Pengaruh Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) Terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi Pada Luka Bakar Tikus Sprague dawley (Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 10 Detik Dengan Plat Besi)

(1)

(2)

Dengan ini saya menyatakan:

1.

Laporan penelitian

ini

merupakan hasil karya asli saya diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata

I

di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya

ini bukan

karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karyaorang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 1 September 2014 2.

J.

l, I I

i t


(3)

LEMBAR PERSETUJUAIY PEMBIMBING

PENGART'II PEMBERIAN SALEP EKSTRAK DATJN BINAHONG

(Anredera cordifolia frenore) steenis) TERHADAP PEMBENTUKAII

JARTNGAII cRANr]LAsI PADA LrtKA BAKAR TrKUs sprague dawtqt (STUDI PENDAHT'LUAN LAMA PAPARAN LT'KA BAKAR 10 DETIK

DENGAI\ PLAT BESI)

Laporan Penelitian

Diajukan ke,pada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedolferan dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Prasyarat Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

(s.Ked)

Oleh

Audi Fikri.dulia

NIM : 1111103000025

Pembimbing

I

Pembimbing

II

Rr.Ayu Fitri Sapsari, M.Biomed

F

PROGRAM STT]DI PENDIDIKAI\I DOKTER

FAKI]LTAS KEDOKTERAN DAIY ILMU KESEHATANT TJIN SYARIF IIIDAYATT]LLAH JAKARTA

1435 H I 2014M iii


(4)

DAUN

BINAHONG (Antedera cordifulia (Tenore) Steenis) TERHADAP

PEMBENTUKAN JARINGAN GRANULASI PADA LUKA BAKAR TIKUS Sprague dawley (STUDI PENDAHULUAN LA.MA PAPARAN LUKA BAKAR 10 DETIK DENGAN PLAT BESI) yang diajukan oleh Audi Fikri Aulia (NIM 1111103000025), telah diujikan dalam sidang

di Fakultas Kedokteran

dan Ilmu

Kesehatan pada tanggal 9 September 2014. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Ciputat, 9 September 2014

DEWAN PENGUJI

Rr.Ayu Fitfr H M.Biomed

Pembimbing

II

Rr.Ayu

Fifi

tl$psari, M.Biomed

PIMPINAN FAKULTAS Dekan FKIK UIN

h.jrn-dr. Dyah AVu Wd'rd M.Biomed

Kaprodi PSPD Penguji

I[

.A

lzqrr

dr. Flori Ratna'Sari, Ph.D

1.\

K. Tadjudin, Sp.And dr. Witri Agdini, M.Gizi, Sp.GK

n

IV Ketuapidang


(5)

v

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan, sehingga tepat pada waktunya saya dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Saya menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit untuk saya menyelesaikan laporan penelitian ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1) Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2) Dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK, selaku ketua program studi pendidikan dokter dan untuk semua dosen saya, yang telah begitu banyak membimbing dan memberikan kesempatan untuk menimba ilmu selama saya menjalani masa pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah.

3) Rr. Ayu Fitri Hapsari, M.Biomed dan dr. Dyah Ayu Woro, M.Biomed selaku dosen pembimbing, yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan saya dalam menyusun dan menyelesaikan laporan penelitian ini.

4) dr. Devy Ariany, M.Biomed dan dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penguji laporan penelitian yang telah memberikan waktunya untuk menguji laporan penelitian saya dan memberikan arahan yang baik dalam pengujian kelayakan laporan penelitian yang saya buat.

5) Ayahanda Drs. H. Abd. Shomad dan Ibunda Dra. Hj. Siti Atiah yang dengan cinta kasihnya selama ini, pengorbanan tanpa pamrih, doa dan harapannya yang baik. Terima kasih atas segala kebaikan dan pelajaran yang telah diberikan hingga saat ini.


(6)

vi

6) Seluruh keluarga besar di Bekasi, terima kasih banyak atas dukungan materil dan moril yang tidak ternilai harganya, semoga saya dapat membanggakan keluarga besar kelak.

7) Teman-teman kelompok riset Syifa, Farah, Seflan dan Asmie. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya dalam menyelesaikan laporan penelitian ini, banyak cerita suka dan duka yang kita lalui bersama dalam penyelesaian laporan penelitian ini.

8) Staf LIPI, BALITRO, (iRATco), Laboratorium Patologi Anatomi FK UI Jakarta, yang telah membantu dalam proses penelitian.

9) Teman-teman PSPD UIN 2011, Official CIMSA UIN 2013-2014, SCOPE CIMSA UIN dan BEMJ Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih telah menjadi tempat ternyaman untuk bercerita dan bertegur sapa selama di kampus. Banyak pengalaman yang kalian berikan untuk saya. 10)Seluruh teman-teman saya dari Madrasah Pembangunan & SMA Negeri 29

Jakarta, yang telah memberikan warna dalam perjalanan hidup saya hingga saat ini.

Ciputat, 1 September 2014


(7)

vii

ABSTRAK

Audi Fikri Aulia. Program Studi Pendidikan Dokter. Pengaruh Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) Terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi Pada Luka Bakar Tikus Sprague dawley (Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 10 Detik Dengan Plat Besi).

Pendahuluan: Daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) diduga memiliki senyawa flavonoid dan saponin yang dapat membantu proses penyembuhan luka. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian salep ekstrak daun binahong dengan konsentrasi 10%, 20%, dan 40% pada proses pembentukan jaringan granulasi pada luka bakar tikus Sprague dawley. Metode: 25 tikus Sprague dawley dibagi menjadi 5 kelompok penelitian: Kontrol (-), Kontrol (+), dan kelompok pemberian terapi ekstrak salep daun binahong dengan konsentrasi 10% (P1), 20% (P2), dan 40% (P3) untuk melihat gambaran mikroskopik berupa jumlah sel fibroblas, pembentukan deposisi kolagen, dan neovaskularisasi. Luka bakar dibuat dengan menempelkan plat besi panas (diameter 4x2 cm2) pada bagian punggung tikus dengan waktu 10 detik. Hasil: Jumlah sel fibroblas lebih banyak pada kelompok P3 (p=0,000), deposit kolagen lebih banyak pada kelompok kontrol (+) (p=0,001), dan neovaskularisasi lebih banyak pada kelompok kontrol (+) (p=0,007).

Kesimpulan: Ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) memiliki pengaruh terhadap pembentukan jaringan granulasi terutama dalam peningkatan jumlah sel fibroblas.

Kata kunci: luka bakar, jaringan granulasi, ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis).


(8)

viii

ABSTRACT

Audi Fikri Aulia. Medical Education Study Programe. The Effect of Binahong Leaf Exctract Oinment (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) to Granulation on Burnt Lesion of Sprague dawley Rats (Priliminary Studies Burnt Lesion Exposure 10 Seconds with Iron Plate).

Background: (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) is thought to have a role in wound healing by its flavonoid and saponin. Objective: The purpose of this study was to see the effect of binahong leaf extract oinmentin 10%, 20%, and 40% concentration on granulation tissue formation in burns Sprague dawley rat. Method: 25 Sprague dawley rats which divided into 5 groups: Control (-), Control (+), and treatment groups with concentration 10% (P1), 20% (P2), and 40% (P3) of binahong leaf extract oinment were miscroscopically examined for the number of fibroblast, density of collagen, and neovascularization. Burns were made using hot metal plate (diameter 4x2 cm2) in 10 seconds over lower back. Result:

the number of fibroblast were highest in P3 group (p=0,000). Collagen deposit is highest in Control (+) group (p=0,001), neovascularization is highest in Control (+) group (p=0,007).

Conclusion: Anredera cordifolia (Tenore) Steenis extract has role in granulation on burns lesion especially increasing the number of fibroblasts.


(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ………... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ……….. iii

LEMBAR PENGESAHAN ……….. iv

KATA PENGANTAR ……… v

ABSTRAK ……….. vii

DAFTAR ISI ……….. ix

DAFTAR TABEL ……… xii

DAFTAR GAMBAR……… xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xiv

BAB 1. PENDAHULUAN……… 1

1 .1 Latar belakang ………... 1

1.2 Rumusan Masalah ………. 3

1.3 Hipotesis ………... 3

1.4 Tujuan Penelitian ……….. 3

1.4.1 Tujuan Umum ……….. 3

1.4.2 Tujuan Khusus ………. 3

1.5 Manfaat Penelitian ……… 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 5

2.1 Landasan Teori ………. 5

2.1.1 Tanaman Binahong ……….. 5

2.1.2 Fungsi Kulit ………....…… 7

2.1.3 Lapisan Kulit ... 7

2.1.3.1 Epidermis ………7

2.1.3.2 Dermis……….……… 10

2.1.3.3 Hipodermis ………. 10

2.1.4 Penyebab Luka Bakar ………..…… 11 2.1.5 Derajat Luka Bakar ……….. 12


(10)

x

2.1.7 Proses Penyembuhan Luka ……… 13

2.1.8 Tujuan Pengobatan Luka Bakar ……….. 15

2.1.9 Ekstrak dan Ekstraksi ……… 15

2.1.9.1 Ekstrak ………. 15

2.1.9.2 Ekstraksi ……….. 16

2.2 Kerangka Teori ... 16

2.3 Kerangka Konsep ………. 17 2.4 Definisi Operasional ………... 18 BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ………. 20

3.1 Desain Penelitian ……….. 20

3.2 Lokasi dan Waktu Peneltian ……… 20

3.3 Bahan Uji ………. 20

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ……….. 21

3.4.1 Besar Sampel ………...………. 21

3.4.2 Kriteria Inklusi ... 21

3.4.3 Kriteria Eksklusi ………... 22

3.4.4 Pembagian Kelompok Sampel ……….. 22

3.5 Alat dan Bahan Penelitian ……… 22

3.5.1 Alat Penelitian ……….. 22

3.5.2 Bahan penelitian ………. 23

3.6 Adaptasi dan Pemelihaaan Hewan Sampel ………. 23

3.7 Pembuatan Konsentrasi Ekstrak ………. 23

3.8 Perlakuan Luka Bakar Pada Tikus ………... 24

3.9 Cara Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong ………. 25

3.10 Pengambillan Jaringan ………. 25

3.11 Pengamatan Histopatologi ……… 26

3.12 Manajemen Analisis Data Pembentukan Jaringan Granulasi …... 27


(11)

xi

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ………….………... 29

4.1 Gambar Makroskopik ……..………... 29

4.2 Gambar Mikroskopik ……….. 29

4.2.1 Sel Fibroblas ……….. 29

4.2.2 Deposit Kolagen ……… 32

4.2.3 Neovaskularisasi ……….... 35

BAB 5. PENUTUP ………. 38

5.1 Kesimpulan ………... 38

5.2 Saran ………... 39

DAFTAR PUSTAKA ……… 40


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Definisi Operasional ………. 18

Tabel 4.1 Rerata Jumlah Sel Fibroblas ……….………. 30

Tabel 4.2 Hasil Analisis Post HocSel Fibroblas ……… 31

Tabel 4.3 Rerata Jumlah Deposit Kolagen …………..………... 32

Tabel 4.4 Hasil Analisis Post HocDeposit Kolagen .…….……… 33

Tabel 4.5 Rerata Jumlah Neovaskularisasi …………..………... 35


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Daun Binahong ………...…... 6

Gambar 2.2 Lapisan Kulit ………...……….. 8

Gamar 2.3 Lapisan Pada Epidermis ... 9

Gambar 2.4 Kerangka Teori ………. 16

Gambar 2.5 Kerangka Konsep ……….. 17

Gambar 4.1 Gambar Makroskopik Luka Bakar ……….……... 29

Gambar 4.2 Sel Fibroblas Pada Jaringan Granulasi Luka Bakar …...………… 29

Gambar 4.3 Grafik Rerata Jumlah Sel Fibroblas ……… 31

Gambar 4.4 Deposit Kolagen Pada Jaringan Granulasi Luka Bakar ………… 32

Gambar 4.5 Grafik Rerata Jumlah Deposit Kolagen ……….………… 34

Gambar 4.6 Neovaskularisasi Pada Jaringan Granulasi Luka Bakar ………… 35

Gambar 4.7 Grafik Rerata Jumlah Neovaskularisasi ……….………… 37

Gambar 6.1 Daun Binahong Setelah Dikeringkan ……… 46

Gambar 6.2 Penimbangan Ekstrak Kental Daun Binahong ……….. 46

Gambar 6.3 Pembagian Konsentrasi Ekstrak Daun Binahong ……….. 46

Gambar 6.4 Proses Pembuatan Luka Bakar ……… 47

Gambar 6.5 Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong ……….. 47


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Hasil Determinasi ……….…... 43

Lampiran 2 Surat Pembuatan Ekstrasi ………. 44

Lampiran 3 Surat Keterangan Sehat Tikus ……….. 45

Lampiran 4 Gambar Pembuatan Salep……… 46

Lampiran 5 Gambar Perlakuan Luka Bakar ……….. 47


(15)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kasus luka bakar merupakan masalah yang serius di masyarakat, menurut data World Health Organization (WHO) terdapat 195.000 kematian pertahun yang disebabkan karena kasus luka bakar.1 Lebih dari 95% kasus luka bakar terjadi pada negara dengan jumlah pendapatan ekonomi rendah dan menengah. Pada wilayah Asia Tenggara, kasus luka bakar memiliki jumlah lebih dari setengah total kasus luka bakar di dunia.1 WHO juga menyebutkan kelompok anak dengan usia dibawah 5 tahun dan orang tua dengan usia lebih dari 70 tahun memiliki tingkat kematian akibat luka bakar lebih besar.1 Sedangkan menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, terdapat jumlah prevalensi kasus luka bakar yang ditemukan di Indonesia sebesar 2,2 %.2

Luka bakar memiliki klasifikasi yang berbeda berdasarkan mekanisme dan penyebabnya. Luka bakar termal dapat disebabkan karena jaringan kulit terkena paparan berupa benda panas, cairan panas, arus listrik, atau karena paparan zat kimia. Sedangkan luka bakar inhalasi dapat disebabkan karena adanya gas panas atau gas kimia berbahaya yang terhirup oleh saluran pernafasan.1 Luka bakar juga memiliki klasifikasi berdasarkan derajat kedalaman luka yang terbagi menjadi luka bakar derajat I, luka bakar derajat II dan luka bakar derajat III.3

Pada saat kulit mengalami luka, akan terjadi salah satu proses penyembuhan luka yaitu berupa pembentukan jaringan granulasi. Jaringan granulasi merupakan proses pembentukan jaringan ikat baru yang kaya akan vaskular yang terdiri dari sel leukosit, sel fibroblas, dan pembentukan pembuluh darah baru.4 Jaringan granulasi mulai terbentuk pada saat hari pertama kulit mengalami luka hingga minggu ke empat.4

Penanganan luka bakar telah banyak dilakukan dengan pengobatan secara medikamentosa. Namun ada juga pengobatan alternatif berupa pengobatan herbal dengan menggunakan daun binahong. Binahong (Anredera cordifolia (Tenore)


(16)

Steenis) adalah tanaman asli yang berasal dari negara Amerika Selatan. Tanaman ini memiliki penyebaran hingga ke benua Afrika, Australia, Eropa dan Amerika Utara.5

Pada tahun 2012, Isnatin melakukan penelitian terhadap 30 ekor marmut yang dikelompokan secara acak menjadi 5 kelompok, lalu kelompok marmut diberikan luka eksisi yang kemudian diberikan perlakuan yang berbeda setiap kelompok. Pada hasil uji statistik didapatkan kelompok marmut yang diberikan terapi ekstrak daun binahong 20% dan 40% memiliki hasil yang bermakna, jika dibandingkan kelompok kontrol positif berupa povidone iodine dan kontrol negatif berupa olesan aquades (p=0,001).6

Oleh karena itu peneliti tertarik dalam meninjau lebih dalam lagi tentang manfaat dari daun binahong dalam membantu pembentukan jaringan granulasi pada luka bakar. Pada penelitian ini peneliti menggunakan hewan percobaan berupa tikus Sprague dawley. Tikus diberikan perlakuan luka bakar dengan studi pendahuluan berupa paparan luka bakar 10 detik menggunakan plat besi. Kemudian diberikan terapi pengobatan berupa salep ekstrak daun binahong, untuk selanjutnya dilakukan uji histopatologi pada luka bakar tikus Sprague dawley.

Berdasarkan uraian diatas, maka akan dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian salep ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) terhadap pembentukan jaringan granulasi pada luka bakar tikus Sprague

dawley (studi pendahuluan lama paparan luka bakar 10 detik dengan plat besi).

1.2Rumusan Masalah

Apakah salep ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) memiliki pengaruh terhadap pembentukan jaringan granulasi yang terdiri dari jumlah sel fibroblas, kepadatan deposit kolagen dan neovaskularisasi pada luka bakar tikus Sprague dawley (studi pendahuluan lama paparan luka bakar 10 detik dengan plat besi) ?


(17)

3

1.3Hipotesis

Salep ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) memiliki pengaruh terhadap pembentukan jaringan granulasi yang terdiri dari jumlah sel fibroblas, kepadatan deposit kolagen dan neovaskularisasi pada luka bakar tikus Sprague dawley (studi pendahuluan lama paparan luka bakar 10 detik dengan plat besi)

1.4Tujuan Penelitian

1.4.1Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh salep ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia

(Tenore) Stennis) terhadap pembentukan jaringan granulasi pada luka bakar tikus Sprague dawley (studi pendahuluan lama paparan luka bakar 10 detik dengan plat besi).

1.4.2 Tujuan Khusus

 Mengetahui kelompok tikus Sprague dawley yang memiliki jumlah sel fibroblas paling banyak setelah dilakukan paparan luka bakar 10 detik dengan plat besi yang diberikan terapi berupa salep ekstrak binahong 10%, 20%, 40%, kontrol positif (silver sulfadiazine), kontrol negatif (salep tanpa ekstrak).

 Mengetahui kelompok tikus Sprague dawley yang memiliki jumlah deposit kolagen paling banyak setelah dilakukan paparan luka bakar 10 detik dengan plat besi yang diberikan terapi berupa salep ekstrak binahong 10%, 20%, 40%, kontrol positif (silver sulfadiazine), kontrol negatif (salep tanpa ekstrak).

 Mengetahui kelompok tikus Sprague dawley yang memiliki jumlah neovaskularisasi paling banyak setelah dilakukan paparan luka bakar 10 detik dengan plat besi yang diberikan terapi berupa salep ekstrak binahong 10%, 20%, 40%, kontrol positif (silver sulfadiazine), kontrol negatif (salep tanpa ekstrak).


(18)

1.5Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti:

 Sebagai salah satu prasyarat kelulusan dalam menyelesaikan program sarjana kedokteran.

 Sebagai pengalaman melakukan penelitian histopatologi.

 Peneliti mengetahui pengaruh pemberian salep ekstrak binahong

(Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) terhadap pembentukan

jaringan granulasi pada luka bakar tikus Sparague dawley (studi pendahuluan lama paparan luka bakar 10 detik dengan plat besi).

b. Bagi Institusi:

 Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai pengaruh pemberian salep ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia

(Tenore) Steenis) terhadap pembentukan jaringan granulasi pada luka bakar tikus Sprague dawley (studi pendahuluan lama paparan luka bakar 10 detik dengan plat besi).

c. Bagi Keilmuan:

 Dapat dijadikan bahan refrensi bagi peneliti yang tertarik melakukan penelitian histopatologi.

d. Bagi Sosial:

 Menambah pengetahuan masyarakat tentang manfaat daun binahong yang berfungsi sebagai obat herbal untuk kesehatan.

 Dapat dikembangkan menjadi obat herbal dalam bentuk sediaan salep dalam penyembuhan luka bakar.


(19)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Tanaman Binahong

(Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) atau biasa disebut dengan

binahong merupakan tanaman yang berasal dari kawasan Amerika Selatan khususnya di negara Argentina, Bolivia, Brazil, Paraguay, dan Uruguay. Tanaman ini tumbuh baik pada iklim tropis dan subtropis.5 Di Indonesia sendiri keberadaan tanaman ini cukup baik karena pengaruh iklim Indonesia yang tropis. Tanaman ini memiliki pertumbuhan hingga ketinggian 4-5 meter.7 Temperatur optimal untuk tanaman ini antara 10-30˚C dengan kelembapan yang ideal 70-80%.Tanah yang baik untuk tanaman ini adalah tanah lembab, humus cukup, jumlah air dan udara baik. Tanaman ini tumbuh pada awal tahun dan pertengahan tahun yaitu pada bulan Januari dan Juli.7

Menurut klasifikasi botani, tanaman binahong adalah sebagai berikut8:

 Kingdom : Plantae

 Sub kingdom : Tracheobionta

 Divisi : Magnoliophyta

 Super divisi : Spermatophyta

 Kelas : Magnoliopsida

 Sub kelas : Caryophyllidae

 Ordo : Caryophyllales

 Familia : Basellaceae

 Genus : Anredera


(20)

Tanaman binahong memiliki daun dengan panjang 5-10 cm, lebar 3-7 cm, berwarna hijau, berbentuk runcing pada bagian ujung dan berlekuk pada bagian pangkal, bertekstur lunak dengan tepi rata dan permukaan licin.9

Berikut ini gambar morfologi tanaman binahong:

Gambar 2.1 Daun Binahong

(Sumber: Dokumentasi Foto Audi Fikri Aulia Copyright. 2014)

Ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) memiliki kandungan senyawa bioaktif seperti flavonoid, senyawa flavonoid dalam daun binahong bersifat sebagai antioksidan10. Flavonoid juga memiliki manfaat dalam meningkatkan jumlah sel fibroblas.11 Kandungan daun binahong lainnya adalah saponin, saponin memiliki derivat quercetin yang berfungsi untuk menstimulasi pembentukan pembuluh darah12. Saponin juga memiliki manfaat dalam meningkatkan jumlah sel fibroblas dan juga menstimulasi pembentukan kolagen.13 Pembentukan kolagen juga dipengaruhi oleh kandungan vitamin C dalam daun binahong14.


(21)

7

2.1.2 Fungsi Kulit

Kulit adalah organ terbesar yang melapisi permukaan terluar tubuh dan membatasi antara lingkungan luar dengan lingkungan dalam tubuh manusia. Kulit merupakan organ tubuh manusia yang memiliki luas paling besar, dengan jumlah proporsi sebesar 15-20% berat tubuh.15 Kulit memiliki beberapa fungsi, antara lain16 :

 Melindungi kulit dari abrasi mekanik berupa gesekan dari luar tubuh, serta melindungi tubuh manusia terhadap masuknya mikroorganisme yang berasal dari luar tubuh manusia.

 Sebagai indera peraba, yang berfungsi merasakan sifat suatu bentuk dari benda dan dapat merasakan respon dari luar tubuh berupa suhu, sentuhan, nyeri dan tekanan.

 Mengatur pengeluaran air, garam dan zat sisa organik lainnya yang dikeluarkan dalam bentuk keringat dan juga mencegah hilangnya cairan tubuh secara berlebihan.

 Sebagai pembentukan vitamin D dalam tubuh, vitamin D dalam tubuh manusia dapat di produksi dengan cara bantuan sinar matahari.

2.1.3 Lapisan Kulit 2.1.3.1 Epidermis

Epidermis adalah lapisan luar kulit yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, sel melanosit, sel langerhans dan sel merkel. Epidermis memiliki tebal yang berbeda-beda berdasarkan posisi letaknya di tubuh. Lapisan epidermis yang paling tebal pada tubuh manusia terletak pada bagian telapak tangan dan telapak kaki. Epidermis melakukan regenerasi setiap 4-6 minggu.15,17


(22)

Gambar 2.2 Lapisan Kulit

(Sumber: Gerard J. Tortora, Principles of Anatomy and Physiology 12th Edition. 2009)

A.)Lapisan pada epidermis 1. Stratum Korneum

Stratum korneum adalah lapisan terluar dari epidermis, lapisan ini terdiri dari 15-20 sel-sel gepeng berkeratin tanpa inti. Lapisan keratin dapat mengalami pengelupasan pada kulit lapisan terluar karena adanya gesekan dari permukaan kulit bagian luar tubuh.17

2. Stratum Lusidum

Stratum lusidum biasanya terdapat pada bagian kulit yang tebal dan tidak tampak pada kulit tipis. Lapisan ini memiliki tidak memiliki inti, tampak menyatu dan homogen. Lapisan ini terdiri atas filamen berkeratin padat.17

3. Stratum Granulosum

Stratum granulosum terdiri atas 3-5 lapis sel poligonal gepeng yang intinya berada ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung kandungan protein yang kaya akan histidin.17

Epidermis

Dermis


(23)

9

4. Stratum Spinosum

Stratum spinosum memiliki lapisan yang tebal, terdiri atas beberapa lapisan sel yang besar berbentuk poligonal dengan inti lonjong. Pada lapisan ini terdapat susunan filamen yang dinamakan tonofibril, filamen tersebut memiliki fungsi untuk melindungi kulit terhadap efek abrasi.17

5. Stratum Germinativum

Stratum germinativum adalah lapisan terdalam pada bagian epidermis. Lapisan ini terdiri atas sel selapis kuboid yang tersusun berderet di atas membran basal. Lapisan ini berfungsi untuk melakukan pembaharuan sel epidermis secara berkala setiap 28 hari.17

Gambar 2.3 Lapisan Pada Epidermis

(Sumber: Gerard J.Tortora, Priciples of Anatomy And Physiology 12th Edition. 2009) Stratum Korneum

Stratum Lusidum

Stratum Granulosum

Stratum Spinosum


(24)

2.1.3.2Dermis

Lapisan ini terletak di bawah lapisan dermis, terdiri atas jaringan ikat yang menyokong lapisan epidermis. Selain itu dermis juga berfungsi sebagai penyuplai nutrisi pada kulit. Dermis terdiri atas 2 lapisan, yaitu:

1. Lapisan papilar dermis

Lapisan papilar dermis memiliki papil-papil yang menonjol ke bagian epidermis. Lapisan ini memiliki jaringan ikat longgar yang terdiri dari sel fibroblas. Papil pada lapisan ini mengandung pembuluh darah yang disebut dengan papil vaskular, sedangkan sebagian papil mengandung badan akhir saraf yang disebut papil saraf.17

2. Lapisan retikular dermis

Lapisan retikular dermis terdiri atas jaringan ikat yang mengandung serat kolagen dan serat elastin. Serat-serat kolagen tersusun menyilang dan diantaranya terdapat serat elastin, serat kolagen tersebut berfungsi mengikat bagian dermis pada epidermis. Lapisan retikular dermis juga mengandung beberapa derivat dari epidermis seperti folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea.17

2.1.3.3Hipodermis

Lapisan ini terletak di bawah lapisan dermis. Hipodermis merupakan jaringan ikat longgar yang memiliki banyak kandungan lemak. Hipodermis berfungsi sebagai penyokong agar suplai darah dari dalam tubuh bisa sampai ke bagian dermis dan epidermis. Terdapat badan Vater-Pacini yang berfungsi sebagai penerima rangsangan berupa suhu, sentuhan, nyeri dan tekanan.17


(25)

11

2.1.4Penyebab Luka Bakar

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan karena paparan sumber panas seperti api, benda panas, air panas, dan bahan kimia.3,19 Secara garis besar, luka bakar dapat disebabkan karena:

 Api atau benda panas:

1. Paparan api langsung: Terdapat paparan langsung antara kulit dengan api yang menimbulkan cedera langsung pada area tubuh yang mengalami luka. 2. Paparan benda panas: Terdapat paparan langsung antara bagian kulit yang

terkena dengan benda panas, yang menyebabkan adanya luka bakar terbatas pada area tubuh yang mengalami paparan.3,19

 Air panas atau bahan kimia:

1. Terdapat paparan langsung antara kulit dengan air panas yang dipengaruhi oleh suhu air panas dan lamanya kontak dengan kulit sehingga menimbulkan cedera pada area tubuh yang mengalamai paparan.

2. Terdapat paparan langsung antara kulit dengan bahan kimia yang dipengaruhi oleh jenis zat kimia dan lamanya kontak dengan kulit.3,19

 Uap panas dan gas panas:

Luka bakar karena uap dan gas panas sering terjadi pada daerah industri atau pabrik yang terdapat mesin-mesin penghasil uap dan gas panas. Uap dan gas panas yang terhirup oleh hidung dapat menimbulkan cedera luas pada saluran pernapasan.3,19


(26)

2.1.5Derajat Luka Bakar

Luka bakar dapat di golongkan menjadi beberapa derajat, tergantung dari kedalaman jaringan yang mengalami luka, yaitu20,21 :

 Derajat I:

Pada luka derajat I, kerusakan atau kehilangan jaringan hanya terjadi pada bagian permukaan kulit, yaitu pada bagian epidermis. Pada saat terjadi luka bakar derajat I, kulit akan terlihat kemerahan, tidak terdapat bula dan sedikit nyeri. Luka bakar ini dapat sembuh dalam waktu 7 hari.

 Derajat II:

Pada luka derajat II, kerusakan atau kehilangan jaringan terjadi pada bagian epidermis dan juga dermis. Pada saat terjadi luka bakar derajat II, kulit akan terdapat bula, sedikit edem dan terasa nyeri berat. Luka bakar ini dapat sembuh dalam waktu 21 hari.

 Derajat III:

Pada luka derajat III, kerusakan atau kehilangan jaringan terjadi pada seluruh bagian kulit yaitu bagian epidermis, dermis, dan jaringan hipodermis. Pada luka bakar derajat III, kulit mengalami kerusakan yang cukup luas.. Gejala pada luka ini tidak memiliki bula ataupun rasa nyeri. Untuk menumbuhkan kembali lapisan kulit yang mengalami luka bakar derajat III, perlu dilakukan pencangkokan kulit.

2.1.6Jaringan Granulasi

Jaringan granulasi merupakan jaringan ikat dengan vaskularisasi yang banyak. Jaringan ini terbentuk secara normal saat kulit mengalami luka yang secara perlahan membantu proses penyembuhan luka. Pada bagian kulit yang mengalami luka akan terbentuk jaringan granulasi yang terdiri atas peningkatan


(27)

13

jumlah sel fibroblas, penebalan deposit kolagen dan pembentukan pembuluh darah baru.15

Sel fibroblas adalah unsur utama dalam proses penyembuhan luka di bagian kulit. Pada pembentukan jaringan granulasi, sel fibroblas akan masuk kedalam luka dan secara perlahan membantu proses penyembuhan pada bagian kulit yang mengalami kerusakan. Pada saat terjadi luka, sel inflamasi secara normal juga akan muncul pada pembentukan jaringan granulasi sebagai respon yang ditimbulkan akibat adanya luka. Pada pembentukan jaringan granulasi juga akan terjadi perbaikan sel endotel pembuluh darah yang rusak, untuk kemudian digantikan dengan pembuluh darah yang baru. Sehingga sirkulasi darah pada jaringan yang rusak bisa kembali normal.15

2.1.7Proses Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka merupakan proses ketika jaringan mengalami perbaikan yang terdiri dari proses yang kompleks. Penyembuhan luka dimulai dengan adanya reaksi inflamasi, kemudian diikuti dengan proses terjadinya infiltrasi antara sel epitel, sel endotel, sel fibroblas dan sel inflamasi yang secara perlahan-lahan memperbaiki fungsinya untuk kembali normal.22

Penyembuhan pada kulit yang mengalami luka dibagi menjadi 3 fase, yaitu:

1.Fase Inflamasi

Fase inflamasi dimulai ketika kulit mengalami paparan pertama kali dengan agen yang menyebabkan terjadi luka pada kulit. Pada fase ini terdapat dua tahapan yang akan terjadi, yaitu fase vaskular dan fase selular. Pada fase vaskular akan dimulai dengan terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, fase ini terjadi untuk memperlambat aliran darah agar tidak sampai ke bagian kulit yang mengalami luka, sehingga nantinya akan terjadi pembekuan darah atau koagulasi.22


(28)

Setelah terjadi koagulasi darah, selanjutnya akan muncul mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin dan serotonin yang kemudian berikatan dengan protein pengikat seperti fibrinogen.Yang nantinya dengan bantuan trombin fibrinogen akan dirubah menjadi benang-benang fibrin yang secara perlahan akan membentuk bekuan pada bagian kulit yang terkena luka.22

Selanjutnya pada fase inflamasi juga terdapat fase selular, pada fase ini leukosit, neutrofil dan monosit akan menuju ke bagian kulit yang mengalami luka, yang sebelumnya pada luka tersebut sudah terjadi bekuan oleh fibrin. Neutrofil nantinya akan mengeluarkan zat sitokin sebagai sinyal kemoktasis untuk menarik sel-sel leukosit lain agar berpindah ke bagian kulit yang mengalami luka untuk mencegah terjadinya infeksi pada daerah luka. Kemudian monosit akan berubah menjadi makrofag yang berguna untuk membersihkan debris-debris yang terdapat pada luka yang disebabkan oleh agen penyebab luka.22

2.Fase Proliferasi

Fase proliferasi terjadi setelah agen penyebab luka sudah dihilangkan dan tidak ada infeksi pada daerah luka. Selanjutnya pada fase ini akan terjadi pembentukan jaringan granulasi pada bagian luka. Pada pembentukan jaringan granulasi akan terjadi peningkatan jumlah sel fibroblas dan pembentukan pembuluh darah baru. Sel fibroblas akan mengalami proliferasi karena adanya bantuan dari matriks ektraseluler berupa fibronektin dan sitokin, kemudian sel-sel fibroblas yang telah berproliferasi akan menuju ke permukaan luka yang sebelumnya sudah terjadi pembekuan oleh benang-benang fibrin pada fase inflamasi.22

Pada fase proliferasi, secara perlahan sel fibroblas yang terdapat pada permukaan luka juga akan menghasilkan serat kolagen baru. Serat kolagen yang memiliki bentuk tidak beraturan akibat kulit mengalami luka nantinya akan dihancurkan dan kemudian digantikan dengan serat kolagen yang baru.


(29)

15

Tetapi jumlah kolagen yang dihasilkan tidak akan berlebihan, melainkan hanya akan dibutuhkan secukupnya, menyesuaikan dengan seberapa luas luka yang terbentuk. Serat kolagen yang terbentuk nantinya akan menutup bagian permukaan kulit yang mengalami luka yang diperkuat perlekatannya oleh bantuan fibronektin. Pada fase proliferasi juga akan terjadi pembentukan pembuluh darah baru yang terbentuk karena bantuan dari VEGF (Vascular

Endothelial Growth Factor).22

3.Fase Maturasi

Fase ini adalah tahap akhir pada saat proses penyembuhan luka. Setelah jaringan granulasi terbentuk pada fase proliferasi, nantinya jaringan granulasi tersebut akan berubah menjadi jaringan parut. Pada fase ini sel-sel epitel permukaan dibagian tepi dari luka secara perlahan akan melakukan regenerasi. Kemudian jaringan parut dibawah permukaan luka akan mengalami pematangan dan secara bersamaan sel-sel epitel yang rusak bisa kembali normal dan kulit yang mengalamai luka dapat kembali sembuh.22,23

2.1.8Tujuan Pengobatan Luka Bakar

 Menghambat dan mencegah masuknya bakteri ke dalam jaringan yang mengalami luka seminimal mungkin.

 Menjaga pembentukan sel epitel dan jaringan granulasi yang terbentuk pada kulit yang mengalami luka bakar.

 Mempercepat proses penyembuhan dan memperkuat jaringan yang mengalami luka bakar.19

2.1.9 Ekstrak dan Ekstraksi 2.1.9.1 Ekstrak

Ekstrak adalah bentuk sediaan pekat dari suatu simplisia atau suatu bahan yang di ekstraksi yang berasal dari proses penyaringan dengan menggunakan bantuan pelarut yang telah disesuaikan. Hasil campuran simpilisia dan pelarut


(30)

nantinya akan mengalami proses penguapan hingga tersisa serbuk atau massa yang memiliki kandungan zat aktif yang disebut dengan ekstrak.24

2.1.9.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan zat aktif dari simplisia atau suatu bahan yang berbentuk padat ataupun dalam bentuk cair yang dicampur dengan bantuan pelarut yang telah disesuaikan. Sehingga nantinya akan terjadi pemisahan antara zat aktif dengan simplisia. Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi antara lain adalah etanol, metanol dan aseton.24

2.2Kerangka Teori

Gambar 2.4 Kerangka Teori Ekstrak Daun Binahong

Terdapat senyawa bioaktif

Vehiculum

Saponin

Membantu pembentukan jaringan granulasi pada luka bakar

Penyembuhan luka bakar lebih cepat pada kulit

Deposit Kolagen Flavonoid

Peningkatan Sel Fibroblas

Vitamin C


(31)

17

2.3Kerangka Konsep

Gambar 2.5 Kerangka Konsep Salep ekstrak daun

binahong dengan berbagai konsentrasi ekstrak sebesar

10%, 20%, dan 40%

Pembentukan jaringan granulasi pada luka bakar

tikus Sprague dawley

Neovaskularisasi Peningkatan

sel fibroblas

Peningkatan kepadatan deposit kolagen

Kulit tikus Sprague dawley

Paparan luka bakar 10 detik dengan plat besi


(32)

2.4Definisi Operasional

Tabel 2.1 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur 1. Jumlah sel

fibroblas

Sel berbentuk memanjang dengan inti sel berbentuk lonjong ketika dipotong dan berwarna ungu pucat Aplikasi ImageJ Jumlah rata-rata sel fibroblas pada setiap kelompok perlakuan yang dilihat dengan mikroskop dalam 10 lapang pandang Numerik

2 Kepadatan Deposit Kolagen Kolagen yang terbentuk pada jaringan luka Aplikasi Adobe Photoshop 6.0 Jumlah rata-rata intensitas serat kolagen pada setiap kelompok perlakuan yang dilihat dengan mikroskop dalam 10 lapang pandang Numerik

3. Neovaskula risasi Pembuluh darah yang yang terbentuk pada jaringan luka Aplikasi Adobe Photoshop CS3 Jumlah rata-rata pembuluh darah pada setiap kelompok perlakuan yang dilihat dengan mikroskop dalam 10 lapang pandang Numerik


(33)

19

No. Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur 4. Salep

ekstrak daun binahong Salep ekstrak daun binahong dengan konsentrasi 10%, 20% dan 40% yang

ditambahkan zat pembawa berupa adeps lanae dan vaselin album Timbangan Analitik Farmasi Jumlah ekstrak daun binahong dengan konsentrasi 10%, 20% dan 40% dalam bentuk sediaan salep

Kategorik

5. Salep kontrol positif

Salep silver sulfadiazine

- Parameter

histopatologi kontrol positif terhadap kelompok perlakuan

Kategorik

6. Salep kontrol negatif

Salep berisi adeps lanae dan vaselin album tanpa ekstrak daun binahong Timbangan Analitik Farmasi Parameter histopatologi kontrol negatif terhadap kelompok perlakuan


(34)

20

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan evaluasi histopatologi untuk melihat pengaruh ekstrak daun binahong terhadap pembentukan jaringan granulasi yang meliputi penghitungan sel fibroblas, deposit kolagen dan neovaskularisasi pada luka bakar tikus Sprague dawley (studi pendahuluan lama paparan luka bakar 10 detik dengan plat besi).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan proses determinasi tanaman di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, Jawa Barat. Kemudian dilakukan pembuatan ekstraksi daun binahong di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) Bogor, Jawa Barat. Pembuatan salep ekstrak daun binahong dilakukan di Laboratorium Farmakologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk perlakuan terhadap hewan percobaan dilakukan di Animal House FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Proses pembuatan preparat dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi FK UI, Jakarta. Setelah itu dilakukan pengamatan preparat di Laboratorium Histologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari – April tahun 2014.

3. 3 Bahan Uji

Sebanyak 4 kg daun binahong yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari penjual tanaman obat di daerah Palmerah, Jakarta. Daun dipilih yang tidak terlalu muda dan tua, kemudian setelah itu dibersihkan. Kemudian daun didetermiasi terlebih dahulu, determinasi dilakukan untuk mengurangi kesalahan identitas sampel. Hasil determinasi menunjukan bahwa sampel yang


(35)

21

diuji benar adalah spesies Anredera cordifolia (Tenore) Steenis. (Lampiran 1) Kemudian daun binahong sebanyak 4 kg dilakukan pengeringan dibawah sinar matahari dan didapatkan daun kering sebesar 535 gram (Lampiran 4). Kemudian setelah itu daun dilakukan proses ekstraksi di BALITRO, Bogor. (Lampiran 2)

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah tikus strain Sprague dawley yang didapatkan dari penyedia hewan coba (iRATCo) yang sudah disertakan dengan surat keterangan sehat dari Rumah Sakit Hewan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (IPB). (Lampiran 3)

3.4.1 Besar Sampel

Pada peneltian ini terdapat 5 kelompok perlakuan. Untuk menentukan besar sampel yang dibutuhkan pada setiap kelompok perlakuan, digunakan rumus Faderer :

(N-1) (T-1) ≥ 15 , dengan N= Jumlah sampel dan T= jumlah kelompok.

 (N-1) (5-1) ≥ 15

 (N-1) (4) ≥ 15

 (N-1) ≥ 15/4

 N -1 ≥ 3,75

 N ≥ 4,75 (bulatkan 5)

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka jumlah sampel minimial yang diperlukan adalah 5 tikus untuk masing-masing kelompok perlakuan.

3.4.2 Kriteria Inklusi

Tikus Sprague dawley jenis kelamin jantan, kondisi sehat, usia 12 minggu, berat badan 350-400 gr.


(36)

3.4.3 Kriteria Eksklusi

Tikus Sprague dawley yang mengalami bekas luka di daerah dorsal atau memiliki kelainan kulit lainnya.

3.4.4 Pembagian Kelompok Sampel

Terdapat 5 kelompok tikus pada penelitian ini, kelompok 1 (P1) adalah tikus yang diberikan salep ekstrak daun binahong konsentrasi 10%, kelompok 2 (P2) adalah tikus yang diberikan salep ekstrak daun binahong konsentrasi 20%, kelompok 3 (P3) adalah tikus yang diberikan salep ekstrak daun binahong konsentrasi 40%, kelompok 4 (K+) adalah kelompok yang diberikan salep silversulfadiazine, kelompok 5 (K-) adalah kelompok yang diberikan salep mengandung adeps lanae dan vaseline album tanpa campuran ekstrak daun binahong.

3.5 Alat dan Bahan Penelitian 3.5.1 Alat Penelitian

1. Kandang tikus

2. Tempat minum dan makanan tikus 3. Serbuk kayu untuk tikus

4. Sabun dan alat pembersih kandang tikus 5. Head collar yang terbuat dari kertas rontgen 6. Plat besi berukuran 4x2 cm dan benang kasur 7. Toples untuk anastesi

8. Alat bedah minor dan pisau cukur 9. Gelas dan alat pemanas air

10. Lumpang dan alu 11. Timbangan elektronik 12. Sarung tangan

13.Termometer


(37)

23

3.5.2 Bahan Penelitian

1. Ekstrak daun binahong

2. Adeps lanae

3. Vaseline album 4. Eter

5. Formalin

3.6 Adaptasi dan Pemeliharaan Hewan Sampel

Setelah tikus strain Sprague dawley yang berasal dari penyedia hewan coba (iRATCo) sampai di kampus FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tikus ini dilakukan adaptasi di Animal House selama 7 hari. Tikus ini dipelihara dengan baik dengan memperhatikan kondisi kandangnya, serta tikus ini diperhatikan juga pemberian makanan dan minuman yang diberikan secara teratur pada semua kelompok tikus

3.7 Pembuatan Konsentrasi Ekstrak

Setelah daun binahong telah dilakukan proses pembuatan ekstrak di BALITRO, Bogor. Tahap selanjutnya, ekstrak daun binahong akan dijadikan sediaan salep dengan cara ditambahkan basis berupa adeps lanae dan vaselin album. Proses pembuatan ekstrak dilakukan di Laboratorium Farmasi, FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ekstrak daun binahong pertama-tama panaskan lumpang dan alu didalam oven dengan suhu 500C agar panas dan meminimalisir adanya mikroorganisme yang menempel pada lumpang dan alu. Kemudian keluarkan lumpang dan alu dari oven. Masukkan adeps lanae terlebih dahulu kedalam lumpang kemudian aduk secara perlahan sampai rata, kemudian tambahkan vaselin album kedalam lumpang lalu diaduk secara perlahan dengan gerakan tangan mengaduk secara konstan sehingga campuran adeps lanae dan vaseline album homogen. Selanjutnya tambahkan ekstrak daun binahong sesuai konsentrasi yang dibutuhkan dan diaduk hingga homogen.


(38)

Formula standar dasar salep menurut Agoes Goeswin (2006)25 ialah:

R/ Adeps Lanae 15 g

Vaselin Album 85 g

m.f salep 100 g

Sediaan salep yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas campuran adeps

lanae dan vaseline album dengan penambahan konsentrasi daun binahong yang

berbeda, yaitu konsentrasi 10%, 20%, dan 40% . (Lampiran 4) a. salep ekstrak daun binahong 10 %

R/ Ekstrak daun binahong 3 g

Dasar salep 27 g

m.f salep 30 g

b. salep ekstrak daun binahong 20% R/ Ekstrak daun binahong 6 g

Dasar salep 24 g

m.f salep 30 g

c. salep ekstrak daun binahong 40% R/ Ekstrak daun binahong 12 g

Dasar salep 18 g

m.f salep 30 g

.

3.8 Perlakuan Luka Bakar Pada Tikus

Sebelum melakukan perlakuan pada tikus, rambut disekitar punggung tikus dicukur menggunakan pisau cukur dan ketika melakukan pencukuran diberikan gel khusus pencukur bulu. Gel ini bertujuan untuk meminimalkan adanya iritasi yang disebabkan oleh pisau cukur. Setelah rambut tikus pada bagian punggung sudah tercukur, tahap selanjutnya tikus akan dianastesi. Selanjutnya dilakukan anastesi secara inhalasi pada tikus dengan menggunakan eter, anastesi


(39)

25

dilakukan selama 10 detik. Setelah tikus teranastesi, proses selanjutnya bagian punggung tikus akan dilakukan pembuatan luka bakar. Plat besi berukuran 4x2 cm dicelupkan ke dalam air panas dengan suhu 980 C selama 5 menit. Luka bakar dibuat dengan cara menempelkan plat besi pada bagian punggung tikus selama 10 detik. (Lampiran 5)

3.9 Cara Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong

Setelah dilakukan pembuatan luka bakar pada bagian punggung tikus. Selanjutnya bagian punggung tikus diberikan pemberian terapi yang sudah ditentukan pemberiannya pada masing-masing kelompok. Pemberian terapi dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Pemberian terapi dilakukan selama 5 hari. Terapi diberikan secara topikal pada bagian punggung tikus yang mengalami luka bakar. (Lampiran 5)

3.10 Pengambilan Jaringan

Setelah tikus mendapatkan perlakuan berupa pemberian terapi yang berbeda pada masing-masing kelompok tikus selama 5 hari, selanjutnya tikus dianatesi secara total dengan cara memasukan tikus kedalam toples yang mengandung larutan eter. Setelah tikus teranastesi total, tikus dikeluarkan dari dalam toples. Setelah itu bagian kulit tikus yang mengalami perlakuan, akan diambil jaringan kulitnya dengan cara memisahkan jaringan kulit yang mengalami perlakuan dengan kulit yang masih sehat dengan menggunakan alat bedah minor. (Lampirasn 5) Setelah jaringan terambil, lalu jaringan kulit tersebut dibentang dikarton lalu distepler. Lalu masukan ke dalam toples sampel yang berisi formalin 10% untuk selanjutnya dilakukan pembuatan sediaan preparat di Laboratorium Patologi Anatomi FK UI, Jakarta.


(40)

3.11 Pengamatan Histopatologi

Setelah proses pembuatan sediaan preparat selesai. Tahap selanjutnya adalah pengamatan preparat untuk mengamati sel fibroblas, deposit kolagen dan juga neovaskularisasi yang terdapat pada sediaan preparat. Preparat diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40 kali lensa objektif dan dilakukan pemotretan 10 lapang pandang pada setiap preparat. Setelah semua foto sudah dilakukan pemotretan pada mikroskop, selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah komponen yang ingin dicari.

Setelah sediaan preparat sudah difoto kemudian dilakukan penghitungan dan pengamatan terhadap jumlah sel fibroblas, deposit kolagen dan neovaskularisasi yang terbentuk pada jaringan granulasi di luka bakar. Pengamatan dilakukan dengan aplikasi sebagai berikut:

 Untuk menghitung jumlah sel fibroblas pada sediaan foto preparat, diamati dengan menggunakan aplikasi ImageJ. Pengamatan sel fibroblas dilihat dengan gambaran jenis sel yang memiliki inti berbentuk lonjong ketika dipotong dan berwarna ungu pucat. Setelah setiap 10 lapang pandang dari setiap satu foto dihitung jumlah selnya, kemudian dihitung nilai rata-rata dari setiap kelompok perlakuan.

 Untuk menghitung serat kolagen pada sediaan foto preparat, diamati dengan aplikasi Adobe Photoshop 6.0. Aplikasi ini dapat mengukur luas serat kolagen yang terbentuk, dengan cara membedakan serapan warna RGB (Red, Green, Blue. Warna serapan untuk serat kolagen adalah Blue atau warna biru. Ketebalan serat kolagen yang diteliti dapat dilihat dari jumlah pixels pada warna biru. Setelah setiap 10 lapang pandang dari setiap foto dihitung ketebalan serat kolagennya, kemudian dihitung nilai rata-rata dari setiap kelompok perlakuan.


(41)

27

 Untuk menghitung pembuluh darah pada sediaan foto preparat, diamati dengan aplikasi Adobe Photoshop CS3. Setelah setiap 10 lapang dari setiap foto dihitung jumlah pembuluh darah yang terlihat, kemudian dihitung nilai rata-rata dari setiap kelompok perlakuan.

3.12 Manajemen Analisis Data Pembentukan Jaringan Granulasi

Dalam pengambilan data pada penelitian ini, dilakukan eksperimen langsung terhadap luka bakar tikus Sprague dawley (studi pendahuluan lama paparan luka bakar 10 detik dengan plat besi) yang diberikan pemberian ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis). Setelah dilakukan penghitungan nilai rata-rata dari jumlah sel fibroblas, deposit kolagen dan neovaskularisasi. Kemudian data yang sudah terkumpul dilakukan pengolahan data dengan menggunakan program SPSS versi 16.0.


(42)

3.13 Alur Kerja Penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian Persiapan penelitian meliputi

persiapan seluruh alat dan bahan

Pemeliharaan tikus di animal house, 1 tikus per kandang (7 hari)

Determinasi daun di LIPI, Bogor

Ekstraksi daun di BALITRO, Bogor

Pembuatan salep ekstrak binahong dengan konsentrasi 10%, 20% dan 40%

Perlakuan luka bakar 10 detik dengan plat besi berukuran 4x2 cm yang sudah dipanaskan dalam

air mendidih 980C

Pemberian terapi pada kelompok tikus: P1 (salep ekstrak 10%), P2 (salep ekstrak 20%), P3 (salep ekstrak 40%),

K+ (silver sulfadiazine), K- (Salep tanpa ekstrak)

Pembelian daun binahong di toko tanaman obat di Palmerah, Jakarta.

Eksisi kulit tikus yang mengalami perlakuan pada hari ke 5

Kulit tikus dibuat sediaan preparat di Departemen Patologi Anatomi

FK UI, Jakarta

Pengamatan preparat di laboratorium histologi, FKIK UIN Jakarta

Pengolahan dan analisis data Pembelian tikus sehat

dari iRATCo

Tikus di anastesi menggunakan eter

Diberikan terapi 2 kali sehari selama 5 hari

Tikus di anastesi menggunakan eter


(43)

29

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambar Makroskopik

Gambar 4.1. Luka Bakar (panah) Semua Kelompok Penelitian Hari Ke-5 Pada hari ke-5 didapatkan gambaran makroskopik pada luka bakar tikus kontrol - masih tampak warna kemerahan yang lebih banyak dibandingkan dengan kontrol +. Sedangkan pada luka bakar masing-masing kelompok tikus perlakuan tampak dominasi warna luka yang kecoklatan.

4.2 Gambar Mikroskopik 4.2.1 Sel Fibroblas

Gambar 4.2. Sel Fibroblas (panah) Pada Jaringan Granulasi Luka Bakar Tikus


(44)

Tabel 4.1. Rerata Jumlah Sel Fibroblas

Pada hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat peningkatan jumlah sel fibroblas tertinggi terdapat pada kelompok P3 (salep ekstrak daun binahong 40%). Jumlah sel fibroblas pada kelompok kontrol + (silver sulfadiazine) dan kelompok kontrol - (salep tanpa pemberian ekstrak) memiliki jumlah sel fibroblas lebih rendah dibandingkan jumlah sel kelompok P3. Sedangkan jumlah sel fibroblas pada kelompok P1 (salep ekstrak daun binahong 10%) dan kelompok P2 (salep ekstrak daun binahong 20%) memiliki jumlah sel fibroblas lebih rendah dibandingkan kelompok P3 (salep ekstrak daun binahong 40%) tetapi memiliki jumlah lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol - (salep tanpa pemberian ekstrak).

Setelah itu data yang diperoleh dilakukan penghitungan statistik menggunakan SPSS 16.0. Data dilakukan uji normalitas dan didapatkan data normal. Selanjutnya dilakukan uji One-Way Anova karena distribusi data sudah normal dan didapatkan uji variasi data homogen. Didapatkan hasil p Value

sebesar 0,000 (p<0,05), menandakan bahwa diantara semua kelompok penelitian minimal terdapat dua kelompok yang memiliki perbedaan yang bermakna. Selanjutnya untuk menilai kelompok penelitian mana saja yang memiliki perbedaan yang bermakna dilakukan analisis Post Hoc.

Kelompok N Rerata Sel Fibroblas Kontrol - 5 21,60 Kontrol + 5 33,24 Perlakuan 1 5 23,46 Perlakuan 2 5 27,53 Perlakuan 3 5 36,50


(45)

31

Tabel 4.2. Hasil Analisis Post Hoc Sel Fibroblas

Kelompok Penelitian Kontrol - Kontrol + Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Kontrol - - 0.000 0.080 0.000 0.000 Kontrol + 0.000 - 0.000 0.000 0.001 Perlakuan 1 0.080 0.000 - 0.001 0.000 Perlakuan 2 0.000 0.000 0.001 - 0.000 Perlakuan 3 0.000 0.001 0.000 0.000 -

Gambar 4.3. Grafik Rerata Jumlah Sel Fibroblas

* Keterangan:

a = Signifikan dengan kontrol - b = Signifikan dengan kontrol + c = Signifikan dengan perlakuan 1 d = Signifikan dengan perlakuan 2 e = Signifikan dengan perlakuan 3 Signifikan p<0,05 = bermakna

Berdasarkan analisis Post Hoc (Mann-Whitney) dapat ditarik kesimpulan bahwa semua kelompok memiliki perbedaan jumlah sel fibroblas yang bermakna, kecuali pada kelompok kontrol - dengan kelompok perlakuan 1.

Pada penelitian Zulfitri AMI (2012), dari fakultas kedokteran gigi, Universitas Airlangga, melakukan sebuah studi penelitian terhadap luka bakar pada marmut yang diberikan ekstrak daun binahong dengan penggunaan konsentrasi 20%, 40%, dan 80%. Didapatkan jumlah sel fibroblas terbanyak terdapat pada kelompok marmut yang diberikan ekstrak binahong 80%, ini

b, d, e

a, c, d, e

b, d, e

a, b, c, e

a, b, c, d

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Kontrol - Kontrol + Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3

R er at a Sel F ib robl as Kelompok Penelitian


(46)

membuktikan semakin banyak konsentrasi ekstrak binahong yang digunakan semakin besar juga efek yang diberikan dalam penyembuhan luka11. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini, didapatkan pada pemberian salep ekstrak daun binahong konsentrasi 40% memiliki peningkatan jumlah sel fibroblas lebih banyak dibandingkan kelompok lain.

4.2.2 Deposit Kolagen

Gambar 4.4. Deposit Kolagen Pada Jaringan Granulasi Luka Bakar Tikus

Sprague dawley (Pewarnaan Tricrome, Perbesaran 40 kali Lensa Objektif)

Tabel 4.3. Rerata Jumlah Deposit Kolagen

Pada hasil penelitian didapatkan bahwa kelompok yang memiliki ketebalan deposit kolagen paling tinggi adalah kelompok kontrol + (silver

Kelompok N Rerata Deposit Kolagen Kontrol - 5 156.644 Kontrol + 5 226.415 Perlakuan 1 5 172.257 Perlakuan 2 5 186.361 Perlakuan 3 5 214.582


(47)

33

sulfadiazine). Dari hasil rata-rata didapatkan kelompok P1, P2 dan P3 memiliki jumlah deposit kolagen yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol + , tetapi memiliki jumlah yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol - (salep tanpa pemberian ekstrak).

Setelah itu data yang diperoleh selanjutnya dilakukan pengolahan statistik dengan menggunakan SPSS 16.0. Data dilakukan uji normalitas dan didapatkan hasil distribusi data tidak normal. Kemudian setelah itu hasil distribusi data yang tidak normal dilakukan transformasi data, dan didapatkan hasil uji normalitas data kembali tidak normal. Karena hasil distribusi data masih tidak normal, selanjutnya dilakukan uji Kruskal-Wallis. Didapatkan hasil p Value sebesar 0,001 (p<0,05), menandakan bahwa diantara semua kelompok penelitian minimal terdapat dua kelompok yang memiliki perbedaan yang bermakna. Data tersebut memperlihatkan bahwa deposit kolagen paling banyak terdapat pada kelompok kontrol + (salep silver sulfadiazine) dibandingkan kelompok penelitian lain. Sedangkan penggunaan salep ekstrak daun binahong pada kelompok P1, P2, P3 memiliki deposit kolagen lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol - (salep tanpa pemberian ekstrak). Selanjutnya untuk menilai kelompok penelitian mana saja yang memiliki perbedaan yang bermakna dilakukan analisis Post Hoc berupa uji Mann-Whitney.

Tabel 4.4. Hasil Analisis Post Hoc (Mann-Whitney)Deposit Kolagen

Kelompok Penelitian Kontrol - Kontrol + Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Kontrol - - 0.000 0.096 0.000 0.000 Kontrol + 0.000 - 0.000 0.000 0.032 Perlakuan 1 0.096 0.000 - 0.001 0.000 Perlakuan 2 0.000 0.000 0.001 - 0.000 Perlakuan 3 0.000 0.032 0.000 0.000 -


(48)

Gambar 4.5. Grafik Rerata Jumlah Deposit Kolagen

* Keterangan:

a = Signifikan dengan kontrol - b = Signifikan dengan kontrol + c = Signifikan dengan perlakuan 1 d = Signifikan dengan perlakuan 2 e = Signifikan dengan perlakuan 3 Signifikan p<0,05 = bermakna

Berdasarkan analisis Post Hoc (Mann-Whitney) dapat ditarik kesimpulan bahwa semua kelompok memiliki perbedaan deposit kolagen yang bermakna, kecuali pada kelompok kontrol - dengan kelompok perlakuan 1.

Hasil penelitian ini berbeda dengan yang didapatkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Isnatin pada tahun 2012. Pada penelitiannya, pemberian ekstrak daun binahong pada luka bakar didapatkan pembentukan deposit kolagen lebih banyak pada marmut yang diberikan pemberian ekstrak daun binahong dibandingkan dengan kontrol + dan kontrol -, hal tersebut karena adanya pengaruh dari kandungan saponin yang terdapat dalam daun binahong.6 Kandungan saponin dalam ekstrak daun binahong dapat menstimulasi pembentukan kolagen proses penyembuhan luka.6

b,d,e

a,c,d,e

b,d,e a,b,c,e

a,b,c,d 0 50 100 150 200 250

Kontrol - Kontrol + Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3

Re rat a De p os it K ol age n (p ix el s) Kelompok Penelitian


(49)

35

4.2.3 Neovaskularisasi

Gambar 4.6. Neovaskularisasi (panah) Pada Jaringan Granulasi Luka Bakar Tikus

Sprague dawley (Pewarnaan HE, Perbesaran 40 kali Lensa Objektif)

Tabel 4.5 Rerata Jumlah Neovaskularisasi

Pada hasil penelitian didapatkan bahwa kelompok yang memiliki jumlah pembentukan pembuluh darah paling tinggi terdapat pada kelompok kontrol + (silver sulfadiazine). Sedangkan dari hasil rata-rata kelompok P1, P2 dan P3 memiliki jumlah pembuluh darah yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol +, tetapi memiliki jumlah yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol - (salep tanpa pemberian ekstrak).

Kelompok N Rerata Neovaskularisasi Kontrol - 5 2,35

Kontrol + 5 5,83 Perlakuan 1 5 2,74 Perlakuan 2 5 3,62 Perlakuan 3 5 4,27


(50)

Setelah itu data yang diperoleh selanjutnya dilakukan pengolahan statistik dengan menggunakan SPSS 16.0. Data dilakukan uji normalitas dan didapatkan hasil distribusi data tidak normal. Kemudian setelah itu hasil distribusi data yang tidak normal dilakukan transformasi data, dan didapatkan hasil uji normalitas data kembali tidak normal. Karena hasil distribusi data masih tidak normal, selanjutnya dilakukan uji Kruskal-Wallis. Didapatkan hasil p Value sebesar 0,007 (p<0,05), menandakan bahwa diantara semua kelompok penelitian minimal terdapat dua kelompok yang memiliki perbedaan yang bermakna. Data tersebut menunjukan neovaskularisasi paling banyak terbentuk pada kelompok kontrol + (salep silver sulfadiazine). Sedangkan kelompok perlakuan P1, P2 dan, P3 memiliki jumlah vaskular lebih banyak dibandingkan dengan kontrol negatif (salep tanpa pemberian ekstrak). Selanjutnya untuk menilai kelompok penelitian mana saja yang memiliki perbedaan yang bermakna dilakukan analisis Post Hoc berupa uji Mann-Whitney.

Tabel 4.6. Analisis Post Hoc (Mann-Whitney) Neovaskularisasi

Kelompok Penelitian Kontrol - Kontrol + Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Kontrol - - 0.000 0.061 0.000 0.000 Kontrol + 0.000 - 0.000 0.000 0.000 Perlakuan 1 0.061 0.000 - 0.000 0.000 Perlakuan 2 0.000 0.000 0.000 - 0.000 Perlakuan 3 0.000 0.000 0.000 0.000 -


(51)

37

Gambar 4.7. Grafik Rerata Jumlah Neovaskularisasi

* Keterangan:

a = Signifikan dengan kontrol - b = Signifikan dengan kontrol + c = Signifikan dengan perlakuan 1 d = Signifikan dengan perlakuan 2 e = Signifikan dengan perlakuan 3 Signifikan p<0.05 = bermakna

Berdasarkan analisis Post Hoc (Mann-Whitney) dapat ditarik kesimpulan bahwa semua kelompok memiliki perbedaan neovaskularisasi yang bermakna. kecuali pada kelompok kontrol - dengan kelompok perlakuan 1.

Dapat disimpulkan pemberian salep silver sulfadiazine memiliki pengaruh dalam pembentukan vaskular pada luka bakar dibandingkan pemberian salep ekstrak daun binahong dari semua konsentrasi. Tetapi jika dilihat dari kadar konsentrasi binahong menunjukan, konsentrasi 40% adalah konsentrasi yang dapat membuat pembentukan neovaskularisasi paling banyak jika dibandingkan konsentrasi 10% dan 20%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Isrofah (2014), dari fakultas kedokteran ilmu kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pemberian ekstrak daun binahong konsentrasi 10%, 20%, dan 40% pada luka bakar derjat II tikus putih rattus novergius, didapatkan neovaskularisasi paling banyak terdapat pada kelompok tikus yang diberikan ekstrak binahong 40%.26

b,d,e a,c,d,e b,d,e a,b,c,e a,b,c,d 0 1 2 3 4 5 6

Kontrol - Kontrol + Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3

Rat a -r at a Ne ovas k u lar is as i Kelompok Perlakuan


(52)

38

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Jumlah sel fibroblas lebih banyak terdapat pada kelompok P3 yang diberikan salep ekstrak daun binahong dengan konsentrasi 40% dibandingkan kelompok P1, P2, kontrol + dan kontrol - pada luka bakar tikus Sprague dawley (studi pendahuluan lama paparan luka bakar 10 detik dengan plat besi).

2. Jumlah ketebalan deposit kolagen lebih banyak terdapat pada kelompok tikus kontrol + (silver sulfadiazine) dibandingkan kelompok perlakuan dan kontrol - pada luka bakar tikus Sprague dawley (studi pendahuluan lama paparan luka bakar 10 detik dengan plat besi).

3. Jumlah neovaskularisasi lebih banyak terdapat pada kelompok kontrol + (silver sulfadiazine) dibandingkan kelompok perlakuan dan kontrol - pada luka bakar tikus Sprague dawley (studi pendahuluan lama paparan luka bakar 10 detik dengan plat besi).

5.2 Saran

1. Mengetahui pengaruh dari bagian lain dari tumbuhan binahong seperti umbi, batang, dan akar dengan mengetahui kandungan spesifik yang terkandung didalamnya yang dapat berfungsi membantu penyembuhan luka.

2. Dapat dilakukan penelitian tentang pemberian ekstraksi secara peroral pada hewan uji, melihat pengaruhnya secara sistemik pada organ-organ hewan uji.


(53)

39

3. Memperhatikan aktivitas dan juga lingkungan dari hewan uji, karena hal tersebut dapat berpengaruh terhadap perlakuan yang kita berikan kepada hewan uji. Memperkecil kemungkinan adanya bias akibat faktor eksternal pada hewan uji.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

1. Krug, Etienne. Burn Prevention and Care Geneva, Switzerland: World Health Organization. 2008.

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2007). Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia. 2008.

3. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009. 4. Rhyner S. Rubin’s Pathology. Clinicopathologic Foundations of

Medicine. Sixth Edition. China : Lippincott Williams & Wilkins. 2012.

5. Vivian-Smith G. Anredera cordifolia (vine, climber). Global Invasive Species Database. 2006. Diakses dari http://www.issg.org.

6. Miladiyah I, Prabowo BR. Ethanolic Extract of Anredera cordifolia

(Tenore) Steenis Leaves Improved Wound Healing in Guinea Pigs.

Universa Medica. Vol 31 – No. I. January – April 2012.

7. Vivian-Smith G, Lawson BE, Turnbull A, Downey PO. The biology of

Australian weeds Anredera cordifolia (Ten.) Steenis. Plant Protection

Quarterly: Vol.22(1). 2007.

8. Anredera cordifolia (Ten.) Steenis Taxonomic Serial No: 181920 Tuesday 15 Feb 2014 21:23 Diakses dari http: //www.itis.gov.

9. Manoi F. Binahong (Anredera cordifolia) sebagai Obat. Warta Penelitian Pengembangan Tanaman Obat. 2009.

10. Djamil Ratna et al. Antioxidant Activity of Flavonoid from Anredera

cordifolia (ten) Steenis Leaves. International Research Journal of

Pharmacy, 3 (9). 2012.

11. Zulfitri AMI, Khoswanto C, Istiati S. The Effect of Extract Binahong Leaf Gel (Anredera cordifolia) to Improve Guinea Pigs (Cavia cobaya) Fibroblast Cell and Capillaries Number Over Wound Healing Process


(55)

41

No.2. Abstract. Departement Dental Journal Faculty of Dentistry – University of Airlangga. 2012.

12. Jeon H, etal. Quercetin activates an angiogenic pathway, hypoxia

inducible factor (HIF) – 1 vascular endothelial growth factor, by

inhibiting HIF-prolyl hydroxylase : a structural analysis of quercetin for

inhibiting HIF-prolyl hydroxylase. Molecular Pharmacology. 2007.

13. Astuti SM, et al. Determination of Saponin Compound from Anredera cordifolia (Tenore) Steenis Plant (Binahong) to Potential Treatment for

Several Diseases. Journal of Agriculture Science. Vol.3, No.4; Desember

2011.

14. Nur DM. Perbedaan Kadar Vitamin C pada Daun Binahong Segar dan

Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis).

Universitas Muhammadiyah Semarang. 2010.

15. Martini FH, Nath JL, Bartholomew. Fundamentals Anatomy dan

Physiology. Ninth edition. Benjamin cummings : USA. 2012.

16. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem, Edisi 6. Jakarta: EGC. 2011.

17. Mescher, Anthony L. Histologi Dasar Junqueira: teks dan atlas, Edisi 10. Jakarta: EGC. 2007.

18. Tortora, J Gerrad and Bryan Derrickson. Priciples of Anantomy and

Physiology 12th Edition. USA: John Willey and Sons, inc. 2009.

19. Sjamsuhidayat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidayat-de Jong, Edisi 3. EGC, Jakarta, 2010, p 755-760.

20. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah Bagian 1. Jakarta: EGC. 1995 21. Schwartz, Seymour I. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

2000.

22. Kumar, Vinay Et. Al. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7. Vol. 1. Jakarta: EGC. 2007.

23. Li J, Chen J, Kirsner R. Phatophisiology of Acute Wound Healing. Clinics in Dermatology : Elsevier. 2007.


(56)

24. Departemen Kesehatan RI. Parameter Standard Umum Ekstrak

Tumbuhan Obat Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.

Jakarta: Depkes RI. 2000.

25. Agoes, Goeswin. Pengembangan Sediaan Farmasi. ITB: Bandung. 2006. 26. Isrofah, Afandi M, Efektifitas Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera

cordifolia (Ten) Steenis) Terhadap Proses Penyembuhan Luka Bakar

Derajat 2 Termal Tikus Putih (rattus novergius). Fakultas kedokteran

Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2014.

27. Dahlan MS. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 5. Seri Evidence Based Medicine 1. Jakarta: Salemba Medika. 2013.


(57)

43


(58)

(59)

45


(60)

Lampiran 4

Gambar 6.1 Daun Binahong Setelah Dikeringkan

Gambar 6.2 Penimbangan Ekstrak Kental Daun Binahong

Gambar 6.3 Pembagian Konsentrasi Ekstrak Daun Binahong 10%, 20% dan 40%


(61)

47

Lampiran 5

Gambar 6.4 Proses Pembuatan Luka Bakar

Gambar 6.5 Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong


(62)

Lampiran 6 Riwayat Penulis Identitas:

Nama : Audi Fikri Aulia

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat Tanggal Lahir : Bekasi, 27 April 1993

Agama : Islam

Alamat : Perumahan Ciputat Baru Jalan Dahlia No.19, Ciputat,

Tangerang Selatan

Email : audi_odi@yahoo.com

Riwayat Pendidikan:

2000-2006 : MI Pembangunan UIN Jakarta

2006-2008 : Mts Pembangunan UIN Jakarta

2008-2011 : SMA Negeri 29 Jakarta

2011 – sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(1)

43


(2)

(3)

45


(4)

Gambar 6.1 Daun Binahong Setelah Dikeringkan

Gambar 6.2 Penimbangan Ekstrak Kental Daun Binahong

Gambar 6.3 Pembagian Konsentrasi Ekstrak Daun Binahong 10%, 20% dan 40%


(5)

47

Lampiran 5

Gambar 6.4 Proses Pembuatan Luka Bakar

Gambar 6.5 Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong


(6)

Agama : Islam

Alamat : Perumahan Ciputat Baru Jalan Dahlia No.19, Ciputat,

Tangerang Selatan

Email : audi_odi@yahoo.com

Riwayat Pendidikan:

2000-2006 : MI Pembangunan UIN Jakarta

2006-2008 : Mts Pembangunan UIN Jakarta

2008-2011 : SMA Negeri 29 Jakarta

2011 – sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif


Dokumen yang terkait

Penganrh Salep Ekstrak I)aun Binahong (Anredera cordifulia (Tenore) Steenis) terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi pada Luka Bakar Tikus Sprngue dawley (Studi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik dengan Plat Besi

1 19 89

Uji aktivitas ekstrak Etanol 70% daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) terhadap penurunan kadar asam urat dalam darah tikus putih jantan yang diinduksi dengan Kafeina

1 42 73

Pengaruh salep ekstrak daun binahong (anredera cordifolia (tenore) steenis) terhadap re-epitelisasi epidermis pada luka bakar tikus sprague dawley: studi pendahuluan lama paparan 10 detik dengan plat besi

1 14 63

Pengaruh Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) Terhadap Re-Epitelisasi Pada Luka Bakar Tikus Sprague dawley (Sudi Pendahuluan Lama Paparan Luka Bakar 30 Detik dengan Plat Besi

3 33 70

Pengaruh pemberian salep ekstrak daun Binahong (anredera cordifolia (tenore) steenis) terhadap re-epitelisasi pada luka bakar tikus sprague dawley : studi pendahuluan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi

0 20 70

Pengaruh Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong : Anredera cordifolia : TENORE STEENIS Terhadap Reduksi Luas Permukaan Luka Bakar Pada Tikus Sprague dawley

1 18 65

Efektifi tas Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera Cordifolia (Ten) Steenis) Terhadap Proses Penyembuhan Luka Bakar Derajat 2 Termal pada Tikus Putih (Rattus Novergicus)

0 10 13

UJI AKTIFITAS SALEP EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) SEBAGAI PENYEMBUH LUKA BAKAR PADA KULIT PUNGGUNG KELINCI.

0 1 20

PENGARUH PEMBERIAN SALEP EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) TERHADAP KEPADATAN KOLAGEN TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG MENGALAMI LUKA BAKAR

0 2 83

UJI POTENSI EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) TERHADAP PENINGKATAN KETEBALAN JARINGAN GRANULASI DAN WAKTU PENYEMBUHAN LUKA BAKAR TIKUS

0 0 17