Analisis Fenomena Urban Heat Island di Kota Jakarta Menggunakan Software Pemodelan WRF EMS

i

ANALISIS FENOMENA URBAN HEAT ISLAND DI KOTA
JAKARTA MENGGUNAKAN SOFTWARE PEMODELAN
WRF EMS

ZAENAL MUTTAQIN

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi berjudul “ANALISIS
FENOMENA URBAN HEAT ISLAND DI KOTA JAKARTA MENGGUNAKAN
SOFTWARE PEMODELAN WRF EMS” adalah benar merupakan hasil karya

sendiri, dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar
pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2015

Zaenal Muttaqin
NIM G24090036

iii

vi

ABSTRAK
ZAENAL MUTTAQIN. Analisis Fenomena Urban Heat Island di Kota Jakarta
Menggunakan Software Pemodelan WRF EMS. Dibimbing oleh SONNI
SETIAWAN dan WIDO HANGGORO
Urbanisasi dan aktivitas antropogenis yang tinggi di wilayah perkotaan
seperti Jakarta menyebabkan terjadinya fenomena Urban Heat Island, sebuah

istilah yang mengacu kepada kondisi lebih tingginya suhu udara di perkotaan
dibanding wilayah rural sekitarnya. Fenomena ini menjadi indikator
ketidaknyamanan suatu lingkungan, dan dalam jangka panjang dapat menjadi
penyebab terjadinya perubahan iklim secara lokal. Penelitian ini menggunakan
data NCEP FNL tertanggal 13 - 16 Januari 2012, 2013 dan 2014 kemudian 13 16 Agustus 2011, 2012, 2013. Secara teoretis, pendekatan untuk mengetahui
fenomena Urban Heat Island (UHI) dapat diketahui dari parameter suhu udara,
suhu permukaan dan ketinggian Planetary Boundary Layer (PBL). Pengukuran
dengan menggunakan pemodelan software Weather Research and Forecasting
(WRF) terhadap tiga parameter Urban Heat Island tersebut menunjukkan suhu
permukaan rata-rata kota Jakarta lebih tinggi 2,3 0C dibanding wilayah rural
sekitarnya (Depok, kab. Bogor dan kota Bogor) pada representasi data musim
kemarau. Nilai selisih perbedaan suhu permukaan tersebut lebih rendah dibanding
data representasi musim hujan yaitu 2,7 0C. Hal yang sama juga terjadi pada
selisih perbedaan suhu udara rata-rata di mana kota Jakarta memiliki suhu udara
rata-rata lebih tinggi dibanding wilayah rural sekitarnya sebesar 3,5 0C pada
representasi data musim kemarau dan 4,1 0C pada representasi data musim hujan.
Pada pemodelan parameter ketinggian PBL, model menunjukkan ketinggian PBL
kota Jakarta baik pada siang hari maupun malam hari pada representasi data
musim kemarau memiliki ketinggian yang lebih tinggi dibanding wilayah rural
sekitarnya dengan selisih ketinggian rata-rata 70 m pada malam hari dan rata-rata

215 m pada siang hari. Pada musim hujan, ketinggian PBL pada malam hari di
wilayah rural memiliki ketinggian lebih rendah dibanding kota Jakarta dengan
selisih 326 m sedangkan pada siang hari ketinggian PBL Jakarta memiliki nilai
yang lebih tinggi dengan selisih ketinggian 438 m. Hasil validasi pemodelan suhu
udara WRF dengan observasi stasiun menunjukkan, tingkat kesesuaian antara
hasil observasi stasiun untuk wilayah Bogor dengan pemodelan memiliki nilai R 2
= 0,977 untuk musim kemarau dan R2 = 0,77 untuk musim hujan. Sedangkan
untuk wilayah Jakarta korelasi antara pemodelan dengan observasi stasiun
menunjukkan R2 = 0,9544 untuk musim kemarau dan R2 = 0,7367 untuk musim
hujan.

Kata Kunci : Jakarta, Suhu Permukaan, Suhu Udara, Urban Heat Island, PBL,
WRF

ABSTRACT
ZAENAL MUTTAQIN. Analysis of Urban Heat Island Phenomena in Jakarta
Using Modeling Software WRF EMS. tutored by SONNI SETIAWAN and
WIDO HANGGORO

Urbanization and high anthropogenic activities in urban area such as Jakarta

cause Urban Heat Island (UHI), this term refers to higher air temperature in urban
area than its surrounding rural area. This occurence can be an indicator of
discomfort environment, and in long term, it can cause local climate change. This
research used NCEP FNL data dated on 13 - 16 January 2012, 2013, and 2014
representing the rainy season and 13-16 August 2011, 2012, and 2014
representing the dry season. Theoretically, understanding Urban Heat Island can
be approached by determining the values of air temperature, surface temperature
and the heigh of Planetary Boundary Layer (PBL). The WRF modeling software
was used in measuringthose three parameters. The model showed that the average
of surface temperature of Jakarta was 2.3 0C higher than its surrounding rural area
(Depok, Bogor regency, and Bogor city) on dry season representative date and 2.7
0
C higher on rainy season representative date. The same condition also happened
to the difference average air temperature parameter, which Jakarta had 3.5 0C
higher average air temperaturethan its surrounding rural area on dry season
representative date and 4.1 0C on rainy season representative date. On the
modeling of PBL, The model showed that the height of PBL in Jakarta on dry
season representative date at midnight and midday were higher than surrounding
rural area with average difference of 70 m at midnight and 215 m at midday. On
the rainy season, the height of PBL at midnight in Jakarta was higher than its

surrounding rural area by average 326 m while on the midday the height of PBL
had higher value with 438 m difference. The validation of WRF model on air
temperature in Bogor area shows the coefficient of determination value (R 2) of
0,977 for dry season and R2 = 0,77 for rainy season. Whereas in Jakarta, the model
and the observation has strong positive correlation with R2 = 0,9544 for dry
season and R2 = 0,7367 for rainy season.

Keyword : Air Temperature, Jakarta, Surface Temperature, Urban Heat Island,
PBL, WRF

ANALISIS FENOMENA URBAN HEAT ISLAND DI KOTA
JAKARTA MENGGUNAKAN SOFTWARE PEMODELAN
WRF EMS

ZAENAL MUTTAQIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi


DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ix

xiii

Judul Skripsi
Nama
NIM
Program Studi

: Analisis Fenomena Urban Heat Island di Kota Jakarta
Menggunakan Software Pemodelan WRF EMS
: Zaenal Muttaqin
: G24090046

: Meteorologi Terapan

Disetujui oleh

Sonni Setiawan, S.Si, MSi
Pembimbing I

Wido Hanggoro S.Si, M.Kom
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr .Ir. Tania June M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

xix

xiv


PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan
karunianya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini adalah lingkungan dengan judul, Analisis Fenomena Urban Heat
Island (UHI) di Kota Jakarta Menggunakan Software Pemodelan WRF EMS.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada bapak Sonni Setiawan dan
bapak Wido Hanggoro selaku pembimbing, serta ibu Ana Turyanti yang telah
banyak membantu pada tahap awal proses penelitian. Penulis juga menyampaikan
penghargaan kepada mas Daniel dan para staf peneliti bagian meteorologi
Puslitbang BMKG pusat Jakarta atas bantuannya dalam proses pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih setulus-tulusnya juga penulis sampaikan kepada
kedua orang tua penulis, atas kasih sayang yang diberikan, rekan-rekan penulis di
departemen GFM angkatan 46, BEM KM IPB 2013, BEM FMIPA IPB 2012,
wisma Al Jabar, dan Pondok Mipa, serta kawan-kawan dekat penulis yang tiada
henti memberi semangat dan bantuan.
Semoga karya Ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Januari 2015


Zaenal Muttaqin

xviii

xv

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang ........................................................................................................ 1
Perumusan Masalah ................................................................................................ 2
Tujuan Penelitian .................................................................................................... 2
Manfaat Penelitian .................................................................................................. 2
Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................................... 2
METODE PENELITIAN
2
Waktu dan Tempat .................................................................................................. 2
Bahan....................................................................................................................... 3
Alat .......................................................................................................................... 3
Prosedur Penelitian.................................................................................................. 3

Tahapan Pemodelan WRF EMS ........................................................................ 4
Tahapan Penentuan Koordinat Bujur Jakarta......................................................... 7
Tahapan Pembagian Lintang Wilayah Kajian......................................................... 8
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Hasil ........................................................................................................................ 9
Pengenalan model WRF dan Kondisi Umum Wilayah Kajian ............................... 9
Validasi Suhu Udara dengan Observasi Stasiun
10
Suhu Permukaan Jakarta dan Sekitarnya Musim Kemarau .................................. 15
Suhu Permukaan Jakarta dan Sekitarnya Musim Hujan .................................. 16
Suhu Udara Jakarta dan Sekitarnya Musim Kemarau...................................... 20
Suhu Udara Jakarta dan Sekitarnya Musim Hujan .......................................... 22
Perbandingan Suhu Udara Kedua Musim ........................................................ 23
Ketinggian PBL Jakarta dan Sekitarnya Musim Kemarau .............................. 25
Ketinggian PBL Jakarta dan Sekitarnya Musim Hujan ................................... 27
KESIMPULAN DAN SARAN
29
Kesimpulan ........................................................................................................... 29
Saran...................................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA
30
RIWAYAT HIDUP
44

xvi

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Konfigurasi domain WRF EMS
Pembagian lintang wilayah kajian
Koreksi Ketinggian Nilai Suhu Udara Pemodelan WRF
Perbandingan suhu permukaan terendah dan tertinggi pemodelan WRF
Selisih suhu udara Jakarta dan Bogor

5
8
11
19
24

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Skema umum penelitian
3
Plot nesting domain WRF
4
Skema modelling WRF
6
Pembagian bujur wilayah observasi
7
Korelasi suhu pemodelan WRF Dengan observasi dan mean error WRF
dan elevasi stasiun
9
6 Perbandingan suhu udara pemodelan WRF dengan observasi stasiun cuaca
data representasi musim kemarau wilayah (a) Jakarta dan (b) Bogor
10
7 Validasi suhu udara sampel data musim kemarau hasil pemodelan WRF
dengan observasi stasiun wilayah (a) Jakarta dan (b) Bogor
12
8Perbandingan suhu udara WRF dengan observasi stasiun data representasi
musim hujan wilayah Jakarta
12
9 Perbandingan suhu udara WRF dengan observasi stasiun data representasi
musim hujan wilayah Jakarta
13
10 Validasi suhu udara rata-rata sampel data musim hujan hasil pemodelan
WRF dengan observasi satsiun wilayah Jakarta
13
11Validasi suhu udara rata-rata sampel data musim hujan hasil pemodelan
WRF dengan observasi stasiun wilayah Jakarta
14
12 Curah hujan wilayah Jakarta tahun 2012 dan Suhu Rata-rata bulanan
Jakarta 2002-2012
15
13 Perbandingan rata-rata suhu permukaan Jakarta dan Bogor sampel data
musim kemarau
16
14 Selisih suhu permukaan Jakarta dan Bogor sampel data musim kemarau
16
15 Tampilan spasial suhu permukaan Jakarta dan sekitarnya sampel data
musim kemarau
17
16 Perbandingan rata-rata suhu udara Jakarta dan Bogor sampel data musim
hujan
17
17 Selisih suhu permukaan Jakarta dan Bogor sampel data musim hujan
18
18 Tampilan spasial suhu permukaan Jakarta dan sekitarnya sampel data
musim hujan
18
19 Perbandingan rata-rata suhu udara Jakarta dan Bogor sampel data musim
kemarau
20
20 Selisih perbedaan suhu udara Jakarta dan Bogor sampel data musim
kemarau
21

xvii

21 Tampilan spasial suhu udara Jakarta dan sekitarnya sampel data musim
kemarau
22 Perbandingan rata-rata suhu udara Jakarta dan Bogor sampel data musim
hujan
23 Selisih perbedaan suhu udara Jakarta dan Bogor sampel data musim hujan
24 Tampilan spasial suhu udara Jakarta dan sekitarnya sampel data musim
Hujan
23
25Grafik rata-rata ketinggian PBLterhadap lintang wilayah Jakarta dan
sekitarnya sampel data musim kemarau malam hari
26Grafik rata-rata ketinggian PBLterhadap lintang wilayah Jakarta dan
sekitarnya sampel data musim kemarau siang hari
27 Tampilan spasial suhu permukaan Jakarta dan sekitarnya sampel data
musim kemarau siang hari
28 Grafik rata-rata ketinggian PBL terhadap lintang wilayah Jakarta dan
sekitarnya sampel data musim hujan malam hari
29Grafik rata-rata ketinggian PBL terhadap lintang wilayah Jakarta dan
sekitarnya sampel data musim hujan siang hari
30 Tampilan spasial ketinggian PBL Jakarta dan sekitarnya sampel data
musim hujan malam hari

22
22
23

25
26
26
27
28
29

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Contoh hasil pemodelan suhu udara 14 Agustus 2011 12.00 WIB
Contoh hasil pemodelan suhu udara 14 Agustus 2012 06.00 WIB
Contoh hasil pemodelan suhu permukaan 14 Agustus 2013 12.00 WIB
Contoh hasil pemodelan suhu permukaan 14 januari 2012 12.00 WIB
Contoh hasil pemodelanPBL 14 Januari 2013 18.00 WIB
Contoh hasil pemodelan PBL 15 Januari 2015 12.00 WIB
Perhitungan nilai suhu udara sampel data musim kemarau
Perhitungan nilai suhu udara sampel data musim hujan
Perhitungan nilai suhu permukaan sampel data musim kemarau
Perhitungan nilai suhu permukaan sampel data musim hujan
Perhitungan ketinggian PBL sampel data musim hujan
Perhitungan ketinggian PBL sampel data musim kemarau

32
33
34
35
36
35
38
39
40
41
42
43

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Urbanisasi dan peningkatan jumlah penduduk menyebabkan semakin
dinamis dan tingginya aktivitas masyarakat perkotaan.
Kondisi tersebut
berdampak terhadap jumlah penggunaan lahan, pencemaran udara, perubahan
suhu udara. Pada akhirnya, perubahan yang terjadi akibat tingginya aktivitas
antropogenis tersebut akan menyebabkan terjadinya fenomena Urban Heat Island
(UHI).Istilah ini mengacu kepada terbentuknya daerah-daerah metropolitan atau
urban yang relatif lebih hangat dibanding daerah–daerah pedesaan atau rural di
sekitarnya.
Adanya fenomena UHI ini dalam jangka panjang diduga menjadi
penyebab perubahan iklim lokal pada wilayah perkotaan.
Urban Heat Island memiliki keterkaitan erat dengan kurangnya Ruang
Terbuka Hijau (RTH) dan peningkatan populasi penduduk, ruang terbangun dan
kepadatan kendaraan (Effendy 2007). UHI dewasa ini juga diduga menjadi salah
satu faktor penting yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim secara lokal
(Nugraha 2009). Sementara Hough dalam Pramujadi (2002) menyatakan bahwa
dalam jangka panjang UHI adalah salah satu faktor yang berkontribusi besar
terhadap fenomena Global Warming. Dampak tidak langsung yang dapat
disebabkan oleh adanya fenomena UHI yang merupakan salah satu indikator
kurangnya Ruang Terbuka Hijau juga adalah terganggunya siklus air hujan dan
erosi tanah.
Salah satu kawasan perkotaan yang memiliki aktivitas tinggi dan padat
sehingga berdampak kepada adanya fenomena UHI adalah kota Jakarta. DKI
Jakarta yang memiliki luas 661.52 km2 dan dihuni 9.8 juta jiwa,pada siang hari
bisa dipadati hingga 12 juta orang dikarenakan suplai pekerja dari daerah
penyangga seperti Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi (Kemendagri 2011).
Tingkat kepadatan dan tingginya aktivitas tersebut membuat aktivitas penggunaan
lahan atau Land Use Activity untuk kepentingan antropogenis menjadi tinggi, baik
itu berupa pembangunan gedung yang mereduksi Ruang Terbuka Hijau dan
tutupan vegetasi, maupun aktivitas transportasi. Faktor-faktor tersebut
terakumulasi sehingga menyebabkan adanya fenomena UHI di kota Jakarta.
Secara kualitatif, keberadaan fenomena UHI ini dapat dirasakan ketika
suhu atau kondisi di kota Jakarta terasa sangat panas dibanding daerah-daerah
rural di sekitarnya terutama pada malam hari.Secara kuantitatif, Voogt (2007)
menyatakan bahwa keberadaan Urban Heat Island dapat dideteksi melalui tiga
pendekatan yaitu pendekatan ketinggian Planetary Boundary Layer(PBL),
ketinggian Canopy Layer (CL) atau suhu udara, dan surface temperature atau suhu
permukaan. Pemodelan WRF EMS dapat memetakan dan menghasilkan ketiga
luaran tersebut, baik PBL, suhu udara maupun Surface Temperature atau Suhu
Permukaan.
Analisis terhadap fenomena ini menjadi penting untuk dilakukan
mengingat dampak dan kompleksitas dari keberadaan UHI sangat berpengaruh
terhadap kenyamanan dan keberlanjutan lingkungan kota Jakarta sebagai Ibu Kota
Negara. Selain itu, melalui analisis ini juga diharapkan penanggulangan dampak
UHI dapat teridentifikasi.

2

Perumusan Masalah
Urban Heat Island (UHI) merupakan fenomena yang sangat berpengaruh
terhadap keberlangsungan lingkungan suatu kota. Hal ini dikarenakan UHI
menjadi salah satu indikator ketidakseimbangan pembangunan, aktivitas
penggunaan lahan dan kepadatan populasi yang terlalu tinggi di satu kota tak
terkecuali kota Jakarta yang memiliki luas 664.01 km2 dengan populasi kurang
lebih mencapai 12 juta jiwa pada siang hari serta keberadaan ruang terbuka hijau
yang hanya 18 persen.Voogt (2007) menyatakan, ada tiga jenis tipe pendekatan
untuk mengukur UHI, yaitu dengan mengukur ketinggian Urban Canopy Layer,
Planetary Boundari Layer dan Suhu Permukaan. Pada penelitian ini, identifikasi
terhadap fenomena UHI dilakukan dengan pendekatan suhu udara yang
merupakan representasi dari canopy layer, PBL dan Suhu Permukaan. Keberadaan
UHI selanjutnya dideteksi dengan ketiga pendekatan tersebut dengan cara
membandingkan suhu udara, suhu permukaan dan ketinggian Urban Boundary
Layer atau Planetary Boundary Layer suatu wilayah perkotaan dengan wilayah
rural di sekitarnya, serta dengan mengidentifikasi secara spasial dan temporal
wilayah perkotaan yang memiliki suhu lebih hangat dibanding wilayah sekitarnya.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan keberadaan fenomena UHI di
kota Jakarta, mengidentifikasi perbedaan suhu udara,suhu permukaan dan
ketinggian Planetary Boundary Layer antara kota Jakarta dengan daerah rural di
sekitarnya, serta membandingkan keberadaan fenomena UHI antara musim
kemarau dengan musim hujan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran
secara spasial dan temporal mengenai fenomena UHI di kota Jakarta dari tahun ke
tahun. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu acuan arah
kebijakan dan pembangunan sehingga lebih memperhatikan aspek keberlanjutan
lingkungan.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Juli 2014 bertempat di
Bagian Meteorologi Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pusat Jakarta dan Laboratorium Meteorologi
dan Sains Atmosfer departemen Geofisika dan Meteorologi Institut Pertanian
Bogor

3

Bahan
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah data. Data yang
digunakan pada penelitian ini adalah data NCEP FNL dengan resolusi 1.0 x 1.0
derajat dan tersedia setiap 6 jam yang diperoleh dari Global Data Asymilation
System. Periode data yang digunakan adalah data tertanggal 13 -16 Agustus tahun
2011, 2012, dan 2013 sebagai representasi data musim kemarau dan data
tertanggal 13– 16 Januari tahun 2012, 2013 dan 2014 sebagai representasi data
musim hujan. Kedua data tersebut kemudian dibandingkan sehingga dapat
diidentifikasi adanya perbedaan karakteristik UHI pada kedua musim. Data suhu
permukaan hasil observasi Stasiun Klimatologi Jakarta dan Darmaga sebagai
bahan validasi.
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat laptop dengan
software Microsoft Office, GrADS dan WRF EMS software.

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap, secara sederhana tahapantahapan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
DataNCEP
FNL

WRF EMS

LuaranGambar
(PBL & Suhu

Luaran Teks (PBL &
Suhu Permukaan)

LuaranPeta PBL &
Suhu Permukaan

Luaran Grafik PBL
& Suhu Permukaan

Microsoft
Excel

Validasi
Data
Observasi

Hasil Analisa

Gambar 1 Skema umum penelitian

Penelitian ini diawali dengan mengunduh data FNL dari website ucar.co.id.
Selanjutnya, data tersebut diolah dengan software modelling WRF EMS dan
GrADS (Grid and Display Analysis System) menghasilkan tiga buah luaran
berupa luaran ketinggian PBL, suhu permukaan, dan suhu udara area Jakarta dan
sekitarnya. Luaran tersebut terdiri dari dua jenis format tampilan, yaitu tampilan
berupa Gambar dan teks, luaran berupa Gambar divalidasi oleh GrADS sedangkan
luaran berupa teks dianalisis kembali dengan menggunakan Open Office

4

Calculator yang kemudian disempurnakan dengan Microsoft Excel sehingga
menjadi luaran berupa grafik. Pada tahap akhir, luaran suhu udara divalidasi
menggunakan data observasi stasiun Klimatologi Jakarta dan Citeko (Bogor)
sehingga kemudian dapat menjadi bahan kesimpulan analisa keberadaan fenomena
UHI di kota Jakarta.
Tahapan Pemodelan WRF EMS
Sebelum data FNL diolah dan dimodelkan, terlebih dahulu dilakukan
penentuan domain objek penelitian kota Jakarta pada WRF Domain Wizard. Pada
penelitian ini diambil tiga domain. Domain 3 dibatasi -5.736o LS sampai -6.68o LS
dan 106.104o BT sampai 107.624o BT memiliki resolusi 3 km meliputi daerah
Jakarta dan sekitarnya. Domain 2 dibatasi -5.115o LS sampai -7.219o LS dan
104.014o BT sampai 109.796o BT memiliki resolusi 9 km meliputi sebagian pulau
Jawa. Domain 1 dibatasi -1.539o LS sampai -10.757o LS dan 98.233o BT sampai
115.577o BT memiliki resolusi 27 km meliputi pulau Jawa, sebagian pulau
Kalimantan dan Sumatera. Selanjutnya dilakukan pengaturan konfigurasi domain
pada WRF EMS dengan mengatur beberapa skema parameter seperti tipe PBL,
Surface Layer, Cumulus Scheme, Longwave Radiation Scheme, Shortwave
Radiation Scheme, dan Land Surface Physics. Konfigurasi domain yang
digunakan ini mengacu kepada literatur (Wang et al 2007; UCAR , 2010 dalam
Tursilowati 2011). Detail konfigurasi domain pada pemodelan WRF EMS dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Tabel 1.

Gambar 2 Plot nesting domain 1, 2, dan 3

5

Tabel 1 Konfigurasi domain WRF EMS
Parameter
Meridional Grid
Dimension

Domain 1

Domain 2

Domain 3

73

25

20

40

10

13

Grid Resolution

27 km

9 km

3 km

Terrain Resolution

10 min

5 min

30 s

Explicit Moisture
Scheme

WRF SM-3
Scheme

WRF SM-3
Scheme

No Microphysics
Scheme

Longwave
Radiation Scheme

RRTM

RRTM

RRTM

Shortwave
Radiation Scheme

Dhudia Scheme

Dhudia Scheme

Dhudia Scheme

Surface Layer

MM5 Similarity

MM5 Similarity

MM5 Similarity

Land Surface
Physics

5-Layer thermal
Difussion

5-Layer thermal
Difussion

5-Layer thermal
Difussion

Zonal Grid
Dimension

Cumulus Scheme
PBL Type
History Interval
Output

Betts-Miller-Janjic Betts-Miller-Janjic
Scheme
Scheme

No-Cumulus
Scheme

YSU Scheme

YSU Scheme

YSU Scheme

180 min

60 min

60 min

Setelah pengaturan konfigurasi domain dilakukan, data NCEP FNL
selanjutnya diproses dengan menggunakan pemodelan WRF EMS. Pada tahap
awal, data FNL diinisialisasi melalui proses pre-processing dengan memasukkan
perintah ems_prep.pl pada terminal. Tahap ini juga berfungsi untuk
mengidentifikasi dan memproses data Initial Boundary Condition pada WRF
EMS. Hasil proses data tersebut akan berupa .nc file dan tersimpan pada direkori
wpsprd. Selanjutnya, data hasil dari proses pre-processing tersebut diproses
kembali dengan perintah ems_run.pl. Pada tahap ini, running dan simulasi model
data dilakukan. Proses ini memakan waktu yang paling lama di antara semua
proses pada WRF EMS. Hasil proses simulasi tersebut kemudian diproses kembali
dengan menggunakan perintah ems_post.pl yang berfungsi untuk mengirimkan
dan mengkonversi semua output model simulasi ke dalam lokasi dan format file
yang diinginkan, beberapa file output yang tersedia antara lain GrADS, netCDF,

6

Grib 1 dan 2. Khusus pada penelitian ini, output data yang diambil adalah data
ketinggian PBL, nilai suhu udara dan nilai suhu permukaan dalam bentuk GrADS.
Output dalam bentuk GrADS tersebut kemudian diubah ke dalam bentuk Gambar
dan teks yang pada tahap akhir ditampilkan pada hasil penelitian ini. Secara
sederhana, tahapan-tahapan pada WRF EMS dapat dilihat pada Gambar 3.
Alur Data
FNL data

Alur Proses

WRF Domain
Wizard

Konfigurasi
Domain

WRF EMS
Preprocessing
ARW & WRF
Initialization Files

WRF EMS
Running

netCDF, GRIB 1 &
GRIB 2 File Format
WRF EMS
Postprocessing

GrADS, .ctl, .idx, .grb2
File Format
GrADS 2.0

Microsoft
Excel
Image (.jpg)
File Format
Text (.txt)
File
Peta PBL &
Suhu
Permukaan

Gambar 3 Skema modeling WRF

Grafik PBL &
Suhu
Permukaan

7

Tahapan Penentuan Koordinat Bujur Jakarta
Batas astronomis bujur kota Jakarta menurut Kemendagri (2009) adalah
106. 22’ 42’’– 106.58’18’’ BT. Karena format lintang dan bujur pada pemodelan
WRF adalah dalam derajat persepuluhan, data tersebut harus dikonversi terlebih
dahulu menjadi 106.484o – 106.972o BT. Selanjutnya, daerah observasi dalam
bujur dibagi menjadi empat bagian sesuai batas administrasi daratan Jakarta
menjadi 106.646o BT, 106,755o BT, 106.863o BT dan 106.972o BT, kemudian, hasil
akhir yang digunakan adalah rata-rata nilai tinggi PBL, nilai suhu udara dan suhu
permukaan pada empat daerah tersebut. Secara sederhana, tahapan pembagian
daerah observasi secara bujur tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4Pembagian bujur daerah observasi

8

Tahapan Pembagian Lintang Wilayah Kajian
Pada penelitian ini, pemodelan WRF bisa memetakan suhu permukaan,
suhu udara dan ketinggian PBL sebanyak 26 titik sepanjang lintang 6,01o LS
sampai 6,68o LS. Namun, untuk kepentingan akurasi data wilayah kajian, wilayah
pemodelan WRF dibagi menjadi dua wilayah yaitu Jakarta dan Bogor. Wilayah
Jakarta terdiri dari wilayah darat kota Jakarta, sebagian kecil kota Bekasi dan
Tangerang, Wilayah Bogor terdiri dari tiga wilayah administratif yaitu kabupaten
Bogor, kota Bogor dan kota Depok. Variabel suhu permukaan, suhu udara dan
PBL yang dihasilkan pemodelan WRF dirata-ratakan sesuai titik yang termasuk ke
dalam masing-masing wilayah kajian. Sesuai pengamatan terhadap batas-batas
administrasi Jabodetabek, pembatasan wilayah kajian untuk wilayah Jakarta
dimulai dari lintang 6,11o LS sampai lintang 6, 36o LS, sedangkan wilayah Bogor
(kota Bogor, kab. Bogor dan kota Depok) dibatasi lintang 6,38 o LS sampai 6,68o
LS. Contoh penentuan nilai variabel pengamatan pada suhu permukaan (tmpsfc)
hasil pemodelan tersedia pada Tabel 2.
Tabel 2 Pembagian lintang wilayah kajian

lintang
-6,68
-6,65
-6,63
-6,60
-6,57
-6,55
-6,52
-6,49
-6,46
-6,44
-6,41
-6,38
-6,36
-6,33
-6,30
-6,28
-6,25
-6,22
-6,19
-6,17
-6,14
-6,11
-6,09
-6,06
-6,03
-6,01

tmpsfc
290,0
290,0
290,5
291,1
291,6
292,3
293,5
294,2
294,4
294,5
294,5
294,3
294,3
294,3
294,4
294,5
294,5
294,5
294,5
294,6
294,6
294,7
294,7
294,8
302,3
302,3

tmpsfc
291,6
291,6
292,0
292,6
292,9
293,8
294,1
294,3
294,5
294,5
294,6
294,6
294,6
294,5
294,5
294,3
294,6
294,4
294,6
294,6
294,6
294,7
294,7
294,7
294,9
302,4

Tmpsfc
292,0
292,0
292,4
292,9
293,4
293,9
294,1
294,3
294,1
294,3
294,3
294,4
294,4
294,2
294,3
294,4
294,5
294,9
294,6
294,6
295,4
302,3
302,3
302,4
302,4
302,4

tmpsfc
288,6
288,6
289,7
291,1
291,9
292,7
293,1
293,5
294,1
294,2
294,1
294,2
294,3
294,4
294,8
294,4
294,4
295,7
296,0
294,5
294,5
294,4
302,3
302,3
302,3
302,3

Rataan (K)
291
291
291
292
292
293
294
294
294
294
294
294
294
294
294
294
295
295
295
295
295
297
299
299
300
302

Celcius
17,5
17,5
18,2
18,9
19,5
20,2
20,7
21,1
21,2
21,4
21,4
21,4
21,4
21,4
21,5
21,4
21,5
21,9
21,9
21,6
21,8
23,5
25,5
25,5
27,5
29,3

Bogor
19,9
0
C

Jakarta
21,8
0
C

Laut
Jakarta

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengenalan Model WRF
Pemodelan WRF adalah salah satu jenis pemodelan yang digunakan oleh
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika untuk memprediksi cuaca, namun
pada tahap yang lebih lanjut, pemodelan WRF juga dapat digunakan untuk
menganalisis data unsur cuaca yang sudah terjadi seperti pada penelitian ini. Pusat
Penelitian dan Pengembangan BMKG pada tahun 2013 melakukan evaluasi
performa pemodelan WRF dengan membandingkan hasil pemodelan WRF dengan
observasi 70 stasiun di seluruh Indonesia untuk tiga unsur cuaca yaitu tekanan,
suhu udara dan kelembaban relatif. Korelasi dan mean error pemodelan WRF
dengan observasi stasiun untuk parameter suhu udara memiliki nilai yang
signifikan dan paling baik dibanding dua unsur cuaca lainnya. Gambar 5
menunjukkan tingkat korelasi sebagian besar suhu pemodelan WRF memiliki nilai
0.7 – 0.85 dengan pengecualian beberapa stasiun yang memiliki nilai korelasi yang
sangat rendah akibat adanya faktor elevasi dan lokasi stasiun yang terpencil yaitu
pada sebuah pulau kecil yang dikelilingi lautan. Nilai mean error pada Gambar 5
juga memperlihatkan nilai yang cukup baik di mana mean error suhu pemodelan
WRF untuk sebagian besar stasiun memiliki nilai -1 sampai 1 dengan
pengecualian beberapa stasiun yang memiliki faktor elevasi yang lebih tinggi
dibanding sebagian besar stasiun. Semakin besar selisih elevasi atau ketinggian
yang dimiliki sebuah stasiun pengamatan dengan nilai elevasi pada pemodelan
WRF, semakin besar mean error atau perbedaan hasil antara pemodelan WRF
dengan observasi stasiun tersebut. Adanya keterkaitan antara faktor elevasi dan
nilai mean error juga dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Korelasi suhu pemodelan WRF dengan observasi dan mean error suhu
dan elevasi stasiun (Puslitbang BMKG 2013)

10

Validasi Suhu Udara WRF dengan Observasi dan Kondisi Umum Wilayah
Kajian
35

Suhu (0C)

30
25
20

a

15
Observasi Stasiun
WRF koreksi
WRF

10
5
0
06.00

12.00

18.00

00.00

06.00

12.00

18.00

00.00

06.00

Jam

30

Suhu (0C)

25

b

20
15
Observasi
WRF
WRF Koreksi

10
5
0
06.00

12.00

18.00

00.00

06.00

12.00

18.00

00.00

06.00

Jam
Gambar6 Perbandingan suhu udara pemodelan WRF dengan observasi stasiun
cuaca data representasi musim kemarau (a) Jakarta (b) Bogor
Hasil pemodelan Suhu Udara WRF pada penelitian ini divalidasi dengan
observasi stasiun Cuaca BMKG untuk menguji sejauh mana performa akurasi
pemodelan suhu udara WRF, di mana untuk wilayah Jakarta data suhu udara
diambil dari observasi stasiun cuaca Cengkareng dengan koordinat -6,1167 LS dan
106,65 BT. Sedangkan untuk wilayah Bogor divalidasi dengan data suhu udara
yang didapatkan dari observasi stasiun cuaca Citeko dengan koordinat -6,7 LS dan
106,85 BT.
Selain divalidasi dengan hasil observasi, suhu pemodelan WRF juga
dikoreksi berdasar ketinggian titik pengamatan WRF, di mana masing-masing titik
pengujian WRF berdasar lintang dan bujur memiliki ketinggian yang berbeda beda
yang menyebabkan hasil pemodelan WRF perlu dikoreksi karena setting
ketinggian pada pemodelan WRF diatur secara default tanpa memperhatikan
faktor ketinggian. Faktor ketinggian terhadap suhu pada lapisan troposfer bersifat
lapse rate, di mana semakin tinggi suatu tempat semakin rendah suhu pada tempat
tersebut (dT/dZ