18
tanah dengan mempertimbangkan aspek frekuensi dan periode dominan tanah adalah formula Kanai 1966 dalam Suheri, 2006 dan Douglass 2011, yaitu:
Persamaan 1.3
Keterangan: α = percepatan getaran tanah
= 5 = 0,61
T
g
= periode dominan tanah s 1Frekuensi M = magnitudo gempa Skala Richter
R = Jarak hiposenter gempa km P =
Q =
1.5.3. Geomorfologi
Lobeck 1939 mengartikan geomorfologi merupakan studi tentang bentuk lahan. Selanjutnya Verstappen 1983, mengatakan bahwa geomorfologi
merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan pembentuk muka bumi, baik didaratan maupun didasar lautan dan menekankan pada proses pembentukan dan
perkembangan pada masa yang akan datang, serta konteksnya dengan lingkungan. Aplikasi studi geomorfologi menurut Verstappen 1983 dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu: 1.
Studi tentang kelingkungan Environmental Studies Berhubungan dengan bagian-bagian tertentu dari lingkungan dan ilmu
kebumian yang ada hubungannya dengan pemetaan tematik pengukuran sumberdaya alam.
19 2.
Studi dampak kegiatan manusia pada lingkungan Studies at the human impact on environment
Berhubungan dengan penyebaran dan kemungkinan dampak baik dan buruk dengan kegiatan manusia, yang pada dasarnya lebih menekankan pada dampak
buruknya. 3.
Studi atas dasar bahaya dan bencana alam natural disaster Berhubungan dengan bahaya dan bencana lingkungan baik dari tenaga
endogen maupun tenaga eksogen.
Klasifikasi satuan bentuklahan merupakan suatu usaha menggolongkan bentuklahan yang terdapat di permukaan bumi menjadi unit-unit yang memiliki
kesamaan dalam sifat dan perwatakannya atas dasar karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing golongan bentuk permukaan bumi Sunardi, 1985.
Verstappen 1983 mengklasifikasikan bentuklahan menjadi 9 menurut prosesnya, antara lain:
1. Bentuklahan asal proses Struktural
2. Bentuklahan asal proses Vulkan
3. Bentuklahan asal proses Fluvial
4. Bentuklahan asal proses Marin
5. Bentuklahan asal proses Glasial
6. Bentuklahan asal proses Eolin
7. Bentuklahan asal proses Solusional
8. Bentuklahan asal proses Organik
9. Bentuklahan asal proses Denudasional
Geomorfologi adalah ilmu yang memdeskripsikan secara genetic bentuklahan dan proses-prosesnya yang mengakibatkan terbentuknya bentuklahan
tersebut serta mencari antar hubungan antara bentuk lahan dengan proses-proses dalam susunan keruangan.
Proses geomorfologis merupakan semua perubahan baik fisik maupun kimia yang mengakibatkan perubahan bentuk muka bumi Thornbury, 1954. Perubahan
20 yang ditimbulkannya dipengaruhi oleh medium alam yang mampu mengikis dan
mengangkut material bumi disebut sebagai tenaga geomorfik. Menurut Verstappen 1983 menyebutkan ada empat aspek utama dalam kajian
geomorfologi, yaitu: 1.
Geomorfologi statis, yang berkaitan dengan bentuklahan aktual 2.
Geomorfologi dinamis, yang berkaitan dengan proses-proses dan perubahan jangka pendek yang terjadi dalam bentuklahan,
3. Geomorfologi genetik, yang berkaitan dengan perkembangan relief dalam
jangka panjang, 4.
Geomorfologi kelingkungan, yang berkaitan dengan hubungan ekologi bentanglahan antara geomorfologi dan disiplin ilmu yang berdekatan atau
unsur-unsur parameter dari lahan.
Studi pada bentuklahan yang ada sekarang, dengan mengesampingkan bentuk hipotesis dari lahan jutaan tahun di masa lalu atau yang akan datang, dan
meninggalkan disamping proses kausatif di masa lalu sama baiknya dengan proses operatif pada suatu saat merupakan tujuan dari geomorfologi statis Verstappen,
1963. Secara garis besar Pannekoek 1949 membagi pulau jawa menjadi tiga
mintakat fisiografi, yaitu: 1.
Mintakat selatan, yaitu mintakat yang didominasi oleh plato, 2.
Mintakat tengah, yaitu ditempati oleh beberapa gunung api yang masih aktif dan sebagian pegunungan lipatan
3. Mintakat utara, yaitu terdiri atas dataran alluvial sepanjang pesisir utara dan
rangkaian pegunungan lipatan berumur tersier.
Menurut Van Bemmelen 1949, secara fisiografis Pulau Jawa dapat dibagi ke dalam 7 kondisi geomorfik sebagai berikut:
1. Vulkan-vulkan berusia kuarter Volcanoes-volcanoes
2. Dataran Alluvial Jawa Utara Alluvial plains nothern Java
3. Antiklinorium Rembang – Madura Rembang – Madura anticlinorium
21 4.
Antiklinorium Bogor, Serayu Utara dan Antiklinorium Kendeng Bogor, North – Serayu, and Kendeng – Anticlinorium
5. Dome dan Igir di Zona Depresi Sentral Dome and ridges in the central
depretion zone 6.
Zona Depresi Sentral Jawa dan Zone Randublatung Central depression zone of java, and Randublatung zona
7. Pegunungan Selatan Southern Mountains
Geomorfologi struktural
Bentuklahan endogen mungkin asalnya berupa tektonik atau struktural Twidale 1971, 1 dalam twidale, 1976. Bentuklahan tektonik merupakan hasil
produksi dari proses dalam bumi tanpa intervensi tenaga dari luar denudasi. Di dalamnya termasuk kerucut vulkan dan craters, dinding patahan Fault Scarps,
dan rangkaian pegunungan. Proses tektonik pada bentuklahan, terutama pada benua dan skala regional yang luas, biasanya merupakan bahan utama dari
morfotektonik. Tektonik geomorphologi meneliti efek aktif dari proses tektonik seperti patahan, tilting, lipatan, uplift, dan subsiden, diatas bentuklahan.
Perhatikan Gambar 1.11.
Gambar 1.11. Lempeng tektonik, lokasi persebaran dan lokasi subduksi USGS, 1997
22 Sebagian bentuklahan yang secara murni merupakan tektonik asal
prosesnya, tenaga eksogen seperti cuaca, gravitasi, aliran air, glasial es, gelombang dan angin, bekerja pada bentuklahan tektonik, mengikis batuan yang
tidak begitu resisten atau pada garis lemahnya, untuk menghasilkan bentuklahan struktural.
Lempeng tektonik bumi secara terus menerus menimbulkan punggung bukit di tengah samudera dan menghancurkannya sebagai lokasi subduksi, yang
sebenarnya pada pergerakannya. Pergerakan tersebut menjelaskan secara virtual bahwa semua tenaga tektonik mempengaruhi litosfer dan permukaan bumi itu
sendiri. Lempeng tektonik juga menyediakan sebuah penjelasan yang baik untuk fitur topografi utama bumi: pembagian antara benua dan samudera, perpindahan
rangkaian pegunungan, dan penempatan basin sedimentasi pada batas lempeng.
Geomorfologi pada zonasi bahaya gempabumi
Geomorfologi menempatkan lahan termasuk didalamnya tanah dan kondisi sub-tanah dan stabilitas lereng, memiliki dampak penting pada pola distribusi
bahaya gempabumi. Persoalan ini telah menerima perhatian banyak negara, terutama setelah beberapa kejadian gempabumi USGS 1964; Gupta and Virdi,
1975; Mareus, 1964; Post, 1967, Nat Res. Council, 1968, 1969 dalam Verstappen, 1983. Penetapan wilayah resiko dan bahaya gempabumi merupakan suatu yang
realistis berarti mitigasi bencana gempabumi dengan menerapkan metode deduktif. Seorang geomorfolog bisa turut serta aktif menjadi bagian tersebut.
Variasi penyebab dari kerusakan gempabumi harus dianalisis, sebab utama dapat disusun dengan mengikuti: 1 getaran, 2 perubahan bentuk, 3 Likuifaksi
atau permukiman yang hampir disemua area datar, 4 kelerengan yang gagal dari berbagai macam area berelief, 5 banjir, 6 kebakaran. Getaran dan perubahan
bentuk secara langsung berhubungan dengan pergerakan kerak bumi. Sedangkan keempat yang lain merupakan sebab yang dihasilkan secara tidak langsung oleh
gempabumi, akan tetapi sering bertanggung jawab pada bagian utama kerusakan. Efek dari getaran bergantung, untuk dapat mempertimbangkan derajat,
pada suatu kondisi lahan. Pada permukaan tanah yang lunak dan secara khusus
23 bertekstur halus dan air jenuh, terdapat material, seperti lempung rawa belakang,
formasi tanah gambut, lacustrine basah atau tumpukan pasir sungai, getaran dan sebagai akibat percepatan dari gelombang goncangan menjadi lebih kuat dan hal
tersebut telah ditemukan pada banyak kejadian yang mana kerusakan terjadi pada medan itu 5
– 10 kali lebih besar dari pada yang berdekatan dengan area bebatuan keras.
24
1.5.4. Pe nelitian Sebelumnya