Perancangan Buku Ilustrasi Perabot Dapur Tradisional Sunda Untuk Anak-Anak

(1)

(2)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN BUKU ILUSTRASI PERABOT DAPUR TRADISIONAL SUNDA UNTUK ANAK-ANAK

DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2011/2012

Oleh:

Elin Rohaeti 51908129

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(3)

(4)

Abstrak

PERANCANGAN BUKU ILUSTRASI PERABOT DAPUR TRADISIONAL SUNDA UNTUK ANAK-ANAK

Oleh:

Elin Rohaeti 51908129

Program Studi Desain Komunikasi Visual

Perabot dapur tradisional Sunda yang merupakan warisan budaya masyarakat Jawa Barat, sekarang ini sudah jarang digunakan. Banyak masyarakat Sunda, terutama anak-anak yang tinggal di kota, sudah hampir tidak mengenal perabot tradisional peninggalan leluhurnya ini.

Bahasa Sunda yang sudah jarang digunakan oleh masyarakat Jawa Barat, sangat berpengaruh pada masalah pewarisan budaya, di antaranya pengetahuan terhadap perabot dapur tradisional Sunda.

Perabot dapur tradisional Sunda ini hampir tidak dikenal karena kurangnya informasi yang disampaikan kepada masyarakat, terutama anak-anak yang berada di wilayah perkotaan.

Media informasi dengan menggunakan bahasa Sunda adalah solusi yang ditawarkan dalam upaya menyampaikan informasi tentang perabot dapur tradisional Sunda ini, kepada anak usia 9 – 12 tahun.


(5)

Abstract

DESIGN OF SUNDANESE TRADITIONAL KITCHEN STUFFS ILLUSTRATION BOOK FOR KIDS

By:

Elin Rohaeti 51908129

Study Programme Visual Communication Design

Sundanese traditional kitchen stuffs which are the legacy of West Javanese people culture, now a days is rarely being used. Many of Sundanese people especially children who live in big cities, almost barely know this ancentral heritage traditional stuffs

Sundanese language was rarely being used by West Javanese people, it is very affecting to the issue of cultural inheritance, in which knowledge of Sundanese traditional kitchen stuff.

Sundanese traditional kitchen stuff are almost barely known because the lack of information conveyed to public, especially childrenwho lives urban area.

Media information using Sundanese language is a solution to convey information about Sundanese traditional kitchen stuffs, for children in 9-12 years old age. Key words: Sundanese Traditional Kitchen Stuffs, Media Information, Illustration


(6)

i KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga laporan pengantar Tugas Akhir

yang berjudul PERANCANGAN BUKU ILUSTRASI PERABOT DAPUR TRADISIONAL SUNDA UNTUK ANAK-ANAK ini dapat diselesaikan.

Penulisan laporan pengantar Tugas Akhir dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada program Studi Desain Komunikasi Visual Universitas Komputer Indonesia.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan pengantar Tugas Akhir ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Atas segala perhatiannya penulis ucapkan banyak terimakasih.

Bandung, 19 Juli 2012


(7)

ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iv

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah ... 1

I.2. Identifikasi Masalah... 4

I.3. Fokus Permasalahan ... 5

I.4. Tujuan Perancangan ... 5

BAB II PERABOT DAPUR TRADISIONAL SUNDA II.1. Perabot Dapur Tradisional Sunda ... 7

II.2. Mitos Dewi Sri Pohaci ... 8

II.3. Desain Perabot Dapur Tradisional Sunda... 11

II.4. Bentuk dan Makna Simbolik Perabot Dapur Tradisional Sunda . 12 II.5. Kampung Naga Gambaran Kosmologi Sunda ... 13

II.6. Bahasa Daerah Sebagai Alat Pewarisan Budaya ... 17

II.7. Media Informasi ... 18

II.8. Tinjauan Perkembangan Psikologi Anak (Usia 9-12 tahun) ... 19

II.9. Target Audiens ... 20

II.10 Analisis Masalah ... 21

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL III.1. Strategi Perancangan ... 23

III.1.1 Strategi Komunikasi ... 23

III.1.1.1 Tujuan Komunikasi ... 23


(8)

iii

III.1.2 Strategi Kreatif... 24

III.1.2.1 Pendekatan Visual ... 24

III.1.2.2 Pendekatan Verbal ... 25

III.1.3 Strategi Media ... 26

III.1.3.1 Media Utama ... 26

III.1.3.2 Media Pendukung ... 26

III.2 Konsep Visual ... 27

III.2.1 Format Desain ... 27

III.2.2 Tata Letak (Layout) ... 27

III.2.3 Tipografi ... 29

III.2.4 Ilustrasi ... 30

III.2.5 Studi Karakter ... 30

III.2.6 Warna ... 32

BAB IV TEKNIS PRODUKSI MEDIA IV.1. Proses Perancangan Media ... 34

IV.2. Media Utama dan Pendukung ... 35

IV.2.1. Media Utama ... 35

IV.2.2. Media Pendukung ... 37

IV.2.2.1. Iklan Media Cetak ... 37

IV.2.2.2. Mini X-Banner ... 37

IV.2.2.3. Stiker ... 39

IV.2.2.4. Notes ... 39

IV.2.2.5. Box Makanan ... 40

IV.2.2.5. Pin ... 40

IV.2.3. Teknis Produksi Media Cetak Masal ... 41

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

1 BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Perabot dapur tradisional Sunda merupakan bagian dari artefak budaya peninggalan leluhur masyarakat daerah Jawa Barat, yang memperkaya khasanah kebudayaan Indonesia. Sebagai bagian dari artefak budaya lokal yang menunjang kebudayaan nasional sudah tentu harus dipelihara dan dijaga kelestariannya.

Sekarang perabot dapur tradisional Sunda sudah jarang digunakan, bahkan banyak masyarakat Sunda, terutama anak-anak yang tinggal di kota, sudah hampir tidak mengenal perabot tradisional peninggalan leluhurnya ini. Kalau pun ada yang masih memilikinya, sudah bergeser penggunaannya. Misalnya tampah yang kegunaannya untuk menampi beras,berubah fungsi menjadi tempat menyajikan makanan, seperti tumpeng atau jajanan pasar. Aseupan dan boboko yang asalnya digunakan untuk proses menanak dan mewadahi nasi, berubah menjadi kap lampu. Bukan hanya masyarakat di kota besar yang sudah hampir tidak menggunakan perabot dapur tradisional ini, di pedesaan pun perabot dapur tradisional Sunda ini sudah mulai ditinggalkan. Hal ini dikarenakan oleh perkembangan zaman yang membuat banyak perubahan dalam kehidupan sehari-hari manusia. Sekarang ini perabot dapur pun sudah mengalami perubahan baik dalam bentuk, material bahan maupun fungsinya yang bertujuan untuk lebih memudahkan masyarakat dalam segala aktivitas sehari-harinya. Dengan adanya hal ini tentu saja berimbas pada perabot dapur tradisional. Padahal jika kita pelajari lebih dalam, para leluhur ternyata tidak sembarangan dalam membuat benda keperluan sehari-harinya. Tidak hanya untuk mempermudah aktivitas manusia saja, perabot dapur tradisional Sunda mengandung makna yang kaya akan nilai-nilai filosofis yang merupakan kearifan lokal masyarakat Sunda.

Bukan hanya masyarakat awam yang sudah tidak menggunakan dan hampir tidak mengenal perabot dapur tradisional Sunda peninggalan leluhurnya ini, para ahli di bidang budaya pun sudah mulai melupakan keberadaanya.


(10)

2 Kebanyakan dari para ahli hanya menggunakan dan mengenal lebih jauh perabot dapur tradisional Sunda ini sebatas untuk kepentingan penelitian dan studinya.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat yang mempunyai kewajiban untuk melestarikan dan memelihara, serta mengenalkan perabot dapur tradisional yang merupakan artefak budaya Sunda ini pada warga masyarakatnya, juga belum bisa berbuat banyak. Padahal dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 7 tahun 2003, tentang Sejarah, Permuseuman dan Kepurbakalaan, pada pasal 2 disebutkan bahwa pengelolaan bertujuan meningkatkan kepedulian, kesadaran dan apresiasi masyarakat terhadap tinggalan budaya Jawa Barat. Berdasarkan data yang didapat di lapangan, sekarang ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di Jawa Barat, baru sebatas memfasilitasi sebagian acara ritual budaya dan penelitian yang dilakukan di beberapa kampung adat yang masih menggunakan perabot tradisional Sunda peningggalan leluhurnya ini.

Dinas Pendidikan Jawa Barat yang mempunyai kewajiban untuk mengedukasi masyarakatnya, juga belum begitu terasa pengaruhnya. Meskipun sudah ada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 5 tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah, Pelajaran Bahasa Sunda yang bisa menjadi alat pewarisan budaya, di antaranya memberikan informasi tentang perabot dapur tradisional Sunda, sampai saat ini masih menjadi Muatan Lokal dengan jam pelajaran yang sangat terbatas (dua jam pelajaran dalam seminggu), sehingga para peserta didik kurang memahami bahasa daerahnya. Masalah penguasaan bahasa daerah ini semakin memprihatinkan karena baik di dunia pendidikan maupun di lingkungan masyarakat terutama yang berada di kota besar, sudah jarang yang menggunakan bahasa Sunda.

Pihak swasta pun sampai saat ini masih sangat sedikit yang memberikan informasi kepada masyarakat tentang perabot dapur tradisional Sunda. Kebanyakan pihak swasta lebih tertarik mengangkat kampung adatnya, acara ritual budaya dan keseniannya, bukan artefak seperti perabot dapur tradisional yang digunakan oleh masyarakatnya.


(11)

3 Meskipun tidak secara khusus mengangkat perabot dapur tradisional Sunda, media elektronik, seperti televisi, dalam liputannya, cukup sering mengenalkan perabot dapur tradisional Sunda pada masyarakat. Sayangnya hanya sekilas-sekilas dan kadang-kadang terlewatkan begitu saja, karena tidak setiap orang selalu berada di depan televisi. Di internet juga ada yang mengangkat perabot tradisional Sunda ini, tetapi belum memberikan informasi yang cukup lengkap. Media cetak berupa majalah, tabloid dan surat kabar juga sering memuat sebagian kecil perabot dapur tradisional Sunda, biasanya dalam rubrik kuliner, Cuma jarang dijelaskan secara detail mengenai perabotnya, karena fungsinya hanya sebagai ilustrasi saja. Dalam media cetak lainnya yaitu buku, ada juga yang menjelaskan perabot dapur tradisional Sunda ini, seperti pada beberapa kamus bahasa Sunda dan dalam buku yang membahas tentang kebudayaan Sunda. Sayang sekali dalam buku-buku tersebut hanya disebutkan definisinya saja, tanpa dilengkapi dengan visualisasi yang jelas.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan, sekarang ini, keberadaan perabot dapur tradisional Sunda yang masih benar-benar dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari, bisa dipastikan hanya terdapat di kampung adat yang masih mempertahankan tradisi para leluhurnya. Salah satu kampung adat di Jawa Barat yang masih menggunakan perabot dapur tradisional Sunda dalam kehidupan sehari-harinya adalah Kampung Naga.

Perabot dapur tradisional Sunda di Kampung Naga ini sebagian besar dipakai sebagai alat mengolah dan menjadi wadah makanan pokok masyarakatnya yang berasal dari padi. Padi ini menurut kepercayaan masyarakat adat Sunda merupakan jelmaan dari Dewi Sri Pohaci. Karena masyarakat adat Sunda begitu mengagungkan dan menganggap sakral Dewi Sri Pohaci, tentu saja dalam pembuatan perabot yang berkaitan dengan dewi padi ini tidak akan sembarangan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Dr. Jamaludin, seorang pakar di bidang desain produk dan penelitian yang dilakukan di Kampung Naga, ternyata memang ada keterkaitan yang erat antara desain perabot dapur tradisional Sunda, mitologi Dewi Sri Pohaci dan nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. Perabot dapur tradisional Sunda yang dijadikan sebagai wadah untuk membersihkan,


(12)

4 memasak dan menyimpan makanan pokok dari padi, yang dipercayai sebagai jelmaan Dewi Sri Pohaci ini, merupakan gambaran dari bentuk tubuh sang dewi padi.

Aktivitas di dapur yang menggunakan perabot dapur tradisional Sunda dan berkaitan erat dengan mitologi Dewi Sri Pohaci ini adalah proses menanak nasi. Proses menanak nasi secara tradisional ini, sekarang sudah jarang dilakukan masyarakat, apalagi di wilayah perkotaan. Di pedesaan pun sekarang masyarakatnya sudah menggunakan alat elektronik untuk menanak nasi. Hanya sebagian kecil masyarakat saja yang masih melakukan proses menanak nasi secara tradisional.

Masyarakat mengenal mitos Dewi Sri Pohaci yang mempunyai nilai-nilai kearifan lokal ini dari cerita pantun atau dongeng. Seperti keberadaan perabot dapur tradisional Sunda, dongeng atau cerita rakyat Sunda pun sudah hampir tidak dikenal oleh masyarakat Jawa Barat. Hal ini disebabkan karena sudah jarang masyarakat yang menyampaikan informasi dengan cara mendongeng atau bercerita kepada anak-anaknya, baik di kalangan pendidik maupun orang tua.

Perabot dapur tradisional Sunda, penggunaanya dalam kehidupan sehari-hari dan cerita yang melatar belakanginya, bila dikemas melalui media visual diharapkan akan menjadi informasi yang menarik dan mudah dipahami oleh masyarakat, terutama anak-anak di daerah Jawa Barat.

I.2 Identifikasi Masalah

Dari paparan yang telah disampaikan dalam latar belakang masalah, selanjutnya dapat dilakukan identifikasi terhadap masalah-masalah yang muncul. Identifikasi masalah tersebut adalah:

- Perabot dapur tradisional Sunda ini sudah jarang digunakan, sehingga banyak masyarakat suku Sunda, terutama anak-anak yang tinggal di kota, hampir tidak mengenal perabot dapur yang merupakan bagian dari artefak budayanya. - Keberadaan perabot dapur tradisional Sunda yang lengkap dan masih


(13)

5 digunakan sebagaimana fungsi aslinya, sekarang ini hanya terdapat di kampung-kampung, terutama di kampung adat yang ada di Jawa Barat. Kalau pun ada di kota, hanya menjadi benda pajangan di museum atau galeri seni. Sehingga apabila diperlukan untuk kepentingan pendidikan, harus pergi ke museum atau mengunjungi kampung di pedesaan yang letaknya cukup jauh dari kota.

- Peran serta pihak pemerintah maupun swasta dalam upaya memberikan informasi tentang perabot dapur tradisional Sunda pada masyarakatnya, masih kurang dan belum begitu terasa pengaruhnya.

- Dongeng atau cerita sebagai media untuk menyampaikan berbagai informasi dan nilai-nilai kearifan kepada anak-anak, sekarang ini sudah jarang dilakukan masyarakat.

- Bahasa Sunda sebagai alat pewarisan budaya sudah jarang dipergunakan oleh masyarakat Jawa Barat dalam kehidupan sehari-harinya.

I.3 Fokus Pemasalahan

Berdasarkan uraian identifikasi masalah di atas, yang menjadi fokus permasalahan dalam perancangan ini adalah: ”Bagaimana menyampaikan informasi kepada anak-anak tentang perabot dapur tradisional Sunda yang dipaparkan lewat cerita dengan menggunakan bahasa Sunda sebagai alat pewarisan budaya”.

I.4 Tujuan Perancangan

Media informasi adalah solusi yang ditawarkan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang sudah dipaparkan di atas. Tujuan dari perancangan ini adalah:

- Anak-anak diharapkan bisa mengenal perabot dapur tradisional Sunda.

- Anak-anak diharapkan dapat mengetahui cara menggunakan perabot dapur tradisional Sunda dalam kehidupan sehari-hari.


(14)

6 - Anak-anak diharapkan dapat mengenal suasana pedesaan yang masih

menggunakan perabot dapur tradisional Sunda dalam kehidupan sehari-harinya.


(15)

7 BAB II

PERABOT DAPUR TRADISIONAL SUNDA

II.1 Perabot Dapur Tradisional Sunda

Perabot dapur tradisional Sunda ini terdiri dari empat suku kata yaitu perabot, dapur, tradisional, dan Sunda . Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka (2001) perabot artinya barang-barang perlengkapan, dapur artinya ruang tempat memasak, tradisional artinya sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma, dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun. Sunda adalah nama suku di Indonesia yang terdapat di daerah Jawa Barat. Jadi perabotan dapur tradisional Sunda adalah barang-barang perlengkapan yang biasa di gunakan di tempat memasak yang merupakan warisan turun-temurun masyarakat suku Sunda yang terdapat di wilayah Jawa Barat.

Perabot dapur tradisional Sunda adalah alat-alat atau perabot peninggalan leluhur masyarakat Sunda yang biasa digunakan di dapur, baik untuk memasak, mengolah atau pun menyimpan makanan. Yang termasuk dalam perabot dapur tradisional Sunda ini misalnya saja, boboko, aseupan, hihid, nyiru, dulang, seeng dan sebagainya.

Menurut Hidayat (2005, h.26) yang termasuk perabotan dapur tradisional Sunda yang biasa digunakan dalam proses menanak nasi adalah :

- Boboko yaitu bakul yang biasa dipakai untuk ngisikan (mencuci beras sebelum

dimasak), menyimpan nasi dan makanan lainnya, bagian bawah berbentuk persegi empat, membesar ke atas, permukaan atasnya berbentuk bulat seperti lingkaran, terbuat dari anyaman bambu.

- Aseupan adalah wadah yang digunakan untuk mengukus beras hingga menjadi

nasi, berbentuk seperti kerucut, terbuat dari anyaman bambu.

- Nyiru atau tampah adalah perabot dapur untuk membersihkan padi atau beras


(16)

8 terbuat dari anyaman bambu.

- Hihid adalah semacam kipas yang dipakai untuk ngakeul, yaitu mengaduk dan

mengipasi nasi yang baru diangkat, agar tidak terlalu panas dan nasinya lebih pulen serta tidak cepat basi, berbentuk segi empat, memakai tangkai, terbuat dari anyaman bambu.

- Dulang adalah wadah yang biasa dipakai untuk ngarih dan ngakeul, bagian

bawah dan permukaannya berbentuk lingkaran, bentuknya hampir mirip dengan boboko, terbuat dari kayu.

- Seeng adalah dandang, yaitu perabot yang digunakan saat mengukus nasi,

biasanya terbuat dari tembaga atau alumunium.

- Hawu adalah tungku yaitu tempat untuk menyalakan api untuk memasak, terbuat dari tanah liat atau batu-bata yang disusun.

- Pabeasan adalah gentong yang biasa dipakai untuk menyimpan beras, terbuat

dari tanah liat yang dibakar menjadi gerabah.

- Cukil adalah centong nasi, yang terbuat dari kayu.

II. 2 Mitos Dewi Sri Pohaci

Mitos yang dikandung dalam folklor adalah sumber ilmu pengetahuan mengenai kehidupan manusia pada masa lampau dalam segala asfeknya. Disusun dalam bentuk sastra lisan sebagai alat transformasinya. Mitos sangat kaya nilai-nilai kemanusiaan yang holistik, di dalamnya terkandung nilai-nilai-nilai-nilai kearifan, etika serta estetika hidup (Suryalaga, 2010, h.20).

Di setiap suku bangsa terdapat mitos yang berhubungan dengan proses terjadinya atau asal-usul padi, yaitu kisah Dewi Sri. Di masyarakat Jawa dan Bali dikenal sebutan Dewi Sri atau Dewi Asri. Di daerah Jawa Barat, sebutan untuk dewi padi ini adalah Nyi Pohaci Sanghyang Asri, Nyi Pohaci, atau Dewi Sri Pohaci. Di Kampung Naga, dewi padi ini disebut Dewi Sri Pohaci. Dewi padi ini menjadi salah satu objek pemujaan atau persembahan dalam ritual adat Sunda.

Pemujaan terhadap dewi padi, yaitu Dewi Sri merupakan kultus tua yang ada di Pasundan dan Tanah Jawa. Nama Dewi Sri berasal dari India tetapi mitos


(17)

9 itu terdapat di seluruh Nusantara, sampai pulau-pulau yang tidak mendapat pengaruh Hindu-India. Bentuk ceritanya berbeda-beda tetapi dengan cerita yang relatif sama atau mempunyai kemiripan. Semua versi tersebut mempunyai inti cerita bahwa Dewi Sri telah dikorbankan dan dari berbagai bagian tubuhnya tumbuh berbagai tanaman budidaya yang utama seperti padi (Jamaludin, 2011).

Di Pasundan, kisah Dewi Sri Pohaci ini diungkapkan dalam cerita pantun yang terdapat dalam Wawacan Sulanjana (Rosidi, 1970). Secara garis besar Wawacan Sulanjana ini berisi tentang cara pemeliharaan padi. Dua tokoh utama dalam wawacan ini yaitu Nyi Pohaci Sanghyang Asri, sebagai asal muasal padi dan Sulanjana sebagai penjaganya. Berikut ringkasan cerita salah satu versi cerita mitologi padi di masyarakat Sunda:

Pada awalnya Dewa Guru bermaksud membangun istananya. Batara Narada, wakil Dewa Guru meminta agar semua dewa bergotong royong membangun istana yang disebut Bale Mariuk atau Gedong Sasaka Domas. Naga Anta, Dewa bawah tanah yang berwujud ular naga, tidak dapat ikut membangun, karena tidak punya tangan dan kaki untuk bekerja. Karena merasa tidak sanggup ikut serta membangun istana Dewa Guru, Sang Naga menangis. Dalam menangis itu Naga Anta meneteskan tiga butir air mata.

Tetesan itu berubah menjadi tiga butir telur. Melihat itu, Batara Narada meminta Dewa Anta agar menyerahkan ketiga telur itu kepada Dewa Guru. Karena tidak mempunyai tangan, Dewa Anta membawa ketiga butir telur tersebut dengan cara dikulum. Di tengah jalan ia ditegur elang belang, tetapi tidak dijawab, karena mulutnya penuh dengan tiga telur. Naga Anta takut bila ia menjawab telur-telur itu akan jatuh. Elang marah dan menyambar Naga Anta, akibatnya dua telur-telur jatuh di bumi. Satu jatuh di Pesabrangan dan satu di Kepapan. Dari telur yang jatuh di Pesabrangan lahir Kalabuat (anak babi hutan) dan dari telur yang jatuh di Kepapan, lahir Budug Basu (binatang berbadan babi berkepala anjing). Hanya sebutir telur berhasil di bawa Naga Anta sampai di depan Dewa Guru.

Dewa Guru memaafkan ketidakmampuan Dewa Anta membantu membangun istana. Telur yang Dewa Anta serahkan diminta Dewa Guru untuk


(18)

10 dibawa pulang dan dierami Dewa Anta. Setelah menetas, maka dari telur itu keluarlah seorang bayi perempuan yang cantik, dinamai Nyi Pohaci. Bayi disusui sendiri oleh istri Dewa Guru, Dewi Umah. Setelah Nyi Pohaci tumbuh dewasa, ia menjadi gadis jelita dan membuat Dewa Guru bermaksud memperistrinya. Salah seorang dewa prihatin atas niat Dewa Guru itu karena akan merupakan hubungan inses. Maka Nyi Pohaci diberi buah-buahan dari khayangan dan setelah memakannya, Nyi Pohaci jadi tidak ingin makan apa-apa sehingga jatuh sakit dan mati.

Oleh Dewa Guru, jenasah Nyi Pohaci diperintahkan untuk dikubur di bumi. Dari kuburan Nyi Pohaci muncullah bermacam tanaman yang berguna bagi manusia. Di atas kepalanya tumbuh pohon kelapa. Dari mata kanannya tumbuh padi putih. Di atas mata kirinya tumbuh padi merah. Dari hatinya tumbuh padi ketan. Dari paha kanan tumbuh menjadi bambu aur. Paha kiri menjadi bambu tali. Betisnya menjadi pohon enau. Ususnya menjadi akar tunjang. Rambutnya menjadi rerumputan. Pendek kata, semua tanaman yang amat dibutuhkan berasal dari tubuh Nyi Pohaci. Oleh Dewa Guru kemudian bibit tumbuh-tumbuhan itu diberikan kepada Prabu Siliwangi untuk ditanam di Pakuan. Prabu Siliwangi memerintahkan rakyat Pakuan untuk menanamnya. Setelah padi berlimpah baru rakyat Pakuan boleh memakannya. Adapun cara memasaknya diajarkan oleh Dewi Nawangwulan, seorang bidadari yg menjadi istri Prabu Siliwangi ke 76. Tetapi ketika memasaknya tidak boleh diketahui orang lain. Suatu hari Prabu Siliwangi tidak dapat menahan rasa penasarannya. Ia membuka tutup kukusan. Dewi Nawang Wulan kaget dan dan sedih karena padi yang ditanaknya tidak mau menjadi nasi, karena Prabu Siliwangi telah membukanya. Sejak itu cara memasak nasi harus terlebih dahulu ditumbuk, dipisahkan sekam dan berasnya dan harus dicuci dahulu sebelum dimasak. Dewi Nawang Wulan mengajari caranya lalu kembali ke kahyangan.

Pohaci atau pwahaci adalah sebutan untuk para dewi; makhluk halus

berwujud wanita dalam alam gaib kahyangan, bertalian erat dengan pertanian serta kegiatan wanita umumnya. Dari segi etimologi, pohaci berasal dari gabungan kata bahasa Sunda kuno yaitu pwah dan aci. Pwah sebutan untuk


(19)

11 wanita dewasa dan aci merujuk pada arti inti. Dengan demikian, pohaci dapat diartikan sebagai esensi perempuan atau perempuan utama (Jamaludin, 2011).

II. 3 Desain Perabot Dapur Tradisional Sunda.

Karena keberadaan dewi padi begitu disakralkan, tentu saja dalam membuat desain perabotan yang akan digunakan untuk mengolah dan mewadahi jelmaan Dewi Sri Pohaci ini tidak akan sembarangan. Pasti ada nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. Sebagian besar perabot dapur Sunda ini terbuat dari anyaman bambu. Berdasarkan cerita dalam mitos Dewi Sri Pohaci, dari bagian kaki dewi padi ini tumbuh tanaman bambu. Material bambu yang digunakan pada perabotan dapur ini berkaitan erat dengan mitos Dewi Sri Pohaci.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Dr. Jamaludin, seorang pakar di bidang desain, perabot dapur tradisional Sunda ini bila dilihat dari bentuknya menggambarkan tubuh perempuan. Misalnya saja boboko dan dulang yang desainnya membesar ke atas sebagai gambaran dari perut dan dada tubuh perempuan. Aseupan berbentuk segitiga, yang saat digunakan berbentuk segitiga terbalik, ini adalah gambaran rahim dan vagina perempuan. Ajip Rosidi, seorang pakar budaya menyebutkan bahwa segitiga terbalik ini adalah simbol yoni atau vagina. Nyiru yang berbentuk lingkaran menurut Jamaludin juga sebagai simbol perempuan. Bila dilihat dari bentuk serta fungsinya yaitu untuk membersihkan beras pada permukaannya dengan cara ditampi, nyiru ini bisa ditafsirkan sebagai muka atau wajah perempuan. Pabeasan yang berbentuk gentong menggambarkan bentuk perut perempuan yang sedang mengandung.

Dari data yang didapat perabot dapur tradisional Sunda ini adalah gambaran tubuh perempuan. Bila dikaitkan dengan mitos dewi padi, wadah yang digunakan untuk padi ini adalah tubuh perempuan yang menggambarkan tubuh Dewi Sri Pohaci. Sedangkan ruhnya adalah padi yang merupakan jelmaan Dewi Sri Pohaci. Jadi bisa ditafsirkan bahwa perabot dapur ini adalah wadah atau raga yang akan diisi oleh padi, beras, atau nasi yang di dalamnya terdapat ruh Dewi Sri Pohaci.


(20)

12 Sebagai produk masyarakat tradisional yang mempercayai mitos Dewi Sri Pohaci, dalam membuat desain perabot dapurnya, para leluhur memiliki keterkaitan secara langsung dengan unsur mitologi yang diyakininya.

Desain perabot dapur tradisional yang menggambarkan bentuk tubuh perempuan adalah sebagai simbol betapa pentingnya peranan perempuan dalam kehidupan.

II. 4 Bentuk dan Makna Simbolik Perabot Dapur Tradisional Sunda

Pada desain perabot dapur tradisional Sunda ini ditemukan tiga bentuk dasar geometri, yaitu segi empat, lingkaran dan segi tiga. Menurut keterangan yang disampaikan oleh Jamaludin, seorang pakar desain, berdasarkan hasil penelitiannya, di dalam babasan dan paribasa (ungkapan dan peribahasa) Sunda terdapat berbagai rumusan estetika, diantaranya masalah pengaturan elemen estetik ke dalam berbagai komposisi yang dicerminkan dalam bentuk susunan kata, depiksi dan diksi.

Untuk bentuk persegi, ada ungkapan hirup kudu masagi yang artinya harus serba bisa. Pengertian serba bisa atau serba dilakukan dalam arti positif dengan penekanan utama mengarah pada dua aspek pokok kehidupan manusia, yaitu kehidupan duniawi (bekerja, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam) dan kehidupan di akhirat nanti (hubungan manusia dengan Tuhan).

Bentuk lingkaran terdapat dalam ungkapan niat kudu buleud (niat harus bulat). Bentuk bulat dibuat dari garis melingkar dengan ujung saling bertemu, dengan jari-jari dari titik pusat ke setiap sisi berukuran sama. Bentuk bulat atau garis lingkaran yang dipakai sebagai simbol niat atau tekad. Niat berkaitan dengan persoalan keteguhan sikap, keyakinan serta kepercayaan yang pada ujungnya bermuara pada masalah keimanan atau tauhid (spiritual).

Bentuk segitiga terdapat dalam ungkapan bale nyungcung dan buana


(21)

13

Bale nyungcung adalah sebutan lain untuk bangunan suci, yang dalam Islam

adalah masjid. Kalimat ka bale nyungcung dalam percakapan sehari-hari maksudnya melangsungkan akad nikah, yang jaman dahulu umumnya dilakukan di masjid. Bale nyungcung menunjuk pada model atap masjid jaman dulu yang menggunakan model gunungan bertumpuk tiga dengan puncak berbentuk atap limas yang disusun dari empat bentuk segitiga.

II. 5 Kampung Naga Gambaran Kosmologi Sunda

Kampung Naga adalah kampung adat di daerah di daerah Jawa Barat yang sampai saat ini masih menggunakan perabot dapur tradisional Sunda dalam kehidupan sehari-harinya. Kampung Naga ini berada di antara bukit-bukit di daerah Salawu, berada di daerah yang berbentuk lembah. Pemandangan di sekeliling Kampung Naga tampak hijau dan asri, diantara pesawahan dan hutan. Suasananya amatlah tenang. Luas Kampung Naga kurang-lebih 10,5 hektar. Wilayahnya termasuk ke dalam Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Sebelum memasuki Kampung Naga, di tempat pemberhentian kendaraan berjajar kios-kios yang menjajakan makanan, minuman dan hasil kerajinan dari anyaman bambu yang dibuat oleh masyarakat Kampung Naga. Setelah melewati jalan setapak dan menuruni 335 anak tangga barulah kita tiba di Kampung Naga.

Bangunan rumah-rumah di Kampung Naga adalah rumah panggung dengan gaya arsitektur tradisional Sunda. Hal ini sesuai dengan kosmologi rumah Sunda, bahwa kehidupan manusia di dunia berada dunia tengah. Posisi rumah panggung berada di tengah, di antara bumi yang merupakan dunia bawah dan langit yang disebut dunia atas . Rumah Kampung Naga terbagi jadi tiga bagian yaitu tepas (ruang tamu) yang merupakan bagian luar, tengah imah (ruang tengah) dan

pangkeng (kamar) termasuk bagian tengah dan dapur serta goah berada di bagian


(22)

14 Gambar II.1 Arsitektur rumah di Kampung Naga

Sumber: Dok. Her Suganda

Goah ini oleh masyarakat Kampung Naga dianggap sakral karena di sanalah beras yang merupakan penjelmaan dari Dewi Sri Pohaci berada. Goah dalam kehidupan masyarakat Kampung Naga memiliki posisi yang sangat penting, sehingga untuk menentukan letak goah perlu perhitungan-perhitungan tertentu, yang didasarkan pada weton atau hari kelahiran sang istri. Berdasarkan

weton tersebut kemudian ditetapkan apakah goah akan ditempatkan di sebelah

timur atau sebelah barat. Kebalikan dari tepas yang merupakan wilayah laki-laki,

pawon dan goah di Kampung Naga ini merupakan wilayah perempuan.

Sebagai kampung adat yang masih mempertahankan tradisi para leluhurnya, meskipun sebenarnya menganut agama Islam, tetapi masyarakat Kampung Naga masih melakukan upacara ritual dan masih percaya dengan mitos-mitos serta kekuatan gaib. Mereka juga percaya dengan adanya roh-roh jahat, dan untuk menolaknya mereka memasang kandang jaga yang terbuat dari pagar bambu.


(23)

15 Upacara ritual yang secara rutin dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga adalah hajat sasih, diselenggarakan selama enam kali dalam setahun. Selain itu juga ada upacara ritual gusaran, biasanya dilaksanakan setahun sekali. Berdasarkan studi pustaka dan wawancara dengan beberapa orang warga Kampung Naga, sebenarnya hampir semua aktivitas masyarakat Kampung Naga ada ritualnya.

Berdasarkan penelitian lewat studi pustaka dan wawancara yang di lakukan pada warga Kampung Naga, masyarakat Kampung Naga mempercayai mitos dewi padi yang mereka sebut Dewi Sri Pohaci. Mitos Dewi Sri Pohaci ini disampaikan secara lisan oleh para leluhur Kampung Naga kepada keturunan mereka. Mereka percaya bahwa padi adalah jelmaan dari Dewi Sri Pohaci, itulah sebabnya masyarakat di Kampung Naga sangat menghormati padi. Padi yang sudah dipanen disimpan di tempat khusus yang disebut leuit atau kita kenal dengan sebutan lumbung padi.

Gambar II.2 Upacara Ngala Beas Gambar II.3 Upacara Hajat Sasih Sumber: dokumentasi Her Suganda

Padi yang sudah diolah menjadi beras di simpan di wilayah rumah paling dalam dan disakralkan. Tempat penyimpanan beras tersebut dinamakan goah. Setiap malam Selasa dan Jum’at di goah ini dilakukan ritual yang disebut ngukus. Ada sesaji yang dibuat sebagai persembahan pada Dewi Sri Pohaci. Ritual ini dilakukan oleh perempuan yang menduduki ibu rumah tangga di rumah tersebut. Pada saat mengambil beras dari tempatnya yang disebut pabeasan pun tidaklah


(24)

16 sembarangan, mereka melakukannya dengan ritual pula, sebelumnya mereka membacakan doa dan jampi-jampi terlebih dahulu.

Pada saat mengolah beras menjadi nasi pun mereka melakukannya dengan tertib. Beras yang sudah diambil dari pabeasan dimasukan ke dalam boboko, kemudian dibersihkan dengan cara ditapi menggunakan nyiru. Sesudah itu beras dimasukan lagi ke dalam boboko, lalu dicuci. Proses mencuci beras ini disebut

ngisikan. Setelah itu beras dimasak dengan menggunakan seeng dan aseupan

sampai setengah matang, diangkat lalu digigihan diberi air mendidih, kemudian dimasukan kembali ke dalam aseupan dan diseupan (dikukus) sampai matang. Setelah itu nasi dimasukan ke dalam dulang, kemudian diakeul, diaduk dengan menggunakan cukil dan hihid agar nasi menjadi lebih pulen dan tahan lama, baru kemudian dimasukan ke dalam boboko. Nasi pulen siap dimakan.

Masyarakat Kampung Naga begitu menghargai nasi. Bila makan, tidak boleh ada nasi yang tersisa, apalagi dibuang. Pada anak-anak mereka bilang, kalau nasinya tidak dihabiskan, nanti Dewi Sri Pohaci menangis. Itulah sebabnya masyarakat Kampung Naga tidak pernah menyia-nyiakan padi, beras dan nasi.

Banyak upacara ritual di Kampung Naga yang ditujukan untuk menghormati Dewi Sri Pohaci. Dimulai dari saat menanam padi yang disebut

mitembeyan hingga saat panen. Pada proses upacara ritual gusaran, ada upacara

yang dinamakan ngala beas yang berarti mengambil beras.

Mitos Dewi Sri Pohaci sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat Kampung Naga yang mempunyai kearifan lokal dalam menghargai makanan pokok yang menjadi sumber kehidupannya.

Gambar II.4 Dapur di Kampung Naga Gambar II.5 Membawa tumpeng dalam boboko Sumber: dokumentasi Her Suganda


(25)

17 II. 6 Bahasa Daerah Sebagai Alat Pewarisan Budaya.

Bahasa daerah adalah alat yang bisa merekam budaya dan peradaban suatu bangsa. Bila bahasanya hilang, adat kebiasaan dan budaya masyarakatnya juga lama-lama akan hilang. Sejak tahun 1999 UNESCO telah menetapkan tanggal 21 Pebruari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional. Ini adalah salah satu usaha UNESCO untuk memelihara bahasa ibu atau bahasa daerah agar kebudayaannya pun tetap terpelihara. (Zarkasyi, 2011).

Penggunaan bahasa daerah ini pun sudah ada dalam Peraturan Daerah Jawa Barat No. 5 Tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah. Dalam Peraturan Daerah No. 7 tahun 2008 mengenai penyelenggaraan pendidikan, ditegaskan dalam Bab XI pasal 26, bahwa bahasa daerah ditetapkan sebagai bahasa pengantar pengajaran kedua, setelah bahasa Indonesia, sedangkan bahasa isyarat dan bahasa asing menjadi bahasa pengantar ketiga dan keempat. (Balai Pengembangan Bahasa Daerah dan Kesenian Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, 2011).

Meskipun di Jawa Barat sudah banyak upaya-upaya yang dilakukan baik dari pihak pemerintah maupun swasta, dalam rangka memelihara bahasa daerah (Bahasa Sunda) ini, pada kenyataannya penggunaan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari, cukup memprihatinkan, sehingga banyak yang mencemaskan kelestariannya. Tetapi sekarang ada semacam trend di kalangan kaum muda yang cukup menggembirakan, mereka mulai menyukai bahasa Sunda untuk dijadikan slogan. Sekarang ini juga banyak kaos-kaos untuk anak muda yang mengangkat bahasa Sunda. Meskipun tidak menggunakan bahasa Sunda yang baku, karena banyak yang dipelesetkan seperti pada paribasa Sunda yang ditulis di kaos ”Buruk-buruk papan jati, geus buruk kudu diganti” atau ”Persib Nu Aing”.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan ternyata banyak masyarakat Jawa Barat yang tidak mau menggunakan bahasa Sunda dengan alasan takut salah. Banyak orang tua yang melarang anaknya menggunakan bahasa Sunda dengan alasan takut kasar. Hal ini dikarenakan dalam bahasa Sunda


(26)

18 yang dianggap baku ada yang disebut undak-usuk basa, artinya tingkatan bahasa (sangat kasar, kasar, sedang, halus, sangat halus). Bila ini yang menghambat perkembangan bahasa Sunda, ada baiknya undak-usuk basa dalam bahasa Sunda diabaikan (Rosidi, 2007, h.24).

Paparan di atas juga didukung oleh pendapat budayawan Sunda, Prof. Dr. Ganjar Kurnia, DEA, pada saat Kongres Basa Sunda IX, di Bogor, tahun 2011, yang dalam pidatonya menyebutkan bahwa bahasa Sunda itu jangan dipersulit dengan berbagai macam aturan, karena fungsinya untuk kepentingan komunikasi. Dalam mengajarkan bahasa Sunda juga jangan yang susah dan sulit difahami anak didik. Kaidahnya harus makin lama makin menyenangkan, bukan malah semakin susah.

Yang berkaitan dengan mengajarkan bahasa Sunda juga disampaikan oleh Prof. Mikihiro Moriyama dalam berbincangan yang dilakukan di sela-sela acara Konferensi Internasional Budaya Sunda, di Gedung Merdeka, Bandung, 2011. Berdasarkan penelitiannya pada buku-buku pelajaran bahasa Sunda, ternyata buku yang monumental dan berhasil dalam menyampaikan bahasa Sunda itu ialah buku pelajaran yang tidak banyak teorinya, tetapi langsung merujuk pada cerita atau dongeng yang mengandung nilai-nilai kearifan.

Dari paparan di atas bisa disimpulkan bahwa, agar tetap terjaga kelestariannya, bahasa Sunda itu jangan dibuat susah dan untuk mengajarkannya harus disampaikan dengan cara yang menyenangkan, seperti misalnya dengan bercerita.

II.7 Media Informasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka (2001) media adalah alat (sarana) komunikasi. Informasi adalah penerangan, pemberitahuan, kabar atau berita tentang sesuatu. Jadi media informasi adalah alat atau sarana komunikasi untuk menyampaikan penerangan tentang sesuatu.


(27)

19 Secara garis besar media informasi ini dibagi menjadi dua bagian yaitu media cetak dan elektronik. Yang temmasuk dalam media cetak seperti buku, majalah, surat kabar, brosur, poster, dll. Sedangkan yang termasuk ke dalam media elektronik adalah radio, televisi, kaset, kamera, internet, dan lain-lain.

Informasi mempunyai peranan penting dalam ilmu pengetahuan, maupun kebudayaan, karena melalui media informasi manusia dapat mengetahui banyak tentang segala sesuatu.

II.7 Tinjauan Perkembangan Psikologi Anak (Usia 9-12 tahun)

Menurut Setiawani (seperti dikutif Ermawan, 2011) anak usia 9-12 tahun memiliki keinginan untuk mencari pengalaman baru, memuja pahlawan, keberanian, senang mengoleksi benda-benda tertentu, haus buku bacaan dan senang berkelompok dengan teman-teman sejenisnya.

Anak mulai berfikir logis. Daya kreatifitas anak tinggi karena tingkat imajinasi mulai berkembang dan mulai tertarik untuk mengoleksi benda-benda. Memiliki daya ingat yang kuat dan tajam. Anak dapat menghafal nama-nama tokoh atau peristiwa maupun tempat yang terdapat dalam buku cerita. Dapat membaca dengan baik dan pada umumnya anak usia 9-12 tahun gemar membaca.

Menurut Jean Piaget (seperti dikutif Ermawan, 2011) perkembangan aspek kognitif anak pada usia 9 -12 tahun sudah dapat memahami inti dari sebuah cerita yang disajikan, karena mereka telah sampai pada tahapan:

- Decentering, yaitu anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu

permasalahan untuk bisa memecahkannya (dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk).

- Penghilangan sifat Egosentrisme, yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah).


(28)

20 Aspek emosi anak pada usia 9 – 12 tahun ini lebih senang untuk bermain, belum bisa menerima secara berat dan serius suatu persoalan, tergolong sensitif. Dalam aspek intelegensi pada masa usia ini, mereka selalu berusaha mencari tahu sesuatu hal yang baru (selalu ingin tahu). Hingga bisa dikatakan pada masa ini semua hal dapat diserap dengan baik otak mereka. Dalam aspek sosial, mereka sangat senang bermain dengan sesamanya. Pada masa ini mereka amat mudah menerima teman.

II.8 Target Audiens

Yang menjadi target audiens media informasi ini adalah anak-anak. Anak-anak perlu diberi informasi tentang perabot dapur tradisional yang merupakan bagian dari artefek budaya Sunda. Sekarang ini perabot tersebut sudah hampir tidak dikenal karena sangat jarang digunakan oleh masyarakat, terutama yang berada di kota-kota besar. Karena itu untuk memperkaya pengetahuan tentang budayanya dan sebagai buku tambahan dalam pelajaran bahasa Sunda di Sekolah Dasar, yang dalam salah satu materinya membahas tentang perabot dapur tradisional Sunda, akan dirancang media informasi untuk anak-anak, dengan target audiens:

- Demografis

Anak usia 9-12 tahun, laki-laki dan perempuan, sedang menempuh pendidikan di kelas 4 – 6 Sekolah Dasar, dari segala kelas sosial masyarakat.

- Psikografis

Memiliki minat membaca cukup baik, memiliki rasa ingin tahu terhadap sesuatu yang baru, tingkat imajinasi mulai berkembang dan mulai tertarik untuk mengoleksi benda-benda, memiliki daya ingat yang kuat dan tajam, dapat menghafal nama-nama tokoh atau peristiwa, tempat maupun benda yang terdapat dalam buku cerita.


(29)

21 - Geografis

Tinggal di kota-kota yang berada di daerah Jawa Barat.

II.9 Analisis Masalah

Yang menjadi fokus permasalahan dalam perancangan ini adalah: ”Bagaimana menyampaikan informasi kepada anak-anak tentang perabot dapur tradisional Sunda yang dipaparkan lewat cerita dengan menggunakan bahasa Sunda sebagai alat pewarisan budaya”. Yang menjadi target audiensnya adalah anak-anak berusia antara 9 - 12 tahun yang tinggal di kota di daerah Jawa Barat, tetapi jarang menggunakan bahasa daerah (bahasa Sunda). Untuk memberikan informasi kepada anak-anak ini, tentu saja harus menggunakan bahasa Sunda yang tidak terlalu formal, biasa digunakan sehari-hari, mudah difahami dan disampaikan secara menarik. Cerita atau dongeng adalah penyampaian informasi yang disukai anak-anak. Selain memberikan informasi tentang perabot dapur tradisional Sunda, media informasi ini juga bisa dijadikan sebagai buku tambahan dalam pelajaran bahasa Sunda di Sekolah Dasar, karena berdasarkan data yang didapat dari hasil wawancara dengan guru basa Sunda, perabot dapur tradisional Sunda ini adalah bagian dari materi yang harus disampaikan. Perabot dapur tradisional Sunda ini bisa jadi sesuatu yang baru mereka kenal, maka harus disajikan dengan visualisasi yang benar dan menarik bagi anak-anak yang menjadi target audiens.

Dari berbagai masalah yang muncul, yang terangkum dalam fokus permasalahan: ”Bagaimana menyampaikan informasi kepada anak-anak tentang perabot dapur tradisional Sunda yang dipaparkan lewat cerita dengan menggunakan bahasa Sunda sebagai alat pewarisan budaya.” media informasi adalah solusi yang dipilih untuk menyampaikan informasi tentang perabot dapur tradisional Sunda ini, kepada anak usia 9 – 12 tahun.

Media informasi yang tepat adalah buku ilustrasi untuk anak-anak, karena informasi tentang perabot dapur tradisional Sunda ini akan dikemas dalam bentuk


(30)

22 cerita, yang akan dilengkapi pula dengan kamus visual, dan teka-teki

(tatarucingan) sebagai evaluasi dari isi buku yang sudah disajikan. Agar lebih

menarik dan interaktif tatarucingan dan kamus visual ini akan dibuat dalam bentuk lift the flap.


(31)

23 BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

III.1 Strategi Perancangan

Permasalahan pada perabot dapur tradisional Sunda ini adalah kurangnya informasi berupa buku bacaan untuk memperkaya pengetahuan tentang budaya daerahnya dan sebagai buku tambahan pelajaran bahasa Sunda, bagi pelajar Sekolah Dasar berusia 9 – 12 tahun. Dari permasalahan tersebut sebagai solusinya akan dirancang sebuah media informasi yang berbentuk buku ilustrasi.

III.1.1 Strategi Komunikasi

Strategi komunikasi yang akan digunakan dalam menyampaikan informasi tentang perabot dapur tradisional Sunda ini adalah komunikasi langsung kepada target audiens. Akan disampaikan lewat cerita, kamus visual dan permainan berupa teka-teki (tatarucingan) sebagai evaluasi bagi target audiens. Bahasa yang akan digunakan adalah bahasa Sunda pergaulan, yang mudah difahami oleh anak-anak dan yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari, bukan bahasa yang berpegang teguh pada undak-usuk basa (tingkatan bahasa) yang bisa menyulitkan anak dalam menangkap pesan yang ingin disampaikan.

III.1.1.1 Tujuan Komunikasi

Tujuan komunikasi yang dibangun adalah tercapainya pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada target audiens yaitu:

- Menyampaikan informasi tentang perabot dapur tradisional Sunda.

- Menyampaikan informasi tentang penggunaan perabot dapur Sunda dalam kehidupan sehari-hari.

- Mengenalkan suasana pedesaan yang masih menggunakan perabot dapur tradisional Sunda dalam kehidupan sehari-harinya.


(32)

24 III.1.1.2 Materi Komunikasi

Materi-materi pesan yang menjadi inti dari informasi yang akan disampaikan dibagi ke dalam tiga bagian:

- Informasi lewat cerita tentang perabot dapur tradisional Sunda dan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari dengan latar belakang suasana di pedesaan .

- Informasi tentang perabot dapur tradisional Sunda melalui kamus visual. - Menyajikan permainan barupa teka-teki (tatarucingan) sebagai evaluasi dari

materi-materi yang sudah disampaikan.

III.1.2 Strategi Kreatif

Pendekatan yang dilakukan pada strategi kreatif ini adalah dengan merancang dan mengemas informasi tentang perabot dapur tradisional Sunda dengan menggunakan media berupa buku ilustrasi. Buku ini menggunakan bahasa Sunda, selain dapat memudahkan dalam penyampaian pesan, buku ini juga bisa menjadi media pembelajaran untuk mata pelajaran bahasa Sunda. Agar lebih menarik dan tidak membosankan, materi akan disampaikan lewat cerita dan kamus visual. Sebagai evaluasi dari isi materi tidak disampaikan dengan pertanyaan biasa, tetapi dengan cara bermain tebak-tebakan yang dalam basa Sunda disebut tatarucingan. Selain menyampaikan materi dalam bentuk tulisan, buku ini akan dilengkapi dengan ilustrasi berupa perpaduan gambar dan foto yang menarik. Agar lebih interaktif dengan pembacanya, sebagian halaman buku ilustrasi ini akan dibuat dalam bentuk lift the flap.

III.1.2.1 Pendekatan Visual

Pendekatan komunikasi visual dalam perancangan media informasi berbentuk buku ilustrasi ini adalah berangkat dari target audiens yang telah dibahas sebelumnya yaitu anak-anak yang berada di daerah Jawa Barat, yang


(33)

25 diharapkan bisa mengenal lebih dekat budaya daerahnya. Pendekatan visualnya pun akan dirancang sesuai dengan materi buku dengan latar belakang suasana pedesaan, yang kental dengan budaya lokal. Tentu saja tokoh-tokoh, properti, tempat, dan yang lain-lainnya akan disesuaikan dengan cerita yang ada di dalam buku dengan gaya ilustrasi yang menarik. Untuk bagian kamus visual akan menggunakan foto, agar gambar yang disampaikan lebih akurat, sesuai dengan aslinya.

Gambar III.1 Contoh ilustrasi perabot dapur tradisional Sunda Sumber: dokumentasi penulis

III.2.2 Pendekatan Verbal

Dalam pendekatan komunikasi verbal perancangan buku ilustrasi ini akan menggunakan bahasa Sunda, karena informasi yang disampaikan adalah masalah yang berkaitan dengan budaya Sunda. Target audiensnya pun adalah anak-anak di Jawa Barat yang mempunyai bahasa daerah, bahasa Sunda. .Untuk memberikan informasi kepada anak-anak ini, tentu saja harus menggunakan bahasa Sunda yang tidak terlalu formal, yang biasa digunakan sehari-hari, mudah difahami dan disampaikan secara menarik, agar pesan bisa tersampaikan dengan baik. Cerita atau adalah penyampaian informasi yang disukai anak-anak. Selain memberikan informasi tentang perabot dapur tradisional Sunda, buku ini juga bisa digunakan sebagai buku tambahan pelajaran bahasa Sunda di Sekolah Dasar.


(34)

26 III.1.3. Strategi Media

Pemilihan media berfungsi untuk membatasi media yang digunakan dan disesuaikan dengan kebutuhan target audiens. Adapun media yang dipilih untuk perancangan informasi ini terdiri dari media utama dan media pendukung.

III.1.3.1 Media Utama

Untuk dapat mendukung fungsi dan tujuan yang telah direncanakan, maka media utama yang dipilih adalah buku ilustrasi tentang perabot dapur tradisional Sunda. Media ini dipilih karena dapat lebih mudah dalam menyampaikan pesan kepada target audiens. Buku ilustrasi bisa dibaca kapan saja dan di mana saja

Media ini juga tidak tergantung pada teknologi, seperti CD interaktif atau internet, sehingga bisa lebih luas mencakup target audiens, yaitu anak-anak yang tingggal di wilayah perkotaan dari semua lapisan masyarakat.

III.1.3.2 Media Pendukung

Sesuai fungsinya, media pendukung digunakan untuk mendukung tersampaikannya informasi yang terdapat pada media utama. Media pendukung yang digunakan dalam perancangan buku ilustrasi ini adalah:

- Iklan di media cetak - Mini X-Banner - Box tempat makanan

- Notes

- Pin - Stiker

- Display Buku

Buku ini akan menggunakan display khusus yang disimpan di atas meja. Buku ditata di dalam tetenong yang beralaskan kain batik, agar lebih terasa nuansa tradisionalnya. Sesuai dengan tujuannya yaitu memberikan informasi tentang


(35)

27 perabot dapur tradisional Sunda, selain buku yang akan dijual, dipamerkan pula sebagian miniatur perabot dapur yaitu tetenong, boboko, nyiru, aseupan, ayakan,

dan hihid. Perabot dapur yang dipamerkan akan dijadikan tempat hadiah seperti

box makanan, notes, pin dan stiker.

Gambar III.2 Display buku

III.2 Konsep Visual II.2.1 Format Desain

Media informasi yang akan dibuat sebagai media utama yaitu buku ilustrasi. Buku ilustrasi tentang perabot dapur tradisional Sunda untuk anak-anak ini berbentuk persegi empat, berukuran 20 x 20 cm. Berisi 20 halaman ditambah

cover depan dan belakang. Cover dicetak di atas kertas artpaper 260 gram dan

dilaminasi doff , halaman isi menggunakan artpaper 150 gram.

III.2.2 Tata Letak (Layout)

Konsep layout pada pembuatan media informasi ini mengacu pada teori penyusunan layout menurut Tom Lincy dalam Adi Kusrianto (2009), yaitu beberapa patokan dasar yang dipakai dalam merancang sebuah layout:


(36)

28 a) Proporsi (Proportion)

Proporsi yang dimaksud adalah kesesuaian antara ukuran halaman dengan isinya. b) Keseimbangan (Balancing)

Prinsip keseimbangan balancing merupakan suatu pengaturan agar penempatan elemen dalam suatu halaman memeliki efek seimbang.

c) Kontras (Contrast)

Menonjolkan unsur satu elemen yang terdapat padasebuah materi objek sebuah halaman untuk memunculkankekontrasan pada objek tersebut sehingga diperoleh fokus perhatian.

d) Irama (Rhythm)

Irama memiliki makna yang sama dengan repetition ataupola pengulangan yang menimbulkan irama yang menarikdiikuti.

e) Kesatuan (Unity)

Prinsip kesatuan atau unity adalah hubungan antara elemen-elemen desain yang semula berdiri sendiri-sendiri serta memiliki ciri sendiri-sendiri yang disatukan menjadi sesuatu yang baru dan memiliki fungsi baru yang utuh.

.


(37)

29 III.2.3 Tipografi

Buku ilustrasi ini menggunakan dua jenis huruf yaitu Disney Print untuk bagian isi dan untuk sebagian judul menggunakan Lucida Handwriting. Kedua huruf ini tidak kaku, cocok untuk anak-anak dan bisa dibaca dengan mudah.


(38)

30 III.2.4 Ilustrasi

Ilustrasi pada buku informasi ini menggunakan gambar dengan gaya realis yang lebih disederhanakan agar menarik bagi target audiens yaitu anak-anak berusia 9 – 12 tahun. Sedangkan untuk ilustrasi kamus visual menggunakan foto yang dipadukan dengan ilustrasi gambar, agar materi yang disampaikan lebih jelas dan akurat, sesuai dengan aslinya.

Gambar III.5 Ilustrasi dengan gaya realis dan yang memadukan gambar serta foto Sumber: dokumentasi penulis

III.2.5 Studi Karakter

Karakter yang dipakai dalam buku ilustras ini ada empat orang yaitu Hani dan Hadi yang sering muncul dan menjadi tokoh utama dalam cerita ini, nenek dua kali muncul dan paman yang muncul hanya sekali.

Hadi dan Hani adalah karakter yang menjadi tokoh dalam buku ilustrasi Carita ti Dapur Sunda ini. Hadi dan Hani ini kakak beradik. Hadi berusia kira-kira 11 - 12 tahun dan Hani berusia kira-kira 9 - 10 tahun. Usia karakter disesuaikan dengan target audiens yang berusia antara 9 - 12 tahun. Hadi berambut pendek. Hani berambut agak panjang, di bawah bahu dan suka diikat dua. Hadi suka dengan warna biru, hijau dan warna yang agak gelap, sedangkan Hani menyukai warna cerah seperti pink dan merah. Hadi dan Hani ini adalah masyarakat Sunda yang tinggal di kota besar. Dalam cerita ini Hani dan Hadi sedang berlibur ke rumah neneknya di desa.


(39)

31

Gambar III.6 Referensi Hadi dan Hani serta karakter jadi Sumber: dokumentasi penulis

Gambar III.7 Referensi visual dan karakter nenek Sumber: dokumentasi penulis

Gambar III.8 Referensi visual dan karakter paman Sumber: dokumentasi penulis


(40)

32 III.2.6 Warna

Warna yang dominan dalam buku ilustrasi ini adalah kuning. Menurut Sulasmi Darmaprawira dalam bukunya Warna, Teori dan Kreativitas

Penggunaannya (2002) warna kuning adalah kumpulan dua fenomena penting

dalam kehidupan manusia, kehidupan yang diberikan matahari di angkasa dan emas sebagai kekayaan bumi. Kuning adalah warna cerah, karena itu sering dilambangkan sebagai kesenangan atau kelincahan, sesuai dengan karakter anak-anak yang senang bermain dan selalu bergerak lincah. Kuning juga melambangkan intelektual, pendidikan, sesuai dengan tujuan buku ilustrasi tentang perabot dapur tradisional, yang diharapkan dapat memberikan pendidikan tentang budaya dan bahasa Sunda.

Di pedesaan, bila padi menguning adalah saatnya panen. Pada saat panen inilah masyarakat adat Jawa Barat sering mengadakan acara ritual yang menggunakan perabot dapur tradisional Sunda. Menurut kepercayaan masyarakat adat Sunda, padi adalah jelmaan dari Dewi Sri Pohaci. Berdasarkan hasil penelitian Dr. Jamaludin, seorang pakar desain, seperti yang sudah dijelaskan dalam Bab II, perabotan dapur tradisional Sunda ini berkaitan erat dengan Dewi Sri Pohaci.

Selain warna kuning warna yang digunakan adalah, hijau, coklat, dan biru. Warna-warna ini sesuai dengan suasana alam pedesaan dan perabotan dapur tradisional Sunda. Kecuali untuk kostum karakter Hani menggunakan warna cerah, pink dan merah. Hal ini pun disesuaikan dengan warna kesukaan anak perempuan usia 9 - 12 tahun.


(41)

33 Gambar III.10 Contoh aplikasi warna


(42)

34 BAB IV

TEKNIS PRODUKSI MEDIA

IV.1 Proses Perancangan Media

Proses pembuatan buku ini dimulai dari pengumpulan data dan informasi yang akan dijadikan isi dari materi buku ilustrasi. Selanjutnya adalah studi visual dengan mempelajari referensi-referensi visual.

Setelah mempelajari referensi visual, tahapan selanjutnya adalah pembuatan sketsa yang kemudian diberi outline dengan menggunakan drawing pen dan dibersihkan dengan penghapus untuk selanjutnya dipindai lalu dilakukan proses pewarnaan secara digital. Setelah selesai proses pewarnaan, kemudian

di-layout, pengaturan ukuran serta halaman.

Gambar IV.1 Proses sketsa dan pewarnaan

Untuk ilustrasi kamus visual menggunakan foto-foto perabot dapur tradisional Sunda, kemudian diedit secara digital disesuaikan dengan kebutuhan.


(43)

35

Gambar IV.2 Contoh pengeditan foto untuk kamus visual Sumber: dokumentasi penulis

Setelah semua tahapan selesai, selanjutnya file dijadikan jpeg dengan format warna CMYK (Cyan Magenta, Yellow, Black) agar siap dicetak dengan menggunakan printer.

Halaman depan dan belakang menggunakan kertas artpaper 260 gram dan halaman isinya menggunakan kertas artpaper 150 gram. Hasil setelah dicetak kemudian dipotong sesuai ukuran dan yang terakhir adalah proses penjilidan.

IV.2 Media Utama dan Media Pendukung IV.2.1 Media Utama

Buku ilustrasi yang menjadi media utama pada perancangan media informasi tentang perabot dapur Sunda ini terdiri dari cover dan isi buku. Cover buku menampilkan gambar dua anak yang menjadi tokoh cerita beserta neneknya yang sedang memasak di dapur dengan menggunakan perabot dapur tradisional Sunda. Sedangkan isi bukunya berupa cerita, kamus visual dan tarucing. Untuk bagian tarucing buku ini didesain dalam bentuk lift the flap.


(44)

36 Gambar IV.3 Cover buku bagian belakang dan depan yang sudah siap dicetak


(45)

37 Gambar IV.5 Isi buku berupa kamus visual

IV.2.2 Media Pendukung

Yang menjadi media pendukungnya adalah iklan di media cetak untuk mempromosikan buku ilustrasi yang sudah dibuat. Selain itu juga ada mini

x-banner yang dipasang di meja display buku, merchandise berupa tempat

makanan, notes, pin, dan stiker sebagai hadiah pembelian buku. IV.2.2.1 Iklan Media Cetak

Iklan di media cetak ini juga menggunakan bahasa Sunda, disesuai dengan isi bukunya yang menggunakan bahasa Sunda. Iklan media cetak ini akan dipasang di media massa yang menggunakan bahasa Sunda, yaitu Majalah

Mangle, Cupumanik, Sunda Midang dan Surat Kabar Mingguan Galura dan di

beberapa media berbahasa Indonesia yang beradadi daerah Jawa Barat. Ukuran : 20 x 28

Material : Artpaper 150 gram Teknik Cetak : Cetak offset


(46)

38 Gambar IV.6 Iklan media cetak

IV.2.2.2 Mini X-Banner

Mini X-Banner ini dibuat untuk melengkapi display buku. Ukuran : 20 x 25

Teknik Cetak : Print Outdoor

Material : FL Superflex 440 gram (Superhires)


(47)

39 IV.2.2.3 Stiker

Stiker ini adalah hadiah langsung yang diberikan saat pembelian buku. Ukuran : 7 x 13 cm

Material : Stikerpolyster Teknis Cetak : Cetak offset

Gambar IV.8 Stiker IV.2.2.4 Notes

Notes diberikan sebagai salah satu hadiah saat pembelian buku.

Ukuran : 7 x 13 cm

Material : CoverArtpaper 260 gram dan isi HVS 80 gram Teknis Cetak : Cetak offset


(48)

40 IV.2.2.5 Box Makanan

Box makanan adalah salah satu hadiah yang diberikan saat promosi buku. Ukuran : 12 x 17cm

Material : Plastik dan stikerpolyste Teknis Cetak : Cetak offset

Gambar IV.10 Box makanan IV.2.2.6 Pin

Pin adalah salah satu hadiah yang diberikan saat promosi buku. Ukuran : Diameter 4,5 cm

Material : Kayu

Teknik Cetak : Digambar manual


(49)

41 IV.3 Teknis Produksi Media Cetak Masal

Buku ilustrasi ini bisa dengan mudah dicetak masal, karena teknik produksinya dengan cara print out atau offset.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Balai Pengembangan Bahasa Daerah dan Kesenian Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat (2011, Agustus). Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Daerah di Jawa Barat. Cupumanik 97, 45-56. Darmaprawira, Sulasmi (2002) Warna Teori dan Kreativitas Penggunaannya.

Bandung: ITB

Depatemen Pendidikan Nasional (2011). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Ermawan, Erik (2011). Perancangan Media Informasi Buku Cerita Bergambar

Lutung Kasarung. Laporan Pengantar TA. Universitas Komputer

Indonesia Bandung.

Hidayat, R.T. (2005). Peperenian Urang Sunda. Bandung: Kiblat Buku Utama. Jamaludin (2011). Makna Simbolik Estetika: Kajian Wadah Makanan Pokok di

Masyarakat Baduy. Disertasi Doktor pada Program Seni Rupa dan Desain

ITB. Bandung.

Rosidi, Ajip (1970) Tjarita Sri Sadana atau Sulandjana.Bandung: Projek Penelitian Pantun.

Rosidi, Ajip (2007). Polemik Undak-Usuk Basa. Bandung: Kiblat Buku Utama.

Suganda, H. (2006). Kampung Naga Mempertahankan Tradisi. Bandung: Kiblat Buku Utama.

Suryalaga, H.R. Hidayat (2010). Filsafat Sunda. Bandung: Yayasan Nur Hidayah.

Zarkasy, W. (2011, Agustus) Pamapag Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Cupumanik 97, 16-18.


(51)

Wawancara:

Jamaludin: di Bandung, 3 Maret 2012


(52)

RIWAYAT HIDUP

Elin Rohaeti dilahirkan di Bandung, 25 Juni 1969. Bungsu dari empat bersaudara, dari pasangan N. Kusnadi Natadiredja (Alm.) dengan Hj. Oom Taryamah. Menyelesaikan pendidikan SLTA di Bandung tahun 1988. Setelah menikah dan mempunyai tiga anak baru melanjutkan kuliah di Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Desain, Universitas Komputer Indonesia (Unikom) Bandung, tahun 2008. Menyelesaikan studi di Unikom tahun 2012. Kini bekerja di salah satu perusahaan swasta di Bandung. Aktif di beberapa komunitas teater dan sastra, di antaranya di Komunitas Teater Transformasi, Teater Tujuh Damar, dan Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda. Sering menggarap acara teater, sastra, dan pagelaran seni budaya di Bandung dan di beberapa kota lainnya di Jawa Barat.


(1)

39 IV.2.2.3 Stiker

Stiker ini adalah hadiah langsung yang diberikan saat pembelian buku. Ukuran : 7 x 13 cm

Material : Stikerpolyster Teknis Cetak : Cetak offset

Gambar IV.8 Stiker

IV.2.2.4 Notes

Notes diberikan sebagai salah satu hadiah saat pembelian buku. Ukuran : 7 x 13 cm

Material : Cover Artpaper 260 gram dan isi HVS 80 gram Teknis Cetak : Cetak offset


(2)

40 IV.2.2.5 Box Makanan

Box makanan adalah salah satu hadiah yang diberikan saat promosi buku. Ukuran : 12 x 17cm

Material : Plastik dan stikerpolyste Teknis Cetak : Cetak offset

Gambar IV.10 Box makanan

IV.2.2.6 Pin

Pin adalah salah satu hadiah yang diberikan saat promosi buku. Ukuran : Diameter 4,5 cm

Material : Kayu

Teknik Cetak : Digambar manual


(3)

41 IV.3 Teknis Produksi Media Cetak Masal

Buku ilustrasi ini bisa dengan mudah dicetak masal, karena teknik produksinya dengan cara print out atau offset.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Balai Pengembangan Bahasa Daerah dan Kesenian Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat (2011, Agustus). Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Daerah di Jawa Barat. Cupumanik 97, 45-56. Darmaprawira, Sulasmi (2002) Warna Teori dan Kreativitas Penggunaannya.

Bandung: ITB

Depatemen Pendidikan Nasional (2011). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Ermawan, Erik (2011). Perancangan Media Informasi Buku Cerita Bergambar Lutung Kasarung. Laporan Pengantar TA. Universitas Komputer Indonesia Bandung.

Hidayat, R.T. (2005). Peperenian Urang Sunda. Bandung: Kiblat Buku Utama. Jamaludin (2011). Makna Simbolik Estetika: Kajian Wadah Makanan Pokok di

Masyarakat Baduy. Disertasi Doktor pada Program Seni Rupa dan Desain ITB. Bandung.

Rosidi, Ajip (1970) Tjarita Sri Sadana atau Sulandjana.Bandung: Projek Penelitian Pantun.

Rosidi, Ajip (2007). Polemik Undak-Usuk Basa. Bandung: Kiblat Buku Utama.

Suganda, H. (2006). Kampung Naga Mempertahankan Tradisi. Bandung: Kiblat Buku Utama.

Suryalaga, H.R. Hidayat (2010). Filsafat Sunda. Bandung: Yayasan Nur Hidayah.

Zarkasy, W. (2011, Agustus) Pamapag Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Cupumanik 97, 16-18.


(5)

Wawancara:

Jamaludin: di Bandung, 3 Maret 2012


(6)

RIWAYAT HIDUP

Elin Rohaeti dilahirkan di Bandung, 25 Juni 1969. Bungsu dari empat bersaudara, dari pasangan N. Kusnadi Natadiredja (Alm.) dengan Hj. Oom Taryamah. Menyelesaikan pendidikan SLTA di Bandung tahun 1988. Setelah menikah dan mempunyai tiga anak baru melanjutkan kuliah di Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Desain, Universitas Komputer Indonesia (Unikom) Bandung, tahun 2008. Menyelesaikan studi di Unikom tahun 2012. Kini bekerja di salah satu perusahaan swasta di Bandung. Aktif di beberapa komunitas teater dan sastra, di antaranya di Komunitas Teater Transformasi, Teater Tujuh Damar, dan Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda. Sering menggarap acara teater, sastra, dan pagelaran seni budaya di Bandung dan di beberapa kota lainnya di Jawa Barat.