Pengaruh pemberian salep ekstrak daun Binahong (anredera cordifolia (tenore) steenis) terhadap re-epitelisasi pada luka bakar tikus sprague dawley : studi pendahuluan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi

  

PENGARUH PEMBERIAN SALEP EKSTRAK DAUN

BINAHONG ( Anredera cordifolia (Tenore) Steenis)

TERHADAPRE-EPITELISASI PADA LUKA BAKAR

TIKUS Sprague dawley

  

(Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik dengan

Plat Besi)

  Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

  

OLEH :

FARAH NABILLA RAHMA

NIM : 1111103000035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

  

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam semoga selalutercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya. Laporan penelitian ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya karena adanya dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, Sp. And selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

  2. dr. Witri Ardini, M. Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIKUN Syarif Hidayatullah Jakarta.

  3. Rr. Ayu Fitri Hapsari, M.Biomed selaku pembimbing 1yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam menyusun dan menyelesaikan laporan penelitian ini.

  4. dr. Dyah Ayu Woro, M. Biomed selaku pembimbing 2 yang telah mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam menyusun dan menyelesaikan laporan penelitian ini.

  5. dr. Flori Ratnasari, Ph. D selaku penanggung jawab modul riset yang selalu memberikan arahan dan mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan penelitian ini.

  6. Papa dan mama atas limpahan kasih sayang yang telah diberikan, pengorbanan tanpa pamrih, dukungan yang tidak pernah putus, doa-doa yang selalu dipanjatkan, serta dorongan dan semangat kepada penulis selama melaksanakan penelitian. Terima kasih atas segala kebaikan dan pelajaran hidup yang luar biasa hingga penulis telah beranjak dewasa.

  7. Kakak Azka atas dukungan dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis, almarhum Aa Fikri yang telah menjadi teladan yang baik bagi penulis selama hidupnya, serta Firda yang senantiasa menghibur penulis.

  8. Pusat Konservasi Tumbuhan–Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah bersedia membantu dalam hal determinasi tumbuhan.

  9. Balai Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO) yang telah membantu dalam hal ekstraksi bahan.

  10. iRatCo, Institut Pertanian Bogor yang telah membantu dalam hal penyediaan hewan coba.

  11. Ibu Nurlaely, M. Biomed, Ph. D selaku PJ Laboratorium Animal House, dr.

  Ahmad Azwar Habibie selaku PJ Laboratorium Anatomi dan dr. Nurul Hiedayati, Ph.D selaku PJ Laboratorium Farmakologi yang telah memberikan izin penggunaan laboratorium.

  12. Mbak Dina, Mas Rachmadi, Mas Pandji, Mas Manaf dan laboran-laboran lain yang telah membantu penulis dalam pengambilan data.

  13. Teman-teman satu kelompok penelitian, Syifa, Asmie, Seflan dan Audi.

  Terimakasih atas kerja sama, semangat pantang menyerah, serta dukungan selama ini. Senang sekali dapat bekerja bersama dengan kalian.

  14. Sahabat-sahabat Cunteks, Rissa, Mada, Wulan, Anzak, Silmi, dan Riwi.

  Terimakasih atas semangat, dukungan, perhatian, kebersamaan, serta kasih sayang selama ini. Terimakasih karena selalu ada untuk penulis disaat senang maupun sedih.

  15. Teman-teman CIMIN, Adit, Bimo, Madina, Tiara, Fahreza, Hanindyo, Faris, Andhika, Herlina, dan Adichita. Terimakasih atas pengalaman dan kebersamaan yang tidak akan penulis lupakan.

  16. Teman-teman lain yang penulis kenal namun tidak sempat tersebutkan.

  Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan ritik dari berbagai pihak. Demikian laporan penelitian ini penulis susun, semoga dapat bermanfaaat dengan baik.

  Ciputat, 16 September 2014 Penulis

  

PENGARUH PEMBERIAN SALEP EKSTRAK DAUN BINAHONG

( Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) TERHADAP RE-EPITELISASI

PADA LUKA BAKAR TIKUS Sprague dawley (STUDI PENDAHULUAN

LAMA PAPARAN LUKA BAKAR 30 DETIK DENGAN PLAT BESI)

  

(ABSTRAK)

Farah Nabilla Rahma

Latar Belakang : Daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis)

  memiliki khasiat sebagai obat tradisional yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian salep ekstrak daun binahong terhadap proses re-epitelisasi pada luka bakar tikus Sprague dawley.Metodologi : Penelitian ini bersifat eksperimental deskriptif analitik. Subjek penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih galur

  

Sprague dawley yang dibagi kedalam lima kelompok yaitu K (-), K (+), dan

  kelompok perlakuan yaitu salep ekstrak daun binahong konsentrasi 10% (P1), 20% (P2), dan 40% (P3). Luka bakar dibuat dengan menempelkan plat besi panas

  2

  (ukuran 4x2 cm ) selama 30 detik pada bagian punggung bawah tikus. Pemberian salep dilakukan dua kali sehari selama lima hari. Parameter histologi yang digunakan adalah ketebalan lapisan re-epitelisasi epidermis yang diamati secara mikroskopis. Hasil : Pada penelitian ini diperoleh rerata ketebalan lapisan re- epitelisasi pada kelompok K(-) sebesar 17,33 µm, kelompok P1 sebesar 12,71 µm, kelompok P2 sebesar 59,61 µm, kelompok P3 sebesar 22,80 µm, dan kelompok K (+) sebesar 37,32 µm. Hasl uji statistik One Way ANOVA menunjukkan adanya pengaruh yang bermakna dengan nilai p = 0,006 (p<0,050). Simpulan : Kelompok pemberian salep ekstrak binahong konsentrasi 20% memberikan pengaruh yang paling besar dalam meningkatkan ketebalan lapisan re-epitelisasi.

  

Kata Kunci : Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis), Luka Bakar,

Penyembuhan Luka, Re-epitelisasi

  

THE EFFECT OF BINAHONG ( Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) LEAF

EXTRACT OINMENT ON RE-EPITHELIALIZATION IN BURN WOUND

Sprague dawley RAT (PRELIMINARY STUDY WITH BURN WOUND

  

TIME EXPOSURE IN 30 SECONDS USING METAL PLATE)

(ABSTRACT)

Farah Nabilla Rahma

Background : Binahong leaf have efficacy as a traditional medicine that can

  accelerate wound healing process. The aim of this research were to study the effectivity of Binahong extract oinment on re-epithelialization in burn wound

  

Sprague dawley rat. Method : This research using experimental analytic

  descriptive method. The subject in these research were 25 Sprague dawley rats which divided into 5 groups, namely K (-), K (+), and treatment groups with concentration 10% (P1), 20% (P2), and 40% (P3) of binahong leaf extract

  2

  oinment. Burn wound were made using hot plate (diameter 4x2 cm ) in 30 seconds over lower back. Then surface of wound covered by correspending oinment twice a day in five days. Histologic parameter used in this research were thickness of the re-epithelialization layer which miscroscopically examined.

  

Result : The data showed that average of the thickness of re-epithelialization

  layer in group K (-) 17,33 µm, group P1 12,71 µm, group P2 59,61 µm, group P3 22,80 µm, and group K (+)37,32 µm. The results of the One Way ANOVA statistical test showed a significant effect with p = 0,006 (p<0,050). Conclusion : Concentration 20% of binahong leaf extract oinment give the highest effect on enhancing the thickness of re-epithelialization layer.

  

Key word : Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis), Burn Wound,

Wound healing, Re-epithelialization

  

DAFTAR ISI

LEMBAR PERYATAAN KEASLIAN KARYA....................................... ii

KATA PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................... iv

KATA PENGANTAR.................................................................................. v

ABSTRAK..................................................................................................... vii

DAFTAR ISI................................................................................................. ix

DAFTAR TABEL......................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xiv

BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................

  15 1.1. Latar Belakang.............................................................................

  15 1.2. Rumusan Masalah........................................................................

  17 1.3. Hipotesis......................................................................................

  17 1.4. Tujuan Penelitian.........................................................................

  17 1.4.1.

  17 Tujuan Umum.............................................................

  1.4.2.

  17 Tujuan Khusus............................................................

  1.5. Manfaat Penelitian.......................................................................

  17 1.5.1.

  17 Bagi Peneliti................................................................

  1.5.2.

  18 Bagi Institusi...............................................................

  1.5.3.

  18 Bagi Keilmuan............................................................

  1.5.4.

  18 Bagi Masyarakat.........................................................

  1.6. Kerangka Teori............................................................................

  18 1.7. Kerangka Konsep.........................................................................

  19 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................

  20 2.1. Landasan Teori.............................................................................

  20 2.1.1.

  20 Kulit.............................................................................

  2.1.2.

  24 Binahong.....................................................................

  2.1.3.

  27 Luka Bakar..................................................................

  2.1.4.

  32 Proses Penyembuhan Luka..........................................

  2.1.5.

  39 Silver Sulfadiazine......................................................

  2.1.6.

  39 Vaselin Album.............................................................

  2.1.7. Adeps Lanae................................................................ 39 2.1.8.

  40 Tikus Sprague dawley.................................................

  BAB 3 METODE PENELITIAN.................................................................

  41 3.1. Desain Penelitian........................................................................

  41 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................

  41 3.3.Populasi dan Sampel...................................................................

  42 3.4.

  42 Variabel Penelitian.....................................................................

  3.4.1.

  42 Variabel Bebas............................................................

  3.4.2.

  42 Variabel Terikat...........................................................

  3.5.

  43 Alur Penelitian...........................................................................

  3.6.

  44 Cara Kerja Penelitian.................................................................

  3.6.1.

  44 Pembuatan Ekstrak Daun Binahong............................

  3.6.2.

  44 Pembuatan Basis Salep................................................

  3.6.3.

  45 Pembuatan Konsentrasi Salep Ekstrak Daun Binahong.....................................................................

  3.6.4.

  45 Pengujian Sediaan Salep.............................................

  3.6.5.

  46 Etika Penelitian...........................................................

  3.6.6.

  46 Induksi Luka Bakar pada Tikus..................................

  3.6.7.

  47 Pemberian Sediaan Salep pada Tikus..........................

  3.6.8.

  47 Eksisi Jaringan Kulit Tikus.........................................

  3.6.9.

  47 Pembuatan Preparat Histopatologi..............................

  3.6.10.

  47 Pengamatan Preparat Histopatologi............................

  3.6.11.

  48 Penghitungan Ketebalan Lapisan Re-epitelisasi...............................................................

  3.7.

  49 Managemen dan Analisis Data...................................................

  3.8.

  49 Definisi Operasional...................................................................

  BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................

  51 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................

  59 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................

  60

  LAMPIRAN...................................................................................................

  64 DAFTAR RIWAYAT HIDUP.....................................................................

  70

  DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Hasil Analisis Data Ketebalan Lapisan Re-epitelisasi Epidermis pada Semua Kelompok Perlakuan........................

  54

  DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Anatomi Kulit....................................................................

  67 Gambar 6.7. Pemanasan Plat Besi........................................................

  69 Gambar 6.17. Pengamatan Preparat Histopatologi................................

  68 Gambar 6.16. Hasil Jadi Preparat Histopatologi....................................

  68 Gambar 6.15. Proses Pembuatan Preparat Histopatologi.......................

  68 Gambar 6.14. Fiksasi Jaringan Kulit Tikus menggunakan Formalin 10%..................................................................

  68 Gambar 6.13. Eksisi Jaringan Kulit Tikus.............................................

  68 Gambar 6.12. Gambaran Makroskopik Luka Bakar pada Tikus............

  68 Gambar 6.11. Pemberan Salep Ekstrak Daun Binahong........................

  67 Gambar 6.10. Tikus Setelah Diinduksi Luka Bakar...............................

  67 Gambar 6.9. Induksi Luka Bakar.........................................................

  67 Gambar 6.8. Inhalasi Eter.....................................................................

  67 Gambar 6.6. Proses Randomisasi...........................................................

  21 Gambar 2.2. Tanaman Binahong............................................................

  67 Gambar 6.5. Pencukuran Rambut pada Punggung Tikus.......................

  66 Gambar 6.4. Pembuatan Salep Ekstrak Daun Binahong........................

  65 Gambar 6.3. Surat Ekstraksi Daun Binahong........................................

  64 Gambar 6.2. Surat Determinasi Tanaman Binahong..............................

  53 Gambar 6.1. Surat Keterangan Tikus Sehat...........................................

  53 Gambar 4.3. Grafik Rerata Ketebalan Lapisan Re-epitelisasi...............

  52 Gambar 4.2. Sampel Jaringan Kulit dengan Pewarnaan HE pada Pembesaran 100x..............................................................

  40 Gambar 4.1. Gambaran Makroskopik Luka Bakar pada Kulit Tikus.......................................................................

  37 Gambar 2.5. Proses Penyembuhan Luka................................................

  33 Gambar 2.4. Proses Re-epitelisasi..........................................................

  27 Gambar 2.3. Derajat Luka Bakar...........................................................

  69

  

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Tikus Sehat.................................................

  64 Lampiran 2 Surat Determinasi Tanaman Binahong...................................

  65 Lampiran 3 Surat Ekstraksi Daun Binahong..............................................

  66 Lampiran 4 Proses Penelitian.....................................................................

  67

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Luka bakar sampai saat ini masih menjadi salah satu cedera yang menimbulkan mordibitas dan mortilitas yang tinggi di masyarakat. Insidensi nya paling tinggi terjadi di lingkungan rumah tangga dimana derajat II

  1

  menjadi yang paling sering terjadi, namun derajat III yang paling berpeluang menimbulkan cacat yang lebih berat karena integritas kulit yang rusak lebih parah bahkan bisa sampai membatasi aktivitas sosial penderitanya pasca kejadian sehingga dapat menambah beban mental penderitanya. Di Indonesia menurut data RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun 1998 terdapat 107 kasus luka bakar atau 26,3% dari seluruh kasus bedah plastik yang dirawat. Dari kasus tersebut terdapat lebih 40% merupakan luka bakar derajat II-III

  1,2 dengan angka kematian 37,38%.

  Penanganan kasus luka bakar dibutuhkan sesegera mungkin untuk mencegah terjadinya komplikasi yang ringan sampai yang berat seperti syok hipovolemik dan sepsis. Namun sering kali pengobatan konvensional untuk kasus luka bakar membutuhkan biaya yang cukup besar, sehingga selain kerugian dari segi fisik dan mental, penderita luka bakar juga mengalami

  3 kerugian dari segi materi.

  Untuk mengurangi beban materi untuk pengobatan penyakit tertentu, di Indonesia kini sedang banyak berkembang pengobatan tradisional yang memanfaatkan tanaman yang diyakini memiliki khasiat sebagai obat, termasuk salah satunya pemanfaatan tanaman untuk pengobatan luka bakar. Kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kembali ke alam (back to nature) dengan memanfaatkan bahan- bahan alami. Selain itu, pemerintah melalui Departemen Kesehatan juga telah mendukung pengembangan pengobatan tradisional menggunakan tanaman berkhasiat obat melalui dibentuknya Sentra Pengembangan dan Penerapan

  4 Pengobatan Tradisional (Sentra P3T).

  Salah satu tanaman yang 5memiliki khasiat dalam pengobatan luka bakar adalah Anredera cordifolia (Tenore) Steenis atau yang lebih dikenal masyarakat dengan tanaman binahong. Menurut masyarakat selain dapat menyembuhkan luka, tanaman binahong juga dapat digunakan untuk menyembuhkan diabetes, pembengkakan hati, radang usus, dan reumatik.Bagian tanaman binahong yang bermanfaat sebagai obat salah

  5 satunya adalah bagian daun.

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abdi Nusa Persada et al didapatkan hasil bahwa tingkat kesembuhan luka bakar derajat II dengan pemberian topikal daun binahong tumbuk lebih tinggi dibandingkan hidrogel pada gambaran makroskopis, namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan

  6

  pada gambaran mikroskopis. Penelitian lain yang dilakukan oleh Suci Ariani

  

et al didapatkan hasil bahwa pemberian topikal daun binahong tumbuk pada

  luka terbuka kulit kelinci secara makroskopik luka menjadi terlihat lebih kecil dan kering, sedangkan yang tidak diberi daun binahong terlihat luka masih dalam dan kemerahan. Sedangkan secara mikroskopik pemberian daun binahong pada luka membantu penyembuhan luka dengan pembentukan jaringan granulasi yang lebih banyak dan reepitelisasi terjadi lebih cepat

  7 dibandingkan dengan luka yang tidak diberi daun binahong.

  Berdasarkan uraian diatas serta didukung penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya pengaruh bermakna pada pemberian daun binahong topikal terhadap penyembuhan luka bakar, maka sangat menarik dilakukan penelitian lebih lanjut yang lebih disempurnakan. Antara lain pada penelitian ini menggunakan sediaan topikal ekstrak daun binahong dalam bentuk salep untuk memudahkan aplikasinya di kulit dengan berbagi konsentrasi. Kemudian pengamatan hasil penelitian dilakukan dengan lebih teliti yaitu secara histopatologis menggunakan parameter kecepatan proses re-epitelisasi lapisan epidermis dengan cara menilai ketebalannya. Hal tersebut dikarenakan penyembuhan luka sangat dipengaruhi oleh proses re-epitelisasi, dimana semakin cepat proses re-epitelisasi maka semakin cepat luka tertutup,

  8 sehingga semakin cepat pula penyembuhan luka terjadi.

  1.2. Rumusan Masalah

  Bagaimana pengaruh pemberian salep ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia(Tenore) Steenis)pada konsentrasi 10%, 20% dan 40% terhadap proses re-epitelisasi pada luka bakar dengan lama paparan 30 detik tikusSprague dawley?

  1.3. Hipotesis

  Terdapat pengaruh pada penyembuhan luka bakar dengan lama paparan 30 detik tikus Sprague dawleyakibat pemberian salep ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia(Tenore) Steenis)pada konsentrasi 10%, 20% dan 40% berupa peningkatan ketebalan lapisan re-epitelisasi.

  1.4. Tujuan 1.4.1. Tujuan Umum

  Untuk mengetahui pengaruh pemberian salep ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) terhadap proses re- epitelisasi pada luka bakar dengan lama paparan 30 detik tikus Sprague dawley .

1.4.2. Tujuan Khusus

  Untuk mengetahui ketebalan lapisan re-epitelisasi pada luka bakar dengan lama paparan 30 detik tikus Sprague dawley antara kelompok yang diberi salep ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) pada konsentrasi 10%, 20% dan 40% .

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Peneliti

   Menambah ilmu pengetahuan peneliti dalam hal pengaruh pemberian ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia(Tenore) Steenis) terhadap proses penyembuhan luka bakar.

   Mengaplikasikan ilmu mengenai penelitian ilmiah yang sebelumnya telah dipelajari selama fase preklinik.

  1.5.2. Bagi Insitusi

   Memberikan kontribusi dalamkemajuan bidang penelitian ilmiah Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

  1.5.3. Bagi Keilmuan  Mendukung penelitian lain di bidang yang sama.

  1.5.4. Bagi Masyarakat

   Meningkatkan pemahaman masyarakat dan tenaga kesehatan tentang manfaat daun binahong (Anredera cordifolia(Tenore) Steenis) sebagai pengobatan alternatif untuk perawatan luka bakar.

   Menambah ilmu pegetahuan mahasiswa kedokteran lain dalam hal pengaruh pemberian ekstrak daun binahong (Anredera

  cordifolia (Tenore) Steenis) terhadap proses penyembuhan luka bakar.

1.6. Kerangka Teori

  Ekstrak daun binahong Saponin Asam oleanolik Flavonoid Antioksidan

  ↑ ekspresi Menekan reaksi ↑ kecepatan faktor-faktor

migrasi sel inflamasi

  Mencegah yang berperan keratinosit kerusakan dalam sel akibat proliferasi sel radikal bebas keratinosit

  ↑ proses re- epitelisasi

1.7. Kerangka Konsep

  Salep ekstrak daun binahong Luka bakar derajat III

  Re-epitelisasi epidermis ↑ migrasi keratinosit

  ↑ proliferasi keratinosit ↑ ketebalan lapisan re-epitelisasi epidermis ↑ kecepatan penutupan luka Proses penyembuhan luka lebih cepat terjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kulit

2.1.1.1. Anatomi Kulit

  Kulit adalah suatu organ yang membungkus seluruh permukaan tubuh, merupakan organ terbesar dari tubuh manusia baik dari segi berat maupun luas permukaannya. Pada orang dewasa, kulit menutupi area dengan luas sekitar dua meter persegi dengan berat 4,5- 5 kg, yaitu sekitar 16% dari total berat tubuh. Ketebalannya juga bervariasi dari 0,5 mm yang terdapat pada kelopak mata sampai 4,0 mm yang terdapat pada tumit. Secara struktural kulit terdiri dari dua bagian utama, yaitu epidermis yang terletak di superfisial dan terdiri atas jaringan epitelial, serta dermis yang

  9 terletak lebih dalam dan terdiri dari jaringan penunjang yang tebal.

Gambar 3.1. Anatomi Kulit

  Sumber : Tortora, 2011

   Epidermis Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri atas epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis memiliki empat tipe sel, yaitu sel keratinosit (90%), melanosit,

9 Langerhans, dan Merkel.

  Epidermis terdiri dari lima lapisan sel, dari yang terluar sampai yang terdalam yaitu : a.

  Stratum korneum Terdiri dari beberapa lapisan sel-sel yang mati, tidak lagi memiliki inti sel, dan banyak mengandung keratin. Lapisan ini secara terus-menerus akan mengelupas dan digantikan oleh sel-sel dari lapisan kulit yang lebih dalam. Lapisan-lapisan sel yang telah mati tersebut juga membantu memberikan perlindungan pada lapisan yang kulit yang lebih dalam dari

  9 trauma dan invasi mikroba.

  b.

  Stratum lusidum Lapisan ini hanya terdapat pada daerah tertentu seperti ujung jari, telapak tangan, telapak kaki. Terdiri dari tiga sampai empat lapisan sel

  9 jernih serta banyak mengadung keratin.

  c.

  Stratum granulosum Ditandai oleh 3-5 lapis sel poligonal gepeng yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel

10 Langerhans.

  d.

  Stratum spinosum Terdapat berkas-berkas filamen yang dinamakan tonofibril, filamen-filamen tersebut dianggap memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malphigi. Terdapat

  10 sel Langerhans. e.

  Stratum basalis Lapisan ini merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh selapis sel kuboid atau kolumnar dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Mengandung tonofilamen, stem cell untuk pembelahan sel menghasilkan keratinosit baru, melanosit sebagai pembuat pigmen

  9

  melanin kulit serta sel Merkel. Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis bertambah banyak melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-

  11 lapisan lebih atas, akhirnya menjadi sel tanduk.

   Dermis Dermis tersusun atas jaringan ikat kuat yang mengandung serat kolagen dan elastin. Jaringan serat tersebut memiliki kekuatan meregang yang kuat. Sel-sel yang terdapat pada dermis utamanya adalah fibroblas, sedikit makrofag, dan adiposit didekat batasnya dengan lapisan subkutan. Pembuluh darah, saraf, kelenjar, dan folikel rambut juga tertanam di lapisan dermis.

  Berdasarkan struktur jaringannya, dermis dapat dibagi menjadi pars papiler yang letaknya superfisial dan pars retikuler yang letaknya dalam. Lapisan papiler tersusun atas jaringan ikat longgar dengan serat kolagen tipis dan serat elastin halus, serta terdapat reseptor taktil yang disebut korpuskel Meissner dan ujung saraf bebas yang sensitif terhadap sentuhan. Sedangkan pars retikuler tersusun atas fibroblas, kolagen, dan serat elastin. Sel-sel adiposa, folikel rambut, saraf, kelenjar sebasea dan sudorifera menempati ruang diantara serat-serat tersebut. Kombinasi antara serabut kolagen dan elastin pada pars retikularis memberikan

  9 kekuatan, ekstensibilitas, serta elastisitas pada kulit.

   Hipodermis Kulit melekat ke jaringan di bawahnya (otot atau tulang) melalui hipodermis, yang juga disebut dengan jaringan subkutis, suatu lapisan jaringan ikat longgar. Sebagian besar sel adiposa terdapat di dalam

  12 hipodermis, disebut sebagai jaringan adiposa.

2.1.1.2. Fisiologi Kulit

   Termoregulasi Kulit ikut serta dalam pengaturan termoregulasi tubuh melalui dua mekanisme, yaitu dengan mengeluarkan keringat melalui permukaannya dan mengatur aliran darah yang terdapat pada dermis. Pada keadaan suhu yang meningkat, produksi keringat oleh kelenjar keringat akan meningkat dimana penguapan keringat dari permukaan kulit membantu menurunkan temperatur tubuh. Selain itu, pembuluh darah akan berdilatasi sehingga aliran darah lebih banyak yang melalui dermis sehingga meningkatkan jumlah pengeluaran panas dari tubuh. Sedangkan pada keadaan suhu yang menurun, produksi keringat oleh kelenjar keringat menurun, membantu dalam penyimpanan panas. Selain itu, pembuluh darah akan berkonstriksi yang akan menurunkan aliran darah melalui kulit sehingga menurunkan

  9 kehilangan panas dari tubuh.

  a.

  Proteksi Kulit memberikan proteksi bagi tubuh melalui berbagai mekanisme. Keratin melindungi jaringan dibawahnya dari mikroba, abrasi, panas, dan bahan kimia. Lipid yang dilepaskan oleh granula lamellar menghambat penguapan air dari permukaan kulit sehingga melindungi dari dehidrasi, selain itu juga mencegah air melintasi permukaan kulit selama mandi atau berenang. Minyak yang dihasilkan kelenjar sebasea menjaga kulit dan rambut dari kekeringan dan mengandung zat bakterisidal yang dapat membunuh bakteri. Pigmen melanin membantu melawan efek dari sinar ultraviolet. Sel Langerhans merupakan sistem imun pada kulit untuk mendeteksi adanya invasi mikroba dengan mengenali dan menghancurkannya, sedangkan makrofag bertugas memfagosit bakteri dan

  9 virus.

  b.

  Ekskresi dan absorbsi Kulit ikut berperan dalam ekskresi zat dari dalam tubuh. Meskipun bersifat waterproof, air masih dapat melakukan evaporasi melalui permukaan, dimana sekitar 400 ml air terevaporasi. Selain itu, dengan mengandung garam, karbon dioksida, amonia, dan urea. Selain berfungsi mengeluarkan zat sisa, berkeringat juga berperan dalam fungsi

  .

  termoregulasi tubuh Sebum yang diproduksi oleh kulit juga berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum ini menahan air yang

  9 berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering.

  Sedangkan fungsi absorpsi yang dimiliki kulit memfasilitasi masuknya zat dari lingkungan eksternal menuju sel tubuh. Namun tidak semua zat dapat masuk karena hanya zat tertentu yang larut dalam lemak, misalnya vitamin A, D, E, K serta oksigen dan karbon dioksida. Selain itu, zat yang bersifat toksik juga dapat terabsorpsi oleh kulit. Fungsi absorpsi ini juga memungkinkan obat-obatan yang aplikasinya secara

  9 topikal mampu masuk hingga bagian dermis kulit.

  c.

  Sintesis vitamin D Epidermis membentuk vitamin D jika terdapat sinar urltaviolet

  (UV) dari matahari. Jenis sel yang menghasilkan vitamin D belum diketahui pasti. Vitamin D, yang berasal dari molekul prekursor yang

  2+

  berkaitan erat dengan kolesterol, mendorong penyerapan Ca dari

  

11

  saluran cerna ke dalam darah. Hanya sedikit pajanan sinar sinar UV

  9 yang dibutukan untuk sintesis vitamin D.

  d.

  Persepsi Terdapat berbagai macam ujung saraf bebas dan reseptor yang terdapat di kulit yang mampu mendeteksi sensasi taktil seperti sentuhan, tekanan, dan getaran serta sensasi termal seperti rasa dingin atau panas. Sensasi lain misalnya adalah nyeri yang merupakan indikasi sedang

  9 terjadinya kerusakan jaringan.

2.1.2. Binahong(Anredera cordifolia (Tenore) Steenis)

2.1.2.1. Klasifikasi

  Menurut Badan POM RI, klasifikasi binahong adalah sebagai

  12

  berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

  Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Caryophyllales Suku : Basellaceae Marga : Anredera Jenis : Anredera cordifolia (Tenore) Steenis

  13

  2.1.2.2. Nama Umum

  Indonesia : Binahong Cina : Dheng San Chi Inggris : Heartleaf madeiravine Latin : Bassela rubra linn

  2.1.2.3. Asal dan Habitat

  Binahong merupakan tanaman yang konon berasal dari Amerika Selatan. Binahong mudah tumbuh di dataran rendah dan dataran tinggi. Banyak dibudidayakan sebagai taman hias atau obat herbal, di dalam pot, halaman, pekarangan, atau kebun. Habitat tanaman binahong adalah sebagai gulma dihutan, ditepi saluran air dan daerah tepi sungai, kebun, taman, diantara tanaman perkebunan, dan dipinggir jalan, yang beriklim basah, daerah tropis dan sub-tropis. Tanaman menjalar memanjat pada batang tanaman pepohonan yang tumbuh lebih kuat dari vegetasi lainnya hingga tinggi 30 meter, dan berumur panjang

  14 (perenial).

  2.1.2.4. Morfologi

  Bentuk tanaman binahong berupa tumbuhan menjalar, berumur panjang lebih dari 6 meter. Memiliki batang yang lunak, silindris, saling membelit, berwarna merah, bagian dalam solid, permukaan halus, kadang membentuk semacam umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk tak beraturan dan bertekstur kasar. Memiliki daun tunggal, bertangkai sangat pendek, tersusun berseling, berwarna hijau, bentuk jantung, panjang 5-10 cm, lebar 3-7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk, tepi rata, permukaan licin, serta bisa dimakan. Memiliki bunga majemuk berbentuk tandan, bertangkai panjang, muncul di ketiak daun, mahkota berwarna krem keputih- putihan berjumlah lima helai tidak berlekatan, panjang helai mahkota 0,5-1 cm, dan berbau harum. Akar berbentuk rimpang dan berdaging

  12 lunak.

Gambar 3.2. Tanaman Binahong

  2.1.2.5. Perkembangbiakan

  Perbanyakan tanaman dapat dilakukan secara generatif atau melalui biji, namun lebih sering diperbanyak atau dikembangbiakan secara vegetatif melalui akar rimpangnya. Tanaman binahong lebih suka tumbuh pada tanah dengan humus yang tebal, berpasir ringan, tanah liat sedang, dengan drainase yang baik, serta toleran terhadap kekeringan. Tanaman binahong tumbuh dengan baik pada kondisi setengah teduh

  14 atau teduh.

  2.1.2.6. Zat Aktif dan Khasiat

  Tanaman binahong mengandung fenol, flavonoid, saponin, terpenoid, steroid dan alkaloid. Senyawa fenolik dan flavonoid dapat berperan langsung sebagai antibiotika dengan mekanisme kerja menghancurkan dinding sel bakteri, serta memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Senyawa terpenoid adalah senyawahidrokarbon isometrik yang membantu proses sintesa organik dan pemulihan sel-sel tubuh. Saponin mempunyai fungsi menurunkan kolesterol karena mempunyai aktivitas sebagi antioksidan. Kandungan saponin, fenolik dan flavonoid dalam tanaman ini memiliki aktifitasantibiotik sebagaimana golongan

  15

  tetrasiklin dan penisilin. Daun binahong juga memiliki kandungan

  5

  asam askorbat dan total fenol yang cukup tinggi. Kandungan asam askorbat dapat meningkatkan daya tahan terhadap infeksi, berfungsi dalam pemeliharaan membran mukosa, serta mempercepat penyembuhan.

2.1.3. Luka Bakar

  2.1.3.1. Definisi

  Luka bakar adalah kerusakan jaringan pada kulit akibat terpajan panas tinggi, bahan kimiawi maupun arus listrik.Luka bakar merupakan

  17

  trauma yang sering terjadi dan dapat terjadi dimana saja, serta memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan

  1 .

  penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut

  2.1.3.2. Insidensi

  Berdasarkan data statistik pada unit pelayanan khusus luka bakar RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 1998 di laporkan 107 kasus luka bakar atau 26,3%dari seluruh kasus bedah plastik yang dirawat. Dari kasus tersebut terdapat lebih 40% merupakan luka bakar

  1,2 derajat II-III denganangka kematian 37,38%.

  Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat khususnya rumah tangga dan yang terbanyak adalah luka

  1

  bakar derajat II. Insiden puncak luka bakar pada orang dewasa muda terdapat pada usia 20-29 tahun, diikuti oleh anak umur 9 atau lebih muda. Luka bakar jarang terjadi pada usia 80 tahun ke atas. Pada anak di bawah usia 3 tahun, penyebab luka bakar paling umum adalah kecelakaan. Pada usia 3-14 tahun, penyebab paling sering adalah dari nyala api yang membakar pakaian. Usia yang lebih dewasa sampai 60 tahun paling

  17 sering disebabkan oleh kecelakaaan industri.

  2.1.3.3. Etiologi

  Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi

  19

  menjadi :

  a. Luka bakar karena api

  b. Luka bakar karena air panas

  c. Luka bakar karena bahan kimia

  d. Luka bakar karena listrik, petir dan radiasi

  e. Luka bakar karena sengatan sinar matahari

  f. Luka bakar karena tungku panas atau udara panas

  g. Luka bakar karena ledakan bom

  2.1.3.4. Patofisiologi

  Kerusakan jaringan akibat aliran panas saat terjadinya luka bakar tergantung dari beberapa faktor, antara lain suhu sumber panas, lamanya

  20 kontak dengan sumber panas serta jaringan tubuh yang terkena.

  Ketika jaringan kulit terpajan suhu tinggi, sel-sel dapat menahan temperatur sampai 44 C tanpa kerusakan bermakna. Antara 44 -55 C, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap derajat kenaikan temperatur . Diatas 51

  C, protein terdenaturasi dan kecepatan kerusakan jaringan sangat hebat. Temperatur diatas 70 C menyebabkan kerusakan selular yang sangat cepat dan hanya periode pemaparan yang sangat

  17 singkat yang dapat ditahan oleh tubuh.

  Perubahan biokimia dan fisik yang mengakibatkan kematian sel pada kerusakan jaringan akibat luka bakar belum diketahui, namun diduga sebagai akibat denaturasi protein dan menurunnya aktivitas enzim. Enzim-enzim tertentu terutama yang berperan dalam siklus Krebs aktivitasnya menurun karena panas, mengakibatkan penurunan produksi

  19 ATP sehingga terjadi kematian sel. Luka bakar akan menyebabkan gangguan utamanya pada kulit, pembuluh darah dan elemen darah, metabolisme dan hemodinak. Efek luka bakar pada kulit yaitu menyebabkan kehilangan cairan tubuh serta terganggunya sistem pertahanan terhadap invasi kuman. Evaporasi cairan melalui permukaan tubuh akan meningkat pada luka bakar. Evaporasi cairan pada luka bakar derajat II dan III akan disertai dengan meningkatnya kehilangan panas tubuh. Tiap gram evaporasi cairan dari permukaan tubuh akan disetai kehilangan panas sebesar 0,575 kkal. Peningkatan kehilangan panas ini akan disertai dengan peningkatan kebutuhan oksigen, dimana keadaan tersebut akan meningkatkan metabolisme tubuh dan produksi energi untuk dapat mempertahankan

  19 homeostasis panas tubuh.

  Luka bakar seringkali tidak steril, sehingga dapat menjadi medium yang baik untuk pertumbuhan kuman yang akan mempermudah terjadinya infeksi. Kuman penyebab infeksi tersebut dapat berasal dari kulit pasien itu sendiri, kontaminasi kuman dari saluran napas atas atau kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik. Infeksi akibat luka bakar menjadi sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang

  19 mengalami trombosis.

  Efek luka bakar pada integritas pembuluh darah yaitu meningkatnya permebilitas pembuluh darah dan kapiler sekitar luka. Cairan dan protein dengan cepat akan meninggalkan pembuluh darah ke jaringan interstisial sehingga terjadi edema. Awalnya cairan yang berada di daerah luka bakar akan diresorbsi oleh sistem limfe, tetapi kemudian kehilangan cairan akan bertambah berat karena melebihi kemampuan resorbsi sistem limfe. Kehilangan cairan terutama terjadi dalam 24 jam pertama, karena setelah 48 jam permeabilitas kapiler akan kembali normal. Berkurangnya cairan kaya protein dari sirkulasi akan menyebabkan syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Edema terjadi pelan-pelan,

  1,2

  maksimal terjadi setelah delapan jam. Berkurangnya volume plasma akan diikuti berkurangnya volume sel darah merah, umumnya terjadi

  19 pada 24 jam pertama.

  Luka bakar juga menyebabkan perubahan metabolisme dan hemodinamik, yang terbagi kedalam 3 fase yaitu fase syok, katabolik, dan restoratif. Perubahan hemodinamik ditandai dengan adanya takikardi, hipotensi, perubahan kardiak output dan vasokonstriksi perifer. Perubahan kardiak output terjadi pada tahap awal setelah trauma termal yang merupakan akibat dari hipovolemi. Hipovolemi juga mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah ginjal dan aktivitas adrenergik dengan manifestasi klinik beruupa oliguria, penurunan GFR, retensi Na, dan ekskresi K. Aktivitas hormon adrenal memegang peranan penting pada fase syok. Peningkatan aktivitas korteks adrenal akan

  19 merangsang hipotalamus dan hipofisis.

  Secara klinis defek metabolik yang jelas pada fase luka terbuka adalah balans nitrogen negatif. Selama fase katabolik akan terjadi kekurangan energi yang besar, keadaan ini berhubungan dengan meningkatnya evaporasi cairan dan kehilangan panas melalui luka

  19 bakar.

2.1.3.5.Fase Luka Bakar a.

Dokumen yang terkait

Penganrh Salep Ekstrak I)aun Binahong (Anredera cordifulia (Tenore) Steenis) terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi pada Luka Bakar Tikus Sprngue dawley (Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik dengan Plat Besi

1 19 89

Pengaruh Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) Terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi Pada Luka Bakar Tikus Sprague dawley (Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 10 Detik Dengan Plat Besi)

0 18 62

Uji aktivitas ekstrak Etanol 70% daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) terhadap penurunan kadar asam urat dalam darah tikus putih jantan yang diinduksi dengan Kafeina

1 42 73

Pengaruh salep ekstrak daun binahong (anredera cordifolia (tenore) steenis) terhadap re-epitelisasi epidermis pada luka bakar tikus sprague dawley: studi pendahuluan lama paparan 10 detik dengan plat besi

1 14 63

Pengaruh Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) Terhadap Re-Epitelisasi Pada Luka Bakar Tikus Sprague dawley (Sudi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik dengan Plat Besi

3 33 70

Pengaruh Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong : Anredera cordifolia : TENORE STEENIS Terhadap Reduksi Luas Permukaan Luka Bakar Pada Tikus Sprague dawley

1 18 65

Efektifi tas Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera Cordifolia (Ten) Steenis) Terhadap Proses Penyembuhan Luka Bakar Derajat 2 Termal pada Tikus Putih (Rattus Novergicus)

0 10 13

UJI AKTIFITAS SALEP EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) SEBAGAI PENYEMBUH LUKA BAKAR PADA KULIT PUNGGUNG KELINCI.

0 1 20

PENGARUH PEMBERIAN SALEP EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) TERHADAP KEPADATAN KOLAGEN TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG MENGALAMI LUKA BAKAR

0 2 83

UJI POTENSI EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) TERHADAP JUMLAH FIBROBLAS DAN KETEBALAN KOLAGEN PADA LUKA BAKAR TIKUS WISTAR

0 0 121