi penyuluhan. Misalnya, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) diubah dengan nama Badan Informasi Pertanian, Kantor Cabang Dinas Pertanian, Unit Pelaksana Teknis Daerah, Balai Penyuluhan Kecamatan (BPK), Balai Penyuluhan Pertanian Kehutanan (BPPK), Sub – Dinas, Kantor Informasi Penyuluhan, Bagian Unit Kerja dalam Dinas atau Kantor bahkan ada yang dibubarkan (penyuluh ditarik ke dinas masing-masing), dan terakhir berbentuk Badan Pelaksanan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K). Implikasi lainnya, sumberdaya yang dibutuhkan seperti sarana prasarana dan pembiayaan untuk melaksanakan tugas organisasi BPP secara khusus dan organisasi penyuluhan pertanian secara umum semakin minim dan bahkan tidak jelas.

Perubahan kebijakan tersebut, berpengaruh pada kinerja organisasi penyuluhan pertanian. Padahal kinerja organisasi turut menentukan efektivitas dan efisien kinerja organisasi dalam menjabarkan dan melaksanakan program aksi aksi Balai Penyuluh Pertanian (BPP). Hal tersebut diperlihatkan pada minimnya dukungan sumberdaya dan pembiayaan terhadap operasionalisasi BPP, sehingga kinerja organisasi BPP menjadi tidak memadai untuk mendukung tujuan organisasi BPP yang pada akhirnya akan membuat pengejawantahan tugas pokok dan fungsi anggota organisasi BPP tidak sesuai dengan yang diharapkan.

BPP yang kedudukannya ditingkat kecamatan sesungguhnya merupakan titik sentral dalam struktur organisasi penyuluhan. Dapat dikatakan sebagai organisasi penyelenggaraan perubahan, karena BPP menerima pelimpahan tugas dari atas atau menerjemahkan kebijakan yang dirumuskan dari struktur atas, tetapi disisi lain juga dituntut memahami permasalahan dan mengakomodir aspirasi dari bawah (petani), kemudian menyelenggarakan penyuluhan pada wilayahnya.


(19)

BPP dalam proses di atas, berdasarkan biaya operasional yang di atur oleh

peraturan pemerintah dapat dipahami cakupan fungsinya, yaitu meliputi:

(1) penyusunan programa penyuluhan pada tingkat kecamatan; (2) pelaksanaan penyuluhan berdasarkan programa penyuluhan; (3) penyediaan dan penyebaran informasi teknologi; (4) memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan kemitraan pelaku utama dan pelaku usaha; (5) memfasilitasi peningkatan kapasitas penyuluh; dan (6) pelaksanaan proses pembelajaran.

Fungsi BPP tersebut, sangat tergantung pada kemampuan organisasi mengaktualisasikan kinerjanya yang digambarkan melalui program aksi yang terdiri dari pengembangan program dan implementasinya yang menjadi pedoman dan arah dalam menyediakan sumberdaya dan mendukung anggota organisasi dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Karena itu, perumusan program aksi BPP harus terus dibangun dan dilengkapi untuk mendorong kinerja BPP.

Kinerja BPP dapat direpresentasikan dengan pendekatan proses sebagai

sistem organisasi terbuka (open organization system). Pendekatan tersebut,

menunjukkan proses pelaksanaan fungsi BPP dengan pemanfaatan sumberdaya (hardware and software, technoware, humanware, infoware, dan Manageware). Sehingga proses tersebut, dapat ditelaah dengan memahami unsur-unsur sistem organisasi terbuka sebagai berikut: (i) masukan (inputs), (ii) proses transformasi (transformation process), (iii) keluaran (outputs), (iv) umpan balik (feedback), dan (v) lingkungan (environment).

Telaahan kinerja BPP dengan pendekatan sistem organisasi terbuka dapat bermanfaat dalam hal cakupan kajian yang komprehensif dalam proses alur hubungan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi (performance organization) dan perilaku petani. Selain cakupan tersebut, kinerja organisasi BPP penting untuk dilihat dari sudut organisasi sebagai sistem terbuka. Karena dari sudut pandang unsur-unsur dan manfaatnya memiliki kejelasan ruang lingkup dan prosesnya, juga sumberdaya manusia yang ada dalam proses sebagai sistem terbuka, terutama pimpinan atau kepala kantor dapat melihat organisasi BPP dari perspektif yang lebih luas. Sehingga mereka dapat menafsir pola dan peristiwa dalam organisasi BPP dimana mereka melaksanakan tugas dan bekerja


(20)

bersama mencapai tujuan organisasi yang telah dirumuskan dan disepakati bersama yang tertuang dalam perencanaan program aksi.

Kinerja BPP dari perspektif organisasi sistem terbuka diharapkan dapat berkontribusi dalam hal manfaat untuk mendorong kinerja BPP pada dua hal, yaitu; tingkat pencapaian dalam hal merumuskan dan menjabarkan program aksi

sebagai bentuk pencapaian kinerja BPP. Bila kinerja BPP tercapai dengan

parameter unsur-unsur yang ada dalam program aksi dan variable-variabel yang berhubungan dengan kerangka model yang dikembangkan dalam penelitian ini, manfaat lebih lanjut dapat dirasakan BPP adalah kemampuannya mendorong peningkatan kompetensi dan partisipasi petani dalam proses penyuluhan.

Kinerja BPP yang mampu merumuskan dan menjabarkan program aksi sebagai upaya mendorong perilaku petani ke arah kompetensi dan partisipasi petani yang semakin kompeten dan partisipatif dalam penyuluhan sangat berarti untuk mendorong peran anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi, dalam hal fungsi BPP adalah untuk mambantu petani dalam usahataninya sesuai dengan perkembangan teknologi budidaya pertanian yang titik beratnya diarahkan pada teknologi budidaya berbasis pengetahuan, disesuaikan dengan kemampuan dan sikap petani secara lokal dalam mengadopsi teknologi pertanian.

Kinerja BPP tercermin dari rumusan, penjabaran, dan pelaksanaan program aksi hubungannya dengan pengembangan BPP, pengelolaan BPP, sumberdaya manusia BPP, petani binaan, sumberdaya BPP, Adaptasi BPP, dan program aksi yang berhubungan dengan perilaku petani. Menelusuri dan memahami variabel kinerja BPP akan menggambarkan sejauh mana organisasi tersebut memiliki kinerja yang dapat menopang peran para anggotanya dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi secara profesional. Kinerja organisasi BPP yang baik harapannya akan berdampak pada kinerja anggota organisasi yang baik dan pada saat yang bersamaan diharapkan turut memengaruhi perilaku klienya (pelaku utama dan pelaku usaha). Kinerja BPP yang diperlihatkan pada rumusan dan penjabaran program aksi secara memadai barulah pencapaian kinerja organisasi secara internal dan belum menghasilkan kinerja sesuai dengan yang diharapkan. Kinerja BPP dapat juga diperlihatkan dan ditunjang oleh perilaku petani yang semakin kompeten dan partisipatif dalam penyuluhan.


(21)

Kinerja BPP yang tinggi dan diharapkan tidak lain merupakan upaya untuk mengembangkan kinerja dari perumusan program aksi BPP yang mencerminkan pelaksanakan tugas pokok dan fungsi anggota organisasi BPP yang sebagian dari tugas pokok dan fungsi anggotanya dapat berupa: persiapan penyuluhan, pelaksanaan penyuluhan, pengembangan penyuluhan, pengembangan profesi penyuluhan, evaluasi dan pelaporan penyuluhan serta penunjang penyuluhan. Disamping itu, kinerja yang tinggi juga diperlihatkan pada meningkatnya kompetensi klien (petani) dalam usahatani mereka dan tingkat partisipasinya semakin tinggi pula dalam penyuluhan.

Kinerja BPP yang berkembang dan meningkat dari sisi di atas, maka tentunya kemampuan dan keterampilan pada diri anggotanya dapat membentuk kinerja yang baik yang pada akhirnya mendorong kinerja BPP yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Selain itu, juga dapat mendorong ke arah kompetensi dan partisipasi klien yang semakin tinggi dan pada akhirnya akan membantu klien meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan keluarganya.

Kinerja BPP melalui pencerminan perwujudan kinerja program aksi harus ditopang oleh organisasi yang memiliki keinginan untuk melakukan pengembangan dan pengelaolaan BPP, petani binaan, sumberdaya BPP, dan adaptasi BPP yang memungkinkan anggota organisasi dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan baik.

Semakin berkembang penopang kinerja BPP, maka secara teknis tidak ada halangan bagi seorang penyuluh untuk melakukan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan kinerja BPP yang diharapkan. Jadi dapat dikatakan, bahwa kinerja BPP merupakan sarana dan prasarana dalam aktivitas operasional organisasi untuk mencapai tujuannya. Oleh karena itu, pengembangan BPP, pengelolaan BPP, sumberdaya manusia BPP, petani binaan, sumberdaya BPP, dan adaptasi BPP yang berkembang dan semakin kondusif akan menghasilkan kinerja BPP yang baik.

Uraian di atas memberi pemahaman bahwa kinerja organisasi BPP sebagai suatu sistem terbuka dipengaruhi oleh pengembangan dan pengelaolaan BPP, sumberdaya manusia BPP, petani binaan, sumberdaya BPP, dan adaptasi BPP


(22)

serta faktor-faktor internal dalam menjalankan fungsi-fungsi organisasi BPP yaitu program aksi dalam hal ini adalah pengembangan program aksi dan implementasinya. Sejauhmana faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap kinerja BPP dan dampaknya terhadap perilaku petani memiliki dimensi dan urgensi untuk dikaji secara mendalam melalui penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kinerja BPP dan dampaknya terhadap perilaku petani padi di Sulawesi Selatan.

Kajian ini diharapkan berkontribusi bagi peningkatan kinerja BPP pada masa yang akan datang serta peningkatan perilaku petani yang semakin kompeten dan partisipatif dalam penyuluhan. Oleh karena itu, peningkatan kinerja BPP akan menopang tugas pokok dan fungsi penyuluh serta pencapaian tujuan organisasi yang ditandai dengan kinerja organisasi yang semakin baik, sehingga kinerja organisasi dapat dirasakan oleh anggota organisasi itu sendiri dan khususnya yang menjadi klien BPP di Sulawesi Selatan yaitu petani sebagai pelaku utama dan juga pelaku usaha.

Masalah Penelitian

BPP merupakan ujung tombak penyuluhan pertanian dan organisasi penyelenggara perubahan yang diperankan oleh para penyuluh yang terorganisir. Peran penyuluhan tersebut dapat digambarkan sebagai pengembangan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, serta sikap petani sebagai proses pembelajaran (learning process) agar para petani mau dan mampu mengorganisir dirinya dalam mengakses kebutuhan yang terkait dengan usahatani mereka.

Proses peran penyuluhan tersebut dilaksanakan oleh para penyuluh yang ada dalam lingkungan BPP sebagai wadah dimana para penyuluh berinteraksi dan memanfaatkan segala sumberdaya untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Wadah BPP sebagai organisasi memerlukan input yang selanjutnya ditransformasi sebagai proses, kemudian menjadi keluaran yang dimanfaatkan untuk penyelenggaraan penyuluhan yang selanjutnya mendapat umpan balik dan terakhir berinteraksi dengan lingkungan kerjanya.

Proses tersebut dapat berjalan dengan baik apabila kapasitas BPP dapat memfasilitasi dan menyediakan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan


(23)

proses penyuluhan secara memadai sesuai dengan dinamika penyelenggaraan penyuluhan pada wilayah kerja masing-masing.

Faktor internal BPP yang kurang memadai dan tidak mampu memfasilitasi dan menyediakan sarana dan pembiayaan akan menimbulkan persoalan yang dapat menyebabkan terjadinya pengaruh perumusan program aksi BPP dan pada akhirnya memengaruhi kinerja BPP.

Apabila program aksi perumusannya kurang komprehensif menjabarkan dan menjembatani antara tujuan organisasi dengan kebutuhan klien, maka dapat dikatakan bahwa kinerja organisasi dan perilaku petani pada taraf yang rendah dan dapat mengakibatkan tujuan organisasi tidak tercapai dan perilaku petani tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. Padahal BPP merupakan wadah bernaungnya para penyuluh pertanian dalam melakukan koordinasi, perencanaan dan pengelolaan programa penyuluhan, akan menimbulkan persoalan apabila tidak dalam kinerja yang memadai menunjang penyelenggaraan penyuluhan pertanian.

Kinerja BPP yang rendah, selain tujuan organisasi tidak tercapai juga berdampak pada pelaksanaan penyuluhan di lapangan. Dampak tersebut diantaranya; perencanaan penyuluhan tidak bersentuhan langsung dengan kebutuhan petani, sehingga proses pembelajaran tidak berjalan optimal, petani hanya melakukan usahataninya apa adanya, sehingga petani hanya menjadi bagian yang melaksanakan usahatani sesuai dengan kemauan penyuluh dan penyuluh sendiri menjadi tidak mandiri dalam proses tersebut. Dampak lainnya adalah perilaku petani yang rendah, ditandai dengan kompetensi dalam mengelola usahatani yang tidak sesuai anjuran dengan diikuti tingkat partisipasi yang rendah dalam pelaksanaan penyuluhan. Sehingga, dampak lebih jauh adalah produksi dan luas panen akan berpengaruh dalam usahatani petani.

Deskripsi di atas, secara umum menimbulkan suatu pertanyaan, seperti apakah program aksi BPP sebagai bentuk kinerja BPP di Sulawesi Selatan dan adakah dampak program aksi sebagai bentuk kinerja BPP pada perilaku petani padi di Provinsi Sulawesi Selatan. Secara khusus, masalah yang ditelaah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(24)

(1)Faktor-faktor internal apa yang berpengaruh pada program aksi BPP pada perilaku petani dalam berusahatani padi di Sulawesi Selatan? (2) Berapa besar pengaruh faktor-faktor internal, program aksi pada perilaku

petani dalam berusahatani padi di Sulawesi Selatan?

(3) Bagimana derajat hubungan faktor-faktor internal yang berpengaruh pada

program aksi BPP pada perilaku petani dalam pengembangan usahatani padi di Sulawesi Selatan?

(4) Berapa besar dampak program aksi BPP pada perubahan perilaku petani

padi di Sulawesi Selatan?

Tujuan Penelitian

Faktor internal yang memadai, program aksi yang terumuskan dan terjabarkan sesuai kaidah yang benar dapat memberi kontribusi yang sangat berarti dalam meningkatkan kinerja BPP. Selanjutnya, program aksi dalam bentuknya sebagai kinerja BPP yang terus meningkat akan memberi pengaruh dalam membentuk perilaku petani yang kompeten dan partisipatif sebagai pencapaian tujuan penyuluhan yang diselenggarakan. Perilaku petani yang semakin kompeten dalam berusahatani padi dan tingkat partisipasi mereka yang semakin tinggi dalam penyuluhan yang diselenggarakan BPP diyakini dapat membantu meningkatkan produksi dan luas panen usahatani klien, pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan keluarganya.

Selain klien yang memperoleh keuntungan dari meningkatnya kinerja BPP, sebagai organisasi BPP juga memperoleh manfaat yaitu tercapainya tujuan organisasi yang antara lain dapat dilihat dari pencapaian visi, misi dan tujuan yang mereka rumuskan dan dijabarkan. Selain itu, bila kinerja BPP semakin baik maka dapat pula dikatakan kinerja anggotanya (staf/pegawai) akan semakin meningkat dan motivasi organisasi (organizational motivation) semakin tinggi dan dinamis.

Kemampuan BPP mencapai program aksi (kinerja) yang lebih baik, akan mampu memfasilitasi dan berperan dalam mendorong meningkatnya perilaku petani yaitu kompetensi dan partisipasinya semakin tinggi yang memiliki hubugan dengan pengembangan BPP, pengelolaan BPP, sumberdaya manusia, petani binaan, sumberdaya BPP, adaptasi BPP serta pengembangan program dan


(25)

implementasi program aksi. Faktor-faktor yang disebutkan enam terakhir di atas memiliki hubungan yang dapat berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kinerja BPP dan perilaku petani di Sulawesi Selatan.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

(1) Mengidentifikasi faktor-faktor internal yang dapat meningkatkan kinerja BPP dalam bentuk program aksi pada perilaku petani dalam berusahatani padi di Sulawesi Selatan.

(2) Mengkaji pengaruh faktor-faktor internal, program aksi BPP pada perilaku petani dalam berusahatani padi di Sulawesi Selatan.

(3) Mengkaji derajat hubungan faktor-faktor internal yang berpengaruh pada

program aksi BPP pada perilaku petani dalam berusahatani padi di Sulawesi Selatan.

(4) Mengkaji dampak program aksi BPP terhadap perubahan perilaku petani padi

di Sulawesi Selatan.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmiah yang berarti terhadap pengembangan ilmu pengetahuan penyuluhan pertanian terutama dalam hal pengembangan BPP, pengelolaan BPP, sumberdaya manusia, petani binaan, sumberdaya BPP, adaptasi BPP serta pengembangan program dan implementasi program aksi dan perilaku petani sebagai upaya untuk mendorong penguatan BPP sebagai organisasi penyuluhan yang berada pada lini terdepan guna mengembangkan BPP lebih lanjut sebagai organisasi penyelenggara perubahan, sehingga penyelenggaraan penyuluhan dapat berlangsung secara dinamis dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan zaman, yang pada akhirnya akan memotivasi penyuluh pertanian untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara efektif dan efisien dalam rangka mewujudkan pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan memberi manfaat bagi peningkatan kesejahteraan petani dan keluarganya serta kemakmuran bagi rakyat Indonesia sebesar-besarnya.


(26)

Dari kegunaan yang dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa butir kegunaan penelitian ini, antara lain :

1. Penelitian ini diharapkan berguna dan bermanfaat bagi organisasi Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dalam merumuskan kebijakan pengembangan kinerja organisasi penyuluhan pertanian.

2. Dapat berkontribusi terhadap pembaruan organisasi penyuluhan pertanian

(BPP) sebagai ujung tombak organisasi penyelenggaraan penyuluhan pertanian di lapangan.

3. Dapat dijadikan dasar perumusan dan implementasi kebijakan

pengembangan organisasi penyuluhan pertanian serta menjadi bahan penilaian dan pengembangan kinerja organisasi penyuluhan pertanian.

4. Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan pada bidang ilmu

penyuluhan pembangunan “khususnya organisasi penyuluhan pertanian” untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.

5. Berkontribusi bagi peneliti dan calon peneliti untuk megembangkan model

program aksi serta kinerja organisasi penyuluhan pertanian sebagai upaya penyelenggaraan penyuluhan yang efektif dan efisien dalam rangka mendorong pembangunan pertanian berkelanjutan.

Definisi Istilah

Definisi istilah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu konsep yang dimaksudkan untuk membatasi peubah penelitian yang digunakan. Oleh karena itu, penelitian ini hanya diarahkan untuk menggambarkan faktor-faktor yang dianggap berhubungan dengan kinerja Balai Penyuluh Pertanian (BPP) dan dampaknya terhadap perilaku petani di Sulawesi Selatan.


(27)

X1 = Pengembangan BPP adalah merupakan acuan keunggulan BPP dalam penyelenggaraan penyuluhan dan strategi BPP untuk lebih baik ke depan dalam mencapai tujuannya. Pengembangan BPP dapat dilakukan melalui perumusan visi dan misi yang futuristik, menantang dan memotivasi serta realistik. Disamping itu, harus dirumuskan tujuan, sasaran dan strategi yang tepat agar visi dan misi dapat dicapai dalam kurung waktu tertentu. Pengembangan BPP terdiri dari : visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategi.

X2 = Pengelolaan BPP adalah merupakan satu kesatuan yang terintegrasi

sebagai salah satu faktor penting penentu bagi keberhasilan BPP dalam menjalankan misi pokok BPP, yaitu : tata kelola, kepemimpinan, sistem pengelolaan, penetapan keputusan, dan suasana kerja.

X3 = Sumberdaya manusia adalah potensi staf yang dapat dikembangkan untuk

melaksanakan tugas dan fungsinya bagi proses peningkatan kinerja BPP yang terdiri dari: jumlah staf, pendidikan formal, pelatihan teknis, rasio penyuluh dengan petani, jumlah staf administrasi dan keuangan, penempatan staf, dan pengembangan staf.

X4 = Petani binaan adalah orang yang terlibat langsung dalam proses

pertumbuhan tanaman padi yang menjadi binaan BPP dalam wilayah kerja BPP yang terdiri dari: jumlah kelompok binaan, jumlah petani binaan, luas WKBPP, dan kemandirian petani.

X5 = Sumberdaya BPP adalah potensi yang dimiliki BPP untuk dapat

digunakan melaksanakan tugas pokok dan fungsi BPP dalam rangka mencapai tujuan yang dinginkan, baik berupa fisik, bahan dan alat maupun keuangan yang terdiri dari: pembiayaan, sarana dan prasarana, dan sistem informasi.

X6 = Adaptasi BPP adalah proses respon terhadap perubahan dan akibatnya

terhadap BPP, sehingga BPP dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan baik bahkan lebih mengembangkannya sehingga kehidupan organisasi BPP akan lebih baik dalam lingkungannya yang terdiri dari : uji coba teknologi pertanian, pengembangan masyarakat, dan kerjasama dengan lembaga lain.


(28)

Y1 = Program Aksi adalah sebuah proses menentukan langkah-langkah yang diperlukan atau tindakan spesifik untuk mencapai tujuan organisasi yang terdiri dari: pengembangan program berupa penyususunan programa, RDK, dan RDKK. Implementasi program aksi berupa rencana pembelajaran, materi informasi dan teknologi, media pembelajaran, metode pembelajaran, biaya operasional, dan evaluasi pembelajaran.

Y2 = Perilaku petani adalah kompetensi petani dalam usahataninya dan


(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Kinerja

Pemahaman tentang kinerja (performance) memperlihatkan sampai sejauh

mana sebuah organisasi; baik pemerintah, swasta, organisasi laba ataupun nirlaba, menafsirkan tentang kinerja sebagai suatu pencapaian yang relevan dengan tujuan organisasi. Sehingga, terdapat dua asumsi umum tentang titik berangkat pemahaman pengertian kinerja.

Asumsi pertama, pengertian kinerja yang dititikberatkan pada kinerja individu, dalam pengertian sebagai bentuk prestasi yang dicapai individu berdasarkan target kerja yang diembangnya atau tingkat pencapaian dari beban kerja yang telah ditargetkan oleh organisasi kepadanya.

Asumsi kedua, yaitu; pengertian kinerja yang dinilai dari pencapaian secara totalitas tujuan sebuah organisasi dari penetapan tujuan secara umum dan terperinci organisasi tersebut. Misalnya; pencapaian visi dan misi serta tujuan organisasi dari penjabaran visi dan misi organisasi tersebut.

Tetapi ada asumsi lain yang tidak terlalu umum digunakan sebagai titik berangkat dalam pemahaman kinerja, yaitu penilaian kinerja proses.

Terkait dengan ketiga asumsi tersebut di atas, Rummler dan Brache (1995) dalam Sudarmanto (2009) mengemukakan ada 3 (tiga) level kinerja, yaitu :

1. Kinerja organisasi; merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau unit analisis organisasi. Kinerja pada level organisasi ini terkait dengan tujuan organisasi, rancangan organisasi, dan manajemen organisasi.

2. Kinerja proses; merupakan kinerja pada proses tahapan dalam

menghasilkan produk atau pelayanan. Kinerja pada level proses ini dipengaruhi oleh tujuan proses, rancangan proses, dan manajemen proses.

3. Kinerja individu; merupakan pencapaian atau efektivitas pada tingkat

pegawai atau pekerjaan. Kinerja pada level ini dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan, rancangan pekerjaan, dan manajemen pekerjaan serta karakteristik individu.

Sedangkan Lusthaus et al., (2002) menyatakan bahwa secara umum, literature pengembangan organisasi membahas kinerja pada empat tingkatan:


(30)

(1) individu karyawan (performance appraisal), (2) tim atau kelompok kecil (team performance), (3) program (program performance), dan (4) organisasi (organizational performance).

Pengertian kinerja sangat beragam, tetapi dari berbagai perbedaan pengertian tersebut dapat dikategorikan dalam dua garis besar pengertian (Sudarmanto, 2009), sebagai berikut :

1. Kinerja merujuk pengertian sebagai hasil sebagaimana dikutip dari tulisan

Ricard (2003), Benardin (2001), dan Miner (1998). Pada konteks ini, hasil di nyatakan bahwa kinerja merupakan catatan hasil yang diproduksi (dihasilkan) atas fungsi pekerjaan tertentu atau aktivitas-aktivitas selama periode waktu tertentu. Dari definisi tersebut, Benardin mengemukakan pengertian kinerja sebagai hasil, bukan karakter sifat (trait) dan perilaku. Pengertian kinerja juga terkait dengan produktivitas dan efektivitas. Produktivitas merupakan hubungan antara jumlah barang dan jasa yang dihasilkan dengan jumlah tenaga kerja, modal, dan sumberdaya yang digunakan dalam produksi itu. 2. Kinerja merujuk pengertian sebagai perilaku sebagaimana dikutip dari tulisan

Ricard (2003), Ricard (2002), Cardy dan Dobbins (1994), Waldman (1994), Campbell (1993), dan Mohrman (1989). Terkait dengan kinerja sebagai perilaku, bahwa kinerja merupakan seperangkat perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi, unit organisasi tempat orang bekerja. Kinerja merupakan sinonim dengan perilaku. Kinerja adalah sesuatu yang secara aktual orang kerjakan dan dapat diobservasi. Dalam pengertian ini, kinerja mencakup tindakan-tindakan dan perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi. Kinerja bukan konsekuensi atau hasil tindakan, tetapi tindakan itu sendiri.

Pandangan tentang kinerja yang didasarkan pada ketiga asumsi tersebut oleh para ahli masing-masing memberi pengertian yang berbeda, baik kinerja secara individu maupun organisasi. Seperti pandangan kinerja individu yang dikemukakan oleh Cardy et al., (1995) bahwa kinerja dipandang sebagai bagian dari fungsi sistem kerja dari karakteristik seorang pekerja, karena karakteristik pekerja diasumsikan memiliki pengaruh besar terhadap kinerja. Hal ini didasari pada perbedaan-perbedaan individu dalam melaksanakan pekerjaan sehingga memengaruhi kinerja.


(31)

Pengertian kinerja dari asumsi individu juga dikemukakan oleh Gruneberg (1979) bahwa kinerja selain merupakan respon individu pada pekerjaan, juga merupakan perilaku yang diperagakan secara aktual oleh individu sebagai respons pada pekerjaan yang diberikan kepadanya yang dilihat atas dasar hasil kerja, derajat kerja dan kualitas kerja. Sejalan dengan pengertian di atas, Yuchtman dan Seashore (1967) mengemukakan pengertian kinerja sebagai suatu kemampuan atau keberhasilan kerja individu dalam suatu organisasi sesuai dengan pekerjaan yang diberikan kepadanya untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan Bernardin dan Russel (1993) mendefinisikan kinerja sebagai catatan hasil kerja individu yang diperoleh melalui fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan individu selama periode waktu tertentu. Bahua (2010) mengemukakan pengertian kinerja (performance) sebagai aksi atau perilaku individu yang berupa bagian dari fungsi kerja aktualnya dalam suatu organisasi, yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dalam periode waktu tertentu untuk mencapai tujuan organisasi yang mempekerjakannya.

Pengertian kinerja yang digambarkan oleh Hofer (1983) dalam Carton dan Hofer (2006) dapat mewakili pengertian kinerja dari asumsi proses. Bahwa k

Pemahaman kinerja dari asumsi organisasi sebagaimana dikemukakan oleh Yuchtman dan Seashore (1967) bahwa kinerja sebagai kemampuan suatu organisasi yang memanfaatkan lingkungannya untuk mengakses sumber-sumber daya yang terbatas. Selanjutnya dikemukakan bahwa kinerja adalah sebuah pengukuran yang mencakup persepsi dari berbagai stakeholder dalam organisasi.

Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1984) sendiri, belum begitu tegas membedakan pengertian yang dikemukakanya tentang kinerja apakah dari asumsi

inerja adalah sebuah konsep kontekstual yang terkait dengan fenomena yang sedang dipelajari. Pada konteks kinerja keuangan organisasi, kinerja adalah ukuran dari perubahan keadaan keuangan organisasi, atau hasil keuangan yang dihasilkan dari keputusan manajemen dan pelaksanaan keputusan-keputusan oleh anggota organisasi. Karena persepsi hasil ini adalah kontekstual, langkah-langkah yang digunakan untuk mewakili kinerja yang dipilih didasarkan pada kondisi organisasi yang diamati. Langkah-langkah yang dipilih merupakan hasil yang dicapai, baik atau buruk.


(32)

individu atau asumsi organisasi ataukah asumsi proses, tetapi tersirat pengertian bahwa kinerja organisasi didasari oleh kinerja individu, sebagaimana yang ditulisnya bahwa kinerja adalah hasil kerja yang diinginkan dari perilaku dan kinerja individu yang merupakan dasar dari kinerja organisasi.

Secara umum, konsep kinerja organisasi didasarkan pada gagasan bahwa organisasi adalah asosiasi sukarela dari asset produktif, termasuk manusia, sumber daya fisik dan modal, untuk tujuan mencapai tujuan bersama (Alchian dan

Demsetz, 1972; Jensen dan Meckling , 1976; Simon, 1976; Barney, 2002 dalam

Carton dan Hofer 2006). Mereka menyediakan aset hanya untuk menjalankan organisasi mereka asalkan mereka puas dengan nilai yang mereka terima di bursa, relatif terhadap penggunaan alternatif aset. Sebagai konsekwensinya, esensi dari kinerja adalah penciptaan nilai. Selama nilai yang diciptakan dengan menggunakan aset, kontribusinya sama atau lebih besar dari nilai yang diharapkan oleh mereka, aset akan terus tersedia untuk organisasi dan organisasi akan terus eksis. Oleh karena itu, penciptaan nilai, seperti yang didefinisikan oleh penyedia sumberdaya, adalah kriteria kinerja utama secara keseluruhan untuk setiap organisasi (

Lusthaus et al., (2002) mengemukakan bahwa setiap organisasi harus berusaha memenuhi tujuannya dengan pengeluaran yang diterima dari sumberdaya sambil menjamin keberlanjutan jangka panjang. Berarti tugas atau pekerjaan dilakukan secara efektif dan efisien dan tetap relevan dengan stakeholder (pemangku kepentingan). Itulah kinerja organisasi yang harus menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut : (a) bagaimana organisasi efektif dalam bergerak kearah pemenuhan misinya (misalnya : efektivitas program utama, efektivitas harapan klien, efektivitas tanggungjawab fungsional, dan efektivitas memberikan layanan yang bermanfaat); (b) bagaimana organisasi efektif dalam memenuhi misinya (misalnya : presepsi efisiensi prosedur kerja/layanan, mengacu kepada perbandingan biaya produk dan layanan, dan perenggangan alokasi keuangan); (c) apakah organisasi masih terus relevansinya dari waktu ke waktu (misalnya : Adaptasi visi dan misi, pertemuan stakeholder, kebutuhan beradaptasi dengan lingkungan, dan keberlanjutan dari waktu ke waktu); (d) apakah organisasi secara finansial layak (misalnya : organisasi


(33)

memiliki beberapa sumber dana, sumber pendanaan yang dapat dipercaya dari waktu ke waktu, dan bantuan dana dikaitkan dengan pertumbuhan atau perubahan yang dicapai); dan (e) seberapa baik kinerja organisasi.

Pengertian yang dikemukakan oleh Lusthaus et al., di atas menggambar- kan pemahaman kinerja dari asumsi organisasi dan asumsi proses, karena selain menekankan hasil kerja yang diukur dari organisasi sebagai kinerja, juga mempertanyakan bagian-bagian dari proses yang dilaksanakan dalam sebuah organisasi dan memberi penilaian hasil terhadap bagian-bagian proses organisasi bila pertanyaan-pertanyaan tersebut dijawab.

Berbagai pandangan atau pengertian yang dikemukakan beberapa penulis di atas, maka dapat dikemukakan pengertian kinerja dalam tulisan ini yaitu kinerja adalah pencapaian hasil dari suatu fungsi sistem kerja akibat respon individu dan menjadi catatan hasil kerja serta menjadi kemampuan organisasi mencapai atau memenuhi tujuannya dengan memanfaatkan sumberdaya lingkungan yang berkelanjutan.

Penilaian Kinerja

Tolok ukur penilaian kinerja pada setiap kasus analisis kinerja bagi sebuah organisasi atau lembaga memperlihatkan perbedaan, sebab aktivitas setiap organisasi atau lembaga memiliki ciri spesifiknya masing-masing. Perkembangan awal penilaian kinerja lebih dititikberatkan pada profitibilitas organisasi, sehingga penilaian organisasi difokuskan pada identifikasi cara-cara untuk meningkatkan efisiensi pekerja dengan rekayasa optimal agar orang-orang berperilaku tertentu sesuai sistem produksi organisasi, pimpinan atau manajer berorientasi memperoduksi barang dan jasa untuk tujuan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya, hal itu sejalan dengan praktek manajemen yang berlaku pada saat itu. Pada tahun 1940-an konsep-konsep umum kinerja mulai muncul dalam wacana kinerja organisasi (likert, 1957 dalam Lusthaus et al., 2002). Secara bertahap, konsep-konsep seperti efektivitas, efisiensi dan semangat atau motivasi

karyawan memperoleh tempat dalam literature manajemen. Pada tahun 1960-an

oleh Campbell (1970) dalam Lusthaus, et al., (2002), mengemukakan komponen


(34)

pemahaman pencapaian tujuan dengan kesesuaian tujuannya (efektivitas) dan menggunakan sumberdaya yang relatif sedikit dalam melakukannya (efisiensi). Dalam konteks tersebut laba hanya salah satu dari berbagai indikator kinerja sebagai penilaian kinerja.

Secara bertahap, semakin jelas bahwa penilaian dan diagnosis organisasi diperlukan untuk melampaui pengukuran ilmiah kinerja dan metode kerjanya (Levinson, 1972 dalam Lusthaus et al.,2002) yaitu konseptualisasi orang sebagai sumberdaya organisasi yang memperoleh tempat yang penting dalam organisasi, akibatnya muncul pendekatan yang bertujuan mencurahkan perhatian pada dampak potensi sumberdaya manusia terhadap kinerja organisasi. Selanjutnya Lusthaus, et al., (2002) mengidentifikasi beberapa hal dalam organisasi yang berhubungan dengan kinerja, meliputi : (a) kinerja dalam kaitannya dengan efektivitas; (b) kinerja dalam kaitannya dengan efisiensi; (c) kinerja dalam kaitannya dengan relevansi yang sedang berlangsung; dan (d) kinerja dalam kaitannya dengan viabilitas keuangan.

Penilaian kinerja setelah era 60-an semakin mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan dinamika dan tantangan organisasi pada masa itu dan masa sekarang. Konsep kinerja pada dasarnya merupakan perubahan atau pergeseran paradigma dari konsep produktivitas. Pada awalnya, orang sering kali menggunakan istilah produktivitas untuk menyatakan kemampuan seseorang atau organisasi dalam mencapai tujuan atas sasaran tertentu. Menurut Andersen (1995) dalam Sudarmanto (2009), paradigma produktivitas yang baru adalah kinerja secara aktual yang menuntut pengukuran secara aktual keseluruhan kinerja organisasi, tidak hanya efisiensi atau dimensi fisik, tetapi juga dimensi non fisik (intangible).

Pergeseran penilaian kinerja terkait dengan kedudukan kinerja dalam

organisasi, sebagaimana yang dikemukakan oleh Semler, (1997) dalam Way dan

Johnson (2005) bahwa kedudukan kinerja berhubungan dengan cakupan dimana hasil aktual organisasi sesuai dengan hasil yang penting bagi organisasi untuk menemukan tujuan dan sasarannya.

Penilaian kinerja yang didasarkan pada proses manajemen dikemukakan oleh Barry (1997) sebagai bentuk tanggungjawab manajemen untuk memastikan


(35)

karyawan memahami misi dan tujuan organisasi atas usaha menanamkan kepercayaan diri dan menunjukkan harapan karyawan yang didasarkan pada proses manajemen kinerja berhubungan dengan hasil kerja karyawan, meliputi: kreativitas, kepercayaan, moral dan motivasi yang dapat memperkuat hubungan

komunikasi antara karyawan dengan manajer. Penilaian kinerja sebagai alat evaluasi untuk melihat efektivitas karyawan

dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam pencapaian tujuan organisasi dikemukan oleh Blanchard dan Spencer (1982), bahwa penilaian kinerja ialah proses kegiatan organisasi mengevaluasi seorang karyawan. Muchinsky (1993) mendefinisikan penilaian kinerja adalah suatu peninjauan yang sistematis prestasi kerja individu untuk menetapkan efektivitas kerja. Bittel dan Newsroom (1996) menyatakan bahwa, penilaian kinerja adalah suatu evaluasi formal dan sistematis tentang seberapa baik seseorang melakukan tugasnya dan menjalankan perannya sesuai dengan tujuan organisasi. Menurut Armstrong (1998), penilaian kinerja merupakan kegiatan yang difokuskan pada usaha mengungkapkan kekurangan dalam bekerja untuk diperbaiki dan kelebihan bekerja untuk dikembangkan, agar setiap karyawan mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas pekerjaannya guna mencapai tujuan organisasi.

Pengertian penilaian kinerja yang dikemukakan di atas tidak semata didasarkan pada penilaian buruk tidaknya karyawan melaksanakan tugasnya untuk kemudian diambil tindakan organisasi. Tetapi penilaian kinerja dapat menjadi proses pembelajaran bagi organisasi dan pihak manajemen agar dapat menentukan langkah-langkah strategis untuk mengarahkan aktivitas organisasi, memperbaiki tindakan-tindakan manajemen, dan terus melakukan penilaian untuk melakukan adaptasi terhadap proses manajemen dan mengarahkannya kepada tujuan penting organisasi.

Penilaian kinerja yang didasarkan pada standar atau ukuran tertentu dengan parameter yang dimensinya terlebih dahulu ditetapkan oleh organisasi dan dijadikan acuan oleh organisasi dalam penilaian dan pengukuran kinerja. Penilaian kinerja berdasarkan standar kinerja seperti yang dikutif Sudarmanto

(2009) dari Martin dan Bartol dalam Bohlander, dkk., (2001) mengemukakan


(36)

persyaratan yang dijabarkan dari analisis pekerjaan dan tercermin dalam deskripsi

pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan. Menurut Gomes (2001) dalam Sudarmanto

(2009) mengukur kinerja pegawai terkait dengan alat pengukuran kinerja, secara

garis besar diklasifikasikan dalam dua, yaitu : pertama, tipe penilaian yang

dipersyaratkan dengan penilaian relatif dan penilaian absolute. Penilaian relatif merupakan model penilaian dengan membandingkan kinerja seseorang dengan

orang lain dalam jabatan yang sama. Model penilaian absolute merupakan

penilaian dengan menggunakan standar penilaian kinerja tertentu. Kedua, fokus pengukuran kinerja dengan tiga model, yaitu : penilaian kinerja berfokus sifat (trait), berfokus perilaku dan fokus hasil.

Terkait penilaian kinerja dengan pendekatan standar penilaian yang

dirangkum dari tulisan Devries dkk., (1981) dan Dick Grote (1996) dalam

Sudarmanto (2009) bahwa penilaian atau pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan pendekatan, yaitu : (a) pendekatan atau penilaian kinerja berbasis pelaku; (b) pendekatan atau penilaian kinerja berbasis personality trait ; (c) pendekatan atau penilaian kinerja berbasis perilaku; dan (d) pendekatan atau penilaian kinerja berbasis hasil.

Selanjutnya Parmenter (2010), mengemukakan tiga tipe ukuran kinerja,

yaitu : (1) indikator hasil utama (key result indicators), menggambarkan

bagaimana keberhasilan anda secara perspektif, (2) indikator kinerja (performance indicators), menjelaskan apa yang harus anda lakukan, dan (3) indikator kinerja

utama (key performance indicators), menjelaskan apa yang harus anda lakukan

untuk meningkatkan kinerja secara dramatis.

Berbagai pengertian penilaian kinerja telah dikemukakan para ahli tersebut di atas, maka dalam tulisan ini dapat dikemukakan bahwa penilaian kinerja secara komprehensif mencakup penilaian secara formal dan sistematis dengan dimensi hasil, perilaku, pelaku, dan sifat personalitas yang didasarkan pada deskripsi pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan serta visi, misi, dan tujuan organisasi yang bertujuan memperbaiki kinerja individu, kinerja organisasi dan kinerja proses.


(37)

Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja selalu menekankan pada tujuan tertentu dan manfaat yang dirasakan untuk keberlanjutan organisasi serta dorongan bagi karyawan untuk lebih meningkatkan kapasitasnya.

Dari sudut pandang organisasi tujuan dan manfaat penilaian kinerja, telah ditunjukkan oleh studi Saveral (Burton et al., 2004; Burton& Obel, 2004) dalam Burton, DeSanctis, dan Obel (2006) yang menemukan kesesuaian kedudukan dari suatu desain organisasi yang tentu saja diakibatkan oleh kinerja yang unggul. Selanjutnya dikemukakan bahwa kapasitas pengelolaan informasi adalah seimbang dengan permintaan untuk meningkatkan kinerja.

Pandangan di atas menunjukkan bahwa kedudukan penilaian kinerja dapat dimanfaatkan untuk melakukan desain organisasi dan tujuan salah satunya meningkatkan kinerja seimbang dengan permintaan pengelolaan informasi pada organisasi. Kinerja perusahaan tergantung pada bagaimana suatu organisasi perusahaan menciptakan kecocokan dengan hal kecil dilingkungannya. Scott

(1998) dalam Richard (2006) menyebutnya sebagai mengorganisir pandangan

yang masuk akal.

Tujuan dan manfaat penilaian kinerja dapat disimak pada pendapat yang dikemukan oleh Benowitz (2001) bahwa kinerja karyawan merupakan evaluasi secara reguler. Karyawan ingin umpan balik, mereka ingin mengetahui apa yang supervisi mereka pikirkan tentang pekerjaan mereka. Evaluasi kinerja regular tidak hanya menginginkan umpan balik untuk karyawan, tetapi juga menginginkan koreksi defisiensi terhadap kemampuan karyawan. Evaluasi atau reviuw juga membantu sebagai kunci membuat keputusan personal, seperti hal-hal

berikut ini: (1) pembenaran promosi, perpindahan, dan pemberhentian, 2. mengidentifikasi kebutuhan pelatihan, (3) menyediakan umpan balik untuk

pekerja dengan kinerja mereka, dan (4) menentukan keperluan penyesuaian upah. Kebanyakan organisasi memanfaatkan sistem evaluasi; salah satu sistem yang dikenal adalah penilaian kinerja. Suatu penilaian kinerja adalah sebuah sistem formal terstruktur yang dirancang untuk mengukur kinerja pekerjaan secara aktual sari seorang karyawan terhadap desain standar kinerja. Walaupun sistem penilaian kinerja sangat organisatoris, semua karyawan yang dievaluasi


(38)

mempunyai tiga komponen sebagai berikut : (1) spesifikasi pekerjaan berhubungan kriteria terhadap ukuran-ukuran yang dapat dijadikan pembandingnya, (2) suatu skala peringkat yang membiarkan karyawan mengetahui sampai seberapa baik mereka terhadap kriteria, dan (3) metode objektif, prosedur dan bentuk untuk menentukan penilaian (Benowitz, 2001).

Secara tersirat dari formula kinerja yang dibangun oleh Ainsworth, Smith, dan Millership (2002) dengan rumus formula : Kinerja (P) adalah fungsi dari kejelasan Peran (Rc) dan kompetensi (C), dan lingkungan (E) dan nilai (V) dan preferensi (Pf) dan Penghargaan (Rw). Jadi P = Rc x C x E x V x Pf x Rw Plus umpan balik. Digambarkan bahwa tujuan dan manfaat penilaian kinerja yang diistilahkan sebagai faktor-faktor dalam model yang dapat dijadikan kerangka acuan untuk membantu mengelola luasnya situasi kinerja sebagai berikut : (1) memodifikasi dan memperkaya pekerjaan, (2) menciptakan keterampilan baru

dan lebih baik, (3) meningkatkan komunikasi, (4) pengembangan karier,

(5) manajemen perubahan, dan (7) struktur penghargaan baru.

Pentingnya pengukuran kinerja seperti yang dikemukakan oleh Armstrong (2003) bahwa pengukuran kinerja sangat penting untuk dapat memperbaiki pelaksanaan pekerjaan yang dapat dicapai.

Berbagai pandangan yang dikemukakan oleh pakar tentang tujuan dan manfaat penilaian kinerja. Misalnya dari sisi pengambilan keputusan seperti yang dikemukakan oleh Ivancevich et al., (1987) bahwa bagi pihak manajemen kinerja karyawan sangat membantu dalam mengambil keputusan seperti: promosi jabatan, pengembangan karier, mutasi, PHK, penyesuaian kompensasi dan kebutuhan pelatihan. Sedangkan tujuan dan manfaat penilaian kinerja dari sisi identifikasi kebutuhan dan umpan balik, masing-masing digambarkan oleh Cherrington (1995) yang menggambarkan bahwa tujuan penilaian kinerja antara lain mengidentifikasi kebutuhan latihan (training) untuk kepentingan karyawan, agar tingkat kemampuan dan keahliannya pada suatu pekerjaan dapat ditingkatkan dan diintegrasikan pada perencanaan sumberdaya manusia. Haidee (1995) menggambarkan bahwa tujuan penilaian kinerja adalah memberikan umpan balik pada karyawan secara regular untuk menggali prestasi kerja dan memperkuat perilaku karyawan yang dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah pada


(39)

masa yang akan datang berdasarkan prestasi dan wawasan karyawan tentang tujuan organisasi. Lain halnya menurut George dan Jones (1996), yang lebih melihat sisi pengembangan karyawan terutama dalam hal kompensasi dan pengembangan karir, seperti yang diekamukan bahwa; manfaat penilaian kinerja adalah untuk penyesuaian kompensasi, keputusan penempatan dan pengembangan karir dan memberikan kesempatan kerja yang adil, sehingga karyawan dapat memperbaiki kinerjanya. Hal ini akan berdampak pada perbaikan perencanaan dan pengembangan organisasi untuk menghadapi tantangan masa depan.

Berbagai uraian tujuan dan manfaat penilaian kinerja di atas, maka dapat dirumuskan bahwa tujuan dan manfaat penilaian kinerja terangkum pada detail faktor-faktor atau unsur-unsur yang dijadikan acuan menilai kinerja itu sendiri. Bila acuannya adalah faktor-faktor atau unsur-unsur penilaian kinerja individu maka tujuannya dapat dirumuskan pada sekitar faktor-faktor atau unsur-unsur tersebut. Sedangkan manfaatnya tentu saja pada obyek dan subyek penilaian kinerja dan sistem atau wadah dimana obyek dan subyek tersebut melekat. Demikian halnya, bila penilaian kinerja ditekankan pada kinerja organisasai atau kinerja proses, maka tujuannya dapat dirumuskan dari faktor-faktor atau unsur-unsur apa yang menjadi obyek penilaian-kriteria penilaian. Sedangkan manfaat nya untuk obyek dan subyek yang melekat pada penilaian kinerja yang dilakukan.

Kesimpulan di atas diperkuat dengan apa yang ditulis oleh Carter (1991) dan Otley (1999) dalam Lye (2006) yang digambarkan sebagai berikut :

“Performance is an ambiguous concept that has different meanings for different audiences, determined organizationally and contextually”

kinerja adalah suatu konsep ambigu yang memiliki arti yang berbeda untuk audiens yang berbeda, ditentukan oleh organisasi dan kontekstualnya.

Penilaian kinerja pada sektor publik sebagaimana dikutip oleh Lye (2006) bahwa, di sektor publik kadang-kadang penekanan pada pencapaian hasil program yang luas yang membentang lebih dari satu lembaga, seperti pencegahan yang efektif terhadap penyalahgunaan zat (Buckmaster 1999); pada waktu lain fokusnya adalah pada pencapaian tujuan lembaga dan individu (Walker 2002) atau sesuai dengan peraturan yang relevan. Namun, sebagian besar penggunaan


(40)

konsep setuju bahwa tujuan sistem pengukuran kinerja adalah untuk meningkatkan kinerja. Beberapa penelitian teoritis berpendapat bahwa ukuran kinerja melayani lebih dari satu tujuan manajerial dan bahwa tujuan ini tumpang tindih (Behn 2003, Kouzmin et al 1999 dalam Lye, 2006).

Kebingungan menentukan penilaian kinerja setidaknya dapat dijelaskan dalam tiga hal (Lye, 2006), yaitu : Pertama. para sarjana telah mencatat perkembangan ukuran kinerja di sektor publik (Atkinson dan McCrindell 1997, Behn 2003, Carter 1991, Modell 2004, Walker 2002) dan ketidakmampuan manajer untuk membedakan antara tindakan yang berguna dan orang-orang yang tidak begitu berguna (Behn 2003). Positor dan Streib (1999) menyebutnya sebagai sindrom tetesan - kaya data tetapi miskin informasi. Kedua, ada "noise" dalam informasi kinerja serta dalam reaksi manajemen terhadap informasi (Kravchuk dan Schack 1996, Behn 2003). Pada badan pemerintah, faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kebingungan meliputi tingkat perubahan lingkungan, tingkat kerumitan internal dan eksternal, dan ketidakpastian oleh para pembuat keputusan menerima informasi yang tak terduga (Kravchuk dan Schack 1996). Ketiga, Hofstede (1981) dan Coplin et al., (2002) menemukan bukti inersia dan perlawanan terhadap penggunaan ukuran kinerja, sebagian besar disebabkan oleh ukuran dan kompleksitas organisasi pemerintah. Akhirnya, para pendukung teori kelembagaan (lihat Scott 1987, Brignall dan Modell, 2000) telah mencatat bahwa ukuran kinerja yang telah diamanatkan pada pemerintah hanya secara simbolis diperkenalkan dalam rangka untuk mendapatkan legitimasi tetapi sedikit yang digunakan untuk keperluan internal. Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan untuk belajar efektif dari penggunaan ukuran kinerja semakin berkurang.

Walaupun kinerja organisasi merupakan sebuah langkah penting dalam proses organisasi, namun memperkuat pandangan Lye (2006) di atas, Lusthaus, et al., (2002) menekankan bahwa pengukuran kinerja adalah salah satu isu yang paling bermasalah di bidang teori organisasi (Steers, 1975, Zammuto, 1982, Handa dan Adas, 1996 dalam Lusthaus, et al., (2002). Walaupun ada beberapa pendekatan untuk menilai kinerja organisasi, ada sedikit yang merupakan kesepakatan untuk apa seperangkat kriteria yang valid. Pandangan yang sama dikemukan oleh Davis dan Verma (1993) bahwa penilaian kinerja dalam


(41)

pelayanan penyuluhan menimbulkan keprihatinan seluruh karyawan. hal itu memengaruhi motivasi karyawan, kinerja, dan efektifitas program pendidikan, keberhasilan program bergantung sebagian besar pada kinerja agen di lapangan. Oleh karena itu, penilaian kinerja merupakan fungsi manajemen kritis.

Studi tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja organisasi sangat ditentukan oleh jenis dan profil organisasi serta tujuan penelitian dilakukan. Seabagai contoh studi yang diterbitkan oleh sebuah lembaga yang bernama Goliath Business Knowladge on Demand, dimana t

Pemaparan di atas merumuskan rangkaian cara menyusun tujuan dan manfaat penilaian kinerja. Perlu ditegaskan penilaian kinerja tujuannya bukan hanya sekedar mengungkap kelemahan atau kekurangan dari kinerja individu, kinerja organisasi, dan kinerja proses, tetapi jauh lebih penting adalah penilaian kinerja tujuan dan mafaatnya adalah untuk meningkatkan kapasitas individu, kapasitas organisasi, dan kapasitas proses yang berkelanjutan agar efektivitas dan efisiensi atau kinerja organisasi semakin baik dari waktu ke waktu.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Organisasi

Kinerja organisasi secara umum dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal organisasi, namun demikian kinerja organisasi tidak bisa terlepas atas kinerja individu. Spektrum faktor-faktor yang memengaruhi kinerja organisasi sangat beragam cakupannya, tergantung pada organisasi dan lingkungannya.

emuan penelitian yang dilakukan sebelumnya dalam kewirausahaan, manajemen, dan daerah pemasaran telah menunjukkan bahwa orientasi pasar, orientasi pembelajaran, gaya manajemen kewirausahaan, dan fleksibilitas organisasi sangat berkorelasi dengan

kinerja organisasi. (Goliath Business Knowledge on Demand, 2005) dan

penelitian tersebut diperkuat dengan hasil studi yang diterbitkan baru-baru ini

(Barrett, Balloun, dan Weinstein, 2004 dalam Goliath Business Knowledge on

Demand, 2005) menunjukkan bahwa organisasi nirlaba dan bisnis tidak menganggap diri mereka berbeda pada empat faktor keberhasilan atau korelasi tersebut, meskipun tingkat usaha mandiri melaporkan kinerjanya lebih tinggi dari organisasi nirlaba. Sebuah langkah logis berikutnya adalah untuk membandingkan


(42)

layanan bisnis untuk perawatan kesehatan dan pendidikan, layanan utama dari sektor nirlaba.

Studi yang dikembangkan oleh Lusthaus, et al., (2002) yang terus

menerus menelaah dan mengembangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi dibahas pada tulisannya tentang “organizational Assessment: A Framework for Improving Performance”, menunjukkan bahwa kinerja organisasi dipengaruhi oleh tiga faktor utama yang dapat diuraikan elemen-elemennya. Ketiga faktor tersebut adalah : (a) kapasitas organisasi (organizational capacity); (b) motivasi organisasi (organizational motivation); dan (c) lingkungan eksternal (External environment). Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1. di bawah ini.

Gambar 1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Organisasi.

Sumber : Lusthaus, et al., (2002) : Organizational Assessment: A Framework for Improving Performance.

Pengertian ketiga faktor yang memengaruhi kinerja organisai adalah : (1) kapasitas organisasi adalah kemampuan organisasi untuk memanfaatkan sumberdaya yang tersedia, (2) motivasi organisasi adalah merupakan kepribadian dasar organisasi, dan (3) lingkungan adalah faktor kunci dalam menentukan tingkat sumberdaya yang tersedia dan kemudahan bagi organisasi untuk dapat menjalankan kegiatan-kegiatannya.

Environment

Organizational Motivation

Organizational

Capacity Organizational


(1)

21. Rencanan pembelajaran BPP menunjukkan volume/frekwensi kegiatan sesuai dengan programa BPP yang telah dirumuskan

22. Rencanan pembelajaran BPP menunjukkan lokasi kegiatan definitif sesuai programa BPP yang telah dirumuskan

23. Rencanan pembelajaran BPP memuat jadwal kegiatan pembelajaran dan sesuai dengan programa BPP yang telah dirumuskan

24. Rencanan pembelajaran BPP merinci biaya yang dibutuhkan dan sesuai kegiatan yang direncanakan dan programa BPP yang telah dirumuskan 25. Rencanan pembelajaran BPP memperlihatkan pelaksana kegiatan yang

terlibat dan sesuai dengan programa BPP yang telah dirumuskan

26. Rencanan pembelajaran BPP memperlihatkan penanggungjawab kegiatan dan sesuai dengan programa BPP yang telah dirumuskan

27. Rencanan pembelajaran BPP mencamtumkan beberapa pihak terkait dalam kegiatan pembelajaran dan sesuai dengan programa BPP yang telah dirumuskan

28. Menyampaikan materi tentang benih padi dalam hal daya tumbuh dan kondisi fisik benih secara lengkap dan benar

29. Menyampaikan materi tentang bagaimana mengenal jenis pupuk, kegunaan pupuk dan perhitungan jumlah pupuk yang diperlukan untuk tanaman padi secara lengkap dan benar

30. Menyampaikan materi tentang jenis-jenis pestisida, kegunaan pestisida, dan dosis pestisida untuk tanaman padi secara lengkap dan benar

31. Menyampaikan materi tentang kesuburan tanah, tingkat kemasaman tanah (pH) dan pengolahan tanah untuk tanaman padi secara lengkap dan benar 32. Menyampaikan materi penyemaian benih padi, penanaman bibit padi dan

pemupukan tanaman padi secara lengkap dan benar

33. Menyampaikan materi pengairan tanaman padi secara lengkap dan benar 34. Menyampaikan materi tentang penyiangan tanaman padi secara lengkap

dan benar

35. Menyampaikan materi tentang pengendalian hama penyakit tanaman padi secara lengkap dan benar

36. Menyampaikan materi tentang pemanenan dan penggunaan alat panen padi secara lengkap dan benar

37. Menyampaikan materi tentang perontokan padi secara lengkap dan benar 38. Menyampaikan materi tentang pengeringan padi siap giling dan

penyimpanan hasil panen secara lengkap dan benar

39. Menyampaikan materi tentang penggilingan padi menjadi beras secara lengkap dan benar

40. Menyampaikan materi tentang mekanisme pasar dan strategi pemasaran secara lengkap dan benar

41. Menyampaikan materi tentang tatacara membuat dan melaksanakan kontrak dengan mitra usaha secara lengkap dan benar

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5


(2)

Muh. Hatta Jamil (I362060011) “Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor” 2011. 42. Menyampaikan materi tentang akses pada lembaga permodalan, lembaga

pemasaran, akses terhadap dinas pertanian kabupaten secara lengkap dan benar

43. Menyampaikan materi tentang bekerjasama dengan petani lain secara lengkap dan benar

44. Menyampaikan materi tentang penumbuhkembangan kelompok tani dan gabungan kelompok tani secara lengkap dan benar

45. Menyampaikan materi tentang penanaman jiwa kewirausahaan secara lengkap dan benar

46. Pemilihan media pembelajaran diawali terlebih dahulu dengan identifikasi kebutuhan akan informasi pertanian

47. Pemilihan media pembelajaran diawali terlebih dahulu dengan identifikasi kebutuhan akan teknologi pertanian

48. Pemilihan media pembelajaran diawali terlebih dahulu dengan identifikasi kebutuhan akan bimbingan bagi petani sasaran

49. Membuat media brosur, leaflet, poster, dan script siaran pedesaan untuk menunjang kelancaran pembelajaran

50. Mengasuh media siaran pedesaan, pers reales dan video clip untuk menunjang kelancaran pembelajaran

51. Mengisi kolom koran lokal, dan naskah seni budaya untuk menunjang kelancaran pembelajaran

52. Mencari (Browsing), Mengambil (Download) dan Mengirim atau memberikan (Upload) informasi data dan bahan penyuluhan melalui internet untuk menunjang kelancaran pembelajaran

53. Melakukan kegiatan pameran hasil usahatani untuk menunjang kelancaran pembelajaran

54. Melakukan kegiatan pemutaran film untuk menunjang kelancaran pembelajaran

55. Memakai media tatap muka untuk menunjang kelancaran pembelajaran 56. Memilih dan menggunakan metode pendekatan perorangan disesuaikan

dengan tujuan pembelajaran

57. Memilih dan menggunakan pendekatan kelompok disesuaikan dengan tujuan pembelajaran

58. Memilih dan menggunakan pendekatan massal/umum disesuaikan dengan tujuan pembelajaran

59. Lokasi pelaksanaan pembelajaran biasanya disepakati antara BPP dengan petani sasaran

60. Pelaksanakan pembelajaran biasanya terlaksana sesuai waktu yang disepakati

1 2 3 4 5

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5


(3)

61. Sebelum evaluasi pembelajaran dilakukan biasanya terlebih dahulu dilakukan perumusan tujuan evaluasi

62. Evaluasi kegiatan pembelajaran dilakukan berdasarkan komponen-komponen kriteria, bukti, dan penilaian

63. Menyusun laporan hasil evaluasi berdasarkan komponen-komponen kriteria, bukti, dan penilaian

64. Penyampaian laporan hasil evaluasi berdasarkan komponen-komponen kriteria, bukti, dan penilaian kepada pihak terkait

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

Pembiayaan BPP

No. Uraian Pembiayaan Jumlah Pembiayaan (RP/Tahun)

I

A. Biaya penyelenggaraan penyuluhan.

Biaya operasional Kelembagaan Penyluhan (BPP) : a. Penyusunan programa penyuluhan pada tingkat

kecamatan

b. Pelaksanaan penyuluhan berdasarkan programa penyuluhan

c. Penyediaan dan penyebaran informasi teknologi , sarana produksi, pembiayaan dan pasar

d. Memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan kemitraan pelaku utama dan pelaku usaha

e. Memfasilitasi peningkatan kapasitas penyuluh f. Pelaksanaan proses pembelajaran (penyuluhan) B. Biaya operasional penyuluh PNS.

Melaksanakan kegiatan kunjungan, pendampingan, dan bimbingan kepada pelaku utama dan pelaku usaha berupa :

a. Biaya perjalanan tetap

b. Biaya perlengkapan penunjang

II

Biaya pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana a. Pembangunan kantor penyuluhan

b. Pembelian peralatan kantor c. Pembelian alat bantu penyuluhan

d. Pembelian kendaraan dinas operasional penyuluh

e. Pengadaan unit percontohan dan perlengkapan penunjang III

Tunjangan fungsional dan profesi a. Tunjangan jabatan fungsional b. Tunjangan profesi penyuluh

IV Lain-lain* (biaya ………

a. ………

b. ………

c. ………


(4)

Muh. Hatta Jamil (I362060011) “Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor” 2011. PERILAKU PETANI

A. Kompetensi dalam berusahatani

Di bawah ini adalah pernyataan-pernyataan yang menyangkut Tingkat Kompetensi yang Saudara miliki sebagai bekal dalam melaksanakan usahatani padi. Berikan jawaban Saudara pada setiap pernyataan dengan cara melingkari salah satu angka yang ada disebelah kanan sesuai dengan pendapat Saudara sebenarnya. Angka-angka tersebut berada pada kisaran skala 1 sangat

tidak mampu sampai dengan 5 sangat mampu.

Keterangan:

1 = Sangat tidak mampu 2 = Tidak mampu 3 = Cukup mampu 4 = Mampu

5 = Sangat mampu Contoh:

Pernyataan: Menentukan jenis pupuk

Jawaban: Bila Bapak/Ibu merasa sangat mampu, lingkarilah angka 5 1 2 3 4 5

Sangat Sangat Tidak mampu

mampu

1 5

1. Memiliki kemampuan mengidentifikasi kemurnian benih padi 2. Memiliki kemampuan mengidentifikasi daya tumbuh benih padi

3. Memiliki kemampuan mengidentifikasi kondisi fisik benih padi 4. Memiliki kemampuan menentukan jenis pupuk yang tepat untuk

pertumbuhan padi

5. Memiliki kemampuan menentukan jenis pestisida yang tepat untuk pengendalian hama dan penyakit

6. Memiliki kemampuan mengolah tanah berdasarkan lahan penanaman padi 7. Memiliki kemampuan menentukan pola tanam padi

8. Memiliki kemampuan menanam benih sesuai anjuran

9. Memiliki kemampuan menentukan jarak tanam yang tepat sesuai anjuran 10. Memiliki kemampuan mengairi lahan sesuai anjuran

11. Memiliki kemampuan menyulam tanaman sesuai anjuran

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5


(5)

12. Memiliki kemampuan menyiangi tanaman sesuai anjuran 13. Memiliki kemampuan memupuk padi sesuai anjuran

14. Memiliki kemampuan mengendalikan hama dan penyakit sesuai anjuran 15. Memiliki kemampuan menentukan ciri-ciri umur panen padi

16. Memiliki kemampuan memanen padi sesuai anjuran

17. Memiliki kemampuan menentukan periode waktu panen sesuai anjuran 18. Memiliki kemampuan menentukan prakiraan produksi

19. Memiliki kemampuan melakukan perontokan padi dengan benar 20. Memiliki kemampuan melakukan penjemuran padi dengan benar 21. Memiliki kemampuan menyimpan hasil panen padi dengan benar 22. Memiliki kemampuan menentukan mekanisme pemasaran padi 23. Memiliki kemampuan memilih strategi pemasaran padi

24. Memiliki kemampuan mengakses modal dari lembaga keuangan

25. Memiliki kemampuan mencari saluran pemasaran padi yang menawarkan harga beli optimal

26. Memiliki kemampuan mengembangkan rasa saling ketergantungan dalam usaha dengan pelaku bisnis usahatani

27. Memiliki kemampuan menumbuhkembangkan kemandirian dalam berusahatani

28. Memiliki kemampuan membina hubungan kerja dengan masyarakat lainnya

29. Memiliki kemampuan mengembangkan jiwa kewirausahaan sesama petani

30. Memiliki kemampuan menumbuhkembangkan kegiatan kelompok tani 31. Memiliki kemampuan meningkatkan partisipasi sesama petani dalam

mengikuti penyuluhan

32. Memiliki kemampuan membuat bio pestisida dari bahan baku MOL (Mikro Organisme Lokal)

33. Memiliki kemampuan membuat kompos sesuai anjuran 34. Memiliki kemampuan menggunakan kompos sesuai anjuran 35. Memiliki kemampuan menggunakan bio pestisida sesuai anjuran

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5


(6)

Muh. Hatta Jamil (I362060011) “Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor” 2011. B. Partisipasi dalam kelompok tani

Di bawah ini adalah pernyataan-pernyataan yang menyangkut partisipasi Saudara dalam kelompok tani. Berikan jawaban Saudara pada setiap pernyataan dengan cara melingkari salah satu angka yang ada disebelah kanan sesuai dengan pendapat Saudara sebenarnya. Angka-angka tersebut berada pada kisaran skala 1 sangat tidak sering sampai dengan 5 sangat sering.

Keterangan:

1 = Sangat tidak sering 2 = Tidak sering 3 = Cukup sering 4 = Sering 5 = Sangat sering Contoh:

Pernyataan: berpartisipasi dalam diskusi kelompok

Jawaban: Bila Bapak/Ibu merasa sangat sering, lingkarilah angka 5 1 2 3 4 5

Sangat Sangat tidak sering sering

1 5 1. Melakukan kerjasama merencanakan kegiatan kelompok tani

2. Melakukan kontrol kegiatan usahatani 3. Membayar iuran kelompok tani 4. Menghadiri pertemuan kelompok tani 5. Mengikuti penyulahan pertanian

6. Memberikan pendapat dalam diskusi kelompok tani 7. Mencoba teknologi pertanian yang disarankan penyuluh

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5