Kajian ekologi parasitoid anastatus dasyni Ferr. (Hymenoptera:Eupelmidae) sebagai dasar pengendalian hayati kepik pengisap buah lada dasynus piperis China (Hemiptera:coreidae)

KAJIAN EKOLOGI PARASITOID Anastatus dasyni FERR.
(HYMENOPTERA: EUPELMIDAE) SEBAGAI DASAR
PENGENDALIAN HAYATI KEPIK PENGISAP BUAH LADA
Dasynus piperis CHINA (HEMIPTERA: COREIDAE)

IWA MARA TRISAWA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian Ekologi Parasitoid
Anastatus dasyni Ferr. (Hymenoptera: Eupelmidae) Sebagai Dasar Pengendalian
Hayati Kepik Pengisap Buah Lada Dasynus piperis China (Hemiptera: Coreidae)
adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2011
Iwa Mara Trisawa
NIM A461060041

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

KAJIAN EKOLOGI PARASITOID Anastatus dasyni FERR.
(HYMENOPTERA: EUPELMIDAE) SEBAGAI DASAR
PENGENDALIAN HAYATI KEPIK PENGISAP BUAH LADA
Dasynus piperis CHINA (HEMIPTERA: COREIDAE)


IWA MARA TRISAWA

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Entomologi - Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Teguh Santoso, D.E.A.
Dr. Ir. Ade Wachjar, M.S.
Penguji pada Ujian Terbuka: Dr. Ir. Herdradjat Natawidjaja, M.Sc.
Dr. Ir. A.M. Syakir, M.S.

PRAKATA
Penulis panjatkan puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wataalla atas

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Penelitian yang berjudul Kajian Ekologi Parasitoid Anastatus dasyni Ferr.
(Hymenoptera: Eupelmidae) Sebagai Dasar Pengendalian Hayati Kepik Pengisap
Buah Lada Dasynus piperis China (Hemiptera: Coreidae), dilaksanakan sejak Mei
2008 sampai Desember 2009 di Bogor dan Bangka.
Bagian dari disertasi ini telah diterbitkan di Jurnal Penelitian Tanaman
Industri Vol 16 No. 3 tahun 2010, dengan judul Kesesuaian Telur Kepik Kedelai
untuk Pembiakan Massal Anastatus dasyni Ferr. (Hymenoptera: Eupelmidae),
Parasitoid Telur Kepik Lada.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf,
M.Sc., Bapak Prof. Dr. Ir. Utomo Kartosuwondo, M.S., Ibu Dr. Ir. Nina Maryana,
M.Si. dan Bapak Dr. Ir. Ali Nurmansyah, M.Si. atas bimbingan dan pengarahan
kepada penulis mulai dari perencanaan penelitian hingga penyelesaian disertasi.
Terimakasih penulis ucapan juga kepada Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan, Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman
Industri, Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan program doktor. Kepada Ketua
Program Studi Entomologi/Fitopatologi dan seluruh dosen di Departemen
Proteksi Tanaman IPB, penulis mengucapkan terimakasih atas segala arahan dan

didikan.
Kepada Kepala Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro)
Bogor, dan Kepala Balai Pengkajian dan Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka
Belitung yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas penelitian, penulis
ucapkan terimakasih. Di samping itu, terimakasih penulis sampaikan kepada The
Indonesian International Education Foundation (IIEF) melalui program
Indonesian Scholarship Dissertation Award (ISDA) yang telah membantu
memberikan beasiswa penelitian.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. (R) Dr. Ir. I Wayan
Laba, M.Sc, Dr. Ir. Wiratno, M.Env.Mgt., dan Ir. Fardedi, M.Si. atas segala
dukungan dan kerjasama yang baik, serta kepada Sdr. Ahyar dan Bapak Muchyadi
yang telah membantu pelaksanaan penelitian.
Kepada orangtua, ayahanda E. Sukarsawinata (Alm.) dan Ibunda R.E.
Fatimah (Alm.), serta mertua Muchtar (Alm) dan R. Martha S. disampaikan
terimakasih atas pendidikan, dukungan, nasihat, dan doa sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan ini. Kepada istri Tini Mardiyana Ruliyanti dan ketiga
putri tercinta Edvami Maradiyana Praeswitari, Vidina Diniarti Hanifa, dan
Clarinta Tidara Estriva serta seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan
memberikan dukungan dalam menyelesaikan pendidikan ini, penulis
mengucapkan terimakasih.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2011
Iwa Mara Trisawa

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 29 Juli 1963 sebagai anak ketiga
dari pasangan E. Sukarsawinata (Alm) dan RE. Fatimah (Alm.). Pendidikan
sarjana ditempuh di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Pakuan Bogor, lulus pada tahun 1988. Pada tahun 2002,
penulis diterima di Program Studi Entomologi/Fitopatologi pada Sekolah
Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2005. Kesempatan untuk
melanjutkan ke program doktor pada program studi dan perguruan tinggi yang
sama diperoleh pada tahun 2006. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh
dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian
Republik Indonesia. Penulis juga merupakan salah satu dari enam mahasiswa
program doktor IPB sebagai penerima Indonesian Scholarship Dissertation
Award dari program kerjasama Ford Foundation dan Indonesian International
Education Foundation.
Penulis bekerja sebagai staf peneliti hama dan penyakit mulai tahun 1989
pada Balai Penelitian Rempah dan Obat (Balittro, sekarang Balai Penelitian

Tanaman Obat dan Aromatik). Mulai tahun 2006, penulis bekerja sebagai staf
peneliti hama dan penyakit pada Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka
Tanaman Industri (Balittri). Sampai saat ini penulis tercatat sebagai anggota
Perhimpunan Entomologi Indonesia, Cabang Bogor.

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .....................................................................................

Halaman
xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

xiv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

xv

1 PENDAHULUAN ................................................................................

Latar Belakang ................................................................................
Peta Jalan Penelitian ........................................................................
Tujuan Penelitian .............................................................................

1
1
3
5

2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
Kepik Pengisap Buah Lada .............................................................
Parasitoid Anastatus dasyni Ferr. ....................................................
Preferensi, Umur Inang, dan Nisbah Kelamin Parasitoid ...............
Neraca Hayati ..................................................................................
Tanggaf Fungsional .........................................................................
Pembiakan Massal dan Pelepasan Parasitoid ..................................
Pemanfaatan Bunga Vegetasi Liar untuk Parasitoid .......................

7
7

8
9
10
12
13
14

3 KESESUAIAN TELUR KEPIK KEDELAI UNTUK PEMBIAKAN
MASSAL Anastatus dasyni FERR. (HYMENOPTERA: EUPELMIDAE), PARASITOID TELUR KEPIK LADA ....................................
Abstrak ............................................................................................
Abstract ...........................................................................................
Pendahuluan ....................................................................................
Bahan dan Metode ...........................................................................
Hasil dan Pembahasan .....................................................................
Kesimpulan ......................................................................................
Daftar Pustaka .................................................................................

16
16
16

17
18
21
29
30

4 PREFERENSI PARASITOID Anastatus dasyni FERR. (HYMENOPTERA: EUPELMIDAE) DAN PENGARUH LAMA PENYIMPANAN INANG PADA SUHU DINGIN TERHADAP PARASITISASI .....................................................................................................
Abstrak ............................................................................................
Abstract ...........................................................................................
Pendahuluan ....................................................................................
Bahan dan Metode ...........................................................................
Hasil dan Pembahasan .....................................................................
Kesimpulan ......................................................................................
Daftar Pustaka .................................................................................

32
32
32
33
34

38
44
44

5 TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID Anastatus dasyni FERR.
(HYMENOPTERA: EUPELMIDAE) TERHADAP TELUR KEPIK
PENGISAP BUAH LADA ..................................................................
Abstrak ............................................................................................
Abstract ...........................................................................................
Pendahuluan ....................................................................................

46
46
46
47

Bahan dan Metode ...........................................................................
Hasil dan Pembahasan .....................................................................
Kesimpulan ......................................................................................
Daftar Pustaka .................................................................................


48
51
55
55

6 PENGARUH VEGETASI LIAR BERBUNGA TERHADAP PARASITOID Anastatus dasyni FERR. (HYMENOPTERA: EUPELMIDAE ......................................................................................................
Abstrak ............................................................................................
Abstract ...........................................................................................
Pendahuluan ....................................................................................
Bahan dan Metode ...........................................................................
Hasil dan Pembahasan .....................................................................
Kesimpulan ......................................................................................
Daftar Pustaka .................................................................................

58
58
58
59
60
64
77
77

7 SINTESIS .............................................................................................

80

8 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................

87

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

89

DAFTAR TABEL
Halaman
3.1 Karakteristik perkembangan pradewasa dan kehidupan imago betina A. dasyni pada dua jenis inang alternatif .....................................

22

3.2 Dimensi tubuh A. dasyni betina yang dipelihara pada telur kepik
kedelai ...............................................................................................

25

3.3 Dimensi tubuh A. dasyni jantan yang dipelihara pada telur kepik
kedelai ...............................................................................................

25

3.4 Berbagai statistik neraca hayati A. dasyni .........................................

28

3.5 Proporsi fase perkembangan A. dasyni pada sebaran stabil ..............

29

4.1 Nilai indeks preferensi masing-masing jenis inang pada pengujian
preferensi di laboratorium dan lapangan ...........................................

39

4.2 Tingkat parasitisasi A. dasyni pada umur inang alami ......................

41

4.3 Tingkat parasitisasi A. dasyni pada berbagai lama penyimpanan
inang ..................................................................................................

42

5.1 Rataan inang yang diparasit A. dasyni pada berbagai kerapatan
inang ..................................................................................................

51

5.2 Hasil analisis regresi logistik proporsi telur kepik D. piperis yang
terparasit oleh A. dasyni ..................................................................

52

5.3 Nilai penduga parameter laju pencarian seketika (a) dan masa penanganan inang (Th) berdasarkan model tanggap fungsional tipe II

53

6.1 Lama hidup imago A. dasyni yang dipelihara pada bunga vegetasi
liar ....................................................................................................

65

6.2 Jumlah keturunan dan nisbah kelamin A. dasyni yang dipelihara
pada bunga vegetasi liar ....................................................................

66

6.3 Kadar gula tereduksi pada berbagai bunga vegetasi liar ...................

67

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.1 Peta jalan penelitian pengendalian hayati kepik pengisap buah lada
D. piperis dengan parasitoid A. dasyni .............................................
3
3.1 Perbandingan ukuran parasitoid A. dasyni betina dan jantan asal
inang alternatif ..................................................................................

26

3.2 Sintasan dan keperidian harian parasitoid A. dasyni pada telur
R. linearis ..........................................................................................

27

3.3 Nilai reproduksi A. dasyni menurut umur pada telur R. linearis .......

29

4.1 Nisbah kelamin (% betina) A. dasyni pada telur R. linearis berdasarkan lama penyimpanan inang ...................................................

43

5.1 Rataan nilai pengamatan proporsi inang yang diparasit dan penduga berdasarkan hasil analisis regresi logistik ....................................

52

5.2 Kurva tanggap fungsional parasitoid A. dasyni terhadap peningkatan kerapatan inang .............................................................................

52

6.1 Pilihan parasitoid A. dasyni betina yang lapar terhadap bunga vegetasi liar dan inang ..............................................................................

69

6.2 Pilihan parasitoid A. dasyni jantan yang lapar terhadap bunga vegetasi liar ...............................................................................................

70

6.3 Lama kunjungan parasitoid A. dasyni betina yang lapar pada bunga
vegetasi liar .......................................................................................

71

6.4 Lama kunjungan parasitoid A. dasyni jantan yang lapar pada bunga
vegetasi liar .......................................................................................

71

6.5 Pilihan parasitoid A. dasyni betina yang kenyang terhadap bunga
dan inang ..........................................................................................

73

6.6 Lama kunjungan parasitoid A. dasyni betina yang kenyang pada
bunga dan inang ................................................................................

73

6.7 Pilihan parasitoid A. dasyni betina yang lapar antara bunga vegetasi liar dan inang pada pengujian lorong “Y” .....................................

74

6.8 Pilihan parasitoid A. dasyni betina yang kenyang antara bunga vegetasi liar dan inang pada pengujian lorong “Y” ..............................

74

6.9 Rataan tingkat parasitisasi oleh kompleks parasitoid di kebun lada
yang disiangi dan tidak ......................................................................

75

6.10 Rataan tingkat parasitisasi A. dasyni di kebun lada yang disiangi
dan tidak ............................................................................................

76

7.1 Strategi pengendalian hayati kepik pengisap buah lada dengan parasitoid A. dasyni .............................................................................

83

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Bunga vegetasi liar dan tanaman penutup tanah yang umum dijumpai
di kebun lada ........................................................................................

99

2 Berbagai kondisi kebun lada .................................................................

103

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu tanaman rempah

yang

sebagian besar (99.89%) diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat, sedangkan
sisanya (0.11%) dalam bentuk perkebunan besar swasta (Ditjenbun 2008).
Meskipun bukan tanaman asli Indonesia, tanaman yang diintroduksi dari India ini
tumbuh dan berkembang serta memiliki peranan penting dalam perekonomian
nasional.

Lada merupakan produk rempah-rempah pertama Indonesia yang

diperdagangkan ke Eropa melalui Arab dan Persia. Sebelum perang dunia ke-dua,
Indonesia bahkan tercatat sebagai penghasil lada terbesar dunia dan memasok
80% kebutuhan lada dunia (Wahid 1996). Pada tahun 2007 volume dan nilai
ekspor lada Indonesia tercatat 38.447 ton dengan nilai US $ 132.495.000,- yang
terdiri atas 15.544 ton lada putih, 20.881 ton lada hitam, dan 2.022 ton dalam
bentuk lada lainnya (Ditjenbun 2008). Lada digunakan sebagai bumbu makanan
baik pada sektor rumah tangga maupun industri makanan.
Sentra pertanaman lada di Indonesia terdapat di Lampung, Bangka,
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. Total luas areal
pada tahun 2009 diperkirakan 191.608 ha dengan produksi 81.660 ton.
Dibandingkan tahun 2003 yang mencapai 204.128 ha, luas areal pada beberapa
tahun belakangan ini mengalami

penyusutan

(Ditjenbun 2008).

Di antara

faktor penyebabnya adalah kondisi perekonomian nasional dan dunia, situasi
politik dan keamanan serta harga lada. Kondisi tersebut ditambah dengan teknik
budidaya yang minimal menyebabkan produksi tanaman lada menurun.
Penurunan produksi dan munculnya negara pesaing baru seperti Vietnam
menyebabkan Indonesia tidak lagi menjadi pemasok utama lada dunia. Sebagai
gambaran, saat ini Indonesia menempati peringkat ke-tiga sebagai negara
penghasil lada hitam di dunia setelah Vietnam dan India, sedangkan untuk lada
putih Indonesia tetap produsen utama (Manohara et al. 2007).
Salah satu kendala penurunan produksi lada adalah gangguan hama dan
penyakit. Kerugian akibat serangan hama dan penyakit pada tahun 2004 lebih

2
dari 10 milyar rupiah (Ditlintanbun 2004). Di antara hama pada tanaman lada
yang sering menimbulkan kerusakan adalah kepik pengisap buah lada, Dasynus
piperis China (Hemiptera: Coreidae) (Deciyanto et al. 1993; Trisawa et al. 2007).
Nimfa dan imago D. piperis mengisap cairan buah lada. Buah yang
diisap menunjukkan gejala bercak hitam, hampa, kering, dan kemudian gugur.
Kondisi buah terserang dapat juga diperburuk oleh kehadiran mikroorganisme
seperti cendawan dan bakteri yang menyebabkan buah menjadi busuk (Deciyanto
& Wikardi 1989; Wikardi & Asnawi 1996). Buah lada mulai diserang saat
berumur 4 bulan sampai 5 bulan. Namun demikian, buah lada umur 6 bulan
sampai 9 bulan paling sesuai untuk perkembangan D. piperis karena imago
hidup lebih lama, bertelur lebih banyak, persentase tetas telur dan jumlah nimfa
yang menjadi imago lebih tinggi (Suprapto & Thomas 1989).
Hasil survei Laba et al. (2004) di Bangka menunjukkan rataan tingkat
serangan 36.80%. Di Lampung dilaporkan serangan D. piperis mengakibatkan
kerugian produksi sebesar 15% (Suprapto & Thomas 1989). Survei yang sama
oleh Trisawa et al. (1992) pada beberapa kecamatan di Kabupaten Sambas,
Kalimantan Barat menunjukkan tingkat serangan berkisar antara 13.52% sampai
18.68%.
Petani lada umumnya mengandalkan penggunaan insektisida untuk
mengendalikan D. piperis, dengan frekuensi 1 kali sebulan sejak berbunga hingga
panen atau sekitar 10 kali penyemprotan dalam setahun. Selain menimbulkan
dampak buruk terhadap lingkungan seperti munculnya hama sekunder, resistensi
hama, dan terbunuhnya musuh alami, aplikasi insektisida meninggalkan residu
pada hasil panen. Hal yang disebut terakhir ini dapat berdampak pada daya saing
yang rendah di pasar global. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk
mengurangi penggunaan insektisida adalah pengendalian hayati dengan
memanfaatkan musuh alami hama.

Tercatat ada tiga jenis parasitoid telur

D. piperis yang potensial yaitu Anastatus dasyni Ferr. (Hymenoptera:
Eupelmidae), Gryon dasyni Nix. (Hymenoptera: Scelionidae) dan Ooencyrtus
malayensis Ferr. (Hymenoptera: Encyrtidae). A. dasyni merupakan jenis yang
paling dominan dibandingkan dua parasitoid lainnya, dengan tingkat parasitisasi
berkisar 75% sampai 84% (Deciyanto et al. 1993; Trisawa et al. 2007).

3
Peta Jalan Penelitian
Pemanfaatan parasitoid A. dasyni dalam pengendalian hayati kepik
pengisap buah lada memerlukan pemahaman yang mendasar tentang berbagai
aspek biologi dan ekologi parasitoid. Gambar 1.1 menyajikan tahapan penelitian
atau kajian yang perlu ditempuh dalam rangka pengembangan pengendalian
hayati D. piperis dengan memanfaatkan parasitoid A. dasyni. Uraian di bawah ini
dibatasi pada tahapan penelitian yang secara langsung menyediakan landasan bagi
upaya augmentasi dan manipulasi lingkungan.

Hasil panen lada tinggi dan tanpa residu insektisida

Parasitoid tersedia berlimpah untuk pengendalian
hayati

Kesesuaian inang
alternatif

Parameter
kehidupan parasitoid

Analisis
usahatani

Neraca hayati
Adopsi
pengendalian
hayati

Preferensi terhadap
jenis inang
Preferensi dan
penyimpanan inang

Parasitisasi pada
umur inang alami

Pembiakan
massal dan
augmentasi

Pengembangan
pos pelayanan
hayati

Lama penyimpanan
inang alternatif

Tanggap fungsional

Parameter tanggap
fungsional
Lama hidup dan
keperidian

Vegetasi liar
berbunga sumber
nektar

Preferensi terhadap
bunga vegetasi liar

Manipulasi
lingkungan

Parasitisasi di kebun
lada

Gambar 1.1

Peta jalan penelitian pengendalian hayati kepik pengisap buah
lada D. piperis dengan parasitoid A. dasyni. Kotak berwarna
gelap adalah tahapan penelitian yang merupakan bagian dari
disertasi.

4
Penyediaan parasitoid dalam jumlah yang banyak memerlukan penyediaan
inang yang banyak pula. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa cukup
banyak kendala dalam membiakkan parasitoid A. dasyni dengan menggunakan
telur D. piperis. Kendala tersebut di antaranya adalah sulitnya mendapatkan telur
D. piperis dari hasil pembiakan massal. Oleh karena itu, upaya mendapatkan
inang alternatif yang sesuai untuk membiakkan parasitoid A. dasyni merupakan
hal yang sangat penting. Penelitian pendahuluan di laboratorium mendapatkan
bahwa parasitoid A. dasyni dapat dibiakkan dengan mudah pada telur kepik
polong kedelai, Riptortus linearis (Hemiptera: Alydidae) dan Nezara viridula
(Hemiptera: Pentatomidae).

Sebelum telur R. linearis dan N. viridula dijadikan

inang alternatif untuk pembiakan massal parasitoid A. dasyni, perlu diteliti sejauh
mana pengaruh inang alternatif ini terhadap kehidupan parasitoid. Pendekatan
yang dapat dilakukan adalah melalui pengkajian neraca hayati. Dari neraca hayati
dapat dihitung beberapa statistik demografi. Salah satu statistik demografi yang
paling handal untuk mengukur potensi musuh alami adalah laju pertambahan
intrinsik (r), karena di dalamnya telah mempertimbangkan karakteristik kehidupan
serangga seperti masa hidup, keperidian, sintasan, dan nisbah kelamin (Carey
1993). Nilai r merupakan salah satu kriteria yang penting untuk mengevaluasi
keefektifan atau potensi dari agens pengendalian hayati (Lee & Ahn 2000), serta
dapat digunakan untuk menduga potensi pertumbuhan populasi parasitoid (Lysyk
2000).
Parasitoid A. dasyni hasil pembiakan pada inang alternatif, sebelum
dilepas ke lapangan perlu dikaji tingkat preferensinya baik terhadap inang alami
maupun inang alternatif. Di samping itu, perlu dikaji tingkat parasitisasinya pada
beberapa umur inang.

Hal ini penting untuk memastikan bahwa parasitoid

tersebut efektif dan mampu berkembang sesuai dengan fenologi inang di
lapangan. Informasi yang diperoleh menjadi acuan dalam penerapan salah satu
pendekatan pengendalian hayati yaitu augmentasi (pelepasan parasitoid).
Selanjutnya, untuk efisiensi pembiakan massal A. dasyni diperlukan kajian
tentang pengaruh lama penyimpanan inang dalam suhu dingin terhadap
kemampuan parasitisasi. Hal ini penting mengingat inang yang dibiakkan
seringkali berlebih, sehingga perlu untuk disimpan sebelum digunakan di waktu

5
mendatang. Penyimpanan inang ini ditujukan sebagai stok yang dapat langsung
digunakan ketika parasitoid perlu segera dibiakkan. Cara ini dapat memangkas
waktu penyediaan inang dibandingkan jika inang diperoleh melalui proses
pemeliharaan dan pembiakan serangga dewasa.
Keefektifan parasitoid juga perlu dikaji berdasarkan tanggapnya terhadap
peningkatan kerapatan inang. Secara umum individu parasitoid biasanya akan
memberikan tanggap terhadap peningkatan kelimpahan hama, yang disebut
tanggap fungsional.

Dari kegiatan penelitian ini dapat ditentukan apakah

A. dasyni memperlihatkan tanggap fungsional tipe I, II, atau III.

Parameter

penting dari tanggap fungsional adalah laju pencarian seketika (a) dan masa
penanganan inang (Th). Parasitoid yang potensial adalah yang memiliki nilai a
yang tinggi dan nilai Th yang rendah (Hassell 2000).
Keberhasilan pemanfaatan A. dasyni dalam pengendalian hayati D. piperis
di lapangan perlu didukung oleh ketersediaan pakan bagi imago betina parasitoid.
Salah satu sumber pakan bagi parasitoid di lapangan adalah nektar yang terdapat
pada bunga vegetasi liar. Pada pertanaman lada tumbuh beberapa vegetasi liar
berbunga dan belum diketahui bagaimana peranan bunga vegetasi liar tersebut
sebagai sumber nektar parasitoid A. dasyni. Hal ini perlu diteliti, termasuk juga
terhadap bunga A. pintoi yang selama ini dianjurkan ditanam pada kebun lada
karena dianggap dapat meningkatkan tingkat parasitisasi parasitoid. Dari
penelitian ini dapat ditentukan jenis vegetasi liar yang dapat mendukung
kehidupan parasitoid. Pengetahuan ini diperlukan untuk mengelola ekosistem
lada yang menunjang pengendalian hayati kepik pegisap buah lada.
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian bertujuan memanfaatkan parasitoid A. dasyni
sebagai agens pengendalian hayati kepik pengisap buah lada D. piperis. Secara
lebih khusus penelitian bertujuan (1) mengkaji kesesuaian telur kepik kedelai
R. linearis dan N. viridula sebagai inang alternatif untuk pembiakan massal
parasitoid A. dasyni berdasarkan berbagai parameter hayati; (2) mengkaji tingkat
preferensi parasitoid A. dasyni hasil pembiakan pada inang alternatif, serta
pengaruh lama penyimpanan inang pada suhu dingin terhadap parasitisasi; (3)
mengukur tanggap fungsional A. dasyni terhadap peningkatan kerapatan inang

6
telur kepik buah lada; dan (4) mengkaji pengaruh berbagai bunga vegetasi liar
sebagai sumber nektar terhadap lama hidup, keperidian, dan perilaku parasitoid di
laboratorium, serta pengaruh keberadaan vegetasi liar terhadap tingkat parasitisasi
di lapangan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kepik Pengisap Buah Lada
Telur D. piperis berwarna coklat muda sampai tua, berbentuk lonjong,
berukuran panjang 1.5 mm, lebar 1.0 mm, dan tinggi 0.9 mm. Telur diletakkan
oleh imago betina secara berkelompok antara 3 butir sampai 10 butir (Kalshoven
1981). Hasil penelitian Karmawati (1988) menunjukkan bahwa 50% telur
diletakkan pada bagian tengah tajuk tanaman, menyebar secara mengelompok
pada daun atau bulir buah. Sebanyak 81% telur diletakkan pada permukaan atas
dan bawah daun. Stadium telur berlangsung antara 7 hari sampai 8 hari
(Kalshoven 1981).
Nimfa instar-1 yang baru keluar dari telur berukuran kurang lebih 2.0 mm,
berwarna kuning kecoklatan, tidak bersayap, dan memiliki antena yang lebih
panjang dibandingkan panjang tubuhnya. Pada antena terdapat dua ruas yang
menebal. Nimfa selanjutnya segera mencari makanan dan 98% nimfa instar muda
terdapat pada buah (Kalshoven 1981). Nimfa umumnya (65%) menyukai buah
yang terdapat pada bagian tengah tajuk.

Pola sebaran nimfa tersebut tidak

berbeda jauh dengan pola sebaran telur, karena mobilitas nimfa yang tidak terlalu
aktif (Karmawati 1988). Stadium nimfa berlangsung antara 3 minggu sampai 4
minggu dan mengalami empat kali pergantian kulit sampai terbentuk imago.
Lama stadium nimfa dapat dipengaruhi oleh umur buah lada yang menjadi
makanannya. Stadium nimfa berlangsung antara 26 hari sampai 33 hari pada buah
lada umur 4.5 bulan sampai 6 bulan, sedangkan pada buah umur 6 bulan sampai 9
bulan antara 19 hari sampai 25 hari (Kalshoven 1981; Suprapto & Thomas 1989).
Imago berwarna hijau kecoklatan. Panjang tubuh antara 12.0 mm sampai
13.0 mm dan lebar 4.0 mm sampai 5.0 mm. Imago jantan dan betina dapat
dibedakan berdasarkan ukuran tubuh. Imago jantan lebih kecil dan ramping,
sedangkan imago betina lebih besar. Lama hidup imago kurang lebih 3 bulan.
Imago betina meletakkan telur pertama pada umur 14 hari dan selama hidupnya
mampu meletakkan telur sebanyak 160 butir. Telur diletakkan antara pukul 14:00

8
sampai 18:00 (Kalshoven 1981). Tempat yang rimbun dan agak gelap lebih
disukai sebagai tempat peletakan telur (Karmawati 1988).
Kepik pengisap buah lada D. piperis selalu dijumpai sepanjang tahun pada
tanaman lada. Namun demikian, populasinya bergantung pada musim buah.
Populasi D. piperis paling tinggi pada bulan Juni dan Nopember, sedangkan
populasi rendah terjadi pada bulan Juli sampai September karena buah telah
dipanen (Karmawati 1988; Deciyanto 1991). Setiap fase perkembangan D. piperis
dapat dijumpai secara bersamaan di lapangan dan menyebar pada tajuk tanaman.
Parasitoid Anastatus dasyni Ferr.
Fase perkembangan A. dasyni pada telur D. piperis diuraikan oleh Trisawa
(2005) sebagai berikut: telur berbentuk lonjong, berwarna putih kotor, berukuran
panjang 0.38 mm dan lebar 0.16 mm. Larva berwarna putih kekuningan. Larva
instar awal berukuran panjang 0.57 mm dan lebar 0.21 mm, sedangkan larva instar
lanjut berukuran panjang 1.06 mm dan lebar 0.47 mm. Prapupa berwarna putih
kekuningan dan lebih gelap dibandingkan warna larva. Panjang prapupa awal
1.06 mm dan lebar 0.46 mm, sedangkan satu hari menjelang pupa panjangnya
1.12 mm dan lebar 0.48 mm.

Pupa yang baru terbentuk berwarna putih

kecoklatan. Bagian tubuh seperti mata, tungkai, antena, sayap, ruas abdomen
sudah terbentuk dan terlihat jelas.

Pupa kemudian berubah warna menjadi

kehitaman dan organ tubuh sudah terbentuk lengkap. Panjang pupa 1.49 mm dan
lebar 0.52 mm.

Di sekitar kepala terdapat selubung warna coklat muda.

Perkembangan pradewasa A. dasyni mulai dari telur sampai pupa berlangsung di
dalam telur inang. Waktu yang dibutuhkan mulai telur diletakkan sampai imago
keluar adalah 15.57 hari.
Imago A. dasyni keluar dengan cara merobek korion telur D. piperis.
Imago keluar mulai hari ke 13 sampai ke 18 setelah telur diletakkan. Imago
jantan dan betina berwarna hitam dan mudah dibedakan, terutama dari ukuran
tubuh.

Imago betina lebih besar dibandingkan jantan. Di samping itu venasi

sayap imago betina berwarna coklat muda sedangkan imago jantan transparan.
Satu ekor imago betina A. dasyni mampu menghasilkan keturunan antara 60 ekor
sampai 136 ekor.

Berdasarkan pengamatan perilaku kopulasi, imago betina

A. dasyni hanya melakukan satu kali kopulasi dengan jantan. Imago betina yang

9
sudah kopulasi akan menolak kehadiran jantan.

Kopulasi berlangsung sangat

singkat, sekitar 2 detik sampai 3 detik.
Imago betina dapat hidup selama 1 bulan (Deciyanto et al. 2000; Trisawa
et al. 2007).

Pemberian madu dapat memperpanjang lama hidup parasitoid

A. dasyni di laboratorium (Deciyanto & Wikardi 1989; Trisawa et al. 2007).
Menurut Mendel et al. (1987), pemberian madu dapat meningkatkan lama hidup
parasitoid Anastatus seperti juga yang terjadi pada A. semiflavidus (Hymenoptera:
Eupelmidae). Pada kasus parasitoid yang lain, Schmale et al. (2001) melaporkan
bahwa parasitoid Dinarmus basalis (Hymenoptera: Pteromalidae) yang diberi
pakan madu, meningkat lama hidupnya tiga kali lipat.
Preferensi, Umur Inang dan Nisbah Kelamin Parasitoid
Preferensi parasitoid terhadap inang menunjukkan suatu kemampuan
parasitoid dalam membedakan antara inang yang sesuai untuk oviposisi dan yang
tidak. Hal ini menunjukkan terjadinya diskriminasi terhadap inang. Perilaku
seperti ini merupakan ciri keefektifan parasitoid dalam menekan kepadatan inang
(van Lenteren et al. 1978; van Alphen & Jervis 1997).
Preferensi parasitoid terhadap inang dipengaruhi oleh beberapa faktor, di
antaranya adalah umur inang. Pada parasitoid telur, umur inang sangat penting
bagi perkembangan pradewasa parasitoid karena embriogenesis pada inang
berpengaruh terhadap nutrisi. Kualitas nutrisi inang akan semakin turun seiring
dengan meningkatnya umur inang (Vinson 1994).

Di samping berpengaruh

terhadap perkembangan embrio, umur inang yang meningkat juga akan
menyebabkan kulit inang semakin keras sehingga mempersulit parasitoid untuk
melakukan oviposisi (Gross 1993).
Contoh dari pengaruh umur inang terhadap pilihan parasitoid dalam
meletakkan telurnya ditunjukkan oleh parasitoid A. dasyni. Parasitoid tersebut
lebih memilih telur D. piperis umur ≤ 3 hari dibandingkan umur telur yang lebih
tua untuk peletakan telurnya. Hal ini karena pada umur yang lebih tua, bakal
nimfa D. piperis sudah terbentuk (Trisawa et al. 2007). Selama masa pradewasa,
parasitoid menggunakan nutrisi inang untuk perkembangannya. Nutrisi inang
yang sesuai akan menghasilkan imago parasitoid yang lebih bugar (Mackauer &
Sequeira 1993; Godfray 1994).

10
Pada inang yang sudah dipilih, parasitoid akan meletakkan telur pada
inang tersebut untuk jenis kelamin tertentu dari keturunanannya. Dalam alokasi
jenis kelamin keturunan, faktor yang mempengaruhi adalah umur dan ukuran
inang, jumlah perkawinan, faktor lingkungan yaitu temperatur dan kelembapan
(Colazza & Wajnberg 1998; Gordh et al. 1999).
Betina parasitoid akan mengalokasikan jenis kelamin betina pada ukuran
inang yang relatif lebih besar dan jenis kelamin jantan pada inang yang relatif
lebih kecil (Charnov et al. 1981; Lee 2009). Sebagai contoh, parasitoid Syngaster
lepidus (Hymenoptera: Braconidae) mengalokasikan 80% keturunan betina pada
inangnya yaitu larva Phoracantha spp. yang berukuran besar, sedangkan pada
inang yang berukuran kecil mengalokasikan keturunan jantan. Ukuran parasitoid
yang dihasilkan juga meningkat dengan meningkatnya ukuran inang (Joyce et al.
2002).
Neraca Hayati
Perkembangan populasi serangga dapat dipelajari dengan menyusun
neraca hayati. Neraca hayati menunjukkan perkembangan kehidupan serangga
yang memberikan informasi mengenai kelahiran dan kematian, serta peluang
untuk

berkembangbiak

(Tarumingkeng

1994;

Price

1997).

Potensi

perkembangbiakan serangga penting untuk diketahui, misalnya untuk meramalkan
kenaikan populasinya pada waktu tertentu dan dampak yang mungkin
ditimbulkannya pada tanaman (Waters 1969; Royama 1981).
Dari neraca hayati dapat dibuat kurva kesintasan (survivorship curve)
populasi serangga yang diamati.

Kurva tersebut akan menggambarkan pola

bertahan hidup serangga. Menurut Price (1997) terdapat tiga pola bertahan hidup,
yaitu tipe I yang menunjukkan kematian serangga pada umur muda dalam jumlah
sedikit dan kematian serangga pada umur yang lebih tua dalam jumlah banyak;
tipe II yang menunjukkan laju kematian konstan; dan tipe III yang menunjukkan
kematian serangga pada umur muda dalam jumlah banyak.
Dari neraca hayati juga dapat dihitung beberapa statistik demografi yaitu
laju reproduksi bersih (Ro), waktu satu generasi (T), laju pertambahan intrinsik
(r), laju pertambahan terbatas (λ), nilai reproduksi (RVx), dan sebaran umur stabil
(px) (Carey 1993; Lysyk 2000).

11
Laju reproduksi bersih (Ro) adalah jumlah keturunan betina yang berhasil
menjadi imago, atau kelipatan populasi per generasi. Suatu populasi dikatakan
stabil bila Ro = 1, populasi bertambah bila Ro > 1, dan populasi berkurang bila Ro
< 1. Bila Ro suatu spesies diketahui maka waktu satu generasi (T) dan laju
pertambahan intrinsik (r) dapat dihitung (Price 1997). Waktu satu generasi (T)
adalah waktu yang dibutuhkan sejak telur tersebut diletakkan sampai imago yang
berasal dari telur tersebut menghasilkan separuh keturunannya, sedangkan laju
pertambahan intrinsik (r) adalah laju pertambahan populasi pada keadaan
sumberdaya tak terbatas. Bila nilai r diketahui maka laju pertambahan terbatas (λ)
yang merupakan kelipatan populasi per satuan waktu juga dapat diketahui (Price
1997; Carey 1993).
Laju pertambahan intrinsik (r) merupakan statistik demografi yang paling
handal untuk mengukur potensi musuh alami karena di dalamnya telah
mempertimbangkan masa hidup, keperidian, sintasan, dan nisbah kelamin (Carey
1993). Nilai r merupakan salah satu kriteria yang penting untuk mengevaluasi
keefektifan atau potensi agens pengendalian hayati (Lee & Ahn 2000), serta dapat
digunakan untuk menduga potensi pertumbuhan populasi parasitoid tersebut
(Lysyk 2000). Makin tinggi persentase telur yang diletakkan pada kelompok
umur muda maka makin besar nilai laju pertambahan intrinsik (Birch 1948).
Dalam pertumbuhan populasi serangga maka nilai reproduksi (RVx) dan
persebaran umur stabil (px) juga merupakan ciri yang penting. Nilai reproduksi
adalah sumbangan relatif suatu individu serangga pada umur tertentu terhadap
populasi. Nilai reproduksi pada individu yang berumur muda lebih rendah
dibandingkan kelompok umur yang lebih tua. Namun demikian, nilai reproduksi
tertinggi akan terjadi pada umur individu tertentu kemudian nilai reproduksi
menurun sampai nol (pasca reproduksi) (Carey 1993).
Sebaran umur stabil dapat menunjukkan proporsi individu-individu yang
berumur tertentu dari populasi. Pertumbuhan populasi yang memiliki sebaran
umur stabil sepanjang waktu memiliki proporsi jumlah individu yang tidak
berubah, sehingga proporsi masing-masing kelompok umur akan relatif sama
untuk setiap generasi (Poole 1974; Carey 1993).

12
Tanggap Fungsional
Tanggap fungsional menyatakan perubahan jumlah inang atau mangsa
yang diserang oleh individu parasitoid atau predator akibat perubahan kerapatan
populasi inang atau mangsa per satuan waktu.

Tanggap ini penting dalam

interaksi antara inang atau mangsa dengan parasitoid atau predator (Hassel 2000).
Tanggap fungsional kemudian menjadi salah satu ukuran untuk
menentukan keefektifan suatu parasitoid atau predator dalam mengendalikan
populasi hama atau kemampuannya mengatur keseimbangan populasi hama.
Keefektifan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik inang
atau mangsa dan persebarannya pada tanaman (Kumar et al. 1999; Yasuda &
Ishikawa 1999).
Jumlah inang atau mangsa yang diparasit atau dimangsa pada kerapatan
inang atau mangsa tertentu merupakan aspek penting untuk dipelajari, sehingga
diperoleh gambaran tentang kemampuan parasitoid atau predator dalam
menangani inang atau mangsanya (Pervez & Omkar 2005; Rahman et al. 2009).
Holling (1959) mengidentifikasi tiga macam tipe fungsional: (1) tipe I
(linear) yaitu proporsi inang terparasit bersifat konstan, sehingga hubungan antara
banyaknya inang yang terparasit dan kerapatan inang bersifat linear, (2) tipe II
(hiperbolik) yaitu proporsi inang yang terparasit menurun tajam dengan
bertambahnya kerapatan inang, dan (3) tipe III (sigmoid) yaitu proporsi inang
yang terparasit awalnya meningkat, tetapi kemudian secara berangsur menurun
dengan meningkatnya kerapatan inang.
Secara umum individu parasitoid biasanya akan memberikan tanggap
terhadap peningkatan kerapatan inang. Pengetahuan tentang tanggap fungsional
dapat digunakan untuk menapis musuh alami yang potensial dan memperkirakan
potensi pengendalian hayati (Parella & Horsburgh 1983; Houck & Strauss 1985).
Parameter penting dari tanggap fungsional adalah laju pencarian seketika (a) dan
masa penanganan inang (Th). Parasitoid yang potensial adalah yang memiliki
nilai a yang tinggi dan nilai Th yang rendah (Hassell 2000).
Tanggap fungsional dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti stadia
mangsa, fase pertumbuhan tanaman, cuaca, kehadiran mangsa alternatif, dan
kompetisi antara predator. Bentuk kanopi atau arsitektur tanaman dapat

13
mempengaruhi laju pencarian mangsa dan lama predator menetap (Messina &
Hanks 1998; O’Neil 1998).
Pembiakan Massal dan Pelepasan Parasitoid
Parasitoid yang

sudah ada di lapangan suatu saat populasinya dapat

rendah, tidak ada, atau terlambat kehadirannya sehingga perlu dilepas parasitoid
hasil pembiakan di laboratorium. Proses ini disebut augmentasi. Augmentasi
dilakukan dalam dua tipe, yaitu (1) inokulasi, yaitu pelepasan musuh alami dalam
jumlah yang sedikit sebagai inokulan dan pengendalian hama terjadi oleh generasi
musuh alami berikutnya, dan (2) inundasi, yaitu musuh alami dilepas dalam
jumlah yang lebih banyak dan terjadi pengendalian langsung oleh musuh alami
tersebut (van Driesche & Bellows 1996).
Augmentasi musuh alami banyak dilakukan untuk mengendalikan hama
tanaman dengan hasil yang cukup memuaskan (Wright et al. 2001; Head &
Walters 2002; Mills 2002). Di Indonesia, contoh augmentasi inundatif adalah
pelepasan parasitoid Trichogramma spp. untuk mengendalikan penggerek batang
tebu, sedangkan untuk augmentasi inokulatif yang dilepas adalah parasitoid
Diatraeophaga striatalis (Sosromarsono 1999).
Dalam pembiakan massal parasitoid digunakan inang alternatif. Dalam
pemilihan inang alternatif perlu dipertimbangkan kemudahan dalam pembiakan,
biaya murah, dan kesesuaian inang sehingga teknik pengendalian hayati yang
dikembangkan memang layak dilakukan. Inang alternatif yang demikian dikenal
dengan istilah factitious host (van Lenteren 1989; van Driesche & Bellows 1996).
Kesesuaian inang dapat diukur dari reproduksi parasitoid dan nisbah kelamin
betina yang tinggi (Godfray 1994).
Dalam pembiakan parasitoid sering diperoleh jumlah inang alternatif yang
melebihi kebutuhan. Kelebihan inang tersebut dapat diawetkan dengan
menyimpannya pada suhu dingin dalam jangka waktu tertentu. Sebagai contoh,
Tengkano (2000) menyatakan bahwa telur Riptortus linearis dapat diawetkan di
lemari es pada temperatur -2oC selama 34 hari. Telur yang diawetkan tersebut
dapat digunakan untuk pembiakan massal parasitoid Ooencyrtus sp. untuk
mengendalikan kepik pengisap buah lada, D. piperis.

14
Pemanfaatan Bunga Vegetasi Liar untuk Parasitoid
Berbagai cara dapat dilakukan untuk meningkatkan peran parasitoid di
lapangan. Manipulasi lingkungan yang bertujuan mengonservasi musuh alami
merupakan salah satu upaya mempertahankan dan melestarikan musuh alami yang
sudah ada di suatu tempat atau ekosistem dan membuatnya lebih efektif dalam
fungsinya (van Driesche & Bellows 1996). Manipulasi lingkungan dapat
dilakukan dengan menanam atau mengelola vegetasi penghasil nektar dan polen
di sekitar tanaman utama (van Driesche & Bellows 1996; Landis et al. 2000).
Nektar merupakan sumber pakan bagi parasitoid betina yang dapat meningkatkan
reproduksi parasitoid (Jervis et al. 1996; Lewis et al. 1998; Corteserro et al.
2000).
Manfaat vegetasi berbunga bagi parasitoid dikemukakan oleh Baggen dan
Gurr (1998). Bunga saba (Fagopyrum esculentum) mampu meningkatkan
keperidian Copidosoma koehleri (Hymenoptera: Encyrtidae), yang merupakan
parasitoid telur Phthorimaea operculella (Lepidoptera: Gelechiidae). Di samping
itu, Idris dan Grafius (1995) menyatakan bahwa vegetasi berbunga seperti
beberapa anggota famili Brasicaceae mampu meningkatkan lama hidup dan
keperidian parasitoid Diadegma insulare (Hymenotera: Ichneumonidae).
Pemanfaatan vegetasi berbunga yang mampu meningkatkan keperidian
parasitoid betina dapat dipahami dari segi keseimbangan antara inang dan
kebutuhan pakan. Hal tersebut sangat penting dalam pengendalian hayati (Lewis
et al. 1998). Parasitoid yang mendapatkan pakan cukup akan meletakkan telur
lebih banyak dibandingkan parasitoid yang lapar (Takasu & Lewis 1993). Hasil
penelitian Stapel et al. (1997) menunjukkan bahwa persentase parasitisasi
Microplitis croceipes (Hymenoptera: Braconidae) pada larva Helicoverpa zea
(Lepidoptera: Noctuidae) lebih tinggi pada parasitoid betina yang kenyang
dibandingkan yang lapar.

Pakan tambahan berupa nektar atau embun madu

merupakan faktor penting dalam meningkatkan daya bertahan hidup parasitoid, di
samping untuk produksi telur (Sosromarsono 2002).
Vegetasi berbunga perlu mudah didapat oleh parasitoid, karena parasitoid
dapat pergi ke tempat lain jika tidak ada pakan di sekitar tempat hidupnya. Jika
parasitoid pergi hanya untuk mencari pakan, maka waktu untuk mencari inang

15
menjadi berkurang (Baggen & Gurr 1998). Oleh karena itu, sangat penting jika
keberadaan sumber pakan dekat dengan lokasi inang (Lewis et al. 1998). Di
samping itu, perlu diperhatikan bentuk bunga yang mudah dimanfaatkan oleh
parasitoid. Sebagai contoh, diameter mahkota bunga yang terbuka berpengaruh
positif terhadap lama hidup dan keperidian parasitoid D. insulare (Idris & Grafius
1995). Warna bunga juga menarik perhatian parasitoid. Menurut Kartosuwondo
(1993), bunga Nasturtium yang berwarna kuning cerah menarik perhatian imago
D. semiclausum.

Parasitoid tersebut menurut Keller dan Baker (2002) juga

tertarik pada bunga alyssum (Lobularia maritima) dan pakchoi (Brassica
campestris).
Pada pertanaman lada dianjurkan untuk menanam tanaman penutup
tanah Arachis pintoi yang berbunga terus menerus. Tanaman A. pintoi dapat
meningkatkan

parasitisasi parasitoid (Suprapto 2000,

Trisawa et al. 2006).

Tingkat parasitisasi Spathius piperis (Hymenoptera: Braconidae)

pada larva

penggerek batang lada Lophobaris piperis (Coleoptera: Curculionidae) berkisar
antara 25.0% sampai 50% pada tanaman lada dengan A. pintoi, sedangkan tanpa
A. pintoi hanya 5.2% sampai 10,8% (Suprapto 2000).
A. pintoi juga dapat meningkatkan
D. piperis.

parasitisasi

Penanaman tanaman

total parasitoid

telur

Hasil survei Trisawa (2005) pada pertanaman lada di Bangka

menunjukkan bahwa tingkat parasitisasi tersebut mencapai 70.0%.
Beberapa jenis tumbuhan lain penghasil nektar untuk meningkatkan
populasi dan tingkat parasitisasi parasitoid pada tanaman lada adalah kopi (Coffea
arabica), sentrosema (Centrocema sp.), kalopogonium (Callopogonium sp.),
kumis kucing (Orthosiphon aristatus), dan babadotan (Ageratum conyzoides)
(Suprapto & Yufdy 1988). Tingkat parasitisasi oleh kompleks parasitoid telur
D. piperis pada kebun lada yang didominasi oleh gulma A. conyzoides mencapai
62.69% (Trisawa 2005).

BAB III
KESESUAIAN TELUR KEPIK KEDELAI UNTUK
PEMBIAKAN MASSAL Anastatus dasyni FERR.
(HYMENOPTERA: EUPELMIDAE), PARASITOID TELUR
KEPIK LADA
[Suitability of soybean bug eggs for mass rearing of Anastatus dasyni Ferr.
(Hymenoptera: Eupelmidae), an egg parasitoid of pepper bug]
Abstrak
Penelitian bertujuan mengkaji kesesuaian telur kepik kedelai Riptortus
linearis dan Nezara viridula sebagai inang untuk pembiakan massal parasitoid
A. dasyni. Imago parasitoid A. dasyni yang berasal dari lapangan dipelihara
secara terpisah pada telur dari kedua jenis kepik kedelai. Pengamatan dilakukan
terhadap biologi A. dasyni yang meliputi masa perkembangan pradewasa dan
berbagai karakteristik kehidupan imago betina. Selain itu, dilakukan analisis
neraca hayati dengan menggabungkan data perkembangan dan sintasan
pradewasa, masa hidup imago dan reproduksi, serta nisbah kelamin. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa masa perkembangan larva dan pupa A. dasyni
pada telur N. viridula lebih singkat serta laju peneluran lebih tinggi dibandingkan
pada telur R. linearis. Namun imago betina A. dasyni yang keluar dari telur
N. viridula hanya 1.81%, sedangkan dari telur R. linearis sebanyak 70.20%. Oleh
karena itu, parameter neraca hayati hanya dapat dihitung dari parasitoid yang
dipelihara pada telur R. linearis. Laju pertambahan intrinsik parasitoid (r) 0.1870
betina/induk/hari, masa generasi (T) 27.51 hari, reproduksi bersih (Ro) 84.29
betina/induk/generasi; laju pertambahan terbatas (λ) 1.21 betina/induk/hari dan
nilai reproduksi (RVx) 402.51 individu. Proporsi persebaran usia stabil (px)
adalah 17.06% telur, 50.41% larva, 26.53% pupa, dan 6.02% imago. Telur kepik
kedelai R. linearis dapat digunakan untuk pembiakan massal A. dasyni.
Kata kunci: Anastatus dasyni, Dasynus piperis, Riptortus linearis, Nezara viridula,
parasitoid, pembiakan massal
Abstract
Anastatus dasyni Ferr. is an important egg parasitoid of pepper bug,
Dasynus piperis China. This research was conducted to study the suitability of
soybean bugs, Riptortus linearis and Nezara viridula, eggs for mass rearing of the
parasitoid. Adults of A. dasyni collected from the field were inoculated separately
on those bugs eggs. Biological aspects of the parasitoid such as immature
development period and characteristic of adult life were observed. Demographic
statistics were calculated based on the immature development period and survival,
the life cycle and reproduction of adults, and sex ratio. Result showed that the
parasitoid reared in N. viridula egg had shorter larval and pupal development
periods and had higher oviposition rate than those reared in R. linearis egg. The
percentage of female parasitoid emerged from N. viridula egg was only 1.81%,
while that from R. linearis egg was 70.20%. Based on this result, the

17
demographic statistics were only estimated for the parasitoid reared in R. linearis
egg. The intrinsic rate of increase (r) was 0.1870 female/mother/days, the mean
generation time (T) 27.51 days, the net reproductive rate (Ro) 84.29 female/
mother/generation, the finite rate of increase (λ) 1.21 female/mother/days, and the
reproductive value (RVx) 402.51 individual.