Uji aktivitas ekstrak Etanol 70% daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) terhadap penurunan kadar asam urat dalam darah tikus putih jantan yang diinduksi dengan Kafeina

(1)

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 70% DAUN BINAHONG

(

Anredera cordifolia (Ten) Steenis

) TERHADAP PENURUNAN

KADAR ASAM URAT DALAM DARAH TIKUS PUTIH

JANTAN YANG DIINDUKSI DENGAN KAFEINA

SKRIPSI

NIDA GHANIA LIDINILLA 109102000038

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H / 2014


(2)

ii

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 70% DAUN BINAHONG

(

Anredera cordifolia (Ten) Steenis

) TERHADAP PENURUNAN

KADAR ASAM URAT DALAM DARAH TIKUS PUTIH

JANTAN YANG DIINDUKSI DENGAN KAFEINA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

NIDA GHANIA LIDINILLA 109102000038

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H / 2014


(3)

(4)

(5)

(6)

vi Nama : Nida Ghania Lidinilla Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat dalam Darah Tikus Putih Jantan yang Diinduksi dengan Kafeina

Secara empiris daun binahong dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit, salah satu penyakit yang dapat disembuhkan adalah menurunkan kadar asam urat. Telah diketahui bahwa daun binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) mengandung alkaloid, flavonoid, saponin dan polifenol. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak etanol 70% Daun Binahong dalam menurunkan kadar asam urat darah pada tikus. Penelitian ini dilakukan dengan metode induksi kafein secara intraperitoneal dengan dosis 3mg/200 gBB. Penelitian ini dibagi menjadi 6 kelompok yaitu kelompok normal I (kontrol normal) tanpa perlakuan, kelompok II (kontrol negatif) yang hanya diinduksikan kafein, kelompok III (kontrol pembanding) diberikan allopurinol, kelompok IV dosis rendah (50mg/kgBB), kelompok V dosis sedang (100mg/kgBB) dan kelompok VI dosis tinggi (200mg/kgBB) ekstrak daun binahong. Obat yang digunakan adalah allopurinol sebagai pembanding dari ekstrak etanol 70% daun binahong. Pengukuran kadar asam urat darah dilakukan pemberian ekstrak dan sesudah pemberian ekstrak pada hari ke 9, 12 dan 15. Pada dosis 200mg/kgBB menunjukkan efek penurunan kadar asam urat tertinggi dengan persentase sebesar 91,83%. Dengan uji statistik ANOVA dan BNT menunjukkan kelompok kontrol pembanding dan ekstrak uji dosis tinggi tidak ada perbedaan secara bermakna (P ≥ 0,05) dengan kelompok normal.

Kata kunci : Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis), kafeina, allopurinol, asam urat.


(7)

Name : Nida Ghania Lidinilla Program Study : Pharmacy

Title : Activities Test of Binahong Leaves Ethanol 70% Extract to Decrease Blood Uric Acid Levels in White Male Rat Induced by Caffeine

Empirically, binahong leaves could heal various diseases, one of the effication is lowering uric acid levels . It is known that Binahong leaves ( Anredera cordifolia ( Ten ) Steenis ) contain alkaloids, flavonoids, saponins and polyphenols. The aim of this study was to determine the effect of 70 % ethanol extract of leaves Binahong in lowering blood uric acid levels in rats. This research was conducted using caffeine induced method intraperitionally with a dose of 3 mg / 200kg BW. This study was divided into 6 groups; normal group I (normal control) without treatment, group II (negative control) was induced by caffeine only, group III (comparative control) was given allopurinol, group IV was treated with low dose (50 mg / kg BW), group V medium dose (100 mg/ kg BW), group VI high dose (200mg/kg BW) of binahong leaves extract. Allopurinol was used as drug comparison to 70% ethanol extract of binahong leaves. The measurement of blood uric acid levels was done before the controls were given extract and after on the ninth, twelfth, fifteenth day. The dose of 200 mg/kg showed the highest decline in blood uric acid level with a percentage of 91.83%. The result of ANOVA and BNT statistic assays showed an insignificant difference between comparative control, high dose induced control, and normal control (P ≥ 0,05).

Key words: binahong leaves (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis, caffeine, allopurinol, uric acid.


(8)

viii

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Serta shalawat dan salam untuk baginda Nabi Muhammad SAW yang membawa petunjuk bagi umat manusia, semoga kelak kita mendapatkan syafaat beliau.

Skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Dalam Darah Tikus Putih Jantan Yang Diinduksi Dengan Kafeina” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini terasa sangat sulit bagi penulis untuk selesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Ahmad Musir, M.Sc, Apt selaku pembimbing pertama dan Ibu Prof. Dr. Atiek Soemiati, M.Sc, Apt selaku pembimbing kedua, yang memiliki andil besar dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi saya ini, semoga segala bantuan dan bimbingan bapak dan Ibu mendapat imbalan yang lebih baik disisi-Nya.

2. Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Umar Mansur, M.Sc,Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitar Islam Negerri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

yang selalu memberikan doa dan motivasi.

6. Seluruh keluarga besar, terkhusus untuk sepupu-sepupu Lilis, Nadia, Nanda, Fatin dan untuk Kak Junaedi yang selalu memberi bantuan dan doa 7. Teman-teman Farmasi 2009, terkhusus untuk sahabat-sahabat terbaik Ota, Migi, Ummu, Qori, Bella, Nda, Agung, Isti, Widia, Puput, Liza, Emma, Andi yang selalu memberikan kecerian, semangat, bantuan yang luar biasa kepada penulis.

8. Dan kepada seluruh pihak yang telah membantu penulisan selama penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh Karena itu, dengan segala kerendahan hati, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Saya berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat member sumbangan pengetahuan khususnya di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan, Universtas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, 7 Januari 2014


(10)

(11)

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Hipotesis ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) ... 4

2.1.1 Klasifikasi Binahong ... 4

2.1.2 Deskripsi Binahong ... 5

2.1.3 Manfaat Binahong ... 5

2.1.4 Kandungan Kimia ... 5

2.1.5 Pertumbuhan dan Perkembangan ... 6

2.2 Simplisia ... 6

2.2.1 Pengertian ... 6

2.3 Ekstrak dan Ekstraksi ... 7

2.3.1 Pengertian ... 7

2.3.2 Metode Ekstraksi ... 8

2.3.3 Ekstraksi daun binahong dengan metode digesti ... 10

2.4 Asam Urat ... 11

2.4.1 Struktur Asam Urat ... 12

2.4.2 Etiologi ... 12

2.4.3 Patologis Asam Urat ... 13

2.4.4 Obat-obat antihiperurisemia ... 14

2.5 Kafein ... 17

2.6 Metode Pemeriksaan Kadar Asam Urat ... 18


(12)

xii

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 20

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

3.2 Alat dan Bahan ... 20

3.2.1 Bahan-bahan ... 20

3.2.2 Alat-alat ... 20

3.3 Prosedur Penelitian ... 20

3.3.1 Preparasi sampel ... 20

3.3.2 Pembuatan ekstrak etanol ... 21

3.3.3 Pengujian Parameter Non Spesifik Ekstrak ... 21

3.3.4 Uji Penapisan Fitokimia ... 22

3.3.5 Persiapan Hewan Uji ... 23

3.3.6 Rancangan Percobaan ... 23

3.3.7 Perhitungan dosis ... 24

3.3.8 Percobaan ... 25

3.3.9 Cara pengambilan darah ... 25

3.3.10 Pengukuran kadar Asam Urat ... 25

3.3.11 Uji Statistik terhadap kadar Asam Urat Darah ... 25

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Hasil Penelitian ... 27

4.1.1 Hasil Determinasi ... 27

4.1.2 Hasil pengujian ekstrak ... 28

4.1.3 Hasil penapisan Fitokimia ... 28

4.1.4 Hasil pengukuran rata-rata uji pendahuluan ... 28

4.1.5 Hasil pengukuran rata-rata selama pecobaan ... .... 29

4.1.6.Uji statistik kadar asam urat darah ... ... 30

4.2 Pembahasan ... 31

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

5.1 Kesimpulan ... 34

5.2 Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35


(13)

Tabel 1 Pembagian kelompok hewan uji ... 23

Tabel 2 Hasil pengujian ekstrak daun binahong ... 27

Tabel 3 Hasil penapisan fitokimia ... 28

Tabel 4 Hasil pengukuran rata-rata kadar asam urat uji pendahuluan . 29 Tabel 5 Hasil pengukuran rata-rata kadar asam urat percobaan ... 29

Tabel 6 Nilai rerata dan standar deviasi kadar asam urat ... 30

Tabel 7 Hasil persentase penurunan kadar asam urat darah rata-rata ... 33

Tabel 8 Hasil pengukuran pada uji pendahuluan ... 49

Tabel 9 Hasil pengukuran pada dosis uji ... 49

Tabel 10 Uji Normalitas ekstrak etanol 70% daun binahong ... 51

Tabel 11 Uji homogenitas ANOVA ... 51

Tabel 12 Uji ANOVA ... 53


(14)

xiv

Halaman

1. Struktur asam urat ... 12

2. Strukur Allopurinol ... 14

3. Struktur Kafeina ... 17

4. Penghalusan daun binahong ... 39

5. Proses Digesti dengan pemanasan 50°C ... 39

6. Penyaringan ekstrak hasil dari Digesti ... 39

7. Evaporasi ... 39

8. Pemberian sediaan secara oral ... 39

9. Pengukuran kadar asam urat darah ... 39

10. Daun Binahong ... 40

11. Tikus Putih Jantan Galur Sparague-Dawley ... 40

12. Rotary Evaporator ... 40

13. Pemanas Rotavapor ... 40

14. Alat Tes Strip Asam Urat (Easy Touch) ... 40

15. Strip Asam Urat ... 40

16. Alkaloid ... 41

17. Flavonoid ... 41

18.Saponin ... 41


(15)

1. Kegiatan Penelitian ... 38

2. Alat dan Bahan yang digunakan ... 39

3. Hasil Penapisan Fitokimia ... 40

4. Surat Determinasi Daun Binahong ... 41

5. Skema Kerja Pembuatan Ekstrak Etanol 70% Daun Binahong ... 42

6. Skema Kerja Uji Pendahuluan ... 43

7. Skema Kerja Uji penurunan kadar asam urat darah ... 44

8. Perhitungan dosis ... 45

9. Pemeriksaan Parameter Ekstrak ... 48

10.Hasil Pengukuran asam urat pada uji pendahuluan... 49

11.Hasil Pengukuran asam urat pada dosis uji ... 49


(16)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asam urat merupakan hasil akhir metabolisme purin dalam tubuh manusia yang tidak memiliki fungsi fisiologis, yang dianggap sebagai produk buangan yang dapat menimbulkan peradangan ketika melebihi batas normal (Wibowo, 2004).

Batas normal kadar asam urat dalam darah manusia secara umum untuk laki-laki dewasa berkisar antara 3,5-7,2 mg/dl dan untuk perempuan 2,6-6,0 mg/dl. Pada kondisi patofisiologis dapat terjadi peningkatan kadar asam urat dalam darah melebihi batas notmal yang disebut hiperurisemia. Hiperurisemia dapat disebabkan oleh tingkat produksi asam urat yang berlebih, ekskresi asam urat melalui ginjal yang berkurang, atau kombinasi keduanya (Wibowo, 2004).

Salah satu jenis obat tradisional yang paling banyak dibutuhkan adalah obat rematiki, karena rematik tidak hanya menyerang seseorang yang memasuki usia 40 tahun, namun anak kecil pun bisa menderita rematik, baik laki-laki maupun perempuan. Selain itu, rematik mempunyai sifat sering kambuh sehingga dapat mengganggu aktivitas penderitanya (Utami et al, 2003)

Pengobatan gout bertujuan untuk meredakan serangan gout akut dan mencegah masa gout berulang serta batu urat. Salah satu jalur untuk mengatasi gout adalah menurunkan kadar asam urat yang melebihi batas normal dalam darah (Katzung, 1998). Ada dua kelompok obat untuk terapi penyakit gout yaitu obat yang menghentikan proses inflamasi (urikosurik) akut atau obat yang mempengaruhi kadar asam urat (urikostatik). Obat golongan urikostatik menghambat kerja enzim xanthin oksidase yang mengubah hipoxantin menjadi xanthin dan xanthin menjadi asam urat. Dengan demikian produksi asam urat berkurang dan produksi xanthin maupun hipoxanthin meningkat. Contoh obatnya adalah Allopurinol. Allopurinol dapat menurunkan konsentrasi asam urat darah secara drastis dalam beberapa hari atau minggi (Mutscler, 1991)


(17)

Saat ini pengobatan hiperurisemia serta gout dilakukan dengan allopurinol serta obat-obat anti inflamasi lainnya. Penggunaan obat sintesis dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan serta dilihat dari aspek ekonomi obat sintesis memberatkan pasien dalam hal biaya. Oleh karena itu, dibutuhkan pengembangan dari bahan alam yang lebih murah dan memiliki potensi yang lebih baik yang berasal dari bahan alam yaitu obat tradisional mengingat sumber daya alam Indonesia yang beragam akan tanaman obat. Selain itu obat-obat yang berasal dari bahan alam terbukti secara empiris lebih akan digunakan dalam penggunaan jangka panjang dibanding dengan obat-obat sintesis (Yuno, 2003).

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia dengan lebih dari 30 ribu spesies tanaman berkhasiat mengobati melalui penelitian ilmiah. Hanya sekitar 180 spesies tersebut telah dimanfaatkan dalam tanaman obat tradisional oleh industri obat tradisional Indonesia (Herlina, 2005).

Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) adalah tanaman obat potensial yang dapat mengatasi berbagai jenis penyakit. Tanaman ini berasal dari dataran Cina dengan nama asalnya adalah Dheng shan chi, dikenal dengan sebutan Madeira Vine (Feri, 2009).

Salah satu tanaman obat yang belum dikenal secara luas di Indonesia adalah binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis). Hanya di beberapa daerah di Indonesia, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang telah mengetahui dan memanfaatkan binahong sebagai tanaman obat. Namun, beberapa kebun obat telah mulai mengembangkan binahong sebagai salah satu alternatif tanaman obat (Tita, 2006)

Telah melakukan skrining fitokimia daun Binahong (Anredera Cordifolia (Ten ) Steenis) dengan melakukan maserasi terhadap serbuk kering daun dengan menggunakan pelarut n-heksana dan metanol didapatkan kandungan kimia berupa Saponin triterpenoid, flavanoid dan minyak atsiri (Rachmawati, 2007).

Tujuan utama tumbuhan obat tersebut diteliti adalah dapat dikembangkan sebagai potensi alam yang berkhasiat sebagai pengobatan alternatif. Hingga saat


(18)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini belum ada penelitian mengenai ekstrak etanol 70% daun binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) sebagai pengobatan alternatif dalam menurunkan kadar asam urat. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini, yaitu pengujian aktivitas ekstrak etanol 70% daun binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) terhadap penurunan kadar asam urat dalam darah pada hewan percobaan.

1.2 Perumusan Masalah

Apakah ekstrak etanol 70% daun binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) memiliki kemampuan dalam menurunkan kadar asam urat darah.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh dan potensi pemberian ekstrak etanol 70% daun binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) terhadap penurunan kadar asam urat darah tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang dibuat hiperurisemia yang diinduksi dengan kafein.

1.4 Hipotesis

Pemberian ekstrak etanol 70% daun binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) berpengaruh terhadap kadar asam urat darah tikus putih jantan galur Sprague-Dawley diinduksi dengan kafein.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efektifitas penggunaan ekstrak etanol 70% daun binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) sebagai pengobatan alternatif alami dalam menurunkan kadar asam urat darah tikus putih jantan galur Sprague-Dawley diinduksi dengan kafein.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) dari famili Basellaceae merupakan salah satu tanaman obat yang tumbuh sangat baik sejak lama, telah banyak dibudidayakan sebagai anggur hias di daerah tropis dunia. Tanaman Binahong asli dari Brazil dan nama umum anggur Madeira atau Mignonette anggur (Wagner et.al, 1999). Di Indonesia, tanaman Binahong belum familiar, tapi tanaman ini adalah makanan yang dikonsumsi di masyarakat Vietnam (Ferri, 2009) dan di Taiwan sering digunakan sebagai sayuran (Mao-Te et. al, 2007). Tanaman ini dikenal memiliki aktivitas penyembuhan yang sangat baik, dan telah dikonsumsi selama ribuan tahun oleh bangsa Cina, Korea, Taiwan (Feri, 2009). Hampir semua bagian tanaman binahong seperti umbi, batang dan daun dapat digunakan dalam herbal Terapi (Yuswantina, 2009) dan (Ferri, 2009).

2.1.1 Klasifikasi Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

Klasifikasi tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). Menurut situs http://www.plantamor.com. Adalah :

Sinonim : Boussingaultia gracilis Miers

Boussingaultia cordifolia Bousisngaultia basselloides

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliopsida (Berkeping dua / dikotil)

Sub kelas : Hamamelidae

Ordo : Caryophyllales

Famili : Basselaceae

Genus : Anredera


(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.1.2 Deskripsi Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

Berupa tumbuhan menjalar, berumur panjang (perenial), bisa mencapai panjang +/- 5 m. Akar berbentuk rimpang, berdaging lunak. Batang lunak, silindris, saling membelit, berwarna merah, bagian dalam solid, permukaan halus, kadang membentuk semacam umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk tak beraturan dan bertekstur kasar. Daun tunggal, bertangkai sangat pendek (subsessile), tersusun berseling, berwarna hijau, bentuk jantung (cordata), panjang 5 - 10 cm, lebar 3 - 7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk (emerginatus), tepi rata, permukaan licin, bisa dimakan. Bunga majemuk berbentuk tandan, bertangkai panjang, muncul di ketiak daun, mahkota berwarna krem keputih-putihan berjumlah lima helai tidak berlekatan, panjang helai mahkota 0,5 - 1 cm, berbau harum. Perbanyakan Generatif (biji), namun lebih sering berkembang atau dikembangbiakan secara vegetatif melalui akar rimpangnya (http://www.plantamor.com).

2.1.3 Manfaat Tanaman

Manfaat tanaman ini sangat besar dalam dunia pengobatan, secara empiris binahong dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Dalam pengobatan, bagian tanaman yang digunakan dapat berasal dari akar, batang, daun dan bunga maupun umbi yang menempel pada ketiak daun. Beberapa penyakit yang dapat disembuhkan dengan menggunakan tanaman ini adalah: kerusakan ginjal, diabetes, pembengkakkan jantung, muntah darah, tifus, stroke, wasir, rhematik, pemulihan pasca operasi, pemulihan pasca melahirkan, menyembuhkan segala luka-luka dalam dan khitanan, radang usus, melancarkan dan menormalkan peredaran dan tekanan darah, sembelit, sesak nafas, sariawan berat, pusing-pusing, sakit perut, menurunkan panas tinggi, menyuburkan kandungan, maag, asam urat, keputihan, pembengkakan hati, meningkatkan vitalitas dan daya tahan tubuh. (Feri, 2009)

2.1.4 Kandungan Kimia Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Tanaman Binahong mengandung saponin, alkaloid, polifenol, flavonoid, dan mono polisakarida termasuk L-arabinosa, galaktose, L-rhamnosa,


(21)

D-glukosa adalah salah satu yang paling umum komponen rantai terpasang. Tanaman ini juga memiliki senyawa tinggi flavonoid dari daun, batang, umbi-umbian dan bunga , mungkin berkhasiat sebagai anti-mikroba. Sebagai flavonoid memiliki peran langsung sebagai fungsi antibiotik memiliki target spektrum yang luas. Daun binahong memiliki aktivitas antioksidan, asam askorbat, dan senyawa fenolik dan senyawa tersebut memiliki kemampuan melawan bakteri Gram positif dan Gram negatif lebih rentan pada efek penghambatan dan digunakan dalam pengobatan penyakit menular seksualitas. Daun juga memiliki kandungan asam oleanolik yang memiliki sifat anti-inflamasi yang dapat mengurangi rasa sakit pada luka bakar. Asam-asam oleanolik adalah mengandung triterpenoid, dan dari umbi-umbian itu ditemukan kandungan protein (ancordin) sebagai stimulan kekebalan tubuh untuk merangsang pembentukan antibodi. Protein dapat merangsang oksida nitrit, yang dapat meningkatkan aliran darah yang membawa nutrisi untuk setiap sel-sel jaringan dan merangsang tubuh untuk memproduksi hormon pertumbuhan dan reproduksi sel menggantikan sel rusak (Sri et al, 2011). 2.1.5 Pertumbuhan dan Perkembangan

Binahong menunjukkan pertumbuhan yang produktif di lingkungan cahaya yang tinggi, dengan pertumbuhan musiman hingga 6 m (van Steenis 1957). Tingkat pertumbuhan dilaporkan dari pengamatan lainnya berkisar dari 1 m per bulan (Floyd 1989), lebih dari 1 m per minggu selama musim semi (Stockard et al. 1985).

2.2 SIMPLISIA 2.2.1 Pengertian

Simplisia adalah bahan yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan (Gunawan et al, 2004).

Berdasarkan hal itu maka simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu simplisia nabati, hewani, dan pelikan / mineral (Gunawan et al, 2004).


(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta A. Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh bagian

tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya.

B. Simplisia hewani adalah simpisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni.

C. Simplisia pelikan (mineral) adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni.

Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan atau diisolasi dari tanamannya. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni (Depkes RI, 1979).

Simplisia nabati dan simplisia hewani tidak boleh mengandung organisme patogen, dan harus bebas dari cemaran mikroorganisme, serangga, dan binatang lain maupun kotoran hewan. Simplisia tidak boleh menyimpang bau dan warnanya, tidak boleh mengandung lendir, atau menunjukkan adanya kerusakan. Sebelum diserbukkan, simplisia nabati harus dibebaskan dari pasir, debu, atau pengotoran lain yang berasal dari tanah maupun benda anorganik asing (Depkes RI, 1995).

2.3 Ekstrak dan Ekstraksi 2.3.1 Pengertian

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995).


(23)

Ekstrak dikelompokkan atas dasar sifatnya, yaitu (Voight,2005) :

A. Ekstrak encer adalah sediaan yang memiliki konsistensi semacam madu dan dapat dituang.

B. Ekstrak kental adalah sediaan yang liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30 %. Tingginya kandungan air menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat karena cemaran bakteri.

C. Ekstrak kering adalah sediaan yang memiliki konsistensi kering dan mudah dituang, sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%.

D. Ekstrak cair, ekstrak yang dibuat sedemikiannya sehingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair.

Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang terdapat pada simplisia. Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi. Umumnya kita perlu membunuh jaringan tumbuhan untuk mencegah terjadinya oksidasi enzim atau hidrolisis (Harbone, 1996).

Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Struktur kimia yang yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Proses ekstraksi dapat melalui tahap menjadi : Pembuatan serbuk, pembasahan, penyarian, dan pemekatan (Depkes RI Dirjen POM, 2000).

2.3.2 Metode Ekstraksi

Macam-macam metode penyarian dalam ekstraksi yang dapat dilakukan diantaranya (Depkes RI Dirjen POM, 2000) :


(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta A. Ekstraksi dengan pemerasan, penekanan, atau penghalusan mekanik

B. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut : 1. Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan secara teknologi termasuk ekstraksi dengan metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu, sedangkan remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exchaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi dan perkolasi sebenarnya (penetesan, penampungan ekstrak) secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak.

2. Cara Panas a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendinginan balik.

b. Soxhletasi

Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru. Umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi berlanjut sampai jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti


(25)

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, secara umum dilakukan pada temperatur 40o C-50o C.

d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air mendidih, temperatur terukur 96oC - 98oC selama waktu tertentu (15-20 menit). Infus pada umumnya digunakan untuk menarik atau mengekstraksi zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Hasil dari ekstrak ini akan menghasilkan zat aktif yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang, sehingga ekstrak yang diperoleh dengan infus tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.

e. Dekok

Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.

f. Destilasi uap

Destilasi uap adalah ekstraksi kandungan senyawa mudah menguap dari bahan segar atau simplisia dengan uap air. Cara ini didasarkan pada peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara berlanjut sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian.

2.3.3 Ekstraksi dengan metode Digesti

Ekstraksi merupakan penarikan zat aktif yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang akan diinginkan larut (Ansel, 2005). Faktor-faktor yang menentukan hasil ekstraksi adalah jangka waktu sampel kontak dengan cairan pengekstraksi (waktu ekstraksi), perbandingan antara jumlah sampel terhadap jumlah cairan pelarut, yaitu pelarut harus mempunyai daya larut yang tinggi dan pelarut tidak berbahaya atau tidak beracun. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dapat melarutkan ekstrak yang diinginkan saja, mempunyai kelarutan yang besar, tidak menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen ekstrak, dan titik didih kedua bahan tidak boleh terlalu dekat (Bernasconi, 1995). Proses ekstraksi Digesti memiliki


(26)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.

2.4 Asam Urat

Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin, yaitu perombakan enzimatis sel-sel tubuh dari asam dinukleotida atau asam ribonukleotida (Conn, 1987; Mathews dan Holde, 1990; Tjay dan Rahardja, 1991; Schunack dkk, 1993). Namun peningkatan asam urat dalam tubuh secara berlebihan (hiperurikemia) akan menyebabkan penyakit pirai/gout (Mutschler, 1991). Gout terjadi ketika cairan tubuh sangat jenuh oleh asam urat karena kadarnya yang tinggi (Widman,1995).

Penelitian terhadap laki-laki di Jepang selama 6 tahun menerangkan bahwa kegemukan, tekanan darah tinggi, tingkat trigliserida yang tinggi dan pemakaian alkohol merupakan pemicu terjadinya peningkatan kadar asam urat darah (Nakanishi dkk, 1999). British Regional Heart Study menyebutkan, ada faktor resiko hiperurikemia terhadap penyakit kardiovaskuler, juga aterotrombosis (Voelkel dkk, 2000). Prevalensi pirai di Taiwan 11,7% dari 41,4% penderita hiperurikemia (Chou dan Lai, 1998), dan di Amerika kira-kira satu juta penduduk menderita penyakit ini (Gislason, 2000). Penderita penyakit ini berdasarkan data dari RS. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, cenderung meningkat dari tahun ke tahun (Krisnatuti et al,2001).

Pengobatan gout bertujuan untuk meredakan serangan gout akut dan mencegah masa gout berulang serta batu urat. Salah satu jalur untuk mengatasi gout adalah menurunkan kadar asam urat yang melebihi batas normal dalam darah (Katzung,1998). Ada dua kelompok obat untuk terapi penyakit gout yaitu obat yang menghentikan proses inflamasi (urikosurik) akut dan obat yang mempengaruhi kadar asam urat (urikostatik). Obat golongan urikostatik menghambat kerja enzim xanthin oksidase yang mengubah hipoxantin menjadi xanthin dan xanthin menjadi asam urat. Dengan demikian produksi asam urat berkurang dan produksi xanthin maupun hipoxanthin meningkat. Contoh obatnya adalah Allopurinol.


(27)

Allopurinol dapat menurunkan konsentrasi asam urat darah secara drastis dalam beberapa hari atau minggu (Mutschler, 1991).

2.4.1 Asam urat ( C5H4N4O3 atau 2,6,8-trioksipurin )

Gambar 1. Struktur asam urat 2.4.2 Etiologi ( Sifat Fisika Kimia)

Asam urat merupakan senyawa yang termasuk dalam golongan senyawa purin yang paling mudah dioksidasi. Purin berasal dari makanan, penghancuran sel-sel tubuh yang sudah tua, serat hasil sintesa bahan-bahan yang ada dalam tubuh, seperti: CO2, glutamin, glisin, asam asparat, metilentetrahydrofolat dan N

10

formiltetrahydrofolat oleh karena itu dalam kondisi normal asam urat ada dalam darah dan air seni (urin). Purin dan pirimidin yang dilepaskan oleh pemecahan nukleotida mungkin digunakan kembali atau dikatabolisme. Pirimidin dikatabolisme menjadi CO2 dan NH3, dan purin dikonversi menjadi asam urat (Ganong, 1995).

Asam urat yang bersifat asam lemah disebabkan dari mudah terionisasinya atom hidrogen pada posisi 9 (pK1 = 5,71) dan posisi 3 (pK2 = 10) dari molekul tersebut. Hanya disosiasi proton pertama yang perlu dipertimbangkan, karena pK2 yang bernilai 10,3 berada diatas nilai pada cairan fisiologik yang memilki pH 14. Jadi hanya asam urat dan garam natrium urat yang terdapat dalam cairan tubuh. Garam natrium urat jauh lebih larut dalam air bila dibandingkan dengan asam urat. Namun kelarutan garam tersebut memiliki batas tertentu pada cairan plasma. Serum darah akan jenuh dengan garam natrium urat pada konsentrasi 6,4 mg/100ml. Pada konsentrasi tersebut, larutan akan menjadi tidak stabil dan garam


(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta natrium urat akan mengendap dengan cepat membentuk kristal natrium urat yang tertimbun pada persendian (Kasper et al, 2004).

2.4.3 Patologis Asam Urat

Asam urat dari purin diproduksi dari 3 sumber yaitu diet purin, perombakan asam nukleat dan nukleotida purin, dan dari sintesis de novo purin. Normalnya rata- rata produksi asam urat sekitar 600-800 mg tiap hari (Dipiro et al., 2005). Sebagian kecil dari a s a m urat dipergunakan kembali untuk sintesis protein inti (inti sel), tetapi sisanya dieksresikan melalui ginjal (70%) dan usus (30%) (Tjay dan Raharja, 2002).

A. Hiperurisemia

Hiperurisemia adalah suatu keadaan dimana kadar asam urat dalam darah meningkat dan mengalami kejenuhan. Berdasarkan definisi tersebut konsentrasi asam urat yang melebihi dari 7,0 mg/dl pada laki-laki dan 5,7 mg/dl pada wanita sudah dianggap hiperurisemia dan beresiko terkena gout. Hiperurisemia juga dapat dibedakan berdasarkan kenyataan apakah pasien mengeksresikan asam urat dengan jumlah total atau berlebihan (lebih dari 600 mg/24 jam) (Kelley, 1991). Penyebab primer dari penyakit hiperurisemia adalah gangguan pada metabolisme purin yang berakibat pada terganggunya keseimbangan sintesa asam urat dan eksresinya oleh ginjal, sehingga kadar asam urat tinggi. Serangan hiperurisemia secara sekunder dapat disebabkan beberapa penyakit darah (Leukimia, Anemia haemolitik ) dan hal ini diduga karena eritrosit dan leukosit sanggup mensintesis 5 phosphoribosil-1-amin. 5 phosphoribosil-1-amin merupakan produk antara pada metabolisme purin secara de novo yang akhirnya menjadi asam urat. Penyebab hiperurisemia yang lain yaitu psoriasis, radioterapi, tranfusi darah, dan injeksi dengan preparat hati yang kaya akan purin (Raharjo dan Tan,1979).

B. Gout

Kata gout berasal dari bahasa latin “Gutta” yang berarti “tetes”. Kata tersebut mulai digunakan sekitar tahun 1270 dan dipercaya bahwa gout


(29)

disebabkan oleh tetesan cairan yang beracun “noxa” pada persendian. Penyakit gout merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi karena penumpukan kristal asam urat pada sekitar jaringan sendi akibat kadar asam urat serum yang melebihi kelarutannya. Kristalisasi natrium urat dalam jaringan lunak dan persendian akan membentuk endapan yang dinamakan tofus. Proses ini menyebabkan suatu reaksi inflamasi akut, yaitu artritis akut gout, yang dapat berlanjut menjadi artritis kronis gout. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya terpolarisasi memperlihatkan kristal natrium urat yang terbentuk jarum dan bersifat berefringen negatif (tampak berwarna kuning jika sumbu memanjangnya sejajar dengan bidang cahaya terpolarisasi) dalam cairan sendi merupakan tanda diagnostik penyakit gout (Garreth et al, 1995).

2.4.4 Obat-obat hiperurisemia

Beberapa kelompok obat untuk terapi penyakit gout adalah antiinflamasi nonsteroid, urikosurik yaitu obat yang dapat meningkatkan ekskresi asam urat dan urikostatik yaitu obat yang dapat menghambat pembentukan asam urat. Terapi untuk mengatasi gout umumnya membutuhkan waktu yang lama bahkan satu tahun, sehingga efek samping yang ditimbulkan obat-obat yang digunakan untuk mengatasi penyakit ini sering terjadi seperti gangguan ginjal dan gangguan saluran cerna (Hawkins & Rahn,2005). Dengan demikian diperlukan obat hipourisemik yang memiliki efektivitas dan keamanan yang lebih tinggi.

 Allopurinol

Gambar 2. Struktur Allopurinol

Allopurinol berguna untuk mengobati penyakit pirai karena menurunkan kadar asam urat. Allopurinol berguna untuk pengobatan pirai sekunder akibat


(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta akibat obat dan radiasi. Obat ini bekerja dengan menghambat xantin oksidase, enzim yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat. Melalui mekanisme umpan balik allopurinol menghambat sintesis purin yang merupakan prekursor xantin. Allopurinol sendiri mengalami biotranformasi oleh enzim xantin oksidase menjadi aloxantin yang masa paruhnya lebih panjang dari pada allopurinol, itu sebabnya allopurinol yang masa paruhnya pendek cukup diberikan satu kali sehari (Sulistia G.G et al, 2007).

Dosis untuk penyakit pirai ringan 200-400 mg sehari, 400-600 mg untuk penyakit yang lebih berat. Dosis untuk anak hiperurisemia sekunder 100-200 mg sehari. Untuk anak 6-10 tahun: 300 mg sehari dan anak dibawah 6 tahun: 150 mg sehari (Sulistia G.G et al, 2007).

 Efek samping Allopurinol (Australian Rheumatology Association, 2009) Ada beberapa samping yang jarang tapi berpotensi serius efek dengan allopurinol.

- Masalah kulit: Allopurinol dapat menyebabkan ruam atau pengelupasan kulit, serta bisul atau bibir sakit atau mulut. Jika salah satu terjadi hubungi Dokter langsung.

- Kelelahan: Mengantuk dapat terjadi. Jika itu membuat Anda merasa mengantuk, menghindari mengemudi atau mengoperasikan mesin.

- Hati: Allopurinol dapat mengobarkan hati menyebabkan jenis hepatitis. Tes darah dapat dipilih jika hal ini terjadi. Dosis allopurinol mungkin perlu dikurangi atau mungkin perlu dihentikan jika terjadi masalah. Hubungi dokter segera jika kulit anda mulai menguning dan mata berwarna putih. - Lainnya: Sakit kepala, pusing, rasa gangguan, tekanan darah tinggi,

umumnya merasa tidak enak, dan rambut rontok dapat terjadi.

Obat urikosorik (Ganiswarna, 1995)

Obat-obat urikosurik meningkatkan klirens ginjal dari asam urat dengan menghambat reabsorpsi tubular asam urat, memperbesar eksresi dan mengurangi konsentrasi asam urat di serum. Terapi dengan obat-obat urikosurik sebaiknya dimulai dengan dosis rendah untuk menghindari


(31)

efek urikosuria dan terbentuknya endapan asam urat. Aliran urin yang teratur dan cukup serta pembasaan urin dengan natrium bikarbonat pada beberapa hari pertama terapi dengan obat urikosurik dapat menghilangkan kemungkinan adanya kristalisasi asam urat. Efek samping yang sering terjadi pada pengobatan dengan terapi urikosurik adalah iritasi saluran pencernaan, ruam kulit, hipersensitivitas, dan kristalisasi asam urat di urin. Obat-obat urikosurik memiliki kontraindikasi terhadap pasien yang alergi pada masing-masing obat dan pada penderita yang mengalami ketidaknormalan fungsi ginjal. Obat-obat urikosurik diantaranya adalah:

1. Probenesid

Probenesid berefek mencegah dan mengurangi kerusakan sendi serta pembentukan tofi pada penyakit pirai, tidak efektif untuk mengatasi serangan akut. Probenesid juga berguna untuk pengobatan hiperurisemia sekunder. Obat ini biasanya diberikan pada dosis 250 mg dua kali sehari selama 1-2 minggu kemudian dilanjutkan 500 mg selama 2 minggu. Setelah itu dosis dilanjutkan 500 mg setiap 1-2 minggu hingga keadaan menjadi normal atau sampai dosis maksimum 3 g (Sulistia G.G et al, 2007)

2. Sufinpirazon

Sufinpirazon mencegah dan mengurangi kelainan sendi dan tofi pada penyakit pirai kronik berdasarkan hambatan reabsorbsi tubular asam urat. Diberikan dengan dosis 100-200 mg dua kali sehari dan ditingkatkan sampai 400-800 mg kemudian dikurangi sampai dosis efektif minimal.

3. Salisilat

Obat ini memiliki efek paradoksikal dari dosis tinggi dan dosis rendah. Dosis kecil ( 1 g atau 2 g sehari) menghambat ekskresi asam urat, sehingga kadar asam urat dalam darah meningkat. Dosis 2 atau 3 g sehari biasanya tidak mengubah eksresi asam urat. Tetapi pada dosis lebih dari 5 g perhari


(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta urat dalam darah menurun. Hal ini terjadi karena pada dosis rendah salisilat menghambat sekresi tubuli sedangkan pada dosis tinggi salisilat juga menghambat reabsorpsinya dengan hasil akhir peningkatan eksresi asam urat. Efek urikosurik ini bertambah bila urin bersifat basa. Dengan alkalinasi urin, kelarutan asam urat dalam urin meningkat sehingga tidak terbentuk kristal asam urat dalam tubuli ginjal.

2.5 Kafein

Gambar 4. Struktur kafeina

Kafein adalah komponen alkaloid derivat xantin yang mengandung gugus metil yang akan dioksidasi oleh xantin oksidase membentuk asam urat sehingga dapat meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Maka, dalam penelitian ini kafein digunakan sebagai penginduksi asam urat yang poten yang dapat menyebabkan hewan coba menjadi hiperurisemia (Azizahwati et al, 2005).

Kafein adalah basa sangat lemah dari larutan air atau alkohol tidak terbentuk garam yang stabil. Kafein terdapat sebagai serbuk putih, atau sebagai jarum mengkilap putih, tidak berbau dan rasanya pahit. Kafein larut dalam air (1:50), alkohol (1:75), atau kloroform (1:6) tetapi kurang larut dalam eter. Kelarutan naik dalam air panas (1:6 pada 80oC) atau alkohol panas (1:25 pada 60oC). Kafein merupakan perangsang susunan saraf pusat, merangsang otot jantung dan melemaskan otot polos bronchus. Secara klinis biasanya digunakan berdasarkan khasiat sentralnya merangsang semua susunan saraf pusat, mula – mula korteks kemudian batang otak, sedangkan medulla spinalis hanya dirangsang dengan dosis besar (Sudarmi, 1997)

Kafein dapat dikeluarkan dari otak dengan cepat, tidak seperti alkohol atau perangsang sistem saraf pusat yang lain. Tambahan lagi, kafein tidak mengganggu fungsi mental tinggi dan tumpuan otak. Pengambilan kafein secara berkelanjutan


(33)

akan menyebabkan badan menjadi toleran dengan kehadiran kafein. Oleh itu, jika pengambilan kafein diberhentikan (proses ini dinamakan "penarikan" atau "tarikan"), badan menjadi terlalu sensitif terhadap adenosin menyebabkan tekanan darah turun secara mendadak yang seterusnya mengakibatkan sakit kepala dan sebagainya (Ganiswarna, 1995).

Dalam dosis standar antara 50-200 mg, kafein utamanya mempengaruhi lapisan luar otak. Pengaruh ini bisa mengurangi kelelahan. Dalam dosis besar pusat vasomotor dan pernapasan terpengaruh. Konsumsi kafein sebaiknya tidak melebihi 300 mg sehari. Para ahli menyarankan 200-300 mg kafein dalam sehari merupakan jumlah yang cukup. Tapi mengkonsumsi kafein sebanyak 100 mg tiap hari dapat menyebabkan individu tersebut tergantung kepada kafein. Keracunan kafein kronis, bila minum 5 cangkir teh setiap hari yang setara dengan 600 mg kafein. Lama kelamaan akan memperlihatkan tanda dan gejala seperti gangguan pencernaan makanan, rasa lelah, gelisah, sukar tidur, tidak nafsu makan, sakit kepala, pusing, bingung, berdebar, sesak nafas, dan kadang sukar buang air besar (Setiawan, 2002).

2.6 Metode Pemeriksaan Kadar Asam Urat Darah Metode Enzimatik Spektrofotometer UV-Vis

Kadar asam urat ditetapkan berdasarkan reaksi enzimatik menggunakan reagen uric acid FS* TBHBA, dengan cara 20 ul serum ditambah 1000 ul monoreagen yang dibuat dengan mencampurkan 4 bagian reagen 1 dan 1 bagian reagen 2. Serum yang telah dicampur homogen dengan pereaksi uric acid FS* TBHBA diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37º C. Selanjutnya larutan sampel, standar dan blangko dibaca absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer StartDust FC*15 pada panjang gelombang 546 nm (Ariyanti et al. 2007).

Metode Tes Strip Asam Urat

Pengukuran kadar asam urat darah tikus putih dilakukan dengan alat tes strip asam urat. Alat ini merupakan alat yang digunakan untuk memonitor tingkat asam urat di dalam darah. Alat tes strip Easytouch GCU dirancang untuk


(34)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pengukuran kuantitatif dari tingkat asam urat dalam darah. Teknologi yang digunakan adalah electrode-based biosensor. Pengukuran ini berdasarkan penentuan perubahan arus yang disebabkan oleh reaksi asam urat dengan reagen pada elektroda dari stip tersebut. Ketika sampel darah menyentuh area target sampel dari strip, darah secara otomatis ditarik ke dalam zona reaksi dari strip. Hasil tes akan ditampilkan pada layar setelah 20 detik (Bioptik technologi Inc). 2.7 Tinjauan Hewan Coba

Hewan percobaan yang umum digunakan dalam penelitian farmakologi dan toksikologi adalah mencit dan tikus putih. Hewan ini dipilih karena murah, mudah didapat dan mudah ditangani. Mencit dan tikus putih memiliki banyak data toksikologi, sehingga mempermudah pembandingan toksisitas zat-zat kimia. Tikus putih telah digunakan secara luas untuk tujuan penelitian, karena hewan ini telah diketahui sifat-sifatnya dengan sempurna, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai macam penelitian (Lu, 1995).

Tikus putih mempunyai 3 galur yang umum dikenal yaitu, galur Sprague-Dawley, galur Winstar dan galur Long-Evans. Galur Sprague-Dawley yang umum digunakan untuk penelitian, mempunyai ciri berwarna putih albino, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang dari badannya, galur Wistar mempunyai ciri-ciri warna tubuh putih, mata berwarna merah (albino), ukuran kepala dan ekor lebih pendek dari badannya, sedangkan galur Long-Evans ditandai dengan warna hitam dibagian kepala, dan tubuh bagian depan (Malole et al. 1989).


(35)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Belangsung mulai dari bulan Mei 2013 sampai bulan September 2013.

3.2Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan-bahan

Simplisia daun binahong didapatkan dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro). Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah : hewan coba berupa tikus putih jantan galur Sprague-Dawley, berat berumur 3-4 bulan dengan berat badan 150-250 gram. Pakan berupa butiran (pellet) diberikan sebanyak ± 10 gr/ekor/hari dan diberikan minum berupa air ledeng secukupnya, ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis), etanol 70%, Kafeina, allopurinol, Eter, Na CMC, NaCl, ammoniak, kloroform, HCl, serbuk Mg, pereaksi Dragendroff, pereaksi Mayer, amil alkohol, FeCl3, Aquades, tes strip asam urat.

3.2.2 Alat-alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penlitian ini adalah : timbangan hewan (Ohauss), kandang tikus beserta tempat makanan dan minum, sonde oral, jarum suntik, hotplate, blender, magnetic stirrer, destiller, oven, timbangan analitik, holder, waterbath, vacuum rotary evaporator, kertas saring, kapas, kamera, alat tes strip asam urat (EasyTouch GCU), timbangan hewan, timbangan analitik, dan alat-alat gelas.

3.3Prosedur kerja 3.3.1 Preparasi sampel

Pembuatan simplisia berupa daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) melalui tahapan-tahapan pembuatan simplisia yang baik dan memenuhi


(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta syarat terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut : sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, penggilingan dan pengayakan.

3.3.2 Pembuatan Ekstrak

Pada pembuatan ekstrak daun binahong digunakan metode ekstraksi cara panas dengan digesti dan menggunakan etanol 70%.

Ditimbang serbuk simplisia daun binahong 400 gram, kemudian dimasukkan ke dalam wadah lalu diekstraksi dengan metode digesti menggunakan pelarut etanol 70 % sampai seluruh serbuk terendam oleh pelarut, pada suhu 50°C selama 3 jam diatas waterbath dan sesekali diaduk hingga tidak ada lagi senyawa yang terekstrak dengan ditandai warna pelarut jernih. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak kental. Ekstrak yang dihasilkan selanjutnya disimpan dan digunakan untuk perlakuan. Setelah didapatkan ektrak kental maka dihitung hasil rendemen ekstrak (hasil perolehan kembali) dengan rumus:

Bobot ekstrak yang didapat

% Rendemen = --- x 100% Bobot serbuk simplisia yang diekstraksi

3.3.3 Pengujian Parameter Non Spesifik Ekstrak  Susut Pengeringan dan Kadar Air

Ekstrak ditimbang dengan seksama sebanyak 1 gram dan dimasukan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan menggoyang-goyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm, kemudian dimasukan ke dalam oven, buka tutupnya. Pengeringan dilakukan pada suhu penetapan yaitu 105oC hingga diperoleh bobot tetap lalu ditimbang. Sebelum setiap pengeringan, botol dibiarkan dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar.

 Kadar Abu

Lebih kurang 2 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukan kedalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijarkan dan


(37)

ditara, lalu ekstrak diratakan. Dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang. Jika arang tidak dapat hilang, ditambahkan air panas, disaring dengan menggunakan kertas saring bebas abu. Dipijarkan sisa abu dan kertas saring dalam krus yang sama. Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap berat ekstrak dan dinyatakan dalam % b/b (Depkes RI, 2000).

3.3.4 Uji Penapisan Fitokimia (Farnsworth, 1996) A. Identifikasi golongan alkaloid

Sebanyak + 5 gram serbuk dilembabkan dengan 5 ml ammoniak 25 % digerus dalam mortir, kemudian ditambahkan 20 ml kloroform dan digerus kembali dengan kuat, campuran tersebut disaring dengan kertas saring, filtrat berupa larutan organik diambil (sebagai larutan A), sebagai larutan A (10 ml) diekstraksi dengan 10 ml larutan HCl 1:10 dengan pengocokan dalam tabung reaksi, diambil larutan bagian atasnya (larutan B). Larutan A diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan disemprot atau ditetesi dengan pereaksi Dragendroff, terbentuk warna merah atau jingga pada kertas saring menunjukkan adanya senyawa alkaloid. Larutan B dibagi dalam 2 tabung reaksi, ditambahkan masing-masing pereaksi Dragendroff dan pereaksi Mayer, terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi Dragendroff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer menunjukkan adanya senyawa alkaloid.

B.Identifikasi golongan flavonoid

Sebanyak + 10 gram serbuk ditambah 100 ml air panas, didihkan selama 5 menit, saring. Ambil 5 ml filtratnya (dalam tabung reaksi), ditambahkan serbuk Mg secukupnya dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, kocok kuat dan biarkan memisah. Terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.

C.Identifikasi golongan saponin


(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang stabil, menunjukkan adanya saponin, bila ditambahkan 1 tetes HCl 1% busa tetap stabil.

D.Identifikasi golongan Polifenol

200 mg ekstrak dilarutkan dalam 10 mL air lalu dipanaskan selama 10 menit, larutan didinginkan, setelah dingin larutan disaring. Filtrat ditetesi dengan FeCl3 sebanyak 3 tetes. Lalu diamati perubahan warnanya. Hasil positif polifenol adalah terbentuknya larutan berwarna hijau kehitaman atau biru tua, maka menunjukkan mengandung polifenol.

3.3.5 Persiapan Hewan Uji

Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih jantan bergalur Sprague-Dawley yang berumur 3-4 bulan dengan berat badan 150-250 gram diaklimatisasi selama 1 bulan agar dapat menyesuaikan dengan lingkungannya, mengontrol kesehatan dan berat badannya. Selama proses adaptasi dilakukan pengamatan kondisi umum dan penimbangan berat badan. Hewan uji dipilih sebanyak 36 ekor tikus putih jantan secara acak untuk dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing terdiri dari 6 ekor.

3.3.6 Rancangan Percobaan

Hewan uji dipilih sebanyak 36 ekor tikus putih jantan secara acak untuk dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing terdiri dari 6 ekor (Tabel 1).

Tabel 1. Pembagian kelompok hewan uji

Kelompok Jumlah

Tikus Perlakuan

I 6 Kontrol normal, diberi air larutan Na-CMC 0,5 %

II 6 Kontrol negatif, diberi kafeina 3 mg/200 g BB dalam larutan Na-CMC 0,5 %


(39)

Na-CMC 0,5 % dan allopurinol 4 mg/200 g BB dalam larutan Na-CMC 0,5 % (Pembanding)

IV 6 Diberi kafeina 3 mg/200 g BB dalam larutan Na-CMC 0,5 % dan ekstrak etanol 70% dosis rendah

V 6 Diberi kafeina 3 mg/200 g BB dalam larutan Na-CMC 0,5 % dan ekstrak etanol 70% dosis sedang

VI 6 Diberi kafeina 3 mg/200 g BB dalam larutan Na-CMC 0,5 % dan ekstrak Etanol 70% dosis tinggi

Penentuan jumlah tikus tiap kelompok, dihitung berdasarkan rumus Federer : (n-1) (t-1) ≥15, dimana t menunjukkan jumlah perlakuan dan n menunjukkan jumlah ulangan minimal dari tiap perlakuan (Sudjana, 1992).

Jumlah hewan uji yang digunakan adalah :

(n-1) (t-1) ≥ 15

(n-1) (6-1) ≥ 15

(n-1) (5) ≥ 15

(5n-5) ≥ 15

5n ≥ 20 n ≥ 4

jadi hasil ini sudah dapat diterima, berdasarkan rumus Federer.

3.3.7 Perhitungan Dosis.

Perhitungan Dosis Untuk Uji Pendahuluan

Sebelum dilakukan pengujian, dilakukan uji pendahuluan terlebih dahulu, hal ini dikarena belum adanya penelitian terdahulu mengenai daun Binahong sebagai penurun kadar asam urat darah. Dosis pendahuluan yang digunakan adalah dosis rendah 10 mg/kgBB, dosis sedang 100 mg/kgBB, dosis tinggi 1000 mg/kgBB, dan dosis agak tinggi 2000 mg/kgBB untuk


(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta seluruh ekstrak kental. Setelah itu didapatkan rentang dosis uji masing-masing ekstrak untuk diujikan kepada hewan uji.

3.3.8 Percobaan

Pada uji ini dilakukan upaya peningkatan kadar asam urat darah dengan menginduksi tikus dengan kafein 3 mg/200 g BB. Setelah penginduksian tersebut, kadar asam urat darah tikus dikontrol dan diukur pada hari ke 0 untuk meyakinkan bahwa kafeina dengan dosis tersebut menyebabkan hiperurisemia. Selesai perlakukan, semua tikus diistirahatkan di dalam kandang masing-masing dan diberi makan dan minum. Pada hari ke 1 dilakukan pemberian perlakuan berdasarkan kelompoknya masing-masing setiap hari. Pengukuran kadar asam urat darah selanjutnya pada hari ke 3, ke 6 dan ke 9 setelah perlakuan (Azizahwati et al, 2005)

3.3.9 Cara Pengambilan Darah

Sebelum diambil darah, ekor tikus dibersihkan dengan etanol 70%. Darah diambil melalui ekor dengan cara melukai/memotong ekor dengan pisau kecil. Darah yang keluar dari ekor lalu diteteskan pada strip asam urat.

3.3.10 Pengukuran Kadar Asam Urat Darah

Pengukuran kadar asam urat dalam darah dilakukan dengan menggunakan alat tes strip asam urat. Alat tes strip Easytouch GCU (Glucose Cholesterol Uric acid) dirancang untuk pengukuran kuantitatif dari tingkat asam urat dalam darah. Pengukuran ini berdasarkan penentuan perubahan arus yang disebabkan oleh reaksi asam urat dengan reagen pada elektroda dari strip tersebut. Ketika sampel darah menyentuh area target sampel dari strip, darah secara otomatis ditarik ke dalam zona reaksi dari strip. Hasil tes akan ditampilkan pada layar setelah 20 detik (Bioptik technologi Inc).


(41)

3.3.12 Uji Statistik Terhadap Kadar Asam Urat Darah

Data yang diperoleh diolah secara statistik menggunakan SPSS. Dimana kadar asam urat darah Hari Pertama untuk semua kelompok uji diuji homogenitasnya (Levene) dan uji kenormalannya (One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test). Bila kedua uji ini dipenuhi maka selanjutnya dilakukan uji ANOVA satu arah untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan dan bila terdapat perbedaan bermakna, maka untuk mengetahui perbedaan antar kelompok perlakuan dilanjutkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan metode LSD. Tetapi bila ada salah satu atau kedua uji tersebut tidak dipenuhi maka analisis dilakukan dengan uji Kruskall Wallis (Dahlan, 2004).

Hipotesis : Ho: tidak ada perbedaan yang bermakna anatara setiap kelompok

Ha : terdapat perbedaan yang bermakna antara setiap kelompok

Kriteria pengujian : Bila nilai sig ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan. Bila nilai sig ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan (Dahlan, 2004).


(42)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Determinasi

Daun binahong yang digunakan diperoleh dari BALITTRO Bogor. Determinasi tanaman dimaksudkan untuk menetapkan kemurnian sampel yang berkaitan dengan ciri-ciri makroskopis dengan mencocokan ciri-ciri tersebut terhadap pustaka. Sehingga telah dilakukan determinasi Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) dilaboratorium Herbarium LIPI Bogor , Jawa Barat. Dari hasil determinasi dapat dipastikan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

4.1.2 Hasil Pengujian Ekstrak Etanol 70% Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

Tabel 2. Hasil Pengujian Ekstrak Etanol 70% Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

Jenis Pengujian Hasil Pengujian

Warna Hijau tua

Bau Agak menyengat

Rendemen 4,45 %

Kadar air 1,8768 %


(43)

4.1.3 Hasil Penapisan Fitokimia Daun Binahong Tabel 3. Hasil Penapisan Fitokimia Daun Binahong

Golongan Senyawa Hasil Penapisan a. Alkaloid b. Flavonoid c. Saponin d. Steroid/Triterpenoid e. Tannin f. Kuinon g. Minyak atsiri h. Kumarin i. Polifenol + + + - - - - - +

Keterangan : (+) Memberikan reaksi positif, (-) Memberikan reaksi negatif

4.1.4 Hasil Pengukuran Rata-rata Kadar Asam Urat Darah Uji Pendahuluan

Gambar 1. Kurva Kadar Asam Urat Darah Rata-rata Hewan Uji Pendahuluan

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

0 6 9

K adar A sam U rat D arah Waktu (hari) Dosis 10mg/kgBB Dosis 100mg/kgBB Dosis 1000mg/kgBB Dosis 2000mg/kgBB


(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 4. Hasil Pengukuran Rata-rata Kadar Asam Urat Darah pada Uji Pendahuluan (mg/dl)

Waktu (Hari) Dosis rendah Dosis sedang Dosis tinggi Dosis agak tinggi

0 1,8 1,6 1,65 1,5

6 2,65 3,3 3,25 3,15

9 2,2 2,25 2,4 2,6

4.1.5 Hasil Pengukuran Rata-rata Kadar Asam Urat Darah selama percobaan (mg/dl)

Gambar 2. Kurva kadar asam urat darah rata-rata hewan uji selama percobaan

Tabel 5. Hasil Pengukuran Rata-rata Kadar Asam Urat Darah selama percobaan (mg/dl) Waktu (Hari) Kontrol Normal Kontrol Negatif Kontrol Pembanding Ekstrak Dosis Rendah Ekstrak Dosis Sedang Ekstrak Dosis Tinggi

0 1,58 1,5 1,5 1,6 1,58 1,63

6 1,51 3,16 3,03 3,06 3,08 3,1

9 1,65 3,4 2,55 2,6 2,53 2,45

12 1,55 3,48 2,08 2,3 2,26 2,18

15 1,61 3,56 1,55 1,91 1,83 1,75

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

0 6 9 12 15

K adar A sam U rat D arah Waktu (hari) Kontrol Normal Kontrol Negatif Kontrol Pembanding Dosis 50mg/kgBB Dosis 100mg/kgBB Dosis 200mg/kgBB


(45)

Tabel 6. Nilai Rerata dan Standar Deviasi Kadar Asam Urat Tikus Waktu (Hari) Kontrol Normal Kontrol Negatif Kontrol Pembanding Ekstrak Dosis Rendah Ekstrak Dosis Sedang Ekstrak Dosis Tinggi Sebelum diinduksi Hari ke 0

1,58±0,14 1,5±0,16 1,5±0,14 1,6±0,14 1,58±0,14 1,63±0,1

Sebelum pemberian

Ekstrak Hari ke 6

1,51±0,19 3,16±0,26 3,03±0,6 3,06±0,18 3,08±0,19 3,1±0,25

Setelah pemberian

Ekstrak Hari ke 9

1,65±0,25 3,4±0,26 2,55±0,1 2,6±0,14 2,66±0,18 2,66±0,1

Setelah pemberian

Ekstrak Hari ke 12

1,55±0,21 3,48±0,21 2,03±0,14 2,2±0,14 2,35±0,15 2,33±0,11

Setelah pemberian

Ekstrak Hari ke15

1,61±0,25 3,56±0,2 1,68±0,17 1,81±0,13 1,8±0,15 1,78±0,13

4.1.6 Uji Statistik kadar asam urat darah

Kadar asam urat darah sebelum dan sesudah percobaan seluruh kelompok hewan uji dilakukan uji normalitas (One-Sample Kolmogrov-Smirnov Test) dan uji homogenitas (Levene) menunjukkan kadar asam urat darah sebelum dan sesudah percobaan terdistribusi normal (p ≥ 0,05) dan pada uji homogenitas menunjukkan bervariasi homogen (p ≥ 0,05) sehingga dapat dilanjutkan dengan uji ANOVA satu arah (Lampiran 12). pada Uji ANOVA satu arah bila (p ≥ 0,05) maka harus dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan metode LSD (Tabel 12).


(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.2 Pembahasan

Dalam penelitian ini menggunakan ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) dengan ekstraksi pelarut etanol 70%. Dikarenakan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) belum diketahui dosis yang tepat dalam menurunkan kadar asam urat, maka diperlukan uji pendahuluan. Dalam uji pendahuluan dibuat dalam 4 kelompok, yaitu dosis rendah 10mg/kgBB, dosis sedang 100mg/kgBB, dosis tinggi 1000mg/kgBB dan dosis sangat tinggi 2000mg/kgBB yang terdiri dari 2 tikus tiap kelompoknya. Dari hasil uji pendahuluan dapat diketahui bahwa dosis sedang 100mg/kgBB yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah dengan baik.

Pada penelitian ini menggunakan tikus sebagai hewan uji karena mudah didapat, murah dan telah ada penelitian mengenai asam urat menggunakan hewan tikus. Tikus yang digunakan sebanyak 36 ekor tikus yang dibagi dalam 6 kelompok. Penggunaan variasi dosis ditujukan untuk melihat pengaruh perbedaan dosis dengan efek menurunkan kadar asam uratnya. Tikus putih jantan galur Sparague-Dawley berusia 3-4 bulan. Pemilihan usia 3-4 bulan karena rentang umur tersebut mewakili usia dewasa pada tikus sehingga diharapkan proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan eksresi sedang berjalan normal. Pemilihan jenis kelamin jantan dilakukan untuk menghindari pengaruh hormonal yang umumnya terjadi pada tikus betina yang dapat mempengaruhi jumlah asam urat sebenarnya dalam darah. Tikus yang digunakan dengan ciri-ciri bulu bersih, mata merah jernih bersinar, ukuran kepala kecil, ekor lebih panjang dari badannya, tingkah laku normal dan berat badan bertambah setelah di aklimatisasi menjadi 180-250g selama ±1 bulan.

Pada hari ke-0 sebelum diinduksi dengan kafeina, dilakukan pengukuran kadar asam urat darah untuk mengetahui seluruh kelompok tikus menunjukkan kadar asam urat darah yang normal. Kemudian pada hari ke-6 tikus mengalami hiperurisemia awal. Dan pada hari ke-7 dilakukan pemberian perlakuan berdasarkan kelompoknya masing-masing setiap hari. Pengukuran kadar asam urat darah selanjutnya pada hari ke-9, ke-12 dan ke-15.

Daun binahong diesktraksi dengan menggunakan metode digesti. Cara ini dipilih karena daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga


(47)

pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan. Serbuk simplisia daun binahong yang digunakan untuk ekstraksi sebanyak 400gram yang kemudian diperoleh ektsrak etanol 70% sebanyak 17,8 gram dengan rendemen 4,45%.

Pemilihan pelarut etanol 70% ini karena etanol 70% lebih mudah dan mampu melarutkan hampir semua zat baik yang bersifat polar, semipolar, dan nonpolar. Etanol 70% sebagai penyari dapat memperbaiki stabilitas bahan terlarut dan sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana bahan pengotor hanya dalam skala kecil turut dalam cairan pengekstraksi.

Kafein adalah komponen alkaloid derivat xantin yang mengandung gugus metil yang akan dioksidasi oleh xantin oksidase membentuk asam urat sehingga dapat meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Maka, dalam penelitian ini kafein digunakan sebagai penginduksi asam urat yang poten yang dapat menyebabkan hewan coba menjadi hiperurisemia.

Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Azizahwati (2005), pada penelitian kali ini dosis kafein yang digunakan adalah 3 mg/200gBB. Sedangkan dosis yang digunakan Azizahwati adalah 27 mg/200g BB. Meskipun jauh lebih rendah, pada dosis yang digunakan dalam penelitian ini kafein sudah mampu menginduksi asam urat dengan baik.

Digunakan allopurinol sebagai pembanding karena allopurinol adalah obat modern yang umum digunakan untuk menurunkan kadar asam urat dan allopurinol merupakan derivat asam nukleat yang diduga juga mampu menghambat sintesis asam urat. Mekanisme penghambatan allopurinol ini dimanfaatkan untuk menjaga sintesis asam urat tetap stabil.

Berdasarkan pada uji normalitas (One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test) menunjukkan bahwa kadar asam urat darah seluruh kelompok hewan uji terdistribusi normal (p≥0,05) dan pada uji homogenitas (Levene) menunjukkan bervariasi homogen (p≥0,05) sehingga dapat dilanjutkan dengan uji ANOVA. Pada uji ANOVA satu arah bila (p≤0,05) maka harus dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan metode LSD ( Lampiran 12).

Kadar asam urat darah pada hewan uji setelah diberikan kafeina 6 hari menunjukkan kadar asam urat darah berbeda secara bermakna (p≤0,05) dan


(48)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta setelah dilakukan uji BNT hari ke-6 hasilnya menunjukkan kadar asam urat darah semua kelompok hewan uji berbeda secara bermakna (p≤0,05) dengan kelompok normal karena telah mengalami hiperurisemia.

Uji BNT hari ke-9 kadar asam urat seluruh kelompok hewan uji ekstrak, kontrol negatif dan kontrol pembanding menunjukkan berbeda bermakna (p≤0,05) dengan kelompok normal ; seluruh kelompok hewan uji ekstrak, kontrol normal dan kontrol pembanding menunjukkan berbeda bermakna (p≤0,05) dengan kontrol negatif; seluruh kelompok hewan uji ekstrak menunjukkan tidak berbeda bermakna (p≥0,05) dengan kontrol pembanding sehingga dapat disimpulkan walaupun seluruh kelompok hewan uji ekstrak dan kontrol pembanding kadar asam urat darahnya belum normal tetapi telah menunjukkan adanya penurunan kadar asam urat dibandingkan dengan kontrol negatif dan kerja semua ekstrak uji sebanding dengan pembanding.

Uji BNT hari ke-12 kadar asam urat darah kelompok hewan uji ekstrak dan kontrol negatif menunjukkan berbeda bermakna (p≤0,05) dengan kontrol normal; seluruh kelompok ekstrak uji, kontrol normal dan kontrol pembanding menunjukkan berbeda secara bermakna (p≤0,05) dengan kontrol negatif;kontrol normal, kontrol negatif, ekstrak uji dosis rendah dan ekstrak uji dosis sedang menunjukkan berbeda secara bermakna (p≤0,05) dengan kontrol pembanding.

Uji BNT hari ke-15 kadar asam urat kontrol negatif dan ekstrak uji dosis tinggi berbeda secara bermakna (p≤0,05) dengan kontrol normal; seluruh kelompok ekstrak uji, kontrol normal dan kontrol pembanding menunjukan berbeda bermakna (p≤0,05) dengan kontrol negatif; ekstrak uji dosis sedang dan ekstrak uji dosis tinggi menunjukkan tidak berbeda bermakna (p≥0,05) dengan kontrol pembanding.

Perhitungan persentase penurunan kadar asam urat darah

Tabel 7. Hasil persentase penurunan kadar asam urat darah rata-rata kelompok ekstrak uji dan kontrol pembanding

Kelompok Perlakuan % Penurunan


(49)

Kontrol Pembanding 31,37 % 62,09 % 96,73 %

Ekstrak Dosis 50mg/kgBB 31,50 % 52,05 % 78,76 %

Ekstrak Dosis 100mg/kgBB 36,66 % 52 % 83,33 %

Ekstrak Dosis 200mg/kgBB 44,21 % 62,58 % 91,83 %

Keterangan :

* Hari setelah perlakuan

Data efektivitas penurunan kadar asam urat rata-rata pada hari ke-15 yang diperoleh dari setiap kelompok terlihat bahwa allopurinol (kontrol pembanding) memiliki kemampuan menurunkan kadar asam urat yang paling besar yaitu 96,73%. Efektivitas kedua yang dimiliki oleh kelompok ekstrak uji dengan dosis tinggi (200mg/kgBB) yaitu 91,83%, dosis sedang (100mg/kgBB) yaitu 83,33% dan kelompok dosis rendah (50mg/kgBB) yaitu sebesar 78,76%.


(50)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan :

1. Ekstrak etanol 70% dari daun binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) dapat menurunkan kadar asam urat darah tikus putih yang diinduksi dengan kafein.

2. Persentase penurunan kadar asam urat darah terbesar yaitu pada dosis tinggi (200mg/kgBB) sebesar 91,83%.

5.2.1 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui zat atau senyawa aktif yang terdapat dalam tanaman daun binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) yang mampu beraktivitas sebagai penurun kadar asam urat darah tersebut.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh daun binahong terhadap sintesis asam urat dengan metode yang telah ada dan dengan menambah parameter pengamatannya.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. 1995. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta. UI Press.

Azizahwati, W., Sumali, Prihandini, K. 2005. Efek Penurunan Kadar Asam Urat Dalam Darah Tikus Putih Jantan Dari Rebusan Akar Tanaman Akar Kucing (Acalypha Indica L). Departemen Farmasi FMIPA-UI. Depok.

Bernasconi, G. 1995. Teknologi Kimia. Jilid 2. Edisi pertama. Jakarta. PT. Pradaya Paramita.

Bioptik technologi Inc. Buku petunjuk manual Easy Touch GCU. China : 4, 38-41

Cameron JS, Moro F, Simmonds HA. (1993). "Gout, uric acid and purine metabolism in paediatric nephrology.". Pediatr Nephrol. 7 (1): 105–118. Diakses pada tanggal 7 Maret 2013.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1989. Materi Medika Indonesia Jilid V. Direktorat Jendral pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standard Umum Ekstrak

Tumbuhan Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.

Elda A.H., Sri U.S., Sugiarto P. 2011. Efek Ekstrak Etanol Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Dalam Mempercepat Durasi Penyembuhan Luka Sayat Pada Mencit Swiss Webster Jantan. Jurnal Bahan Alam Indonesia. Volume 9, no 2.

Feri, M. 2009. Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Sebagai Obat. Jurnal Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Volume 15 Nomor 1:3


(1)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Keterangan : Nilai

signifikansi ≥ 0,05

maka Ho diterima, artinya kadar asam urat darah

seluruh kelompok hewan uji bervarisasi homogen.

Kesimpulan : Data penurunan kadar asam urat darah pada tikus pada hari ke-0, ke-6, ke-9 dan

ke-12, dan ke-15 dapat dilakukan uji ANOVA karena memenuhi syarat uji ANOVA

2.

Uji ANOVA satu arah dan Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan LSD terhadap kadar

asam urat darah kelompok hewan uji

a.

Uji ANOVA data penurunan kadar asam urat darah pada tikus pada hari 0,

ke-6, ke-9 dan ke-12, dan ke-15

Tujuan : Untuk melihat data kadar asam urat darah tikus terdapat perbedaan secara

bermakna atau tidak antar kelompok

Hipotesis :

Ho : Data kadar asam urat darah tikus tidak terdapat perbedaan secara bermakna

Ha : Data kadar asam urat darah tikus terdapat perbedaan secara bermakna

Pengambilan keputusan :

Jika ni

lai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima

Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak dan dilanjutkan dengan uji Beda


(2)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 12. Uji ANOVA ekstrak etanol 70% daun Binahong

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig. hari0 Between Groups .090 5 .018 .857 .521

Within Groups .630 30 .021

Total .720 35

hari6 Between Groups 12.332 5 2.466 54.010 .000 Within Groups 1.370 30 .046

Total 13.702 35

hari9 Between Groups 9.273 5 1.855 52.162 .000 Within Groups 1.067 30 .036

Total 10.340 35

hari12 Between Groups 12.291 5 2.458 90.120 .000 Within Groups .818 30 .027

Total 13.110 35

hari15 Between Groups 16.659 5 3.332 105.585 .000 Within Groups .947 30 .032

Total 17.606 35

Keterangan : Kadar asam urat darah awal seluruh hewan uji sebelum perlakuan (hari ke-0)

tidak berbeda secara bermakna (p ≥ 0.05) sedangkan

kadar asam urat darah seluruh hewan

uji pada hari ke-6 (hiperurisemia awal), ke-9, ke-12 dan ke-15 berbeda secara bermakna


(3)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 13.BNT

T

Dependent Variable

(I) kelompo

k0 (J) kelompok0

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound hari6 Kontrol

Normal

Kontrol Negatif -1.65000* .12338 .000 -1.9020 -1.3980

Kontrol Pembanding -1.51667* .12338 .000 -1.7686 -1.2647

Dosis Rendah -1.55000* .12338 .000 -1.8020 -1.2980

Dosis Sedang -1.56667* .12338 .000 -1.8186 -1.3147

Dosis Tinggi -1.55000* .12338 .000 -1.8020 -1.2980

Kontrol Negatif

Kontrol Normal 1.65000* .12338 .000 1.3980 1.9020

Kontrol Pembanding .13333 .12338 .288 -.1186 .3853 Dosis Rendah .10000 .12338 .424 -.1520 .3520 Dosis Sedang .08333 .12338 .505 -.1686 .3353 Dosis Tinggi .10000 .12338 .424 -.1520 .3520 Kontrol

pemband ing

Kontrol Normal 1.51667* .12338 .000 1.2647 1.7686

Kontrol Negatif -.13333 .12338 .288 -.3853 .1186 Dosis Rendah -.03333 .12338 .789 -.2853 .2186 Dosis Sedang -.05000 .12338 .688 -.3020 .2020 Dosis Tinggi -.03333 .12338 .789 -.2853 .2186 Dosis

Rendah

Kontrol Normal 1.55000* .12338 .000 1.2980 1.8020

Kontrol Negatif -.10000 .12338 .424 -.3520 .1520 Kontrol Pembanding .03333 .12338 .789 -.2186 .2853 Dosis Sedang -.01667 .12338 .893 -.2686 .2353 Dosis Tinggi .00000 .12338 1.000 -.2520 .2520 Dosis

Sedang

Kontrol Normal 1.56667* .12338 .000 1.3147 1.8186

Kontrol Negatif -.08333 .12338 .505 -.3353 .1686 Kontrol Pembanding .05000 .12338 .688 -.2020 .3020 Dosis Rendah .01667 .12338 .893 -.2353 .2686 Dosis Tinggi .01667 .12338 .893 -.2353 .2686 Dosis

Tinggi

Kontrol Normal 1.55000* .12338 .000 1.2980 1.8020

Kontrol Negatif -.10000 .12338 .424 -.3520 .1520 Kontrol Pembanding .03333 .12338 .789 -.2186 .2853 Dosis Rendah .00000 .12338 1.000 -.2520 .2520 Dosis Sedang -.01667 .12338 .893 -.2686 .2353


(4)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

hari9 Kontrol Normal

Kontrol Negatif -1.75000* .10887 .000 -1.9723 -1.5277

Kontrol Pembanding -.90000* .10887 .000 -1.1223 -.6777

Dosis Rendah -.96667* .10887 .000 -1.1890 -.7443

Dosis Sedang -.88333* .10887 .000 -1.1057 -.6610

Dosis Tinggi -.80000* .10887 .000 -1.0223 -.5777

Kontrol Negatif

Kontrol Normal 1.75000* .10887 .000 1.5277 1.9723

Kontrol Pembanding .85000* .10887 .000 .6277 1.0723

Dosis Rendah .78333* .10887 .000 .5610 1.0057

Dosis Sedang .86667* .10887 .000 .6443 1.0890

Dosis Tinggi .95000* .10887 .000 .7277 1.1723

Kontrol pemband ing

Kontrol Normal .90000* .10887 .000 .6777 1.1223

Kontrol Negatif -.85000* .10887 .000 -1.0723 -.6277

Dosis Rendah -.06667 .10887 .545 -.2890 .1557 Dosis Sedang .01667 .10887 .879 -.2057 .2390 Dosis Tinggi .10000 .10887 .366 -.1223 .3223 Dosis

Rendah

Kontrol Normal .96667* .10887 .000 .7443 1.1890

Kontrol Negatif -.78333* .10887 .000 -1.0057 -.5610

Kontrol Pembanding .06667 .10887 .545 -.1557 .2890 Dosis Sedang .08333 .10887 .450 -.1390 .3057 Dosis Tinggi .16667 .10887 .136 -.0557 .3890 Dosis

Sedang

Kontrol Normal .88333* .10887 .000 .6610 1.1057

Kontrol Negatif -.86667* .10887 .000 -1.0890 -.6443

Kontrol Pembanding -.01667 .10887 .879 -.2390 .2057 Dosis Rendah -.08333 .10887 .450 -.3057 .1390 Dosis Tinggi .08333 .10887 .450 -.1390 .3057 Dosis

Tinggi

Kontrol Normal .80000* .10887 .000 .5777 1.0223

Kontrol Negatif -.95000* .10887 .000 -1.1723 -.7277

Kontrol Pembanding -.10000 .10887 .366 -.3223 .1223 Dosis Rendah -.16667 .10887 .136 -.3890 .0557 Dosis Sedang -.08333 .10887 .450 -.3057 .1390 hari12 Kontrol

Normal

Kontrol Negatif -1.93333* .09536 .000 -2.1281 -1.7386

Kontrol Pembanding -.48333* .09536 .000 -.6781 -.2886

Dosis Rendah -.75000* .09536 .000 -.9447 -.5553


(5)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dosis Tinggi -.63333* .09536 .000 -.8281 -.4386

Kontrol Negatif

Kontrol Normal 1.93333* .09536 .000 1.7386 2.1281

Kontrol Pembanding 1.45000* .09536 .000 1.2553 1.6447

Dosis Rendah 1.18333* .09536 .000 .9886 1.3781

Dosis Sedang 1.21667* .09536 .000 1.0219 1.4114

Dosis Tinggi 1.30000* .09536 .000 1.1053 1.4947

Kontrol pemband ing

Kontrol Normal .48333* .09536 .000 .2886 .6781

Kontrol Negatif -1.45000* .09536 .000 -1.6447 -1.2553

Dosis Rendah -.26667* .09536 .009 -.4614 -.0719

Dosis Sedang -.23333* .09536 .020 -.4281 -.0386

Dosis Tinggi -.15000 .09536 .126 -.3447 .0447 Dosis

Rendah

Kontrol Normal .75000* .09536 .000 .5553 .9447

Kontrol Negatif -1.18333* .09536 .000 -1.3781 -.9886

Kontrol Pembanding .26667* .09536 .009 .0719 .4614

Dosis Sedang .03333 .09536 .729 -.1614 .2281 Dosis Tinggi .11667 .09536 .231 -.0781 .3114 Dosis

Sedang

Kontrol Normal .71667* .09536 .000 .5219 .9114

Kontrol Negatif -1.21667* .09536 .000 -1.4114 -1.0219

Kontrol Pembanding .23333* .09536 .020 .0386 .4281

Dosis Rendah -.03333 .09536 .729 -.2281 .1614 Dosis Tinggi .08333 .09536 .389 -.1114 .2781 Dosis

Tinggi

Kontrol Normal .63333* .09536 .000 .4386 .8281

Kontrol Negatif -1.30000* .09536 .000 -1.4947 -1.1053

Kontrol Pembanding .15000 .09536 .126 -.0447 .3447 Dosis Rendah -.11667 .09536 .231 -.3114 .0781 Dosis Sedang -.08333 .09536 .389 -.2781 .1114 hari15 Kontrol

Normal

Kontrol Negatif -1.95000* .10256 .000 -2.1595 -1.7405

Kontrol Pembanding -.06667 .10256 .521 -.2761 .1428 Dosis Rendah -.30000* .10256 .007 -.5095 -.0905

Dosis Sedang -.21667* .10256 .043 -.4261 -.0072

Dosis Tinggi -.13333 .10256 .203 -.3428 .0761 Kontrol

Negatif

Kontrol Normal 1.95000* .10256 .000 1.7405 2.1595

Kontrol Pembanding 1.88333* .10256 .000 1.6739 2.0928


(6)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kesimpulan :

Pada hari ke 6 : Kadar asam urat seluruh ekstrak uji, kontrol pembanding, dan kontrol

negatif berbeda secara bermakna

(p ≤ 0.05) dengan kontrol normal karena ekstrak uji,

kontrol negatif dan kontrol pembanding telah mengalami hiperurisemia

Pada hasil uji LSD diatas menunjukkan bahwa kontrol pembanding, dosis rendah,

dosis sedang dan dosis tinggi berbeda secara bermakna dengan kontrol negatif yang

artinya bahwa allopurinol dan ekstrak etanol 70% dari daun binahong dapat

memberikan efek terhadap tikus yang telah diinduksi kafeina.

Dosis Sedang 1.73333* .10256 .000 1.5239 1.9428

Dosis Tinggi 1.81667* .10256 .000 1.6072 2.0261

Kontrol pemband ing

Kontrol Normal .06667 .10256 .521 -.1428 .2761 Kontrol Negatif -1.88333* .10256 .000 -2.0928 -1.6739

Dosis Rendah -.23333* .10256 .030 -.4428 -.0239

Dosis Sedang -.15000 .10256 .154 -.3595 .0595 Dosis Tinggi -.06667 .10256 .521 -.2761 .1428 Dosis

Rendah

Kontrol Normal .30000* .10256 .007 .0905 .5095

Kontrol Negatif -1.65000* .10256 .000 -1.8595 -1.4405

Kontrol Pembanding .23333* .10256 .030 .0239 .4428

Dosis Sedang .08333 .10256 .423 -.1261 .2928 Dosis Tinggi .16667 .10256 .115 -.0428 .3761 Dosis

Sedang

Kontrol Normal .21667* .10256 .043 .0072 .4261

Kontrol Negatif -1.73333* .10256 .000 -1.9428 -1.5239

Kontrol Pembanding .15000 .10256 .154 -.0595 .3595 Dosis Rendah -.08333 .10256 .423 -.2928 .1261 Dosis Tinggi .08333 .10256 .423 -.1261 .2928 Dosis

Tinggi

Kontrol Normal .13333 .10256 .203 -.0761 .3428 Kontrol Negatif -1.81667* .10256 .000 -2.0261 -1.6072

Kontrol Pembanding .06667 .10256 .521 -.1428 .2761 Dosis Rendah -.16667 .10256 .115 -.3761 .0428 Dosis Sedang -.08333 .10256 .423 -.2928 .1261 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.


Dokumen yang terkait

Uji Efek ekstra etanol daun sirih (piper betle L) terhadap penurunan kadar asam urat darah pada tikus putih jantan yang diinduksi kafeina

8 113 84

UJI EFEK EKSTRAK ETANOL HERBA TAPAK LIMAN (Elephantopus scaber L) TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI KAFEINA

6 42 76

UJI EFEKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) TIKUS PUTIH JANTAN GALUR Sprague Dawley YANG DIINDUKSI KARAGENIN

13 75 55

EFEK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten) Steenis)) YANG DIEKSTRAKSI ETANOL 70% TERHADAP AKTIVITAS ALT TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI ETANOL 50%

1 11 60

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 70% DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) TERHADAP WAKTU PERDARAHAN Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Daun Binahong (Anredera Cordifolia (Ten.) Steenis) Terhadap Waktu Perdarahan (Bleeding Time) Pada Men

0 3 13

UJI ANTIDIABETIK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Uji Antidiabetik Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus) Yang Diinduksi Aloksan.

0 3 19

UJI ANTIDIABETIK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Uji Antidiabetik Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus) Yang Diinduksi Aloksan.

0 3 14

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 70% DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore.) Steenis) TERHADAP PENURUNAN KADAR Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Binahong (Anredera Cordifolia (Tenore.) Steenis) Terhadap Penurunan Kadar Ldl (Low Density Lipoprote

0 2 16

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 70% DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore.) Steenis) TERHADAP PENURUNAN KADAR Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Binahong (Anredera Cordifolia (Tenore.) Steenis) Terhadap Penurunan Kadar Ldl (Low Density Lipoprote

1 4 13

UJI AKTIVITAS ANTIKOLESTEROL EKSTRAK ETANOL DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) SECARA IN VITRO

2 4 6