Pengaruh Pemberian Hormon Sitokinin (BAP) Pada Perbedaan Pertumbuhan Tunas Batang Tetrastigma leucosthaphyllum

PENGARUH PEMBERIAN HORMON SITOKININ (BAP)
PADA PERBEDAAN PERTUMBUHAN BATANG
Tetrastigma leucosthaphyllum

YUNI AMBAR YEKTI

DEPARTEMENKONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DANEKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemberian
Hormon Sitokinin Pada Perbedaan Pertumbuhan Tunas Batang Tetrastigma
leucosthaphyllum adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014
Yuni Ambar Yekti
NIM E34090066

ABSTRAK
YUNI AMBAR YEKTI. Pengaruh Pemberian Hormon Sitokinin Pada Perbedaan
Pertumbuhan Tunas Batang Tetrastigma leucosthaphyllum. Dibimbing oleh EDHI
SANDRA dan AGUS HIKMAT.
Tetrastigma merupakan liana yang menjadi inang tumbuhan holoparasit
spesies Rafflesia. Oleh karena itu, kelangsungan hidup Rafflesia sangat tergantung
kepada Tetrastigma.Salah satu cara untuk mempertahankan keberadaan Rafflesia
yaitu dengan melakukan perbanyakan terhadap liana Tetrastigmamelalui
pemberian hormon pada batang Tetrastigma tersebut. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengidentifikasi pengaruh terhadap perbedaan pertumbuhan kalus dengan
pemberian hormon sitokinin pada batang Tetrastigma leucosthaphyllum. Metode
yang digunakan adalah dengan memberi perlakuan pada tanaman tersebut, yaitu
dengan pemberian hormon sitokinin dengan masing-masing konsentrasi 0

(kontrol), 20 mg/l, 40 mg/l, 60 mg/l, dan 80 mg/l pada tiga jenis liana.
Berdasarkan hasil penelitian, pemberian perlakuan konsetrasi hormon sitokinin 80
mg/l memberikan pengaruh tertinggi dalam menumbuhkan kalus dibandingkan
perlakuan lainnya. Namun berdasarkan uji ragam tidak ada pengaruh nyata pada
tiap-tiap pemberian perlakuan 0 (kontrol), 20 mg/l, 40 mg/l, 60 mg/l, dan 80 mg/l.
Kata kunci:hormon sitokinin, kalus,konsentrasi, Tetrastigmaleucosthaphyllum.

ABSTRACT
YUNI AMBAR YEKTI. The Influence of Giving Sitokinin Hormone on The
Difference of Tetrastigmaleucosthaphyllumbud sterm growth. Supervised by
EDHI SANDRA and AGUS HIKMAT.
Tetrastigmais a liana which became the host of holoparasit plant, Rafflesia.
Therefore, the survival of Rafflesia depend on Tetrastigma. One way to maintain
the existence of Rafflesia is by multiplying Tetrastigma through giving the
hormone on the stem of Tetrastigma. The purpose of this research is to identify
the influence of callus growth differences by giving sitokinin hormone on the
stem of Tetrastigma leucosthaphyllum.The methods that used is to give treatment
of those plants, namely by giving sitokinin hormone with each concentration 0
(control), 20 mg/l, 40 mg/l, 60 mg/l, and 80 mg/l on three kinds of lianas. Based
on the research, the treatment by giving sitokinin hormone 80 mg/lgave the

highest amount of influence in growing callus than other treatment. But based on
the test there is no real influence in each concentration of giving treatment by 0
(control), 20 mg/l, 40 mg/l, 60 mg/l, dan 80 mg/l.
Keyword: callus, concentration, sitokinin hormone, Tetrastigmaleucosthaphyllum.

PENGARUH PEMBERIAN HORMON SITOKININ (BAP)
PADA PERBEDAAN PERTUMBUHAN BATANG
Tetrastigma leucosthaphyllum

YUNI AMBAR YEKTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMENKONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Judul Skripsi :Pengaruh Pemberian Hormon Sitokinin (BAP) Pada Perbedaan
Pertumbuhan Tunas Batang Tetrastigma leucosthaphyllum
Nama
: Yuni Ambar Yekti
NIM
: E34090066

Disetujui oleh

Ir Edhi Sandra, MSi
Pembimbing I

DrIrAgus Hikmat, MScF
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Pengaruh Pemberian Honnon Sitokinin (BAP) Pada Perbedaan
Pertumbuhan Tunas Batang Tetrastigma leucosthaphyllum
: Yuni Ambar Yekti
Nama
: E34090066
NIM

Disetujui oleh

Dr Ir Agus Hikmat, MScF
Pembimbing II

Ir Edhi Sandra, MSi
Pembimbing I


セ]Z[

Tanggal Lulus:

Z[iIッGセ@

4

rSambas Basuni MS
a Departemen

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pengaruh Pemberian Hormon Sitokinin (BAP) Pada Perbedaan Pertumbuhan
Tunas Batang Tetrastigma leucosthaphyllum”. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Mei sampai Juli 2013.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir Edhi Sandra, MSi dan Dr Ir
Agus Hikmat, MScF sebagai dosen pembimbing. Terima kasih kepada Ibu dan
Bapak dan kakak-kakakku tersayang serta keluarga atas motivasi,kasih sayangdan

doa yang tiada henti mengiringi langkah penulis selama menjalankan studinya.
Terima kasih kepada teman-teman KPF yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu
yang telah setia menemani dan membantu dalam penelitian ini. Terimakasih
kepada sahabat-sahabat tersayang ‘Manis Manja Grup’ dan ‘Batagor Grup’ yang
selalu menghibur dan menjadi motivator bagi penulis sehingga penulis tetap
semangat dalam menyelesaikan studinya dan terima kasih kepadaKSHE Anggrek
Hitam 46 atas kebersamaan dalam suka maupun duka.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014
Yuni Ambar Yekti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii


DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

1

Manfaat

2


METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Alat dan Bahan

2

Jenis Data

2

Metode Pengumpulan Data

2


Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Kalus

6

Jumlah Kalus

8

Tinggi Kalus

9


Panjang Kalus

12

Lebar Kalus

14

Pengaruh Pemberian Konsentrasi Hormon Sitokinin

17

Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tetrastigma
leucosthaphyllum
SIMPULAN DAN SARAN

17
18

Simpulan

18

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

20

DAFTAR TABEL
1 Uji statistik pengaruh pemberian sitokinin pada tinggi kalus
2 Uji statistik pengaruh pemberian sitokinin pada panjang kalus
3 Uji statistik pengaruh pemberian sitokinin pada lebar kalus

11
13
16

DAFTAR GAMBAR
1 Bentuk Perlukaan Pada Batang Tetrastigma leucosthaphyllum
2 Struktur kimia BAP
3 Contoh perlukaan pada perlakuan 40 mg/l (a) terserang jamur dan (b)
luka mati
4 Tumbuh kalus pada berbagai konsentrasi hormon dengan hari tumbuh
kalus
5 Konsentrasi 40 mg/l yang mati
6 Hubungan konsentrasi hormon dengan jumlah kalus
7 Luka yang tumbuh kalus
8 Hubungan konsentrasi hormon dengan tinggi kalus 1
9 Hubungan konsentrasi hormon dengan tinggi kalus 2
10 Hubungan konsentrasi hormon dengan panjang kalus 1
11 Hubungan konsentrasi hormon dengan panjang kalus 2
12 Hubungan konsentrasi hormon dengan panjang kalus 3
13 Hubungan konsentrasi hormon dengan lebar kalus 1
14 Hubungan konsentrasi hormon dengan lebar kalus 2
15 Hubungan konsentrasi hormon dengan lebar kalus 3

3
5
6
7
7
8
9
9
10
11
12
13
14
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Gambar saat penetesan hormon dan perlukaan pada batang Tetrastigma
leucosthaphyllum
2 Gambar batang Tetrastigma leucosthaphyllum yang telah diberi
perlakuan

20
21

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tetrastigma merupakan liana yang menjadi inang tumbuhan
holoparasitdari spesies Rafflesia. Spesies Rafflesia merupakan tumbuhan langka
yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Selain itu, IUCN (International Union
Conservation Nature) (1997) memasukkan Rafflesia sebagai tumbuhan yang
berstatus genting (endangered).Oleh karena itu, kelangsungan hidup Rafflesia
sangat tergantung terhadap keberadaan Tetrastigma. Salah satu spesies yang
menjadi inang Rafflesia adalah Tetrastigma leucosthaphyllum(sinonim dari T.
lanceolarium) (Zuhud et al. 1988) atau yang memiliki nama lokal (Sunda) yaitu
kibalera (Mukmin 2008).Spesies tumbuhan T. leucosthaphyllum ini memiliki ciri
yaitu batang bulat dengan warna kecoklatan dan memiliki gerigi pada tepi
daunnya.
Sebagai inang Rafflesia, perbanyakan Tetrastigma perlu dilakukan agar
spesies langka tersebut tetap lestari. Upaya dan inovasi dalam teknik perbanyakan
atau budidaya Tetrastigma salah satunya dapat dilakukan dengan pemberian
hormon sitokinin pada bagian batang Tetrastigmasehingga terbentuk kalus yang
tumbuh menjadi akar atau tunas. Penggunaanhormon sitokinin dikarenakan
hormon tersebut memiliki peran yang dapat menunjang pertumbuhan tunas
(Sandra 2000).
Faktor penting yang menentukan keberhasilan dalam pemberian perlakuan
hormon sitokinin tersebut adalah dengan mengetahui faktor eksternal (luar) dan
faktor internal (dalam) dari Tetrastigma tersebut. Faktor luar yaitu berupa keadaan
lingkungan pada tempat tumbuhan tersebut tumbuh seperti suhu, kelembapan, pH
tanah dan lain-lain. Faktor dalam adalah faktor dari dalam tumbuhan tersebut,
seperti hormon yang terdapat pada tumbuhan itu sendiri. Hal tersebut perlu
diketahui dikarenakan faktor penunjang dalam pertumbuhan Tetrastigma agar
tumbuh optimal, sedangkan faktor lainnya adalah mengetahui konsentrasi yang
tepat dalam menumbuhkan kalus maupun tunas. Mengacu pada faktor-faktor
tersebut maka diperlukan penelitian untuk mengetahui ketepatan konsentrasi
dalam pemberian hormon sitokinin terhadap batang T. leucosthaphyllum.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh terhadap
pertumbuhan kalus dengan pemberian hormon sitokinin pada batang T.
leucosthaphyllum.
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai efisiensi dan efektifitas penggunaan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)berupa
sitokinindalam pertumbuhan sel-sel baru T. leucosthaphyllum serta mengetahui

2

konsentrasi hormon yang tepat untuk pertumbuhan Tetrastigma guna
mendapatkan hasil dengan kualitas yang baik sebagai tempat hidupRafflesia.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di areal koleksi Laboratorium Konservasi
Tumbuhan BKKT (Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan Hutan
Tropika) Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor yang memiliki koleksi T.
leucosthaphyllum.Waktu pelaksanaanpenelitian pada bulanMei sampai dengan
Juli 2013.
Alat dan Bahan
Pita ukur, kamera untuk mendokumentasikan tumbuhanT. leucosthaphyllum,
papan jalan, alat tulis, tally sheet untuk mencatat data pertumbuhan, kertas label
untuk sebagai tanda pada tumbuhan, tali rafia, ajir (bambu), gelas ukur untuk
mengukur larutan hormon, alat penyiram tanaman, penggaris, pisau, gunting,
kertas pH untuk mengukur pH tanah, hormon sitokinin serta liana T.
leucosthaphyllum.
Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa pertumbuhan
kalus, pertumbuhan lebar, pertumbuhan tinggi, keadaan cuaca, suhu dan
kelembapan.
Metode Pengumpulan Data
Pengambilan data untuk data primer dilakukan dengan metode
pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan dengan mengamati
pertumbuhan dan pengaruh langsung dari hormon yang diberikan terhadap
perlukaan kulit batang T.leucosthaphyllum. Jenis perlukaan yang dilakukan yaitu
dengan melukai kulit batang dengan pisau steril. Kemudian luka tersebut
diberikan hormon perangsang pertumbuhan kalus dan tunas dengan komposisi
yang berbeda. Tahap berikutnya yaitu mengamati perbedaan serta perbandingan
pertumbuhan dengan ukuran komposisi hormon yang diberikan, yaitu
pertumbuhankalusnya. Data sekunder lainnya adalah mengamati suhu,
kelembapandan pH tanah di sekitar lokasi T. leucosthaphyllum tersebut.
Persiapan Larutan Hormon
Perbandingan komposisi hormon yang diberikan terhadap perlukaan kulit
batang adalah hormon yang mengarah terbentuknya tunas baru yaitu sitokinin
dengan masing-masing komposisi hormon 20mg/l, 40 mg/l, 60 mg/l, 80 mg/l, dan
kontrol (0).

3

Persiapan Pemberian Perlukaan
Batang yang akan diberi perlakuan perlukaan kulit batang, awal mula
dipilih batang pada tiga bagian, yaitu batang yang berada di dekat akar, di bagian
tengahdan bagian atas batang dengan diameter minimal 5 cm. Kemudian diberi
perlukaan dengan menggunakan pisau steril dan diberi hormon sesuai
komposisinya.Perlukaan dilakukan pada 3 liana dengan masing-masing liana
diberi 5 perlakuan. Bentuk perlukaan pada batang T. leucosthaphyllum yaitu
berbentuk ‘V terbalik’ (Gambar 1).

a.
1,5 cm
5 cm
Keterangan:
a: daerah penetesan hormon sitokinin dan merupakan daerah yang diharapkan sebagai tempat
tumbuhnya tunas maupun kalus

Gambar1 Bentuk perlukaan pada batang T.leucosthaphyllum
Pemilihan bentuk perlukaan ‘V terbalik’ pada Gambar (1), dimaksudkan pada
bagian atas, bawah, dan sisi-sisi perlukaan tersebut merupakan daerah untuk
menyerap maksimal hormon sitokinin agar hormon tersebut tidak menyebar ke
daerah yang perlukaan batang yang lain. Dan pada bagian sisi-sisi tersebut
merupakan tempat yang diharapkan sebagai tempat tumbuhnya tunas dan kalus.
Pemeliharaan
Pemeliharan batang T. leucosthaphyllumdilakukan dengan penyiraman
yang dilakukan setiap hari, yaitu pada pagi dan sore hari. Pemeliharaan
selanjutnya yaitu dengan melakukan penyiangan. Penyiangan merupakan kegiatan
menghilangkan tanaman liar (pengganggu) yang berada di sekitar tanaman yang
sedang diamati agar pertumbuhannya tidak terganggu. Selain itu kegiatan
pemeliharaan lainnya yang dilakukan adalah pengendalian hama secara manual
dengan mengamati dan mengambil daun atau bagian tanaman yang terserang
hama untuk menghindari seranganlebih lanjut.
Pemberian perlakuan, pengamatan, dan pengambilan data
Teknik pemberian hormon yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan meneteskan larutan hormon tersebut dengan menggunakan pipet sebanyak
satu kali pada batang bagian bawah, tengah dan atas batang T. Leucosthaphyllum
pada pagi, siang dan sore hari selama 2 minggu. Kemudian pengambilan data
dilakukan setelah pemberian hormon tersebut.

4

Analisis Data
Parameter yang diamati adalah pertumbuhan tunas dan kalus yang hidup
serta data mengenai suhu lingkungan, kelembapan, dan pH tanah pada lokasi
tersebut.
Jumlah perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 perlakuan
dengan 5 kali jumlah ulangan pada setiap perlakuannya. Untuk 5 perlakuan diberi
konsentrasi yang berbeda-beda, yaitu (0, 20 mg/l, 40 mg/l, 60 mg/l, dan 80 mg/l).
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL).
Model umum rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Yij = µ + �� + ��� : i = 1, 2, 3, 4, 5
j = 1, 2, 3, ..... ,5
Yij = Hasil pengamatan terhadap T. Leucosthaphyllumpada konsentasi
hormon ke-i dan ulangan ke-j.
� = Nilai tengah umum
�� = Pengaruh konsentrasi hormon ke-i
Faktor perlakuan konsentrasi hormon ke-i
A
: 0 (Kontrol)
B
: 20 mg/l
C
: 40 mg/l
D
: 60 mg/l
E
: 80 mg/l
Eij
:Pengaruh galat percobaan pada kulit batang ke-j yang memperoleh
perlakuan konsentrasi hormon ke-i.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Statistical
Analysis System (SAS) 9.1. Serta untuk mengetahui pengaruh perlakuan, maka
dilakukan uji F tabel:
Hipotesis:
H0= Pemberian hormon sitokinin tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
T. leucosthaphyllum.
H1= Pemberian hormon sitokinin berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan T.
leucosthaphyllum.
H0 ≠ H1
Apabila hasil sidik ragam tidak berpengaruh nyata, maka terima H0dan tolak H1.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut Wattimena (1988), ZPT merupakan zat-zat endogen maupun
zat-zat eksogen (sintetik) yang dapat mengubah pertumbuhan tanaman. ZPT yang
dihasilkan oleh tanaman (zat endogen) disebut fitoformon, sedangkan yang
sintetik disebut zat pengatur tumbuh.ZPT tersebut merupakan senyawa alami yang
diproduksi oleh tumbuhan.Fungsi ZPT sangat bergantung pada dosis yang
diberikan dan berdasarkan pada perubahan kepekaan jaringannya.Terdapat
beberapa jenis zat pengatur tumbuh yang telah dikenal penggunaannya dalam
membantu pertumbuhan tanaman, diantaranya adalah auksin, giberelin, sitokinin,
asam absisat, etilendanyang lainnya.

5

BAP (Benzylaminopurin) merupakan zat pengatur tumbuh yang
tergolong ke dalam sitokinin sintetik yang penggunaannya dipengaruhi oleh ZPT
lainnya. Menurut Wattimenadiacu dalam Windujati (2011), sitokinin
mempengaruhi berbgaia proses fisiologi di dalam tanaman. Aktivitas utama
sitokinin adalah pembelahan sel. Aktivitas ini yang menjadi kriteria utama untuk
menggolongkan suatu zat pengatur tumbuh ke dalam sitokinin. Struktur kimia
BAP sitokinin dapat tersaji pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur kimia BAP
Sitokinin merupakan senyawa yang berfungsi untuk meningkatkan
pembelahan sel dan pengaturan pertumbuhan.Sitokinin banyak ditemukan dalam
tumbuhan, paling banyak diteukan pada daerah meristem dan daerah dengan
potensi tumbuh berkesinambungan termasuk akar, daun muda, buah yang
berkembang, dan biji. Perannya dalam tumbuhan antara lain adalah untuk
mengatur pembelahan sel, pembentukan organ, pembesaran sel dan organ,
pencegahan kerusakan klorofil, pembentukan kloroplas, pembukaan dan
penutupan stomata, dan perkembangan mata tunas dan pucuk (Harjadi
2009).Sedangkan menurut Sandra (2000), hormon sitokinin menunjang
pertumbuhan tunas tapi menghambat pertumbuhan akar dan menghambat
pembungaan dan pembuahan.
Pengaruh pemberian hormon selama 12 minggu di Laboratorium
Konservasi Tumbuhan, hasil perlakuan pada pemberian hormon sitokinin (BAP)
tidak memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan tunas
Tetrastigma.Menurut Sandra (2000), waktu 12 minggu merupakan waktu yang
cukup dalam merangsang pertumbuhan tunas oleh tambahan zat pengatur tumbuh
seperti hormon. Namun, pada penelitian ini konsentrasi hormon tersebut yang
sudah dapat dikatakan sangat tinggi dalam merangsang pertumbuhan tunas,
ternyata masih belum efektif dalam merangsang pertumbuhan tunas. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah lingkungan tempat
tumbuhnya T. Leucosthaphyllum yang tidak sesuai dengan tempat hidup alami
nya dan konsentrasi maupun jenis hormon belum tepat untuk merangsang
pertumbuhan tunas. Faktor lainnya adalah faktor dari tumbuhan itu sendiri
(internal) pada batang liana tersebut sudah cukup tua sehingga dinding sel pada
tumbuhan tersebut sulit untuk menumbuhkan tunas yang baru. Namun, pada
penelitian ini kalus pada batang T. Leucosthaphyllum tumbuh dengan baik.
Pada penelitian ini data yang diperoleh adalah berupa data pertumbuhan
gelembung kalus, yaitu jumlah gelembung kalus yang hidup, tinggi, dan lebar

6

kalus yang hidup.Serta data yang diolah adalah tinggi dan lebar kalus yang hidup
jumlah total dari 12 minggu yang didapat selama penelitian.Dan pada tanaman
tersebut kalus dapat tumbuh dengan baik.Meskipun pada saat memasuki hari
pengamatan pertama, pada liana 2 perlakuan konsentrasi hormon 40 mg/l luka
tersebut mengalami kematian yang disebabkan oleh terserangnya luka oleh jamur
dan kurangnya cahaya.Hal ini dikarenakan pada tempat perlukaan 40 mg/l
tersebut berada di tempat yang lembap dan kurang cahaya matahari. Menurut
Damson et al. (2011), kekurangan cahaya akan mengganggu proses fotosintesis
dan pertumbuhan, meskipun kebutuhan cahaya tergantung pada jenis tumbuhan
(Gambar 2).

(a)
(b)
Gambar 3 Contoh perlukaan pada perlakuan 40 mg/l (a) terserang jamur; (b) luka
mati
Menurut Sandra (2010), hormon dalam satu hormon yang sama, dengan
konsentrasi yang sama, akan mempunyai pengaruh yang berbeda pada bagian
tanaman yang berbeda.Hal ini ditunjukkan dengan pada bagian konsentrasi
hormon 40 mg/l pada perlukaan tersebut mati. Sedangkan pada konsentrasi lain
perlukaan tersebut tetap tumbuh. Serta hormon dalam kelompok hormon yang
berbeda akan bersifat saling melemahkan atau saling meniadakan (Sandra 2010).
Hal ini menunjukkan bahwa di dalam membuat ramuan hormon, maka acuannya
adalah bukan sebanyak-banyaknya kandungan hormon, tapi lebih kepada
ketepatan komposisi dan konsentrasinya.
Kalus
Menurut Primawati (2006), kalus merupakan suatu kumpulan sel yang
tidak beraturan dan tidak terspesialisasi yang terjadi dari sel-sel yang membelah
diri secara terus-menerus. Kalus tersebut terbentuk umumnya dimulai pada bekasbekas luka akibat pemberian perlakuan. Sel-sel penyusun kalus adalah sel-sel
parenkim yang memiliki ikatan yang renggang dengan sel-sel lain. Sedangkan
ciri-ciri kalus pada penelitian ini adalah timbulnya gelembung pada kulit batang
setelah pemberian perlukaan. Tumbuhnya kalus merupakan indikator bahwa tunas
tersebut akan tumbuh. Namun, pada penelitian kali ini tunas tersebut belum
tumbuh hingga akhir waktu penelitian.
Hari Tumbuh Kalus
Pada penelitian ini, hari tumbuh atau muncul nya kalus sangat beragam.Hal
ini dapat ditunjukkan oleh Gambar 3.

7

35
Hari Tumbuh Kalus

30
25

Tumbuh Kalus Pada Hari
Ke- Liana 1

20

Tumbuh Kalus Pada Hari
Ke- Liana 2

15
10

Tumbuh Kalus Pada Hari
Ke- Liana 3

5
0
Kontrol 20 mg/l 40 mg/l 60 mg/l 80 mg/l
(0)

Konsentrasi Hormon

Gambar 4 Tumbuh kalus pada berbagai konsentrasi hormon
denganharitumbuh kalus
Gambar 4 di atas menunjukkan bahwa pemberian hormon dengan
konsentrasi 80 mg/lmemberikan pengaruh pertumbuhan kalus yang tercepat
dibandingkan liana lainnya.Pada pemberian konsentrasi 80 mg/l tersebut yaitu
kalus tumbuh pada hari ke-2.Sedangkan pada pemberian konsentrasi 40 mg/l pada
liana 2, kalus tersebut tidak tumbuh.Hal ini dapat disebabkan oleh faktor tempat
perlukaan tersebut dilakukan.Karena pada perlukaan konsentrsi 40 mg/l tidak
mendapat sinar matahari yang cukup, sehingga mudah terserang oleh jamur dan
menyebabkan mati pada perlukaan. (Gambar 5).

Gambar 5 Konsentrasi 40 mg/l yang mati
Audus (1963) menyatakan bahwa pemberian zat pengatur tumbuh pada
berbagai konsentrasi dapat berbeda-beda untuk setiap jenis tumbuhan, bahkan
berbeda pula antara varietas dalam satu jenis. Faktor lain yaitu kemampuan
tumbuhan untuk mengubah zat pengatur tumbuh pada saat yang tidak tepat dapat
membuat tumbuhan tidak memberikan respon terhadap zat pengatur tumbuh yang
diberikan. Weaver (1972) juga menyatakan respon tanaman terhadap penggunaan
zat pengatur tumbuh dapat bersifat menguntungkan ataupun merugikan,
tergantung pada konsentrasi, keadaan lingkungan dan keadaan tanaman.

8

Jumlah Kalus
Hasil pengamatan menujukkan bahwa jumlah kalus yang tumbuh pada tiap
masing-masing perlakuan pemberian konsentrasi hormon berbeda-beda.Begitu
pun hal nya dengan jumlah kalus yang tumbuh pada tiap masing-masing liana pun
berbeda, seperti tersaji pada Gambar 6.

Jumlah Kalus/ (Individu)

3,5
3
2,5
2
1,5

Liana 1

1

Liana 2

0,5

Liana 3

0
Kontrol 20 mg/l 40 mg/l 60 mg/l 80 mg/l
(0)
Konsentrasi Hormon

Gambar 6 Hubungan konsentrasi hormon dengan jumlah kalus
Berdasarkan Gambar 6 tersebut, dapat menunjukkan bahwa jumlah kalus
terbanyak adalah pada liana 1 pada konsentrasi 80 mg/ldengan jumlah kalus yang
tumbuh adalah 3 kalus.Sedangkan pada pada konsentrasi 60 mg/l dan 40
mg/lberjumlah 2 kalus, sedangkan pada konsentrasi 20 mg/l dan 0 (kontrol) hanya
berjumlah 1 kalus. Pada liana 2, jumlah kalus yang tumbuh pada konsentrasi 80
mg/l dan 60 mg/l berjumlah sama yaitu 2 kalus. Pada konsentrasi 40 mg/l jumlah
kalus tersebut adalah 0 atau dapat dikatakan tidak ada kalus yang tumbuh. Hal ini
samaseperti hal sebelumnya yaitu tempat atau lokasi pada perlukaan 40 mg/l
merupakan tempat yang tidak mendapatkan cahaya matahari secara langsung. Hal
ini menyebabkan timbulnya kelembapan sehingga luka mudah terjangkiti dan
terserang oleh jamur. Suparno (1997) menyatakan bahwa untuk memenuhi
kebutuhan energi dalam proses fotosintesisnya spesies T. Leucothaphyllum ini
memerlukan intensitas cahaya matahari yang tinggi sehingga harus emmanjat
pohon lain. Sedangkan menurut Damson et al.(2011), cahaya merupakan faktor
utama sebagai energi dalam fotosintesis, untuk menghasilkan energi. Kekurangan
cahaya akan mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan.
Pada konsentrasi 20 mg/l dan kontrol (0) jumlah kalus yang tumbuh
adalah 1 kalus. Selanjutnya pada liana 3, jumlah kalus yang tumbuh adalah
berjumlah sama pada semua konsentrasi yaitu berjumlah 1 kalus yang tumbuh.
Menurut Bhojwani dan Razwan (1983), menyatakan bahwa semakin tinggi
konsentrasi sitokinin maka jumlah yang tumbuh semakin banyak tetapi
pertumbuhan masing-masing tanaman terhambat.Sehingga dapat dilihat dari
gambar diatas bahwa konsentrasi yang cukup maksimal untuk merangsang
tumbuhnya kalus dan menunjukkan jumlah kalus terbanyak adalah pada
konsentrasi 80 mg/l (Gambar 7).

9

Gambar 7 Luka yang tumbuh kalus
Hal ini dikarenakan pada konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi
hormon yang maksimal untuk merangsang pertumbuhan pada sel-sel
tanaman.Gati dan Mariska (1992) menyatakan bahwa hormon sitokinin
merupakan ZPT yang paling sering digunakan pada kultur kalus karena
aktivitasnya yang kuat untuk memacu proses diferensiasi sel dan menjaga
pertumbuhan kalus.
Tinggi Kalus
Salah satu parameter dari pertumbuhantanaman adalah dengan mengukur
tinggi dari tanaman tersebut.Pertumbuhan merupakan proses kehidupan tanaman
yang mengakibatkan penambahan ukuran tanaman semakin besar dan juga
menentukan hasil penambahan ukuran tanaman secara keseluruhan yang
dikendalikan oleh sifat alami tanaman (genetik) di bawah pengaruh faktor
lingkungan(Sitompul danGuritno 1995).
Tinggi Kalus 1
Hasil pengukuran pada pertumbuhan tinggi pada kalus T. leucosthaphyllum,
tinggi kalus yang tumbuh pada tanaman tersebut berbeda-beda.Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 8.

Tinggi Kalus/ (cm)

0,35
0,3
0,25
0,2
0,15

Liana 1

0,1

Liana 2

0,05

Liana 3

0
Kontrol
(0)

20 mg/l

40 mg/l

60 mg/l

80 mg/l

Konsentrasi Hormon

Gambar 8 Hubungan konsentrasi hormon dengankalus 1

10

Gambar 8 menunjukkan bahwa pada liana 3 tinggi kalus adalah 0 (cm)
pada tiap perlakuan. Pada liana 2, tinggi kalus pada perlakuan kontrol (0), 20 mg/l,
dan 40 mg/l adalah 0 cm. Pada konsentrasi 60 mg/l liana 2, tinggi kalus adalah 0,2
cm dan pada konsentrasi 80 mg/l adalah 0,3 cm. Pada liana 1, tinggi kalus
perlakuan kontrol (0) dan konsentrasi 20 mg/l adalah 0 cm. Sedangkan pada
konsentrasi 40 mg/l tinggi kalus adalah 0,3 cm, pada konsentrasi 60 mg/l adalah
0,1 cm dan pada konsentrasi 80 mg/l adalah 0,1 cm. Dari hasil tersebut,
menunjukkan bahwa pada konsentrasi 40 mg/l dan 80 mg/l merupakan
konsentrasi yang terbaik dalam merangsang pertumbuhan sel kalus dibandingkan
konsentrasi lainnya. Hal ini dikarenakan konsentrasi tersebut konsentrasi yang
tinggi dibandingkan dengan yang lainnya dan lebih tepat komposisi atau
kombinasinya dibandingkan yang konsentrasi lainnya. Serta pemilihan bagian
perlukaan pada batang merupakan salah satu faktor yang menentukan, hal ini
disebabkan sebagai penentuan mendapatkan asupan sinar matahari yang cukup
untuk pertumbuhan kalus maupun tunas.
Tinggi Kalus 2
Pada kalus yang tumbuh lebih banyak pada konsentrasi 80 mg/l, tinggi
kalus pun menyebabkan tumbuh beragam. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 9.

Tinggi Kalus/( cm)

0,12
0,1
0,08
0,06

Liana 1

0,04

Liana 2

0,02

Liana 3

0
Kontrol 20 mg/l 40 mg/l 60 mg/l 80 mg/l
(0)
Konsentrasi Hormon

Gambar 9 Hubungan konsentrasi hormon dengankalus 2
Berdasarkan gambar diatas, menunjukkan bahwa konsentrasi tertinggi,
yaitu hormon 80 mg/l pada liana 1 merupakan konsentasi hormon yang cukup
untuk merangsang pertumbuhan kalus. Hal ini disebabkan konsentrasi tersebut
merupakan komposisi yang tinggi sehingga dapat mempercepat pertumbuhan
kalus.
Uji Statistik Pada Tinggi Kalus
Pengaruh pemberian hormon Sitokinin dengan konsentrasi yang berbedabeda terhadap tinggi kalus dapat diketahui dengan analisis sidik ragam.Hasil uji
statistik tinggi kalus dapat dilihat pada Tabel 1.

11

Tabel 1 Uji statistik pengaruh pemberian Sitokinin pada tinggi kalus
Sumber
Keragaman

Jumlah
Kuadrat

Derajat
Bebas

Kuadrat
Tengah

Model Koreksi
Intercept
Perlakuan
Galat
Total
Koreksi Total

0.015a
0.021
0.015
0.028
0.062
0.043

4
1
4
9
14
13

0.004
0.021
0.004
0.003

F-Hitung

Sig. (pvalue)

1.254
6.941
1.254

0.356
0.027
0.356

a. R Squared = 0.358 (Adjusted R Squared = 0.073)
Hipotesis:
H0 : faktor perlakuan tidak berpegaruh terhadap respon
H1 : faktor perlakuanberpengaruh terhadap respon
Uji Statistik
Terima H0jika nilai p-value >0.05 (α)
Hasil uji statistik pada tabel di atas menunjukkan bahwa perlakuan
menghasilkan p value sebesar 0,356>0.05, yang menunjukkan bahwa faktor
perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi kalus.
Panjang Kalus
Panjang merupakan salah satu indikator bahwa tumbuhan tersebut
mengalami pertumbuhan.Panjang kalus pada penelitian ini berbeda-beda
berdasarkan jumlah kalus yang tumbuh pada pelakuan tersebut.

Panjang Kalus/ (cm)

Panjang Kalus 1
Panjang kalus pada penelitian ini beragam. Hal ini dipengaruhi oleh faktor
lingkungan seperti cahaya atau sinar matahari. Sebab cahaya matahari merupakan
faktor yang sangat berpegaruh pada pertumbuhan tanaman termasuk T.
Leucosthaphyllum itu tersendiri. Hasil pengamatan panjang kalus dapat dilihat
pada Gambar 10.
6
5
4
3
2
1
0

Liana 1
Liana 2
Kontrol 20 mg/l 40 mg/l 60 mg/l 80 mg/l
(0)

Liana 3

Konsentrasi Hormon

Gambar 10 Hubungan konsentrasi hormon denganpanjang kalus 1

12

Pada gambar diatas, dapat dilihat bahwa liana 1 dan liana 2 memiliki
kesamaan yaitu masing-masing kalus memiliki panjang yang sama yaitu 5 cm
pada setiap konsentrasi, kecuali pada konsentrasi 40 mg/l pada liana 2 yaitu 0 cm.
Sedangkan pada liana 3, perlakuan konsentrasi memiliki panjang yang sama yaitu
0,5 cm kecuali pada konsentrasi 40 mg/l panjang kalus tersebut adalah 0 cm.
Panjang Kalus 2
Hasil pada tiap-tiap pelakuan terhadap pemberian hormon terdapat
perbedaan, salah satunya terhadap panjang kalus. Perbedaan panjang kalus pada
tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 11.
Panjang Kalus/ (cm)

3,5
3
2,5
2
1,5

Liana 1

1

Liana 2

0,5

Liana 3

0
Kontrol 20 mg/l 40 mg/l 60 mg/l 80 mg/l
(0)
Konsentrasi Hormon

Gambar 11 Hubungan konsentrasi hormon dengan panjang kalus 2
Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa panjang kalus pada liana 3
adalah 0 cm, pada semua perlakuan. Sedangkan pada liana 1 dan 2, terdapat
panjang kalus pada perlakuan konsentrasi 60 mg/l dan 80 mg/l. Pada liana 1,
perlakuan hormon 60 mg/l memiliki panjang kalus 1 cm dan pada perlakuan 80
mg/l adalah 2 cm. Sedangkan pada liana 2, perlakuan konsentrasi 60 mg/l adalah 2
cm dan pada konsnetrasi 80 mg/l adalah 3 cm. Secara keseluruhan, dari perlakuan
pemberian konsentrasi pada kedua liana yang tumbuh kalus tersebut, panjang
maksimal tumbuh kalus adalah pada perlakuan konsentrasi 80 mg/l.
Panjang Kalus 3
Hasil perlakuan pada pemberian hormon 80 mg/l merupakan hormon yang
paling menumbuhkan jumlah kalus sehingga mengakibatkan jumlah kalus tersebut
pun lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan pada liana 1,
konsentrasi hormon 80 mg/l panjang kalus adalah 1 cm. Sedangkan pada liana
lainnya adalah 0 cm. Hal ini merupakan indikator bahwa perlakuan pemberian
konsentrasi hormon 80 mg/lmerupakan konsentrasi maksimal untuk merangsang
pertumbuhan kalus.
Perbedaan panjang kalus berikutnyatercantum pada Gambar 12.

13

Panjang Kalus /(cm)

1,2
1
0,8
0,6

Liana 1

0,4

Liana 2

0,2

Liana 3

0
Kontrol 20 mg/l40 mg/l60 mg/l80 mg/l
(0)
Konsentrasi Hormon

Gambar 12 Hubungan konsentrasi hormon dengan panjang kalus 3

Uji Satistik Pada Panjang Kalus
Pengaruh pemberian hormon sitokinin dengan konsentrasi yang berbedabeda terhadap panjang kalus dapat diketahui dengan analisis sidik ragam.Hasil uji
statistik tinggi kalus dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Uji statistik pengaruh pemberian Sitokinin pada panjang kalus
Sumber
Keragaman

Jumlah
Kuadrat

Model Koreksi
Intercept
Perlakuan
Galat
Total
Koreksi Total

a

11.362
99.691
11.362
46.576
157.629
57.938

Derajat
Bebas

Kuadrat
Tengah

4
1
4
10
15
14

2.840
99.691
2.840
4.658

F-hitung

Sig. (pvalue)

0.6100
21.404
0.6100

0.665
0.001
0.665

a. R Squared = 0.196 (Adjusted R Squared = -0.125)
Hipotesis:
H0 : faktor perlakuan tidak berpegaruh terhadap respon
H1 : faktor perlakuan berpengaruh terhadap respon
Uji Statistik
Terima H0jika nilai p-value>0.05 (α)
Hasil uji statistik diatas menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi
hormon sitokinin yang berbeda-beda pada tanaman tersebut menghasilkan pvalue
sebesar 0.665>0.05.Hal ini menunjukkan bahwa faktor perlakuan tidak
berpengaruh nyataterhadap panjang kalus.

14

Lebar Kalus
Seperti hal nya pada jumlah dan panjang kalus yang berbeda-beda, lebar
kalus pun berbeda-beda baik pada perlakuan pemberian konsentrasi hormon
maupun pada masing-masing liana.

Lebar Kalus/ cm

Lebar Kalus 1
Hasil pengamatan pada liana 1, memiliki jumlah kalus yang lebih banyak
dibandingkan dengan liana lainnya, sehingga memiliki perbedaan jumlah lebar
yang berbeda pula dengan liana yang lainnya.Pada lebar kalus 1, dapat dilihat
perbedaannya pada Gambar 13.
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0

Liana 1
Liana 2
Liana 3
Kontrol 20 mg/l 40 mg/l 60 mg/l 80 mg/l
(0)
Konsentrasi Hormon

Gambar 13 Hubungan konsentrasi hormon denganlebar kalus 1
Gambar13 di atas menunjukkan bahwa pada liana 2 dan 3 pada perlakuan
40 mg/l adalah 0 cm. Hal ini dikarenakan pada perlakuan tersebut luka tersebut
telah mati terserang oleh jamur. Pada liana 3, perlakuan 0 (kontrol), 20 mg/l, dan
60 mg/l memiliki lebar kalus 0,1 cm. Sedangkan pada perlakuan 80 mg/l
memiliki lebar kalus 0,2 cm. Pada liana 2, perlakuan konsentrasi 0 (kontrol) dan
20 mg/l sebesar 0,2 cm dan 0,4 cm. Sedangkan pada perlakuan 60 mg/l dan 80
mg/l memiliki lebar yang sama yaitu 0,5 cm. Pada liana 1, perlakuan 0 (kontrol),
20 mg/l, dan 40 mg/l memiliki lebar yang sama yaitu 0,5 cm. Sedangkan pada
perlakuaan konsentrasi hormon 60 mg/l dan 80 mg/l memiliki lebar yang sama
yaitu 0,6 cm. Berdasarkan pemberian perlakuan hormon diatas, konsentrasi
hormon yang maksimal adalah pada konsentrasi 80 mg/l. Dapat dilihat bahwa
konsentrasi 80 mg/l pada ketiga liana tersebut adalah liana yang maksimal pada
lebar kalus tersebut, yaitu 0,6 cm, 0,5 cm, dan 0,2 cm. Seperti hal nya pada
sebelumnya, konsentrasi 80 mg/l merupakan konsentrasi yang sudah tinggi dalam
merangsang pertumbuhan kalus sehingga pertumbuhannya lebih cepat
dibandingkan konsentrasi lainnya.
Lebar Kalus 2
Perlakuan dalam tiap-tiap pemberian hormon pada batang Tetrastigma
berbeda-beda baik dalam tinggi, panjang maupun lebar kalus tersebut. Hal
tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Gambar 14).

Lebar Kalus/( cm)

15

1,6
1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0

Liana 1
Liana 2
Liana 3
Kontrol 20 mg/l 40 mg/l 60 mg/l 80 mg/l
(0)
Konsentrasi Hormon

Gambar 14 Hubungan konsentrasi hormon dengan lebar kalus 2
Gambar 14 di atas menunjukkan bahwa pada liana 1 dan 2, perlakuan 0
(kontrol) dan 20 mg/l memiliki lebar kalus 0 cm. Dan pada liana1 perlakuan 40
mg/l, 60 mg/l, dan 80 mg/l masing-masing lebar kalus adalah 1 cm, 0,8 cm, dan
0,5 cm. Sedangkan pada liana 2 perlakuan 40 mg/l adalah 0 cm dan pada
perlakuan konsentrasi hormon 60 mg/l dan 80 mg/l memiliki lebar kalus masingmasing adalah 1,5 cm dan 1 cm. Dari perlakuan diatas, dapat dilihat bahwa terjadi
perbedaan pengaruh konsentrasi hormon yang maksimal pada lebar kalus yang
maksimal adalah pada perlakuan konsentrasi 60 mg/l yaitu 1,5 cm. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh faktor tumbuhan itu sendiri yang mana tumbuhan itu lebih cepat
menyerap hormon yang telah diberikan.
Menurut pernyataan Tjitrosomo (1984) menjelaskan bahwa hormon
tumbuh pada umumnya mendorong pertumbuhan, tetapi pada keadaan tertentu
dapat menghambat perkembangan.
Lebar Kalus 3
Seperti hal nya pada tinggi dan pannjang kalus, pemberian hormon 80 mg/l
memiliki jumlah kalus paling banyak sehingga mengakibatkan perbedaan yang
beragam termasuk pada lebar kalus itu sendiri. Perbedaan lebar kalus tersebut
dapat dilihat pada Gambar 15.

Lebar Kalus/ (cm)

0,6
0,5
0,4
0,3

Liana 1

0,2

Liana 2

0,1

Liana 3

0
Kontrol 20 mg/l 40 mg/l 60 mg/l 80 mg/l
(0)
Konsentrasi Hormon

Gambar 15 Hubungan konsentrasi hormon dengan lebar kalus 3
Gambar di atas menunjukkan bahwa hanya pada liana 1 yang memiliki
lebar kalus karena pada liana 1 memiliki jumlah kalus terbanyak sehingga

16

menyebabkan lebar kalus pun beragam. Pada gambar diatas, perlakuan
konsentrasi hormon 80 mg/l merupakan konsentrasi yang tumbuh kalus.Hal ini
dikarenakan konsentrasi 80 merupakan konsentrasi yang tepat karena
kandungannya lebih tinggi dibandingkan konsentrasi lainnya.
Uji Satistik Pada Lebar Kalus
Pengaruh pemberian hormon sitokinin dengan konsentrasi yang berbedabeda terhadap panjang kalus dapat diketahui dengan analisis sidik ragam.Hasil uji
statistik tinggi kalus dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Uji statistik pengaruh pemberian Sitokinin pada lebar kalus
Sumber
Jumlah
Derajat
Kuadrat
F-Hitung
Keragaman
Kuadrat
Bebas
Tengah
Model Koreksi
0.279a
4
0.070
Intercept
2.269
1
2.269
Perlakuan
0.279
4
0.070
Galat
1.122
10
0.112
Total
3.669
15
Koreksi Total
1.401
14
a. R Squared = 0.199 (Adjusted R Squared = -0.121)

0.6220
20.221
0.6220

Sig. (pvalue)
0.657
0.001
0.657

Hipotesis:
H0 : faktor perlakuan tidak berpegaruh terhadap respon
H1 : faktor perlakuan berpengaruh terhadap respon
Uji Statistik
Terima H0jika nilai p-value>0.05 (α)
Hasil uji statistik diatas menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi
hormon Sitokinin yang berbeda-beda pada tanaman tersebut menghasilkan pvalue
sebesar 0.657>0.05.Hal ini menunjukkan bahwa faktor perlakuan tidak
berpengaruh nyata terhadap panjang kalus.

Pengaruh Pemberian Konsentrasi Hormon Sitokinin
Hasil ujistatistik menunjukkan bahwa pemberian perlakuan pada
kombinasi hormon sitokinin
yang diberikan pada perlukaan batang T.
Leucosthaphyllumtidak berpengaruh nyata pada perlakuan. Hal ini disebabkan
pertumbuhan kalus pada tiap-tiap perlakuan tidak menujukkan perbedaan yang
signifikan meskipun pada konsentrasi 80 mg/l memiliki jumlah kalus terbanyak
dibandingkan dengan konsentrasi yang lain. Hal ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya dari faktor endoterm (pada tumbuhan itu sendiri) dan
faktor eksternal (faktor luar, seperti lingkungan). Faktor internal sendiri adalah
pada kulit batang liana tersebut sel-sel sudah cukup tua sehingga perlakuan yang
diberikan tidak berpengaruh. Sedangkan faktor dari eksoterm (luar) adalah

17

lingkungan atau tempat hidup yang tidak sesuai dengan tempat hidup alami nya di
alam sehingga perlakuan tidak berpengaruh nyata seperti suhu dan kelembapan.
Berdasarkan uji ragam, pada perlakuan konsentrasi 0 (kontrol), 20 mg/l, 40
mg/l, 60 mg/l, dan 80 mg/l pada liana 1, 2 dan 3 tidak berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan kalus. Hal ini disebabkan pertumbuhan kalus yang tumbuh
merupakan faktor alami tumbuhan untuk tetap tumbuh meskipun tanpa diberi
hormon. Hal ini dapat ditunjukkan pada perlakuan 0 (kontrol) kalus tetap tumbuh
dibandingkan perlakuan konsentrasi 40 mg/l dimana pada perlakuan tersebut
terdapat luka yang mati. Seperti diketahui, hormon konsentrasi 40 mg/l
merupakan hormon yang tinggi dibandingkan dengan perlakuan 0 (kontrol).
Sehingga pemberian hormon untuk mendorong pertumbuhan harus sesuai dengan
konsentrasi yang optimal karena hal tersebut memberikan pengaruh yang terbesar
dan apabila konsnetrasi ditambahkan dapat menghambat pertumbuhan dan
pemberian hormon yang kuat dalam pertumbuhan suatu organ dapat menghambat
organ lain (Sandra 2000).
Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tetrastigmaleucosthaphyllum
Pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi dalam berbagai cara oleh
lingkungan. Kondisi lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan
merangsang tanaman untuk tumbuh. Pertumbuhan suatu tanaman yang diproduksi
akan selalu dipengaruhi oleh faktor dalam (eksternal) maupun faktor luar
(internal) dari tanaman itu sendiri. Faktor dalam dari tanaman itu adalah genetika
dari tanaman tersebut yang dilihat melalui pertumbuhan sehingga diperoleh hasil,
sedangkan faktor luarnya adalah faktor biotik maupun abiotik yang meliputi unsur
– unsur yang menjadi pengaruh pada kualitas dan kuantitas produksi alam, antara
lain iklim, curah hujan, kelembaban, intensitas cahaya, kesuburan dan pHtanah,
serta ada tidaknya hama dan penyakit. Oleh sebab itu, mengetahui faktor yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman tentunya menjadi sangat bermanfaat.
Komponen yang mampu mengendalikan iklim melalui pengendalian
fluktuasi atau perubahan unsur yang ada di sekitar lingkungan seperti suhu,
kelembapan, pHtanah, angin dan curah hujan (Indriyanto 2006).
Suhu
Hasil pengamatan terhadap suhu lingkungan, suhu tertinggi pada penelitian
ini adalah suhu terendah adalah 24oC dansuhu tertinggi 32oC, sedangkan suhu
yang cocok atau optimum untuk pertumbuhan T.leucosthaphyllumadalah kisaran
suhu 16,4°C hingga 20,4 °C. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tjasyono (2004),
bahwa suhu udara mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman. Setiap jenis
tanaman memiliki batas batas suhu minimum, optimum dan maksimum untuk
setiap tingkat pertumbuhannya.Suhu yang ekstrim dapat merusak tanaman, suhu
terlalu dingin dan suhu terlalu tinggi dapat mematikan tanaman. Kerusakan akibat
suhu tinggi dapat dihubungkan dengan kekeringan ( desikasi ).
Menurut Damson et al. (2011)suhu berpengaruh terhadap fisiologi
tumbuhan antara lain terbukanya stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan
nutrisi, fotosintesis, dan respirasi. Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
akan menghambat proses pertumbuhan. Fotosintesis pada tumbuhan biasanya
terjadi di daun, batang, atau bagian lain tanaman.Setelahmelewati titik optimum,

18

proses tersebut mulai dihambat, baik secara fisik maupun kimia, menurunnya
aktifitas enzim (enzim terdegradasi).Peningkatan suhu disekitar iklim mikro
tumbuhan T. leucosthaphyllum akan menyebabkan cepat hilangnya kandungan
lengas tanah. Peranan suhu kaitannya dengan kehilangan lengas tanah melewati
mekanisme transpirasi dan evaporasi.
Kelembapan
Kelembapan udara merupakan fungsi dari banyaknya dan lamanya curah
hujan, terdapatnya air tegenang dan suhu merupakan faktor lingkungan.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kelembapan terhadap lingkungan sekitar
tempat tumbuh T. Leucosthaphyllum, kelembapan terendah adalah 58% dan suhu
tertinggi 92%. Sedangkan kelembapan yang cocok dan optimum untuk T.
leucosthaphyllumadalah 83,3 % hingga 91,1 %. Hal ini disebabkan semakin
rendah suhu udara maka semakin tinggi kelembapan udara.
Menurut Damson et al. (2011), kelembapan ada kaitannya dengan laju
transpirasi melalui daun karena transpirasi akan terkait dengan laju pengangkutan
air dan unsur hara terlarut. Bila kondisi lembap dapat dipertahankan maka banyak
air yang diserap tumbuhan dan lebih sedikit yang diuapkan.Kondisi ini
mendukung aktivitas pemanjangan sel sehingga sel-sel lebih cepat mencapai
ukuran maksimum dan tumbuh bertambah besar.Pada kondisi ini, faktor
kehilangan air sangat kecil karena transpirasi yang kurang.Adapun untuk
mengatasi kelebihan air, tumbuhan beradaptasi dengan memiliki permukaan
helaian daun yang lebar. Untuk pemecahan senyawa bermolekul besar (saat
respirasi) agar menghasilkan energi yang diperlukan pada proses pertumbuhan
dan perkembangannya.
pH Tanah
Tanah merupakan sumber utama zat hara untuk tanaman dan tempat
sejumlah perubahan penting dalam siklus pangan.Kaitan hubungan tekstur dan
struktur tanah terhadap pertumbuhan tanaman sangat erat, ada hubungan timbal
balik antara komponen satu dengan komponen yang lainnya.Pertumbuhan
tanaman dapat dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah.Berdasarkan hasil
pengamatan pH tanah pada lokasi pengamatan ini adalah 7 (netral).Hal ini cukup
memungkinkan untuk tanaman agar tetap tumbuh optimum, karena apabila pH
tanah kurang dari 7 atau pH suatu tanah semakin tinggi keasamannya maka
semakin sulit tanaman untuk menyerap hara.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh yang nyata
pada tiap pemberian perlakuan 0 (kontrol), 20 mg/l 40 mg/l, 60 mg/l dan 80 mg/l
pada perlakuan, baik pada tinggi, panjang dan lebar kalus pada batang T.
leucosthaphyllum.

19

Saran
1.

2.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui konsentrasi dan
kombinasi hormon yang tepat untuk merangsang pertumbuhan kalus hingga
munculnya tunas.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis dan konsentrasi yang
tinggi dan tepat agar dapat menumbuhkan tunas pada T.
leucosthaphyllumtersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Audus LJ. 1963. Plant Growth Subtances. Intersci Publ., Inc. New York.
Bhojwani SS, Razdan MK. 1983.Plant Tissue Culture (Theory andPractise).
Elsevier Science Publisher. Amsterdam,
Damson R, Susanti P, Lestari, Khoirul, Pujiono. 2011.Faktor Lingkungan Yang
Mempengaruhi
Pertumbuhan
Tanaman.
Fakultas
Pertanian.
Agroekoteknologi. Universitas Negeri Jambi.
Gati E dan Mariska I. 1992. Pengaruh Auksin dan Sitokinin Terhadap
Pembentukan Kalus Mentha piperita Linn. Buletin Littri 3 : 1-4.
Harjadi.2009. Zat Pengatur Tumbuhan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Mukmin H. 2008. Kajian Populasi dan Habitatt Rafflesia patma Blume di Cagar
Alam Pananjung Pangandaran Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Primawati E. 2006. Perbanyakan Cendana (Santalum album Linn.) Secara Kultur
In-Vitro Dengan Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Sitokinin (BAP dan
Kinetin. [skripsi].Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sandra
E.
2000.
Kultur
Jaringan
Hormon
dan
Pertumbuhan
Tanaman.http://eshaflora.com [23 September 2013].
Sitompul SM danGuritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gajah Mada
University Press.Yogyakarta.
Suparno T. 1997. Hubungan antara Parasit Rafflesi arnoldi, R.Br. dan Tanaman
Inangnya Sebagai Dasar Dalam Usaha Pelestariannya, Di dalam: Seminar
Nasional Puspa Langka Rafflesia arnoldii, R.Br. Prosiding Seminar
Nasional Puspa Langka Rafflesia; Bengkulu, 17 Juni 1997. Bengkulu:
Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu dan KEHATI. Hlm 93—99.
Tjasyono B. 2004. Klimatologi. Bandung: (ID). Institut Teknologi Bandung.
Tjitrosomo S.S. 1984. Botani Umum Jilid I dnan II.Angkasa. Bandung.
Wattimena GA. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar
Universitas.Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Weaver JR. 1972.Plant Growth Substances in Agriculture.University of California,
Darvis. W. H. Freeman and Co., San Fransisco.
Windujati A. 2011. Kajian Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh BAP dan TDZ
dalam Kultur Jaringan Daun Tanaman Penghasil Gaharu (Aquilaria
malaccensis Lamk.). [skripsi]. Bogor: (ID): Institut Pertanian Bogor.
Zuhud EAM, Hikmat A, Jamil N. 1998. Rafflesia Indonesia: Keanekaragaman,
Ekologi dan Pelestariannya. Yayasan Pembinaan Suaka Alam dan Suaka

20

Margasatwa Indonesia (THE INDONESIAN WILDLIFE FUND) dan
Laboratorium Konservasi Tumbuhan. Jurusan Konservasi Sumberdaya
Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

21

Lampiran 1 Gambar saat penetesan hormon dan perlukaan pada batang
Tetrastigma leucosthaphyllum

Menyiapkan larutan hormon

Mengukur larutan dengan pipet

Penetesan hormon

Penetesan hormon

Penggunaan pipet untuk
penetasan hormon

Bentuk luka pada 0
(kontrol)

22

Lampiran 2 Gambar batang Tetrastigma leucosthaphyllum yang telah diberi
perlakuan

Bentuk luka pada 20 mg/l

Bentuk luka pada 40 mg/l

Bentuk luka pada 40 mg/l

Bentuk luka pada 80 mg/l

23

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 4 Juni 1991 dari ayah
bernama Nuryono dan ibu bernama Sudiyem. Penulis adalah anak ketiga dari tiga
bersaudara, kakak pertama bernama Priyo Handoko, SHut dan kakak kedua
bernama Merdekawati Nur Rahayu. Penulis menempuh pendidikan di TK Adi
Sanggoro, dilanjutkan ke SDN Babakan Dramaga 2 Bogor. Penulis kemudian
melanjutkan jenjang pendidikan ke SMPN 1 Dramaga lalu ke SMA Kornita
Bogor. Melalui Undangan Seleksi masuk IPB (USMI), penulis berhasil masuk ke
IPB Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE), Fakultas
Kehutanan. Selama menempuh pendidikan di DKSHE, penulis merupakan
anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi (HIMAKOVA) Kelompok Pemerhati
Ekowisata (KPE).Penulis pernah melaksanakan praktek dan kegiatan lapangan
antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Sancang
Barat dan Taman Wisata Alam Kamojang pada tahun 2011. Selain itu, penulis
juga pernah mengikuti kegiatan Rafflesia di Cagar Alam Sukawayana-Sukabumi
pada tahun 2012dan mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan
Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat pada tahun 2012 serta Praktek
Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Meru Betiri, Jember pada tahun
2013.Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Pendidikan
Konservasi dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
(KSHE) pada tahun 2012 dan 2013.
Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Hormon
Sitokinin
Pada
Perbedaan
Pertumbuhan
Tunas
Batang
Tetrastigmaleucosthaphyllum” di bawah bimbingan Ir Edhi Sandra, MSi dan Dr Ir
Agus Hikmat, MScFsebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB.