ADART LSM Lumbung Informasi Rakyat LIRA DPD Kabupaten Sukoharjo merupakan pihak ke-3 yang berkepentingan terhadap
penegakan hukum dan pemberantasan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme KKN.
Hal inilah menjadi dasar dari penulis dalam melakukan penelitian
skripsi dengan judul: Proses Praperadilan Yang Dimohonkan Pihak Ke-3 Terhadap Dugaan Penghentian Penyidikan Kasus Korupsi Studi Kasus
Di Pengadilan Negeri Sukoharjo. B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.
Siapa yang dimaksud pihak ke-3 oleh penegak hukum dalam permohonan praperadilan ?
2. Bagaimana prosedur praperadilan yang diajukan oleh pihak ke-3 ?
3. Apa alasan pihak ke-3 mengajukan praperadilan ?
4. Apa yang menjadi dasar pertimbangan hukum yang diajukan oleh pihak
ke-3 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui yang dimaksud pihak ke-3 oleh penegak hukum dalam
permohonan praperadilan. 2.
Untuk mengetahui prosedur praperadilan yang diajukan oleh pihak ke-3. 3.
Untuk mengetahui alasan-alasan pihak ke-3 dalam mengajukan praperadilan.
4. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum dalam menerima
permohonan yang diajukan oleh pihak ke-3.
D. Manfaat Penelitian
a. Diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan terhadap masyarakat secara umum dan para mahasiswa di Fakultas Hukum
tentang arti pentingnya suatu psoses praperadilan. b. Menjadi sumber dari suatu pengetahuan yang baru, khususnya
mengenai arti pentingnya praperadilan yang dimohonkan oleh pihak ke-3.
E. Kerangka Pemikiran
Kewenangan lembaga praperadilan sendiri adalah kewenangan Pengadilan Negeri untuk memeriksa den memutus sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 77 KUHAP yaitu : a
Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan;
b Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara
pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan dan penuntutan. Wewenang praperadilan untuk memeriksa dan memutus sah atau
tidaknya penghentian penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dan penghentian penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum menyebutkan
tentang alasan dilakukannya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan :
a. Tidak cukup bukti;
b. Peristiwa tersebut tidak termasuk kejahatan atau pelanggaran tindak
pidana; c.
Nebis in idem;
d. Daluwarsa.
7
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 maupun Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menggambarkan
bahwa permasalahan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang melanda bangsa Indonesia sudah sangat serius, dan merupakan kejahatan yang luar biasa dan
menggoyahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara yang luar biasa.
Yang dimaksud dengan cara yang luar biasa antara lain sistem pembuktian yang bersifat terbatas atau berimbang, yakni terdakwa mempunyai hak untuk
membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi dan wajib memeberikan keterangan tentang seluruh harta benda istri atau suami, anak,
dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan, dan penuntut umum tetap
berkewajiban membuktikan dakwaannya. Ketetapan MPR No. VIIIMPR2001 Tentang Rekomendasi Arah
Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dalam Pasal 2 arah kebijakan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme
ada 3 tiga point penting upaya pemerintah dalam melibatkan masyarakat dalam pemberantasan korupsi di Indonesia adalah :
1. Mempercepat proses hukum terhadap aparatur pemerintah terutama
aparat penegak hukum dan penyelenggaraan Negara yang diduga melakukan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta dapat dilakukan
tindakan administrasi untuk memperlancar proses hukum. 2.
Melakukan penindakan hukum yang lebih bersungguh-sungguh terhadap
7
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hal 5.
semua kasus korupsi, termasuk korupsi yang telah terjadi di masa lalu, dan bagi mereka yang telah terbukti bersalah agar dijatuhi hukuman yang
seberat-beratnya. 3.
Mendorong partisipasi masyarakat luas dalam mengawasi dan melaporkan kepada pihak yang berwenang berbagai dugaan praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme tang dilakukan oleh pegawai negeri, penyelenggara Negara, dan anggota masyarakat.
Salah satu bentuk partisipasi masyarakat adalah melaporkan dugaan korupsi kepada pihak penegak hukum. Namun dengan karakteristik pidana
korupsi yang biasanya terkait dengan para pelaku yang punya kekuasaan, dengan pengaruh kekuasaan tersebut maka dalam proses peradilan kasus
korupsi akan memungkinkan terjadinya penyimpangan terhadap hukum. Selain itu adalah kasus praperadilan yang di ajukan oleh Masyarakat Anti
Korupsi Jawa Tengah MAKs yang merupakan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat terhadap dugaan penghentian penyidikan oleh Kepolisian Resort
Sukoharjo terhadap laporan dugaan tindak pidana korupsi. Sekarang juga dapat dijumpai dalam kasus proses praperadilan lain seperti kabar terbaru
bahwa pada hari senin, 2 Mei 2011 kemarin Pengadilan Negeri Surakarta menerima dan memeriksa upaya praperadilan atas pemohon pihak ke-3 yaitu
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat dan MAKI Masyarakat Anti Korupsi Indonesia terhadap Polresta dan Kejari Surakarta, terkait kasus korupsi 19
mantan anggota dewan periode 1999-2004 yang sampai sekarang masih berlangsung psoses sidangnya.
F. Metode Penelitian