Transformasi Struktural Di Madura: Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Terhadap Kemiskinan Dan Ketimpangan Pendapatan

i

TRANSFORMASI STRUKTURAL DI MADURA: PENGARUH
PERTUMBUHAN EKONOMI SEKTORAL TERHADAP
KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN

MOHAMMAD SAEDY ROMLI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Transformasi Struktural
di Madura: Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Sektoral terhadap Kemiskinan dan
Ketimpangan Pendapatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Mohammad Saedy Romli
NIM H453140081

iv

RINGKASAN
MOHAMMAD SAEDY ROMLI. Transformasi Struktural di Madura: Pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi Sektoral terhadap Kemiskinan dan Ketimpangan
Pendapatan. Dibimbing oleh MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL dan
DOMINICUS SAVIO PRIYARSONO.
Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan perkapita secara teoritis
akan diikuti oleh transformasi struktural. Pada banyak negara berkembang,
transformasi struktural yang terjadi merupakan unbalanced transformation artinya

laju transformasi struktur tenaga kerja relatif lebih lambat dibandingkan dengan
laju transformasi struktur produksi. Unbalanced transformastion akan
menghambat efektifitas pembangunan ekonomi dalam mengurangi angka
kemiskinan dan menciptakan pemerataan distribusi pendapatan.
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Menganalisis transformasi
struktural Madura dari kurun waktu 1998-2014; (2) Menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi transformasi struktural di Madura selama kurun waktu 19982014; (3) Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap
Kemiskinan di Madura; (4) Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi
sektoral terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di Madura.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi transformasi struktur
produksi di madura meskipun tidak diimbangi dengan transformasi struktur
tenaga kerja (unbalanced transformation) selama periode 1998-2014. Populasi
dan pendapatan perkapita menjadi faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
transformasi struktur output di Madura.
PDRB sektor Industri berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan
dan memiliki parameter yang negatif. Variabel PDRB sektor pertanian juga
memiliki parameter yang negatif namun tidak signifikan terhadap kemiskinan.
Sementara itu, PDRB sektor jasa menunjukkan parameter yang positif. Pada
pengujian pengaruh pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap ketimpangan
pendapatan didapatkan kesimpulan bahwa variabel PDRB sektor pertanian

berpengaruh secara signifikan dan memiliki parameter yang negatif. PDRB sektor
industri dan jasa berpengaruh secara signifikan dan memiliki parameter yang
positif, artinya, peningkatan PDRB sektor industri dan jasa akan meningkatkan
ketimpangan pendapatan.
Unbalanced transformation di Madura perlu disikapi dengan mempercepat
industrialisasi pedesaan di Madura terutama dengan mempercepat pembangunan
industri padat karya yang berbasis pertanian (agroindustri) serta memiliki
keterkaitan sektoral yang kuat sehingga surplus tenaga kerja pada sektor pertanian
dapat terserap. Peningkatan produktivitas sektor pertanian perlu diupayakan
dengan mempercepat terjadinya transformasi pertanian (agricultural
transformation) karena secara statistik terbukti bahwa sektor pertanian menjadi
sektor yang efektif dalam mengurangi kemiskinan dan disparitas income. Upaya
tersebut bisa dilakukan dengan modernisasi, memperkuat kelembagaan pertanian
serta mengubah pola pertanian menjadi lebih market oriented.
Kata kunci: transformasi struktural, pertumbuhan ekonomi sektoral, kemiskinan,
ketimpangan distribusi pendapatan

v

SUMMARY

MOHAMMAD SAEDY ROMLI. Structural Transformation in Madura: Effects
of Economic Growth on Poverty and income Inequality. Supervised by
MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL and DOMINICUS SAVIO
PRIYARSONO.
Economic growth and rising income per capita are theoretically followed by
structural transformation in most economic-developing countries. Unbalanced
transformation occurs in many developing countries, meaning that transformation
rate of labor structure is relatively slower than that of production structure.
Unbalanced transformation inhibits the effectiveness of economic development in
reducing poverty and creating income equality.
The purpose of this study is to analyze (1) the structural transformation in
Madura from 1998 to 2014, (2) the factors affecting the structural transformation,
(3) the effect of economic growth on poverty in Madura, and (4) the effect of
sectoral economic growth on inequality of income distribution.
The results showed that transformation of production structure was not
followed by transformation of workforce structure (unbalanced transformation)
during 1998-2014. Based on data analysis, it was concluded that population and
income per capita were factors that influence production structure transformation
in Madura.
It was also concluded that GDP in industry sector was significant factor that

negatively influence the level of poverty. Additionally, GDP in agricultural sector
also showed negative correlation, but not significant effect on poverty.
Meanwhile, the services sector showed positive correlation, suggesting that its
contribution increased poverty. Furthermore, study on effect of sectoral economic
growth on unequal distribution of income concluded that GDP of agricultural
sector was significant factor and had a negative parameter. GDP of industry and
services sector was significant and positively-correlated factor on inequality of
income distribution.
Unbalanced transformation in Madura needs to be addressed by accelerating
rural industrialization in Madura, especially labor-intensive industries that is
based on agriculture (agro-industry) and has strong sectoral linkages. Thus,
excessive labor supply in agricultural sector can be decreased. To increase
productivity of the agricultural sector, agricultural transformation needs to be
accelerated because it is statistically effective in reducing poverty and income
disparity. Such efforts can be implemented by modernizing and strengthening
agricultural institutions as well as developing more market-oriented agriculture.
Keywords: structural transformation, economic growth, poverty, inequality of
income distribution

vi


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vii

TRANSFORMASI STRUKTURAL DI MADURA: PENGARUH
PERTUMBUHAN EKONOMI SEKTORAL TERHADAP
KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN

MOHAMMAD SAEDY ROMLI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Wiwiek Rindayanti, M.Si

x

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rohman dan rohim-Nya
sehingga penelitian dengan judul “Transformasi Struktural di Madura: Pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi Sektoral terhadap Kemiskinan dan Ketimpangan

Pendapatan” dapat selesai dengan baik.
Sejak awal penulisan, penelitian ini mendapatkan banyak masukan yang
datang dari berbagai pihak. Berkenaan dengan itu, penulis ingin menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir Manuntun Parulian Hutagaol, M.S atas
pengarahan dan masukan-masukan.
2. Anggota komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. D.S. Priyarsono, M. S, atas
bimbingan intensif yang diberikan.
3. Ketua Program Studi EPN, Prof Dr Ir Sri Hartoyo, M.S, serta para dosen
di EPN.
4. Keluarga besar tercinta, atas segala doa dan limpahan kasih sayang yang
tiada hentinya.
5. Rekan-rekan EPN 2014, atas dukungan, diskusi dan saran-saran yang telah
diberikan.
Akhirnya, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kepentingan
bangsa dan negara. Penulis terbuka terhadap saran dan kritikan untuk perbaikan
penelitian ini.

Bogor, September 2016


Mohammad Saedy Romli

xi

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xiii
1 PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
Latar Belakang ....................................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................................... 4
Tujuan Penelitian ................................................................................................... 8
Manfaat Penelitian ................................................................................................. 8
Ruang Lingkup dan Keterbatasan .......................................................................... 8
2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 9
Pertumbuhan Ekonomi........................................................................................... 9
Transformasi Struktural ....................................................................................... 10
Model Pembangunan Dua Sektor Arthur Lewis .................................................. 11
Kritik Terhadap Model Dua Sektor Arthur Lewis ............................................... 12

Analisis Pola Pembangunan ................................................................................. 13
Kemiskinan .......................................................................................................... 14
Ketimpangan Pendapatan..................................................................................... 15
Penelitian Terdahulu ............................................................................................ 16
Kerangka Pemikiran ............................................................................................. 17
Hipotesis Penelitian ............................................................................................. 22
3 METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................... 22
Wilayah Penelitian ............................................................................................... 22
Jenis dan Sumber Data ......................................................................................... 22
Metode Analisis ................................................................................................... 23
Transformasi Struktural ....................................................................................... 24
Faktor-Faktor Transformasi Struktur Ekonomi ................................................... 24
Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Kemiskinan ............................................... 25
Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Ketimpangan Pendapatan ......................... 26
Regresi Data Panel ............................................................................................... 26
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 30
Transformasi Struktural ....................................................................................... 30
Faktor-Faktor Transformasi Struktural ................................................................ 45

xii


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tambah Sektor Pertanian ..................45
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Nilai Tambah Sektor Industri ....47
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Nilai Tambah Sektor Jasa .........50
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Sektoral terhadap Kemiskinan........................52
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Sektoral terhadap Ketimpangan Distribusi
Pendapatan............................................................................................................54
5 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 59
LAMPIRAN .............................................................................................................. 62
RIWAYAT HIDUP .................................................................................................. 73

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Indeks Gini Madura 2008-2014
Ringkasan tujuan, metode analisis dan data
PDRB dan Pendapatan Per Kapita Kabupaten Bangkalan
Kontribusi Sektoral Kabupaten Bangkalan (Persen)
PDRB dan Pendapatan Per Kapita Kabupaten Sampang
Kontribusi Sektoral Kabupaten Sampang
PDRB dan Pendapatan Per Kapita Kabupaten Pamekasan
Kontribusi Sektoral Kabupaten Pamekasan
PDRB dan Pendapatan Per Kapita Kabupaten Sumenep
Kontribusi Sektoral Kabupaten Sumenep
Hasil Estimasi Model Analisis Faktor yang Memengaruhi Nilai Tambah
Sektor Pertanian dengan Model Efek Tetap (Fixed Effect Model)
Hasil Estimasi Model Analisis Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tambah
Sektor Industri dengan Model Efek Tetap (Fixed Effect Model)
Hasil Estimasi Model Analisis Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tambah
Sektor Jasa dengan Model Acak (Random Effect Model)
Hasil Estimasi Model Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Sektoral
Terhadap Kemiskinan dengan Model Efect Tetap (fixed Effect Model)
Hasil Estimasi Model Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Sektoral
Terhadap Ketimpangan Pendapatan Dengan Model Efect Acak (Random
Effect Model)

7
24
33
34
36
37
39
40
42
44
46
48
50
52

55

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur
Pertumbuhan Ekonomi Madura
Presentase Kemiskinan Madura
Kerangka Pemikiran Penelitian
PDRB Sektoral Kabupaten Bangkalan
Tenaga Kerja Sektoral Bangkalan
PDRB Sektoral Kabupaten Sampang

5
5
6
21
35
36
38

xiii

8
9
10
11
12

Tenaga Kerja Sektoral Kabupaten Sampang
PDRB Sektoral Kabupaten Pamekasan
Tenaga Kerja Sektoral Pamekasan
PDRB Sektoral Kabupaten Sumenep
Tenaga kerja sektoral Sumenep

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

3
4

5
6

7
8

9
10

Hasil Uji Hausman Test Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tambah
Sektor Pertanian.
63
Hasil Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tambah Sektor
Pertanian Menggunakan Metode Estimasi Model Efek Tetap (Fixed Effect
Model) dengan Cross-section weight dan white heteroskedasticity
64
Hasil Uji Hausman Test Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tambah
Sektor Industri
65
Hasil Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tambah Sektor
Industri Menggunakan Metode Estimasi Model Efek Tetap (Fixed Effect
Model) dengan Cross-section weight dan white heteroskedasticity
66
Hasil Uji Hausman Test Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tambah
Sektor Jasa
67
Hasil Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tambah Sektor Jasa
Menggunakan Metode Estimasi Model Efek Acak (Random Effect Model)
dengan Cross-section weight dan white heteroskedasticity
68
Hasil Uji Hausman Test Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Sektoral terhadap
Kemiskinan
69
Hasil Regresi Pengaruh Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Sektoral terhadap
Kemiskinan Menggunakan Metode Estimasi Model Efek Tetap (Fixed Effect
Model) dengan Cross-section weight dan white heteroskedasticity
70
Hasil Uji Hausman Test Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Sektoral terhadap
Ketimpangan Pendapatan
71
Hasil Regresi Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Sektoral terhadap
Ketimpangan Pendapatan Menggunakan Metode Estimasi Model Efek Acak
(Random Effect Model) dengan Cross-section weight dan white
heteroskedasticity.
72

39
41
42
43
45

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tujuan akhir pembangunan nasional di setiap negara ialah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas serta menciptakan
pemerataan pendapatan. Kenaikan kesejahteraan masyarakat suatu negara salah
satunya dicerminkan melalui pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita
masyarakat yang tinggi. Selain itu menurut Todaro dan Smith (2006) tujuan
pembangunan nasional bukan hanya semata-mata untuk menciptakan
pertumbuhan GDP yang setinggi-tingginya, namun lebih luas daripada itu, yaitu
juga dapat menghapuskan tingkat kemiskinan serta ketimpangan pendapatan.
Sejarah ekonomi Indonesia telah mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi
yang tinggi semata tidak efektif dalam mengurangi angka kemiskinan dan
menciptakan pemerataan distribusi pendapatan. Pertumbuhan ekonomi perlu
diusahakan secara terus menerus dan diarahkan pada sektor-sektor ekonomi yang
bisa menjangkau lapisan masyarakat paling bawah. Pertumbuhan ekonomi yang
tinggi merupakan proses akumulasi dari pertumbuhan ekonomi sektoral yang
dalam perjalanannya akan mengalami pergeseran struktur, baik dalam
pembentukan PDRB maupun serapan tenaga kerja.
Pertumbuhan ekonomi yang berlangsung secara terus menerus secara
teoritis akan diikuti oleh transformasi struktural. Transformasi struktural dialami
oleh hampir semua negara yang sedang melakukan pembangunan ekonomi.
Berdasarkan model pembangunan dua-sektor Arthur Lewis, transformasi struktur
ekonomi memiliki arti perubahan struktur ekonomi dalam negeri dari pola
pertanian subsisten tradisional ke perekonomian modern yang lebih berorientasi
kehidupan perkotaan. Perekonomian negara-negara berkembang terdiri dari dua
sektor, yakni: (1) sektor tradisional, yaitu sektor pedesaan subsisten dengan
produktivitas rendah, serta (2) sektor industri perkotaan modern dengan tingkat
produktivitas yang tinggi.
Perubahan struktur ekonomi tersebut ditandai dengan menurunnya
kontribusi sektor pertanian dan meningkatnya kontribusi sektor industri, baik
dalam produk domestik bruto (PDB) maupun dalam penyerapan tenaga kerja.
Perubahan tersebut sebagai akibat meningkatnya output sektor modern sehingga
menyerap tenaga kerja dengan produktivitas marginal nol yang ada di sektor
tradisional. Oleh karenanya, sektor industri seringkali dijadikan tolok ukur
kemajuan pembangunan ekonomi suatu negara; semakin tinggi kontribusi sektor
industri dalam perekonomian, semakin maju pula perkembangan pembangunan
ekonominya.
Transformasi struktural dibuktikan oleh Clark (1951) dimana hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan perkapita suatu
negara semakin kecil peranan sektor pertanian baik dalam pangsanya terhadap
pembentukan PDB maupun dalam penyediaan kesempatan kerja, sebaliknya,
pangsa sektor industri terhadap total PDB semakin tinggi dan peranannya semakin
penting dalam menampung tenaga kerja. Kemudian, Kuznet (1960) membuktikan

2

secara empiris terjadinya proses transformasi struktural dan pembuktian secara
statistik dilakukan oleh Chenery (1960), keduanya menemukan bahwa akumulasi
modal (fisik dan kualitas SDM) bukan satu-satunya faktor yang mendorong
terjadinya transformasi struktural melainkan juga diperlukan perubahan struktur
ekonomi yang saling berkaitan antar sektor agar terjadi perubahan perekonomian
tradisonal menjadi perkonomian modern (Budiharsono 1996).
Pembangunan di Indonesia telah berhasil memacu pertumbuhan ekonomi
yang relatif tinggi yang secara teori akan diikuti oleh transformasi struktural.
Budiharsono (1996) mengkaji transformasi struktural dan pertumbuhan ekonomi
antar daerah di Indonesia 1969-1987, mendapati pertumbuhan ekonomi Indonesia
telah mendorong terjadinya transformasi struktural yang dibuktikan dengan
penurunan pangsa sektor pertanian dan meningkatnya pangsa sektor industri
terhadap total PDB selama kurun waktu 1969-1987 akan tetapi transformasi
struktural yang terjadi merupakan unbalanced transformation karena tidak diikuti
oleh transformasi struktur tenaga kerja karena relatif kecilnya keterkaitan antara
sektor pertanian dengan sektor Industri. Unbalanced transformation tersebut
sangat mempengaruhi adanya kesenjangan pertumbuhan ekonomi antara Provinsi
Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI), juga
mengakibatkan terjadinya penyimpangan transformasi distribusi pendapatan.
Pada tingkat regional, transformasi yang di dorong oleh pertumbuhan
ekonomi yang terus menerus juga merupakan unbalanced transformation, Kagami
(2000) melakukan penelitian di Propinsi Sumatera Selatan mendapati kesimpulan
bahwa perekonomian telah mengalami transformasi struktural akan tetapi tidak
diikuti oleh transformasi struktur ketenagakerjaan. Kesimpulan yang hampir sama
berdasarkan penelitian Erikasari (2005) yang mengkaji transformasi struktural di
Daerah Istimewa Yogyakarta menyimpulkan transformasi tenaga kerja dari sektor
pertanian ke sektor non pertanian inelastis terhadap perubahan kesempatan kerja
sektor pertanian dan elastis terhadap kesempatan kerja sektor non pertanian. Amir
dan Nazara (2005) mengkaji transformasi ekonomi Provinsi Jawa Timur; selama
kurun waktu tahun 1994-2000 telah terjadi perubahan struktur perekonomian,
yang ditunjukkan oleh perubahan dalam visualisasi economic landscape.
Perubahan ini mengindikasikan adanya perubahan pengaruh sektoral terhadap
perekonomian atau perubahan peranan sektor-sektor penting bagi perekonomian
namun tidak demikian yang terjadi pada struktur tenaga kerja.
Fenomena unbalanced transformation di negara berkembang termasuk
Indonesia berkaitan erat dengan kritik terhadap model dua sektor Arthur Lewis
yang dianggap gagal menjelaskan fenomena tersebut, pasalnya, asumsi-asumsi
yang dibangun oleh model Lewis tidak semuanya terbukti terutama pada negaranegara berkembang. Penerapan model Lewis sangat tergantung pada tingkat dan
jenis teknologi yang digunakan. Apabila keuntungan yang didapat oleh para
investor diinvestasikan kembali pada tenologi yang padat modal dan perluasan
hanya terjadi pada sektor hulu maka sektor industri tidak akan bisa menyerap
semua surplus tenaga kerja dari sektor pertanian. Selanjutnya asumsi bahwa
semua keuntungan akan di investasikan kembali pada perluasan industri dalam
negeri kurang mendapat pembenarannya pada kasus perekonomian Indonesia,
terjadi pelarian modal (capital flight) keluar negeri sehingga sektor industri dalam
negeri tidak memperluas kesempatan kerja dan tidak menyerap surplus tenaga
kerja yang ada di sektor pertanian.

3

Fenomena unbalanced transformation yang ditandai dengan kegagalan
sektor industri menyerap surplus tenaga kerja pada sektor pertanian akan
mengakibatkan banyaknya pengangguran terselubung pada sektor pertanian.
Sektor pertanian menanggung beban tenaga kerja melebihi kapasitas idealnya
akibatnya produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian sangat rendah, kondisi
tersebut apabila dibiarkan akan mengakibatkan terjadinya pemiskinan dan
eksploitasi sumberdaya manusia di sektor tersebut (Ediana 2006). Unbalanced
transformation akan sangat berpengaruh pada tingkat kemiskinan dan
ketimpangan yang menjadi tujuan utama pembangunan ekonomi.
Kemiskinan masih menjadi masalah yang belum bisa di atasi oleh
pemerintah Indonesia, tercatat pada bulan Maret 2015, jumlah penduduk miskin di
Indonesia mencapai 28,59 juta orang atau sebesar 11,22 persen dari total
penduduk Indonesia. Angka ini meningkat sebesar 0,26 persen atau 0,86 juta
orang dibandingkan dengan kondisi pada September 2014 yang hanya sebesar
27,73 juta orang atau 10,96 persen (BPS 2015). Data-data tersebut membuktikan
pertumbuhan ekonomi belum secara efektif mengurangi angka kemiskinan.
Meningkatnya angka kemiskinan tersebut juga diikuti dengan semakin
memburuknya ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat. Indeks gini
Indonesia terus mengalami peningkatan. BPS mencatat koefisien gini Indonesia
sejak tahun 2010 hingga 2013 meningkat dari 0,38 menjadi 0,41. Angka ini
merupakan angka terbesar dari sebelumnya 0.37 pada tahun 2006 dan 0.35 pada
tahun 1996.
Berdasarkan laporan World Bank (2015), Ada empat pendorong utama
ketimpangan di Indonesia: (1) Ketimpangan peluang, (2) Pekerjaan yang tidak
merata, (3) Tingginya konsentrasi kekayaan, (4) Ketahanan ekonomi rendah
(Indonesia’s rising divide 2015). Salah satu penyebab ketimpangan adalah
pekerjaan yang tidak merata, sangat berkaitan erat dengan transformasi struktural
yang terjadi selama masa pertumbuhan ekonomi. Unbalanced transformation
akan menyebabkan tenaga kerja terbagi menjadi pekerja berketerampilan tinggi
(skill labor) yang upahnya semakin meningkat dalam hal ini sektor non pertanian
(industri dan jasa), dan pekerja yang tidak memiliki keterampilan tinggi (unskill
labor) sehingga terjebak dalam pekerjaan dengan produktivitas rendah dan
berupah rendah dalam hal ini sektor pertanian (Aizenman et al. 2012). Penelitian
Goh et al. (2009) juga membuktikan polarisasi tenaga kerja menjadi skill labor
dan unskill labor akan semakin meningkatkan ketimpangan distribusi pendapatan
karena ada perbedaan peluang dan dan intensif yang diterima.
Hipotesis Kuznet (1955) menyatakan adanya hubungan antara tingkat
pembangunan ekonomi dengan distribusi pendapatan. Hubungan antara tingkat
pendapatan dan ketimpangan distribusi pendapatan dihipotesiskan berupa bentuk
hubungan dengan pola U-terbalik (inverted U shaped pattern).Artinya, distribusi
pendapatan cenderung semakin timpang pada tahap awal pembangunan dan
kemudian cenderung lebih merata pada tahap selanjutnya sejalan dengan
perbaikan tingkat pendapatan. Sementara Field (1979) berpendapat bahwa
distribusi pendapatan cenderung membaik pada kasus pertumbuhan ekonomi yang
terjadi sebagai akibat peningkatan pendapatan secara signifikan pada sektor
pertanian (traditonal sector enrichment), sebaliknya distribusi pendapatan
semakin memburuk karena peningkatan pendapatan sektor non pertanian
(modern). Korelasi antara transformasi struktur ekonomi dengan distribusi

4

pendapatan dibuktikan oleh Cheong dan WU (2014) yang melakukan penelitian di
China mendapati fakta bahwa pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh
transformasi struktural sangat membantu dalam meningkatkan standar hidup
masyarakat meskipun pertumbuhan ekonomi tersebut diikuti dengan meluasnya
ketimpangan distribusi pendapatan.
Penurunan angka kemiskinan dan pemerataan pendapatan merupakan
masalah inti yang ingin di capai oleh pembangunan ekonomi, karena kemiskinan
dan ketimpangan jika dibiarkan dalam jangka yang panjang akan memberikan
dampak buruk terhadap perekonomian nasional yaitu berupa instabilitas sosial,
ketidakpastian, dan tragedi kemanusiaan seperti kelaparan, tingkat kesehatan yang
rendah dan gizi buruk. Apabila keadaan tersebut terus berlanjut, maka pada
akhirnya akan mengganggu keamanan, stabilitas ekonomi makro dan
kelangsungan pemerintahan yang ada (Muslianti 2011). Oleh karenannya, kajian
mengenai transformasi struktural dan pertumbuhan ekonomi sektoral menjadi
sangat penting dilakukan agar pertumbuhan ekonomi dan transformasi struktural
yang terjadi bisa efektif dalam mengurangi angka kemiskinan dan menciptakan
pemerataan distribusi pendapatan.

Perumusan Masalah
Kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan merupakan masalah
mendasar yang dihadapi oleh setiap negara terutama negara berkembang termasuk
Indonesia. Pembangunan ekonomi dilakukan untuk mengatasi masalah
kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, peningkatan produktivitas kerja, partisipasi kerja dan pemerataan
kesejahteraan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sebagai sebuah rangkaian dari
pembangunan nasional menunjukkan angka yang sangat mengembirakan. Selama
kurun waktu 2001-2012 angka pertumbuhan ekonomi Jawa timur terus
mengalami peningkatan meskipun pada tahun 2013 dan 2014 mengalami
penurunan.
Selama periode 2006-2013 Ekonomi Jawa Timur tumbuh pada laju rata-rata
6.32 persen pertahun. Laju pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari rata-rata
pertumbuhan ekonomi nasional yang berada pada angka 5.90 persen per tahun
pada periode yang sama. Pada tingkat regional, Provinsi Jawa Timur merupakan
Provinsi dengan output PDRB terbesar kedua setelah DKI Jakarta dengan
sumbangan sebesar 25.28 persen terhadap pembentukan PDRB Wilayah JawaBali dan sebesar 14.88 persen terhadap pembentukan PDB nasional
(http://simreg.bappenas.go.id).
Namun sayangnya, tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut tidak
efektif dalam mengatasi masalah kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Jawa
Timur tercatat sebagai Provinsi di Pulau Jawa dengan jumlah kemiskinan terbesar
dan ketimpangan wilayah perkotaan dengan pedesaan yang sangat besar.
Penduduk miskin di pedesaan pada Maret 2014 sebesar 67.92 persen dari total
penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur sedangkan sisanya 32.08 persen berada
di perkotaan. Persentase penurunan penduduk miskin di perdesaan (0.10 poin
persen) lebih kecil daripada di perkotaan (0.55 poin persen) (BPS 2013).

5

Ketimpangan distribusi pendapatan di Jawa Timur terlihat dari nilai indeks gini.
Indeks gini jawa Timur memiliki kecenderungan kenaikan selama periode 20092012. Pada 2009, indeks gini Jawa Timur tercatat sebesar 0.33 dan naik menjadi
0.36 pada 2012 (BPS Jatim 2013).
8
7
6
5
4
3
2
1
0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur
Madura sebagai bagian integral dari Provinsi Jawa Timur tentunya juga
sangat terpengaruh oleh dinamika perkeonomian yang ada pada tingkat Provinsi.
Laju pertumbuhan ekonomi Madura berada pada pertumbuhan ekonomi rata-rata
Provinsi Jawa Timur.
8
6
Bangkalan

4

Sampang
Pamekasan

2

Sumenep

0
2009

2010

2011

2012

2013

Gambar 2 Pertumbuhan Ekonomi Madura
Gambar 2. menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Madura mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun meskipun peningkatannya berjalan sangat lambat.
Sayangnya, pada 2013 Pertumbuhan ekonomi Bangkalan, Sampang dan
Pamekasan mengalami penurunan. Hanya Kabupaten Sumenep yang mengalami
peingkatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tersebut diharapkan
efektif dalam mengurangi angka kemiskinan. Namun berdasarkan data BPS,
angka kemiskinan di Madura masih relatif tinggi meskipun memiliki
kecenderungan menurun.
Masih tingginya angka kemiskinan di Madura terlihat dari kenyataan bahwa
3 dari 4 kabupaten yang ada di Madura masuk pada kategori 10 besar Kabupaten
dengan jumlah kemiskinan tertinggi di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten
Pamekasan menjadi kabupaten dengan tingkat kemiskinan relatif kecil. Namun
meski begitu melihat angka kemiskinan absolute Kabupaten Pamekasan pada
tahun 2013 yang sebesar 153.103 jiwa terbilang masih sangat tinggi.

6

35.00
30.00
25.00
Bangkalan
Sampang
Pamekasan
Sumenep

20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
2008

2009

2010

2011

2012

Gambar 3. Presentase Kemiskinan Madura
Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi yang berlangsung di Madura
terbukti belum terlalu efektif dalam mengatasi masalah kemiskinan. Ekonomi
tumbuh pada kisaran rata-rata pertumbuhan ekonomi Jawa Timur namun tingkat
kemiskinannya menjadi salah satu yang tertinggi di antara Kabupaten/Kota yang
lain di Jawa Timur.
Ketidakefektifan pertumbuhan ekonomi tersebut diduga disebabkan oleh
terjadinya unbalanced transformation di Madura. Pertumbuhan ekonomi yang
berlangsung secara terus menerus di Madura, secara teoritis akan diikuti oleh
transformasi struktural, dimana pada fase ini, beberapa sektor ekonomi tumbuh
lebih cepat dibandingkan sektor ekonomi yang lain. Transformasi struktural pada
banyak Negara berkembang termasuk Indonesia merupakan unbalanced
transformation, dimana transformasi struktur produksi berjalan lebih cepat
dibandingkan dengan transformasi struktur tenaga kerja. Selain menyebabkan
tenaga kerja terbagi menjadi 2 kutub besar: (1) Tenaga kerja sektor non pertanian
(skill labor) dengan produktivitas tinggi, dan (2) tenaga kerja sektor pertanian
(unskill labor) dengan produktivitas rendah, juga akan menyebabkan pertumbuhan
ekonomi sektoral yang berbeda. Pertumbuhan sektor industri dan jasa akan
berjalan lebih cepat dibandingkan pertumbuhan di sektor pertanian.
Transformasi struktural yang tidak seimbang (unbalanced transformation)
di Madura terlihat dari merosotnya kontribusi sektor pertanian terhadap
pembentukan PDRB. Perekonomian Bangkalan, pada tahun 1998 sektor pertanian
berkontribusi sebesar 44.12 persen menurun menjadi hanya 19.59 persen pada
tahun 2014, sementara di Sampang pada tahun 1998 sektor pertanian
menyumbang 53.68 persen menurun menjadi 30.60 persen, demikian juga yang
terjadi pada perekonomian Pamekasan dan Sumenep. Di Pamekasan sektor jasa
menjadi leading sector pada akhir tahun 2014 dengan kontribusi sektoral sebesar
46.88 persen. Sementara di Kabupaten Sumenep, pada tahun 1998 kontribusi
sektor pertanian Sumenep terhadap pembentukan PDRB sebesar 41.11 persen
menurun menjadi 32.06 persen pada akhir tahun 2014 (BPS Jatim 2015).
Namun di sisi lain, belum terjadi transformasi struktur tenaga kerja. Tercatat
sektor pertanian masih menjadi sektor dengan serapan tenaga kerja terbesar
dibandingkan sektor ekonomi yang lain. Pada akhir tahun 2014 sektor pertanian
menyerap tenaga kerja sebesar 60.60 persen di Bangkalan (BPS Kabupaten
Bangkalan 2015), sementara di Sampang pada tahun yang sama sektor pertanian
menyerap tenaga kerja sebesar 56.67 persen (BPS Kabupaten Sampang 2015). Hal
yang serupa terjadi di Pamekasan, sektor pertanian menyerap tenaga kerja sebesar

7

65.54 persen pada tahun 2014 (BPS Kabupaten Pamekasan 2015). Demikian juga
di Kabupaten Sumenep, pada akhir tahun 2014, sektor pertanian bahkan menyerap
tenaga kerja sebesar 76.54 persen (BPS Kabupaten Sumenep 2015).
Unbalanced transformation yang terjadi di Madura selain berakibat pada
masih tingginya angka kemiskinan, juga akan menyebabkan terjadinya
ketimpangan distribusi pendapatan. Persoalan ketimpangan distribusi pendapatan
tidak lepas dari adanya perbedaan pertumbuhan sektoral yang berbeda. Sektor
ekonomi dengan produktivitas rendah (pertanian) akan menyebabkan rendahnya
tingkat pendapatan tenaga kerja yang ada di sektor tersebut, sementara sektor
ekonomi dengan produktivitas yang tinggi akan menciptakan pertumbuhan
sektoral yang lebih cepat dan tingkat pendapatannya lebih tinggi. Ketimpangan
distribusi pendapatan di Madura terlihat dari angka indeks gini masing-masing
Kabupaten yang ada di Pulau Madura. Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten
Pamekasan dari tahun 2012 sampai 2014 mengalami kenaikan, sementara
Kabupaten Sampang dan Kabupaten Sumenep mengalami tren yang sebaliknya
pada tahun yang sama.
Tabel 1. Indeks Gini Madura 2008-2014
No
1
2
3
4

Kabupaten
Bangkalan
Sampang
Pamekasan
Sumenep

2008
0.34
0.25
0.25
0.24

2009
0.29
0.27
0.24
0.24

2010
0.29
0.24
0.26
0.27

2011
0.30
0.26
0.28
0.27

2012
0.28
0.25
0.24
0.30

2013
0.28
0.25
0.25
0.29

2014
0.33
0.23
0.26
0.25

Sumber: BPS 2015 (diolah)

Pertumbuhan ekonomi perlu diarahkan ke sektor-sektor ekonomi yang
efektif dalam mengurangi angka kemiskinan dan menciptakan pemerataan
distribusi pendapatan. Memahami karakteristik pertumbuhan ekonomi sektoral
dan arah transformasi struktural suatu wilayah merupakan hal penting untuk dapat
mengetahui sektor-sektor ekonomi manakah yang efektif dalam mengatasi
masalah surplus tenaga kerja sektor pertanian (unbalanced transformation) dan
sektor-sektor ekonomi manakah yang efektif dalam mengurangi angka
kemiskinan sekaligus menciptakan pemerataan distribusi pendapatan.
Intervensi pemerintah sangat dibutuhkan dalam perencanaan pembangunan
ekonomi terutama dalam upaya menciptakan transformasi struktural dan
pertumbuhan ekonomi sektoral yang ideal. Kajian-kajian strategis yang mendasari
setiap tindakan pemerintah sangat dibutuhkan agar transformasi struktural dan
pertumbuhan ekonomi bisa diarahkan dan efektif dalam mengurangi angka
kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan. Dengan demikian, masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) bagaimana gambaran struktur
perekonomian Madura dalam hubungannya dengan transformasi struktural, (2)
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi transfornasi struktural di Madura, (3)
bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap kemiskinan di
Madura, dan (4) bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap
ketimpangan distribusi pendapatan di Madura.

8

Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis transformasi
struktural, pertumbuhan ekonomi sektoral dan bagaimana pengaruhnya terhadap
kemiskinan dan ketimpangan pendapatan di Madura. Sedangkan tujuan spesifik
dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis transformasi struktural Madura dari kurun waktu 1998-2014
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi struktural di
Madura selama kurun waktu 1998-2014
3. Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap Kemiskinan di
Madura
4. Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap ketimpangan
pendapatan di Madura.

Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai transformasi struktural, pertumbuhan ekonomi sektoral
dan pengaruhnya terhadap kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan di
Madura diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait
dalam studi ini. Manfaat tersebut antara lain:
1. Sebagai bahan masukan bagi pembuat kebijakan terkait dengan posisi
perekonomian Madura mengenai sektor-sektor ekonomi yang menjadi sektor
utama (leading sector) dalam perekonomian Madura.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi penyusun kebijakan baik pemerintah pusat
maupun daerah terutama dalam kebijakan pembangunan untuk pengurangan
angka kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan. Melalui informasi
sektor-sektor ekonomi yang efektif dalam mengatasi masalah unbalanced
transformation serta pertumbuhan ekonomi sektoral yang paling efektif dalam
mengurangi angka kemiskinan dan menciptakan pemerataan distribusi
pendapatan.
3. Sebagai referensi pembanding atau studi pustaka bagi penelitian selanjutnya
yang memiliki keterkaitan dengan transformasi struktural, pertumbuhan
ekonomi sektoral dan pengaruhnya terhadap kemiskinan dan ketimpangan
distribusi pendapatan.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan
Skala penelitian hanya mencakup regional Madura dengan data selama 17
tahun yakni periode 1998-2014 oleh karenanya, hasil penelitian ini belum dapat
digenarilisasikan pada daerah-daerah lain. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis transformasi struktural Madura serta pengaruh pertumbuhan
ekonomi sektoral terhadap kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Adapun
keterbatasan lain pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pertumbuhan ekonomi yang dimaksud adalah pertumbuhan ekonomi
sektoral, yakni pertumbuhan sektor pertanian, sektor industri dan sektor
jasa.

9

2. Transformasi struktural yang di maksud adalah perubahan kontribusi
sektoral dalam struktur ekonomi. Transformasi struktural terdiri dari
transformasi struktur output dan transformasi struktur tenaga kerja.
3. Transformasi struktur output terdiri dari sektor pertanian, Industri dan jasa
yang didasarkan pada perubahan kontribusi sektoral dalam pembentukan
PDRB. Sementara transformasi struktur tenaga kerja terdiri dari sektor
pertanian dan non pertanian yang didasarkan pada perubahan serapan
tenaga kerja.
4. Sektor pertanian terdiri dari pertanian, kehutanan, perburuan dan
perikanan, pertambangan & penggalian. Sektor Industri terdiri dari
industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan dan kontruksi.
Sektor Jasa terdiri dari perdagangan, rumah makan dan hotel,
pengangkutan, perdagangan & komunikasi, keuangan, asuransi,
persewaan bangunan & jasa perusahaan, jasa-jasa kemasyarakatan.
5. Pada pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi struktur
output, pengujian dilakukan pada setiap sektor ekonomi yakni pertanian,
industri dan jasa dengan hanya menlihat faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan nilai tambah sektoral serta tidak memasukkan
variabel ekspor-impor dan teknologi.
6. Regresi model pengaruh pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap
kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan menggunakan nilai
PDRB masing-masing sektor.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi
utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan. Karena jumlah penduduk bertambah setiap tahun yang
dengan sendirinya kebutuhan konsumsi sehari-hari juga bertambah setiap tahun,
maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun.
Selain dari sisi permintaan (konsumsi), dari sisi penawaran, pertumbuhan
penduduk juga membutuhkan pertumbuhan kesempatan kerja (sumber
pendapatan). Pertumbuhan ekonomi tanpa dibarengi dengan penambahan
kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari
penambahan pendapatan tersebut, yang selanjutnya akan menciptakan suatu
kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kemiskinan. Pemenuhan
kebutuhan konsumsi dan kesempatan kerja itu sendiri hanya bisa dicapai dengan
peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau PDB yang terus menerus.
Pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB (Tambunan 2003).
Terdapat dua pandangan yang berbeda tentang terjadinya pertumbuhan
ekonomi yaitu: (1) pandangan Neo Klasik yang mengemukakan bahwa
peningkatan produk domestik bruto sebagai akibat pengaruh jangka panjang dari
pembentukan modal, perkembangan tenaga kerja dan perubahan teknologi yang

10

diasumsikan terjadi dalam keseimbangan persaingan. Dalam keadaan
keseimbangan masing-masing faktor produksi mendapat imbalan sejumlah nilai
produktivitas marginalnya di sektor manapun faktor-faktor produksi tersebut
digunakan, sehingga pergeseran permintaan dan perubahan alokasi sumberdaya
dari satu sektor ke sektor lainnya tidak berarti dan (2) pandangan struktural yang
mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi sebagai aspek dari perubahan
struktural karena adanya pergeseran permintaan yang mendorong terjadinya
perubahan teknologi (Chenery 1986).
Perbedaan yang mendasar antara kedua pandangan tersebut terletak pada
asumsi bahwa selalu terjadi sumber daya yang efisien, sehingga tidak mungkin
meningkatkan output dengan menggeser penggunaan faktor-faktor produksi dari
satu sektor ke sektor lainnya. Realokasi terjadi jika seluruh perekonomian
berkembang. Neo Klasik menjelaskan pertumbuhan ekonomi denga n pengamatan
terhadap sumber-sumber pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Pendekatan
kedua sering disebut sebagai pendekatan struktural dengan asumsi tidak semua
sumberdaya dialokasikan secara optimal, akibatnya terdapat keragaman imbalan
tenaga kerja dan modal dalam setiap penggunaan berbeda, sehingga akan terjadi
pergeseran alokasi sumberdaya yang menimbulkan peningkatan output.
Asumsi pendekatan struktural lebih sesuai dengan keadaan negara
berkembang, dimana sumber utama ketidak seimbangan yaitu adanya dualitas di
pasar tenaga kerja yang merupakan karakteristik negara berkembang. Dualitas
terjadi karena pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak diserap di sektor yang
produktivitasnya tinggi, akibatnya terjadi surplus tenaga kerja yang terpusat di
sektor pertanian. Sumber ketidakseimbangan kedua adalah kegagalan
mengalokasikan sumberdaya untuk meningkatkan ekspor atau menggantikan
impor. Keadaan ketidakseimbangan tersebut merupakan potensi untuk mendorong
pertumbuhan dengan mengurangi hambatan dan alokasi sumberdaya ke sektor
yang produktivitasnya tinggi.

Transformasi Struktural
Transformasi struktural merupakan salah satu model teoritis tentang
pembangunan ekonomi yang paling terkenal.. Model transformsasi struktural
merupakan sebuah mekanisme yang memungkinkan negara-negara yang masih
terbelakang untuk mentransformasi struktur perekonomian mereka dari pola
perekonomian pertanian subsisten tradisonal ke perekonomian yang lebih modern,
lebih berorientasi ke kehidupan perkotaan, serta memiliki sektor industri
manufaktur yang lebih bervariasi dan sektor-sektor jasa yang tangguh.
Model transformasi struktural dalam analisisnya menggunakan perangkatperangkat neo klasik berupa teori harga dan alokasi sumber daya, serta metodemetode ekonometrik modern untuk menjelaskan terjadinya transformasi.
Transformasi struktural dicetuskan oleh Arthur Lewis dengan model teoritisnya
tentang surplus tenaga kerja dua sektor (two sector surplus labor) dan
dikembangkan oleh Hollis B Chenery yang sangat terkenal dengan analisis
empirisnya tentang pola-pola pembangunan (pattern of development).
Asumsi model struktural dianggap lebih sesuai dengan keadaan Negara
berkembang, dimana sumber utama ketidakseimbangan yaitu adanya dualitas di

11

pasar tenaga kerja yang merupakan karakteristik negara berkembang. Dualitas
terjadi karena pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak terserap oleh sektor yang
produktivitasnya tinggi, akibatnya terjadi over supply tenaga kerja di sektor
pertanian (primer). Sumber ketidakseimbangan kedua adalah kegagalan
mengalokasikan sumberdaya untuk meningkatkan ekspor atau menggantikan
impor. Keadaan ketidakseimbangan tersebut merupakan potensi untuk mendorong
pertumbuhan dengan mengurangi hambatan dan alokasi sumberdaya ke sektor
yang memiliki produktivitas tinggi.
Transformasi struktural merupakan proses yang terjadi pada masa transisi
dari sistem ekonomi tradisional ke sistem ekonomi modern, dalam proses ini,
akibat meningkatnya pendapatan dapat meningkatkan akumolasi modal fisik dan
kualitas manusia, pergeseran komposisi permintaan, perdagangan, produksi serta
pemanfaatan tenaga kerja (Chenery 1981). Lebih jauh Chenery membedakan
pertumbuhan dalam tiga tahap transformasi yaitu : (1) tahap produksi primer, (2)
tahap industrialisasi, dan (3) tahap ekonomi berkembang. Pada tahap pertama atau
produksi primer, pendapatan perkapita suatu negara berkisar antara US $ 200 –US
$ 600 (nilai tahun 1976). Transformasi struktural yang terjadi pada tahap ini
ditandai dengan keunggulan kegiatan primer (pertanian) sebagai sumber utama
peningkatan output. Pada tahap produksi primer ini juga biasanya tumbuh dengan
lambat karena sangat tergantung pada siklus musim dan hanya memberikan
kontribusi kecil pada pendapatan perkapita. Pada tahap kedua atau industrialisasi
(sekunder), disini pendapatan perkapita bergerak antara US $600–US $3000.
Dalam tahap ini juga transformasi ditandai dengan pergeseran konsentrasi
ekonomi dari produksi primer menuju industri. Jadi, peranan sektor industri
sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. Dari segi penawaran, peranan
akumulasi kapital sangat tinggi karena tingkat investasi untuk menghasilkan
produksi sektoral meningkat dengan pesat, dan tahap terakhir adalah tahap
ekonomi berkembang, ini terjadi pada tingkat pendapatan perkapita bergerak di
atas US $2100. Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Clark
(1951) menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan suatu negara, makin kecil
peranan sektor primer dalam menyediakan kesempatan kerja. Disamping itu,
transformasi struktural juga dapat ditelusuri dari output akhir dari suatu Negara
(Chenery 1986).
Transformasi struktural memiliki tiga dimensi yaitu: (1) sumbangan sektor
pertanian secara relatif akan merosot sedangkan sektor non pertanian
sumbangannya meningkat (2) penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian secara
absolut meningkat, namun persentasenya dalam jumlah lapangan kerja
keseluruhan semakin menurun, dan (3) tingkat produksi di semua bidang akan
menjadi lebih bersifat industri. Produksi pertanian akan semakin banyak memakai
sistem industri, yaitu hasil pertanian akan diproduksi secara besar-besaran untuk
dijual ke pasar dengan menggunakan teknologi modern (Ediana 2006).

Model Pembangunan Dua Sektor Arthur Lewis
Menurut model pembangunan dua sektor Arthur Lewis, perekonomian yang
terbelakang terdiri dari dua sektor, yakni: (1) sektor tradisonal, yaitu sektor
pedesaan subsisten yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas

12

marjinal tenaga kerja sama dengan nol, kondisi ini merupakan situasi yang
memungkinkan Lewis untuk mendefinisikan kondisi surplus tenaga kerja (surplus
labor) sebagai suatu fakta bahwa jika sebagian tenaga kerja tersebut ditarik dari
sektor pertanian maka sektor itu tidak akan kehilangan outputnya dan (2) sektor
industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi
tempat penampungan tenaga kerja yang di transfer sedikit demi sedikit dari sektor
subsisten.
Perhatian utama model ini diarahkan pada terjadinya proses pengalihan
tenaga kerja, pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja pada
sektor modern. Pengalihan tenaga kerja dan pertumbuhan kesempatan kerja
dimungkinkan oleh adanya perluasan output sektor modern. Kecepatan perluasan
penyerapan tenaga kerja pada sektor industri sangat tergantung pada tingkat
investasi di bidang industri dan akumulasi modal secara keseluruhan di sektor
modern.
Peningkatan investasi dimungkinkan oleh adanya kelebihan keuntungan
sektor modern dari selisih upah dengan asumsi bahwa para pemilik modal sektor
modern menanamkan kembali seluruh keuntungannya. Asumsi selanjutnya adalah
tingkat upah pada sektor modern diasumsikan konstan dan berdasarkan suatu
premis tertentu jumlahnya ditetapkan melebihi tingkat rata-rata upah di sektor
pertanian subsiten tradisional. Tingkat upah di daerah perkotaan sekurangkurangnya harus 30 persen lebih tinggi dari pada rata-rata pendapatan di daerah
pedesaan untuk memaksa para pekerja pindah dari desa-desa asalnya ke kota.
Rangkaian proses pertumbuhan berkesinambungan dan perluasan
kesempatan kerja di sektor modern diasumsikan akan terus ber