Analysis of Farmers Attitude, Satisfaction and Loyalty Toward the Use of Composite Corn Seed in South Sulawesi

(1)

ANALISIS SIKAP, KEPUASAN DAN LOYALITAS PETANI

TERHADAP PENGGUNAAN BENIH UNGGUL JAGUNG KOMPOSIT

DI SULAWESI SELATAN

ASRUL KOES

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

ANALISIS SIKAP, KEPUASAN DAN LOYALITAS PETANI

TERHADAP PENGGUNAAN BENIH UNGGUL JAGUNG KOMPOSIT

DI SULAWESI SELATAN

ASRUL KOES

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(3)

(4)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Sikap, Kepuasan dan Loyalitas Petani terhadap Penggunaan Benih Unggul Jagung Komposit di Sulawesi Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2013

Asrul Koes NIM H451100241


(5)

(6)

ABSTRACT

ASRUL KOES. Analysis of Farmers Attitude, Satisfaction and Loyalty Toward the Use of Composite Corn Seed in South Sulawesi. Supervised by RITA NURMALINA and HARMINI

Corn is a strategic commodity in developing agriculture in Indonesia. Increasing national corn production could be achieved by increasing productivity, planting area and use of high yielding varieties. Seed producers are expected to provide seeds of varieties that meet the needs and preferences of farmers. The main factor to be considered in the development of corn high yielding varieties is farmers preference to select and use the appropriate seeds. The use of composite corn seed is an alternative way to increase corn production in South Sulawesi. The purpose of this study are: 1) identify the characteristics, attitudes and behaviours of farmers toward the use of corn seed, 2) analyze the latent variable and dominant indicator variable in building farmers satisfaction and loyalty, and 3) analyze the relationship between farmers satisfaction and loyalty in using composite corn seed. Type of data collected is primary data obtained by survey method using questionnaires. The respondents of this study are 40 corn farmers (ever use local, composite and hybrid corn). Data are analyzed with Fishbein multi attributes approach to determine farmer’s attitude. The other 120 farmers who use composite corn seeds are taken and analyzed using Structural Equation Modeling (SEM) approach to determine relationship between satisfaction and loyalty. The results show that farmer’s attitudes toward composite corn seed tend to be better than those to hybrid corn seed and local corn seed. Based on the SEM analysis, satisfaction variables have relationship with farmers loyalty in the use of composite corn seed in South Sulawesi.

Keywords: attitude, behaviour satisfaction, loyalty, composite corn seed, Fishbein, SEM


(7)

(8)

RINGKASAN

ASRUL KOES. Analisis Sikap, Kepuasan dan Loyalitas Petani terhadap Penggunaan Benih Unggul Jagung Komposit di Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh RITA NURMALINA dan HARMINI

Jagung termasuk komoditas strategis dalam pembangunan pertanian Indonesia. Upaya untuk meningkatkan produksi jagung nasional adalah dengan peningkatan produktivitas dan perluasan areal. Dari aspek teknis, teknologi yang digunakan adalah penggunaan benih unggul. Penggunaan benih bermutu merupakan kunci sukses pertama dalam usahatani jagung. Para produsen benih harus dapat menciptakan varietas yang sesuai kebutuhan dan keinginan petani. Faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan varietas unggul jagung pada suatu daerah adalah preferensi dan keinginan petani untuk memilih dan menggunakan benih unggul yang sesuai. Namun petani sebagai pengguna, mengalami berbagai kendala dalam memanfaatkan benih unggul/ bermutu. Rendahnya penggunaan benih berlabel (bermutu) ditingkat petani masih menjadi kendala utama dalam peningkatan produksi. Di samping itu, harga benih yang dianggap mahal bagi sebagian petani masih merupakan masalah sehingga melakukan regenerasi benih sendiri. Penggunaan benih unggul jagung komposit merupakan alternatif peningkatan produksi jagung dan penyebarannya telah menjangkau hampir seluruh kabupaten di Sulawesi Selatan. Selain itu, setiap tahun persentase penggunaan masing-masing benih unggul jagung komposit berubah. Munculnya varietas-varietas unggul baru yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun perusahaan multinasional tentunya berdampak kepada perilaku petani dalam penggunaan varietas unggul mengingat perbedaan preferensi petani terhadap varietas di setiap wilayah tidak sama. Tentunya akan berimbas pada penggunaan benih itu sendiri. Semua ini tidak lepas dari kondisi demografi, ekonomi, sosial, budaya, keluarga, psikologis dan faktor-faktor lainnya. Petani memiliki karakteristik yang berbeda dan mengalami proses yang kompleks dalam memaksimalkan kepuasannya. Demikian juga dengan perilakunya. Hal tersebut diduga karena adanya perbedaan sikap dan kepuasan petani terhadap ketersediaan varietas unggul jagung komposit. Kondisi tersebut tentunya akan membentuk sikap petani dalam menggunakan benih varietas unggul sehingga petani mengevaluasi benih yang dapat memuaskan serta memenuhi kebutuhannya.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengidentifikasi karakteristik dan menganalisis sikap serta perilaku petani terhadap penggunaan benih jagung komposit di Sulawesi Selatan; 2) menganalisis faktor dominan (variabel laten dan variabel indikator) pembentuk kepuasan dan loyalitas petani terhadap penggunaan benih unggul jagung komposit di Sulawesi Selatan; dan 3) menganalisis hubungan antara kepuasan dan loyalitas petani terhadap penggunaan benih unggul jagung komposit di Sulawesi Selatan. Untuk menjawab tujuan tersebut dilakukan analisis sikap, perilaku, kepuasan loyalitas petani terahap penggunaan benih unggul jagung komposit di Sulawesi Selatan. Pemilihan Provinsi Sulawesi Selatan sebagai lokasi penelitian dilakukan secara purposive. Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dengan metode survei yang menggunakan


(9)

kuesioner. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk mempermudah pemahaman mengenai karakteristik petani. Sebanyak 40 orang petani dianalisis sikapnya (pernah menggunakan jagung lokal, jagung komposit dan jagung hibrida) dengan menggunakan analisis mutiatribut Fishbein. Sementara 120 orang petani yang menggunakan benih jagung komposit diambil untuk analisis kepuasan dan loyalitas. Data diperoleh dianalisis dengan pendekatan multiatribut Fishbein untuk mengetahui sikap petani, sementara hubungan kepuasan dan loyalitas dianalisis dengan model persamaan struktural (structural equation modeling).

Karakteristik petani responden didominasi umur produktif sebanyak 80,75 persen dengan proporsi responden laki-laki (100 persen). Sedangkan untuk status pernikahan sebanyak 98,80 persen yang telah menikah. Dilihat dari tingkat pendidikan, pada umumnya petani responden berpendidikan SD dengan persentase 35,00 persen dan menjadikan usahatani jagung sebagai perkerjaan utama sebesar 88,33 persen. Pengalaman petani responden yang menggunakan benih jagung komposit sebesar 57,50 persen (5 – 10 tahun), sementara jagung hibrida persentasenya sebesar 49,17 persen (5 – 10 tahun), dan untuk jagung lokal sebesar 39,17 persen (< 5 tahun). Status lahan garapan sebagian besar merupakan pemilik (82,50%) dengan luasan lahan berkisar 0,5 – 1,0 ha (50,00%). Budidaya jagung yang dilakukan dalam setahun dilakukan sebanyak dua kali tanam sebesar 62,50 persen, sedangkan yang menanam jagung tiga kali dalam setahun sebesar 37,50 persen. Pola tanam “padi-jagung-jagung” umumnya dilakukan dan memberikan kontribusi terbesar sebanyak 54,20 persen dan pola tanam “jagung-jagung-jagung” sebanyak 45,80 persen. Sebagian besar petani responden sebagai pemilik lahan (82,50%) dan sisanya sebagai penggarap (17,50%), dan luas lahan yang dimilikinya antara 0,5 – 1,0 ha sebesar 50,00 persen. Hasil analisis sikap (A0) dengan pendekatan multiatribut Fishbein menunjukkan bahwa diantara tiga

jenis jagung yang dibandingkan, sikap petani terhadap benih jagung komposit (23,79) lebih tinggi dibandingkan dengan benih jagung hibrida (15,80) dan jagung lokal (-6,97). Hal ini berarti bahwa sikap petani responden terhadap benih jagung komposit cenderung lebih baik jika dibandingkan dengan benih jagung hibrida dan benih jagung lokal. Atribut yang memiliki tingkat kepentingan tertinggi adalah “produktivitas (hasil panen), sedangkan yang terendah adalah “adanya pedum/juknis/leaflet/brosur”. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sikap petani responden benih jagung komposit dianggap lebih memenuhi harapan dan keinginan petani responden. Selain itu, perilaku petani dalam menggunakan benih unggul jagung komposit lebih disebabkan oleh karena benih jenis komposit termasuk benih jagung unggul yang memberikan jaminan kualitas yang lebih baik, daya beli petani yang tinggi dan memberikan keuntungan yang lebih tinggi.

Hasil analisis kepuasan dan loyalitas untuk hubungan antar setiap variabel (laten dan indikator) menunjukkan bahwa variabel laten bauran pemasaran berpengaruh positif dengan tingkat kepuasan petani. Namun, jika dilihat dari tingkat signifikansinya, maka hanya variabel laten produk dan tempat yang berpengaruh nyata terhadap kepuasan petani dalam menggunakan benih jagung komposit. Variabel indikator yang berpengaruh positif memiliki keeratan dan merefleksikan variabel latennya. Hasil pendugaan hubungan antara variabel laten dengan variabel indikatornya memperlihatkan bahwa terdapat beberapa variabel indikator yang merefleksikan variabel latennya. Variabel indikator yang


(10)

merefleksikan variabel laten produk adalah: produktivitas (hasil panen) yang tinggi, penggunaan pupuk yang efisien, umur panen yang pendek, daya tumbuh (berkecambah) yang tinggi, ketahanan terhadap hama/penyakit, ukuran benih dan tongkol hasil panen yang besar. Variabel indikator yang merefleksikan variabel laten harga adalah harga benih yang murah dan harga benih sesuai dengan mutu/ kualitasnya. Variabel indikator yang merefleksikan variabel laten tempat adalah kemudahan memperoleh benih karena tempatnya terjangkau dan stok benih selalu tersedia pada saat dibutuhkan. Sedangkan variabel indikator demplot jagung tersedia di lokasi penangkaran dan adanya pedum/juknis/leaflet/brosur tentang keunggulan dan teknologi budidaya jagung komposit merefleksikan variabel laten promosi. Berdasarkan hasil analisis SEM, variabel kepuasan memiliki hubungan terhadap loyalitas petani dalam menggunakan benih unggul jagung komposit di Sulawesi Selatan. Implikasi dari kepuasan konsumen adalah sikap loyalitas petani untuk melakukan pembelian berulang dan bersedia merekomendasikan kepada pihak lain untuk menggunakan benih jagung komposit.

Kata kunci: sikap, perilaku, kepuasan, loyalitas, benih jagung komposit, Fishbein, SEM.


(11)

(12)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(13)

(14)

ANALISIS SIKAP, KEPUASAN DAN LOYALITAS PETANI TERHADAP PENGGUNAAN BENIH UNGGUL JAGUNG KOMPOSIT

DI SULAWESI SELATAN

ASRUL KOES

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(15)

(16)

Judul : Analisis Sikap, Kepuasan dan Loyalitas Petani terhadap Penggunaan Benih Unggul Jagung Komposit di Sulawesi Selatan

Nama : Asrul Koes

NIM : H451100241

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS Ketua

Ir. Harmini, M.Si Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agribisnis,

Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr


(17)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA


(18)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah yang berjudul “Analisis Sikap, Kepuasan dan Loyalitas Petani terhadap Penggunaan Benih Unggul Jagung Komposit di Sulawesi Selatan” disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Agribisnis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Ir. Harmini, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, arahan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mulai dari penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini.

2. Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan kolokium proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan dan masukan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik.

3. Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA selaku dosen penguji luar komisi dan Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si selaku dosen penguji perwakilan program studi pada ujian tesis.

4. Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Dr. Ir, Suharno, MADev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Agribisnis atas dorongan semangat, bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan pada Program Studi Agribisnis.

5. Seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Agribisnis.

6. Kepala Balai Penelitian Tanaman Serealia, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, atas kesempatan dan dukungan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti tugas belajar pada Program Studi Agribisnis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

7. Penanggung Jawab RDHP: Pengembangan Sistem Produksi Benih dan Distribusi Benih Sumber (BS) Jagung VUB dan Serealia Lainnya dengan Penerapan ISO 9001-2008 masing-masing Dr. Ramlah Arief dan Dr. A.M. Adnan atas dukungan moril dan materiil yang diberikan selama penulis melakukan penelitian.

8. Karyawan/Karyawati Balai Penelitian Tanaman Serealia, khususnya rekan-rekan yang membantu selama penelitian (Drs. Muh. Arsyad Biba, M.Si, Muh. Rahmat, S.S., MM, , k’ Cia, Mimi, Ben, Wani, Novi, Rusmin, Oom, Sukri, Kamariah, Ucenk)

9. Ketua Kelompok Tani Salaka II Bapak H. Mansyur Maro’, Kelompok Tani Al-Qomar Bapak H. Zainuddin Dg. Nyau, Kelompok Tani Sejahtera I Bapak Muh. Natsir Mide dan Kelompok Tani Maccorawalie Bapak Fatahuddin atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian.


(19)

10. Teman-teman seperjuangan Angkatan I Program Studi Agribisnis (Cicin Yulianti, Nia Rosiana, Cila Apriande, Hepi Risenasari, Ratna Mega Sari, Maria Montesori, Anisa Dwi Utami, Ratna Sogian Siwang, Fitri, Efri Junaidi, Sari Nalurita, Evita Fathia Luthfina, Muhamad Ridho Syafendi, Husnul Khotimah, Ahsin Aligori, Nur Qomariah Hayati, Abdul Muis Hasibuan, Ika Novita Sari, Jemmy Rinaldi, Rizma Aldillah, Nuni Gusnawaty, Lila Esty Nurani, Puspitasari, Yadi Rusyadi, Ratih Saridewi, Jamaludin Kabalmay, Anna Maria Ngabalin, Tati Atia Ngangun, Putri Indah Nugroho Wanti, Rikmat Sujaeni, Arifayani Rachman, Alfath Desita Jumiar) atas diskusi, masukan dan keceriaan selama mengikuti pendidikan.

11. Teman-teman kost “Wisma Anggita” (Jemmy, Desi, Erwin, Rizka, Eko, Udin) atas diskusi, canda, tawa, suka dan duka selama menjadi penghuni kost Anggita.

12. Penghargaan yang tinggi dan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua Koesnang dan Wardani Noor, mertua Basuki Santoso dan Sri Rahayu, kakak Fauziah Koes, Firmansyah Koes, adik Alfiah Koes, Irawan Agung Hariyadi dan Tikarahayu Agustiningsih dan ponakan-ponakan tersayang (Ayu, Ainin, Fiqri, Fira, Alil, Aliyah, Adit, Alfan).

13. Ucapan terima kasih yang khusus disampaikan kepada istri tercinta Nuning Argo Subekti yang telah memberikan doa, toleransi, kesabaran, dukungan penuh dan pengorbanannya selama penulis mengikuti pendidikan. Semoga Allah SWT membalas dengan yang lebih baik.

Karya ilmiah ini merupakan upaya terbaik dari penulis, namun penulis tetap menyadari bahwa karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan. Terlepas dari segala kekurangan yang ada, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Januari 2013


(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Maros, Sulawesi Selatan pada tanggal 8 Maret 1975 dari bapak Koesnang dan Ibu Wardani Noor. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Pendidikan formal penulis diawali di SD Negeri 20 Barandasi, Kabupaten Maros dari tahun 1981 – 1987. Kemudian penulis melanjutkan studi di SLTP Negeri 2 Maros, Kabupaten Maros dan lulus tahun 1990. Tahun 1993, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Maros. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan studi di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Hasanuddin. Penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi ke Program Magister pada Program Studi Magister Sains Agribisnis pada tahun 2010 melalui beasiswa Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Sejak tahun 1998 sampai sekarang, penulis bekerja pada Balai Penelitian Tanaman Serealia di bawah Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.

Penulis menikah dengan Nuning Argo Subekti pada 13 Maret 2002 yang merupakan anak pertama dari bapak Basuki Santoso dan Ibu Sri Rahayu.


(21)

(22)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xvi DAFTAR GAMBAR ... xviii DAFTAR LAMPIRAN ... xix I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 5 1.3. Tujuan Penelitian ... 11 1.4. Manfaat Penelitian ... 11 1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... 12 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13 2.1. Gambaran Umum Komoditas Jagung ... 13 2.2. Benih Unggul Jagung ... 13 2.3. Analisis Perilaku dan Sikap Konsumen dengan Pendekatan

Multiatribut Fishbein ... 17 2.4. Analisis Hubungan Kepuasan dan Loyalitas ... 21 III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 25 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 25 3.1.1. Atribut Produk ... 25 3.1.2. Perilaku Konsumen ... 26 3.1.3. Sikap Konsumen ... 27 3.1.4. Kepuasan Konsumen ... 29 3.1.5. Loyalitas Konsumen ... 33 3.1.6. Bauran Pemasaran (Marketing Mix) ... 35 3.1.7. Pendekatan Multiatribut Fishbein ... 37 3.1.8. Pendekatan Model Persamaan Struktural ... 38 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 44 IV. METODE PENELITIAN ... 47 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47 4.2. Jenis dan Sumber Data ... 47 4.3. Metode Pengambilan Sampel ... 47 4.4. Variabel dan Skala Pengukuran ... 49 4.5. Metode Analisis Data ... 50 4.5.1. Analisis Deskriptif ... 51 4.5.2. Analisis Multiatribut Fishbein ... 51 4.5.3. Pemetaan Persepsi Konsumen ... 54 4.5.4. Analisis Model Persamaan Struktural ... 54 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 58

5.1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung

di Provinsi Sulawesi Selatan ... 58 5.2. Peranan Sektor Pertanian dalam Perekonomian di Provinsi


(23)

5.3.Sistem Produksi dan Penggunaan Benih Unggul Jagung ... 66 5.4.Penyebaran dan Distribusi Benih Jagung Komposit ... 71 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 75 6.1.Karakteristik Responden ... 75 6.1.1. Umur, Jenis Kelamin dan Status Pernikahan ... 75 6.1.2. Tingkat Pendidikan ... 77 6.1.3. Tingkat Pendapatan ... 79 6.1.4. Status Pekerjaan ... 79 6.1.5. Lama Berusahatani Jagung ... 80 6.1.6. Budidaya dan Pola Tanam Jagung ... 82 6.1.7. Status dan Luas Lahan ... 84 6.1.8. Rata-Rata Produktivitas Jagung ... 85 6.1.9. Varietas yang Sering Digunakan ... 85 6.2.Analisis Sikap Petani terhadap Atribut Benih Jagung ... 87

6.2.1. Tingkat Kepentingan dan Kepercayaan Petani terhadap

Atribut Benih Jagung ... 87 6.2.1.1. Tingkat Kepentingan terhadap Atribut Benih

Jagung ... 88 6.2.1.2. Tingkat Kepercayaan terhadap Atribut Benih

Jagung ... 95 6.2.2. Analisis Sikap Petani dengan Pendekatan Multiatribut

Fishbein terhadap Atribut Benih Jagung ... 100 6.3.Analisis Perilaku Petani terhadap Penggunaan Benih Unggul

Jagung Komposit ... 103 6.3.1. Alasan Petani Menggunakan Benih Bersertifikat ... 104 6.3.2. Alasan Petani Menggunakan Benih Tidak Bersertifikat ... 106 6.4.Analisis Kepuasan dan Loyalitas Petani terhadap Penggunaan

Benih Unggul Jagung Komposit ... 109 6.4.1. Hasil Analisis SEM ... 109 6.4.2. Hubungan Antar Variabel Laten dan Variabel Indikator .... 112 6.4.3. Hubungan Kepuasan dan Loyalitas Petani ... 116 6.5.Implikasi Manajerial ... 118 6.5.1. Produk ... 119 6.5.2. Harga ... 119 6.5.3. Tempat ... 119 6.5.4. Promosi ... 120 VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 121 7.1.Simpulan ... 121 7.2.Saran ... 122 DAFTAR PUSTAKA ... 125 LAMPIRAN ... 131


(24)

DAFTAR TABEL

1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung pada Lima Provinsi Utama Penghasil Jagung di Indonesia, 2007 - 2011 ... 3 2. Proporsi Penggunaan Benih Unggul Jagung di Indonesia Selama

MT 2002 - MT.2005/2006 . ... 9 3. Jumlah Populasi Petani Jagung di Lokasi Penelitian ... 48 4. Variabel Laten dan Indikator Model Persamaan Struktural ... 49 5. Kriteria Skala Likert untuk Model Persamaan Struktural ... 50 6. Daftar Atribut Produk yang Diuji dalam Penelitian ... 54 7. Kriteria “Goodnes of Fit” ... 57 8. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di

Sulawesi Selatan, Tahun 2006 – 2011 ... 60 9. Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Tanaman Jagung

Menurut Kabupaten/Kotamadya di Sulawesi Selatan, Tahun 2010 ... 62 10. Luas Panen dan Produksi Tanaman Jagung Menurut Kecamatan di

Kabupaten Takalar, Tahun 2010 ... 63 11. Luas Panen dan Produksi Tanaman Jagung Menurut Kecamatan

di Kabupaten Sidrap, Tahun 2010 ... 64 12. Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Sektor Perekonomian Provinsi

Sulawesi Selatan, Tahun 2007 – 2011 ... 66 13. Penyebaran Benih Jagung Komposit Varietas Unggul (Ha) pada Dua

Musim Tanam di Provinsi Sulawesi Selatan Selama Musim Tanam 2010 – 2011 ... 74 14. Penyebaran Benih Unggul Jagung Komposit di Sulawesi Selatan

Tahun 2010 ... 76 15. Sebaran Petani Responden Menurut Usia Pekerja ... 78 16. Sebaran Petani Responden Menurut Status Pernikahan ... 79 17. Sebaran Petani Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 80 18. Sebaran Petani Responden Menurut Pendapatan Rata-Rata Permusim ... 81 19. Sebaran Petani Responden Menurut Status Pekerjaan ... 82 20. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Lama Berusahatani Jagung ... 83 21. Sebaran Petani Responden Menurut Lama Berusahatani Tiga

Jenis Jagung ... 84 22. Sebaran Petani Responden Menurut Budidaya Jagung dalam Setahun ... 85 23. Sebaran Petani Responden Menurut Pola Tanam Jagung ... 86


(25)

24. Sebaran Petani Responden Menurut Status Lahan ... 86 25. Sebaran Petani Responden Menurut Luas Lahan (Ha) ... 87 26. Sebaran Petani Responden Menurut Varietas yang Sering Digunakan

dari Tiga Jenis Jagung ... 89 27. Sebaran Petani Responden Menurut Skor Evaluasi Tingkat Kepentingan

(ei) terhadap Atribut Benih Jagung ... 92

28. Sebaran Petani Responden Menurut Skor Evaluasi Tingkat Kepercayaan (bi) terhadap Atribut Benih Unggul Jagung Komposit (n=40) ... 98

29. Sebaran Petani Responden Menurut Skor Evaluasi Tingkat Kepercayaan (bi) terhadap Atribut Benih Unggul Jagung Hibrida (n=40) ... 100

30. Sebaran Petani Responden Menurut Skor Evaluasi Tingkat Kepercayaan (bi) terhadap Atribut Benih Jagung Lokal (n=40) ... 102

31. Hasil Analisis Sikap Multiatribut Fishbein untuk Jagung Benih

Komposit, Hibrida dan Lokal (n=40) ... 104 32. Alasan Petani Menggunakan Jagung Bersertifikat dengan Tidak

Bersertifikat ... 106 33. Sebaran Petani Responden terhadap Perilaku Penggunaan Benih

Unggul Jagung Komposit di Sulawesi Selatan ... 111 34. Kebaiksuaian Model (Goodness of Fit) ... 112 35. Faktor Muatan (Loading Factor) Hasil Perhitungan LISREL 8.30 ... 115 36. Hubungan Antar Variabel Laten Hasil Perhitungan LISREL 8.30 ... 116 37. Hubungan Antara Variabel Laten Endogen (Loyalitas) ... 120


(26)

DAFTAR GAMBAR

1. Tingkat Kepuasan dalam Pembelian ... 31 2. Simbol Variabel Laten ... 41 3. Simbol Variabel Teramati ... 42 4. Model Struktural SEM ... 42 5. Model Pengukuran SEM ... 43 6. Model Full Hybrid SEM ... 44 7. Kerangka Pemikiran Operasional ... 46 8. Model Persamaan Struktural dari Analisis Kepuasan dan Loyalitas

Petani dalam Penggunaan Benih Unggul Jagung Komposit ... 56 9. Pengadaan dan Penyaluran Benih secara Formal... 69 10. Sistem Produksi Benih Jagung di Lapangan ... 71 11. Peta Persepsi Sikap Petani Responden Berdasarkan Atribut terhadap Benih Jagung Lokal, Komposit dan Hibrida ... 105 12. Path Diagram Model Kepuasan dan Loyalitas Petani terhadap

Penggunaan Benih Unggul Jagung Komposit (Nilai t-hitung) ... 114 13. Path Diagram Model Kepuasan dan Loyalitas Petani terhadap

Penggunaan Benih Unggul Jagung Komposit (Estimasi Standardized


(27)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner Penelitian ... 131 2. Uji Validitas dan Reliabilitas untuk Analisis Sikap terhadap Atribut Benih jagung ... 141 3. Uji Validitas dan Reliabilitas untuk Analisis Hubungan Kepuasan dan

Loyalitas terhadap Penggunaan Jagung Komposit ... 149 4. Lisrel Sofware Information ... 155 5. Sintaks Program SIMPLIS yang Membentuk Path Diagram Model

Penelitian ... 156 6. Matriks Kovarian dan Koefisien Model ... 158 7. Kebaiksuaian Keseluruhan Model Penelitian ... 170


(28)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jagung termasuk komoditas strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia, mengingat komoditas ini mempunyai fungsi multiguna, baik untuk pangan, pakan energi dan serat (Krisnamurthi, 2010). Dalam perekonomian nasional, jagung merupakan kontributor terbesar kedua setelah padi dalam subsektor tanaman pangan. Sumbangan jagung terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus meningkat setiap tahun, sekalipun pada saat krisis ekonomi. Pada tahun 2000, kontribusi jagung dalam perekonomian nasional Rp. 9,4 trilyun dan pada tahun 2003 meningkat tajam menjadi 18,2 trilyun. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa jagung berperan besar dalam memacu pertumbuhan subsektor tanaman pangan dan perekonomian nasional pada umumnya (Badan Litbang Pertanian, 2007).

Jagung merupakan komoditas yang perlu dikembangkan karena permintaannya selalu bertambah setiap tahun. Dalam periode 1989 – 2002 telah terjadi pergesaran penggunaan jagung dari pangan ke pakan walaupun masih dominan untuk kebutuhan konsumsi langsung. Sebelum tahun 1980, penggunaan jagung di Indonesia hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi langsung yaitu sebagai bahan pangan. Setelah tahun 2002, penggunaan jagung lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan industri pakan. Meskipun penggunaan jagung untuk konsumsi sebagai bahan pangan sehari-hari cenderung menurun, tetapi permintaan jagung untuk bahan baku industri utamanya pakan ternak maupun industi lainnya cenderung meningkat setiap tahunnya. Penyebab utama meningkatnya kebutuhan jagung dalam negeri adalah adanya industri pakan ternak dalam negeri.

Pada tahun 2007 saja proporsi penggunaan jagung oleh industri pakan telah mencapai 50% dari total kebutuhan nasional mengingat jagung merupakan komponen utama (60%) ransum pakan, 30% untuk konsumsi pangan dan selebihnya (20%) untuk kebutuhan industri lainnya dan benih (Balitsereal, 2008). Dalam 20 tahun ke depan, penggunaan jagung untuk bahan pakan diperkirakan terus meningkat, bahkan setelah tahun 2020, lebih dari 60% dari total kebutuhan


(29)

nasional (Badan Litbang Pertanian, 2007). Dari gambaran tersebut terlihat bahwa orientasi pengembangan jagung ke depan sebaiknya lebih diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan industri pakan dan pangan (Purwanto, 2007).

Sebagian besar jagung diusahakan pada lahan kering yang penanamannya pada musim hujan (MH), sehingga terjadi perbedaan jumlah produksi yang nyata antara pertanaman pada musim hujan dan pertanaman pada musim kemarau. Pada musim kemarau, ketersediaan jagung untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri sangat kurang karena luas areal panen terbatas sehingga harga jagung relatif lebih mahal. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk melakukan impor (Zubachtirodin et al., 2007). Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan yang masih defisit sekitar 1,1 juta ton, maka salah satu kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah adalah dengan melakukan impor. Alasannya, produk jagung dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan industri di samping itu kualitas jagung impor lebih baik (Krisnamurthi, 2010).

Dengan memperhatikan keadaan luas lahan dan kondisi lingkungan (kesesuaian agroklimat) disebagian besar wilayah Indonesia, impor jagung sebetulnya masih bisa ditekan sekecil-kecilnya, apabila ada upaya dari pemerintah yang dapat mendorong petani untuk memanfatkan lahannya dengan baik. Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan dan menekan defisit diperlukan peningkatan produksi jagung nasional, hal tersebut dapat ditempuh dengan cara peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam.

Sejak hampir lima dekade yang lalu, luas panen jagung tidak banyak mengalami peningkatan meski hasil panen naik cukup signifikan dari 1,03 ton pada tahun 1964 menjadi 4,45 ton per hektar pada tahun 2011. Oleh karena itu produksi jagung nasional turut meningkat tajam dari 3,77 juta ton menjadi 17,23 juta ton pada periode yang sama. Pengembangan jagung hibrida yang berdaya hasil lebih tinggi daripada jagung komposit sangat berperan dalam peningkatan hasil dan produksi tersebut. Luas panen jagung menurut provinsi pada periode 1993-2011. Luas panen jagung di Jawa yang pada awalnya lebih tinggi daripada luar Jawa tampaknya sudah mulai berimbang sejak tahun 2010. Jawa Timur merupakan provinsi dengan luas panen jagung tertinggi (sekitar 1,2 juta ha) diikuti oleh Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatra Utara, dan Nusa


(30)

Tenggara Timur. Produktivitas jagung tertinggi (6,46 ton/ha) ditunjukkan oleh Provinsi Sumatera Barat diikuti oleh Jawa Barat (6,37 ton/ha), Jawa Tengah dan Sumatra Utara. Beberapa provinsi yang menunjukkan produktivitas jagung yang rendah, di bawah 3 ton per hektar, disebabkan oleh belum berkembangnya jagung hibrida di wilayah tersebut dan pengelolaan tanaman yang belum optimal oleh petani, serta lingkungan yang kurang mendukung. Produksi jagung di Jawa masih tetap lebih tinggi daripada di luar Jawa dengan Jawa Timur dan Jawa Tengah sebagai produsen utama. Untuk luar Jawa, peranan penting dipegang oleh Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatra Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Data luas panen, produksi dan produktivitas jagung pada lima provinsi utama penghasil jagung di Indonesia, selama tahun 2007-2011 yang memberikan kontribusi terhadap produksi jagung nasional dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung pada Lima Provinsi Utama Penghasil Jagung di Indonesia, Tahun 2007 - 2011

Uraian Tahun

2007 2008 2009 2010 2011*)

Luas Panen (Ha)

Jawa Timur Jawa Tengah Lampung Sulawesi Selatan Sumatera Utara 1.153.496 571.013 369.971 262.436 229.882 1.235.933 639.354 387.549 285.094 240.413 1.295.070 661.706 434.542 299.669 247.782 1.257.721 631.816 447.509 303.375 274.882 1.204.063 520.149 380.917 297.126 255.291 Produksi (t) Jawa Timur Jawa Tengah Lampung Sulawesi Selatan Sumatera Utara 4.252.182 2.233.992 1.346.821 969.955 804.850 5.053.107 2.679.914 1.809.886 1.195.691 1.098.969 5.266.720 3.057.845 2.067.710 1.395.742 1.168.548 5.587.318 3.058.710 2.126.571 1.343.044 1.377.718 5.443.705 2.772.575 1.817.896 1.420.154 1.294.645 Produktivitas (Ku/Ha) Jawa Timur Jawa Tengah Lampung Sulawesi Selatan Sumatera Utara 36,86 39,12 36,40 36,96 35,01 40,88 41,92 46,70 41,94 45,71 40,67 46,21 47,58 46,58 47,08 44,42 48,41 47,52 44,71 50,13 45,20 53,30 47,70 47,80 50,70 *)

Angka Tetap, Ditjen Tanaman Pangan, 2012

Sumber: Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pertanian, 2011

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi jagung nasional adalah peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam. Dari aspek teknis, teknologi yang digunakan untuk peningkatan produktivitas jagung adalah penggunaan benih unggul yang bermutu dan bersertifikat dengan pengembangan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi dan adaptif pada kondisi tertentu (Saenong et al., 2007).


(31)

Varietas unggul merupakan teknologi yang mudah, murah, dan aman dalam penerapan serta efektif meningkatkan hasil. Teknologi tersebut mudah karena petani tinggal menanam. Murah karena varietas unggul yang tahan hama, misalnya memerlukan insektisida yang jauh lebih sedikit daripada benih yang tidak bersertifikat. Benih varietas unggul relatif aman, karena tidak menimbulkan polusi dan perusakan lingkungan. Data Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2012) memperlihatkan bahwa, sampai tahun 2011 telah dilepas varietas unggul jagung yang terdiri atas 51 varietas unggul jagung komposit dan 151 varietas unggul jagung hibrida. Varietas unggul jagung komposit merupakan hasil pemuliaan institusi pemerintah (antara lain UPBS Balitsereal, Badan Litbang Pertanian, PT. Pertani, PT. Sang Hyang Seri dan koperasi/penangkar benih) sedangkan untuk varietas unggul jagung hibrida, sebagian besar dihasilkan oleh perusahaan swasta (multinasional) seperti Cargill, Pioneer, PT. Charoen Pokphand Indonesia/PT. Bisi, PT. Monagro Kimia, dan Syngenta walaupun saat ini dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan maka instansi pemerintah juga diperkenankan menghasilkan varietas unggul jagung hibrida.

Varietas jagung komposit atau bersari bebas terbentuk dari campuran gen yang sangat kompleks dari hibrida-hibrida dan masing-masing tanaman bersifat heterozygot (Saenong et al., 2007). Menurut Iriany et al. (2007), jenis jagung dapat dibedakan berdasarkan komposisi genetiknya sejalan dengan perkembangan pemuliaan tanaman jagung, yaitu jagung hibrida dan jagung bersari bebas. Jagung bersari bebas (komposit) memiliki komposisi genetik heterozygot-heterogenus. Dalam proses pembentukannya, varietas jagung komposit (bersari bebas) dibentuk melalui seleksi famili dengan berbagai metode seleksi perbaikan populasi dan berbagai modifikasinya. Benih jagung komposit dibentuk dari galur, populasi, dan atau varietas yang tidak dilakukan uji daya gabung terlebih dahulu (Mejaya et al., 2007).

Selain itu, produksi benih unggul jagung komposit juga sederhana dan mudah dilaksanakan oleh kelompok petani (Saenong et al., 2007). Pembentukan varietas jagung bersari bebas merupakan suatu kegiatan program pemuliaan tanaman dengan metode yang digunakan dalam program pemuliaan tanaman


(32)

adalah meliputi pemilihan tetua, hibridisasi, seleksi dan pengujian daya adaptasi (Makkulawu et al., 2007).

Varietas jagung komposit umumnya memiliki keunggulan, seperti berumur genjah (<100 hari), sesuai untuk dataran rendah, cukup tahan atau tahan terhadap penyakit bulai, potensi hasil 5 – 8 ton per hektar. Sebagian dari varietas tersebut dapat beradaptasi baik pada dataran tinggi dan daerah rawan kekeringan. Sementara itu, varietas unggul jagung hibrida beradaptasi baik di dataran rendah dan beberapa diantaranya juga beradaptasi di dataran sedang (600 – 800 m dpl) dan dataran tinggi (800 – 1.300 m dpl), umurnya berkisar 95 – 143 hari, potensi hasil 5,6 – 9 ton per hektar dan reaksi terhadap penyakit bulai antara cukup tahan sampai tahan (Nugraha et al., 2005).

Faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan varietas unggul jagung di suatu daerah adalah keinginan petani untuk memilih dan menggunakan benih unggul yang sesuai. Di beberapa daerah, petani lebih menyukai varietas yang berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap hama penyakit utama. Sementara di daerah lainnya petani lebih menyukai varietas yang berumur genjah, bentuk dan postur tanaman tidak terlalu pendek dan tidak terlalu tinggi, dan rendemen tinggi (Badan Litbang Pertanian, 2007). Kepuasan akan penggunaan benih unggul jagung komposit sangat tergantung pada atribut-atribut yang dimilikinya. Kondisi ini tentunya akan membentuk sikap petani dalam penggunaan benih jagung komposit sehingga pada akhirnya petani mampu mengevaluasi benih tertentu dalam memenuhi kebutuhan mereka.

Dengan mengetahui sikap dan kepuasan petani, pemerintah maupun pihak terkait bisa menerapkan strategi yang tepat guna mewujudkan tujuan tersebut, seperti strategi dalam pengadaan benih. Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk melihat sikap dan kepuasan petani terhadap penggunaan benih jagung komposit yang dihasilkan oleh UPBS Balitsereal.

1.2. Perumusan Masalah

Keberhasilan budidaya jagung sangat ditentukan oleh kualitas benih yang digunakan. Ketersediaan benih saja tidak cukup jika tidak diikuti dengan kualitas benih yang tinggi. Oleh karena itu, penggunaan benih unggul bermutu diperlukan,


(33)

karena merupakan suatu langkah awal dari keberhasilan suatu usaha pertanian (Aqil et al., 2011).

Kebutuhan benih bermutu baik untuk tanaman pangan relatif tinggi seiring dengan tujuan produksi yang lebih berorientasi komersial. Benih yang bermutu tinggi akan menghasilkan produktivitas tinggi jika budidaya tanaman dilakukan secara memadai. Di sisi lain, penyediaan benih bermutu bagi petani dengan harga terjangkau masih mengalami hambatan. Produsen benih yang pusat produksinya tersebar di berbagai wilayah serta luasnya penyebaran areal tanam petani merupakan kendala dalam pengawasan produksi dan distribusi benih.

Salah satu teknologi dasar yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian untuk meningkatkan produktivitas jagung adalah dengan menggunakan benih benih komposit (bersari bebas). Benih jagung komposit yang telah dihasilkan sebanyak 37 varietas sebagian besar merupakan hasil seleksi dan persilangan dari pemulia pada lembaga penelitian (Badan Litbang Pertanian), perguruan tinggi, BUMN pemerintah, dan petani penangkar binaan/koperasi. Badan Litbang Pertanian sebagai lembaga penelitian telah melepas tidak kurang dari sepuluh varietas jagung komposit (bersari bebas) dengan potensi hasil 7,0 – 9,0 ton per hektar. Melalui Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS), Balai Penelitian Tanaman Serealia telah memproduksi benih sumber jagung komposit dari beberapa kelas (benih penjenis dan benih dasar) dalam upaya untuk menyebarluaskan dan menyediakan benih unggul untuk dikembangkan lebih lanjut oleh balai benih maupun petani penangkar/binaan agar dapat didistribusikan ke pengguna (petani dan stakeholder).

Jagung komposit adalah jagung yang dibentuk dari beberapa varietas yang dikumpulkan kemudian dibiarkan menyerbuk bebas dengan bantuan angin sehingga terjadi persilangan secara alami yang pada umumnya keturunannya akan berproduksi lebih tinggi dibanding dengan jagung lokal. Pengembangan varietas jagung unggul komposit pada peningkatan produksi jagung di daerah-daerah marjinal akan lebih berkualitas, sebab perluasan areal tanam akan lebih cepat terwujud, karena benih jagung komposit relatif lebih mudah diproduksi dan harganya lebih murah dibandingkan jagung hibrida, serta mudah diakses oleh petani.


(34)

Penggunaan benih unggul jagung komposit merupakan alternatif bagi peningkatan produksi jagung serta mampu mewujudkan keunggulan hasil pada kondisi lingkungan tertentu. Selain itu harga benih jagung komposit lebih terjangkau (meskipun sebagian petani menganggap masih mahal) jika dibandingkan dengan jagung hibrida Keberadaan varietas lokal ditingkat petani dapat bertahan lama dan petani belum mau mengganti varietas lokalnya sebelum yakin dengan varietas baru lebih unggul dan menguntungkan.

Hasil survei di 19 propinsi menunjukkan bahwa dari total areal jagung pada tahun 2000, 28 persen ditanami jenis hibrida, 47 persen varietas unggul komposit, dan 25 persen jenis komposit lokal (Panikkai, 2009). Masih banyaknya petani yang menanam benih turunan hibrida (F2) karena harga benih F1 relatif mahal dan resiko yang dihadapi besar (misalnya kekeringan), hal ini mengakibatkan petani beralih menggunakan benih jagung komposit. Untuk pertanaman jagung komposit, petani belum menyiapkan benih secara baik. Petani cenderung menggunakan benih hasil panen dari musim tanam sebelumnya hingga beberapa siklus. Hal ini menyebabkan potensi hasilnya menurun, terutama jika diserbuki oleh jagung lokal yang potensi hasilnya rendah. Oleh karena itu, diperlukan upaya produksi dan distribusi benih varietas jagung unggul komposit secara memadai, terutama di wilayah/daerah suboptimal (lahan dan sosial-ekonomi). Upaya yang dapat dilakukan diantaranya melalui pengembangan sistem penangkaran benih berbasis komunal (community based seed production) di pedesaan. Upaya ini telah dicoba di lima propinsi (Sulsel, NTB, Kalsel, Jateng, dan Lampung) pada tahun 2004 dan hasilnya memberikan prospek yang baik bagi pengembangan perbenihan varietas jagung unggul komposit nasional (Sayaka et al.,2006).

Penyediaan benih jagung komposit yang bermutu dan secara berkesinambungan dapat memenuhi permintaan petani, dapat membantu untuk meningkatkan hasil produksi tanaman jagung sehingga dapat membantu petani mengurangi resiko kegagalan panen. Petani memiliki karakteristik yang berbeda dan mengalami proses yang kompleks dalam memaksimalkan kepuasannya.

Para produsen benih harus dapat menciptakan varietas yang dapat sesuai dan tepat untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan petani. Proporsi penggunaan


(35)

benih unggul jagung dengan jagung lokal perlu diketahui dan didentifikasi untuk melihat peluang penggunaan benih unggul bermutu dan penyebarannya di Indonesia. Berdasarkan data MT 2000, sekitar 75 persen dari luas pertanaman jagung di Indonesia didominasi oleh varietas unggul komposit dan hibrida. Dari inventarisasi terhadap 353.324 hektar pertanaman jagung di Indonesia, jagung varietas unggul komposit mencakup 47 persen, hibrida 28 persen, dan varietas lokal 25 persen. Bila dibandingkan dengan data CIMMYT (1999), memang terdapat perbedaan terutama persentase luas tanam varietas jagung komposit. Data CIMMYT menunjukkan angka luas tanam varietas komposit yang jauh lebih besar (71 persen), sehingga mempengaruhi luas tanam varietas unggul menjadi lebih dari 90 persen (Nugraha et al., 2005).

Menurut Bahtiar et al. (2007) selama kurun waktu 1985 – 1999, proporsi penggunaan varietas unggul, baik hibrida maupun komposit, meningkat dari 26,7 persen menjadi 80 persen. Namun dalam periode tersebut belum ada pemisahan benih varietas hibrida dengan varietas unggul komposit serta antara benih F1 dan turunannya, sehingga jumlahnya menjadi sangat tinggi. Telaah data yang lebih detail untuk periode 2002 – 2006 menunjukkan luas tanam varietas jagung hibrida sudah mencapai 427.971 ha (39,8%), komposit unggul baru 212.256 ha (19,8%), komposit unggul lama yang berasal dari turunan benih sebar 19.971 ha (1,9%), dan varietas lokal hampir menyamai varietas hibrida yaitu 413.601 ha (38,5%). Proporsi penggunaan benih unggul tersaji pada Tabel 2.

Dari proporsi penggunaan benih unggul jagung (komposit dan hibrida) dan lokal memberikan gambaran bahwa peningkatan produksi jagung nasional melalui penyediaan benih bermutu masih memungkinkan, karena sekitar 40 persen pertanaman jagung tidak jelas mutu genetik benihnya (komposit lama dan lokal).

Data Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan (2012) menunjukkan bahwa di Provinsi Sulawesi Selatan sebaran penggunaan varietas unggul jagung masih tinggi dibandingkan jagung lokal. Varietas unggul jagung telah mencapai 78% (42% komposit dan 36% hibrida) sementara lokal sebesar 22%. Dari proporsi penggunaan varietas unggul tersebut akan memberikan peluang bagi usaha produksi benih jagung varietas unggul, baik hibrida maupun komposit.


(36)

Tabel 2 Proporsi Penggunaan Benih Unggul Jagung di Indonesia Selama MT. 2002 hingga MT.2005/2006.

Musim Tanam

Luas (Ha) Hibrida Komposit

Unggul Baru

Komposit

Unggul Lama Lokal

MT. 2002 MT. 2002/2003 MT. 2003 MT. 2003/2004 MT. 2004 MT.2004/2005 MT. 2005 MT.2005/2006 298.318 425.430 377.674 272.441 459.897 635.458 449.072 505.479 157.780 303.629 217.161 152.689 204.520 279.953 162.079 220.240 5.833 11.580 14.979 14.269 32.268 20.500 21.070 39.271 180.219 542.695 430.083 359.178 263.805 790.603 221.751 520.471

Jumlah 3.423.769 1.698.051 159.770 3.308.805 Rata-Rata 427.971 212.256 19.971 413.601 Persen (%) 39,8 19,8 1,8 38,5 Sumber: Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, 2007 dalam Panikkai (2009)

Selaku Unit Pelayanan Teknis (UPT) dilingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian R.I, Balai Penelitian Tanaman Serealia melalui Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS) telah memproduksi dan menyebarluaskan benih sumber jagung komposit ke seluruh Indonesia. Selama periode 5 (lima) tahun terakhir yaitu tahun 2005-2009, UPBS Balitsereal telah mendistribusikan sebanyak 12.807,75 kg benih sumber untuk ditanam petani. Varietas yang terbanyak diminati petani yaitu Lamuru, dan selama 5 tahun terakhir telah mencapai volume 3.655 kg, menyusul Sukmaraga sejumlah 3.499 kg, Bisma sejumlah 2.134,75 kg, Srikandi Kuning 2.038 kg, dan menyusul Srikandi Putih 710 kg. Distribusi dan penyebaran benih terbesar adalah pada propinsi Sulawesi Selatan sejumlah 3.240 kg, menyusul Gorontalo 925 kg, Jawa Timur 875,2 kg, Sulawesi Tengah 701 kg dan NTT sejumlah 595 kg (Aqil et al., 2011).

Untuk memenuhi permintaan benih dan meyakinkan para pengguna, telah diprogramkan produksi benih unggul jagung komposit kelas BS/FS berbasis Sistem Manajemen Mutu (SMM) dengan menerapkan sistem mutu ISO 9001-2008. Tujuan diterapkannya SMM berbasis ISO 9001-2008 agar benih sumber


(37)

yang telah didistribusikan ke pengguna (petani dan stakeholder) dapat mencapai konsep 6 tepat (varietas, jumlah, mutu, waktu, lokasi, dan harga).

Petani sebagai pengguna benih mengalami berbagai kendala dalam memanfaatkan benih bermutu/unggul. Harga yang mahal merupakan kendala utama. Di samping itu jaminan karakteristik benih sesuai yang tertera pada label merupakan hambatan lain. Pemilihan benih jagung unggul komposit dan bermutu tidak hanya pada penampilan fisik seperti ukuran dan warna biji tetapi juga pada kualitas benih yang baik yang mampu menarik minat petani untuk membeli sesuai dengan seleranya. Namun manfaat dari suatu varietas akan dirasakan oleh petani apabila benihnya tersedia dalam jumlah yang cukup dengan harga yang sesuai.

Salah satu penyebab lambatnya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya jagung di Indonesia diduga akibat masih rendahnya penggunaan benih berlabel (bermutu) di tingkat petani. Data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sulawesi Selatan (2006) menunjukkan bahwa penggunaan benih jagung berlabel (jagung hibrida dan komposit) masih sangat rendah, namun demikian hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan benih berlabel sebenarnya sudah cukup baik. Fenomena ini menunjukkan bahwa pasar benih jagung unggul dan berlabel di Provinsi Sulawesi Selatan sebenarnya sudah berjalan cukup bagus, dan bahkan petani cukup respon dengan kehadiran jagung berlabel (bermutu). Petani paham betul, bahwa pada lingkungan yang kondusif serta dibarengi dengan pemberian input berimbang, jagung hibrida terbukti mampu memberikan hasil lebih tinggi dari jagung komposit. Lebih lanjut petani mengakui, untuk lingkungan yang tidak kondusif (lahan marginal dan dataran tinggi), produksi jagung hibrida kurang stabil dan cenderung tidak sebagus jagung komposit (Sayaka et al., 2006).

Selain itu, setiap tahun persentase penggunaan masing-masing benih unggul jagung komposit berubah (Adnan et al., 2010). Petani memiliki karakteristik yang berbeda dan mengalami proses yang kompleks dalam memaksimalkan kepuasannya. Hal tersebut diduga karena adanya perbedaan sikap, perilaku dan kepuasan petani terhadap penggunaan benih jagung komposit. Kondisi tersebut tentunya akan membentuk perilaku petani dalam menggunakan benih varietas unggul sehingga petani mengevaluasi benih yang dapat memuaskan


(38)

serta memenuhi kebutuhannya. Semua ini tidak lepas dari kondisi demografi, ekonomi, sosial, budaya, keluarga, psikologis dan faktor-faktor lainnya.

Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan dari pengguna (petani dan stakeholder) akan pentingnya penggunaan benih bermutu maka petani akan lebih kritis dan lebih selektif untuk memilih benih unggul jagung komposit. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang akan diteliti sehubungan dengan penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik, sikap dan perilaku petani terhadap penggunaan benih unggul jagung komposit di Sulawesi Selatan?

2. Faktor dominan apa yang membentuk kepuasan dan loyalitas petani terhadap penggunaan benih unggul jagung di Sulawesi Selatan?

3. Bagaimana hubungan antara kepuasan dan loyalitas petani terhadap penggunaan benih unggul jagung komposit di Sulawesi Selatan?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi karakteristik dan menganalisis sikap serta perilaku petani terhadap penggunaan benih unggul jagung komposit di Sulawesi Selatan. 2. Menganalisis faktor dominan (variabel laten dan variabel indikator)

pembentuk kepuasan dan loyalitas petani terhadap penggunaan benih unggul jagung komposit di Sulawesi Selatan.

3. Menganalisis hubungan antara kepuasan dan loyalitas petani terhadap penggunaan benih unggul jagung komposit di Sulawesi Selatan

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumber informasi bagi pemerintah dan produsen/perusahaan tentang karakteristik dan sikap petani yang menggunakan benih unggul jagung komposit, sehingga dapat disusun suatu strategi pemasaran yang tepat agar dapat bersaing dengan produsen lainnya

Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah khazanah penelitian yang terkait dengan benih jagung komposit dan memperluas wawasan petani dalam membuat keputusan yang tepat dimasa yang akan datang.


(39)

1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Benih jagung yang dijadikan bahan penelitian ini merupakan benih unggul jagung komposit yang saat ini digunakan petani di Sulawesi Selatan.

2. Benih unggul jagung komposit merupakan produksi UPBS Balitsereal (produsen benih jagung komposit).

3. Objek penelitian ini adalah petani yang menggunakan serta menanam benih unggul jagung komposit.

4. Penelitian ini difokuskan pada analisis sikap, perilaku, hubungan kepuasan dan loyalitas petani terhadap atribut benih unggul jagung komposit di Sulawesi Selatan.

Penelitian ini terbatas hanya dilakukan di provinsi Sulawesi Selatan sehingga hasil penelitian ini tidak bisa dianggap sama jika dilakukan di daerah lain, mengingat pola pikir, ekonomi, sosial, budaya serta faktor-faktor lainnya disetiap daerah tidak sama.


(40)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Komoditas Jagung

Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Banyak pendapat dan teori mengenai asal tanaman jagung, tetapi secara umum para ahli sependapat bahwa jagung berasal dari Amerika Tengah atau Amerika Selatan. Jagung secara historis terkait erat dengan suku Indian yang telah menjadikan jagung sebagai bahan makanan sejak 10.000 tahun yang lalu (Iriany et al., 2007). Sekitar abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia.

Jagung (Zea mays L.) termasuk ordo zea dan famili poaceae. Tanaman ini mempunyai tinggi batang antara 60-300 cm. Batangnya berbentuk bulat atau agak pipih, beruas-ruas, dan umumnya tidak bercabang. Jagung tidak menuntut persyaratan lingkungan yang terlalu ketat. Jagung merupakan tanaman semusim determinat dan satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklusnya merupakan tahapan pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk pertumbuhan generatif. Tanaman jagung dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan drainase dan ketersediaan air yang cukup. Tanaman jagung memerlukan struktur tanah yang gembur, subur serta mengandung unsur hara yang cukup.

2.2. Benih Unggul Jagung

Benih merupakan biji tanaman yang telah mengalami perlakuan sehingga dapat dijadikan sarana dalam memperbanyak tanaman. Benih adalah biji tumbuhan yang berasal dari bakal biji yang dibuahi, digunakan manusia untuk tujuan pertanaman, sebagai sarana untuk mencapai produksi maksimum dan lestari melalui pertanaman yang jelas identitas genetiknya dan homogen kinerja staminanya (Sadjad, 1993). Menurut Undang-Undang No 12 tahun 1992 dan PP No 44 tahun 1995 yang dimaksud dengan benih adalah semua bentuk bahan tanaman dari proses generatif berupa biji maupun vegetatif seperti stek, cangkok, umbi dan lain-lain.


(41)

Benih merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan usahatani jagung, sehingga harus ditangani secara sungguh-sungguh agar dapat tersedia dengan baik dan terjangkau oleh petani. Benih unggul adalah bahwa benih itu murni, sehat, kering, bebas dari penularan penyakit cendawan, bebas dari campuran biji rerumputan dan lain-lain (Siregar, 1981). Benih bermutu harus memenuhi kriteria enam tepat yaitu tepat varietas, tepat mutu, tepat jumlah, tepat waktu, tepat tempat, tepat harga dan tepat pelayanan (Sadjad, 1993).

Benih yang bermutu baik berasal dari varietas unggul yang merupakan faktor terpenting yang dapat menentukan tinggi atau rendahnya produksi atau hasil tanaman. Benih bermutu adalah benih yang dalam produksinya diterapkan cara dan persyaratan tertentu sesuai dengan ketentuan sertifikasi dan pengujian mutu benih dari jenis tanaman unggul. Pengujian mutu benih bertujuan untuk mendapatkan keterangan tentang mutu suatu kelompok benih yang digunakan untuk keperluan penanaman. Keterangan tersebut diperlukan baik oleh produsen, pedagang, pemakai benih, serta pihak-pihak yang berkepentingan.

Penggunaan benih varietas unggul akan mengurangi resiko kegagalan budidaya, karena benih varietas unggul mampu tumbuh dengan baik pada kodisi lahan yang kurang menguntungkan. Benih varietas unggul juga bebas dari serangan hama dan penyakit terbawa benih. Varietas unggul tersebut dapat dirakit dengan memanfaatkan sumber genetik dan plasma nutfah, sehingga terbentuk suatu varietas yang ideal untuk masing-masing ekosistem. Dengan demikian, hasil panen dapat sesuai dengan harapan. Hal ini karena sebelum dilepas, benih varietas unggul telah disertifikasi terlebih dahulu. Selain itu, penggunaan benih varietas unggul juga berperan penting dalam pengembangan pertanian yang berorientasi agribisnis.

Benih jagung yang beredar di Indonesia cukup banyak jumlahnya. Sampai dengan tahun 2007 tercatat sebanyak 130 varietas jagung yang telah dilepas. Namun dari jumlah tersebut, tidak semuanya didistribusikan dan disosialisasikan pada petani. Benih unggul jagung yang beredar dan dikembangkan oleh petani terdiri dari benih jagung hibrida dan komposit (bersari bebas) (Bahtiar et al., 2007).


(42)

Penyediaan benih jagung unggul yang bermutu dan secara berkelanjutan dapat memenuhi permintaan petani, dapat membantu para petani untuk meningkatkan hasil produksi tanaman jagung. Benih jagung yang beredar harus memiliki sifat-sifat unggul, karena dengan benih unggul dapat membantu petani mengurangi resiko kegagalan panen.

Kepres 1972 tentang peran swasta yang ditindaklanjuti dengan UU 12/1992 dan PP 44/1995 tentang sertifikasi benih (Nugraha et al., 2003) memberi peluang kepada BUMN/swasta untuk berhubungan langsung dengan penyedia benih sumber (Balai Penelitian/Pusat Penelitian). Itu juga merupakan peluang kerja sama bagi kelompok-kelompok tani dengan Balai Penelitian dalam memproduksi benih sumber, sehingga benih dapat dengan mudah diakses dan terjangkau oleh pengguna (Bahtiar et al., 2007).

Benih unggul jagung tentunya adalah benih bersertifikat. Penggunaan benih bersertifikat memiliki keunggulan seperti: produksi tinggi, resisten terhadap hama/penyakit, respon terhadap unsur hara tertentu, tahan terhadap cekaman biotis dan abiotis, daya tumbuh yang baik, kadar air yang rendah dan kemurnian benih tinggi. Dengan keunggulan tersebut diharapkan permintaan jagung akan mengalami peningkatan dan akan berdampak pada permintaan benih unggul jagung yang semakin tinggi.

Benih bersertifikat adalah benih-benih yang telah memiliki izin resmi dari intansi pemerintah seperti Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) yang ada di setiap daerah. Sebelum dipasarkan sudah mendapat perlakuan terlebih dahulu, seperti pengawasan lapang yang meliputi sejarah lahan, Isolasi jarak tanam dan pengawasan penanaman hingga pemanenan, sedangkan pengujian benih di lakukan dibalai benih seperti BPSB, yang meliputi, daya tumbuh, Campuran Varietas Lain (CVL), keseragaman benih, daya simpan dan produksi/ha. Dengan adanya benih bersertifikat maka para petani akan mendapatkan jaminan mutu benih sesuai dengan yang tercantum di label kemasan mengenai deskripsi benih.

Mugnisjah (1991) sertifikasi benih adalah serangkaian sistem atau mekanisme pengujian berkala untuk mengarahkan, mengendalikan, dan mengorganisasikan perbanyakan dan produksi benih. Pelaksanaan sertifikasi pada


(43)

benih jagung sangat penting untuk memelihara kemurnian dan mutu benih varietas unggul serta menunjang pengadaan benih nasional.

Tujuan dari kegiatan sertifikasi benih ini adalah untuk menjamin mutu benih varietas unggul yang ditanam petani, sehingga produktivitasnya dapat ditingkatkan. Untuk menjaga kelangsungan dan keamanan hayati, melalui SK Menteri Pertanian No.460/KPTS/II/1971, pemerintah membagi benih dalam empat kelas, yaitu:

1. Benih Penjenis atau Breeder Seed (BS)

Merupakan benih yang dihasilkan oleh instansi yang ditunjuk atau dibawah pengawasan pemuliaan tanaman dan atau instansi yang menanganinya (lembaga penelitian atau perguruan tinggi). Benih ini jumlahnya sedikit dan merupakan sumber untuk perbanyakan benih dasar. Khusus untuk penjenis tidak dilakukan sertifikasi. Benih ini masih murni dan diberi label putih. 2. Benih Dasar atau Foundation Seed (FS)

Benih dari hasil perbanyakan benih penjenis (BS) yang diproduksi dibawah bimbingan insentif dan pengawasan yang ketat, sehingga varietas yang tinggi dan identitas genetisnya dapat terpelihara. Benih ini diproduksi oleh instansi atau oleh penangkar benih sesuai ketetapan Badan Benih Nasional yang disertifikasi oleh Sub Direktorat Pembinaan Mutu Benih Direktorat Tanaman Pangan dan diberi label putih.

3. Benih Pokok atau Stock Seed (SS)

Benih pokok adalah benih yang diperbanyak dari benih dasar atau benih penjenis. Perbanyakan ini dilakukan dengan memperhatikan tingkat kemurnian varietas, memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan dan disertifikasi oleh instansi yang berwenang dan diberi label ungu.

4. Benih Sebar atau Extention Seed (ES)

Benih sebar adalah hasil perbanyakan dari benih penjenis, dasar atau benih pokok yang akan disebarkan kepada petani dengan menjaga tingkat kemurnian varietas yang memenuhi standar mutu benih yang telah ditetapkan dan telah disertifikasi sebagai benih sebar. Benih ini diberi label biru.


(44)

Menurut Soetopo (1993) keunggulan benih bersertifikat dibandingkan dengan benih tidak bersertifikat adalah:

1. Penghematan penggunaan benih, misalnya untuk padi/jagung dari rata-rata 40-50 kg/ha menjadi 20-25 kg/ha.

2. Keseragaman pertumbuhan, pembungaan dan pemasakan buah sehingga dapat dipanen sekaligus.

3. Rendemen tinggi dan mutunya seragam.

4. Penggunaan benih bersertifikat mampu meningkatkan hasil panen 5-15 persen per hektar.

5. Meningkatkan mutu produksi yang dihasilkan.

6. Mutu benih dapat menentukan kebutuhan dan respon sarana produksi lainnya, dinaman peran sarana produksi tidak akan terlihat apabila benih yang digunakan tidak bermutu.

2.3. Analisis Sikap Konsumen dengan pendekatan Multiatribut Fishbein

Teori-teori sikap mengemukakan bahwa sikap konsumen terhadap suatu produk mempengaruhi perilaku atau tindakan konsumen terhadap produk tersebut. Pengukuran sikap yang paling populer digunakan adalah model multiatribut dari Fishbein (Schiffman dan Kanuk, 1994; Minor dan Mowen, 1998)

Beberapa penelitian telah menggunakan Model Fishbein untuk menganalisis sikap konsumen terhadap produk sayuran anorganik dan organik (Deliana, 2011), produk bakso ikan (Setiadi, 2000), produk dodol garut (Soenarya, 2000), produk ayam goreng (Rizal, 1997). Dari semua atribut yang diteliti ternyata responden menganggap bahwa atribut produk memiliki hubungan dengan sikap konsumen.

Penelitian yang dilakukan oleh Sayaka et al. (2006) menunjukkan bahwa pada dasarnya alasan petani menggunakan benih bersertifikat adalah karena benih jenis ini mampu memberikan produksi yang lebih tinggi dari benih tidak bersertifikat. Dengan penggunanan input produksi yang relatif tidak banyak berbeda, benih bersertifikat mampu memberikan produksi sekitar 10-30% lebih tinggi dari benih tidak bersertifikat. Peningkatan produksi tertinggi terutama terjadi pada penggunaan benih jagung bersertifikat (hibrida) mencapai 30%,


(45)

disusul benih padi bersertifikat (15%-25%), dan benih kedelai bersertifikat 10%. Dengan demikian, walaupun dibutuhkan biaya benih lebih banyak ternyata usahatani padi, jagung, dan kedelai yang menggunakan benih bersertifikat mampu memberikan keuntungan yang lebih menarik dibanding dengan usahatani dengan yang menggunakan benih tidak berlabel. Usahatani akan mampu memberikan keuntungan yang lebih atraktif lagi jika harga outputnya semakin tinggi. Selain produktivitas, alasan petani menggunakan benih bersertifikat karena penampakan tanaman lebih serempat (sedikit campuran varietas lainnya, CVL), sehingga pada akhirnya lebih memudahkan dalam pemeliharaan.

Daya beli petani terhadap benih bersertifikat cukup tinggi. Hal ini terlihat dalam memutuskan untuk menentukan jenis benih yang akan ditanam lebih banyak ditentukan oleh kualitas benih, bukan harga. Petani akan memilih benih dengan kualitas yang lebih baik walaupun harganya lebih mahal. Fakta di lapang menunjukkan bahwa hampir 80% petani padi di Jawa Timur lebih memilih benih bersertifikat kelas SS yang notabene kualitasnya lebih baik dari kelas ES, walaupun benih jenis ini harganya jauh lebih mahal dibanding dengan ES. Sebaliknya benih padi kelas ES yang sebagian besar diproduksi oleh PT. SHS dan PT. Pertani permintaannya sangat terbatas di Jawa Timur. Sama-sama benih kelas ES, petani lebih cenderung membeli dari produksi penangkar lokal/swasta yang harga lebih mahal, karena kualitasnya relatif lebih baik. Karena keterbatasan petani, secara eksplisit mereka tidak pernah mengadu langsung ke PT. SHS dan PT. Pertani berkaitan dengan mutu benih, namun demikian secara implisit protes yang dilakukan petani terhadap kedua produsen benih ini terlihat dari beralihnya petani ke produsen lain atau lebih bahkan ada yang memproduksi benih sendiri (memilih dari hasil panennya sendiri tanpa label).

Hal yang sama juga terjadi pada petani jagung dan kedelai. Daya petani terhadap benih berlabel cukup tinggi. Terbukti petani cukup mampu membeli benih jagung hibrida walaupun harganya mencapai Rp. 36.000/kg. Untuk jagung komposit, petani lebih memilih produksi perusahaan multinasional dibanding dari PT SHS dan PT Pertani, karena kualitasnya lebih baik, walaupun harga benih jagung dari perusahaan mutinasional lebih tinggi Rp. 10.000 berbanding Rp.


(46)

6.000. Kondisi ini menunjukkan bahwa petani cukup mampu untuk membeli benih bersertifikat, asalkan dimbangi dengan kualitas yang semakin baik.

Petani cukup akses terhadap benih bersertifikat. Pada umumnya, ketersediaan benih berlabel di kios-kios cukup memadai baik dilihat dari volume maupun jenis varietas serta asal produsen. Bahkan seperti kasus di di Kabupaten Mojekerto, Jombang, dan Kediri di Provinsi Jawa Timur, akses petani terhadap benih tidak sebatas pasar kabupaten dan provinsi saja, melainkan sudah antar provinsi. Di kios-kios banyak dijumpai benih padi yang di produksi oleh produsen-produsen swasta di luar kabupaten dan provinsi, seperti Perusahaan Penangkar Benih Santosa dari Kabupaten Banyuwangi dan Perusahaan Penangkar Benih Kerja (PP KERJA) dari Jawa Tengah.

Frekuensi penggunaan benih bersertifikat di tingkat petani cukup bervariasi. Untuk benih padi, dalam setahun (2x tanam padi), frekuensi penggunaan benih padi bersertifikat berkisar 1- 2 kali. Bagi petani yang menggunakan benih bersertifikat 1 kali ditemui pada petani yang pada MH menggunakan benih SS, sehingga benih untuk MK dapat diperoleh dari hasil seleksi panen MH. Sementara penggunaan benih berlabel 2 kali setahun umumnya dijumpai pada petani baik MH maupun MK menggunakan benih ES. Namun demikian, frekuensi penggunaan benih berlabel 2 kali setahun juga sering dijumpai pada petani yang menggunakan benih SS baik pada MH maupun MK, karena kelompok petani ini ingin penampakan tanamannya tetap seragam. Sementara pada petani jagung, penggunaan benih bersertifikat dilakukan pada setiap musim tanam.

Frekuensi penggunaan benih kedelai bersertifikat di Provinsi Jawa Timur sangat beragam, mengingat masa kadaluarsa benih ini sangat pendek. Salah satu kesulitan yang dihadapi BPSB dalam melakukan pengawasan dan sertifikasi untuk benih kedelai adalah perdagangannya di tingkat petani sangat cepat. Hal ini juga diungkapkan oleh para penangkar. Seringkali ada keterlambatan dalam proses pelabelan, padahal benih yang didaftarkan untuk dilabel sudah lebih dulu ditanam petani. Padahal itu sebenarnya sudah termasuk katagori benih bersertifikat. Penyebaran benih berlabel untuk benih kedelai oleh PT. SHS dan PT. Pertani pada umumnya melalui program intensifikasi yang dicanangkan oleh


(47)

pemerintah. Sementara di tingkat petani, pasar kedelai tanpa intervensi pemerintah lebih banyak jalinan arus benih antar lapang dan musim (JABALSIM). Tampaknya pasar benih kedelai dengan sistem JABALSIM sudah cukup bagus. Peranan pemerintah sebaiknya sebagai pengawasan dan fasilitator saja. Untuk daerah-daerah yang pasar kedelai dengan sistem JABALSIM sudah jalan, subsidi benih kedelai akan lebih baik jika dialihkan pada pembinaan penangkar lokal.

Tidak ada jaminan benih bersertifikat yang beredar di kios/petani memberikan tingkat produksi yang lebih baik dari benih yang tidak bersertifikat merupakan salah satu satu alasan yang menyebabkan petani menggunakan benih yang tidak bersertifikat. Banyak petani yang mengeluh dan mempertanyakan kenapa benih padi berlabel khususnya yang diproduksi oleh PT. SHS dan PT. Pertani tidak ada jaminan daya tumbuh dan produktivitas benih lebih baik dari benih tidak berlabel. Kurang percayanya petani terhadap benih berlabel ES diindikasikan oleh banyaknya petani yang menggunakan benih hasil produksi sendiri khususnya pada musim kemarau. Pemanfaatan benih sendiri pada MK merupakan hasil seleksi dari hasil panen pada MH yang menggunakan benih SS. Sehingga kebanyakan petani dalam setahun membeli benih berlabel hanya sekali saja yaitu pada MH dan pada musim berikutnya (MK I) menggunakan benih produksi sendiri. Produksi benih ini memberikan tingkat produksi yang hampir sama dengan benih padi berlabel kelas ES. Kurang bagusnya kualitas benih yang dihasilkan terutama oleh dua BUMN yang ditunjuk pemerintah, karena juga sering kali disebabkan oleh adanya proyek-proyek dari pemerintah yang bersifat dadakan (diadakan pada tahun berjalan) yang membutuhkan benih dalam jumlah yang cukup besar, sehingga untuk memenuhi permintaan akan benih tersebut, sebenarnya dari lahan milik PT. SHS atau PT. Pertani sendiri tidak mencukupi, sehingga kekurangannya harus didatangkan dari pertanaman padi petani yang sebelumnya ditujukan untuk konsumsi, bukan untuk benih dengan cara opkup. Benih yang diproduksi dari hasil panen padi untuk konsumsi, mutunya tidak akan jauh berbeda dari benih produksi petani sendiri yang bersumber dari hasil seleksi panen sebelumnya.

Alasan berikutnya petani tidak menggunakan benih berlabel adalah masalah harga. Petani menjadikan harga benih berlabel cukup mahal sebenarnya


(48)

lebih dikaitkan dengan kualitas benih itu sendiri. Artinya antara harga yang dibayarkan petani tidak sebanding dengan kualitas benih itu sendiri. Namun kalau dicermati secara mendalam, pada umumnya petani yang tidak menggunakan benih berlabel sebenarnya mempunyai daya beli yang cukup memadai, walaupun pada sebagian kecil petani mengatakan karena terbatasnya permodalan merupakan salah satu alasan juga belum menggunakan benih bersertifikat. Petani mengatakan mau membeli benih dengan harga relatif mahal asalkan mutunya terjamin. Fenomena ini menunjukkan sekalipun pada kelompok petani yang belum menggunakan benih bersertifikat pada dasarnya cukup respon terhadap kualitas benih. Permintaan benih di tingkat petani relatif dominan dipengaruhi oleh kualitas dibanding oleh pergerakan harganya. Seperti diungkap sebelumnya, fenomena ini dapat dicermati pada petani padi di Provinsi Jawa Timur yang cukup banyak menggunakan benih padi jenis SS terutama hasil produksi dari penangkar swasta, padahal dari segi harga benih kelas ini tentunya lebih mahal dari jenis ES. Faktanya menunjukkan petani lebih memilih untuk menggunakan benih padi jenis SS. Menurut petani, benih padi jenis SS disamping kualitasnya lebih baik terbukti dari daya tumbuhnya lebih tinggi serta terhindarnya dari CVL (campuran varietas lain). Indikasinya adalah tinggi pertanaman padi di persawahan serempak, dan hasil panen dapat dipilih untuk benih musim berikutnya yang kualitasnya tidak kalah dengan benih kelas ES.

Selain masalah kualitas, harga, dan permodalan/daya beli, tidak aksesnya petani terhadap benih bersertifikat juga merupakan salah satu penyebab kenapa petani tidak menggunakan benih bersertifikat. Alasan ini terutama terjadi pada petani yang lokasinya terisolasi/terpencil, sehingga belum ada kios saprodi di tempat sebagai penyedia benih bersertifikat.

2.4. Analisis Hubungan Kepuasan dan Loyalitas

Penelitian yang dilakukan Consuegra (2007) menggunakan model SEM untuk melihat hubungan bauran harga dengan kepuasan dan loyalitas pelanggan pada sektor pelayanan. Hipotesis yang dibangun antara bauran harga (bagian dari bauran pemasaran) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kepuasan dan loyalitas pelanggan. Hasil dari penelitian ini memberikan dukungan


(49)

empiris yang menunjukkan bahwa kewajaran harga dianggap mempengaruhi kepuasan dan loyalitas pelanggan.

Hu (2009) melakukan penelitian tentang kualitas pelayanan (service quality) sebagai mediasi/penengah yang menggambarkan hubungan antara bauran pemasaran dan loyalitas pelanggan. Teori menunjukkan bahwa strategi bauran pemasaran berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Temuan mendukung hipotesis bahwa terdapat efek mediasi untuk kualitas layanan antara strategi bauran pemasaran dan loyalitas pelanggan. Hasil penelitian ini juga mengidentifikasi bahwa terdapat hubungan positif antara bauran pemasaran dan kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan.

Firdaus dan Annisya (2006) menggunakan model SEM dalam membangun model nilai dan loyalitas pelanggan di restoran Macaroni Panggang (MP) serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya. Implementasi dari model tersebut terdiri dari 7 variabel laten dan 16 variabel indikator. Pelanggan restoran MP sebagan besar mengkonsumsi produk dalam frekuensi kunjungan dan jumlah pembelian yang cukup tinggi dan besar. Pelanggan dominan memberikan nilai yang positif terhadap produk restoran MP dan loyalitas yang relatif tinggi. Pelanggan sensitif terhadap perubahan harga yang saat ini sudah dirasakan tinggi. Variabel citra restoran paling penting dalam mempengaruhi nilai yang dipersepsikan pelanggan. Untuk meningkatkan loyalitas, perbaikan citra penting dilakukan karena nilai pelanggan berkorelasi positif dengan loyalitas pelanggan. Dengan demikian perusahaan yang mempunyai pelanggan yang loyal berarti sudah mencapai satu langkah maju dalam hal memuaskan konsumennya. Konsumen atau pelanggan yang loyal juga merupakan keuntungan tersendiri dan bila ditambahkan dengan pembinaan hubungan terus menerus, maka biaya untuk melayani konsumen akan berkurang sehingga mempertahankan pelanggan lama akan lebih mudah daripada mencari pelanggan baru.

Wahyudi dan Hasibuan (2010) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi lada di Kabupaten Belitung menyebutkan bahwa adopsi teknologi lada oleh petani sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan petani yang diindikasikan oleh tingkat penghasilan petani (modal), tingkat pengetahuan petani (pendidikan, pelatihan, dan aktivitas penyuluhan) serta


(50)

pengalaman petani dalam berusahatani lada. Pemodelan dilakukan dengan SEM, dimana tingkat adopsi teknologi dalam budidaya lada dipersepsikan petani sebagai penggunaan benih unggul bersertifikat, pemeliharaan tanaman sesuai dengan anjuran serta pengolahan pascapanen lada secara mekanis.

Penelitian yang dilakukan Afandi (2007) mengkaji tentang penerapan model persamaan struktural tingkat kepuasan pelanggan tepung terigu Bogasari dipengaruhi oleh enam indikator yaitu kualitas produk, kepopuleran merek, kualitas kemasan, harga produk, ketersediaan produk, dan kualitas pelayanan. Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) diperoleh kesimpulan bahwa variabel bauran pemasaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel loyalitas pelanggan. Dan variabel perilaku pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel loyalitas pelanggan. Variabel laten kualitas produk, harga, ketersediaan produk, kualitas pelayanan dan kualitas kemasan merupakan indikator yang berpengaruh positif terhadap tingkat kepuasan. Sementara kepopuleran merek merupakan indikator yang berpengaruh negatif terhadap tingkat kepuasan pelanggan. Kepopuleran merek Bogasari menyebabkan kepuasan pelanggan menurun sehingga merek yang terkenal tidak merupakan indikator yang penting bagi pelanggan.

Yoo et al. (2000) melakukan pengujian terhadap komponen terpilih dari bauran pemasaran dan ekuitas merek. Penelitian dilakukan dengan menggunakan SEM untuk menguji dan mengukur hubungan antara bauran pemasaran dan ekuitas merek. Fokus utama dari penelitian ini adalah untuk melakukan eksplorasi upaya-upaya membangun merk dan efek yang dihasilkannya pada ekuitas merk seperti harga (perceived price), citra toko, intensitas distribusi, promosi dalam bentuk pengeluaran iklan maupun price deal. Produk dalam hal ini persepsi kualitas (perceive quality) berpengaruh positif terhadap equitas merek. Persepsi Kualitas adalah penilaian subyektif konsumen mengenai superioritas sebuah produk, pengalaman pribadi terhadap produk, kebutuhan yang unik, dan situasi konsumsi yang bisa mempengaruhi penilaian subyektif konsumen terhadap kualitas. Dimensi ini diukur dari penilaian subyektif konsumen tentang kualitas merek produk yang lebih pada kualitas secara keseluruhan dari merek produk dibandingkan unsur kualitas secara individu. Dari hasil penelitian tersebut


(51)

menunjukan bahwa ekuitas merek sebagai bagian dari bauran produk dalam strategi pemasaran memiliki hubungan yang positif dengan kepuasan dan loyalitas konsumen/pelanggan.


(52)

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Atribut Produk

Konsumen memandang masing-masing produk dari sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda. Keunikan suatu produk dapat dengan mudah menarik perhatian konsumen yang terlihat dari atribut yang dimiliki oleh produk. Menurut Engel et al. (1994) atribut produk adalah karakteristik suatu produk yang berfungsi sebagai atribut evaluatif selama pengambilan keputusan dimana atribut tersebut tergantung pada jenis produk dan tujuannya.

Atribut produk terdiri atas tiga tipe, yaitu ciri-ciri atau rupa (features), fungsi dan manfaat. Ciri-ciri dapat berupa ukuran karakteristik, komponen dan bagian-bagiannya, bahan dasar, proses manufaktur, jasa, penampilan, harga, susunan, maupun tanda merek (trade mark) dan lain-lain. Manfaat dapat berupa kegunaan, kesenangan yang berhubungan dengan panca indra, dan manfaat non material, seperti kesehatan dan penghemat waktu. Manfaat bisa berupa manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Sedangkan menurut Simamora (2002) atribut memiliki dua pengertian yaitu: (1) karakteristik yang membedakan merek atau produk dari yang lain (2) faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam mengambil keputusan tentang pembelian suatu merek ataupun kategori produk, yang melekat pada produk atau menjadi bagian produk itu sendiri. Konsumen dapat melakukan penilaian dengan melakukan evaluasi terhadap atribut produk dan pemberian kekuatan kepercayaan konsumen terhadap atribut yang dimiliki oleh suatu produk.

Kekuatan kepercayaan konsumen terhadap produk merupakan kekuatan harapan dan keyakinan terhadap atribut yang dimiliki oleh suatu produk. Kekuatan kepercayaan konsumen terhadap atribut produk dicerminkan oleh pengetahuan konsumen suatu produk dan manfaat yang diberikan oleh produk tersebut.


(1)

Error Covariance for X22 and X16 = 0.25 (0.093) 2.72 Error Covariance for X22 and X18 = 0.23 (0.093) 2.48 Error Covariance for X31 and Y2 = 0.29 (0.091) 3.14 Error Covariance for X31 and X11 = 0.49 (0.092) 5.37 Error Covariance for X31 and X12 = 0.33 (0.092) 3.60 Error Covariance for X31 and X14 = 0.40 (0.092) 4.37 Error Covariance for X31 and X16 = 0.42 (0.092) 4.58 Error Covariance for X31 and X19 = 0.46 (0.092) 5.04 Error Covariance for X32 and X11 = 0.59 (0.092) 6.49


(2)

Error Covariance for X32 and X14 = 0.23 (0.092) 2.55 Error Covariance for X32 and X17 = -0.17 (0.092) -1.82 Error Covariance for X32 and X19 = 0.34 (0.092) 3.70 Error Covariance for X32 and X110 = 0.34 (0.092) 3.73 Error Covariance for X41 and Y4 = 0.50 (0.092) 5.47 Error Covariance for X41 and X11 = -0.44 (0.092) -4.81 Error Covariance for X41 and X12 = -0.37 (0.092) -4.00 Error Covariance for X41 and X14 = -0.27 (0.092) -2.90 Error Covariance for X41 and X16 = 0.26 (0.092) 2.81


(3)

Error Covariance for X41 and X19 = 0.50 (0.092) 5.45 Error Covariance for X41 and X110 = 0.43 (0.092) 4.65 Error Covariance for X41 and X21 = -0.29 (0.096) -3.04 Error Covariance for X41 and X22 = 0.31 (0.093) 3.38 Error Covariance for X42 and Y2 = -0.21 (0.090) -2.36 Error Covariance for X42 and Y3 = -0.33 (0.092) -3.55 Error Covariance for X42 and X11 = -0.87 (0.091) -9.51 Error Covariance for X42 and X12 = -0.41 (0.092) -4.46 Error Covariance for X42 and X15 = -0.48 (0.092) -5.21


(4)

Error Covariance for X42 and X22 = 0.47 (0.097) 4.82

KEPUASAN = 0.49*PRODUK + 0.080*HARGA + 0.20*TEMPAT + 0.051*PROMOSI, Errorvar.= 0.71, R² = 0.29

(0.075) (0.088) (0.073) (0.066) 6.49 0.91 2.71 0.77

LOYALITA = 0.27*KEPUASAN, Errorvar.= 1.18, R² = 0.18 (0.044) 6.04

Error Covariance for LOYALITA and KEPUASAN = -0.47

Covariance Matrix of Independent Variables PRODUK HARGA TEMPAT PROMOSI --- --- --- --- PRODUK 1.00

HARGA 0.23 - - (0.05)

4.13

TEMPAT -0.14 0.78 1.00 (0.04) (0.07)

-3.62 10.84

PROMOSI -0.14 -0.37 -0.02 1.00 (0.03) (0.07) (0.05)

-4.09 -5.66 -0.54

Covariance Matrix of Latent Variables

KEPUASAN LOYALITA PRODUK HARGA TEMPAT PROMOSI --- --- --- --- --- --- KEPUASAN 1.00

LOYALITA -0.20 1.00

PRODUK 0.47 0.13 1.00

HARGA 0.25 0.07 0.23 - -

TEMPAT 0.19 0.05 -0.14 0.78 1.00

PROMOSI -0.05 -0.01 -0.14 -0.37 -0.02 1.00

The Modification Indices Suggest to Add the

Path to from Decrease in Chi-Square New Estimate

X21 TEMPAT 13.1 0.39 X22 PRODUK 10.4 0.22 X22 TEMPAT 10.0 0.26 X22 PROMOSI 18.1 -0.64 X42 TEMPAT 8.2 0.51 LOYALITA HARGA 10.3 -1.08


(5)

The Modification Indices Suggest to Add a Covariance between and Decrease in Chi-Square New Estimate

HARGA HARGA 20.5 0.62 X22 X21 40.4 0.58

The Problem used 157552 Bytes (= 0.2% of Available Workspace) Time used: 0.770 Seconds


(6)

Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 96

Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 53.08 (P = 1.00) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 0.0

90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 0.0) Minimum Fit Function Value = 2.11

Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.0 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.0) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.0 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.0)

P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 1.00 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 2.72 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (2.72 ; 2.72)

ECVI for Saturated Model = 3.53 ECVI for Independence Model = 6.31

Chi-Square for Independence Model with 190 Degrees of Freedom = 711.47 Independence AIC = 751.47

Model AIC = 281.08 Saturated AIC = 420.00 Independence CAIC = 827.22

Model CAIC = 712.86 Saturated CAIC = 1215.37

Root Mean Square Residual (RMR) = 0.055 Standardized RMR = 0.050

Goodness of Fit Index (GFI) = 0.97 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.93 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.44

Normed Fit Index (NFI) = 0.65 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.41 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.33

Comparative Fit Index (CFI) = 0.70 Incremental Fit Index (IFI) = 0.75 Relative Fit Index (RFI) = 0.30